Seleksi Domba Garut Pejantan di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika) Berdasarkan Ukuran-ukuran Tubuh

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN
TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA
REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)
BERDASARKAN UKURAN-UKURAN
TUBUH

SKRIPSI
LISLIS TRISLAWATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN
TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA
REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)
BERDASARKAN UKURAN-UKURAN
TUBUH

LISLIS TRISLAWATI

D14101053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

SELEKSI DOMBA GARUT PEJANTAN DI PETERNAKAN
TERNAK DOMBA SEHAT DOMPET DHUAFA
REPUBLIKA (TDS – DD REPUBLIKA)
BERDASARKAN UKURAN-UKURAN
TUBUH

Oleh:
LISLIS TRISLAWATI

D14101053

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Mei 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradarya
NIP: 130 422 710

Ir. Sri Rahayu, M.Si.
NIP: 131 667 775

Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc.
NIP: 131 624 188


RINGKASAN
Lislis Trislawati. D14101053. 2006. Seleksi Domba Garut Pejantan di
Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD
Republika) Berdasarkan Ukuran-Ukuran Tubuh. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradarya
: Ir. Sri Rahayu, M.Si.

Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang sangat potensial
untuk dikembangkan, sudah lama dikenal dan menyebar luas hampir diseluruh dunia.
Di Indonesia domba sudah lama diternakkan terutama di pedesaan yang sebagian
besar diusahakan oleh peternak kecil dan hanya dilakukan sebagai usaha sampingan
dengan teknik pemeliharaan yang masih tradisional. Hasil usaha peternakan domba
sangat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga. Seleksi
merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit yang dapat
menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Seleksi dapat dilakukan melalui

pengamatan dan pengukuran exterior ternak (fenotip). Ukuran-ukuran tubuh dapat
digunakan dalam kegiatan seleksi sehingga memudahkan peternak untuk menduga
bobot badan terutama apabila alat timbangan tidak tersedia dan tidak praktis.
Suatu penelitian mengenai seleksi domba pejantan telah dilaksanakan di
Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika),
Kampung Wangunjaya, Desa Pasirbuncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2005 sampai dengan Mei 2005.
Penelitian bertujuan untuk melakukan seleksi terhadap domba Garut pejantan
berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya (panjang badan, lingkar dada, lebar dada, lebar
panggul dan tinggi pundak). Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 21
ekor domba Garut pejantan umur I4, 4 ekor domba Garut induk umur I1, 15 ekor I2,
39 ekor I3 dan 207 ekor I4. Anak jantan sebanyak 248 ekor dan 236 ekor anak betina.
Data ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan, induk, anak jantan dan
anak betina dikelompokkan berdasarkan umur kemudian dianalisis dengan cara
mencari rataan ( X ) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan ( X ) dan standar
deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi
empat kelas yaitu: kelas 1 kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh
diatas rataan ( X ) ditambah standar deviasi (s) {x > ( X + s)}; kelas 2 kelompok
ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan ( X ) sampai dengan
rataan ditambah standar deviasi { X < x < ( X + s)}; kelas 3 kelompok ternak domba

yang mempunyai ukuran tubuh antara rataan dikurangi standar deviasi sampai
dengan rataan {( X – s) < x < X }; kelas 4 kelompok ternak domba yang mempunyai
ukuran tubuh dibawah rataan dikurangi standar deviasi { x < ( X – s) }.
Pejantan yang termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan
ukuran-ukuran tubuhnya ada 4 ekor yaitu Jaba, Lipur, Kombet dan Jawara.
Berdasarkan persentase rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh anak jantan,
pejantan yang paling banyak menghasilkan anak jantan yang termasuk kedalam kelas
1 yaitu pejantan Guruh dan Jawara. Pejantan yang paling banyak menghasilkan anak
betina yang termasuk kedalam kelas 1 yaitu pejantan Jawara.

i

Pejantan Jawara merupakan pejantan yang unggul karena pejantan tersebut
termasuk kedalam kelas 1 berdasarkan rataan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh
domba Garut pejantan dan merupakan pejantan yang menghasilkan anak jantan dan
anak betina yang paling banyak termasuk kedalam kelas 1. Dalam penelitian ini
ukuran tubuh yang dapat dipakai sebagai pedoman seleksi adalah lingkar dada.
Kata-kata kunci: domba Garut, seleksi, panjang badan, lingkar dada, lebar dada,
lebar panggul dan tinggi pundak


