Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar Untuk Pengeringan Jagung (Zea Mays L.)

(1)

RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR

UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.)

OLEH: SULIKAH F 14103054

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

ii RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE

MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea Mays L.)

SKRIPSI

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

SULIKAH F 14103054

Lahir di Trenggalek, 21 Mei 1985 Tanggal kelulusan:

Menyetujui,

Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si Dr.Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S

Ketua Departemen Teknik Pertanian


(3)

Sulikah. F14103054. Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.). 2007. Di bawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan dan I Nengah Suastawa.

RINGKASAN

Produksi jagung di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar namun pada kenyatannya banyak produk dari tingkat petani yang tidak terserap oleh industri karena kualitas yang rendah. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas produk jagung ini antara lain kadar air tinggi, butiran rusak, warna butir tidak seragam, butiran pecah serta ada kotoran lain. Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh proses pengeringan.

Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau menjadi lambat berkembang. Jenis pengeringan yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah pengeringan alami atau penjemuran (sun drying). Pengeringan ini mempunyai kelemahan iradiasi matahari yang tidak kontinyu dan bervariasi menurut lintang dan waktu, kebersihan produk kurang terjamin, sangat tergantung kondisi cuaca, dan memerlukan tempat yang luas.

Pengeringan jenis lain adalah pengeringan buatan (artificial drying). Mesin pengering tipe silinder berputar merupakan salah satu jenis pengeringan buatan. Mesin pengering ini dapat diputar dengan tujuan untuk membalik bahan supaya hasil pengeringan seragam.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang prototipe mesin pengering tipe silinder berputar. Selain itu juga menguji performansi prototipe mesin pengering hasil rancangan untuk pengeringan jagung (Zea mays L.) terutama untuk mengetahui keseragaman kadar air dan kebutuhan daya pemutarannya.

Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah jagung pipilan varietas hibrida. Suhu dan RH ruang udara pengering selama percobaan berkisar antara 57oC dan 22%. Mesin ini mampu mengeringkan jagung sebanyak 95 kg selama 2.5 jam dengan kadar air awal 19.72% bk sampai 14.22% bk. Laju penurunan kadar air teringgi sebesar 3.41 % bk/jam.

Pemutaran silinder ditujukan untuk proses pengadukan bahan. Pemutaran dilakukan selama 20 kali putaran setiap 15 menit atau diputar 5 menit tiap 15 menit. Penggunaan pengaduk ini hanya menggunakan 7% dari total energi. Efisiensi termal tertinggi yang mampu dicapai sebesar 74.20 % dengan konsumsi energi spesifik sebesar 4036.20 kJ, konsumsi energi panas spesifik sebesar 3625.78 kJ dan konsumsi energi mekanik spesifik sebesar 410.43 kJ. Energi total yang dikonsumsi sebesar 50452.52 kJ dengan sumber energi utama berasal dari listrik.

Konsumsi daya yang diukur pada motor listrik pada keadaan isi penuh dan setengan penuh mempunyai nilai yang berbeda. Nilai daya pada keadaan isi penuh lebih rendah yaitu 516.66 W dibandingakan dengan keadaan setengah penuh 526.47 W.


(4)

iv RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, salah satu kabupaten kecil di Jawa Timur pada tanggal 21 Mei 1985. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara.

Jenjang pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan dengan baik di kota Trenggalek sebelum akhirnya penulis hijrah ke kota Bogor. Taman Kanak-kanak dilaluinya di TK Dharma Wanita I Wonorejo pada tahun 1990-1991. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negri Wonorejo I dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Gandusari dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2000-2003 penulis mengenyam pendidikan di SMUN 1 Trenggalek. Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memilih Departemen Teknik Pertanian, bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang mengantarkan penulis menjadi Sarjana Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif diorganisasi daerah FKMJT (Forum Komunikasi Mahasiswa Jawa Timur) dan menjabat sebagai bendahara periode 2005-2006, panitia penerimaan mahasiswa baru 2005. Bekerja sama dengan teman-teman satu tim, penulis pernah mendapat hibah dari DIKTI dalam PKM-K (Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan) dengan judul “Boneka Lilin Aroma Terapi” pada tahun 2006. Penulis melakukan Praktek Lapangan di PGT (Pabrik Gondorukem dan Terpentin) Rejowinangun, Unit Kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan laporan berjudul “Mempelajari Konsumsi Energi pada Proses Pengolahan Getah Pinus di PGT Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur” pada tahun 2006. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika dan Pindah Panas tahun ajaran 2006/2007.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, kemudahan dan ridhoNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan dan Uji Performansi Protoripe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir program sarjana untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis meyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan ada seperti sekarang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala arahan, bimbingan dan bantuan yang tak terhingga selama penulis menjadi mahasiswa.

2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc selaku dosen pembimbing II atas segala arahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan.

4. Orang tuaku, Bapak dan Ibu tercinta atas kesabaran yang tak terhingga, cucuran keringat dan air mata, limpahan kasih sayang, dan untaian doa yang tiada henti yang senantiasa mengiringi langkah penulis dalam segala hal. Semoga karya kecil ini bisa membuat kalian berdua tersenyum kepadaku. Adikku, terimakasih atas doa dan semangatnya yang tiada henti.

5. Keluarga Mukosim, S.IP (orang tua keduaku) terimakasih atas doa, dukungan semangat, moril maupun materiil yang tak terhingga. Karya kecil ini aku persembahkan untuk kalian.

6. Seluruh saudara dan keluarga, terimakasih atas dukungan moril dan materiil yang tak terhingga.

7. Seluruh Dosen dan staf Departemen TEP terimakasih telah memberikan banyak sumbangan pikiran selama proses kuliah berlangsung.


(6)

vi 8. Pak Harto dan Mas Firman yang telah banyak membantu penulis selama

penelitian.

9. Teman-teman lab EEP 40 (Dewi, Yaka, Ajo, Amna, Hafid, Sujai, Diah, Elly, Dd, Sella, Irwan, Raning, Wawi, Dodo, Redy, Ramdhan) terimakasih untuk bantuan dan sarannya serta teman-teman lab. EEP Leuwikopo (M’Bayu) terimakasih bantuan dan masukan-masukannya.

10. Teman-teman TEP 40 (Bagus, Nunus, Yusuf, Hasyim) terimakasih atas persahabatannya selama kuliah.

11. Teman-teman wisma Mobster (Luluk, Ina, Riri) terimakasih atas kebersamaan dan persahabatannya dan telah menjadi keluarga keduaku.

12. Sahabat-sahabatku (Uut, Silva, Qq, Riris, Sandy, Yulis) terimakasih atas doa dan semangatnya.

13. A. David K.P, Amd. Hut dan Keluarga Bpk. Suwito, terimakasih atas doa dan dukungannya. Mengenal kalian semua mampu membuat hidupku jadi berwarna.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mangucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan dan bagi penulis khususnya.

Bogor, Agustus 2007


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) ... 3

B. TEORI PENGERINGAN ... 6

C. METODE PENGERINGAN ... 9

D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN ... 10

III. PERCOBAAN A. WAKTU DAN TEMPAT ... 13

B. BAHAN DAN ALAT ... 13

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 14

D. PENGUJIAN KINERJA MESIN PENGERING ... 16

E. PERHITUNGAN PERFORMANSI TEKNIS ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN PROTOTIPE ... 25

1. Rancangan Struktural ... 25

2. rancangan Fungsional ... 26

B. PROTOTIPE MESIN PENGERING ... 26

C. UJI KINERJA PENGERINGAN ... 29

1. Hubungan Suhu dan RH lingkungan Terhadap Waktu Pengeringan ... 29

2. Hubungan Suhu dan RH Udara Masuk, Suhu dan RH Ruang Pengering Serta Suhu dan RH Udara Keluar Terhadap Waktu Pengeringan ... 31


(8)

viii

4. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Waktu Pengeringan ... 36

5. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Suhu Bahan ... 38

6. Lama Pengeringan ... 40

7. Keefektifan Pemutaran dalam Persentase Pencampuran Bahan ... 40

8. Konsumsi Energi Selama Proses Pengeringan ... 43

9. Konsumsi Daya ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 49

B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persyaratan mutu jagung ... 6 2. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan ... 8 3. Kondisi dan hasil pengeringan selama percobaan ... 45 4. Konsumsi daya pada motor listrik pada keadaan isi silinder kosong,

penuh, dan setengah penuh ... 47 5. Konsumsi daya pada motor listrik tanpa beban ... 48 6. Konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik ... 48


(10)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jaringan industri pengolahan jagung ... 5

2. Diagram alir prosedur pengujian mesin pengering ... 14

3. Prototipe mesin pengering yang digunakan dalam penelitian ... 15

4. Penampang bagian dalam rencama awal mesin pengering ... 15

5. Lokasi pengukuran dan pengambilan sampel ... 16

6. Termometer digital ... 17

7. Chino recorder ... 17

8. Kett moisture tester ... 18

9. Drying oven ... 18

10. Keadaan isi silinder penuh, setengah penuh, dan kosong ... 20

11. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar ... 27

12. Bagian dalam mesin pengering setelah modifikasi ... 28

13. Pintu tambahan untuk pengeluaran bahan ... 29

14. Suhu dan RH lingkungan selama percobaan ... 30

15. Perbandingan rata-rata suhu dan RH udara selama percobaan ... 31

16. Sebaran suhu dan RH udara masuk, ruang pengering, dan udara keluar selama percobaan ... 32

17. Sebaran suhu bahan selama percobaan ... 35

18. Tumpukan biji saat tidak diputar ... 36

19. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu pengeringan ... 37

20. Grafik hubungan kadar air bahan dengan suhu bahan ... 39

21. Penempatan bahan untuk pengujian pencampuran ... 41

22. Keadaan bahan setelah proses pencampuran ... 42

23. Persentase pencampuran bahan pada bagian dalam ... 43

24. Persentase pencampuran bahan pada bagian tengah ... 43

25. Persentase pencampuran bahan pada bagian luar ... 43

26. Konsumsi energi spesifik dari beberapa pengeringan jagung ... 46


(11)

RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR

UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.)

