Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (Erk)-Hybrid Tipe Rak Berputar Secara Vertikal Untuk Pengeringan Rosela (Hibiscus sabdariffa L)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Rosela merupakan salah satu tanaman perdu yang saat ini sedang
populer di masyarakat. Pada mulanya tanaman ini hanya dimanfaatkan sebagai
serat, namun dengan adanya produk tas yang terbuat dari plastik, serat rosela
sekarang ini jarang digunakan. Saat ini, tujuan budidaya rosela mulai bergeser
sebagai penghasil bahan makanan dan minuman. Seluruh bagian tanaman ini,
mulai dari buah, kelopak bunga, mahkota bunga, dan daunnya dapat dimakan.
Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan salad, saus sup,
minuman, sari buah, asinan, selai, puding, sirup, dan jeli.
Di Indonesia, penggunaan rosela di bidang kesehatan belum terlalu
populer. Saat ini minuman berbahan rosela mulai banyak dikembangkan
sebagai minuman kesehatan. Tanaman rosela mengandung bahan antioksidan
yang baik untuk kesehatan. Bahan antioksidan yang berperan adalah
antosianin yang banyak terdapat pada kelopak rosela. Antosianin juga
menentukan tingkat kepekatan warna merah pada bunga rosela. Semakin
banyak antosianin maka semakin pekat warna merahnya dan semakin banyak
kandungan antioksidannya. Proses pengeringan dengan cara dipanggang
dalam oven dapat menyebabkan penurunan kandungan senyawa tersebut. Oleh

sebab itu, untuk mencegah menurunnya kandungan antioksidan bunga rosela
cukup dikeringkan dengan cara dijemur (Widyanto dan Nelistya, 2008).
Pengeringan rosela umumnya dilakukan secara konvensional dengan
beberapa metode diantaranya pengeringan dengan diangin-anginkan dan
penjemuran di bawah sinar matahari langsung. Proses pengeringan dengan
diangin-anginkan biasanya membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar 7
hari. Sedangkan penjemuran di bawah sinar matahari membutuhkan waktu 3-5
hari bila cuaca tidak mendung. Penjemuran yang terlalu lama akan
menyebabkan kelopak menjadi kecoklatan dan saat diolah akan menghasilkan
warna yang tidak menarik. Pengeringan dengan penjemuran memiliki
kelemahan diantaranya, sangat tergantung dengan cuaca, sehingga mudah
1

rusak, berjamur, terkontaminasi kotoran atau debu, serta dapat dirusak oleh
serangga. Dengan demikian diperlukan cara yang lebih baik dan efektif untuk
mengeringkan rosela yaitu dengan menggunakan mesin pengering.
Mesin pengering yang banyak digunakan oleh masyarakat umumnya
menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM), gas maupun tenaga listrik.
Sumber energi tersebut saat ini relatif mahal dan semakin terbatas jumlahnya.
Selain itu penggunaan energi fosil dinilai tidak ramah lingkungan dan dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Terkait dengan hal itu, adanya isu pemanasan global juga
mendorong pengurangan penggunaan energi fosil secara besar-besaran. Hal
tersebut lah yang memacu para peneliti untuk membuat mesin pengering yang
menggunakan energi terbarukan antara lain mesin pengering Efek Rumah
Kaca (ERK). Mesin ini bekerja dengan cara memanfaatkan efek rumah kaca
untuk

menghasilkan energi

panas

yang

dibutuhkan

selama

proses


pengeringan. Berbagai tipe dan bentuk mesin pengering ERK telah
dikembangkan, salah satu diantaranya adalah mesin pengering ERK tipe rak.
Mesin pengering ERK tipe rak sangat sesuai untuk mengeringkan
komoditi yang peka terhadap perlakuan dan proses pengeringan yaitu
komoditi yang harus memiliki kadar air yang seragam, namun tidak boleh
diaduk karena mudah rusak. Rosela termasuk dalam jenis komoditi tersebut.
Mesin pengering ERK tipe rak memiliki kekurangan yaitu kadar air yang
dihasilkan kurang seragam sehingga dapat mempengaruhi kualitas rosela.
Untuk bahan yang tidak boleh diaduk, proses pengeringannya dilakukan
dengan membuat lapisan tipis bahan pada rak. Sedangkan untuk memperoleh
kadar air yang seragam dapat dilakukan dengan memutar rak. Oleh sebab itu
dibangun mesin pengering ERK tipe rak berputar yang menggabungkan kedua
prinsip tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji unjuk kinerja mesin
pengering ERK tipe rak berputar untuk pengeringan rosela.

2

B. Tujuan
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Menguji unjuk kerja pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe rak berputar

untuk pengeringan rosela.
2. Melakukan analisis kelayakan teknis dan ekonomis terhadap hasil unjuk
kerja tersebut.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Budidaya Tanaman Rosela
A. 1. Botani Tanaman Rosela
Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa) berupa semak belukar yang
berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5 m. Tanaman ini berasal dari India bagian
barat. Di India orang memanfaatkan serat rosela untuk bahan pembuatan
tekstil. Pada abad ke-14, para pedagang India membawa tanaman ini ke
Indonesia. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela masih kerabat dekat dengan
kembang sepatu. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut (Widyanto dan
Nelistya, 2008):
Divisi


: Spermatophyta

Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Malvales

Suku

: Malvaceae

Marga


: Hibiscus

Jenis

: Hibiscus sabdariffa

Nama dagang : Rosela

Gambar 1. Rosela (Hibiscus sabdariffa)

Adapun beberapa nama daerah rosela antara lain merambos hijau
(Jawa Tengah), garnet malonda (Sunda), gamet (Betawi), asam kesur
(Meranjat), kesew jawe (Pagar Alam, Sumatra Selatan), asam jarot (Padang),
4

asam rejang (Muara Enim), kasturi roriha (Ternate). Sementara nama asing
rosela antara lain karkadé (Mesir, Arab Saudi, Sudan), vinagreira (Portugis),
zuring (Belanda), kezeru (Jepang), asam paya/asam susur (Malaysia), chin
baung (Myanmar), krajeab (Thailand), bissap (Senegal, Kongo), oseille
rouge/oseille de guinea (Prancis), wonjo (Gambia), zobo (Nigeria), omutete

(Namimbia) (Widyanto dan Nelistya, 2008).
Pada waktu masih muda, batang dan daun tanaman rosela berwarna
hijau. Ketika dewasa dan sudah berbunga, batangnya berwarna coklat
kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak
percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling,
berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi
beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau bercangab. Tulang daunnya
berwarna merah dengan panjang daun yang dapat mencapai 6-15 cm dan lebar
5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang.
Bunga rosela muncul pada ketiak daun dan mahkota bunganya
berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota. Kelopak bunga
sangat menarik dengan bentuk yang menguncup dan dibentuk dari 5 helai
daun kelopak. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8-12
kelopak tambahan (epikaliks). Bunga muncul pada saat tanaman berumur 2,53 bulan setelah tanam.

