Rekayasa Pengolahan Air Asam Tambang Secara Pasif Menggunakan Biomassa Serbuk Gergaji, Kotoran Ayam Dan Bakteri Pereduksi Sulfat

REKAYASA PENGOLAHAN AIR ASAM TAMBANG
SECARA PASIF MENGGUNAKAN BIOMASSA
SERBUK GERGAJI, KOTORAN AYAM
DAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT

FIRMANSYAH ADI PRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rekayasa Pengolahan Air
Asam Tambang Secara Pasif Menggunakan Biomassa Serbuk Gergaji, Kotoran
Ayam dan Bakteri Pereduksi Sulfat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Firmansyah Adi Prianto
A154130041

*Pelimpahan

hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
FIRMANSYAH ADI PRIANTO. Rekayasa Pengolahan Air Asam Tambang
Secara Pasif Menggunakan Biomassa Serbuk Gergaji, Kotoran Ayam dan Bakteri
Pereduksi Sulfat. Dibimbing oleh ANAS MIFTAH FAUZI dan IRDIKA
MANSUR.
Industri pertambangan dikenal sebagai industri pionir karena investasi
pertambangan memerlukan pembangunan infrastruktur yang mampu membuka
suatu wilayah dari isolasi geografis. Walau demikian kegiatan usaha
pertambangan yang mengekploitasi serta membuka bentang alam, kegiatan

utamanya adalah menggali bahan tambang dari dalam tanah dapat menyebabkan
dampak bagi lingkungan. Salah satu dampak lingkungan yang terjadi akibat
aktifitas pertambangan adalah terbentuknya air asam tambang (AAT). AAT
terjadi karena adanya proses oksidasi bahan mineral pirit (FeS2) dan bahan
mineral sulfida lainnya. Bahan mineral tersebut tersingkap ke permukaan tanah
dalam proses pengambilan bahan mineral tambang. Proses oksidasi tersebut
terjadi dengan adanya mineral pirit, air dan oksigen.
Salah satu teknologi dalam penanganan AAT adalah pengolahan AAT
secara pasif (passive treatment), yaitu dengan sistem constructed wetland atau
lahan basah buatan. Penggunaan lahan basah di dunia pertambangan telah banyak
dilakukan tetapi masih perlu penelitian lebih lanjut agar penggunaan lahan basah
ini dapat efisien diterapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara
bioteknologi untuk pengelolaan AAT, yaitu dengan penggunaan bakteri pereduksi
sulfat (BPS), bahan organik berupa biomassa serbuk gergaji dan kotoran ayam.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (i) Menganalisis kinerja pengolahan
AAT secara pasif menggunakan lahan basah yang diperkaya dengan biomassa
serbuk gergaji, kotoran ayam dan bakteri pereduksi sulfat dan (ii) Merancang
sistem pengolahan AAT yang optimal berbasis biologis menggunakan lahan basah
yang diperkaya dengan biomassa serbuk gergaji, kotoran ayam dan bakteri
pereduksi sulfat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai

Maret 2015 di PT. Bukit Asam (Persero) Muara Enim, Sumatera Selatan.
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu : (i) Tahap seleksi isolat bakteri pereduksi
sulfat (BPS) dan analisa bahan organik, (ii) Penelitian skala pilot project, (iii)
Pembuatan rancangan lahan basah.
Isolat BPS yang digunakan berasal dari Indonesian Center For
Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor. Terdapat 6 isolat BPS yaitu ICBB
8813, ICBB 8815, ICBB 8816, ICBB 8818, ICBB 8819, dan ICBB 8825.
Sebelum digunakan pada lahan basah, isolat BPS terlebih dahulu di seleksi
dengan 3 tahapan yaitu: seleksi berdasarkan waktu tumbuh, variasi lingkungan
pH, dan seleksi berdasarkan berbagai konsentrasi BPS. Bahan organik yang
digunakan untuk memperkaya lahan basah adalah serbuk gergaji. Terdapat 2
perlakuan serbuk gergaji, yaitu Serbuk Gergaji Segar (BSGS) dan Serbuk Gergaji
Segar dicampur dengan kotoran ayam (BSGS+KA). Pada penelitian skala pilot
project, sampel AAT diambil dari kolam penampungan Stockpile-1 yang terlebih
dahulu dianalisis Fe, Mn, Sulfat, TSS, dan pH, kemudian ditambahkan pada
kolam percobaan dengan tinggi muka air ±30 cm. Ketinggian matrik lahan basah
yang terdiri dari gravel dan bahan organik masing- masing secara berurutan 30 cm

dan 10 cm. Pengambilan sampel air dilakukan setiap 3 hari sampai hari ke 21.
Sampel tersebut kemudian dianalisa pH, kadar Fe, Mn dan TSS dilaboratorium.