OLEH: SULIKAH F 14103054

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(12)

ii RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE

MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea Mays L.)

SKRIPSI

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

SULIKAH F 14103054

Lahir di Trenggalek, 21 Mei 1985 Tanggal kelulusan:

Menyetujui,

Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si Dr.Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S

Ketua Departemen Teknik Pertanian


(13)

Sulikah. F14103054. Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.). 2007. Di bawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan dan I Nengah Suastawa.

RINGKASAN

Produksi jagung di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar namun pada kenyatannya banyak produk dari tingkat petani yang tidak terserap oleh industri karena kualitas yang rendah. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas produk jagung ini antara lain kadar air tinggi, butiran rusak, warna butir tidak seragam, butiran pecah serta ada kotoran lain. Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh proses pengeringan.

Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau menjadi lambat berkembang. Jenis pengeringan yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah pengeringan alami atau penjemuran (sun drying). Pengeringan ini mempunyai kelemahan iradiasi matahari yang tidak kontinyu dan bervariasi menurut lintang dan waktu, kebersihan produk kurang terjamin, sangat tergantung kondisi cuaca, dan memerlukan tempat yang luas.

Pengeringan jenis lain adalah pengeringan buatan (artificial drying). Mesin pengering tipe silinder berputar merupakan salah satu jenis pengeringan buatan. Mesin pengering ini dapat diputar dengan tujuan untuk membalik bahan supaya hasil pengeringan seragam.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang prototipe mesin pengering tipe silinder berputar. Selain itu juga menguji performansi prototipe mesin pengering hasil rancangan untuk pengeringan jagung (Zea mays L.) terutama untuk mengetahui keseragaman kadar air dan kebutuhan daya pemutarannya.

Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah jagung pipilan varietas hibrida. Suhu dan RH ruang udara pengering selama percobaan berkisar antara 57oC dan 22%. Mesin ini mampu mengeringkan jagung sebanyak 95 kg selama 2.5 jam dengan kadar air awal 19.72% bk sampai 14.22% bk. Laju penurunan kadar air teringgi sebesar 3.41 % bk/jam.

Pemutaran silinder ditujukan untuk proses pengadukan bahan. Pemutaran dilakukan selama 20 kali putaran setiap 15 menit atau diputar 5 menit tiap 15 menit. Penggunaan pengaduk ini hanya menggunakan 7% dari total energi. Efisiensi termal tertinggi yang mampu dicapai sebesar 74.20 % dengan konsumsi energi spesifik sebesar 4036.20 kJ, konsumsi energi panas spesifik sebesar 3625.78 kJ dan konsumsi energi mekanik spesifik sebesar 410.43 kJ. Energi total yang dikonsumsi sebesar 50452.52 kJ dengan sumber energi utama berasal dari listrik.

Konsumsi daya yang diukur pada motor listrik pada keadaan isi penuh dan setengan penuh mempunyai nilai yang berbeda. Nilai daya pada keadaan isi penuh lebih rendah yaitu 516.66 W dibandingakan dengan keadaan setengah penuh 526.47 W.


(14)

iv RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, salah satu kabupaten kecil di Jawa Timur pada tanggal 21 Mei 1985. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara.

Jenjang pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan dengan baik di kota Trenggalek sebelum akhirnya penulis hijrah ke kota Bogor. Taman Kanak-kanak dilaluinya di TK Dharma Wanita I Wonorejo pada tahun 1990-1991. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negri Wonorejo I dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Gandusari dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2000-2003 penulis mengenyam pendidikan di SMUN 1 Trenggalek. Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memilih Departemen Teknik Pertanian, bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang mengantarkan penulis menjadi Sarjana Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif diorganisasi daerah FKMJT (Forum Komunikasi Mahasiswa Jawa Timur) dan menjabat sebagai bendahara periode 2005-2006, panitia penerimaan mahasiswa baru 2005. Bekerja sama dengan teman-teman satu tim, penulis pernah mendapat hibah dari DIKTI dalam PKM-K (Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan) dengan judul “Boneka Lilin Aroma Terapi” pada tahun 2006. Penulis melakukan Praktek Lapangan di PGT (Pabrik Gondorukem dan Terpentin) Rejowinangun, Unit Kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan laporan berjudul “Mempelajari Konsumsi Energi pada Proses Pengolahan Getah Pinus di PGT Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur” pada tahun 2006. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika dan Pindah Panas tahun ajaran 2006/2007.


(15)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, kemudahan dan ridhoNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan dan Uji Performansi Protoripe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir program sarjana untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis meyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan ada seperti sekarang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala arahan, bimbingan dan bantuan yang tak terhingga selama penulis menjadi mahasiswa.

2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc selaku dosen pembimbing II atas segala arahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan.

4. Orang tuaku, Bapak dan Ibu tercinta atas kesabaran yang tak terhingga, cucuran keringat dan air mata, limpahan kasih sayang, dan untaian doa yang tiada henti yang senantiasa mengiringi langkah penulis dalam segala hal. Semoga karya kecil ini bisa membuat kalian berdua tersenyum kepadaku. Adikku, terimakasih atas doa dan semangatnya yang tiada henti.

5. Keluarga Mukosim, S.IP (orang tua keduaku) terimakasih atas doa, dukungan semangat, moril maupun materiil yang tak terhingga. Karya kecil ini aku persembahkan untuk kalian.

6. Seluruh saudara dan keluarga, terimakasih atas dukungan moril dan materiil yang tak terhingga.

7. Seluruh Dosen dan staf Departemen TEP terimakasih telah memberikan banyak sumbangan pikiran selama proses kuliah berlangsung.


(16)

vi 8. Pak Harto dan Mas Firman yang telah banyak membantu penulis selama

penelitian.

9. Teman-teman lab EEP 40 (Dewi, Yaka, Ajo, Amna, Hafid, Sujai, Diah, Elly, Dd, Sella, Irwan, Raning, Wawi, Dodo, Redy, Ramdhan) terimakasih untuk bantuan dan sarannya serta teman-teman lab. EEP Leuwikopo (M’Bayu) terimakasih bantuan dan masukan-masukannya.

10. Teman-teman TEP 40 (Bagus, Nunus, Yusuf, Hasyim) terimakasih atas persahabatannya selama kuliah.

11. Teman-teman wisma Mobster (Luluk, Ina, Riri) terimakasih atas kebersamaan dan persahabatannya dan telah menjadi keluarga keduaku.

12. Sahabat-sahabatku (Uut, Silva, Qq, Riris, Sandy, Yulis) terimakasih atas doa dan semangatnya.

13. A. David K.P, Amd. Hut dan Keluarga Bpk. Suwito, terimakasih atas doa dan dukungannya. Mengenal kalian semua mampu membuat hidupku jadi berwarna.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mangucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan dan bagi penulis khususnya.

Bogor, Agustus 2007


(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) ... 3

B. TEORI PENGERINGAN ... 6

C. METODE PENGERINGAN ... 9

D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN ... 10

III. PERCOBAAN A. WAKTU DAN TEMPAT ... 13

B. BAHAN DAN ALAT ... 13

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 14

D. PENGUJIAN KINERJA MESIN PENGERING ... 16

E. PERHITUNGAN PERFORMANSI TEKNIS ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN PROTOTIPE ... 25

1. Rancangan Struktural ... 25

2. rancangan Fungsional ... 26

B. PROTOTIPE MESIN PENGERING ... 26

C. UJI KINERJA PENGERINGAN ... 29

1. Hubungan Suhu dan RH lingkungan Terhadap Waktu Pengeringan ... 29

2. Hubungan Suhu dan RH Udara Masuk, Suhu dan RH Ruang Pengering Serta Suhu dan RH Udara Keluar Terhadap Waktu Pengeringan ... 31


(18)

viii

4. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Waktu Pengeringan ... 36

5. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Suhu Bahan ... 38

6. Lama Pengeringan ... 40

7. Keefektifan Pemutaran dalam Persentase Pencampuran Bahan ... 40

8. Konsumsi Energi Selama Proses Pengeringan ... 43

9. Konsumsi Daya ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 49

B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persyaratan mutu jagung ... 6 2. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan ... 8 3. Kondisi dan hasil pengeringan selama percobaan ... 45 4. Konsumsi daya pada motor listrik pada keadaan isi silinder kosong,

penuh, dan setengah penuh ... 47 5. Konsumsi daya pada motor listrik tanpa beban ... 48 6. Konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik ... 48


(20)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jaringan industri pengolahan jagung ... 5

2. Diagram alir prosedur pengujian mesin pengering ... 14

3. Prototipe mesin pengering yang digunakan dalam penelitian ... 15

4. Penampang bagian dalam rencama awal mesin pengering ... 15

5. Lokasi pengukuran dan pengambilan sampel ... 16

6. Termometer digital ... 17

7. Chino recorder ... 17

8. Kett moisture tester ... 18

9. Drying oven ... 18

10. Keadaan isi silinder penuh, setengah penuh, dan kosong ... 20

11. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar ... 27

12. Bagian dalam mesin pengering setelah modifikasi ... 28

13. Pintu tambahan untuk pengeluaran bahan ... 29

14. Suhu dan RH lingkungan selama percobaan ... 30

15. Perbandingan rata-rata suhu dan RH udara selama percobaan ... 31

16. Sebaran suhu dan RH udara masuk, ruang pengering, dan udara keluar selama percobaan ... 32

17. Sebaran suhu bahan selama percobaan ... 35

18. Tumpukan biji saat tidak diputar ... 36

19. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu pengeringan ... 37

20. Grafik hubungan kadar air bahan dengan suhu bahan ... 39

21. Penempatan bahan untuk pengujian pencampuran ... 41

22. Keadaan bahan setelah proses pencampuran ... 42

23. Persentase pencampuran bahan pada bagian dalam ... 43

24. Persentase pencampuran bahan pada bagian tengah ... 43

25. Persentase pencampuran bahan pada bagian luar ... 43

26. Konsumsi energi spesifik dari beberapa pengeringan jagung ... 46


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan I ... 53

2. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan II ... 53

3. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan III ... 54

4. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan IV ... 55

5. Hasil kalibrasi nilai kadar air (% bb) Kett Moisture Tester dengan drying oven ... 56

6. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan I ... 57

7. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan II ... 57

8. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan III ... 57

9. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan IV ... 58

10. Persentase pencampuran bahan ... 59

11. Contoh perhitungan performansi teknik percobaan I ... 62

12. Komposisi pemanfaatan energi listrik tiap percobaan ... 63

13. Gambar-gambar peralatan untuk pengujian yang digunakan selama percobaan ... 64

14. Tabel psikometrik ... 65


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JAGUNG (Zea Mays L.)