Gambar 2. Variasi warna kelopak rosela

Jenis-jenis rosela yang beredar di pasaran antara lain (Widyanto dan
Nelistya, 2008) :
1. Rosela sudan/afrika yang berwarna kehitaman.


5

2. Rosela cranberry yang banyak terdapat di Belanda. Warnanya merah,
namun bentuk kelopaknya menyerupai kotak dan ujungnya berbentuk
oval, tidak menguncup seperti rosela yang dibudidayakan di Indonesia.
3. Rosela Taiwan yang berwarna merah dengan panjang sekitar 5 cm dan
ujung kuncupnya agak merekah.

A. 2. Budidaya Tanaman Rosela
Rosela dapat tumbuh di segala macam tanah, mudah tumbuh di lahan
pasir tanpa harus disiram atau diberi pupuk secara intensif. Tanaman ini hanya
mengalami satu kali masa produktif, untuk mengoptimalkan hasil panen
sebaiknya rosela ditanam secara khusus tanpa diselingi tanaman lain. Rosela
dapat ditanam pada lahan terbuka maupun dalam polybag.
a. Lahan terbuka
Dibuat alur/bedengan setinggi 15-20 cm. Tanah diberi pupuk kandang
2kg/10 m2. Jarak tanam 1 X 1 M. Jika tanah subur maka rosela umumnya
tumbuh setinggi 2-3 m dan lebar tajuk 1-1,5 m.
b. Polybag/pot

Untuk lahan yang sangat terbatas bisa menggunakan polybag dengan
hasil tanam yang terbatas, biasanya tinggi pohon hanya mencapai 40-70 cm.
Media polybag juga dapat dijadikan media penyiapan benih hingga berumur 1
bulan (15-20 cm).
Untuk tanah yang subur dan mendapat sinar matahari yang optimal
rosela ditanam dengan jarak 1 x 1 m. Tanah diberi kompos/pupuk kandang
sebanyak 20 gram disekitar lubang tanam. Untuk lebih optimal biji dapat
dibuat kecambah terlebih dahulu dengan merendamnya selama 1 hari
kemudian ditutup kain atau kapas basah selama 1-2 hari. Hal ini untuk
mencegah biji membusuk dilubang tanam atau dimakan serangga/semut.
Kegiatan

perawatan

rosela

antara

lain


pemberian

pupuk,

pemberantasan hama dan penyiraman. Pemberian pupuk dilakukan pada saat
tanaman berumur 1-2 bulan dengan dosis 10-25 g/pohon. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk urea dan NPK dengan perbandingan 4:3. Hama yang
mudah menyerang rosela adalah semut merah, belalang, ulat daun dan kutu
6

putih. Untuk mengatasinya dapat menggunakan pestisida organik yang terbuat
dari campuran sambiloto (Andrographidis paniculata) dan daun mamba
(Azadirachta indica). Cara pembuatannya yaitu daun sambiloto dan mimba
segar (atau kering) ditumbuk dan dicampur air (100 gram dalam 5 L air)
disaring lalu disemprotkan ke seluruh bagian tanaman. Pada saat rosela
berbunga (umur 3-4 bulan) memerlukan air yang lebih sedikit dan sinar
matahari yang cukup untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas bunga.

B. Kandungan dan Khasiat Tanaman Rosela
Di dalam rosela terkandung vitamin yang cukup lengkap yaitu vitamin

A, C, D, B1 dan B2. Bahkan kandungan vitamin C-nya (asam askorbat)
diketahui 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali
dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji (Widyanto dan Nelistya,
2008). Selain kaya akan vitamin, bunga rosela juga memiliki kandungan
kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang tinggi seperti yang terlihat pada
Tabel 1. Daun dan buah rosela juga mengandung senyawa bermanfaat
diantaranya saponin, flavanoid, dan polifenol. Sedangkan biji rosela
mengandung protein yang tinggi.
Kelopak rosela mengandung antioksidan yang dapat menghambat
terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan
ginjal, diabetes, jantung koroner, dan kanker (darah). Kandungan senyawa
kimia lain dalam kelopak bunga rosela dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam
pengobatan tradisional rosela sering dipakai untuk mengatasi radang, kanker,
jantung, hipertensi, dan sakit pencernaan. Kelopak bunga, daun dan bijinya
berkhasiat untuk melancarkan air seni karena mengandung asam askorbat dan
asam glikolat. Selain itu juga berkhasiat sebagai antisariawan dan pereda
nyeri. Rebusan daun dan kelopak bunganya dapat mengurangi kekentalan
darah dan menurunkan tekanan darah, serta meningkatkan gerakan mendorong
pada usus.

7

Tabel 1. Kandungan gizi rosela

100 g
buah
Komponen
segar
Kalori
49 kal
Air
84,5 %
Protein
1,9 g
Lemak
0,1 g
Karbohidrat 12,3 g
Serat
2,3 g
Abu
1,2 g
Kalsium
1,72 mg
Fosfor
57 mg
Besi
2,9 mg
Betakaroten 300 ig
Vitamin C
14 mg
Tiamin
Riboflavin
Niasin
Sulfida
Nitrogen
-

100 g
daun
segar
43 kal
85,6%
3,3 g
0,3 g
9,2 g
1,6 g
1,6 g
213 mg
93 mg
4,8 mg
4135 ig
54 mg
0,17 mg
0,45 mg
1,2 mg
-

100 g
kelopak
segar
44 kal
86,2%
1,6 g
0,1 g
11,1 g
2,5 g
1,0 g
160 mg
60 mg
3,8 mg
285 ig
14 mg
0,04 mg
0,6 mg
0,5 mg
-

100 g
biji
7,6%
24,0%
22,3%
15,3%
7,0%
0,3%
0,6%
0,4%
23,8%

Sumber : Maryani dan Kristiana, 2008

Tabel 2. Kandungan senyawa kimia dalam kelopak bunga rosela
Nama Senyawa
Campuran asam sitrat dan asam malat
Anthocyanin yaitu gossipetin (hydroxyflavone) dan
hibiscin
Vitamin C
Protein
Berat segar
Berat kering
Flavonol glucoside hibiscritin
Flavanoid gossypetine
Hibiscetine dan sabdaretine
Delphinidin 3-monoglucoside
Cyanidin 3-monoglucoside (chrysantehnin)
Delphinidin
Sumber : Maryani dan Kristiana, 2008