ii

ABSTRACT
The Selection of Ram Garut Sheep Based on Body Frame in Farm Ternak
Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS- DD Republika)
Trislawati, L., T.R. Wiradarya, and S. Rahayu
Among Indonesian native sheep, Garut sheep has the largest body frame, therefore it
is considered to be the most superior strain. It is usually crossed to other native sheep
strains to up-grade the body weight and body frame of their progeny. Therefore, it is
important to maintain the superiority of the Garut sheep. This can be achieved by
selection for the highest body frame. The body frame can be observed by examining
the linear body measurements, such as heart girth, body length, height, chest wide
and hipe wide. Therefore, the research was conducted at “Ternak Domba Sehat”
farm which raised Garut sheep. The linear body measurements of 21 rams, 265 ewes,
248 ram lambs, and 236 ewe lambs were recorded. The result indicated that the
average (or range) of heart girth, body length, height, chest wide and hipe wide (in
cm) of the I4 ram were 85,76 + 3,66; 71,19 + 6,08; 73,62 + 3,17; 17,52 + 0,98; and
16,69 + 0,75 respectively; of the I4 ewe were 75,60 + 5,50; 64,39 + 4,39; 65,60 +
4,21; 13,75 + 2,42; and 15,23 + 1,96 respectively; of the weaning ram lamb (age 4
month) were 47,03 up to 61,84; 43,42 up to 54,04; 46,25 up to 57,15; 8,83 up to

13,39; and 9,90 up to 13,02 respectively; and of the weaning ewe lamb (age 4 month)
46,63 up to 57,44; 41,77 up to 50,53; 44,20 up to 52,20; 9,45 up to 12,26; and 10,05
up to 12,95 respectively. The coeficient of variation of the I4 ram body measurements
were 29,03 up to 40,89%. The body measurements were than group into 4 classes,
the classes were > ( X + s); X < to < ( X + s); ( X – s) < to < X ; and < ( X – s). The
rams which were going to be selected as breeder were the rams which have body
measurements > ( X + s). The result of this study indicated that 9% of the rams was
consider as prospective best breeder.
Keywords : Garut sheep, selection, heart girth, body length, height, chest wide, hip wide.

iii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1982 di Sukabumi Jawa Barat.
Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak U. Saepudin dan
Ibu I. Muniroh.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Tangkil 2 Nagrak,
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1
Cicurug dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di
SMUN 1 Cicurug.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi
Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.

iv

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Seleksi Domba Garut Pejantan Di
Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika (TDS-DD Republika
Berdasarkan Ukuran-ukuran Tubuh”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan ummatnya.
Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit
yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan, seleksi dapat dilakukan
melalui pengamatan dan pengukuran exterior ternak.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat Penulis harapkan
untuk perbaikan tulisan ini selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.


Bogor, Juni 2006

Penulis

v

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................

i

ABSTRACT......................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................

iv


KATA PENGANTAR ......................................................................................

v

DAFTAR ISI.....................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

x

PENDAHULUAN ............................................................................................


1

Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ...................................................................................................
Manfaat .................................................................................................

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................

3

Klasifikasi Domba ................................................................................
Domba Garut.........................................................................................
Asal-usul Domba Garut ............................................................
Karakteristik Domba Garut .......................................................
Seleksi ...................................................................................................
Pemilihan Bibit .....................................................................................
Ukuran-ukuran Tubuh...........................................................................

3
3
3
4
6
8
12

MATERI DAN METODE PENELITIAN .......................................................

13

Lokasi dan Waktu .................................................................................
Materi ....................................................................................................
Ternak .......................................................................................
Peralatan....................................................................................
Metode ..................................................................................................
Analisis Data .........................................................................................

13
13
13
13
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................

16

Keadaan Umum Lokasi ........................................................................
Ukuran-ukuran Tubuh Domba Pejantan pada Umur I4 ........................

16
16

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan
Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh .........................................

17

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan
Pengkelasan Masing-masing Ukuran Tubuh ........................................

19

vi

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan
Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan.....................

21

Seleksi Domba Garut Pejantan pada Umur I4 Berdasarkan
Rataan Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina ....................

22

Seleksi Domba Garut Pejantan Kelas 1 Berdasarkan Pengkelasan
Anak Jantan dan Anak Betina ...............................................................

24

Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2, I3
dan I4 .....................................................................................................

28

Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Induk .............................................

31

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................

32

Kesimpulan ...........................................................................................
Saran .....................................................................................................

32
33

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

35

LAMPIRAN......................................................................................................

37

vii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Cara Menentukan Umur Domba Berdasarkan Gigi Seri Tetap ............

13

2. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur I4 ..

16

3. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada
Umur I4 ...............................................................................................

17

4. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Pejantan pada Umur
I4 Berdasarkan Pengkelasan ..................................................................

19

5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan Berdasarkan Pejantan
pada Masing-masing Kelas (%) ............................................................

21

6. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina Berdasarkan Pejantan
pada Masing-masing Kelas (%) ............................................................

23

7. Proporsi Kelas Panjang Badan Anak Jantan dan Anak Betina pada
Pejantan yang Memiliki Kelas Panjang Badan 1 (%) ..........................

24

8. Proporsi Kelas Lingkar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada
Pejantan yang Memiliki Kelas Lingkar Dada 1 (%) ............................

25

9. Proporsi Kelas Lebar Dada Anak Jantan dan Anak Betina pada
Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Dada 1 (%) ...............................