Jagung dianggap berasal dari belahan bumi bagian barat namun beberapa ahli botani menduga bahwa jagung berasal dari Asia atau Afrika (Inglett, 1970). Bukti arkeologi menunjukkan bahwa di belahan bumi bagian barat terdapat serbuk sari jagung dan diduga berumur 80000 tahun, penggalian dilakukan di bawah kota Meksiko sedalam 200 ft (Walden, 1966 diacu dalam Inglett, 1970). Di samping itu, Wikipedia Indonesia (2006) menyatakan bahwa berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu.

Jagung merupakan tanaman pangan yang penting selain padi dan gandum. Di Indonesia jagung digunakan sebagai makanan pokok oleh orang Madura dan Nusa Tenggara. Selain digunakan sebagai bahan makanan pokok karena mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi tanaman jagung juga bisa digunakan sebagai pakan ternak (hijauan atau tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya) (Wikipedia Indonesia, 2006).

Jagung di Amerika disebut dengan nama maize atau Indian corn. Pada beberapa negara jagung dianggap sebagai hasil panen yang paling penting. Sedangkan di Inggris jagung disebut dengan wheat serta di Scotlandia dan Irlandia jagung disebut dengan Oats (Inglett, 1970).

Jagung merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam famili rumput-rumputan. Selain jagung, tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama adalah gandum, barley, gandum hitam, dan sorgum (Wallace dan Bressman, 1949). Urut-urutan klasifikasi ilmiah tanaman jagung dijelaskan di bawah ini: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)


(23)

Kelas : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Famili : Graminaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Selain Zea (jagung), tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama adalah: Euchlaena (teosinte), Tripsacum (gamagrass) dan coix (job’s-tears).

Job’s-tears seperti diketahui merupakan tanaman penghias taman yang

mempunyai keanekaragaman besar, kulit kernel yang lembut dan banyak tumbuh di Filipina, Burma, Siam, dan daerah torpis di sekitarnya (Wallace dan Bressman, 1949). Berdasarkan tekstur kernel, jagung diklasifikasikan menjadi Dent, Flint, Sweet, Flour, Popcorn, Waxy corn, Pod corn dan lain-lain.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Wikipedia Indonesia, 2006).

Pemanfaatan produk olahan jagung di berbagai industri semakin meningkat terutama di industri pengolahan makanan dan industri peternakan. Gambar 1. menunjukkan jaringan industri pengolahan jagung. Perkembangan jenis olahan produk jagung akan terus meningkat selama konsumsi mayarakat terhadap jenis olahan produk ini juga meningkat.


(24)

5 Sumber: Departemen Perindustrian, 1999

Gambar 1. Jaringan industri pengolahan jagung

Biji jagung kaya akan karbohidrat yang sebagian besar terdapat pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Wikipedia Indonesia, 2006).

Pertanian Produk Antara Konsumen

Jagung

Homini

G r i t s

Minyak

P a t i Maizena

Dextrin

Gula Etanol

Asam organik

Bahan kimia lainnya kemasan iklan transport

Industri makanan

Industri makanan

Industri makanan (minyak goreng, margarin, kue) Industri makanan Industri tekstil, Industri pharmasi, Industri lain (perekat)

Industri kimia

Industri makanan, Industri kimia

Industri kimia

Tongkol/

hijauan Pakan ternak

Jagung


(25)

Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto, 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi:

1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit

2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam) 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida 4. Memiliki suhu normal

Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat seperti Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Persyaratan mutu jagung

No. Komponen Utama

Persyaratan Mutu (% Maks) I II III IV

1. Kadar air 14 14 15 17

2. Butir rusak 2 4 6 8

3. Butir warna lain 1 3 7 10

4. Butir pecah 1 4 3 5

5. Kotoran 1 1 2 2

Sumber: SNI dalam Kristanto, 2007

B. TEORI PENGERINGAN

Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau berkembang namun lambat (Hall, 1980).

Laju pengeringan dibagi menjadi dua tahap utama yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan permukaan biji-bijian yaitu pada lapisan air bebas. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari 1) Lapisan yang terbuka; 2) Perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah; 3) Koefisien pindah massa; dan 4) Kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Kadar air kritis (critical moisture content)


(26)

7 membatasi terjadinya laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun (Hall, 1980).

Kadar air kritis (critical moisture content) adalah kadar air minimum yang terdapat pada biji-bijian dimana laju air bebas yang berasal dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Kadar air pada biji-bijian biasanya lebih kecil dibandingkan kadar air kritisnya sehingga pengeringan yang terjadi adalah laju pengeringan menurun.

Menurut Hall, 1980 pada proses pengeringan bahan pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: 1) Difusi antara cairan dan uap, 2) Gaya kapilaritas, 3) Gradien penyusutan dan tekanan uap, 4) Gravitasi, dan 5) Penguapan kadar air.

Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis. Perhitungan empiris untuk menentukan kadar air keseimbangan adalah (Henderson dan Perry, 1979):

n cTME

e

Erh

=

1

... (1)

dimana: Erh = Kelembaban relatif keseimbangan (desimal)

T = Suhu absolute (K)

ME = Kadar air keseimbangan (% basis kering)


(27)

Tabel 2. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan

Produk c n

Jagung pipil Gandum Sorgum Kedelai Rami Kismis

Buah persik kering Kapas Kayu 5 10 10 .

1 × − 7 10 59 .

5 × − 6 10 40 .

3 × − 5 10 20 .

3 × − 6 10 89 .

6 × − 5 10 13 .

7 × − 4 10 11 .

4 × − 5 10 91 . 4 × 5 10 34 .

5 × −

1.90 3.03 2.31 1.52 2.02 1.02 0.546 1.70 1.41 Sumber: Handerson dan Perry, 1976

Menurut Brooker dan Bakker-Arkema (1973) beberapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain adalah:

1. Suhu udara pengering

Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat dan waktu pengeringan menjadi lebih singkat. Suhu harus terus dikontrol agar tidak sampai merusak bahan yang dikeringkan.

2.Kelembaban relatif udara pengering

Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung uap air bahan. Semakin rendah RH maka makin banyak uap air yang diserap udara pengering demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengeringan akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Proses pengeringan yang baik memerlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan.

3. Kecepatan aliran udara pengering

Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi untuk membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan


(28)

9 pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan.

4.Kadar air bahan

Keragaman kadar air awal bahan paling sering dijumpai pada proses pengeringan dan seringkali hal ini menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang akan dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan akhir dari proses pengeringan. Kadar air akhir ini akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung.

C. METODE PENGERINGAN

Metode pengeringan adalah cara yang digunakan untuk melakukan proses pengeringan. Metode pengeringan secara umum terdiri dari dua yaitu pengeringan secara manual dan pengeringan secara mekanis. Pengeringan secara manual biasa disebut dengan pengeringan alami (natural drying) dan pengeringan secara mekanis disebut dengan pengeringan buatan (artificial drying).

Pada pengeringan alami (natural drying) panas pengeringan diperoleh dari udara sekitar atau matahari. Pengeringan alami ini biasa dilakukan dengan cara penjemuran. Cara pengeringan ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain adalah 1) Tergantung dengan cuaca, 2) Sukar dikontrol, 3) Memerlukan tempat penjemuran yang luas, 4) Mudah terkontaminasi, dan 5) memerlukan waktu yang lama (Widodo dan Hendriadi, 2004).

Pengeringan mekanis (pengeringan buatan) dilakukan dengan menggunakan panas tambahan. Keuntungannya antara lain yaitu: 1) Tidak tergantung cuaca, 2) Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, 3) Tidak memerlukan tempat yang luas, dan 4) Kondisi pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004).

Pada pengeringan buatan udara yang mengitari produk dibuat dengan menggunakan kipas atau blower. Panas diperlukan untuk menaikkan suhu dalam udara pengering. Penambahan panas dalam udara pengering bertujuan untuk 1). Menaikkan kapasitas udara yang membawa uap (kira-kira menaikkan 2 kali lipat


(29)

untuk setiap peningkatan suhu 4oC) dan 2). Suhu untuk memanaskan produk menjadi lebih tinggi (Hall, 1963 dalam Sari, 2005).