Jumlah
13%
2%
0,00040,0005%
6,7%
7,9%
-

8

C. Pengolahan Rosela
Rosela dapat dipanen pada umur 7-8 bulan, yaitu tergantung dari masa
ditanamnya biji. Pada umur tersebut kelopaknya yang berwarna merah pekat
memiliki tekstur keras yang menandakan bahwa buah siap untuk dipetik.
Panen dapat dilakukan jika kelopak bunga sudah mencapai ukuran optimal.
Rosela dapat dipanen setiap satu atau dua minggu untuk satu kali masa panen.
Setelah pemanenan pertama, rosela masih dapat menghasilkan bunga, asalkan
temperatur rata-rata di wilayah tersebut tidak kurang dari 21oC. Karena itu,
pemanenan dapat terus dilakukan hingga tanaman tidak menghasilkan bunga,
yakni sekitar 4-8 bulan berikutnya. Pemanenan rata-rata dilakukan setiap 10
hari sekali.
Setelah panen, rosela perlu penanganan khusus. Ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan diantaranya mengeluarkan biji, menjemur biji,
mengeringkan bunga, dan menguji tingkat kekeringan bunga. Proses
pengeluaran biji dilakukan dengan bantuan alat yang menyerupai pisau.
Caranya biji didorong dengan alat tersebut dari pangkal kelopak bagian luar
seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pengeringan rosela dapat dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya diangin-anginkan, dijemur dan di oven.
Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan
dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti
aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan
komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga
ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik
(Fardiaz, 1992 dalam Sadikin, 2009).

Gambar 3. Pemisahan kelopak dengan biji.

9

Proses pengeringan yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah
penjemuran dibawah sinar matahari. Proses pengeringan ini membutuhkan
waktu 3-5 hari di bawah sinar matahari penuh tanpa diselingi mendung.
Namun, bila diselingi mendung atau hujan, proses pengeringan bisa mencapai
7 hari bahkan lebih. Jika tahap pengeringan sudah selesai maka dilanjutkan
dengan menguji tingkat kekeringan kelopak. Caranya adalah dengan menekan
kelopak hasil pengeringan menggunakan dua jari, misalnya ibu jari dan jari
telunjuk. Jika kelopak pecah, berarti rosela sudah benar-benar kering dan siap
untuk dinikmati, dijual, atau diolah lebih lanjut (Widyanto dan Nelistya,
2008).
Rosela yang sudah kering kemudian dikemas dalam plastik dan
dipasarkan sebagai minuman herbal pengganti teh. Selain itu rosela juga dapat
digunakan sebagai bahan salad, sirup, jelly dan saus. Berdasarkan hasil
penelitian Sadikin (2009) minuman jelly rosela memiliki kandungan lemak
yang rendah sehingga cocok dikonsumsi oleh orang yang menderita obesitas
atau kelebihan berat badan.

D. Proses Pengeringan
D. 1. Teori Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pemindahan kadar air dari bahan dan
produk pertanian untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan
tahan lama untuk disimpan. Selama pengeringan tersebut terjadi dua proses
yaitu proses perpindahan panas dari udara pengering ke bahan, dan proses
pindah massa uap air dari permukaan bahan ke udara sekitar (Goswami,
1986).
Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses
pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan
dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan
pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim.
Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini berfungsi
antara lain untuk membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan,
dan kemudian membawa uap air keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di
10

permukaan bahan dapat terjadi secara alamiah akibat adanya perbedaan
tekanan uap antara bahan dan udara lingkungan di sekitar bahan. Meskipun
proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir, proses pengeringan ini
dapat dipercepat dengan memodifikasi kondisi udara lingkungan yaitu dengan
pencampuran udara kering dan uap air. Pengkondisisan udara lingkungan ini
dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan (cooling),
pelembaban (humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan
pencampuran udara berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam
diagram psikometri (Goswami, 1986).
Proses pengeringan menurut Henderson dan Perry (1976) terdiri dari
dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap/konstan dan periode
dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan
periode perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini
terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan
dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas
pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun
akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara
kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan
laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Kadar
air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu
dan kelembaban tertentu.

11

Air bebas (kg air/kg berat kering)
Laju pengeringan (Kg air/jam m2)

Waktu

Laju menurun

Laju tetap

Kadar air kritis

Air bebas (kg air/kg berat kering)

Gambar 4. Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry, 1976)

D. 2. Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan
bobot bahan. Metode pengukuran kadar air bahan ada dua yaitu kadar air basis
basah (wet basis) dan kadar air basis kering (dry basis) (Henderson dan Perry,
1976). Kadar air basis basah adalah perbandingan antara berat air dalam bahan
pangan dengan berat bahan total. Kadar air basis kering adalah perbandingan
berat air dalam bahan dengan berat keringnya (padatan).
m

Wm
100% ......................................................................... (1)
Wd Wm

M

Wm
100% ................................................................................ (2)
Wd

dimana
m

= kadar air basis basah (% bb)

M

= kadar air basis kering (% bk)

Wm

= berat air (gram)
12

Wd

= berat bahan kering (gram)
Hubungan antara kadar air basis basah dan kadar air basis kering

adalah sebagai berikut:

100 m
....................................................................................... (3)
100 m

M

Kadar air kesetimbangan (Me) adalah kadar air yang menunjukkan
kesetimbangan antara laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan
laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air ini penting untuk diketahui
karena erat kaitannya dengan pengeringan dan penyimpanan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar air kesetimbangan antara lain kecepatan udara
pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara (RH), dan kematangan bahan.
Persamaan untuk menentukan kadar air kesetimbangan dikemukakan oleh
Henderson dan Perry (1976) sebagai berikut:
1-RH = exp (1-a Meb) .......................................................................... (4)
dimana
RH

= kelembaban udara pada keadaan setimbang (%)

Me

= kadar air kesetimbangan (%bk)

a, b

= konstanta pengeringan bahan

D. 3. Pengertian Laju Pengeringan
Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan
waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Laju pengeringan
selama proses pengeringan dinyatakan dengan:
dW
dt

wt

wt
t

t

................................................................................ (5)

Dimana
dW/dt = laju pengeringan (%bk/jam)
wt

= kadar air pada waktu ke t (%bk)

wt+∆t

= kadar air pada waktu ke t + ∆t (%bk)

∆t

= selang waktu (jam)

13

D. 4. Efisiensi Energi
Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara
input energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan dengan total output
energi pada sistem pengering. Besarnya efisiensi pengeringan dapat dituliskan
dengan persamaan berikut:

p

Qo
............................................................................................... (6)
Qi

Dimana
ηp = efisiensi pengeringan (%)
Qo = jumlah output energi yang terpakai oleh produk (kJ)
Qi = jumlah input energi (kJ)