Dari hasil seleksi BPS, bakteri yang terpilih untuk digunakan dalam
penelitian ini adalah ICBB 8818. Hasil penelitian skala pilot project menunjukkan
bahwa perlakuan matriks serbuk gergaji dengan kotoran ayam (tanpa BPS) (Tsk0)
dapat mempengaruhi penurunan Fe dan Mn pada air asam tambang, sehingga
secara sinergis dapat meningkatkan nilai pH dalam 3 hari. Matriks tersebut
memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar Fe dan Mn, dengan persentase
efektifitas sebesar 98.08% pada Fe dan 99.39% pada Mn dalam waktu 13 hari.
Pada parameter TSS, perlakuan yang dapat menurunkan kadar TSS adalah pada
perlakuan matriks serbuk gergaji dan BPS (Tsg1). Hal ini disebabkan kemampuan
serbuk gergaji dalam adsorbsi kandungan padatan yang terlarut. Dari hasil
penelitian diatas, didapatkan rancangan lahan basah yaitu dengan 1 bak
pengendap dan 6 settling pond. Dimensi bak pengendap yaitu 49.12 x 12.28 x 2.5
m, sedangkan dimensi settling pond yaitu 54.93 x 109.80 x 1 m. Setelah dilakukan
perhitungan persentase kemampuan penyisihan zat pencemar pada rancangan
lahan basah buatan diharapkan hasil kandungan logam Fe, Mn, TSS dan nilai pH
diakhir unit rancangan lahan basah masing-masing sebesar 0,007 mg/L, 0,014
mg/l, 0,008 mg/L, 6,10 dan sesuai baku mutu lingkungan
Kata kunci: Air asam tambang, bakteri pereduksi sulfat, lahan basah buatan,
kotoran ayam, serbuk gergaji.


SUMMARY
FIRMANSYAH ADI PRIANTO. Engineering of Acid Mine Drainage
management by Passive Treatment using sawdust, chicken manure and Sulfate
Reducing Bacteria. Supervised by ANAS MIFTAH FAUZI and IRDIKA
MANSUR.
Mining industries are called pioneer industries becuase investation for
mining needs infrastructure development that can open an area from geographical
isolation. Even so, mining mining activities exploit and open landscapes, thus its
main activity of digging the land can impact the environmant. One of
environmental impacts from mining activities is production of acid mine drainage
(AMD). AMD forms by oxidation of pyrites (FeS2) and other sulphide minerals.
The minerals are exposed to land surface by digging activity during mining. The
oxidation process can occur by the presence of pyrites, water, and oxygen.
One of technologies in AMD treatment is a passive treatmeny by
constructed wetland. The constructed wetland has been used in many mining
industries but further researches are needed to increase the treatment’s efficience.
This research did a biotechnological apporach to AMD drainage by using
sulphate-reducing bacteria (SRB) and organic matters such as sawdust biomass
and chicken manure. Sawdust and chicken manure waste can be used due to their
availability, especially around the mine.

The aims of this research were: (i) To analyses the performance of AMD
passive treatment using constructed wetland enriched by sawdust biomass,
chicken manure, and sulphate-reducing bacteria, and (ii) To design optimal biobased AMD treatment system using constructed wetland enriched by sawdust
biomass, chicken manure, and sulphate-reducing bacteria. This research was
conducted in September 2014 to March 2015 in PT. Bukit Asam (Persero) Muara
Enim, South Sumatera. This research consisted of 3 stages which were: (i)
Selection of sulphate-reducing bacteria (SRB) isolate and organic matter, (ii) Pilot
project scale research, and (iii) Design of constructed wetland.
SRB isolates used were from Indonesian Center For Biodiversity and
Biotechnology (ICBB), Bogor. There were 6 isolates which were ICBB 8813,
ICBB 8815, ICBB 8816, ICBB 8818, ICBB 8819, and ICBB 8825. Before being
used in constructed wetland, SRB isolates were screened by 3 stages, which were:
growth time, environmental pH variations, and SRB concentration variations.
Organic matter used for wetland enrichment was sawdust. There were 2
treatments, fresh sawdust (BSGS) and fresh sawdust mixed with chicken manure
(BSGS+KA). On pilot project scale experiment, AMD samples were taken from
sediment trap Stockpile-1 that has been analyzed for its Fe, Mn, Sulphates, TSS,
and pH characteristics, and then were added to experimental pond with water
surface’s height of ±30 cm. Wetland matrix was composed by gravel and organic
matter with 30 cm and 10 cm height, respectively. Water sampling was done

