PENGOMPOSAN JERAMI PADI DENGAN PENGATURAN NILAI C/N RASIO MELALUI PENAMBAHAN AZOLLA DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

(1)

MELALUI PENAMBAHAN AZOLLA DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

SKRIPSI

Disusun Oleh : Marta Fitria Dewi

20120210044

Program Studi Agroteknologi

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(2)

ii

PENGOMPOSAN JERAMI PADI DENGAN PENGATURAN NILAI C/N RASIO

MELALUI PENAMBAHAN AZOLLA DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN JAGUNG MANIS(Zea mays saccharata Sturt.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memenuhi sebagai syarat memeperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Marta Fitria Dewi

20120210044

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang Pengomposan Jerami Padi Dengan Pengaturan Nilai C/N Rasio Melalui Penambahan Azolla dan Aplikasinya Pada tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) yang merupakan syarat yang diperlukan untuk memeperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal, pelaksanaan hingga tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh sebab itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Mulyono, M.P., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan kepercayaan, ilmu, saran, nasehat dan arahan dengan penuh kesabaranjuga selalu memberikan semangat, motivasi, kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Sarjiyah, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunya skripsi ini.

3. Ir. Titiek Widyastuti, M.S. selaku dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan bimbingannya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Ir. Bambang Heri Isnawan M.P selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah membimbing selama menjalankan perkuliaha n.

6. Pak Yuli, Pak Sukir dan semua laboran Agroteknologi UMY, terimakasih banyak atas bantuannya dalam menyediakan sarana dan prasarana penelitian


(5)

vi

7. Keluargaku ( ayah, ibu, kakak, kakek dan kakak sepupu dan keluarga besar) terima kasih atas doa, suport dan bantuannya

8. Teman – teman Agroteknologi angkatan 2012 yang senantiasa memantu dalam penelitian saya.

Atas semua bantuan, doa dan dukungan yang telah diberikan semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar, baik bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Yogyakarta, Januri 2017


(6)

vii

MOTTO

 Memulai dengan penuh keyakinan Menjalankan dengan penuh keikhlasan Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan

 "Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah." (Thomas Alva Edison)

 “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah,6-8)

 "Develop success from failures. Discouragement and failure are two of the surest stepping stones to success" -Dale Carnegie-


(7)

viii

Persembahan

Bissmillahirohmanirohim...

Ya Allah,

Waktu yang sudah kujalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih, bahagia, dan bertemu orang-orang yang memberiku sejuta pengalaman

bagiku, yang telah memberi warna-warni

kehidupanku. Kubersujud dihadapan Mu,

Engaku berikan aku kesempatan untuk bisa sampai Di penghujung awal perjuanganku

Segala Puji bagi Mu ya Allah

Alhamdulillah,Alhamdulillah,Alhamdulillahirobbil’al

amin...

Tak henti ku mengucapkan rasa syukur pada MU

Semoga sebuah karya yang sederhana ini bermanfaat dan bisa menjadi kebanggan keluarga terutama kedua orang tua ku.

Aamiin...

Ku persembahkan karya ini...

 Untuk kedua dosen pembimbing yang dengan

sabar membimbing dan ikhlas membantu saya.

 Untuk kedua orang tuaku, ayahku (Jumari) dan

bunda (Nunung Sulistyowati S.pd) terimakasih atas

kasih sayang, kesabaran, suport, dan do’a yang

selalu mengiringi setiap perjalananku hingga menghasilkan sebuah karya yang sederhana ini. Engkaulah inspirasiku ayah dan bundaku tercinta.

 Untuk adikku (Ilham Adhitya Fairuz) engkaulah

semangat kakak untuk tetap berjuang, i love you adikku tersayang.

 Untuk keluarga kontrakan (mbak An, mbak Hen,


(8)

ix

 Untuk teman sekaligus sahabatku yang selalu ikut

serta (pak wo, tembong, pak bong, benu, tyas, ahmed, kak rizky, , kak jepi oppa ghulam, cak daw) terimakasih kerjasanya)

 Untuk teman- teman Agroteknologi angkatan 2012

yang tidak bisa disebut namanya satu persatu terimakasih.

 Untuk calon pak guru (Akrim Sabiqul Himma)

terimakasih atas suport dan kerjasamnya. Terimakasih dariku untukmu semua,

Ya Allah lindungilah orang-orang yang telah berbuat baik, karna hamba hanya dapat mengucapkan terimakasih kepada mereka. Balaslah mereka yang setimpa dengan kebaikan mereka. Aamiin

Semoga skripsi yang sederhana ini memebrikan hal yang positif dan memeberi manfaat yang baik.

Alhamdulillahirobil’alamin


(9)

x


(10)

xi

DAFTAR TABEL


(11)

xii

DAFTAR GAMBAR


(12)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

(14)

xiv

manis (Zea mays saccharata Sturt). Penelitian telah dilakukan di Lahan

Percobaan dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Unversitas

Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Maret sampai Juni 2016.

