Uji performansi mesin pengering (dryer) efek rumah kaca (erk) hibrid tipe bak untuk pengeringan jagung pipilan (Zea mays L)

(1)

UJI PERFORMANSI MESIN PENGERING (DRYER) EFEK RUMAH KACA

(ERK) HIBRID TIPE BAK UNTUK PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN

(Zea mays L)

SKRIPSI

NOVALINA NAIBAHO

F14061958

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PERFORMANCE TEST OF THE SOLAR DRYERS GREENHOUSE EFFECT (ERK) HYBRID TYPE OF TUB FOR DRYING OF MAIZE (ZEA MAYS L)

Novalina Naibaho and Sri Endah Agustina

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, 16680, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62813 8749 6351, e-mail:novanovalina@yahoo.com

ABSTRACT

Drying is one of the important stages in postharvest technology of grains, particularly corn. Drying process can be done by natural drying or artificial drying methods. Natural drying is drying by utilizing direct sunlight, while artificial drying is drying process by using dryer machines or mechanical dryer. Green House Effect (GHE) hybrid solar dryer has been developed to fullfill the needed of solar dryer machine which can be operated eventhough in the unfavorable weather or in the night, so it can be operated 24 hours in a day.

The aim of this study is to evaluate performance of GHE hybrid solar dryer which has been designed specifically for one ton (zea mays grain) capacity. Result of this study shows that the machine should be operated in hybrid system to reach the drying temperature level (40-60 oC). Solar energy as main energy source only share 10%-25% of the total heat energy needed for the process. Additional energy for the heating process given by biomass (fire wood) at combustion rate 5.05-5.39 kg/hour. It needed 23-25 hours to reduce moisture content from around 31% wb to 14% wb, in the average temperature of drying chamber 55.72 oC and relative humidity at 33.8%. Average total energy efficiency of the drying system using only solar irradiation as energy source (in the morning and sunny day), hybrid system (in unfavorable condition), and only biomass (in the night) are 27.5% , 28.3% and 43.74%.

Keywords: drying, Green House Effect (GHE), temperature


(3)

Novalina Naibaho F14061958. Uji Performansi Mesin Pengering (Dryer) Efek Rumah Kaca (ERK) Hibrid Tipe Bak untuk Pengeringan Jagung Pipilan (Zea mays L) Di bawah bimbingan: Ir. Sri Endah Agustina, MS. 2011

RINGKASAN

Pengeringan merupakan salah satu tahapan penting dalam teknologi pascapanen biji-bijian, khususnya jagung dan gabah yang hampir selalu memerlukan pengeringan mekanis. Pengeringan dengan energi surya berupa sistem pemesinan dan bukan dalam bentuk penjemuran merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan karena dapat menghasilkan keseragaman dalam kadar air produk, disamping keuntungan untuk memperpanjang masa simpan. Produksi jagung yang melimpah pada musim panen mengakibatkan harga jual jagung turun dari harga standar pada tingkat produsen. Pengeringan jagung merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan harga jual produk jagung. Metode pengeringan yang dapat digunakan terbagi menjadi dua macam yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari secara langsung. Cara ini banyak digunakan karena mudah dan murah, namun kendala metode pengeringan ini adalah memerlukan tempat yang luas, sangat berpengaruh pada cuaca, serta mudah terkontaminasi benda-benda asing. Pengeringan buatan adalah metode pengeringan yang dalam operasi pengeringannya menggunakan bantuan alat pengering. Metode ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan pada metode pengeringan alami. Berbagai tipe dan bentuk mesin pengering ERK telah dikembangkan, salah satu diantaranya adalah mesin ERK hibrid tipe bak dimana pada kondisi cuaca yang kurang mendukung atau pada saat malam hari, proses pengeringan dapat terus berlangsung dengan mengoperasikan tungku biomassa sebagai pemanas tambahan. Pemanfaatan tenaga matahari sebagai sumber panas merupakan suatu bentuk solusi penyediaan energi alternatif, pada saat krisis energi seperti yang dihadapi oleh masyarakat kita saat ini terutama bagi produsen yang berada jauh terpencil dari jangkauan jaringan transportasi.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji kinerja alat pengering surya efek rumah kaca (ERK) hibrid dan tungku biomassa untuk pengeringan biji jagung. Parameter kinerja yang digunakan meliputi kinerja dua sub sistem yaitu: sub sistem rumah kaca sebagai alat pengering meliputi penyebaran suhu dalam rumah kaca, laju pengeringan, rendemen hasil pengeringan, kebutuhan energi listrik dan surya serta effisiensi sistem pengeringan dan sub sistem tungku biomassa sebagai sistem pemanas tambahan yang meliputi jumlah panas hasil pembakaran yang hilang melalui dinding-dinding tungku, jumlah panas yang disalurkan dari pipa penyalur kedalam rumah kaca, jumlah panas pembakaran serta efisiensi dari tungku.

Pada penelitian ini dilakukan 4 kali percobaan dimana percobaan 1 dan 2 dilakukan untuk mengetahui profil sebaran suhu pada siang hari dan malam hari tanpa beban pengering. Sistem pendistribusian udara ruang pengering pada percobaan 1 dan 2 dilakukan dengan mengoperasikan kipas. Dari kedua percobaan tersebut, percobaan yang mempunyai suhu optimal digunakan untuk mengeringkan biji jagung hingga mencapai kadar air produk yang diinginkan.

Secara umum, hasil unjuk kinerja mesin pengering ERK hibrid tipe bak untuk pengeringan jagung pipilan adalah lebih baik daripada pengeringan dengan penjemuran (sun drying). Percobaan tanpa beban memiliki persebaran suhu relatif sama sehingga untuk percobaan menggunakan jagung pipilan sesuai dengan percobaan tanpa beban. Suhu udara siang hari yang dicapai pada percobaan ini berkisar antara 34°C-60°C. Nilai rata-rata suhu udara pada mesin pengering tersebut memenuhi syarat suhu untuk pengeringan biji jagung yang berkisar antara 40°C hingga 60°C. Rata-rata kelembaban relatif (RH) ruang pengering sebesar 33.79%. Proses pengeringan jagung sebanyak 1008 kg untuk percobaan 3 dan 1049 kg untuk percobaan 4 dengan kadar air awal rata-rata 31.59% bb dan 31.02% bb dilakukan selama 23 jam dan 25 jam hingga mencapai kadar air 14% bb dan 13.74% bb. Laju penguapan air adalah 0.77 bk/jam dan 0.68 bk/jam.

Penggunaan biomassa sebagai sumber energi tambahan pada percobaan 1 dan percobaan 2 percobaan 3, dan percobaan 4 memberikan 76.58 %, 67.62 %, 90.4 %, 74.52 % energi yang diperlukan selama pengeringan dengan rata-rata penambahan biomassa adalah 4.11 kg/jam, sementara energi surya pada tiap percobaan berturut-turut adalah 17.2%, 27.19%, 7.25%, 21.98%. Efisiensi pengeringan total dengan iradiasi matahari pada percobaan 3 dan percobaan 4 dengan beban


(4)

berturut-turut adalah 27.33% dan 27.67%, efisiensi pengeringan total tanpa iradiasi matahari pada percobaan 3 dan percobaan 4 berurut-turut adalah 21.52% dan 35.08% dan dengan iradiasi matahari dan biomassa adalah 52.63% dan 34.83%. Efisiensi termal bangunan sebesar 23.56% dan 44.95%. Sedangkan efisiensi oleh udara pengering adalah sebesar 88.18% dan 72.69%. Efisiensi sistem pemanas tambahan (tungku dan penukar panas) yang digunakan pada pengeringan percobaan 1 dan 2 masing-masing yaitu 26.4 %, 28.74%, sedangkan efisiensi pengeringan pada percobaan 3 dan 4 yaitu 17.4% dan 24.19%. Nilai efisiensi yang didapatkan kecil dikarenakan banyak panas yang terbuang terutama di bagian dinding tegak tungku, sehingga panas pembakaran yang dihasilkan tidak maksimal untuk proses pengeringan dalam rumah kaca.

Total biaya operasional tahunan pengeringan jagung sebanyak 1000 kg per proses dengan menggunakan mesin pengering ERK-Hibrid tipe bak adalah sebesar Rp. 32739900 dengan biaya pokok pengeringan (BPP) jagung sebesar Rp.387/kg atau 12.9% pada tingkat harga jual Rp.3000/kg.


(5)

UJI PERFORMANSI MESIN PENGERING (

DRYER

) EFEK RUMAH KACA

(ERK) HIBRID TIPE BAK UNTUK PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN

(

Zea mays L

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Novalina Naibaho

F14061958

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul Skripsi : Uji Performansi Mesin Pengering (Dryer) Efek Rumah Kaca (ERK) Hibrid Tipe Bak Untuk Pengeringan Jagung Pipilan (Zea mays L)

Nama : Novalina Naibaho

NIM : F14061958

Menyetujui, Pembimbing,

Ir. Sri Endah Agustina, MS NIP. 19590801 1982032 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP 19661201 199103 1 004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Uji Performansi Pengeringan Efek Rumah Kaca (ERK) Hibrid Tipe Bak Untuk Pengeringan Jagung Pipilan (Zea mays L) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan

Novalina Naibaho F14061958


(8)

© Hak cipta milik Novalina Naibaho, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian Atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.


(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Muara, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Nopember 1987 sebagai anak pertama dari Jamian Naibaho dan Limerik BP. Siregar. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Inpres 173365 Muara Tapanuli Utara dan menyelesaikan studi SMPN 1 Muara, Tapanuli Utara pada tahun 2003. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Muara, Tapanuli Utara pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian IPB. Selama di IPB penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian IPB (2007-2008) dan menjadi koordinator pelayanan di Komisi Persekutuan di Persekutuan Mahasiswa Kristen (2008-2009). Dalam menyelesaikan studi, penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum mata kuliah Agama Kristen Protestan (2008-2009). Penulis pernah mengikuti beberapa seminar seperti Seminar The True Power of Water, Seminar Kursus Pembinaan Profesi dan Temu Engineer Bogor. Selain itu pula, Pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis adalah Pelatihan Corel Draw X3 dan Pelatihan kepemimpinan Leadership oleh Karya Salemba Empat dan Indofood. Tahun 2009 penulis melakukan praktek lapangan di Sugar Group Company, Lampung dengan judul “Penerapan Mekanisasi Pertanian Pada Proses Produksi Gula Tebu di PT Gula Putih Mataram, Lampung”


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “ Uji Performansi Mesin Pengering (Dryer) Efek Rumah Kaca (ERK) Hibrid Tipe Bak Untuk Pengeringan Jagung Pipilan (Zea mays L)” dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian sejak bulan Maret sampai April 2011. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi serta memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian ini.