26

. 10. Proporsi Kelas Lebar Panggul Anak Jantan dan Anak Betina pada
Pejantan yang Memiliki Kelas Lebar Panggul 1 (%) ..........................

27

. 11. Proporsi Kelas Tinggi Pundak Anak Jantan dan Anak Betina pada
Pejantan yang Memiliki Kelas Tinggi Pundak 1 (%) .........................

27

12. Rataan Ukuran–ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur I1, I2,
I3 dan I4 ...............................................................................................

28

13. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Domba Garut Induk pada Umur
I1, I2, I3 dan I4 Berdasarkan Pengkelasan (%).......................................

30

14. Koofesien Keragaman Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Induk
pada Tingkat Umur yang Berbeda ........................................................

31

viii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Domba Penelitian ........................

15

2. Domba Garut Pejantan ..........................................................................

18

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

.

Halaman

1. Kriteria Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Pejantan pada Umur I4....

38

2. Kriteria Pengkelasan Panjang Badan Anak Jantan pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

38

3. Kriteria Pengkelasan Lingkar Dada Anak Jantan pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

39

4. Kriteria Pengkelasan Lebar Dada Anak Jantan pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

40

5. Kriteria Pengkelasan Lebar Panggul Anak Jantan pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

41

6. Kriteria Pengkelasan Tinggi Pundak Anak Jantan pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

42

7. Kriteria Pengkelasan Panjang Badan Anak Betina pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

43

8. Kriteria Pengkelasan Lingkar Dada Anak Betina pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

44

9. Kriteria Pengkelasan Lebar Dada Anak Betina pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

45

10. Kriteria Pengkelasan Lebar Panggul Anak Betina pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

46

11. Kriteria Pengkelasan Tinggi Pundak Anak Betina pada Umur yang
Berbeda .................................................................................................

47

12. Kriteria Pengkelasan Ukuran-ukuran Tubuh Induk pada Umur I1,
I2, I3 dan I4 .............................................................................................

48

13. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk
Kedalam Kelas 1{ x > ( X + s) } ............................................................

49

14. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk
Kedalam Kelas 2 { X < x < ( X + s) }. .....................................................

50

15. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk
Kedalam Kelas 3 {( X - s) < x < X } .......................................................

51

16. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Jantan yang Termasuk
Kedalam Kelas 4 { x < ( X - s) } .............................................................

52

17. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk
Kedalam Kelas 1{ x > ( X + s) } .............................................................

53

18. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk
Kedalam Kelas 2 { X < x < ( X + s) }. .....................................................

54

x

19. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk
Kedalam Kelas 3 {( X - s) < x < X } .......................................................

55

20. Frekuensi Ukuran-ukuran Tubuh Anak Betina yang Termasuk
Kedalam Kelas 4 { x < ( X - s) } .............................................................

56

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang sangat potensial
untuk dikembangkan, sudah lama dikenal dan menyebar luas hampir diseluruh dunia.
Di Indonesia domba sudah lama diternakkan terutama di pedesaan yang sebagian
besar diusahakan oleh peternak kecil dan hanya dilakukan sebagai usaha sampingan
dengan teknik pemeliharaan yang masih tradisional. Hasil usaha peternakan domba
sangat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga.
Domba Garut sangat potensial dijadikan bibit karena domba Garut memiliki
potensi genetik yang baik, telah lama beradaptasi dengan lingkungan, sifatnya yang
prolifik dan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari domba lokal. Tujuan
produksi ternak domba yaitu menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi masyarakat, khususnya yang bersumber dari protein hewani. Ternak
domba merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi sebagai penghasil
daging terbesar setelah kambing dan ayam terutama didaerah pedesaan.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak domba, pemilihan bibit yang
unggul merupakan salah satu faktor yang sangat penting, disamping faktor-faktor
lain seperti penanganan tatalaksana, penyediaan pakan, penanganan penyakit dan
pemasaran hasil ternak.
Seleksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pemilihan bibit
yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Seleksi dapat
dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran exterior ternak (fenotip). Ukuranukuran tubuh dapat digunakan dalam kegiatan seleksi sehingga memudahkan
peternak untuk menduga bobot badan terutama apabila alat timbangan tidak tersedia
dan tidak praktis.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan seleksi terhadap domba Garut
pejantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuhnya (panjang badan, lingkar dada, lebar
dada, lebar panggul dan tinggi pundak).