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode experimental, menggunakan rancangan faktor tunggal disusun dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap) terdiri dari 4 perlakuan yaitu Perlakuan yang diujikan yaitu jerami (P1), jerami + azolla dengan C/N 40 (P2), jerami + azolla dengan C/N 35 (P3), jerami + azolla dengan C/N 30 (P4). Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 12 unit percobaan dan setiap ulangan terdiri dari 3 sampel sehingga jumlah keseluruhan adalah 36 tanaman/polybag. Parameter yang diamati meliputi pengamatan pengomposan (suhu, warna, kadar air, pH, C, BO, N, C/N ) dan pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, bobot tongkol, diameter tongkol dan hasil tanaman).

Hasil penelitian menunjukkan penambahan azolla sebagai pengaturan nilai C/N tidak berpengaruh dalam proses percepatan pengomposan. Dalam pengaplikasian kompos pada tanaman jagung manis, tidak memberikan hasil yang nyata.


(15)

xv

study was carried out from in March through June 2016 at the ExperimentalFarm and Soil Laboratory, Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

This research was designed using a Completely Randomized Design (CRD), consisted of 4 treatments, Rice straw (P1), Rice straw + Azolla with C / N 40 (P2), Rice straw + Azolla with C / N 35 (P3), Rice straw + Azolla with C / N 30 (P4). Each treatment was repeated 3 times. The observed parameters were composting observations (temperature, color, moisture content, pH value, C levels, Organic matter, N levels, C / N ratio) andgrowth of sweet corn observations (plant height, leaf number, fresh weight of plants, dry weight of plants, corncob, and cob diameters)

The results showed the addition of Azolla as the setting value of C / N ratio is significantly accelerating the process of decomposition of rice straw. However,the application of composts had no signicant effect on growth and yield of sweet corn.


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi jagung manis tahun 2014 sebanyak 19,03 juta ton atau mengalami kenaikan sebanyak 0,52 juta ton (2,81 persen) dibandingkan tahun 2013. Kenaikan produksi jagung manis tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,06 juta ton dan 0,46 juta ton. Kenaikan produksi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 16,51 ribu hektar (0,43 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 1,15 kuintal/hektar (2,37 persen). Data ini menunjukkan bahwa produktivitas jagung manis di Indonesia berpotensi untuk ditingkatkan dengan penambahan pupuk. Selama ini budidaya jagung manis masih menggunakan pupuk anorganik, padahal harga pupuk makin hari makin meningkat. Sehingga diharapkan ada pupuk organik yang dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Kearifan lokal masyarakat Indonesia telah memanfaatkan bahan organik untuk dijadikan kompos. (BPS-badan pusat statistic 2016)

Pupuk merupakan bahan yang bersifat anorganik ataupun organik yang apabila ditambahkan ke dalam tanah dapat menambah unsur hara. Pupuk anorganik atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan misalnya jerami padi. Jerami merupakan limbah hasil panen bahan makanan pokok beras yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa). Melimpahnya limbah jerami ini berbanding lurus dengan tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras.


(17)

Di Indonesia sendiri beras merupakan bahan pokok utama yang dibutuhkan oleh lebih dari 90% penduduk Indonesia (Puslitbangtan, 2005). Dengan banyaknya produksi padi di setiap tahunnya, berarti terjadi pula peningkatan limbah jerami padi. Limbah jerami padi ini belum dimanfaatkan secara optimal, selama ini jerami padi dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak sekitar 22%, pupuk kompos sekitar 20-29% dan sisanya dibakar untuk menghindari penumpukkan (Ikhsan dkk., 2009). Secara kimia jerami padi masih memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena jerami padi merupakan polimer lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan misalnya dalam bidang bioteknologi. Menurut Saha (2004) komponen terbesar penyusun jerami padi adalah lignin (10-25%) hemiselulosa (20-35%)dan selulosa (35-50%) yang merupakan biopolimer bernilai ekonomis jika diuraikan menjadi produk akhir yang bermanfaat.

Jerami padi juga merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia. Produksi per hektar sawah bisa mencapai 12-15 ton bahan kering setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Sejauh ini, pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak baru mencapai 31-39 %, sedangkan yang dibakar atau dimanfaatkan sebagai pupuk 36-62 %, dan sekitar 7-16 % digunakan untuk keperluan industri. Pada dasarnya jerami merupakan bahan organik sehingga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik (kompos). Rasio C/N jerami adalah (18,88 ), C 35,11 % , N 1,86 % , P2O5 0,21 % , K2O 5,35 %. Dari pernyataan di atas, per ton kompos jerami padi memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl atau total 136,27 kg NPK. Namun karena


(18)

nisbah C yang terkandung dalam jerami tinggi dan kandungan N jerami rendah, maka perlu dipercepat dengan menurunkan C/N rasio. (Santoz,E.2013)

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar C/N adalah dengan menambahkan bahan yang mengandung C/N rendah, salah satunya adalah penambahan azolla. Untuk mempercepat pengomposan maka di tambahkan azolla, karena kandungan N dalam azolla cukup tinggi yaitu 1.96-5.30 (%) sehingga dapat mempercepat kematangan kompos. Kombinasi jerami dengan azolla merupakan salah satu cara agar dapat mempercepat pengomposan jerami padi. Diharapkan dengan kombinasi kompos jerami dan azolla dapat membantu meningkatkan hasil produksi jagung manis.