Panas yang digunakan pada proses pengeringan buatan berasal dari berbagai sumber energi panas yang ada, tergantung dari ketersediaan sumber energi yang ada di sekitar proses pengeringan berlangsung. Kebanyakan sumber energi yang digunakan adalah biomassa, bahan bakar minyak, dan listrik. Konversi biomassa menjadi panas biasanya menggunakan tungku atau boiler melalui proses pembakaran. Biasanya uap panas hasil pembakaran tidak secara langsung bersentuhan dengan bahan namun melalui alat penukar panas (heat exchanger) terlebih dahulu supaya bahan tidak terkontaminasi oleh bau uap biomassa dan jelaga yang ditimbulkan. Panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa berbeda-beda tergantung dari nilai kalor dari biomassa tersebut. Alat konversi yang sering digunakan untuk bahan bakar minyak sebagai penyedia panas adalah burner atau boiler. Panas yang dihasilkan dari BBM tergantung nilai kalornya. Sedangkan laju pemakaian BBM tergantung dari tekanan yang diberikan kepada burner. Penyedia panas yang lain adalah listrik. Keunggulannya adalah listrik mampu menghasilkan energi yang besar, bisa diatur sesuai dengan keinginan pengguna, dan bersih. Namun kelemahannya yaitu penggunaan listrik cenderung mahal karena daya yang digunakan besar untuk pemakaian yang kontinyu.

Bahan yang akan dikeringkan menentukan jenis mesin pengering yang akan digunakan. Pemilihan mesin pengering yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Untuk menentukan dan memilih mesin pengering yang akan digunakan seseorang sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi tahap pra-pengeringan (misalnya pelepasan air secara mekanis, evaporasi, pengkondisian awal bahan umpan dengan pencampuran padatan, pengenceran atau pembuatan pelet, dan pengumpanan) serta tahap pasca-panen seperti pembersihan gas buang, pengumpulan hasil, pendaurulangan sebagian hasil luaran, pendinginan hasil, pelapisan hasil, aglomerasi, dan lain-lain (Devahastin, 2001).

D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN


(30)

11 Penelitian tentang pengeringan sudah sangat banyak dilakukan terlebih mengenai metode pengeringan. Metode pengeringan sangat penting diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap jenis bahan yang dikeringkan dan kualitas hasil pengeringan. Metode yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Metode yang banyak dikembangkan saat ini adalah pengeringan buatan (artificial drying) yang memanfaatkan sumber panas bukan dari matahari atau udara sekitar.

Elfian (1985) menggunakan alat pengering lapisan tipis untuk pengeringan jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. Merril). Pengeringan dilakukan secara terus menerus dengan kecepatan aliran udara 0.1 m/detik pada suhu dan RH udara pengering konstan sampai tercapai kondisi kadar air keseimbangan. Pada pengeringan jagung dengan suhu 40oC; RH 65% dan 45oC; RH 50%, terlihat adanya tendensi laju pengeringan konstan yang singkat pada awal pengeringan, sedangkan pengeringan dengan suhu 50oC; RH 34% dan 55oC; RH 26% seluruhnya berlangsung pada laju pengeringan menurun. Perubahan kadar air yang melonjak terjadi selama 3-4 jam pertama. Pengeringan berlangsung sampai perubahan kadar air per satuan waktu mendekati nol atau kondisi bahan telah mencapai kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan tercapai selama 32 jam.

Subekti (1986) mengembangkan alat pengering jagung model sumur untuk tingkat pedesaan. Pada percobaan tanpa beban dengan bahan bakar arang sekam, tempurung kelapa dan kayu bakar diperoleh bahwa pembakaran dengan tempurung kelapa menghasilkan penyebaran suhu yang lebih seragam dan tingkat suhu yang lebih tinggi dari bahan bakar lainnya. Dari hasil pengujian, efisiensi pengeringan untuk RH 84% dan RH 90% adalah berturut-turut sebesar 13.89% dan 10.2%, sedangkan efisiensi pemanasan adalah sebesar 16.96% pada RH 84% dan 14.72% pada RH 90%. Lama pengeringan pada RH 84% adalah 11 jam dan 18 jam pada RH 90%. Kurva laju penurunan kadar air bahan lebih mendekati bentuk eksponen negatif daripada bentuk linear.

Kuncoro (1993) melakukan pengeringan benih kacang tanah, jagung, dan kedelai menggunakan alat pengering tipe konveksi bebas. Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung tongkol dan jagung pipilan. Suhu untuk pengeringan dipertahankan pada kisaran antara 39-44oC (rak terbawah) dengan


(31)

bahan bakar tempurung kelapa. Jagung tongkol yang bobotnya 152 kg (input) dan kadar air 34.70% bb (basis basah) membutuhkan waktu 54 jam untuk mencapai kadar air 19.50% bb dan menghabiskan 66.67 kg tempurung kelapa. Jagung pipilan yang bobotnya 92.41 kg (input) dan berkadar air awal 19.51% bb membutuhkan waktu pengeringan 34 jam untuk menurunkan kadar air menjadi 11.30% bb dan mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 40.17 kg. Pengeringan ini mempersingkat waktu 4-5 hari kerja dibandingkan proses penjemuran (saat hujan). Laju pengeringan jagung tongkol 0.74% %bk/jam dan jagung pipil 0.58 %bk/jam. Efisiensi pemanasan dan efisiensi pengeringan total untuk jagung tongkol dan pipil masing-masing adalah 41.42%; 10.59% dan 35.58%; 2.31%.

Jubaedah (2000) menggunakan alat pengering tipe bak untuk proses pengeringan jagung dengan terlebih dahulu dilakukan proses tempering untuk menyeragamkan kadar air akhir bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung pipilan varietas hibrida dengan perlakuan suhu plenum dipertahankan konstan 70oC kecepatan aliran udara 35 cfm/ft2 (0.178 m/s) dan dua level ketebalan tumpukan yaitu 60 cm dan 75 cm. Percobaan tempering dilakukan selama 12 jam. Pengeringan jagung dengan ketebalan 60 cm dari kadar air awal 26.8 % bb hingga mencapai 14.1 % bb memerlukan waktu 6 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 8.85 kg, untuk pengeringan jagung dengan tebal 75 cm dari kadar air awal 27.3 % bb hingga kadar air akhir 14.6 % bb memerlukan waktu 7 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 11.25 kg.


(32)

III. PERCOBAAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, bulan Maret 2007 sampai bulan Juni 2007. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah jagung (Zea mays L.) varietas hibrida yang sudah dipipil. Bahan tersebut diperoleh dari lahan pertanian di daerah Jasinga, Bogor.

2. Alat

Peralatan yang digunakan meliputi:

− Prototipe mesin pengering tipe silinder hasil perancangan

− Termokopel tipe CC (Copper Constanta) sebanyak 6 buah.

− Termometer digital merek Delta model SK-1250MC 1 buah.

Recorder merek Chino Yokogawa sebanyak 1 buah.

Anemometer merek Climomaster Kanomax sebanyak 1 buah.

− Timbangan digital merek AND model EK-1200A sebanyak 1 buah.

− Timbangan analog kapasitas 5 kg merek Soehnle sebanyak 1 buah

Clampmeter merek Krisbow sebanyak 1 buah.

Drying oven merek Ikeda Rika model SS-204D sebanyak 1 buah.

Stopwatch sebanyak 1 buah.

− Kalkulator sebanyak 1 buah.

− Alat tulis.


(33)

C. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur atau langkah kerja pada penelitian ini dijelaskan pada diagram alir prosedur pengujian prototipe mesin pengering (Gambar 2.).

Gambar 2. Diagram alir prosedur pengujian mesin pengering

Proses penelitian ini diawali dengan proses perancangan prototipe mesin pengering tipe silinder berputar. Mesin pengering tipe silinder berputar ini merupakan ide dan rancangan dari Nelwan (2006). Pembuatan prototipe mesin pengering ini dilakukan apabila tahap perancangan sudah selesai. Operasi prototipe mesin pengering dilakukan untuk melihat apakah mesin pengering

Mulai

Perancangan

Pembuatan Prototipe Alat

Operasi Prototipe

Beroperasi Baik ?

Ya Tidak

Uji Kinerja Pengering

Suhu, Kelembaban Relatif, Kadar Air, Laju Pengeringan, Konsumsi Energi, Persentase Pencampuran

Bahan, Konsumsi Daya

Selesai

Bahan Percobaan

Penimbangan, Pewarnaan, dan Penempatan di Ruang


(34)

15 akan dilanjutkan dengan proses uji kinerja pengeringan. Apabila operasi kerjanya kurang bagus maka akan dilakukan modifikasi sampai hasil kerja operasinya bagus.

Operasi prototipe mesin pengering disesuaikan dengan rencana awal kinerja mesin pengering. Mesin pengering tipe silinder berputar ini digerakkan menggunakan motor listrik (Gambar 3.). Putaran motor yang diinginkan untuk memutar silinder sebesar 4 RPM, sehingga putaran motor listrik dikecilkan dengan menggunakan gear box. Sumber panas yang digunakan untuk pengeringan berasal dari pemanas listrik, sedangkan udara pemanasan dialirkan menggunakan kipas sentrifugal.

Gambar 3. Prototipe mesin pengering tipe silinder yang digunakan dalam penelitian

Gambar 4. Penampang bagian dalam rencana awal mesin pengering

Gear box

Motor listrik Cerobong untuk

mengukur udara keluar

Kipas sentrifugal

G1


(35)

(36)

17 Pada bagian dalam dari mesin pengering ini (Gambar 4.), terdapat pintu-pintu yang bertujuan untuk mengatur aliran bahan saat diputar. Pintu-pintu-pintu tersebut akan membuka dan menutup sesuai dengan posisinya saat diputar. Proses buka-tutup pintu yang berbeda waktunya berfungsi untuk mengatur aliran bahan, sehingga bahan dapat berpindah tempat. Pintu-pintu itu juga membantu menahan jatuhan bahan pada saat diputar, sehingga pada saat bahan jatuh mesin tidak akan menerima beban yang terlalu berat karena ditahan oleh pintu tersebut.