1

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi hasil seleksi domba
Garut pejantan bibit berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuhnya dan
berdasarkan pengkelasan ukuran-ukuran tubuh keturunannya (anak jantan dan anak
betina).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Domba
Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang
berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries
(Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa
semua domba mempunyai karakteristik yang sama sehingga diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia (hewan)

Phylum

: Chordata (hewan bertulang belakang)

Class

: Mammalia (hewan menyusui)

Ordo

: Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Family

: Bovidae (memamah biak)

Genus

: Ovis (domba)

Spesies

: Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di kawasan
Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang
berpenampang segi tiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba
jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba betina.
Domba Garut
Asal-usul Domba Garut
Domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan antara tiga
bangsa yaitu domba Lokal, domba Merino dan domba Kaapstad yang berasal dari
Afrika. Asal-usul mengenai domba Priangan yang dilaporkan Merkens dan Soemirat
(1926), tersebut adalah berdasarkan telaah laporan sejak tahun 1778. Keberadaan
domba Kaapstad tidak diketahui asal-usulnya, tetapi ada kaitannya dengan pedagang
Arab dan Persia ke Indonesia, demikian pula mengenai domba pribumi atau domba
liar.
Persilangan diperkirakan terjadi sejak tahun 1864, ketika pemerintah Hindia
Belanda mengimpor domba Merino dari Australia. Domba Merino ini dipelihara
oleh K. F. Holl di tanah pertaniannya di daerah Garut. Kemudian pada tahun 1886

3

K. F. Holl menyebarluaskan beberapa ekor domba yang dimilikinya kepada petani
peternak di sekitarnya, juga kepada Van Nispen dan Bupati Limbangan. Pemberian
domba ini dilakukan pula terhadap tokoh pribumi di Garut dan Tarogong, serta
kepada orang-orang Eropa yang ada di Sumedang dan Bandung. Dengan
didatangkannya domba Merino tersebut, maka secara tidak langsung pada saat itu
telah terjadi persilangan antara domba Merino, Kaapstad dan domba Lokal.
Domba Garut merupakan rumpun domba tersendiri dan banyak dijumpai di
daerah Jawa Barat terutama di daerah Garut. Dari daerah ini menyebar ke daerah
Priangan dan daerah lainnya di Jawa Barat. Domba Garut sering juga dinamakan
domba Priangan (Triwulaningsih et al., 1981). Menurut Atmadilaga (1958), domba
Garut yang ada sekarang telah menjadi satu bangsa karena seleksi selama bertahuntahun dan adaptasinya terhadap lingkungan terutama di daerah Priangan.
Karakteristik Domba Garut
Domba Garut jantan bertanduk besar, melengkung ke belakang dan berbentuk
spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, bobot badan jantan dewasa 6080 kg dan tinggi pundak 75 cm sedangkan bobot badan betina dewasa 30–40 kg dan
tinggi pundak 62 cm, bentuk tubuh semakin ke belakang semakin pendek (Merkens
dan Soemirat, 1926). Ciri-ciri domba Priangan menurut Sugeng dan Sudarmono
(2003) adalah berbadan besar dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan
sebagai domba aduan. Domba jantan memiliki tanduk besar dan melengkung ke
belakang berbentuk spiral. Bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu
sedangkan betina tidak bertanduk. Bulu lebih panjang daripada domba asli. Warna
bulu beragam, ada yang putih, hitam dan cokelat atau warna campuran.
Ciri khas domba Priangan menurut Sumoprastowo (1993) ialah mempunyai
daun telinga yang kecil, kuat dan agak meruncing, atau ada yang tidak mempunyai
daun telinga sama sekali. Mulliadi (1996) menyatakan, bahwa tipe telinga domba
Priangan berdasarkan ukuran panjangnya, terdapat tiga tipe telinga, yaitu telinga
kecil atau rumpung dengan panjang kurang dari 4 cm; telinga sedang atau ngadaun
hiris dengan panjang 5-8 cm dan telinga besar atau rubak yang panjangnya lebih
dari 9 cm.