E. Berbagai Mesin Pengering yang Umum Digunakan untuk Hasil Pertanian
Pengembangan mesin pengering untuk hasil pertanian telah mengalami
kemajuan yang pesat. Berbagai macam tipe dan bentuk mesin pengering telah
dikembangkan para peneliti untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemui
pada saat mengeringkan hasil pertanian. Kriteria mesin pengering yang bagus
dapat dilihat dari tingkat keseragaman kadar air bahan yang dihasilkan,
efisiensi penggunaan energi, dan biaya pengoperasian rendah.
Tipe-tipe mesin pengering yang umum digunakan antara lain:
E. 1. Cabinet Dryer
Produk pertanian yang akan dikeringkan diletakkan pada rak-rak
(trays) yang terletak di dalam ruangan kemudian produk tersebut akan
dikeringkan dengan menggunakan udara. Alat ini sangat sesuai untuk
mengeringkan produk yang memiliki struktur padat sebelum proses dehidrasi
dilakukan. Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa media udara dipanaskan
terlebih dahulu kemudian dihembuskan melalui tumpukan rak dan di atas
bahan sebelum akhirnya kembali ke bagian pemanas. Di dalam ilustrasi
gambar tersebut udara melewati bahan secara paralel, namun ada juga yang
menghembuskan udara secara vertikal. Aliran udara paralel menghasilkan
suatu laju pengeringan yang mula-mula cepat. Aliran berlawanan arah
menghasilkan pengeringan cepat di ujung kabinet. Masalah utama sering
14

terjadi adalah pengeringan produk yang tidak seragam. Hal ini disebabkan
oleh aliran udara pengering, suhu dan RH udara pengering yang tidak
seragam. Kecepatan aliran udara yang digunakan untuk pengering tipe ini
sekitar 2,5 m/detik sampai 5 m/detik (Forrest, 1968 dalam Heldman dan
Singh, 1981). Kendala lain yang sering dihadapi adalah kehilangan air yang
sangat cepat pada bahan yang terletak dekat dengan udara masuk. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan rotasi rak atau dengan menggunakan
aliran udara berlawanan arah pada waktu tertentu selama proses pengeringan
terjadi (Heldman dan Singh, 1981).

Keterangan
1. kipas sirkulasi

2. heater batteries
3. lubang inlet udara
4. lubang outlet udara
5. kabin yang dapat diatur
6. jalan masuk truk
Gambar 5. Skema pengering cabinet: (Heldman dan Singh, 1981).

E. 2. Tunnel Dryer
Pengering tipe ini memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan
cabinet dryer. Produk yang akan dikeringkan diletakkan di atas rak-rak yang
ditumpuk kemudian rak-rak tersebut diletakkan ke dalam terowongan udara
seperti yang telihat pada Gambar 6. Salah satu masalah yang sering dihadapi
pada pengering tipe ini adalah pengeringan yang tidak seragam pada lokasi
yang berbeda. Dengan mempertahankan keseragaman distribusi kecepatan
udara, hal tersebut dapat diatasi. Arah aliran udara yang digunakan umumnya
paralel atau berlawanan arah. Gabungan kedua aliran udara tersebut akan
menghasilkan pengeringan yang lebih seragam, namun biaya investasi awal
lebih besar dan pengawasan lebih sulit.

15

Gambar 6. Skema pengering terowongan/tunnel dryer (Heldman dan Singh, 1981).

E. 3. Conveyor dryer
Kedua alat yang dijelaskan sebelumnya (cabinet dryer dan tunnel
dryer) termasuk dalam fixed-tray drying karena rak-rak yang digunakan tidak
bergerak namun yang bergerak adalah udara pengeringnya. Sedangkan
conveyor dryer dan belt dryer memiliki prinsip kerja yang berlawanan dengan
kedua alat tersebut dan dikategorikan sebagai moving-bed dehydration
(Forrest, 1968 dalam Heldman dan Singh, 1981). Arah aliran udara yang
digunakan ditentukan oleh karakteristik bahan yang akan dikeringkan, namun
dalam beberapa kasus pengubahan aliran udara pada waktu berbeda selama
proses pengeringan akan membuat proses pengeringan berjalan secara efisien.
Alat ini memiliki kekurangan yaitu proses dehidrasi secara ekonomis tidak
dapat mencapai kadar air dibawah 10%. Conveyor dryer dapat digunakan
untuk berbagai bahan cair yang sensitif terhadap panas.

16

Gambar 7. Skema diagram pengering conveyor (Heldman dan Singh, 1981).

E. 4. Belt dryer
Pengering ini memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan
conveyor dryer hanya saja conveyor yang digunakan diganti dengan sabuk
(belt). Kelebihan belt dryer adalah adanya proses pengadukan selama proses
pengeringan berlangsung sehingga kadar air bahan yang diperoleh lebih
seragam. Skema belt dyer ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 8. Potongan melintang belt dryer (Heldman dan Singh, 1981).

E. 5. Spray dryer
Mesin-mesin pengering tipe semprot (spray) memindahkan air dari
larutan-larutan atau suspense dan mengeringkan bubuk yang dihasilkan
sampai mencapai kadar air kesetimbangan. Mesin-mesin pengering tipe ini
banyak digunakan untuk industry makanan dan obat-obatan. Tiga prosedur
yang digunakan untuk memecah bahan ke dalam butiran-butiran halus
(Henderson dan Perry, 1976):

17

a. Atomisasi Tekanan Tinggi. Cairan dipaksakan melalui sebuah nozel
dibawah tekanan tinggi. Bercampur dengan udara pengering dan pola
semprotannya dapat diawasi. Ukuran dan perbedaan besar tetes sukar
diramalkan. Umur nozel pendek jika bahan-bahan yang disemprotkan
mempunyai sifat abrasif.
b. Sentrifugal. Cairan diumpankan pada tekanan rendah ke dalam sebuah
piringan atau cangkir datar yang berputar dengan kecepatan 20000 rpm
atau lebih. Bahan pecah menjadi tetesan-tetesan kecil pada waktu keluar
dari ujung rotor. Tetesan-tetesan tersebut mempunyai ukuran yang lebih
seragam dan bahan-bahan yang tidak cocok untuk nozel dapat
dikeringkan.
c. Atomisasi dua fluida. Udara dan uap air yang dibawah tekanan memecah
cairan menjadi tetesan-tetesan halus dengan suatu mekanisme yang dapat
dibandingkan dengan semprotan cat. Namun cara ini membutuhkan biaya
operasi yang tinggi.

Gambar 9. Mesin pengering tipe semprot -aliran- kontinyu untuk hasil-hasil susu
(Henderson dan Perry, 1976).