D. PENGUJIAN KINERJA MESIN PENGERING

Parameter yang sangat berpengaruh dalam menetukan kinerja sebuah alat pengering adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran suhu

Pengukuran suhu yang dilakukan pada beberapa titik-titik pengukuran (Gambar 5.) digunakan untuk melihat sebaran suhu. Adapun suhu yang diukur meliputi suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, suhu bahan, dan suhu udara keluar. Suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, dan suhu udara keluar diukur dalam keadaan bola basah dan bola kering menggunakan termokopel tipe CC dan recorder (Gambar 7.).

Gambar 6. Termometer digital Gambar 7. Chino recorder

Suhu bahan hanya diukur dalam keadaan bola kering dengan menggunakan termometer digital (Gambar 6.). Suhu bahan diukur dengan arah radial (Gambar 5.) dengan tujuan untuk melihat apakah udara pengeringan menyebar merata pada arah tersebut. Pengukuran suhu dilakukan tiap 30 menit


(37)

dengan urutan pengambilan data: suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, suhu bahan, suhu udara keluar.

2. Pengukuran Kelembaban Relatif (RH)

Kelembaban relatif diukur dengan menggunakan diagram psychometric (psycrometric chart) dengan menggunakan data suhu bola basah dan bola kering. Adapun RH yang diukur meliputi RH lingkungan, RH udara masuk, RH ruang pengering, dan RH udara keluar. Diagram psychometric yang digunakan dalam pengukuran RH dapat dilihat pada Lampiran 14.

3. Pengukuran Kadar Air Bahan

Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan kett moisture

tester (KMS) (Gambar 8.). Nilai kadar air hasil pengukuran dengan KMS ini

kemudian dikalibrasi dengan menggunakan drying oven. Tujuan kalibrasi ini adalah untuk mendapatkan nilai kadar air yang akurat. Standar pengukuran kadar air adalah menggunakan drying oven. Terdapat lima titik pengukuran untuk mengukur nilai kadar air bahan (Gambar 5.). Urutan pengambilan sampel yang akan diukur didasarkan pada titik pengukurannya. Nilai kadar air bahan ini diukur tiap selang waktu 30 menit.

Gambar 8. Kett moisture tester Gambar 9. Drying oven

4. Laju Pengeringan

Laju pengeringan merupakan perbandingan perubahan suhu bahan terhadap waktu pengeringan (% basis kering/jam). Laju pengeringan ini menunjukkan kecepatan perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan. Selisih perubahan kadar air bahan dihitung dari selisih kadar air akhir dengan


(38)

19 kadar air awal. Data yang diperlukan untuk menentukan nilai laju pengeringan adalah perubahan kadar air awal dan akhir serta lama proses pengeringan berlangsung.

5. Konsumsi Energi

Konsumsi energi merupakan perhitungan jumlah penggunaan energi dalam satuan MJ. Adapun perhitungan konsumsi energi yang dihitung meliputi energi listrik, energi pemanas, energi total pengeringan, energi pengeringan bahan, energi total masuk sistem, dan konsumsi energi spesifik, konsumsi energi panas spesifik, dan konsumsi mekanik spesifik. Rumus yang digunakan dalam perhitungan konsumsi energi ini dijabarkan dalam perhitungan performansi teknik.

6. Persentase Pencampuran Bahan

Persen pencampuran bahan digunakan untuk melihat seberapa efektif proses pemutaran silinder terhadap pencampuran bahan. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah jagung yang telah diberi warna berbeda yaitu warna merah dan warna kuning. Proses pemutaran bahan tidak dilakukan terus menerus melainkan hanya beberapa saat. Proses pemutaran ini diharapkan mampu membalik dan mencampur bahan dimana proses ini tidak bisa ditemukan pada mesin pengering tipe bak. Proses pemutaran yang tidak terus menerus ditujukan hanya mengkonsumsi energi mekanik yang kecil.

Asumsi yang digunakan pada proses pemutaran silinder ini adalah bahan akan berpindah tempat dari dalam ke luar atau sebaliknya sehingga bahan akan tercampur. Titik pengambilan sampel yang akan diukur persentase pencampuran bahan dapat dilihat pada Gambar 5. Sampel yang akan diukur diambil sebanyak ± 60 gram. Proses pengukuran ini dilakukan pada putaran 5, 10, 15, 20, dan 25.

Sampel yang sudah diambil kemudian dipisahkan dan dikelompokan sesuai warnanya. Hasil pengelompokan bahan masing-masing ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital. Persentase pencampuran bahan dihitung dengan cara membagi nilai berat bahan berwarna dengan berat total dan hasilnya dibandingkan dengan target yang harus dicapai yaitu persentase perbandingan warna merah dan kuning sebelum diputar.


(39)

7. Konsumsi Daya

Konsumsi daya merupakan jumlah penggunaan daya yang digunakan oleh peralatan listrik. Hal-hal yang mempengaruhi konsumsi daya adalah voltase, arus, dan waktu penggunaannya. Ketiga parameter tersebut mempunyai hubungan saling berbanding lurus. Pengukuran voltase dan arus dilakukan dengan menggunakan clampmeter sedangkan pengukuran waktu didasarkan pada lamanya proses pengeringan. Cara penggunaan clampmeter yaitu dengan cara mencatok salah satu kabel ke dalam tangnya. Pengukuran konsumsi daya meliputi motor listrik, kipas sentrifugal, dan pemanas listrik. Konsumsi daya pada motor listrik dilakukan pada beberapa titik putaran serta pada kondisi keadaan silinder kosong, setengah isi, dan isi penuh. Tujuannya adalah untuk melihat sebaran daya. Keadaan isi silinder kosong, setengah isi, dan isi penuh dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) silinder isi penuh (b) silinder isi setengah penuh


(40)

21 E. PERHITUNGAN PERFORMANSI TEKNIS

Perhitungan performansi teknis mesin pengering ini meliputi: a. Kadar Air

Perhitungan kadar air bahan selama proses pengeringan berlangsung dihitung berdasarkan pada komponen massa sebagai berikut:

Kadar air (% basis basah) = ×100%

+ s w w m m m ... (2)

Kadar air (% basis kering) = ×100%

s w

m m

... (3)

dimana: mw = Massa air (kg) ms = Massa padatan (kg)

b. Energi Pemanas Udara

t P

Q1 =3.6× × ... (4) dimana: Q1 = Energi pemanas udara (kJ)

P = Daya yang digunakan (Watt)

t = Waktu pemakaian (jam)

c. Panas untuk Menaikkan Suhu Produk

Panas jenis bahan (Cpb) dihitung dengan menggunakan persamaan Siebel

(1892) dalam Heldman dan Singh (1987). ) ( 034 . 0 837 . 0 Mo

Cpb = + ... (5) dimana: Cpb = Panas jenis bahan (kJ/kg.oC)

Mo = Kadar air awal (% basis basah) )

( 0

2 m Cpb Tr Tb

Q = × × − ... (6) dimana: Q2 = Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ)

m0 = Massa awal bahan (kg) Cpb = Panas jenis bahan (kJ/kg.oC) Tr = Suhu ruang pengering (oC) Tb = Suhu bahan (oC)


(41)

d. Energi Total Pengeringan

t h

h v q

Q u

tp = ×( 3 − 1)×3600× ... (7) dimana: Qtp = Energi total pengeringan (kJ)

qu = Debit udara (m3/s)

v = Volume jenis udara (m3/kg)

h3 = Enthalpi akhir (kJ/kg) h1 = Enthalpi awal (kJ/kg) t = Waktu pengeringan (jam)

e. Panas yang Diterima Udara Pengering

t T

T Cp v q

Q = u × u×( rl)×3600×

3 ... (8) dimana: Q3 = Panas yang diterima udara pengering (kJ)

qu = Debit udara (m3/s)

v = Volume jenis udara (m3/kg)

Cpu = Panas jenis udara (kJ/kg.oC) Tr = Suhu ruang pengering (oC) Tl = Suhu lingkungan (oC) t = Waktu pengeringan (jam)

f. Panas Penguapan Produk ) ( 2 3

4 Q Q Q

Q = tp − + ... (9) dimana: Q4 = Panas penguapan Produk (kJ)

Qtp = Energi total pengeringan (kJ)

Q2 = Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ) Q3 = Panas yang diterima udara pengering (kJ)

Panas penguapan produk juga bisa dihitung dengan menggunakan persamaan seperti di bawah ini:

fg

u

h

m

Q

4

=

×

... (10) dimana: mu = Massa air bahan yang menguap (kg)


(42)

23 g. Energi Pengeringan Bahan

4 2 Q

Q

Qp = + ... (11) dimana: Qp = Energi pengeringan bahan (kJ)

Q2 = Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ) Q4 = Panas penguapan Produk (kJ)

h. Energi Listrik

t P

Q5 =3.6× × ... (12)

Q5 = Q5a + Q5b ... (13)

dimana: Q5 = Energi listrik (kJ)

Q5a = Energi penggunaan motor listrik (kJ) Q5b = Energi penggunaan kipas sebtrifugal (kJ) P = Daya yang digunakan (Watt)

t = Lama penggunaan (jam)

i. Energi Total Masuk Sistem 5

1 Q

Q

QT = + ... (14) dimana: QT = Energi total masuk sistem (kJ)

Q1 = Energi pemanas udara (kJ) Q5 = Energi Listrik (kJ)

j. Konsumsi Energi Spesifik (KES)

u T

m Q

KES = ... (15)

Dimana: KES = Konsumsi energi spesifik (kJ/kg uap air)

QT = Energi Total Masuk Sistem (kJ) mu = Massa air bahan yang menguap (kg)

k. Konsumsi Energi Panas Spesifik (KEPS)

KEPS =

u

m Q1

... (16)

Dimana: KEPS = Konsumsi energi panas spesifik (kJ/kg uap air)


(43)

mu = Massa air bahan yang menguap (kg)

l. Konsumsi Energi Mekanik Spesifik (KEMS)

KEMS =

u a

m Q5

... (17)

Dimana: KEMS = Konsumsi energi mekanik spesifik (kJ/kg uap air)

Q5a = Energi penggunaan motor listrik (kJ) mu = Massa air bahan yang menguap (kg)

m. Efisiensi termal

Efisiensi termal merupakan perbandingan energi yang dipakai untuk memanaskan udara pengering dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Dihitung dengan menggunakan persamaan:

% 100 1 3 × =

Q Q

termal

η ... (18)

dimana: ηtermal = Efisiensi termal (%)

Q3 = Panas yang diterima udara pengering (kJ) Q1 = Energi dari sumber pemanas (kJ)


(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. RANCANGAN PROTOTIPE

1. Rancangan Struktural

Gambar detail dari prototipe mesin pengering tipe silinder berputar ini dapat

dilihat pada Lampiran 15. Bagian-bagian dari mesin terdiri dari rangka mesin,

silinder, poros pemutar, motor listrik,

gear box

, cerobong, pemanas listrik, kipas

sentrifugal, puli, dan sabuk puli.