4

Bentuk ekor domba Priangan kelihatan lebar pada dasar ekor dan ke ujung
mengecil, dasar ekor sebagai tempat pembentuk lemak juga pada bagian pinggang
(Merkens dan Soemirat, 1926). Bentuk ekor menurut Sumoprastowo (1993) ada yang
berbentuk sedang, agak lebar dan kuat. Warnanya bermacam-macam dari putih,
hitam, coklat atau warna campuran. Diwyanto (1982) menyatakan bahwa bentuk
ekor dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan lebar ekornya yaitu tipe ekor
tipis dengan lebar kurang dari 4 cm; tipe ekor sedang dengan lebar antara 5-8 cm dan
tipe ekor gemuk dengan lebar diatas 9 cm.
Diwyanto (1982) menjelaskan bahwa bobot badan pada domba Priangan
dewasa dapat mencapai 46-53 kg untuk jantan dan 23-30 kg untuk betina. Sedangkan
untuk ukuran-ukuran tubuh domba Priangan jantan dewasa seperti tinggi pundak
antara 60-72 cm, tinggi pinggang antara 61-71 cm, panjang badan antara 55-65 cm,
lingkar dada antara 66-86 cm, dalam dada antara 25-32 cm, lebar dada antara 13-18
cm, lebar panggul antara 16-21 cm dan lingkar pipa/kanon 7-9 cm. Ukuran-ukuran
tubuh domba Priangan betina dewasa seperti tinggi pundak antara 58-63 cm, tinggi
pinggang antara 59-64 cm, panjang badan antara 51-57 cm, lingkar dada 65 cm,
dalam dada antara 24-28 cm, lebar dada antara 13-16 cm, lebar panggul antara 15-19
cm dan lingkar pipa/kanon 6-7 cm. Domba Priangan mempunyai bentuk muka
bagian atas lebar, pendek, sedikit cembung, kelopak mata agak menonjol, mata kecil
jernih, lubang hidung lebar (Merkens dan Soemirat, 1926).
Menurut Triwulaningsih et al., (1981), dalam perkembangannya di daerah
Garut sendiri ternyata terdapat dua tujuan pemeliharaan domba yang berbeda yaitu
pemeliharaan yang diarahkan untuk tujuan tangkas dan pemeliharaan untuk produksi
daging. Domba tangkas yang lebih dikenal dengan nama domba Garut, dipelihara
dengan tujuan khusus untuk memperoleh domba aduan (Natasasmita et al., 1986).
Ciri-ciri umum domba tangkas menurut Budinuryanto (1991) adalah bibir lebar,besar
dan tebal, hidung besar dengan lubang hidung yang lebar, mata besar dan tajam,
tanduk besar, kuat dan kokoh pada jantan; betina tidak bertanduk; telinga pendek,
leher besar, kuat dan pendek, bentuk tubuh panjang dan bulat dengan bagian dada
besar, lebar, kuat dan tidak meruncing, tinggi pundak lebih tinggi dari bagian
belakang, kaki besar, pendek dan kuat, bentuk ekor lebar pada jantan dan sedang
pada betina; warna tubuh utama hitam (Diwyanto, 1982).

5

Bentuk tubuh domba tangkas menurut Mulliadi (1996), berbeda dibandingkan
tipe domba lainnya, diantaranya garis muka cembung, bentuk muka normal, tipe
telinga kecil (rumpung) dengan panjang kurang dari empat cm dengan posisi tegak
ke samping. Jantan memiliki tanduk kokoh dan kuat. Betina tidak bertanduk
(rudimenter). Garis punggung cekung pada jantan dan lurus pada betina, bagian
depan (pundak) lebih tinggi dari bagian belakang, bentuk ekor gemuk (lebar) pada
jantan dan sedang pada betina, bagian dada (lingkar, dalam dan lebar dada)
berukuran lebih besar, pola warna tubuh hitam atau kombinasi dengan hitam.
Domba pedaging merupakan tipe domba yang terbentuk karena dipelihara
dengan tujuan khusus untuk memproduksi daging (Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri
umum domba pedaging menurut Mulliadi (1996) adalah garis muka cembung,
bentuk mata normal, bentuk telinga lebar (rubak), panjang lebih dari sembilan cm
dengan posisi menggantung ke bawah, bertanduk untuk jantan meski tidak sebesar
pada domba tangkas dan tidak bertanduk pada domba betina, garis punggung lurus
dan tipe ekor sedang serta bagian belakang (paha dan kelangkang) lebih besar dan
warna tubuh utama putih (Diwyanto, 1982).
Seleksi
Terdapat dua macam seleksi yaitu seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi
alam adalah seleksi yang ditentukan oleh alam sedangkan seleksi buatan adalah bila
pengamatan atau penentuan dilakukan oleh manusia (Martojo, 1992). Seleksi buatan
dilakukan terhadap suatu tujuan atau sasaran tertentu untuk memenuhi kebutuhan
manusia (Pane, 1986).
Seleksi dalam pemuliaan ternak menunjukkan keputusan yang diambil oleh
para pemulia pada tiap generasi untuk menentukan ternak mana yang akan dipilih
sebagai tetua pada generasi berikutnya dan mana yang akan disisihkan sehingga tidak
memberikan keturunan, kemudian menentukan apakah beberapa dari individuindividu yang terpilih akan dibiarkan mempunyai beberapa keturunan saja. Fungsi
seleksi adalah mengubah frekuensi gen. Seleksi sebagai kekuatan untuk mengubah
frekuensi gen yang mengatur beberapa sifat kualitatif dan juga kuantitatif yang
dipengaruhi oleh banyak gen dimana pengaruh dari masing-masing gen biasanya
tidak dapat dilihat (Warwick et al. 1995). Seleksi domba menurut Sugeng dan