F. Mesin Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)
Efek rumah kaca adalah peristiwa terperangkapnya energi gelombang
pendek yang dipancarkan matahari dalam suatu bangunan dan setelah diserap
oleh bahan yang terdapat didalam bangunan, gelombang tersebut diubah
menjadi gelombang panjang yang tidak dapat menembus lapisan transparan.
18

Dengan demikian udara di dalam bangunan akan mengalami peningkatan
suhu. Prinsip inilah yang digunakan dalam mesin pengering tipe ERK untuk
menghilangkan kadar air bahan.
Mesin pengering tipe ERK memanfaatkan energi surya yang
dipancarkan oleh matahari. Energi yang dipancarkan matahari dihasilkan dari
reaksi fusi yang mengubah hidrogen menjadi helium. Energi yang dihasilkan
diperkirakan mencapai 3,8 x 1023 kW (Goswami, 1986). Walaupun jumlah
energi yang dihasilkan matahari sangat besar, namun hanya 0,48 x 106 kJ/m2
yang diterima oleh bumi. Apabila luas wilayah Indonesia sebesar 1,9 x 1012
m2, maka energi surya yang dapat dimanfaatkan mencapai 28,35 x 1018 MW
(Abdullah et al, 1998). Hal ini menunjukkan potensi energi surya cukup besar
sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan termasuk untuk pengeringan.
Dalam mesin pengering tipe ERK sangat penting untuk memilih bahan
transparan (glazing materials) yang akan digunakan sebagai penutup. Bahan
transparan yang dipilih sebaiknya memiliki nilai transmisivitas cahaya yang
tinggi. Contoh bahan transparan yang digunakan adalah fiberglass,
polikarbonat, dan plastic UV Stabilizer.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian pengeringan produk pertanian
diketahui bahwa suhu rata-rata pengeringan produk pertanian dengan
menggunakan pengering tipe ERK berkisar antara 39oC - 50oC (Wijaya,
2007). Rata-rata suhu tersebut adalah memadai untuk pengeringan produkproduk pertanian. Waktu pengeringan yang dibutuhkan berkisar antara 4-57
jam tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Sedangkan konsumsi
energi spesifik berkisar antara 5,2 MJ/kg-14,2 MJ/kg (Wijaya, 2007). Hasil
pengeringan berbagai jenis produk pertanian dengan menggunakan pengering
ERK dikompilasi oleh Abdullah et al (1999) disajikan pada Tabel 3.

19

Tabel 3. Perbandingan unjuk kerja antara mesin pengering ERK dengan mesin
pengering konvensional untuk beberapa produk pertanian.
Komoditas

Suhu
Pengeri
ngan
(oC)

Waktu
Pengeri
ngan
(jam)

Beban
(kg)

KES
(MJ/k
g air)

Sumber pemanas
tamabahan

Sumber:

A. Sistem ERK
1. Kakao
a. Uji lab 1
b. Uji lab 2
c. Uji lapang
2. Kopi Robusta
3. Panili
4. Benih
a. Cabai
b. Ketimun
5. Buah
a. Pepaya
b. Pisang sale 1
c. Pisang sale 2
d. Dendeng
jantung pisang
6. Kayu
a. Bayur
b. Kemiri
7. Cengkeh
8. Ikan
a. Tembang
b. Teri
1. Kopi
2. Kakao
3. Pisang

50
49,2
45,8
37
51

40
32
43
60
52

228
400
190
1114
52

12,9
5,2
14,4
5,5
-

Hibrid minyak tanah
Hibrid minyak tanah
Hibrid arang
Tidak ada
Hibrid arang

40
40

4
9,5

1,6
5,4

-

Tidak ada
Tidak ada

39
40,6
n.a.
41,3

33
11
57

40
18
25
46,8

19,2
20,6

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hibrid batok kelapa

Tahir (1998)
Mirza (1997)
Somchart (1997)
Dias A. (2006)

39,3
48,5
48,4

158
96
41

728
780
80

25,8

Hibrid arang
Tidak ada
Arang kayu

Suhdi (1996)
Efrida (1995)
Dyah (2006)

44
37,2

40
11

44
38
n.a.

70
108
44

95
26
B. Sistem
773
5000
360

16

2,2
Hibrid arang
Tidak ada
Konvensional
11,6
Kayu bakar
16,9
Kayu bakar
14,9
LPG

Nelwan (1997)
Manalu (1998)
Abdullah (1998)
Dyah (1997)
Mursalim (1994)
Abdullah (1995)

Binsar N. (2006)
Eko (2006)
Triyono (1996)
Utomo et al. (1996)
Soponronnarit
(1997)

Sumber : Abdullah et al, 1999 dan 2007

Mesin pengering ERK di Institut Pertanian Bogor pertama kali
dikembangkan oleh Kamaruddin Abdullah, dari Departemen Teknik
Pertanian. Beberapa tipe mesin pengering tipe ERK yang telah dikembangkan
oleh para peneliti di Institut Pertanian Bogor antara lain:

F. 1. Pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05)
Alat ini dikembangkan oleh Kamaruddin Abdullah dan beberapa
peneliti di Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika
(CREATA), Institut Pertanian Bogor (IPB). Alat berbentuk limas segienam
itu, alasnya terbuat dari seng bersisi 1 meter dan diletakkan di atas tungku
terbuat dari semen setinggi sekitar 25 centimeter. Keenam sisi limas yang
miring terbuat dari plastik transparan berbahan polikarbonat. Panas matahari
20

yang ditahan dalam alat ini akan menghasilkan panas antara 37 oC hingga
40oC, lebih panas daripada udara normal. Secara teori, suhu dalam alat
pengering bisa mencapai 40 oC hingga 50oC apabila kelembaban relatif udara
di dalamnya 30% hingga 60%, iradiasi matahari rata-rata 500 W/m2, dan ratarata suhu lingkungan 30 oC.
Di bagian dalamnya tersusun rak-rak dari kawat besi yang dianyam
(strimin) yang digunakan sebagai tempat pemanggang. Pada salah satu sisi
bagian bawah terdapat kipas yang digunakan untuk mengaduk dan meratakan
panas di dalam ruangan dan di bagian puncaknya terdapat kipas yang akan
menyedot uap air ke luar ruangan untuk menjaga kelembaban di dalam.

Gambar 10. Pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05).

F. 2. Pengering Efek Rumah Kaca - Hybrid Tipe Terowongan
ERK-hybrid tipe terowongan menggunakan energi surya dan energi
biomassa sebagai sumber energi termal dan photovoltaic sebagai penghasil
energi listrik untuk menggerakkan kipas. Komponen-komponen utama dari
sistem pengering ini mencakup bangunan terowongan transparan, rak sebagai
wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Seperti halnya pengering tipe
kabinet, pengering ini ditujukan untuk produk-produk yang tidak tahan pada
gerakan mekanis misalnya ikan, udang, manisan buah, sayuran dan lain-lain.
Beberapa ukuran dari pengering tipe ini telah dikembangkan dari 100-400 kg.
Produk yang akan dikeringkan diletakkan pada nampan (tray) yang ada di
dalam terowongan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60 oC pada
21

kondisi cerah tanpa menggunakan pemanas tambahan. Untuk pengeringan
ikan ukuran kecil sebagai pakan ternak waktu pengeringan yang dibutuhkan
adalah 5 jam.

Gambar 11. Pengering ERK-hybrid tipe terowongan.