Rangka mesin terbuat dari besi siku dan besi segi empat supaya kuat dan

kokoh untuk menyangga beban yang berasal dari silinder dan bahan yang akan

dikeringkan. Poros pemutar terbuat dari besi silinder pejal dengan diameter 2.5 cm.

Bahan ini dipilih supaya poros mampu untuk memutar silinder baik dalam keadaan

kosong maupun dalam keadaan isi. Silinder terbuat dari plat besi berlubang dengan

penutup silinder kanan dan kiri terbuat dari polikarbonat. Plat besi berlubang berguna

untuk proses aliran udara masuk dan keluar. Penutup silinder yang transparan dapat

digunakan untuk melihat proses pemutaran dan pencampuran bahan. Silinder

berdiameter sebesar 70 cm dan panjang 60 cm. Bagian dalam silinder dapat dilihat

seperti pada Gambar 4. Silinder tersebut dilengkapi dengan pintu-pintu yang terbuat

dari bahan yang sama. Cerobong terbuat dari pipa besi dengan diameter dalamnya

sebesar 10 cm serta di dalamnya terdapat pemanas listrik dengan daya 2500 W.

Cerobong ini menyatu dengan silinder di bagian porosnya.

Pemilihan daya disesuaikan dengan kapasitas bahan yang mampu

dikeringkan. Puli yang digunakan terbuat dari besi alloy. Pemilihan ukuran diameter

puli disesuaikan dengan kecepatan putaran (rpm) yang dibutuhkan untuk memutar

silinder. Pada penelitian ini digunakan dua puli berdiameter 5 cm dan dua puli

berdiameter 20 cm. Sabuk puli yang digunakan berbentuk v sebanyak dua buah

dengan bahan terbuat dari karet. Motor listrik sebagai penyalur daya mempunyai daya

1.2 HP dan mempunyai putaran 1400 per menit serta g

ear box

yang mempunyai rasio

putaran sebesar 1:20. Kipas yang digunakan adalah tipe kipas sentrifugal dengan daya

90 W.


(45)

2. Rancangan Fungsional

Rancangan fungsional berhubungan dengan fungsi dari bagian-bagian dari

mesin pengering. Rangka mesin berfungsi untuk menyangga dan memperkokoh

bagian-bagian mesin yang lainnya selain itu juga digunakan untuk menyangga beban

dari bahan yang dikeringkan. Poros pemutar berfungsi untuk memutar silinder selain

itu berfungsi sebagai pusat beban dari silinder. Silinder digunakan sebagai ruang

pengering dan tempat untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Bentuk ruang

pengering yang silinder ini memudahkan dalam proses pemutaran. Cerobong

digunakan sebagai ruang aliran udara pengeringan selain itu juga digunakan sebagai

ruang pemanas listrik. Pemanas listrik sendiri berfungsi sebagai penyedia sumber

panas utama pada proses pengeringan. Kipas sentrifugal digunakan untuk mengambil

udara lingkungan yang digunakan sebagai udara pengering serta mengalirkannya ke

bahan yang dikeringkan.

Motor listrik berfungsi sebagai penghasil daya mekanik untuk pemutaran

silinder pada proses pencampuran bahan.

Gear box

digunakan sebagai pengecil

putaran yang dihasilkan oleh motor listrik. Penyalur daya dari motor listrik ke

gear

box

dan dari

gear box

ke poros pemutar digunakan sabuk puli yang tertambat pada

puli.

B. PROTOTIPE MESIN PENGERING

Prototipe mesin pengering hasil rancangan dapat dilihat seperti pada Gambar

3. Prototipe ini dirancang untuk proses pengeringan jagung terutama pada proses

keseragaman kadar air dan kebutuhan daya pemutarannya. Proses pencampuran

bahan digunakan untuk melihat keseragaman kadar air.

Bagian dalam dari prototipe ini dapat dilihat seperti pada Gambar 4.

Pintu-pintu yang terdapat pada bagian dalam mesin pengering tersebut berfungsi untuk

mengatur aliran bahan pada saat diputar. Selain itu juga berfungsi untuk menahan

beban kejut akibat jatuhan bahan pada saat diputar sehingga daya yang dibutuhkan

menjadi tidak terlalu tinggi. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang

diputar dapat dilihat seperti pada Gambar 11.


(46)

27

Gambar 11. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar

Keterangan :

: Terisi oleh bahan

: Kosong (tidak terisi oleh bahan)

Operasi prototipe mesin pengering dilakukan untuk mengetahui kinerja awal

mesin pengering terhadap kesesuaian kinerja alat dengan rencana awal. Adapun

hal-hal yang diamati dalam penelitian pendahuluan ini adalah proses buka-tutup

pintu-pintu, kapasitas mesin yang sesuai (pembebanan), dan daya yang digunakan untuk

pemutaran. Modifikasi sederhana akan dilakukan apabila terdapat beberapa

kekurangan terhadap kinerja mesin sehingga kinerja pengering mesin ini bisa

maksimal.

Proses buka-tutup pintu dan aliran bahan pada rencana awal dapat dilihat

seperti pada Gambar 11. Hasil yang diperoleh pada saat operasi prototipe berlangsung

yaitu pada saat kondisi mesin dengan kapasitas penuh, proses buka-tutup pintu tidak

dapat terjadi seperti rencana awal. Bahan yang terlalu banyak akan menghalangi pintu

untuk membuka atau menutup, sehingga ada sebagian bahan yang sama sekali tidak

dapat berpindah. Pada kondisi mesin dengan kapasitas setengah isi, proses buka-tutup

pintu hanya dapat berlangsung sementara sebelum akhirnya terjadi slip pada poros


(47)

penggerak silinder berputar. Terjadinya slip diduga sebagai akibat dari penyebaran

beban yang kurang merata karena penempatan pusat beban yang tidak sesuai.

Sementara pada saat keadaan kosong (tanpa beban), proses yang diharapkan dapat

terjadi.

Beban yang dimasukkan ke dalam ruang pengering sangat mempengaruhi

kebutuhan daya untuk proses pengadukan. Pada operasi prototipe ini dilakukan

perlakuan berbeda terhadap dua beban, yaitu beban penuh dan beban setengah penuh.

Pada beban penuh, mesin dapat bekerja namun masih ada kekurangan pada proses

buka-tutup pintu dimana proses buka-tutup tidak terjadi secara sempurna. Pada beban

setengah penuh, mesin dapat bekerja beberapa saat dan setelah itu terjadi slip pada

poros penggerak silinder. Terjadinya slip ini diakibatkan penyebaran beban yang

kurang merata.

Daya dapat dilihat pada saat percobaan beban, dimana daya yang digunakan

untuk pemutaran akan tinggi apabila terjadi slip dan pada posisi tertentu daya yang

digunakan menjadi lebih tinggi. Keadaan ini diduga akibat penempatan posisi pusat

beban yang tidak merata.

Gambar 12. Bagian dalam mesin pengering setelah modifikasi

Modifikasi sederhana yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah

dengan membuka pintu G1 dan G2 serta menutup pintu G3. (Gambar 12.), selain itu

juga menambahkan G4 untuk menutup bagian tersebut. Pintu G1 dan G2 dibuka

G4

G1

G2 G3


(48)

29

bergerak lagi. Pintu G3 ditutup dengan menambahkan plat aluminium pada daun

pintu sehingga pintu G3 sama sekali tidak dapat terbuka. G4 ditambahkan untuk

menghalangi aliran bahan supaya tidak masuk ke bagian tengah silinder selain itu

juga berfungsi untuk menghalangi aliran udara yang melalui G4. Bagian tengah

antara G3 dan G4 hanya digunakan sebagai aliran udara pengering. Hasil ini mampu

mengatasi proses buka-tutup pintu, sehingga pintu tidak difungsikan. Beban yang

dimasukkan harus selalu penuh, sehingga akan mengurangi slip akibat kekurangan

beban dan mengurangi daya yang digunakan dalam pemutaran serta mengurangi

panas yang terbuang.

Pada proses pengeluaran bahan terjadi sedikit masalah yaitu bahan tidak bisa

keluar semua melalui pintu utama karena tersangkut pada pintu-pintu. Masalah ini

bisa diatasi dengan membuatkan pintu tambahan yang sejajar dengan pintu utama

(dapat dilihat pada Gambar 13.).