every 3 days until day 21. Samples were further analyzed for pH, Fe, Mn, and
TSS characteristics in the laboratory.
Based of SRB screening result, isolate used in this researh was ICBB
8818. Pilot project result show that treatment using sawdust and chicken manure
matrix without SRB (Tsk0) can decrease Fe and Mn content in AMD and

synergistically increase pH in 3 days. The matrix gave the decrease of Fe and Mn
content with 98.08% and 99.39% effectively on Fe and Mn, respectively in 13
days. On TSS parameter, the treatment able to reduce TSS was sawdust matrix
and SRB (Tsg1). This might due to sawdust’s ability to adsorb soluble solid
content. Based on the results, wetland was designed to have 1 precipitation tube
and 6 settling ponds. Precipitation tube’s dimension was 49.12 x 12.28 x 2.5 m,
and settling pond dimension was 54.93 x 109.80 x 1 m. After calculation of the
design’s ability to remove heavey metal, it showed that AMD treatment in the
settling pond results in Fe content og 0.007 mg/l, Mn content of 0.014 mg/l, TSS
of 0.008 mg/l and pH 6.10
Keywords: Acid mine drainage, sulphate-reducing bacteria, constructed
wetland, chicken manure, sawdust.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

REKAYASA PENGOLAHAN AIR ASAM TAMBANG
SECARA PASIF MENGGUNAKAN BIOMASSA
SERBUK GERGAJI, KOTORAN AYAM
DAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT

FIRMANSYAH ADI PRIANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Dosen Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Iskandar

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis dengan judul Rekayasa Pengolahan Air Asam Tambang Secara
Pasif Menggunakan Biomassa Serbuk Gergaji, Kotoran Ayam dan Bakteri
Pereduksi Sulfat. Tesis ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian
pendidikan program Magister (S2) pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan
Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua dosen pembimbing yaitu Bapak
Prof Dr Ir Anas Miftah Fauzi, MEng. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc. sebagai anggota komisi pembimbing, Dosen
Penguji Dr Ir Iskandar atas segala bimbingan dan motivasinya. Terima kasih juga
yang sedalam-dalamnya kepada Ibunda Djuliar Ahmad, Ayahanda Zulkarnain
Yazid, istriku tercinta Anesta Lastya, SH, ananda Khalisha Rinjani, Aruna Mekha,
Raiya Fakhira, sahabatku Zahriska Dewani, S.Si. dan Madaniyah, S.Si. sebagai
rekan dalam penelitian yang telah banyak memberikan bantuan, kerjasama dan
dukungan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT.
Bukit Asam (Persero) Tbk yang telah memfasilitasi, khususnya kepada Bapak
Suhendi Arensta yang telah membantu penulis selama di lapangan, serta kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini baik secara langsung
maupun tidak langsung
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2015
Firmansyah Adi Prianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ruang Lingkup
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Air Asam Tambang
Pengolahan Air Asam Tambang
Lahan Basah (Wetand)
Serbuk Gergaji
Pengolahan AAT dengan Biomassa Serbuk Gergaji dan Kotoran Ayam
Bakteri Pereduksi Sulfat

3
3
5
6
8
9
9

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Seleksi Isolat BPS dan Analisa Biomassa Serbuk Gergaji
Aplikasi Passive Treatment Skala Pilot Project
Rancangan Konstruksi Lahan Basah
Analisis Data

11
11
11
12
12
12
13
14
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat
Biomassa Serbuk Gergaji
Aplikasi Passive Treatment Skala Pilot Project
Design Lahan Basah

16
16
20
22
26

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Metode pengukuran biomassa serbuk gergaji.
Metode pengukuran parameter.
Kode dan asal isolat BPS koleksi Laboratorium ICBB).
Karakteristik AAT KPL Stockpile 1 - IUP Air Laya
Rekapitulasi persentase penyisihan yang terjadi pada bak settling pond