Rizal et al (1999) menguji pengering tipe lorong (STD) yang
merupakan rancangan dari Hohenheim University. STD merupakan salah satu
tipe pengering surya yang berbentuk lorong untuk mengeringkan berbagai
produk pertanian, dan dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara panas
sampai keluar dari pengering. Pada satu sisi, dibawah dinding transparan
hanya terdiri dari absorber, sedangkan produk yang dikeringkan diletakkan
pada sisi yang lain (Gambar 11). Hasil pengujian alat ini untuk berbagai
produk dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 12. Pengering ERK tipe terowongan (Rizal et al, 1999)

22

Tabel 4. Unjuk kerja alat pengering ERK tipe lorong terhadap beberapa produk
pertanian di Indonesia.
Kadar air
Awal
Akhir
Kayu manis
20-24
12-24
Cabai
80
11
Bawang Merah
75
11
Bawang Putih
75
11
Gambir
80
16
Sumber : Rizal et al, 1999
Komoditas

Waktu Pengeringan
STD
Tradisional
2,5-3
6
13
40
35
*
23,5
*
18
36

F. 3. Pengering Efek Rumah Kaca - Hybrid Tipe Kabinet
Pengering kabinet sangat sesuai digunakan untuk bahan yang
membutuhkan pengeringan tanpa ditumpuk. Komponen-komponen utama dari
sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, rak sebagai wadah,
penukar panas, tungku, dan kipas. Pengering ini ditujukan untuk produkproduk yang tidak tahan pada gerakan mekanis misalnya ikan, udang, manisan
buah, sayuran dan lain-lain. Beberapa ukuran dari pengering tipe ini telah
dikembangkan dari 100-400 kg. Produk yang akan dikeringkan diletakkan
pada nampan (tray) dan dimasukkan ke dalam rak. Selama pengeringan
berlangsung kipas dinyalakan dan penggunaan bahan bakar secara kontinyu
disarankan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60 oC. Waktu
pengeringan bergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Untuk
pengeringan manisan pepaya, waktu yang dibutuhkan adalah 8 jam. Wijaya
(2007) melakukan pengujian terhadap mesin pengering ERK tipe rak
berenergi surya dan biomassa untuk pengeringan biji pala. Efisiensi
penggunaan energi pada mesin pengering sebesar 6,73 % dan 8,06 %.

Gambar 13. pengering ERK-hybrid tipe kabinet

23

F. 4. Pengering Efek Rumah Kaca - Hybrid Dengan Wadah Silinder Berputar
Pengering ini menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber
energi termal dan energi listrik untuk menggerakkan kipas dan memutar
silinder. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup
bangunan transparan, dua buah drum silinder, penukar panas, tungku, kipas,
dan motor pemutar drum. Produk yang dapat dikeringkan mencakup jagung,
gabah, kakao, kopi dan produk-produk lain yang berbentuk biji-bijian atau
produk lain yang tahan terhadap benturan. Kapasitas produk yang dikeringkan
setara dengan 1000 kg biji kakao. Produk yang akan dikeringkan dimasukkan
ke dalam silinder yang memiliki dinding yang berpori. Proses pengadukan
dilakukan setiap 15 menit sampai 30 menit sekali. Saat pengadukan dilakukan
kipas udara pengering dimatikan untuk penghematan energi dan menurunkan
kebutuhan daya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu inlet udara
pengeringan mencapai 60oC.

Gambar 14. Pengering surya efek rumah kaca - hybrid dengan wadah silinder
berputar

Mulyantara (2008) telah melakukan pengujian terhadap mesin
pengering tipe ERK-hybrid dengan wadah silinder untuk pengeringan jagung
pipilan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata suhu ruang pengering
berkisar antara 34,0oC - 41,0oC dengan RH berkisar antara 60,2-76%. Dengan
pemutaran silinder selama 15 menit setiap jamnya perbedaan suhu antara
lapisan dalam dan lapisan luar berkisar antara 0-9,8oC.

24

Gambar 15. Pengering efek rumah kaca - hybrid dengan wadah silinder berputar
untuk pengeringan jagung pipilan (Mulyantara, 2008).

F. 5. Pengering ERK-hybrid tipe rak berputar
Mesin pengering ERK tipe rak berputar yang digunakan pada
penelitian ini merupakan hasil penelitian dari tim peneliti hibah bersaing IPB,
Dyah Wulandani dan kawan-kawan pada periode penelitian 2008/2009. Mesin
ini dirancang untuk menghasilkan kadar air bahan yang lebih seragam dengan
memutar rak. Prinsip kerja mesin pengering tersebut adalah sebagai berikut:
a. Iradiasi matahari yang berupa gelombang pendek masuk melalui dinding
transparan kemudian diserap oleh absorber dan komponen lain di dalam
ruang pengering seperti lantai, rak, pipa cerobong, dan produk yang
dikeringkan. Akibatnya suhu komponen-komponen menjadi meningkat.
b. Selanjutnya iradiasi panas akan dipancarkan oleh komponen-komponen di
dalam pengering menjadi gelombang panjang. Karena gelombang panjang
tersebut sulit untuk menembus dinding transparan, maka sebagian besar
akan dipantulkan kembali ke dalam ruangan dan menyebabkan
peningkatan suhu dalam ruangan.
c. Suhu udara yang tinggi menyebabkan terjadinya proses penguapan air dari
produk yang lebih besar, dan uap air yang meninggalkan produk
menyebabkan kelembaban di dalam ruangan akan meningkat.
d. Untuk menjaga agar proses penguapan tetap berlangsung, kelembaban di
dalam ruangan harus dijaga pada tingkat yang memadai. Untuk itu,
pengaliran udara dari luar dilakukan dengan menggunakan kipas listrik.
Selain itu, kipas ini juga berfungsi untuk menyebarkan udara panas yang

25

dihasilkan oleh tungku biomassa. Keseragaman kadar air dapat diperoleh
dengan memutar rak pada kecepatan tertentu.

F. 6. mesin pengering yang dikembangkan oleh institusi lain di Indonesia
Mesin ini dikembangkan oleh Ekadewi A. Handoyo dan kawan-kawan
dari Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen
Petra yaitu Mesin pengering ikan bertenaga surya. Dari pengujian yang
dilakukan pada model yang berkapasitas 250 gram, didapatkan bahwa
pengeringan di musim hujan menghasilkan penurunan kadar air ikan dari
60%wb menjadi 38%wb setelah dikeringkan selama 6 jam. Temuan lain
adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim hujan hanya
mencapai 54oC. Dimensi kolektor surya 1,2 m x 19 m dengan laju aliran udara
pengering sebesar 640 m3/jam (Handoyo et al, 2006).

Gambar 16. Sistem pengering ikan bertenaga surya (Handoyo et al, 2006).

26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus dan Oktober 2009
bertempat di Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian,
IPB.