6

Sudarmono (2003) berarti memilih ternak domba, baik jantan maupun betina yang
memiliki kualitas dan penampilan yang bagus sebagai bibit.
Seleksi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternakternak tertentu bereproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan
bereproduksi (Noor, 2000). Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang
diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan. Terdapat dua
kekuatan yang menentukan apakah ternak pada generasi tertentu bisa menjadi tetua
pada generasi selanjutnya, yaitu seleksi alam dan buatan. Seleksi alam meliputi
kekuatan-kekuatan alam yang menentukan ternak-ternak akan bereproduksi dan
menghasilkan keturunan untuk melanjutkan proses reproduksi. Ternak yang dapat
beradaptasi dengan lingkungannya dan bisa bertahan hidup adalah ternak-ternak
yang memiliki peluang lebih besar untuk bereproduksi. Kemampuan ternak untuk
bertahan hidup dipengaruhi oleh faktor genetik. Pada umumnya perubahan yang
disebabkan oleh seleksi alam ini sangat lambat. Sedangkan pada seleksi buatan,
manusia dapat menentukan ternak yang boleh bereproduksi. Ternak-ternak ini tidak
dipilih berdasarkan daya adaptasinya terhadap lingkungan tetapi berdasarkan
keunggulannya yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan manusia (Noor,
2000).
Seleksi ternak domba di Indonesia pada umumnya diarahkan pada dua tujuan,
yakni domba potong dan bibit. Seleksi untuk mendapatkan bibit yang baik, peternak
menggunakan berbagai cara berdasarkan penilaian individual, penampilan, uji
produksi dan silsilah (Sugeng dan Sudarmono, 2003).
Beberapa metode seleksi yang sering dipakai dalam suatu program pemuliaan
ternak menurut Pane (1986) adalah:
1. Seleksi Tandem
Metode yang digunakan untuk menyeleksi dan memperbaiki satu karakter
hingga tercapai batasan atau tingkat yang dikehendaki, kemudian selanjutnya
melakukan seleksi untuk karakter lainnya. Dengan demikian peningkatan dan
perbaikan karakter dilakukan secara bertahap.

7

2. Seleksi Batasan Sisihan Bebas (Independent culling levels)
Melakukan seleksi ternak pada batasan nilai mutu fenotipik masing-masing
sifat yang sudah ditentukan. Setiap ternak yang tidak memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan akan disisihkan (culled), setiap karakter harus melampaui batas
minimum dan tidak ada kompensasi dari satu karakter terhadap karakter lainnya.
3. Seleksi Indeks
Seleksi pada berbagai sifat termasuk nilai ekonomis ternak tersebut yang
dihitung berdasarkan indeks tertentu. Nilai atau batasan karakter dari ternak pada
umumnya mempunyai kisaran tertentu, dari yang kurang baik sampai yang paling
baik. Metode indeks ini lebih baik untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan
secara bersamaan dibandingkan metode “tandem selection” dan “Independent culling
levels”. Dalam sistem indeks karakter yang satu akan terkompensasi oleh
karakter lainnya.
Pemilihan Bibit
Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi ternak penting dan
strategis untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil dalam menyediakan pangan
asal ternak yang berdaya saing tinggi. Ternak yang bermutu dapat diperoleh dari
bibit unggul dengan melalui pemuliaan serta proses sertifikasi. Secara umum,
klasifikasi bibit ternak terdiri atas: bibit dasar, bibit induk dan ternak sebar atau
ternak niaga. Bibit dasar (foundation stock) merupakan bibit hasil proses pemuliaan
dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit
induk. Bibit induk (breeding stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu yang
mempunyai silsilah, untuk menghasilkan bibit sebar, sedangkan ternak sebar niaga
(commercial stock) merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu untuk digunakan
dalam proses produksi (Departemen Pertanian, 2001).
Beberapa permasalahan umum dalam hal penyediaan bibit ternak domba
menurut Sartika (2005) diantaranya adalah:
1. Minimnya peternak atau perusahaan swasta yang mengusahakan budidaya
pembibitan
2. Sumber-sumber pembibitan ternak masih menyebar sehingga menyulitkan
pembinaan produksi pengumpulan dan distribusi bibit dalam jumlah yang
sesuai

8

3. Belum adanya penghargaan terhadap nilai bibit ternak itu sendiri
4. Kelembagaan pembibitan belum memadai
Untuk mengatasi permasalahan hal tersebut diatas menurut Sartika (2005)
dapat dilakukan dengan cara perbaikan bibit ternak yang menyentuh para peternak
kecil yang tinggal di pedesaan diarahkan melalui:
1. Pengembangan kawasan perbibitan
2. Peningkatan mutu bibit
3. Pelestarian mutu bibit
Memilih bibit adalah suatu keharusan di dalam usaha peternakan, karena bibit
merupakan salah satu kunci untuk berhasilnya usaha peternakan. Bibit yang baik
disertai dengan pemberian makanan serta manajemen yang baik akan membawa
keberhasilan, tetapi apabila bibit jelek walaupun makanan dan manajemen
pemeliharaan dilakukan sebaik-baiknya hasilnya akan tetap mengecewakan.
Pemilihan bibit dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut Sosroamidjoyo dan
Soeradji (1984):
1. Menilai bentuk eksterior ternak dan dihubungkan dengan tipenya
2. Seleksi berdasarkan silsilah, dengan perkiraan bahwa ternak dari keturunan
ternak-ternak yang baik akan baik pula sifat-sifatnya
3. Seleksi berdasarkan hasil penilaian dalam pameran
4. Seleksi berdasarkan “production test” ialah penilaian berdasarkan catatan
produksi yang dihasilkan.
Pemilihan bibit sebagai calon induk dan pejantan dimaksudkan untuk
memperoleh keturunan yang memiliki sifat-sifat yang baik, seperti kesuburan dan
persentase kelahiran yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik, produksi susu yang
cukup ( Sugeng dan Sudarmono, 2003).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih ternak domba yang
baik menurut Sugeng dan Sudarmono (2003) adalah:
1. Kesehatan
Kesehatan merupakan modal dasar dalam mengusahakan ternak domba yang
menguntungkan. Kesehatan ternak domba ditunjukkan pada penampilan dan perilaku
domba bersangkutan, diantaranya sebagai berikut:

9

a. Selalu aktif dan lincah
b. Kepala tegap dan pandangan mata cerah
c. Warna bulu bersih dan mengkilat dan kulit tidak keriput
2. Ukuran tubuh besar
Induk betina dan pejantan yang memiliki ukuran tubuh besar dengan bobot
yang tinggi, kerangka, dan tulang-tulangnya besar dan kuat akan menghasilkan anak
yang besar dan berbobot tubuh tinggi, konstitusi yang baik dan tumbuh cepat.
3. Temperamen
Sifat keindukan seekor domba merupakan petunjuk bahwa induk tersebut
akan merawat anaknya dengan baik. Keadaan ini ditunjukkan pada penampilan induk
yang jinak serta sorot matanya yang bersifat ramah, dan induk selalu menjaga
anaknya dari gangguan hewan lain.
4. Kemampuan menghasilkan susu
Seekor induk menghasilkan produksi air susu dengan baik apabila produksi
air susu berlangsung minimum 8-10 minggu.
5. Bobot lahir dan bobot sapih
Anak domba yang memiliki bobot lahir tinggi akan lebih cepat tumbuh bila
dibandingkan dengan anak domba yang lahir kecil. Perkawinan antara induk dan
pejantan pilihan dari domba berbobot sapih yang tinggi diharapkan rataan bobot
sapih pada keturunan berikutnya menjadi lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi
bobot sapih domba diantaranya adalah:
a. Umur induk
Pada umumnya induk muda akan melahirkan anak berbobot ringan
dibandingkan anak yang berasal dari induk yang tua.
b. Kondisi fisik
Induk yang bertubuh gemuk cenderung melahirkan anak yang berbobot
ringan.
c. Mutu pakan
d. Jenis kelamin dan bangsa domba

10

6. Kemampuam merumput
Domba termasuk hewan yang suka merumput. Untuk mengimbangi sifat
domba tersebut harus didukung oleh keadaan gigi dan rahang yang normal serta
struktur kaki yang baik dan kuat.
a. Keadaan rahang
Jumlah gigi yang lengkap serta kondisi rahang atas dan bawah yang rata
akan sangat menunjang sifat domba yang suka merumput.
b. Struktur kaki yang baik dan kuat
Domba yang memiliki struktur kaki yang baik akan mampu mendukung
badan dan sanggup berjalan menempuh jarak jauh, dan tidak mudah lelah.
7. Silsilah
Silsilah adalah catatan tertulis mengenai data-data potensial yang dimiliki
seekor hewan, seperti berat sapihnya tinggi, kesuburan yang baik, dan kualitas karkas
sehingga nantinya diharapkan dapat membantu peternak untuk menentukan induk
yang dikawinkan periode berahi berikutnya.
Keberhasilan usaha ternak domba tidak dapat dipisahkan dengan pemilihan
induk atau pejantan yang memiliki sifat-sifat yang baik. Calon induk yang akan
digunakan harus memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu
ukuran badan besar, tetapi tidak terlalu gemuk; bentuk tubuhnya kompak, dada
dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus; bulunya bersih dan mengkilap;
kaki lurus, kokoh dan tumit tinggi; tidak ada cacat di bagian tubuh dan mata tidak
rabun atau buta; bentuk dan ukuran alat kelamin normal, ambing tidak terlalu
menggantung, isinya kenyal, tidak terinfeksi, puting susu berjumlah dua dengan
ukuran dan posisi yang simetris; umur telah lebih dari satu tahun dan telah berahi
sebelum umur satu tahun; domba kelahiran tunggal atau kembar mempunyai
pertumbuhan yang baik dan jumlah gigi lengkap dengan rahang atas dan rahang
bawah rata supaya induk dapat memamah biak dengan baik (Mulyono, 2004).
Bibit pejantan harus memenuhi beberapa syarat yaitu ukuran badan normal,
tubuh panjang dan besar, bentuk perut normal, dada dalam dan lebar, kaki kokoh,
lurus, kuat serta mata tidak rabun atau buta; pertumbuhan relatif cepat; gerakannya
lincah dan terlihat ganas; alat kelamin normal dan simetris serta sering terlihat ereksi;
tidak pernah mengalami penyakit yang serius; umur antara 15 bulan hingga lima