12
14
16
22
28

DAFTAR GAMBAR
1 Desain matriks lahan basah buatan.
2 Kurva Hazen untuk penentuan efektifitas penyisihan yang terjadi pada
settling pond dalam berbagai variasi. Sumber : Hazen (1971)
3 Foto kecepatan waktu tumbuh bakteri pereduksi sulfat(a) 4 hari setelah
isolasi, (b) 9 hari setelah isolasi, (c) 16 hari setelah isolasi.
4 Kecepatan waktu tumbuh isolat bakteri pereduksi sulfat.
5 Pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat pada berbagai variasi nilai pH
pada waktu inokulasi hari ke-12
6 Waktu rata-rata indikasi mulai tumbuh ketiga isolat bakteri
pereduksisulfat pada kondisi lingkungan pH yang berbeda.
7 Kerapatan optik isolat BPS pada pH 3 setelah inkubasi selama 28 hari.
8 Fluktuasi nilai pH pada pengujian konsentrasi isolat BPS ICBB 8818
yang diinokulasikan pada AAT.
9 Nisbah C/N pada biomassa serbuk gergaji.
10 Perbedaan nilai pH pada biomassa serbuk gergaji.
11 Profil nilai pH AAT pada matrik lahan basah.
12 Profil nilai A) Fe dan B) Mn AAT pada matrik lahan basah.
13 Kadar TSS AAT pada matrik lahan basah.
14 Profil pH (A), Fe (B), Mn (C) dan TSS (D) pada perlakuan AAT dengan
serbuk gergaji dan kotoran ayam
15 Rancangan matriks lahan basah untuk settling pond.
16 Rancangan settling pond.

13
15
17
17
18
19
19
20
21
22
23
24
25
26
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi Lapangan
2 Perhitungan Rancangan Pembuatan Lahan Basah Buatan
3 Perhitungan persentase kemampuan penyisihan zat pencemar pada 6
buah rancangan settling pond