B. Alat dan Bahan
Alat yang diteliti adalah satu unit pengering ERK-hybrid tipe rak
berputar yang merupakan hasil rancangan tim peneliti hibah bersaing IPB
(Dyah Wulandani dan kawan-kawan) periode 2008/2009. Alat ini terdiri dari
tiga bagian utama yaitu bangunan rumah kaca, silinder dengan rak pengering
dan bagian pemanas tambahan. Bangunan rumah kaca yang berukuran
(panjang x lebar x tinggi) 1100 x 860 x 1300 mm dilengkapi dengan absorber
dan dinding serta atap transparan untuk mengumpulkan panas. Dalam
bangunan ini dilengkapi dengan kipas outlet (60 W) yang berfungsi dalam
penyebaran panas di ruang pengering. Sedangkan bahan yang akan
dikeringkan diletakkan dalam rak yang dapat berputar secara vertikal. Bagian
silinder pengering terdiri dari delapan buah rak yang berukuran 60 x 20 cm.
Rak ini akan digerakkan oleh motor penggerak 40 W dengan kecepatan
putaran 1 rpm. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak
rosela segar varietas lokal. Bagian pemanas tambahan terdiri dari tangki air
dengan elemen pemanas (heater) 1000 W, pompa air (125 W) untuk sirkulasi
dan radiator dan kipas radiator (60W) untuk pembangkit panasnya.

27

Panel listrik

Kipas outlet

Motor pengerak rak

Pompa
Heater
Penampung air

Gambar 17. Alat pengering ERK-hybrid tipe rak berputar.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam proses pengujian adalah:
1.

Termometer alkohol

2.

Termokopel tipe CC

3.

Anemometer

4.

Timbangan digital tipe AE ADAM

5.

Pyranometer

6.

Digital multimeter

7.

Chino Recorder Yokogawa

8.

Oven dryer

9.

Cawan petri

10. Plastic sealer
11. Kalkulator dan alat tulis

C. Pendekatan Masalah dan Batasan Sistem
C.1. Pendekatan Masalah
Pada penelitian ini unjuk kerja mesin pengering ERK tipe rak berputar
dilihat dari keefektifan mesin dalam mengeringkan rosela sesuai dengan tujuan
penelitian. Salah satu parameter keberhasilan mesin pengering ini dapat dilihat
dari kualitas rosela yang dihasilkan. Kualitas rosela tersebut hanya dinilai dari
penampakan fisiknya yaitu warna, aroma dan rasa air seduhan rosela dan
28

tingkat keseragaman kadar air rosela. Warna merah hasil seduhan rosela
mengindikasikan adanya zat antosianin dalam rosela yang berperan sebagai
antioksidan. Pada penelitian ini tidak sampai dilakukan pengujian terhadap
kandungan kimia dalam rosela kering.
Tingkat keseragaman kadar air dapat dicapai dengan memutar rak pada
selang waktu tertentu. Hasilnya akan dibandingkan dengan penjemuran biasa
(kontrol) dan tanpa pemutaran rak. Dalam penelitian ini dikondisikan dalam
dua percobaan sebagai berikut:
a. Percobaan 1 (P1) : rak diputar selama 5 menit setiap setengah jam dan
pergeseran posisi rak 45o setiap 60 menit. Adanya pemutaran rak
dimaksudkan untuk meratakan suhu udara di dalam ruang pengering
sehingga penurunan kadar air lebih cepat dan lebih seragam.
b. Percobaan 2 (P2) : rak tidak diputar dan pergeseran posisi rak 45o
setiap 60 menit. Perlakuan ini digunakan sebagai pembanding pada
perlakuan pertama.
Masing-masing percobaan dilakukan sebanyak tiga kali pengujian.
Analisis dilakukan terhadap kelayakan teknis dan ekonomis mesin tersebut.

C.2. Batasan Sistem
Mesin pengering ERK tipe rak berputar yang digunakan untuk
penelitian dapat digunakan untuk mengeringkan berbagai komoditas pertanian
yang membutuhkan proses pengeringan tanpa diaduk. Prinsip kerja mesin
pengering ini adalah menyerap dan mengumpulkan panas dari gelombang
pendek matahari yang masuk ke dalam bangunan transparan ruang pengering
pada siang hari. Mesin pengering ini menggunakan pemanas tambahan yang
berupa heater dengan sumber energi listrik. Sistem yang akan diamati pada
penelitian ini adalah sistem pengering ERK rak berputar. Faktor lain diluar
parameter unjuk kerja diasumsikan tidak mempengaruhi kinerja dari mesin
pengering tersebut. Kinerja mesin pengering yang digunakan dapat dilihat dari
tingkat keseragaman kadar air yang dihasilkan, efisiensi penggunaan energi,
kualitas produk yang dikeringkan, dan biaya operasional mesin.

29

D. Parameter yang diukur
Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan performansi alat
adalah suhu ruang pengering dan sebarannya, laju pengeringan, lama
pengeringan, efisiensi penggunaan energi, dan kualitas produk yang
dikeringkan.
D. 1. Suhu ruang pengering dan sebarannya
Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan termometer dan
termokopel. Suhu yang diukur adalah suhu bola basah dan bola kering
lingkungan, suhu bola basah dan bola kering di ruang pengering, suhu bola
basah dan bola kering di outlet, dan suhu bahan.

D. 2. Laju pengeringan
Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan persatuan
waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satu satuan waktu (Persamaan 5).
Data yang diperlukan adalah bobot dan kadar air awal produk sebelum
dikeringkan, bobot dan kadar air akhir produk yang telah dikeringkan, kadar
air bahan selama proses pengeringan dan waktu pengeringan. Selain itu juga
dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju
pengeringan meliputi kecepatan udara pengering, dan kelembaban udara (RH).
Kadar air bahan dapat dihitung sesuai dengan persamaan berikut ini:
m

Wm
100% .......................................................................... (1)
Wd Wm

M

Wm
100%
Wd
................................................................................ (2)
Laju pengeringan dapat diketahui dari persamaan berikut ini:

dW
dt

wt

wt
t

t

................................................................................ (5)

D. 3. Lama pengeringan
Lama pengeringan merupakan waktu total yang dibutuhkan untuk
mengeringkan produk sampai kadar air yang diinginkan. Pengeringan akan
dihentikan pada saat massa bahan telah konstan. Pengukuran kelembaban

30

udara meliputi kelembaban udara di luar dan di dalam pengering, dimana
pengukurannya dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu.