2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Ir. Susilo Sarwono selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan.

3. Bapak Harto, Mas Firman, Mas Darma yang telah membantu selama di Leuwikopo dan memberikan saran.

4. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, adikku Nikson, Hanna, Maniari, Astika dan Budi untuk doa, dukungan dan semangat yang telah diberikan.

5. G. Lovers yang telah memberikan semangat dan doa selama penelitian dan penulisan skripsi 6. Teman-teman Teknik Pertanian 43 dan 44, khususnya Micha, Gonggo, Irfan, Iif, Dani, Manan,

Zani, Maruli, Afni, Spetri atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian.

7. Teman-teman Arini, khususnya Ka sarah, Uti, Fatima, Tika yang telah membantu selama penelitian memberi dorongan moril selama penyelesaian skripsi.

8. Teman-teman Muara Marsada khususnya, B’hartip, Abdinal, Yunita, Riakantri, Juita yang tetap mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman kosan Perwira 43 yang memberikan semangat dan doa selama penyelesaian skripsi. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik mesin dan biosistem.

Bogor, Agustus 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BOTANI DAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG ... 3

B. PENGERINGAN ... 5

C. KARAKTERISTIK PENGERINGAN JAGUNG ... 8

D. HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN JAGUNG ... 9

E. TEORI PINDAH PINDAH ... 10

F. PENGERING EFEK RUMAH KACA ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 17

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 17

B. BAHAN DAN ALAT ... 17

C. PENDEKATAN MASALAH ... 19

D. ALAT DAN METODE PENGAMBILAN DATA ... 20

E. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS ... 22

F. TAHAPAN PENELITIAN ... 28

G. PROSEDUR PENGUJIAN ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. PENGUJIAN TANPA BEBAN ... 31

B. PENGUJIAN DENGAN JAGUNG PIPILAN ... 33

C. PINDAH PANAS TUNGKU DAN PIPA PENYALUR ... 41

D. ANALISIS BIAYA PENGERINGAN JAGUNG ERK-HIBRID ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. KESIMPULAN ... 45

B. SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Mutu Jagung Oleh Badan Standardisasi Nasional ... 9

Tabel 2. Perbandingan Unjuk Kerja Mesin Pengering ... 12

Tabel 3. Unjuk Kerja Alat Pengering Tipe Lorong ... 26

Table 4. Jumlah dan Laju Penggunaan Bahan Bakar Biomassa ... 32

Tabel 5. Komposisi Penggunaan Energi Pengeringan Jagung ... 37

Table 6. Perbedaan Hasil Perhitungan Efisiensi ... 38

Tabel 7. Kebutuhan Energi Spesifik Untuk Percobaan ... 39

Tabel 8. Laju kehilangan panas dari tungku ... 40

Tabel 9. Laju pembangkitan panas selama proses ... 42

Tabel 10. Komponen biaya tetap mesin pengering ... 43


(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Jagung... 3

Gambar 2. Pengeringan di bawah matahari langsung ... 5

Gambar 3. Kurva psikometrik chart untuk pengeringan ... 6

Gambar 4. Pengering ERK-hybrid berbentuk kerucut ... 13

Gambar 5. Pengering ERK tipe terowongan ... 14

Gambar 6. Sistem pengering ikan bertenaga surya ... 17

Gambar 7. Mesin pengering cumi, udang, dan ikan laut ... 17

Gambar 8. Mesin pengering kopi ... 18

Gambar 9. Mesin pengering surya tipe lorong ... 19

Gambar 10. Bangunan pengering ERK tipe bak ... 20

Gambar 11. Lokasi sampel biji pada bak pengering ... 24

Gambar 12. Sistem pindah panas pada tungku ... 29

Gambar 13. Diagram alir kegiatan penelitian ... 30

Gambar 14. Lokasi titik-titik pengamatan ... 32

Gambar 15. Tahapan pengeringan jagung pipilan ... 33

Gambar 16. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada P1 ... 34

Gambar 17. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada P2 ... 35

Gambar 18. Suhu dan RH ruangan selama pengeringan berlangsung ... 36

Gambar 19. Iradiasi matahari percobaan 3 dan 4 dengan beban ... 37

Gambar 20. Suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung ... 37

Gambar 21. Sebaran suhu pada lapisan yang berbeda (dengan beban) ... 38

Gambar 22. Penurunan kadar air di dua lapisan berbeda ... 39

Gambar 23. Laju penurunan kadar air setiap lapisan ... 40

Gambar 24. Komposisi jagung pipilan dan air yang diuapkan ... 40

Gambar 25. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung ... 41

Gambar 26. Efisiensi termal bangunan untuk kedua percobaan ... 42


(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data nilai-nilai hasil pengukuran pada percobaan I tanpa beban ... 50

Lampiran 2. Data nilai-nilai hasil pengukuran pada percobaan II tanpa beban ... 51

Lampiran 3. Data nilai-nilai hasil pengukuran pada percobaan I dengan beban ... 52

Lampiran 4. Data nilai-nilai hasil pengukuran pada percobaan II dengan beban ... 53

Lampiran 5. Data pengukuran suhu pada bahan (pada bak pengering) pada percobaan 1 tanpa beban ... 55

Lampiran 6. Data pengukuran suhu pada bahan (pada bak pengering) pada percobaan 2 tanpa beban ... 56

Lampiran 7. Data pengukuran suhu pada bahan (pada bak pengering) pada percobaan 3 dengan beban ... 57

Lampiran 8. Data pengukuran suhu pada bahan (pada bak pengering) pada percobaan 4 dengan beban ... 58

Lampiran 9. Data penurunan kadar air jagung dari awal hingga akhir pengeringan pada percobaan I ... 59

Lampiran 10. Data penurunan kadar air jagung dari awal hingga akhir pengeringan pada percobaan II ... 60

Lampiran 11. Perhitungan efisiensi penggunaan energi pada pengeringan jagung ... 61

Lampiran 12. Kehilangan panas pada dinding tungku ... 64

Lampiran 13. Kehilangan panas pada lantai tungku (QL2) dan lubang masuk udara pada tungku Q3 pada percobaan 1 ... 65

Lampiran 14. Panas yang diterima rumah kaca dari pipa penyalur (QHE) pada percobaan 1 ... 66

Lampiran 15. Estimasi biaya pokok pengeringan ... 67


(15)

ix

DAFTAR SIMBOL

Ac = luas celah pada atap tungku (m2) Am = lubang udara masuk (m2) Ap = luas permukaan pipa HE (m2)

C,m = dicari berdasarkan bilangan Rayleigh (Holman, J.P, 1989)

pb

C

= panas jenis produk (kJ/kgºC) Gr = Bilangan Grasshorf

g = Gravitasi bumi (m/s2)

h = koefisien pindah panas konveksi (W/m2 ºC)

fg

H

= panas laten penguapan air bebas pada suhu Tbk (kJ/kg)

Ih

= total iradiasi surya harian (Wh/m2)

i

I

= iradiasi awal (W/m2) f

I

= iradiasi akhir (W/m2) gl

I

= iradiasi selang pengukuran ganjil (W/m2) gp

I

= iradiasi selang pengukuran genap (W/m2) Kat = kadar air pada waktu ke t (% bk/jam) Kat+∆t = kadar air pada waktu ke t + ∆t (% bk/jam)

Kb = konduktivitas thermal bahan (W/mºC) (Holman, J.P, 1989) ku = konduktivitas thermal udara (W/mºC) (Holman, J.P, 1989) L = dimensi karakteristik (m)

Lp = laju pembakaran (kg/jam)

0

M

= kadar air awal biji pala (% bb) f

M

= kadar air akhir biji pala (% bb) s

m

= massa padatan (kg) u

m

= massa air yang diuapkan (kg) w

m

= massa air (kg)

Mmt = massa bahan bakar (kg) Nu = Bilangan Nusselt

Pr = Bilangan Prandtl didasarkan pada Tf. (Holman, J.P, 1989) Pw = daya yang dipakai untuk kipas (Watt)

G


(16)

x

QT = energi untuk memanaskan dan menguapkan air bahan (kJ) Qu = panas yang dilepas ke ruang pengering (Watt)

Qmt = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

HE

Q

= Panas efektif dari tungku yang diterima HE (Watt) R = tahanan panas (m2K/W)

Ra = Bilangan Rayleigh

t = waktu yang digunakan (jam) Tf = Suhu film (K)

Tg = suhu ruang pembakaran (ºC)

l

T

= suhu lingkungan (ºC)

Tm = suhu udara lubang pada tungku (ºC) Tp = suhu pada pipa HE (ºC)

Tr = suhu pada ruang pengering (ºC) Tlt = suhu lantai dasar tungku (ºC) U = koefisien pindah panas total (W/m2K)

v = kinematik viscosity (m2/s), didasarkan pada Tf

Wo = massa awal biji pala (kg)

dt

dKa

= laju pengeringan (% bk/jam)

t

= selang pengukuran (jam)

∆T = beda suhu dinding bahan dengan suhu lingkungan (ºK), σ = Tetapan Stefan-boltzman; 5.67 x 10-8 W/m2K

ε = Nilai emisivitas bahan, berdasarkan suhu bahan (Kreit, F, 1973) ηsp = efisiensi sistem pengeringan (%)

T


(17)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Pengeringan merupakan salah satu tahapan penting dalam teknologi pascapanen biji-bijian, khususnya jagung dan gabah yang hampir selalu memerlukan pengeringan mekanis. Perlunya pengering energi surya berupa sistem pemesinan dan bukan dalam bentuk penjemuran (sun drying) merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan karena dapat menghasilkan keseragaman dalam kadar air jagung, disamping keuntungan untuk memperpanjang masa simpan. Mengingat kondisi sebagian besar produsen hasil pertanian dan kelautan yang memerlukan proses pengeringan produk oleh petani-petani dan nelayan miskin, maka selain pengadaan mesin-mesin pengering yang dapat berfungsi untuk menghasilkan kualitas prima perlu pula diupayakan harga dari alat pengering dapat terjangkau oleh petani miskin tersebut.