32
33
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pertambangan merupakan suatu usaha pengelolaan bahan tambang
dengan cara mengekstrak bahan galian yang bernilai ekonomis dan bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat. Secara umum, kegiatan pertambangan menyangkut
kegiatan eksploitasi bahan galian permukaan dan bawah permukaan dengan
menggunakan bantuan teknologi. Sampai saat ini, kegiatan pertambangan di
Indonesia telah mencapai masa keemasan dimana poin-poin penting kegiatan
pertambangan yaitu pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara menjadi
tulang punggung pendapatan devisa negara dalam rangka peningkatan taraf hidup
masyarakat Indonesia.
Industri pertambangan mempunyai potensi besar untuk memberikan
manfaat bagi masyarakat, terutama untuk daerah terpencil. Industri pertambangan
dikenal sebagai industri pionir karena investasi pertambangan memerlukan
pembangunan infrastruktur yang mampu membuka suatu wilayah dari isolasi
geografis. Walau demikian kegiatan usaha pertambangan yang mengekploitasi
serta membuka bentang alam, kegiatan utamanya adalah menggali bahan tambang
dari dalam tanah, dapat menyebabkan dampak bagi lingkungan. Salah satu
dampak lingkungan yang terjadi akibat aktifitas pertambangan adalah
terbentuknya air asam tambang (AAT). AAT terjadi karena adanya proses
oksidasi bahan mineral pirit (FeS2) dan bahan mineral sulfida lainnya. Bahan
mineral tersebut tersingkap ke permukaan tanah dalam proses pengambilan bahan
mineral tambang. Proses oksidasi tersebut terjadi dengan adanya mineral pirit, air
dan oksigen. AAT akan memberikan serangkaian dampak yang saling berkaitan,
yaitu menurunnya pH serta kelarutan unsur-unsur mikro yang umumnya
merupakan unsur logam meningkat dengan konsentrasi tinggi, sehingga dapat
berakibat buruk pada kesehatan lingkungan maupun manusia (Gautama 2007).
AAT adalah air tambang yang mengandung sulfat bebas, terdapat sebagai
air lindian (leachate), air rembesan (seepage), atau air penirisan (drainage) yang
telah tercemar/terpengaruh oleh proses oksidasi mineral-mineral sulfida yang
terdapat pada batuan, sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi,
sehingga air tersebut mempunyai nilai pH rendah ( S2- +
8OH-. Pada reaksi tersebut, terlihat bahwa elektron yang dibutuhkan didapat dari
aktivitas oksidasi bahan organik, berupa laktat, asetat, propionat, dan lain
sebagainya yang dilakukan oleh BPS. Disamping sebagai donor elektron dan
sumber karbon, bahan organik juga berfungsi sebagai sumber energi (Jhonson dan
Hallberg 2005).
Pada tahap awal, senyawa karbona dioksidasi dan menghasilkan ATP,
kemudian ATP tersebut dimanfaatkan untuk mereduksi sulfat menjadi sulfida.
Pada kondisi dimana hidrogen dipergunakan sebagai donor elektron, maka CO2
akan dimanfaatkan sebagai sumber karbon. Energi yang diperoleh dari oksidasi
laktat ditransfer ke hidrogenase pada sitoplasma dan dihasilkan H2 yang
dioksidasi kembali untuk menghasilkan elektron. Selanjutnya, proton H+
dilepaskan dan dipergunakan untuk mendorong pembentukan ATP dalam reduksi
sulfat menjadi S2-. Mekanisme penting bagi aktivitas BPS adalah proses reduksi
sulfat tersebut berlangsung dalam kondisi anaerob dan kondisi faktor lingkungan
yang optimal bagi pembentukan sulfida yang maksimal. Reduksi sulfat dapat
terjadi pada kisaran pH, tekanan, suhu dan salinitas yang lebar, namun
ketersediaan senyawa karbon sebagai donor elektron dan molekul hidrogen
dapat menjadi pembatas.
BPS adalah bakteri yang memanfaatkan sulfat (SO42-), tiosulfat (S2O32-),
sulfit (SO32-) sebagai penerima elektron di dalam respirasi metabolismenya.
Dalam respirasinya BPS memerlukan substrat organik sebagai donor elektron.
Berikut adalah reaksi terbentuknya sulfida dan proses reduksi sulfat, yang
kemudian bereaksi dengan kation - kation logam membentuk logam sulfida, yang
berlangsung pada kondisi anaerob :
2 (CH2O) + SO42H2S + 2HCO3
5H + SO42H2S + 4H2O + 2e
2+
2M + S
MS
Substrat organik tersebut umumnya berupa asam-asam organik rantai
pendek seperti asam laktat, piruvat, dan asam organik lainnya. Di alam, substrat
tersebut dihasilkan dari aktivitas fermentasi bakteri anaerob. Berdasarkan
kemampuan metabolisme tersebut, maka BPS mampu hidup dan berperan pada
sedimen perairan AAT (Jhonson dan Hallberg 2005).
Peranan BPS dalam mengolah AAT yaitu dengan menetralisir atau
mengurangi keasaman dan meningkatkan pH yang merupakan refleksi dari
pengurangan sulfat dalam perairan. Asimilasi bahan organik merupakan
metabolisme untuk memperoleh energi yang dilakukan dengan proses fosforilasi
transport elektron yang memungkinkan asimilasi senyawa-senyawa organik
seperti asam - asam organik, asam amino dan senyawa kompleks (Napoleon
2013).
Proses reduksi sulfat sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, antara lain
waktu tinggal, pH, suhu, oksigen terlarut, dan potensial redoks. BPS adalah
bakteri anaerob obligat yang membutuhkan lingkungan mikro anaerob. Suyasa

11
(2002) mengemukakan bahwa pH optimal bagi pertumbuhan BPS berkisar antara
5 sampai 8. BPS yang diisolasi dari ekosistem air hitam Kalimantan mampu
menyesuaikan diri pada pH 2.5, dan menunjukkan pertumbuhan yang pesat pada
kisaran pH antara 4 dan 7. Hasil penelitian Widyati (2006) menunjukkan bahwa
pada tanah bekas tambang batubara yang diberi perlakuan bahan organik (berupa
biomasa kulit kayu) yang dikoloni oleh BPS dapat menurunkan ketersediaan
logam Fe, Mn, Zn dan Cu dalam tanah dengan efisiensi antara 68 - 97% setelah
15 hari inkubasi.
Pada sedimen lahan basah buatan, khususnya lahan basah anaerobik
terdapat banyak BPS dan nutrien. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam
sedimen lahan basah menyediakan lingkungan yang baik untuk populasi BPS dan
untuk presipitasi kompleks logam. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk
mempertahankan kandungan bahan organik dalam lahan basah. Selain itu, dalam
media matriks lahan basah dapat juga ditambahkan kompos atau bahan organik
lainnya. Efisiensi dari SSF lahan basah anaerobik tergantung pada aktivitas BPS
dan ketersediaan karbon organik sebagi sumber energi untuk pertumbuhan
mikrob. Bahan organik yang umum digunakan pada lahan basah anaerobik
diantaranya adalah: kompos, lumut, pupuk, serbuk gergaji, gambut, akar tanaman
yang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (Naculita et al. 2007). Proses
akumulasi dan penghancuran bahan organik dalam waktu yang lama dapat
meningkatkan konsumsi oksigen sehingga membuat kondisi lahan basah menjadi
bersifat anaerobik.