D. 4. Efisiensi penggunaan energi
Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara
total output energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan dengan input
energi pada sistem pengering ERK tersebut. Data-data input energi yang
diperlukan meliputi data iradiasi surya dan jumlah energi listrik yang
digunakan. Sedangkan data output energi berupa massa air yang diuapkan dari
bahan (selisih berat akhir dan berat awal bahan), suhu bahan, suhu udara
pengering, RH dan kecepatan volumetrik udara pengering.
Efisiensi termal adalah perbandingan antara panas yang diterima udara
dalam mesin pengering dengan total input energi yang digunakan oleh mesin
pengering. Kebutuhan energi spesifik merupakan jumlah energi yang diterima
(masuk) dibandingkan dengan satu satuan massa air yang diuapkan dari
kelopak rosela.
a. Iiradiasi surya dihitung dengan:
I=

1000
I pm ................................................................................... (6)
7

keterangan:
I

= iradiasi surya (W/m2)

Ipm = iradiasi surya pyranometer (mV)
b. Energi surya yang diterima model pengering

Q1 3,6I g Ap ( ) p t ....................................................................... (7)
keterangan:
Q1

= energi surya yang diterima model pengering (kJ)

Ig

= iradiasi surya rata-rata (W/m2)

Ap

= luas permukaan model pengering (m2)

τ

= transmisivitas bahan model pengering (-)

α

= absortivitas bahan penyerap (-)

t

= lamanya penyinaran matahari (jam)

31

c. Energi listrik yang digunakan selama pengeringan diantaranya untuk
menggerakkan heater, kipas outlet, motor penggerak rak, kipas radiator,
dan pompa. Besarnya energi listrik yang digunakan dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Q7 = Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 ........................................................... (8)
dimana,
Q2

= energi listrik yang digunakan untuk heater (kJ) = 3,6 Ph t

Q3

= energi listrik yang digunakan untuk kipas outlet (kJ) = 3,6 Pk t

Q4

= energi listrik yang digunakan untuk motor (kJ) = 3,6 Pm t

Q5

= energi listrik yang digunakan untuk kipas radiator (kJ) = 3,6 Pkr t

Q6

= energi listrik yang digunakan untuk pompa (kJ) = 3,6 Pp t

Q7

= energi listrik total (kJ)

P

= daya listrik (W)

t

= lama pemakaian (jam)

d. Panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu produk

Q8

m0 C pb (T2 T1 )

..................................................................... (9)

Nilai Cp ditentukan dengan persamaan Siebel (Heldman dan Singh, 1989)
sebagai berikut:

C pb 0,837 0,034 M 0 .................................................................. (10)
Keterangan:
Q2

= Panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu produk (kJ)

m0

= massa awal produk (kg)

Cpb

= panas jenis produk (kJ/kgoC)

M0

= kadar air awal produk (%bb)

T1

= suhu produk sebelum dipanaskan (oC)

T2

= suhu produk setelah dipanaskan (oC)

e. Panas yang digunakan untuk menguapkan air produk

Q9

mu H fg ................................................................................... (11)

Keterangan:

32

Q3

= panas yang digunakan untuk menguapkan air produk (kJ)

mu

= massa air yang diuapkan (kg)

Hfg

= panas laten penguapan produk (kJ/kg)

f. Efisiensi pengeringan
t

Q8 Q9
100%
Q1 Q7
....................................................................... (12)

g. Kebutuhan energi per kg uap air

hes

Q1 Q7
muap

................................................................................. (13)

Keterangan :

hes

= konsumsi energi per kg uap air (kJ/kg uap)

muap = massa air yang diuapkan selama pengeringan (kg)
D. 5. Kualitas produk yang dikeringkan
Kualitas produk yang dikeringkan dari mesin pengering dapat dilihat
dari tingkat keseragaman kadar air bahan, warna, aroma dan rasa air seduhan
rosela. Kadar air bahan yang diukur meliputi kadar air awal, kadar air selama
proses pengeringan dan kadar air akhir bahan. Kadar air awal dan akhir bahan
diukur dengan menggunakan metode oven. Pengujian terhadap warna, aroma
dan rasa air seduhan dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik.

D. 6. Biaya Pengeringan
Analisis biaya dari proses produksi ini dilakukan untuk memperkirakan
biaya produksi. Biaya alat dan mesin pertanian terbagi atas dua komponen
yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya
penyusutan, biaya bunga modal, biaya pajak, dan biaya gudang atau garasi.
Sedangkan biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya
perbaikan dan pemeliharaan, biaya operator, dan biaya hal-hal khusus.
Penentuan kelayakan proyek perencanaan pendirian industri rosela kering
hanya diukur dengan dua kriteria investasi yaitu net present value (NPV), dan

33

net benefit cost ratio (net B/C ratio). Usaha pengeringan rosela ini dikatakan
layak apabila nilai NPV >0 dan net B/C ratio>1.

E. Metode Pengambilan Data
Proses pengeringan dilakukan secara kontinyu sampai kadar air bahan
konstan dan dilakukan tiga kali ulangan tiap perlakuan. Metode pengambilan
data untuk masing-masing parameter kinerja mesin adalah sebagai berikut:
E. 1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui profil suhu dan
sebarannya di dalam ruang pengering. Alat yang digunakan antara lain
termokopel tipe CC, Chino recorder Yokogawa, dan termometer alkohol.
Waktu pengukuran suhu dilakukan secara periodik setiap satu jam sekali.
Titik-titik pengamatan suhu dan kecepatan udara dapat dilihat pada Gambar
18.

Gambar 18. Titik-titik pengukuran
Keterangan :
T1-T8 : Suhu bahan rak 1- rak 8, T9 : Suhu bola basah lingkungan, T10 : suhu
bola kering lingkungan, T11 : Suhu bola basah di outlet, T12 : Suhu bola kering
di outlet, T13 : Suhu bola basah ruang pengering, T14 : Suhu bola kering ruang
pengering, TA-TB : Suhu bahan kontrol, T15 : Iradiasi surya, V1 : Kecepatan
udara masuk ruang pengering, V2 : Kecepatan udara keluar ruang pengering.

34

E. 2. Iradiasi surya
Iradiasi surya merupakan laju energi per satuan luas (W/m2) di suatu
lokasi (Abdullah et al, 1998). Pengukuran radiasi surya dilakukan dengan
menggunakan alat pyranometer. Pyranometer ini akan ditempatkan di sekitar
alat pengering yang tidak terhalang sinar matahari. Data keluarannya masih
berupa tegangan (mV) yang terlihat pada digital multimeter. Nilai 1 mV
keluaran pyranometer setara dengan 1000/7 W/m2. Pengambilan data
dilakukan setiap satu jam sekali.

E. 3. Kadar air
Kadar air bahan yang diukur merupakan kadar air awal, kadar air akhir
dan kadar air bahan pada suatu waktu selama proses pengeringan. Metode
yang digunakan untuk mengukur kadar air adalah metode oven. Sampel bahan
yang akan diambil berjumlah 10 buah yaitu sampel kontrol (TA & TB),
sampel pada rak 1-8 (T1- T8). Kemudian sampel tersebut akan dikeringkan di
dalam oven selama 24 jam dalam suhu 100-105 oC dan setelah itu sampel hasil
pengeringan akan ditimbang kembali sebagai berat akhir sampel. Peralatan
yang digunakan antara lain