Mesin pengering yang memanfaatkan energi surya merupakan pilihan alternatif. Faktor yang mendorong berkembangnya mesin pengeringan dengan energi surya di Indonesia dikarenakan ketersediaan surya yang melimpah, dan merupakan energi terbarukan, gratis dan ramah lingkungan. Pada kondisi cuaca yang kurang mendukung atau pada saat malam hari, proses pengeringan dapat terus berlangsung dengan mengoperasikan tungku biomassa sebagai pemanas tambahan. Pemanfaatan tenaga matahari sebagai sumber panas merupakan suatu bentuk solusi penyediaan energi alternatif, pada saat krisis energi seperti yang dihadapi oleh masyarakat kita saat ini terutama bagi produsen yang berada jauh terpencil dari jangkauan jaringan transportasi. Walaupun demikian dengan adanya potensi ekspor seperti yang sedang dilakukan oleh Pemda Gorontalo, mesin pengering dengan sumber energi terbarukan diharapkan dapat membantu dalam penekanan biaya pengeringan, percepatan proses pengeringan untuk dapat memenuhi target permintaan volume ekspor, sekaligus mempertahankan kualitas produk berupa keseragaman dalam kadar air akhir.

Berbagai tipe dan bentuk mesin pengering ERK telah dikembangkan. Di Institut Pertanian Bogor, alat pengering ERK-Hibrid mulai dikembangkan sejak tahun 1995 oleh Kamaruddin Abdullah. ERK-Hibrid yang dikembangkan adalah tipe rak dimana tersusun rak dan kipas untuk meratakan panas. ERK-Hibrid lainnya dikembangkan oleh Nelwan et al. (2008) yang merancang ERK-Hibrid dengan wadah penempatan produk tetap dengan saluran aliran udara yang memungkinkan udara mengalir secara merata melalui lapisan produk yang dikeringkan dengan kapasitas pengeringan yang lebih besar dari ERK-Hibrid yang digunakan oleh Mulyantara (2008) yaitu ERK-Hibrid dengan wadah silinder berputar. Dyah (2009) merancang ERK-Hibrid tipe rak berputar yang menggunakan pemanas tambahan berupa heater dengan sumber energi listrik dan yang lainnya yang tidak disebutkan. Salah satu ERK-Hibrid lainnya adalah mesin pengering ERK-Hibrid tipe bak hasil rancangan bagian Teknologi Energi Terbarukan (TET) departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Tekonlogi Pertanian, IPB (2010) yaitu ERK-Hibrid yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini akan dikeringkan jagung pipilan dan diuji kinerja dari mesin pengering dan dari uji tersebut akan diperoleh suatu nilai efisiensi dari masing-masing bagian mesin pengering sebagai suatu nilai kelayakan kinerja sistem pengering.


(18)

2

B.

TUJUAN

1. Menguji performansi mesin pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hibrid tipe bak hasil rancangan bagian Teknologi Energi Terbarukan (TET) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Tekonlogi Pertanian, IPB (2010) untuk pengeringan jagung pipilan (Zea mays L).

2. Melakukan analisis kelayakan teknis dan ekonomis terhadap hasil unjuk kerja mesin pengering tersebut.


(19)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

BOTANI DAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG

A.

1. Botani Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Adapun klasifikasinya sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Gramineae (rumput-rumputan) Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Gambar 1.Tanaman Jagung

Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya (Warintek,2010).

Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanman jagung adalah pH antara 5,6-7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan kesediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung (Warintek, 2010).


(20)

4 A.

2. Perkembangan Produksi Jagung Nasional

Berdasarkan situs BPS (2011) dinyatakan bahwa ARAM III (angka ramalan) produksi jagung tahun 2010 sebesar 17.844 juta ton dari ATAP (angka tetap) tahun 2009 sebesar 17.629 juta ton pipilan kering. Artinya ada tambahan 0,215 juta ton atau naik 1.22% dari capaian produksi 2009. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena tambahan luas panen jagung dan produktivitas sebesar 0.7 kuintal/Ha (1.65%).

Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju 9.14% per tahun. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk komsumsi langsung, namun sudah mulai tampak penggunaan untuk insdustri pangan dan bahkan pangsanya sudah di atas penggunaan untuk industri pakan.

A.

3. Pengeringan Jagung

Pada umumnya masyarakat hanya memanfaatkan jagung dalam bentuk biji segar dalam pengolahan menjadi makanan. Namun dalam industri pangan maupun pakan, jagung yang digunakan dalam bentuk yang telah dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu:

1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara

tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang disebut corn sheller yang dijalankan dengan motor.

Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50°C – 60°C dengan kelembaban relatif 40%.

Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari. Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Jika cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan suhu udara 45-60˚C sampai biji kering.


(21)

5 Gambar 2 Pengeringan di bawah matahari langsung

(sumberhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24587/4/Chapter%20II.pdf)

A.

4. Nilai Ekonomi Jagung Hasil Pengeringan

Tanaman jagung memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Melihat peluang dalam produksi jagung nasional belum bisa mencukupi kebutuhan industri nasional, maka potensi pasar jagung sangat besar. Tanaman jagung ini mudah perawatan dan cepat panen. Dalam waktu 3-4 bulan, tanaman jagung sudah dapat dipanen. Tidak dibutuhkan perlakuan khusus dalam merawat tanaman ini. Tanaman jagung juga dapat bertahan terhadap segala macam cuaca, panas-dingin, hujan kering, maupun angin. Untuk kebutuhan industri pangan maupun pakan, jagung harus dikeringkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, jagung yang sudah dikeringkan memiliki nilai ekonomi yang tinggi daripada jagung belum dikeringkan. Selain daya simpan yang lebih lama jagung yang sudah kering juga bias diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya) (Wikipedia Indonesia, 2006).

B.

PENGERINGAN

B.1. Teori Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pemindahan kadar air dari bahan dan produk pertanian untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan tahan lama untuk disimpan. Selama pengeringan tersebut terjadi dua proses yaitu proses perpindahan panas dari udara pengering ke bahan, dan proses pindah massa uap air dari permukaan bahan ke udara sekitar (Goswarmi, 1986).

Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim. Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini berfungsi antara lain untuk membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan, dan kemudian membawa uap air keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di permukaan bahan dapat terjadi secara alamiah akibat adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara lingkungan di sekitar bahan. Meskipun proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir, proses pengeringan ini dapat dipercepat dengan


(22)

6 memodifikasi kondisi udara lingkungan yaitu dengan pencampuran udara kering dan uap air. Pengkondisian udara laingkungan ini dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan (cooling), pelembaban (humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan pencampuran udara berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam diagram psikometri (Goswami, 1986).

Proses pengeringan menurut Henderson dan Perry (1976) terdiri dari dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap/konstan dan periode dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan periode perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban tertentu.

Selama pengeringan berlangsung terjadi penurunan suhu bola kering disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak (H), kelembaban relatif (RH), tekanan uap dan suhu pengembunan. Sedangkan suhu bola basah dan entalpi tetap. Ilustrasi aktivitas pengeringan dapat dilihat pada kurva psikrometrik chart pada Gambar 3.

Keterangan :

(1) – (2) = proses pemanasan udara (2) – (3) = proses pengeringan

Tud = suhu udara Tp = suhu pengeringan

Gambar 3. Kurva psikrometrik chart untuk pengeringan

Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain adalah pengeringan matahari (sun drying), oven, iradiasi surya (solar drying), microwave, dan pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan merupakan metode pengawetan yang membutuhkan energi dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (sun drying).

RH

1

3

Volume spesifik (m3/kguk)

Entalpi (kJ/kgu ) SuhuPengemb unan h1 h2

1 2

Tud Tp

K el em b ab an m u tl ak ( k

gair

/k

guk


(23)

7 Pengeringan Matahari (Sun Drying)

Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan tradisional karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor. Pengeringan matahari tergantung pada iklim dengan matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering, dan biasanya dilakukan untuk pengeringan buah-buahan.

Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse)

Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al., 1996).

Pengeringan Oven

Pengeringan oven (oven drying) untuk produk pangan membutuhkan sedikit biaya investasi, dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak tergantung pada cuaca. Namun, pengeringan oven tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi yang digunakan kurang efisien daripada alat pengering (dehydrator). Selain itu sulit mengontrol suhu rendah pada oven dan pangan yang dikeringkan dengan oven lebih rentan hangus.

Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying)

Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air. Energi matahari dikumpulkan menggunakan pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang biasanya terbuat dari plastik transparan. Solar drying disebut juga iradiasi surya. Suhu pada pengeringan jenis ini umumnya 20 sampai 30°C lebih tinggi dari pada di tempat terbuka (open sun drying) dengan waktu pengeringan yang lebih singkat. Sistem solar drying juga digunakan pada pengeringan bijian, selain menggunakan sistem batch drying dan continous flow drying. Pengeringan Beku (Freeze Drying)

Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk pangan. Tahap awal produk pangan dibekukan kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang terbentuk selama tahap pembekuan akan menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa udara yaitu berubah bentuk dari es menjadi uap tanpa melewati fase cair (Gaman dan Sherrington, 1981). Pengeringan beku atau sublimasi air dari proses pembekuan makanan menggunakan vakum dan panas digunakan pada beberapa jenis produk pangan seperti daging, ayam, makanan laut, buah, dan sayuran (Frazier dan Westhoff, 1978) dalam Noveni (2009).


(24)

8

B.2. Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Metode pengukuran kadar air jagung ada dua yaitu kadar air basis basah (wet basis) dan kadar air basis kering (dry basis) (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air basis basah adalah perbandingan antara berat air dalam bahan pangan dengan berat bahan total. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat keringnya (padatan).