11

tahun dan pilih calon pejantan yang berasal dari kelahiran kembar dan berasal dari
induk dengan jumlah anak lahir lebih dari dua ekor atau berasal dari kelahiran
tunggal yang berasal dari induk dengan jumlah anak hanya satu ekor. Keberhasilan
dalam pemilihan calon bibit didukung dan memerlukan adanya pencatatan atau
recording (Mulyono, 2004).
Ukuran-ukuran Tubuh
Penampilan seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam kehidupan hewan tersebut. Setiap bagian tubuh
mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. Oleh
sebab itu ukuran tubuh dengan komponen-komponen tubuh lainnya merupakan satu
keseimbangan biologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga gambaran
bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternak tertentu (Mulliadi, 1996).
Menurut Diwyanto (1982) menegaskan bahwa untuk mengetahui dan menentukan
domba yang mempunyai produksi tinggi harus diketahui ukuran tubuh yang penting.
Pengukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada
ternak, yaitu sebagai sifat kuantitatif untuk mengetahui perbedaan-perbedaan dalam
populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi (Mulliadi, 1996). Penggunaan
ukuran tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan, lingkar
dada, dalam dada, lebar dada, lebar panggul dan lingkar kanon pada domba Priangan
yang dilakukan oleh Diwyanto (1982) digunakan untuk menaksir bobot badan dan
merupakan gambaran eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa serta untuk
menentukan domba yang mempunyai produksi tinggi.
Ukuran-ukuran tubuh perlu diketahui untuk menentukan bentuk fisik seekor
ternak (Djagra, 1994). Ukuran-ukuran tubuh yang dimaksud diantaranya adalah
tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Artinya ternak yang mempunyai
tubuh besar akan mempunyai tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada yang
lebih besar, dengan demikian dapat dinyatakan ukuran-ukuran tubuh dan berat badan
merupakan ukuran penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan
digunakan untuk program seleksi.

12

MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Ternak Domba Sehat Dompet
Dhuafa Republika (TDS-DD Republika), Kampung Wangunjaya, Desa Pasirbuncir
Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan
Maret 2005 sampai dengan Mei 2005.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 21 ekor domba Garut
pejantan umur I4, 4 ekor domba Garut induk pada kelompok umur I1, 15 ekor I2 , 39
ekor I3 dan 207 ekor I4. Anak domba jantan sebanyak 248 ekor dan 236 ekor anak
domba betina pada kelompok umur yang berbeda. Penentuan umur domba
berdasarkan keadaan gigi seri dan catatan dari peternakan TDS–DD Republika.
Tabel 1. Cara Menentukan Umur Domba Berdasarkan Gigi Seri Tetap
Gigi Seri Tetap
Belum ada gigi tetap (gigi susu)

Umur
< 1 tahun

Sepasang gigi tetap (2 buah)

1 - 2 tahun

Dua pasang gigi tetap (4 buah)

2 - 3 tahun

Tiga pasang gigi tetap (6 buah)

3 - 4 tahun

Empat pasang gigi tetap (8 buah)

4 - 5 tahun

Gigi tetap aus mulai lepas

> 5 tahun

Sumber: Mulliadi (1996).

Peralatan
Peralatan yang digunakan yaitu pita ukur merk Butterfly, alat tulis dan tabeltabel pengukuran.

13

Metode
Domba dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jenis kelamin dan umur.
Penelitian dilakukan dengan mengukur tubuh setiap ekor domba. Data ukuranukuran tubuh diperoleh dengan mengukur langsung pada tubuh domba. Peubah yang
diukur yaitu sifat kuantitatif berupa ukuran-ukuran tubuh antara lain:
1. Panjang Badan (PB) yaitu jarak garis lurus dari tepi tulang processus
spinosus sampai os ischium.
2. Lingkar Dada (LD) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi
bahu (os scapula) kiri dan kanan.
3. Lebar dada (LbrD) yaitu jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula)
kiri dan kanan.
4. Lebar Panggul (LP) yaitu jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kiri
dan kanan
5. Tinggi Pundak (TP) yaitu jarak tertinggi pundak sampai tanah.
Analisis Data
Data ukuran-ukuran tubuh domba Garut pejantan, induk, anak jantan dan
anak betina dikelompokkan berdasarkan umur kemudian dianalisis dengan cara
mencari rataan ( X ) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan ( X ) dan standar
deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi
empat kelas yaitu:
Kelas 1:

Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh diatas
rataan ( X ) ditambah standar deviasi (s) {x > ( X + s)}

Kelas 2:

Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara
rataan ( X ) sampai dengan rataan ditambah standar deviasi { X < x
< ( X + s)}

Kelas 3:

Kelompok ternak domba yang mempunyai ukuran tubuh antara
rataan dikurangi standar deviasi sampai dengan rataan {( X – s) < x
X +s

Kelas 2

: X