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi kegiatan Izin Usaha Pertambangan PT
Bukit Asam (Persero) Tbk. yang terletak di wilayah Kecamatan Tanjung Enim,
Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Analisa sampel penelitian,
berupa AAT dilakukan di laboratorium PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. dengan
parameter pH, Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Total Suspended Solid (TSS). Waktu
penelitian dilaksanakan pada September 2014 hingga Maret 2015.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biomassa serbuk
gergaji, kotoran ayam,batu kerakal, BPS dengan kode ICBB 8813; ICBB 8815;
ICBB 8816; ICBB 8818; ICBB 8819; dan ICBB 8825, media postgate B, AAT
dari Stockpile 1-IUP Air Laya PT. Bukit Asam (Persero) Tbk., aquadest, larutan
standart Fe, larutan standar Mn, alkohol, dan spiritus.

12

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 kolam buatan yang
masing – masing berukuran 320x40 cm dengan kedalaman 75 cm, sehingga
volume kolam mencapai 960 l/kolam sebagai bioreaktor bioremediasi, terpal,
AAS (Atomic Absorbtion Spectrometer), labu erlenmeyer, gelas ukur, oven,
desikator, tabung ulir, timbangan analitik, botol sampel 100 ml, Filter paper no 41
WhatmannTm D125 mm (CAT No 1441-125), Cellulose nitrate filter 0,45 µm
(Sartorius stedim biotech), pipet ukur, gunting, corong gelas dan labu semprot.

ProsedurPenelitian
Seleksi Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat dan Analisa Biomassa Serbuk Gergaji
Pada tahap ini dilakukan seleksi isolat BPS. BPS yang digunakan berasal
dari Indonesian Center For Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor.
Terdapat 6 isolat BPS yang diambil dari koleksi unggul Laboratorium ICBB,
antara lain:
1. ICBB 8813
4. ICBB 8818
2. ICBB 8815
5. ICBB 8819
3. ICBB 8816
6. ICBB 8825
Seleksi isolat BPS dilakukan dengan 3 tahapan yaitu: seleksi berdasarkan
waktu tumbuh, variasi lingkungan pH, dan seleksi berdasarkan berbagai
konsentrasi BPS. Seleksi pertama yaitu berdasarkan waktu tumbuh, bakteribakteri tersebut diremajakan terlebih dahulu pada media Postgate B. Bakteri yang
paling cepat tumbuh selanjutnya akan digunakan dalam seleksi berdasarkan
variasi pH. Seleksi kedua berdasarkan variasi nilai lingkungan pH, nilai pH yang
digunakan yaitu: pH 3, pH 4, pH 6, pH 7, kemudian dilihat absorbansi kepadatan
bakteri melalui spektrofotometer. Seleksi ketiga berdasarkan berbagai konsentrasi
isolat BPS terpilih. Konsentrasi yang digunakan yaitu 1%, 2%, 3%, dan 5% (v/v).
Pengujian BPS dengan berbagai konsentrasi dilakukan dengan menginokulasikan
BPS ke dalam sampel AAT yang berasal dari PT Freeport Indonesia, diukur
berdasarkan peningkatan nilai pH pada AAT.
Bahan organik yang digunakan untuk memperkaya lahan basah adalah serbuk
gergaji. Terdapat 2 perlakuan serbuk gergaji, yaitu Serbuk Gergaji Segar (BSGS) dan
Serbuk Gergaji Segar dicampur dengan kotoran ayam (BSGS+KA). Pada perlakuan
serbuk gergaji segar dicampur dengan kotoran ayam (BSGS+KA) menggunakan
perbandingan serbuk gergaji segar : kotoran ayam (3:1) yaitu 48 kg serbuk gergaji
dan 16 kg kotoran ayam per kolam lahan basah. Fungsi kotoran ayam adalah
menurunkan kadar C/N pada serbuk gergaji. Sebelum digunakan pada kolam lahan
basah, bahan organik tersebu