= × 100% ……… (1)

M= × 100% ……….. (2)

dimana

m = kadar air basis basah (% bb) M = kadar air basis kering (% bk) Wm = berat air (gram)

Wd = berat bahan kering (gram)

Hubungan antara kadar air basis basah dan kadar air basis kering adalah sebagai berikut:

M= × ... (3)

Kadar air kesetimbangan (Me) adalah kadar air yang menunjukkan kesetimbangan antara laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air ini penting untuk diketahui karena erat kaitannya dengan pengeringan dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air kesetimbangan antara lain kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara (RH), dan kematangan bahan. Persamaan untuk menentukan kadar air kesetimbangan dikemukakan oleh Henderson dan Perry (1976) sebagai berikut:

1-RH = exp (1-a Meb) ……… (4) dimana

RH = kelembaban udara pada keadaan setimbangan (%) Me = kadar air kesetimbangan (%bk)

a, b = konstanta pengeringan bahan

B.3. Pengertian Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dinyatakan dengan

= ∆


(25)

9 dimana

dW/dt = laju pengeringan (%bk/jam) wt = kadar air pada waktu t (%bk) wt+ t = kadar air pada waktu t + t (%bk)

t = selang waktu (jam)

B.4. Efisiensi Pengeringan

Efisiensi energi pada proses pengeringan adalah perbandingan antara total output energi pada sistem pengering dengan input energi yang terpakai oleh produk yang dikeringkan. Besarnya efisiensi pengeringan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

= ………(6)

dimana

np = efisiensi pengeringan (%)

Q0 = output energi yang terpakai oleh produk (kJ) Qi = input energi (kJ)

C.

KARAKTERISTIK PENGERINGAN JAGUNG

Perlakuan yang dilakukan dalam pasca panen jagung adalah panen, pengeringan, pemipilan, dan penggilingan.Panen terbaik jagung perlu memperhatikan dua hal, yaitu ketetapan umur panen dan cara panen. Panen pada umur optimum akan memperoleh jagung dengan mutu terbaik, sedangkan panen lebih awal akan menghasilkan jagung dengan kadar butir keriput tinggi dan panen pada fase kelewat matang menyebabkan jagung banyak rusak. Biasanya jagung siap dipanen apabila kadar air biji mencapai 30-40%. Panen jagung dapat dibedakan menjadi dua cara tergantung kondisi wilayah. Pada daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap pada tanaman hingga kering (kadar air 17-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot pada tanaman. Sedangkan daerah dengan daerah curah hujan cukup tinggi, petani biasanya memanen jagung ketika masih segar (kadar air 30-40%). Batang jagung dipotong dengan sabit pada ketinggian sejajar pinggang, kemudian jagung diambil dan kelobotnya dikupas (Purwadaria, 1988) dalam Mulyantara (2008). Pengeringan jagung dilakukan dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan agar jagung mudah dipipil dan terhindar dari kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Pengeringan kedua dimaksudkan untuk menurunkan kadar air jagung sehingga siap disimpan untuk jangka waktu tertentu (Munarso dan Thahir, 2002) dalam Mulyantara(2008). Pada pengeringan butiran (pipilan), kadar air jagung diturunkan sampai kadar air sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Standar mutu jagung pipilan yang dikeluarkan oleh Badan Standardidasi Nasional (BSN) dapat dilihat seperti Tabel 1 (Anonim, 1995).


(26)

10 Tabel 1.Standar Mutu Jagung Oleh Badan Standardisasi Nasional

Sumber: Standar Mutu Jagung Pipil, Badan Standardisasi Nasional (Anonim 1995)

Pengeringan jagung yang dilakukan ada berbagai macam yaitu pengeringan dengan matahari, diangin-anginkan dan dengan mesin pengering. Effendi (1980) berpendapat pengeringan dengan matahari merupakan cara terbaik, karena dengan penurunan kadar air secara berangsur-angsur tidak menurunkan kualitas biji. Pengeringan jagung yang biasa dilakukan yaitu dengan panas matahari akan tetapi pengeringan tersebut memiliki kelemahan yaitu sangat bergantung dengan cuaca sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama dan jagung banyak yang kotor. Pengeringan dengan panas buatan banyak diaplikasikan di daerah-daerah yang kurang mendapatkan panas matahari atau daerah yang mempunyai curah hujan tinggi. Selain itu pengeringan dengan cara diangin-anginkan dilakukan dengan meletakkan bahan di atas alas jemurakan tetapi tidak dalam keadaan matahari terik.

Harrison et al. (1999) dalam Wilson (2010) meneliti pengaruh pengeringan in-bin biji jagung dengan ketebalan 1.5-2.1 m pada temperature 40-70 oC terhadap daya tumbuh benih. Biji jagung dikeringkan hingga kadar air kurang dari 10% pada temperature 40-45 oC tidak akan merusak baik daya tumbuh, pertumbuhan benih atau produktivitas. Tetapi jika dikeringkan pada 50 oC benih menjadi rusak, dan pada 60 oC mengakibatkan daya tumbuh menjadi nol persen. Sedangkan Chakraverty dan Singh (2001) menyampaikan bahwa suhu udara pengeringan maksimum yang aman untuk pengeringan jagung untuk keperluan benih adalah 43oC, sedangkan untuk bahan makanan 54oC serta untuk pakan ternak sebesar 82oC.

Pengeringan biji jagung untuk benih dilakukan oleh Hossain (2008) dalam Wilson (2010) menggunakan alat pengering matahari-hibrid. Dengan kontrol aliran udara, suhu udara dapat dipertahankan pada suhu 42 ± 1 oC untuk mempertahankan daya perkemcambahan benih jagung. Hasil penelitian menunjukkan daya perkecambahan benih lebih dari 90%.

Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan biji-bijian (termasuk jagung) dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara pengering bergerak dari bawah tumpukan ke bagian atas melewati bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan lapisan tebal adalah adalah pengeringan yang di dalam prosesnya terdapat gradient kadar air pada lapisan pengeringan untuk setiap waktu (Henderson dan Perry, 1976). Brooker et al., (1974) menyatakan bahwa pada awal proses pengeringan, pengeringan terjadi pada lapisan bawah. Kemudian selanjutnya proses pengeringan terjadi pada lapisan yang ada di atasnya. Ketika pengeringan telah terjadi pada semua lapisan, semua bahan telah dikeringkan sampai terjadi kesetimbangan dengan udara pengering.

D.

HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN JAGUNG

Pengeringan merupakan suatu teknik untuk menurunkan kadar air sampai batas aman sehingga tidak ada lagi aktifitas mikroorganisme yang merugikan. Pengeringan sudah banyak dilakukan terlebih mengenai metode. Metode pengeringan sangat diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap jenis bahan yang dikeringkan dan kualitas hasil pengeringan. Metode yang

Komopen Utama Persyaratan Mutu (% maks)

I II III IV

Kadar air 14 14 15 17

Butir rusak 2 4 6 8

Butir warna lain 1 3 7 10

Butir pecah 1 4 3 5


(27)

11 sesuai dapat meningkatkan efisiensi pengeringan. Metode yang banyak dikembangkan saat ini adalah pengeringan buatan (artificial drying) yang memanfaatkan sumber panas bukan dari matahari atau udara sekitar.

Elfian (1985) menggunakan alat pengering lapisan tipis untuk pengeringan jagung (Zea mays L) dan kedelai (Glycine max L. Merril). Pengeringan dilakukan secara terus menerus dengan kecepatan aliran 0.1 m/detik pada suhu dan RH udara pengering konstan sampai tercapai kondisi kadar air kesetimbangan. Pada pengeringan jagung dengan suhu 400C;RH 65% dan 450C;RH 50%, terlihat adanya tendensi laju pengeringan konstan yang singkat pada awal pengeringan, sedangkan pengeringan dengan suhu 500C;RH 34% dan 550C;RH 26% seluruhnya berlangsung pada laju pengeringan menurun. Perubahan kadar air yang melonjak terjadi selama 3-4 jam pertama. Pengeringan berlangsung sampai perubahan kadar air per satuan waktu mendekati nol atau kondisi bahan telah mencapai kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan tercapai selama 32 jam.

Surbekti (1986) mengembangkan alat pengering jagung model sumur untuk tingkat pedesaan. Pada percobaan tanpa beban dengan bahan bakar arang sekam, tempurung kelapa dan kayu bakar diperoleh bahwa pembakaran dengan tempurung kelapa menghasilkan penyebaran suhu yang lebih seragam dan tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar yang diuji coba lainnya. Dari hasil pengujian efisiensi pengeringan untuk RH 84% dan RH 90% adalah berturut-turut sebesar 13.89% dan 10.2%. Lama pengeringan adalah 11 jam dan 18 jam pada RH 90%. Kurva laju penurunan kadar air lebih mendekati bentuk eksponen negative daripada bentuk linier.

Kuncoro (1993) melakukan pengeringan kacang tanah, jagung dan kedelai menggunakan alat pengering tipe konveksi bebas. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung tongkol dan jagung pipilan. Suhu untuk pengeringan dipertahankan pada kisaran 39-440C (rak terbawah) dengan bahan bakar tempurung kelapa. Jagung tongkol yang bobotnya 152 kg (input) dan berkadar air 34.70% bb membutuhkan waktu 54 jam untuk mencapai kadar air 19.50% dan menghasilkan 66.67% kg tempurung kelapa. Jagung pipilan yang bobotnya 92.41 kg (input) dan berkadar air 19.51% bb membutuhkan waktu pengeringan 34 jam untuk menurunkan kadar air menjadi 11.30% bb dan mengkomsumsi bahan bakar sebanyak 40.17 kg. Pengeringan ini mempersingkat waktu 4-5 hari jam kerja dibandingkan proses penjemuran (saat hujan). Laju pengeringan jagung tongkol 0.74% bk/jam dan jagung pipil 0.58% bk/jam. Efisiensi pemanasan dan efisiensi pengeringan total untuk jagung tongkol dan pipil masing-masing adalah 41,42%;16.59%, dan 35.58%;2.31%.