Gambar 13. Pintu tambahan untuk pengeluaran bahan

C. UJI KINERJA PENGERINGAN

1. Perubahan Suhu dan RH Lingkungan Terhadap Waktu Pengeringan

Suhu dan RH lingkungan selama percobaan terlihat seperti pada Gambar 14.

Suhu lingkungan selama percobaan masing-masing berkisar antara 28

o

C-36

o

C, 29

o

C-34

o

C, 32

o

C-34

o

C, dan 30

o

C-35

o

C (Lampiran 1-4) dengan nilai rata-rata

masing-masing adalah 34.6

o

C, 33.0

o

C, 33.0

o

C, dan 33.8

o

C. RH lingkungan yang tercatat


(49)

selama percobaan masing-masing adalah 81%-93%, 87%-93%, 87%, dan

75%-93% (Lampiran 1-4) dengan nilai rata-ratanya adalah 85%, 89%, 83%, dan 81%.

20 25 30 35 40 45 50

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

oC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

%

Suhu perc I Suhu perc II Suhu perc III Suhu perc IV RH perc I RH perc II RH perc III RH perc IV

Gambar 14. Suhu dan RH lingkungan selama percobaan

Fluktuasi suhu dan RH lingkungan sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar

seperti panas, mendung, dan hujan. Suhu dan RH lingkungan ini akan mempengaruhi

keadaan selanjutnya yaitu suhu dan RH udara masuk. Suhu rata-rata tertinggi terdapat

pada percobaan I, suhu rata-rata terendah dan RH tertinggi terdapat pada percobaan

II. Grafik suhu lingkungan pada keempat percobaan mempunyai kecenderungan naik

dan hampir mendekati konstan (Gambar 14.) Kecenderungan kenaikan suhu ini

kemungkinan dipengaruhi oleh udara outlet dari hasil pengeringan yang mempunyai

suhu lebih tinggi dibandingkan suhu udara. Pengaruh ini disebabkan karena titik

pengukuran suhu lingkungan dekat dengan outlet udara pengeringan.


(50)

31

32,2

31,4 30,4 30,8

34,6 33 33

33,8

85 89 83 81

Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV

Suhu bb (C) Suhu bk (C) RH (%)

Gambar 15. Perbandingan rata-rata suhu dan RH udara selama percobaan

Suhu rata-rata antar masing-masing percobaan tidak jauh berbeda. Selisih

suhu tertinggi sebesar 1.6

o

C yaitu antara percobaan I dengan Percobaan II dan III,

sedangkan selisih RH tertinggi sebesar 8% yaitu antara percobaan II dan percobaan

IV. Selisih suhu bola basah dan bola kering tertinggi terdapat pada percobaan IV

yaitu sebesar 3

o

C dan keadaan ini yang memungkinkan percobaan IV memiliki RH

yang paling rendah diantara percobaan yang lain.

2. Hubungan Suhu dan RH Udara Masuk, Suhu dan RH Ruang Pengering Serta

Suhu dan RH Udara Keluar Terhadap Waktu Pengeringan

Sebaran suhu udara masuk, suhu ruang, serta suhu udara keluar pada

masing-masing percobaan terlihat sangat fluktuatif (Gambar 16.)

.

Suhu udara masuk, suhu

ruang pengering, dan suhu udara keluar dipengaruhi oleh fluktuasi suhu udara

lingkungan. Hasil pengukuran terdapat pada Lampiran 1-4. Proses aliran udara

pemanas berlangsung sebagai berikut: udara lingkungan masuk disedot oleh kipas

sentrifugal melewati pemanas (udara dipanaskan oleh pemanas) kemudian dialirkan

ke ruang pengering, digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan dan

selanjutnya dialirkan ke luar (kembali ke lingkungan).


(51)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 30 60 90 120 150

m enit oC 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 %

T ud masuk RH ud masuk T pengering

RH pengering T ud keluar RH ud keluar

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 30 60 90 120 150

m enit oC 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 %

T ud masuk RH ud masuk T pengering

RH pengering T ud keluar RH ud keluar

(a)

Percobaan

I

(b)

Percobaan

II

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

m enit oC 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 %

T ud masuk RH ud masuk T pengering

RH pengering T ud keluar RH ud keluar

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 30 60 90 120 150 180

m enit oC 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 %

T ud masuk RH ud masuk T pengering

RH pengering T ud keluar RH ud keluar


(52)

33

Suhu udara masuk merupakan suhu udara lingkungan yang akan digunakan

sebagai udara pengeringan. Suhu udara masuk diperoleh dengan cara memanaskan

udara dengan pemanas (

heater

) dan digunakan sebagai udara pengering dengan

bantuan aliran dari kipas sentrifugal. Suhu udara masuk terlihat lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu ruang pengering maupun suhu udara keluar. Tingginya

nilai suhu udara masuk diakibatkan dekatnya titik pengukuran terhadap sumber panas

(

heater

). Jarak dari titik pengukuran suhu udara masuk dengan pemanas

memungkinkan terjadinya pindah panas secara konveksi dan radiasi (Gambar 6.).

Suhu yang tinggi dan RH yang rendah diharapkan mampu mengeringkan

bahan dalam waktu yang relatif singkat. RH udara yang rendah memungkinkan

terjadinya penguapan yang tinggi. Rata-rata suhu udara masuk ruang pengering pada

masing-masing percobaan adalah 61.0

o

C, 61.6

o

C, 73.7

o

C, dan 74.9

o

C (Gambar 16.)

dan rata-rata RH pada masing-masing percobaan adalah 23.8%, 40%, 44.5%, dan

49.6%. Suhu dan RH yang tinggi pada udara masuk inilah yang disebabkan oleh

pindah panas secara radiasi. RH udara masuk terendah terdapat pada percobaan I

yaitu 36.5% dengan perbedaan suhu bola basah dan bola kering sebesar 19.5

o

C.

Semakin rendah nilai RH maka kemampuan udara dalam menyerap uap air akan

semakin besar. Perbedaan nilai suhu dan RH pada masing-masing percobaan

dikarenakan tidak adanya kontrol suhu dari pemanas (termostat).

Suhu udara dalam ruang pengering sangat dipengaruhi suhu udara masuk.

Pada hasil pengukuran (Gambar 16.) terlihat bahwa suhu udara yang masuk di ruang

pengering terlihat masih tinggi ± 57

o

C. Panas yang hilang sebelum masuk ke ruang

pengering merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai suhu yang terukur pada

ruang pengering dibandingkan suhu udara masuknya. RH ruang pengering

mempunyai rata-rata 22%. Nilai RH yang rendah memungkinkan terjadi pengeringan

yang relatif cepat dimana nilai RH yang semakin rendah akan lebih banyak

menampung uap air.

Suhu udara keluar pada masing-masing percobaan selalu lebih rendah

dibandingkan suhu udara di ruang pengering. Berdasarkan aliran udara panas, udara

pengeringan kembali ke lingkungan (keluar) setelah melalui bahan. Udara yang


(53)

keluar dari ruang pengering merupakan udara pengeringan yang membawa uap air

hasil penguapan bahan yang dikeringkan. Suhu udara keluar pada masing-masing

percobaan berkisar antara 31

o

C-38

o

C, 30

o

C-39

o

C, 32

o

C-42

o

C, dan 34

o

C-54

o

C dengan

rata-rata sebesar 35.7

o

C, 35.7

o

C, 35.5

o

C, dan 45.9

o

C. Rata- rata suhu keluar pada

percobaan I, II, dan III tidak berbeda jauh, namun sangat berbeda dengan percobaan

IV. Rata-rata suhu udara keluar pada percobaan IV tinggi akibat jumlah bahan yang

dimasukkan lebih sedikit dan udara pengeringan lebih banyak yang keluar, sehingga

mempengaruhi tingginya nilai suhu udara keluar saat pengukuran. RH udara keluar

tertinggi selama percobaan terdapat pada percobaan II yaitu sebesar 80.8% dan RH

terendah terdapat pada percobaan IV sebesar 48.1%

3. Hubungan Suhu Bahan Terhadap Waktu Pengeringan

Suhu bahan diukur berdasarkan arah rambatan panas (radial) yaitu dari asal

sumber panas ke luar. Pengukuran suhu bahan dilakukan pada empat titik berdasarkan

arah radialnya dan pada kedalaman bahan yang sama (Gambar 5.). Penamaan titik

pengukuran pada Gambar 17. dan lampiran 1-4. disesuaikan pada titik pengukuran

pada Gambar 5.

Hubungan suhu terhadap waktu pengeringan pada masing-masing percobaan

terlihat semakin meningkat. Rata-rata suhu bahan pada masing- masing percobaan

yaitu 37.5

o

C, 33.9

o

C, 35.6

o

C, dan 37.0

o

C. Kisaran suhu bahan pada masing-masing

percobaan adalah 29.3

o

C-45.5

o

C, 26.2

o

C-38.9

o

C, 28

o

C-38.3

o

C, dan 30.2

o

C-40.5

o

C.

Kisaran suhu bahan tertinggi terdapat pada percobaan I sedangkan kisaran suhu

terendah terdapat pada percobaan III.

Adanya perbedaan suhu antar masing-masing titik pengukuran menunjukkan

bahwa suhu bahan hasil pengukuran tidak merata. Pada percobaan 2, 3, dan 4

(Gambar 17.) menunjukkan bahwa suhu bahan hampir menyebar merata, namun pada

percobaan 1 terlihat ada perbedaan. Penyebab yang memungkinkan terjadinya hal ini

adalah ujung sensor dari pengukur suhu bersentuhan dengan besi pada ruang

pengering. Posisi pengukuran pada Gambar 5. memungkinkan terjadinya hal ini.