Jubaedah (2000) menggunakan alat pengering tipe bak untuk proses pengeringan jagung dengan terlebih dahulu dilakukan proses tempering untuk menyeragamkan kadar air akhir bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung pipilan varietas hibrida dengan perlakuan suhu plenum dipertahankan konstan 700C, kecepatan aliran udara 0.178 m/detik dan dua level ketebalan tumpukan yaitu 60 cm dan 75 cm. Percobaan tempering dilakukan selama 12 jam. Pengeringan jagung dengan ketebalan 60 cm dari kadar air 26.8% bb hingga 14.1% bb memerlukan waktu 6 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 8.85 kg, untuk pengeringan dengan ketebalan 75 cm dari kadar air awal 27.3% bb hingga kadar air akhir 14.6% bb memerlukan waktu 7 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 11.25 kg.

E.

TEORI PINDAH PANAS

Pindah panas diartikan sebagai pemancaran energi dari suatu daerah ke daerah lain karena perbedaan suhu yang terjadi antara kedua daerah tersebut. Ada tiga cara pindah panas yang dikenal yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu


(28)

12 bahan ke dalam yang lain dengan saling menukarkan energi kinetik antara molekul tanpa ada pergerakan dari molekul tersebut. Cara pindah panas ini menjelaskan aliran panas di dalam bahan pangan padat selama pemanasan atau pendinginan. Konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan dengan kombinasi antara konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya pencampuran bahan. Sutau contoh konveksi yaitu pindah panas ke produk di dalam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding ke cairan secara konduksi, penyimpanan panas dan kejadian pencampuran produk. Sedangkan pindah panas karena radiasi timbul ketika energi diangkut dengan gelombang elektromagnetik dari suatu bahan bersuhu tinggi ketempat bersuhu rendah. Perbedaan suhu antara karakteristik permukan dari kedua bahan sangat penting dalam cara pindah panas ini (Singh dan Helman, 1984) dalam Hartini (2010).

Pindah panas secara konveksi adalah pindah panas yang terjadi karena adanya pergerakan molekul dari bahan yang dapat mengalir (fluida). Mekanisme ini memindahkan panas pada saat molekul-molekul berpindah dari satu titik ke titik lainnya dan menukarkan energi dengan molekul yang lain pada lokasi yang lain pula. Gerakan molekul ini ditimbulkan oleh perubahan-perubahan densitas yang terjadi dalam fluida yang dipacu oleh adanya perbedaan suhu pada titik-titik yang berbeda dalam fluida (Toledo, 1991) dalam Hartini (2010).

Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Helman (1984) sebagai laju panas dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan bakar padat tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu. Koefisien pindah panas konveksi merupakan salah satu sifat termofisik yang sangat berpengaruh terhadap proses pindah panas antara udara pengering dengan bahan tetapi tidak mencirikan karakeristik dari produk tersebut. Dengan mengetahui nilai dan simulasi koefisien pindah panas konveksi (h) maka dapat ditentukan tingkat suhu dan kecepatan udara yang sesuai untuk pengeringan pada momoditi tertentu.

Koefisien pindah panas konveksi bukan merupakan sifat benda, nilainya berubah-ubah walaupun benda padat dan fluida yang terlibat sama. Nilai koefisien pindah panas konveksi dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida, berat jenis, kekentalan, kondutivitas panas, panas jenis fluida, geometri dan ada tidaknya buoyancy (Syarief dan Lun A, 1992) dalam Darmawan,(2003).

Dalam pindah panas secara konveksi faktor-faktor yang ikut berpengaruh antara lain adalah nilai koefisien pindah panas secara keseluruhan, suhu dari sumber panas yang mengalir di dalam serta suhu dari lingkungan sekitarnya. Nilai koefisien pindah panas keseluruhan (U) dapat dipengaruhi oleh nilai tahanan panas, koefisien pindah panas konveksi. Untuk nilai koefisien pindah panas konveksi dipengaruhi oleh bilangan Nusselt, konduktivitas udara serta luas penampang. Besarnya bilangan

Nusselt dipengaruhi oleh bilangan Grasshorf dan Prandtl yang besarnya tergantung dari suhu pada bahan dan suhu pada lingkungan sekitar.

Sedangkan pindah panas secara radiasi dipengaruhi oleh luas penampang, nilai emisivitas serta perbedaan antara suhu dinding dengan suhu lingkungan sekitar.

F.

MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA

Efek rumah kaca adalah peristiwa terperangkapnya energi gelombang pendek yang dipancarkan matahari dalam suatu bangunan transparan dan mengenai elemen-elemen bangunan. Radiasi yang dipantulkan oleh elemen-elemen bangunan berupa gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Dengan demikian udara didalam bangunan akan mengalami peningkatan suhu. Prinsip


(29)

13 inilah yang digunakan dalam mesin pengering tipe ERK untuk menghilangkan kadar air bahan. Energi yang dipancarkan matahari dihasilkan dari reaksi fusi yang mengubah hydrogen menjadi helium. Energi yang dihasilkan diperkirakan mencapai 3,8 x 1023 kW (Goswani, 1986). Walaupun jumlah energi yang dihasilkan matahari sangat besar, namun hanya 0,48 x 106 kJ/m2 yang diterima oleh bumi. Apabila luas wilayah Indonesia 1.9 x 1012 m2, maka energi surya yang dapat dimanfaatkan mencapai 28,35 x 1018 MW (Abdullah, 1998). Hal ini menunjukkan potensi energi surya cukup besar sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan termasuk untuk pengeringan.

Dalam mesin pengering tipe ERK sangat penting untuk memilih bahan transparan (glazing materials) yang akan digunakan sebagai penutup. Bahan transparan yang dipilih sebaiknya memiliki nilai trasmisivitas cahaya yang tinggi. Contoh bahan transparan yang digunakan adalah fiberglass,

polikarbonat, dan plastic UV Stabilizer.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian pengeringan produk pertanian diketahui bahwa suhu rata-rata pengeringan produk pertanian dengan menggunakan pengering tipe ERK berkisar antara 390C-500C. Rata-rata suhu tersebut adalah memadai untuk pengeringan produk-produk pertanian. Waktu pengeringan yang dibutuhkan berkisar antara 4-57 jam tergantung dari jenis produk yang dikeringkan. Sedangkan konsumsi energi spesifik berkisar antara 5,2 MJ/kg-14,2 MJ/kg (Wijaya,2007). Hasil pengeringan berbagai jenis produk pertanian dengan menggunakan pengering ERK dikomplilasi oleh Abdullah et al. (1999) disajikan pada Table 2.

Table 2. Perbandingan unjuk kerja antara mesin pengering ERK dengan mesin pengering konvensional untuk beberapa produk pertanian, Abdullah et al.(2007)

Komoditas Suhu

pengerin gan (oC)

Waktu pengeri ngan (jam) Beban (kg) KES (MJ/ kg air)

Sumber pemanas

tambahan

Sumber

A. Sistem ERK 1.Kakao

a.Uji lab 1 b.Uji lab 2 c.Uji lab

lapang 50 49.2 45.8 40 32 43 228 400 190 12.9 5.2 14.4

Hibrid minyak tanah Hibrid minyak tanah Hibrid arang

Nelwan (1997) Manalu (1998) Kamaruddin(199 8)

2.Kopi robusta 37 60 1114 5.5 Tidak ada Dyah (1999)

3.Panili 51 52 52 - Hibrid arang Mursali(1994)

4.Benih a.cabai b.ketimun 40 40 4 9.5 1.6 5.4 - - Tidak ada Tidak ada Kamaruddin 1995 5.buah a.papaya b.pisang sale 1 c.pisang sale 2 d.dendeng jantungpisag 39 40.6 n.a. 41.3 33 11 57 40 18 25 46.8 - - 19.2 20.6 Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Hibrid batok kelapa

Tahir (1998) Mirza (1997) Somchart (1997) Dias A. (2006) 6.kayu a.bayur b.kemiri 39.3 48.5 158 98 728 780

25.8 Hibid arang Tidak ada

Suhdi (1996) Efrida (1995)

7.cengkeh 48.4 41 80 16 Tidak ada Dyah (2006)

8.ikan a.tembang b.teri 44 37.2 40 11 95 26 2.2 - Hibrid arang Tidak ada BinsarN(2006) Eko (2006) B. Sistem Konvensional

1.Kopi 44 70 773 11.6 Kayu bakar Triyono (1996)

2.Kakao 38 108 5000 16.9 Kayu bakar Utomo et al

(1996)

3.Pisang n.a. 44 360 14.9 LPG Soponronnarit


(30)

14 Mesin pengering ERK di Institut Pertanian Bogor pertama kali dikembangkan oleh Prof. Kamaruddin Abdullah, dari Departemen Teknik Pertanian. Beberapa tipe mesin pengering tipe ERK yang telah dikembangkan oleh para peneliti di Institut Pertanian Bogor antara lain:

F.1. Mesin Pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05)

Alat ini dikembangkan oleh Prof. Kamaruddin Abdullah dan kawan-kawan di Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika (CREATA), Institut Pertanian Bogor (IPB). Alat berbentuk limas segienam itu, alasnya terbuat dari seng bersisi satu meter dan diletakkan di atas tungku terbuat dari semen setinggi sekitar 25 centimeter. Keenam sisi limas yang miring terbuat dari plastik transparan berbahan polikarbonat. Panas matahari yang ditahan dalam alat ini akan menghasilkan panas antara 37oC hingga 40oC, lebih panas daripada udara normal. Secara teori, suhu dalam alat pengering bisa mencapai 40oC hingga 50oC apabila kelembaban relatif udara di dalamnya 30% hingga 60%, iradiasi matahari rata-rata 500 W/m2, dan rata-rata suhu lingkungan 30oC.

Di bagian dalamnya tersusun rak-rak dari kawat besi yang dianyam (srimin) yang digunakan sebagai tempat pemanggang. Pada salah satu sisi bagian bawah terdapat kipas yang digunakan untuk mengaduk dan meratakan panas di dalam ruangan dan di bagian puncaknya terdapat kipas yang akan menyedot uap air ke luar ruangan untuk menjaga kelembaban di dalam.

Gambar 4. Mesin pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05)

F.2. Mesin Pengering Surya Rumah Kaca- Hybrid Tipe Terowongan

Mesin pengering ERK-hybrid tipe terowongan menggunakan energi surya dan energi biomassa sebagai sumber energi termal dan photovoltaic sebagai penghasil energi listrik untuk menggerakkan kipas. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan terowongan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Seperti halnya pengering tipe kabinet, pengering ini ditujukan untuk produk-produk yang tidak tahan pada gerakan mekanis misalnya, ikan, udang, manisan buah, sayuran, dan lain-lain. Beberapa ukuran dari tipe ini telah dikembangkan dari 100-400 kg. Produk yang akan dikembangkan diletakkan pada nampan (tray) yang ada di dalam terowongan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai


(31)

15 60oC pada kondisi cerah tanpa menggunakan pemanas tambahan. Untuk pengeringan ikan ukuran kecil sebagai pakan ternak waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 5 jam.

Rizal, et al. (1999) dalam Larasati (2009) menguji mesin pengering tipe lorong (STD) yang merupakan rancangan dari Hohenheim University. STD merupakan salah satu tipe pengering surya yang berbentuk lorong untuk mengeringkan berbagai produk pertanian, dan dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara panas sampai keluar dari pengering. Pada satu sisi, dibawah dinding transparan hanya terdiri dari absorber, sedangkan produk yang dikeringkan diletakkan pada sisi lain. Hasil pengujian alat ini untuk berbagai produk dapat dilihat Tabel 3.

Gambar 5. Mesin pengering ERK tipe terowongan

Tabel 3. Unjuk kerja alat pengering tipe lorong terhadap beberapa produk pertanian di Indonesia (Rizal, et al, 1999)

Komoditas

Kadar air Waktu pengeringan

Awal Akhir STD Tradisional

Kayu manis 20-24 12-24 2,5-3 6

Cabai 80 11 13 40

Bawang merah 75 11 35 *

Bawang putih 75 11 23,5 *

Gambir 80 16 18 36

F.3. Mesin Pengering Surya Efek Rumah Kaca-Hybrid Tipe Kabinet

Mesin pengering tipe kabinet sangat sesuai digunakan untuk bahan yang membutuhkan pengeringan tanpa ditumbuk. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan transparan, rak sebagai wadah, penukar panas, tungku, dan kipas. Pengering ini ditujukan untuk produk-produk yang tahan pada gerakan mekanis misalnya ikan, udang, manisan buah, sayuran, dan lain-lain. Beberapa ukuran dari pengering tipe ini telah dikembangkan dari 100-400 kg. Produk yang akan dikembangkan diletakkan pada nampan (tray) dan dimasukkan ke dalam rak. Selama pengeringan berlangsung kipas dinyalakan dan penggunakan bahan bakar secara kontinyu disarankan. Suhu ruang pengering tipe ini dapat mencapai 60oC. Waktu pengeringan bergantung pada jenis produk yang dikeringkan. Untuk pengeringan manisan pepaya, waktu yang dibutuhkan adalah 8 jam.

Wijaya (2007) melakukan pengujian terhadap mesin pengering ERK tipe rak berenergi surya dan biomassa untuk pengeringan biji pala. Efisiensi penggunaan energi pada mesin pengering sebesar 6,73 % dan 8,06 %.


(32)

16

F.4. Mesin Pengering Surya Efek Rumah Kaca-

Hybrid

dengan wadah

silinder berputar

Mesin pengering ini menggunakan energi surya dan biomassa sebagai sumber energi termal dan energi listrik untuk menggerakkan kipas dan memutar silinder. Komponen-komponen utama dari sistem pengering ini mencakup bangunan trasparan, dua buah drum silinder, penukar panas, tungku, kipas, dan pemutar drum. Produk yang dapat dikeringkan mencakup jagung, kakao, kopi, dan produk-produk lain yang berbentuk biji-bijian atau produk lain yang tahan terhadap benturan. Kapasitas produk yang dikeringkan setara dengan 1000 kg biji kakao. Produk yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam silinder yang memiliki dinding yang berpori. Proses pengadukan dilakukan setiap 15 menit sampai 30 menit sekali. Saat pengadukan dilakukan kipas udara pengering dimatikan untuk penghematan energi dan menurunkan kebutuhan daya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu inlet udara pengeringan mencapai 60oC.

Mulyantara (2008) telah melakukan pengujian terhadap mesin pengering surya tipe ERK-hybrid dengan wadah silinder untuk pengeringan jagung pipilan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata suhu ruang pengering berkisar antara 34,0OC-41OC dengan RH berkisar antara 60,2-76 %. Dengan pemutaran silinder selama 15 menit setiap jamnya perbedaan suhu antara lapisan dalam dan lapisan luar berkisar antara 0-9,8oC.

F.5. Mesin Pengering ERK-hybrid tipe rak berputar

Mesin pengering ERK tipe rak berputar merupakan hasil penelitian dari tim peneliti hibah bersaing IPB, Dr. Dyah Wulandari dkk periode penelitian 2008/2009. Mesin ini dirancang untuk menghasilkan kadar air bahan yang lebih seragam dengan memutar rak. Prinsip kerja mesin pengering tersebut adalah sebagai berikut:

1. Iradiasi matahari yang berupa gelombang pendek masuk melalui dinding transparan kemudian diserap oleh absorber dan komponen lain di dalam ruang pengering seperti lantai, rak, pipa cerobong, dan produk yang dikeringkan. Akibatnya suhu komponen-komponen menjadi meningkat.

2. Selanjutnya iradiasi panas akan dipancarkan oleh komponen-komponen di dalam pengering berupa gelombang panjang. Karena gelombang panjang tersebut sulit untuk menembus dinding transparan, maka sebagian besar akan dipantulkan kembali ke dalam ruangan dan menyebabkan peningkatan suhu dalam ruangan.

3. Suhu udara yang tinggi menyebabkan terjadinya proses penguapan air dari produk yang lebih besar, dan uap air yang meninggalkan produk menyebabkan kelembaban di dalam ruangan akan meningkat.

4. Untuk menjaga agar proses penguapan tetap berlangsung, kelembaban di dalam ruangan harus dijaga pada tingkat yang memadai. Untuk itu, pengaliran udara dari luar dilakukan dengan menggunakan kipas listrik. Selain itu, kipas ini juga berfungsi untuk menyebarkan udara panas yang dihasilkan oleh tungku biomassa. Keseragaman kadar air dapat diperoleh dengan memutar rak pada kecepatan tertentu.


(33)

17

F.6. Mesin Pengeringn yang Dikembangkan oleh Institusi lain di Indonesia

a.

Mesin pengering ikan bertenaga surya

Mesin ini dikembangkan oleh Ekadewi A. Handoyo et al dari jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra. Dari pengujian yang dilakukan pada model yang berkapasitas 250 gram, didapatkan bahwa pengeringan di musim hujan menghasilkan penurunan kadar air ikan dari 60% wb menjadi 38% wb setelah dikeringkan selama 6 jam. Temuan lain adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim hujan hanya mencapai 54oC. Dimensi kolektor surya 1,2 m x 19 m dengan laju aliran udara pengering 640 m3/jam (Handoyo, Kristanto dan Alwi, 2006).

Gambar 6. Sistem pengering ikan bertenaga surya (Handoyo, et al,2006)

b. Mesin Pengering Cumi, Udang, dan Ikan Hasil Laut

Pengering cumi, udang dan ikan hasil laut ini menggunakan ruang pengering tipe kubus menggunakan dinding transparan dengan tambahan tungku biomassa.

Adapun spesifikasi dari pengering tipe ini adalah : • Dimensi : Panjang 3m, lebar 2m dan tinggi 2,25 m • Daya listrik : 150 W, Fan

• 1 unit tungku biomassa dengan laju pembakaran 2 s/d 3 kg/jam kayu/batok kelapa • Lama rata-rata pengeringan ± 2 Hari.

• Enam buah rak tempat meletakkan cumi, udang dan ikan serta hasil laut. • Untuk cumi bisa diletakkan dirak/ digantung

• Temperatur ruang pengering 40 oC sampai dengan 60 oC.

• Kontrol temperature. Rangka bisa menggunakan besi, kayu atau alumunium.


(34)

18 Dimensi dari ruang pengering bisa berubah-ubah sesuai dengan keinginan dan kapasitas yang diinginkan, untuk ukuran diatas harga ruang pengeringnya ± 40 juta rupiah sudah terinstallasi ditempat, diluar ongkos kirim. (Referensi: Kamaruddin Abdullah , Laboratorium Surya Universitas Darma Persada)

c. Mesin Pengering Kopi

Pengering bijih kopi ICDC menggabungkan antara pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dengan biomassa, sehingga pengeringan kopi dapat dilakukaan dimusim hujan sekalipun dan hasil yang didapatkan juga bebas dari kotoran-kotoran.

Spesifikasi dari Pengering kopi ICDC :

1. Volume ruangan : lebar 1,2 m, panjang 1,5 m dan tinggi 1,75 m. 2. Motor listrik dengan rpm kontrol

3. Drum yang dilubangi dengan diameter 50 cm dan panjang 80 cm 4. Transmisi chain.

5. Blower

6. Tungku biomassa 7. Pipa besi dan katub 8. Vortek 12 inchi 9. Polycarbonat. 10.Rangka besi 11.Listrik 250 W

Cara kerja dari pengering ICDC adalah :

1. Masukkan bijih kopi kedalam drum sesuai dengan takarannya.

2. Hidupkan motor, dan sesuiakan putaran drum dengan mengatur putaran motor.

3. Jika cahaya matahari tidak terlalu bagus, hidupkan tungku biomassa, tungku ini bisa menggunakan bahan bakar seperti kayu, arang, batok kelapa dll.

4. Hidupkan blower untuk mentransfer panas kedalam ruangan dan jaga api tungku tetap menyala, dengan mengatur bukaan katub.

5. Periksa kekeringan kopi.


(35)

19

d. Mesin Pengering Ikan, Rumput Laut, Soun, Cabe, Manisan Buah,

Pisang Sale

Ini merupakan hasil penelitian dari dosen universitas darma persada tentang teknologi tepat guna. Mesin pengering ini adalah pengering surya tipe lorong dengan keunggulan: •Memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat (Surya, angin, limbah kehutanan,

pertanian)

•Dapat melakukan pengeringan dengan relatip lebih cepat dibanding penjemuran •Dapat beroperasi secara kontinyu siang dan malam

•Kandungan lokal 100% (hasil invensi sendiri)

•Dapat digunakan untuk terutama untuk pengeringan ikan, rumput laut, soun, dendeng, bawang, cabe, manisan buah, pisang sale, dll.