(54)

35

25

30 35 40 45

0 30 60 90 120 150

m enit

oC

5 6 7 8

25 30 35 40 45

0 30 60 90 120 150

menit

oC

5 6 7 8

(a)

Percobaan

I

(b)

Percobaan

II

25 30 35 40 45

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

menit

oC

5 6 7 8

25 30 35 40 45

0 30 60 90 120 150 180

m enit

oC

5 6 7 8

(c)

Percobaan

III

(d)

Percobaan

IV


(55)

Rata-rata kisaran suhu bahan lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu

udara masuk maupun suhu ruang pengering. Hal ini diduga disebabkan adanya

kehilangan panas

melalui celah-celah sebelum udara masuk ke ruang pengering,

udara panas ke luar sebelum melalui bahan, dan panas yang terserap oleh besi

(rangka). Pada saat melewati bahan, laju udara pengeringan terhalang oleh tumpukan

bahan. Keadaan ini juga dapat menyebabkan perbedaan suhu antara titik-titik

pengukuran dan rendahnya suhu yang diterima oleh bahan.

Kehilangan panas akibat panas keluar sebelum melalui bahan dapat dikurangi

dengan melakukan proses penghentian pemutaran bahan, seperti pada Gambar 18.

Pada bagian gambar yang ditunjuk bahan yang digunakan tidak berlubang, sehingga

mampu mencegah terjadinya aliran udara melalui posisi ini.

Gambar 18. Tumpukan biji saat tidak diputar

4. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Waktu Pengeringan

Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan

kett moisture

tester

dan dikalibrasi dengan menggunakan

drying oven

. Hasil persamaan

kalibrasinya adalah y = 1.4066 x – 6.9807 dimana x = nilai KA hasil pengukuran

kett

moisture tester

(KMS) dan y = nilai KA hasil kalibrasi dengan

drying oven

. Hasil


(56)

37

10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 30 60 90 120 150

menit

% b

k

1 2 3 4 5

10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 30 60 90 120 150

menit

% b

k

1 2 3 4 5

(a) Percobaan 1

(b) Percobaan 2

10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

menit

% b

k

1 2 3 4 5

10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 30 60 90 120 150 180

menit

% b

k

1 2 3 4 5

(c) Percobaan 3

(d) Percobaan 4


(57)

Gambar 5. dan hasil pengukurannya pada Lampiran 6-9 Pengukuran dilakukan pada arah

radial dan arah memanjang sebanyak lima titik pengukuran. Pada percobaan I, pengeringan

berlangsung dari kadar air 19.39% bk sampai 13.57% bk, percobaan II berlangsung dari

kadar air 19.72% bk sampai 14.22% bk, percobaan III berlangsung dari kadar air 38.14%

bk sampai 19.39% bk, dan percobaan IV berlangsung dari kadar air 22.53% bk sampai

13.89% bk.

Berdasarkan Gambar 19. terlihat bahwa kadar air bahan hasil pengukuran pada tiap

percobaan hampir memiliki nilai yang sama. Hal ini ditunjukkan dari nilai garis-garis

dalam grafik yang kecenderungan selalu berdempetan. Berdasarkan hasil pengukuran dan

visualisasi dalam grafik dapat disimpulkan bahwa kadar air hasil pengeringan merata untuk

seluruh bahan yang dikeringkan. Jika dilihat dari Gambar 19., laju pengeringan yang terjadi

adalah laju pengeringan menurun dimana laju pengeringan konstan tidak dapat diamati.

5. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Suhu Bahan

Grafik kadar air terhadap waktu mempunyai pola menurun (Gambar 20.). Keadaan

ini disebabkan karena adanya proses pindah panas dan pindah massa selama pengeringan

berlangsung. Udara panas digunakan untuk menaikkan suhu bahan, karena adanya

perbedaan suhu antara ruang pengering dan bahan akan menyebabkan perbedaan tekanan

pada bahan dan ruang pengering. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan terjadinya

proses pindah massa (air) atau penguapan air bahan dari dalam bahan ke luar.

Hubungan antara kadar air bahan dengan suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 20.

Suhu bahan terlihat naik sedangkan kadar air mempunyai pola menurun. Kenaikan suhu

bahan tertinggi yang bisa dicapai adalah sama atau mendekati dengan suhu ruang. Laju

penurunan kadar air bahan masing-masing adalah 2.33 % bk/jam, 2.20 % bk/jam, 3.41 %

bk/jam, dan 2.88 % bk/jam, sedangkan laju kenaikan suhu bahan masing-masing adalah

3.83

o

C/jam, 4.39

o

C/jam, 1.81

o

C/jam, dan 3.13

o

C/jam.


(58)

39

25.00 27.00 29.00 31.00 33.00 35.00 37.00 39.00 41.00

0 30 60 90 120 150

m enit oC 13.00 18.00 23.00 28.00 33.00 38.00 % b k

T bahan KA bahan

25.00 27.00 29.00 31.00 33.00 35.00 37.00 39.00 41.00

0 30 60 90 120 150

menit oC 13.00 18.00 23.00 28.00 33.00 38.00 % b k

T bahan KA bahan

(a)

Percobaan

I

(b)

Percobaan

II

25.00 27.00 29.00 31.00 33.00 35.00 37.00 39.00 41.00

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

m enit oC 13.00 18.00 23.00 28.00 33.00 38.00 % b k

T bahan KA bahan

25.00 27.00 29.00 31.00 33.00 35.00 37.00 39.00 41.00

0 30 60 90 120 150 180

menit oC 13.00 18.00 23.00 28.00 33.00 38.00 % b k

T bahan KA bahan

(c)

Percobaan

III

(d)

Percobaan

IV


(1)

Lampiran 10. Lanjutan

VI. Persentase pencampuran bahan setelah 25 putaran

kanan kiri

kuning merah kuning merah rata-rata

biji % kg % biji % kg % biji % kg % biji % kg % kuning merah

dalam 203 67,00 48,4 65,05 100 33,00 26,00 34,95 179 64,62 44,90 63,42 98 35,38 25,90 36,58 65,81 34,19

tengah 193 66,78 19,4 45,33 96 33,22 23,40 54,67 134 62,62 34,20 62,18 80 37,38 20,80 37,82 64,70 35,30

luar 173 60,70 37,9 57,08 112 39,30 28,50 42,92 164 51,90 39,60 61,78 152 48,10 24,50 38,22 56,30 43,70


(2)

Lampiran 11. Contoh perhitungan performansi teknik percobaan I

a. Energi pemanas udara

Daya (P) = 10.5 x 218 = 2289 W Lama penggunaan (t) = 2.5 jam Q1 = 3.6 x 2289 x 2.5 = 20.601 MJ

b. Panas untuk menaikkan suhu produk

CPb = 0.0837 + 0.034 (15.69) = 1.37046 kJ/kgoC

Q2 = 95 x 1.37046 x (56.8-39.08) = 2.30703 MJ

c. Energi total pengeringan

qu = 8.13 m/s x 0.00785 m2 = 0.063821 m3/s

Qtp = (151.11 107.17) 3600 2.5

914 . 0 063821 .

0 × × ×

= 27.61319 MJ

d. Panas yang diterima udara pengering Cpu = 1.006 kJ/kg oC

Q3 = 1.006 (56.8 34.6) 3600 2.5

914 . 0 063821 . 0 × × − ×

× = 14.03484 MJ

e. Panas penguapan produk

Q4 = Qtp – (Q2 + Q3) = 27613.19 – (2307.03 + 14034.84) = 11.27132 MJ

f. Energi pengeringan bahan

Qp = Q2 + Q4 = 2307.03 + 11271.32 kJ = 13.57835 MJ

g. Energi listrik - Motor listrik

P = 516.66 W


(3)

- Q5 = 2.32858 MJ

h. Energi total masuk sitem Qt = Q1 + Q5 = 22.92958 MJ

i. Konsumsi energi spesifik KES = Qt/mu

mu (massa uap) = 4.6 kg KES = 4.98 MJ/kg uap air

j. Konsumsi energi panas spesifik KPS = Q1/mu = 4.48 MJ/kg uap air

k. Konsumsi energi mekanik spesifik KMS = Q5a/mu = 0.33 MJ/kg uap air

l. Efisiensi termal

ηtermal = (Q3/Q1) x 100% = 68.13%

Lampiran 12. Komposisi pemanfaatan energi listrik tiap percobaan

90%

7% 3%


(4)

Lampiran 13. Gambar-gambar peralatan untuk pengujian yang digunakan selama percobaan

a. Timbangan digital b. Timbangan analog

c. Multimeter digital d. Anemometer


(5)

(6)

3 4 5 6 5 6 7 8 2 1 3 4 II f e d a b a c d e f B B poros ruang pengering sabuk puli 2 sabuk puli

batas pengisian bahan ruang kosong 6 7 8 9 10 11 12 I III IV V c b A C kipas sentrifugal pemanas Gear box motor listrik Clampmeter cerobong udara p 1 ruang udara pengering ruang bahan

keterangan lokasi pengukuran/pengambilan sampel: 1 = suhu bb udara masuk

2 = suhu bk udara masuk 3 = suhu bb udara ruang pengering 4 = suhu bk udara ruang pengering 5 = suhu bahan 1 6 = suhu bahan 2 7 = suhu bahan 3

9 = suhu bb udara keluar 10 = suhu bk udara keluar 11 = suhu bb udara lingkungan 12 = suhu bk udara lingkungan I = kadar air bahan 1 II = kadar air bahan 2 III = kadar air bahan 3

V = kadar air bahan 5 a = pencampuran dalam 1 b = pencampuran tengah 1 c = pencampuran luar 1 d = pencampuran dalam 2 e = pencampuran tengah 2 f = pencampuran luar 2

B = kecepatan udara di ruang pengering C = kecepatan udara keluar