•√ Blower dapat digerakkan dengan menggunakan solar PV •√ Pengering mudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan Spesifikasi

Komponen Utama

- Dimensi : 2 m x 4 m x 2,5 m, Struktur transparan, Penyerap panas, Rak pengering, Axial Blowers : 3 buah, 12V- dc, Penukaran panas rangkaian pipa di bagian dasar bangunan, Unit pemanas tambahan tungku biomasa, Suhu pengering : 40 – 50 C. Kapasitas: Tergantung jenis produk (100 – 600 kg basah). Waktu pengeringan : 200 – 300 kg ikan ; 1 hari (20% BK) rumput laut – 2hari.

Gambar 9. Mesin Pengering Surya Tipe Lorong

Prospek/peluang pemasaran produk

•Program pemerintah mulai tahun 2007 dalam pengembangan SET dan desa mandiri energi. •Potensi SET (Sumber Energi Terbarukan)setempat yang cukup melimpah seperti energi surya, angin, mini-hidro, bio massa, panas bumi dan energi laut.

•Makin meningkatnya pemahaman dan kesadaran pemerintah, swasta dan perguruan tinggi terhadap pentingnya SET sebagai alat untuk memajukan desa.

•Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan energi masyarakat desa juga akan meningkat.

•Komitmen dunia dalam mencapai MDG dan mengurangi pemanasan global melalui protokol Kyoto.


(36)

I

A.

Waktu dan Temp

Penelitian ini d Leuwikopo serta Labora Biosistem, Institut Pertani

B.

Alat dan Bahan

1. Bahan

Bahan y rata-rata 31.6% b Jawa Barat.

2. Alat

Adapun pera tipe bak yang me Departemen Tek yaitu:

a. Bangunan ru 200 cm. B (polycarbone

750 watt unu b. Bak pengeri

150 cm x 80 c. Pemanas bu untuk mentr Gambar 10 me

III.

METODOLOGI PENELITIAN

mpat

dilaksanakan pada Maret-April 2011 bertempat di oratorium Teknologi Energi Terbarukan, Departeme

nian Bogor.

yang Diuji

n yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pi basis basah sebanyak 1000 kg yang diperoleh dari ke

eralatan yang diteliti unjuk kerjanya adalah satu unit p merupakan hasil rancangan peneliti IPB bagian Teknolo eknik Mesin dan Biosistem, periode 2009/2010 dima

rumah kaca dengan ukuran panjang x lebar x tinggi ya Bangunan rumah kaca ini terbuat dari dinding

onet) dan lantai pengering. Pada banguan rumah kaca i nuk mengeluarkan udara dari ruang pengering. ering yang akan diisi jagung yang akan dikeringkan de 80 cm

buatan yaitu tungku untuk menyalurkan udara panas ke transfer energi panas dari tungku digunakan heat exchan

merupakan gambar bangunan pengering ERK tipe bak.

Gambar 10. Bangunan pengering ERK tipe bak

20

TIAN

i Laboratorium Lapang en Teknik Mesin dan

pipilan dengan kadar air kelompok tani di Banten,

t pengering ERK-Hybrid

ologi Energi Terbarukan, mana bagian utamanya ,

yaitu 360 cm x 310 cm x g dan atap transparan a ini terdapat exhaust fan

dengan ukuran 250 cm x

ke ruang pengering. Dan


(37)

21 Mesin pengering ini mempunyai prinsip kerja sama dengan prinsip kerja mesin pengeringn Efek Rumah Kaca (ERK) yang telah dijelaskan sebelumnya di bab sebelumnya. Sistem yang diamati dari mesin pengering ini secara garis besar terbagi menjadi 2 sub-unit sistem utama, yaitu unit bangunan mesin pengering dan unit pemanas tambahan (hibrid). Komponen lain yang mendukung kinerja sistem mesin pengering ini adalah penggunaan penukar panas (heat exchanger/HE), kipas. Bangunan mesin pengering yang diuji pada penelitian ini memiliki bagian-bagian dan fungsi sebagai berikut:

1. Bangunan mesin pengering

Bangunan mesin pengering berfungsi sebagai penyerap (absorber) dan pengumpul (kolektor) panas sekaligus ruang pengering.

a. Pengumpul (kolektor) dan penyerap (absorber) panas

Mesin pengering dibuat dengan dinding penutup (pada bagiandepan, atas, dan belakang) dari bahan tembus cahaya/transparan (plastik polikarbonat dengan nilai transmisivitas 0,85) agar dapat melewatkan radiasi matahari dan menginsulasi panas yang dihasilkannya. Rangka utama dan bagian-bagian lain bangunan mesin dicat warna gelap agar berfungsi sebagai absorber yang menyerap panas sebesar-besarnya.

b. Ruang pengering

Ruang pengering adalah ruang untuk meletakkan jagung ketika proses pengeringan berlangsung. Ruang pengering juga berfungsi melindungi jagung dari hujan dan hama/binatang perusak. Bangunan pengering ini mempunyai alas berbentuk segi empat. Rangka bangunan terbuat dari besi pipa berdiameter luar 4,5 cm dan tebal 2 mm. Di dalam ruang pengering ini terdapat bak berbentuk persegi ukuran (2.5 x 1.5 x 0.8) m sebagai wadah/tempat jagung yang akan dikeringkan.

2. Pemanas tambahan

Mesin pengering ini dilengkapi dengan pemanas tambahan berupa sebuah tungku biomassa (hibrid biomassa). Tungku biomassa sebagai tempat pembakaran biomassa (kayu bakar/tempurung kelapa/ limbah pertanian) akan menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu mesin pengering mencapai kondisi pengeringan yang optimum dan membuat proses pengeringan berjalan secara kontinyu.

3. Penukar panas (heat exchanger/HE)

Penukar panas digunakan untuk mengambil panas yang dihasilkan tungku biomassa tanpa memasukkan udara hasil pembakaran ke dalam mesin pengering. Penukar panas yang digunakan pada mesin pengering ini, yakni penukar panas menggunakan media udara (HE udara). HE udara terbuat dari beberapa besi pipa dengan diameter 3 cm yang dipasang melewati tungku pembakaran.

4. Kipas penghisap (blower)

Mesin pengering dilengkapi dengan satu blower dengan daya 750 watt, yang diletakkan di bagian sisi/samping kiri mesin). Blower ini berfungsi untuk mengisap udara yang akan memindahkan uap air jagung yang dikeringkan.

Proses pengeringan dapat dilakukan pada siang hari dengan memasukkan jagung ke dalam bak penampung, sesuai dengan beban optimum. Bila sudah cukup, blower dihidupkan. Jagung dalam bak tersebut akan mengalami proses pengeringan dikarenakan suhu ruang pengering yang meningkat akibat penyerapan iradiasi surya. Penutup transparan berfungsi untuk menahan gelombang panjang yang dipantulkan sehingga suhu ruang semakin tinggi sejalan dengan laju iradiasi surya yang ditangkap. Uap yang terjadi akan terdesak ke


(38)

22 jendela/bukaan, jagung yang terkumpul dalam bak akan mengalami proses pengeringan, kemudian diaduk sampai mencapai kadar air jagung akhir yaitu 12-14% (Kamaruddin, 2007)

C.

Pendekatan Masalah

Pada penelitian ini, penilaian keefektifan dan nilai tambah fungsi mesin pengering tipe efek rumah kaca (ERK) berenergi surya dan biomassa yang digunakan untuk mengeringkan jagung pipilan (zea mays L) disandarkan pada nilai analisa faktor unjuk kerja mesin dan pada analisis biaya investasi dan biaya operasi yang menjadi tujuan penelitian. Faktor ekonomis seperti ini atau dan faktor sosial juga memberikan andil dalam penilaian suatu mesin.

Kemudian, pelaksanaan penelitian ini idealnya dilakukan pada kondisi cuaca/musim yang berbeda, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Sehingga tampak perbedaan kinerja mesin pengering pada aspek-aspek yang diperbandingkan. Dan pada penelitian ini ada masa-masa cuaca mendung, bahkan gerimis/hujan pada saat pengambilan data.

Pada penelitian ini dilakukan 4 kali percobaan. Pada percobaan pertama (P1) dan kedua (P2) yang merupakan percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui profil sebaran suhu pada siang hari tanpa beban pengeringan. Sedangkan percobaan ketiga (P3) dan percobaan keempat (P4) dilakukan dengan memakai beban pengeringan dan menggunakan input energi tambahan sampai kadar air jagung mencapai yang diinginkan. Tiap percobaan dilakukan secara kontinyu pada siang dan malam hari yaitu empat hari empat malam karena menggunakan pemanas tambahan.

Waktu (lama pengeringan) dalam sekali percobaan dengan beban setara dengan asumsi kebiasaan di tempat penelitian, bahwa pengeringan jagung pipilan yang secara konvensional/dijemur memerlukan waktu sekitar 10 hari. Hal ini juga sejalan dengan apa yang pernah dilakukan Wilson (2010), bahwa pengeringan jagung pipilan dengan kadar air 25,7 % bk hingga kadar air 16,7% bk pada suhu 25-51 oC dilakukan selama 14 jam. Maka dengan waktu pengeringan selama satu hari satu malam atau setara 24 jam, diharapkan bisa mencapai kadar air aman.

Untuk jumlah beban yang diberikan pada setiap ulangan/percobaan (ketiga dan keempat) semula akan disamakan, yakni 1000 kg (beban maksimal).

D.

Parameter Kinerja (Unjuk Kerja) Mesin

Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan performansi alat adalah suhu ruang pengering dan sebarannya, waktu pengeringan dan laju pengeringan, kebutuhan energi untuk pengeringan, efisiensi penggunaan energi, dan mutu jagung.

a. Suhu ruang pengering dan sebarannya

Suhu ruang pengering adalah suhu udara rata-rata yang dapat dicapai mesin selama proses pengeringan. Sedangkan sebaran suhu adalah suhu rata-rata dari beberapa titik pengukuran yang tersebar di dalam ruang pengering. Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan thermometer dan termokopel. Data suhu yang diperlukan antatra lain suhu bola basah lingkungan, suhu bola kering lingkungan, suhu bola basah ruang pengering, suhu bola kering ruang pengering, suhu bola basah keluar ruang pengering (outlet), suhu bola kering outlet dan suhu jagung.


(39)

23 b. Waktu pengeringan dan Laju pengeringan

Waktu pengeringan merupakan waktu total yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung sampai kadar air yang diinginkan. Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan persatuan waktu atau perubahan kadar air jagung dalam satu satuan waktu. Data yang diperlukan adalah bobot dan kadar air awal jagung sebelum dikeringkan, bobot dan kadar air akhir jagung yang telah dikeringkan, kadar air jagung selama proses pengeringan dan waktu pengeringan. Pengeringan akan dihentikan pada saat berat jagung telah mencapai kadar air yang diinginkan yaitu 12-14%. Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan yaitu kecepatan udara pengering, dan kelembaban udara.

c. Kualitas jagung yang dikeringkan

Kualitas jagung yang dikeringkan dengan mesin pengering diharapkan lebih baik dari kualitas jagung yang dihasilkan dengan cara konvensional/dijemur. Kualitas jagung dapat dilihat dari penampakan fisik (keseragaman warna, dan ada atau tidaknya jamur pada jagung), dan kadar air.

d. Kebutuhan energi untuk pengeringan

Kebutuhan energi untuk pengeringan adalah kebutuhan energi surya, energi bahan bakar yang digunakan pada tungku pengering dan listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas exhaust.

e. Kebutuhan energi spesifik untuk pengeringan

Konsumsi energi spesipik yaitu kebutuhan energi yang digunakan untuk menguapkan satu kilogram uap air pada proses pengeringan.

f. Efisiensi penggunaan energi

Efisiensi total sistem merupakan persentase dari energi yang masuk ke sistem yang digunakan untuk mengeringkan jagung. Data-data input energi yang diperlukan meliputi data iradiasi surya, jumlah energi listrik yang digunakan, dan jumlah biomassa yang digunakan. Sedangkan data output energi berupa massa air yang diuapkan dari jagung (selisih berat akhir dan berat awal jagung), jagung, suhu udara pengering, RH dan kecepatan volumetrik udara pengering.

E.

Alat yang Digunakan dan Metode Pengambilan Data

E.1. Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan untuk pengeringan ini antara lainyaitu: a. Satu unit mesin pengering ERK-Hibrid tipe bak

b. Timbangan digital model EK-1200 A c. Timbangan duduk kapasitas 500 kg d. Hybrid RecorderYokogawa

e. Termokopel tipe CC (Copper Constanta) f. Multimeter model 2506 A merek YEW g. Anemometer Kanomax tipe 6011 h. Pyranometer model MS-401` i. Termometer Alkohol (00-1000C)

j. Alat ukur waktu, alat ukur panjang, dan alat tulis k. Multi grain moisture tester tipe Grainer IImerk Kett l. Kassa-kapas, plester, gelas plastik kecil, dan obeng


(1)

73 Proses Perhitungan Biaya Pokok Pengeringan Jagung dengan ERK-Hibrid:

Biaya Operasi (Rp/tahun) = Biaya Tetap (BT) + Biaya Tidak Tetap (BTT)

Komponen biaya tetap (Rp/tahun) : Pajak Bumi dan Bangunan, pemeliharaan unit pengering ERK, biaya penyusutan, dan biaya bunga modal

Komponen Biaya Tetap (BT)

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 1.5 % dari investasi awal per tahun : PBB (Rp/tahun) = [ 1.5% x Harga unit ERK x (N + 1)] / (2N) PBB (Rp/tahun) = [ 1.5% x 30000000 x 6 ] / 10

PBB = Rp 270 000/tahun 2. Pemeliharaan unit bangunan pengering ERK : = 0.5%/tahun x (Harga unit awal ERK) = 0.5%/tahun x 30 000 000

= Rp 150 000/tahun

3. Biaya penyusutan menggunakan metode Straight Line, D = (P-S)(A/P,i%,N) : D = (Rp 30 000 000 – Rp 3 000 000) x (A/P,2.5%,5)

= Rp 27 000 000/tahun x 0.2152 = Rp 5 810 400/tahun

4. Abodemen listrik per tahun

= (Rp 34000/kVa/bulan) x 12 bulan/tahun = (Rp 102000/bulan x 12 bulan/tahun) = Rp 1 224 000/tahun

Total Biaya Tetap = Rp 270 000/tahun + Rp 150 000/tahun + Rp 5 810 400/tahun + Rp 1 224 000/tahun = Rp 7 454 400/tahun

Komponen Biaya Tidak Tetap (BTT) :

1. Penggunaan listrik = (3 kW x Rp 495/kWH x 1800 jam/tahun) = Rp 2 673 000/tahun

2. Biomassa = (121 kg/24jam) x Rp 1500/kg x (1800 jam/tahun) = Rp 13 612 500/tahun

3. Tenaga kerja 2 orang dengan upah masing-masing Rp 25000/orang/hari = Rp 9 000 000/tahun


(2)

74 Total Biaya Tidak Tetap = Rp 2 673 000/tahun + Rp 13 612 500/tahun + Rp 9 000 000/tahun

= Rp 25 285 500/tahun

Total Biaya Operasi Pengeringan Tahunan = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= Rp 7 454 400/tahun + Rp 25 285 500/tahun = Rp 32 739 900/tahun

Biaya Pokok Mesin Pengeringan = Biaya Total Operasi / Kapasitas Kerja Alat Pengering = Rp 32 739 900/tahun / (0.047 ton/jam x 1800 jam/tahun) = Rp 386.996/ton


(3)

75 Lampiran 17. Estimasi biaya pokok pengeringan (BPP) dengan penggunaan listrik PLN

No Parameter diketahui Nilai Satuan

1 Harga awal unit pengering (P) Rp 30000000

2 Jumlah jagung yang dikeringkan per batch 1000 kg

3 Jumlah jagung yang dikeringkan per tahun 0 kg

4 Lama pengeringan per batch 24 jam

5 Kapasitas pengeringan 1000 kg

6 Harga listrik kategori industry Rp 495 per kWh

7 Abodemen listrik kategori industri (Rp.34000/kVa/bulan) Rp 102000 per bulan

8 Daya total alat 3 kW

9 Biaya pemeliharaan dan perbaikan unit pengering (0.5% x harga awal) Rp 150000 per tahun

10 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 1.5% dari investasi Rp 450000 per tahun

11 Upah tenaga kerja 2 orang @Rp.25000,- per hari Rp 50000 per hari

12 Umur ekonomis bangunan ERK-Hibrid 5 tahun

13 Nilai sisa unit pengering ERK-Hibrid (10% x harga awal) Rp 3000000

14 Bunga modal 2.5% per tahun

15 Harga biomassa Rp 1500 per kg

16 Biomassa yang digunakan 121 kg

17 Konsumsi biomassa (kgh/jam) 6.4 kg/jam

Jadwal Kegiatan Pengeringan Selama Satu Tahun

Masa Panen Raya Di Luar Panen Raya

Bulan kerja per tahun 6 6

Hari kerja per bulan 25 20

Jam kerja per hari 18 14

Jam kerja per tahun 2700 1680


(4)

76 Proses Perhitungan Biaya Pokok Pengeringan Jagung dengan ERK-Hibrid:

Biaya Operasi (Rp/tahun) = Biaya Tetap (BT) + Biaya Tidak Tetap (BTT)

Komponen biaya tetap (Rp/tahun) : Pajak Bumi dan Bangunan, pemeliharaan unit pengering ERK, biaya penyusutan, dan biaya bunga modal

Komponen Biaya Tetap (BT)

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 1.5 % dari investasi awal per tahun : PBB (Rp/tahun) = [ 1.5% x Harga unit ERK x (N + 1)] / (2N) PBB (Rp/tahun) = [ 1.5% x 30000000 x 6 ] / 10

PBB = Rp 270 000/tahun 6. Pemeliharaan unit bangunan pengering ERK : = 0.5%/tahun x (Harga unit awal ERK) = 0.5%/tahun x 30 000 000

= Rp 150 000/tahun

7. Biaya penyusutan menggunakan metode Straight Line, D = (P-S)(A/P,i%,N) : D = (Rp 30 000 000 – Rp 3 000 000) x (A/P,2.5%,5)

= Rp 27 000 000/tahun x 0.2152 = Rp 5 810 400/tahun

8. Abodemen listrik per tahun

= (Rp 34000/kVa/bulan) x 12 bulan/tahun = (Rp 102000/bulan x 12 bulan/tahun) = Rp 1 224 000/tahun

Total Biaya Tetap = Rp 270 000/tahun + Rp 150 000/tahun + Rp 5 810 400/tahun + Rp 1 224 000/tahun = Rp 7 454 400/tahun

Komponen Biaya Tidak Tetap (BTT) :

4. Penggunaan listrik = (3 kW x Rp 495/kWH x 4380 jam/tahun) = Rp 6 504 300/tahun

5. Biomassa = (121 kg/24jam) x Rp 1500/kg x (4380 jam/tahun) = Rp 33 123 750/tahun

6. Tenaga kerja 2 orang dengan upah masing-masing Rp 25000/orang/hari = Rp 13 500 000/tahun


(5)

77 Total Biaya Tidak Tetap = Rp 6 504 300/tahun + Rp 33 123 750/tahun + Rp 13 500 000/tahun

= Rp 53 128 050/tahun

Total Biaya Operasi Pengeringan Tahunan = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= Rp 7 454 400/tahun + Rp 53 128 050/tahun = Rp 60 582 450/tahun

Biaya Pokok Mesin Pengeringan = Biaya Total Operasi / Kapasitas Kerja Alat Pengering = Rp 60 582 450/tahun / (0.047 ton/jam x 1800 jam/tahun) = Rp 294.289/ton


(6)

78 Lampiran 18. Gambar mesin pengering dan proses pengeringan dari awal sampai akhir.

Bangunan ERK-Hibrid tipe bak Penimbangan Jagung Pemipilan jagung

Pengangkutan jagung ke dalam bak pengering Pengeringan jagung dalam bak pengering