B. Rumusan Masalah

1. Lambatnya proses perombakan jerami pada lahan sawah menyebabkan pemanfaatannya sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien.

2. Perlu adanya upaya untuk mempercepat proses perombakan jerami, salah satunya dengan menurunkan nilai C/N rasio dari jerami dengan menambahkan Azolla.


(19)

C. TujuanPe nelitian

1. Untuk mengetahui percepatan pengomposan jerami padi dengan pengaturan nilai C/N rasio, dan menentukan C/N rasio yang tepat pada pengomposan jerami padi.

2. Mengetahui pengaruh kompos jerami padi dengan berbagai macam pengaturan nilai C/N rasio melalui penambahan azolla terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jerami

Jerami adalah hasil samping usaha pertanian berupa tangkai dan batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan. Massa jerami kurang lebih setara dengan massa biji-bijian yang dipanen. Jerami memiliki banyak fungsi, di antaranya sebagai bahan bakar, pakan ternak, alas atau lantai kandang. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31-39%, sedangkan yang di bakar atau di kembalikan ke sawah sebagai pupuk 36-62%, dan sekitar 7-16% digunakan untuk keperluan industri. (Santoz,E. 2013)

Selama ini penggunaan jerami padi hanyalah diberikan langsung kepada ternak saja. Jika dilihat dari nilai nutrisinya, jerami padi ini mempunyai kandungan protein 3,5 – 4,5%, lemak 1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 – 46,5%, abu 19,9 – 22,9%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9%. Sedangkan untuk kadar air jerami segar 65%. Dengan demikian karakteristik jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah (Santoz,2013). Jerami mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Kandungan selulosa yang cukup besar, mengakibatkan proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu relatif lambat, bahkan tidak sama sekali. ( Djuarnani. 2004).

Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna Selain karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses


(21)

llignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk ligriselulosa dan lignohemiselulosa.

(Santoz,E.2013)

B. Azolla

Azolla merupakan tanaman air yang mempunyai multiguna dan termasuk dalam jenis tumbuhan paku air yang mengapung dan banyak terdapat di perairan yang tergenang terutama di sawah-sawah, kolam, ataupun dipermukaan daun yang lunak, mudah berkembang biak dengan cepat dan biasanya hidup bersimbiosis dengan (Anabaena azollae) yang dapat memfiksasi N dari udara. Azolla berukuran 2-4 cm x 1cm, dengan cabang, akar rhizoma, dan daun terapung. Kandungan unsur hara dalam azolla antara lain adalah 1.96-5.30 % N, 0.16-1.59 % P dan 0.31-5.97 % K. Kandungan unsur mikronya berupa 0.22-0.73 % Ca, 0.16-3.35 % Mg, 0.16-1.31 % S, 0.62-0.90 % Si, 0.04-0.59 % Na dan 0.04-0.59 % Cl dan C/N rasio 15-18 %. Sedangkan berat keringnya dalam bentuk kompos (azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3 - 5 %, Phosphor (P) 0,5 - 0,9 % dan Kalium (K) 2 - 4,5 %. Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 - 1 %, Magnesium (Mg) 0,5 - 0,6 %, Ferum (Fe) 0,06 - 0,26 % dan Mangaan (Mn) 0,11 - 0,16 % ( Arifin, 1996).

Azolla dapat digunakan sebagai pupuk organik dan membantu dalam memperbaiki keadaan fisik, kimia, dan biologi tanah. Keadaan fisik tanah yang diperbaiki azolla antara lain stabilitas agregat, struktur, dan porositas tanah karena kerapatan massa tanah menjadi berkurang. Ditinjau dari segi kimia, azolla dapat memperkaya unsur hara makro dan mikro dalam tanah. Sedangkan dari segi biologi tanah, Azolla dapat meningkatkan aktifitas mikrobia tanah dan


(22)

menghambat pertumbuhan gulma. Azolla dapat dijadikan filter (penyaring) air dari pencemaran logam berat (Arifin, 1996).

C. Pengomposan

Kompos adalah bahan organik atau bahan-bahan alami yang telah terdegradasi oleh mikroorganisme secara alami maupun direkayasa. Kompos sangat bermanfaat dalam bidang pertanian, karena kompos ini dapat (1) mengubah hara tidak tersedia menjadi tersedia melalui proses mineralisasi dan dekomposisi (daur ulang nutrisi) (2), meningkatkan ketersediaan hara melalui pelarutan deposit hara (mobilisasi) dan penambatan N dari udara (3) menghasilkan senyawa bioaktif dan fitohormon alami (auksin, giberelelin, sitokinin dan lain-lainnya), (4) perlindungan biologis pada akar (bioprotector and biological control agent), (5) konservasi hara melalui proses imobilisasi, dan meningkatkan kaulitas dan kesehatan tanah dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada intinya pengomposan adalah penurunan C/N bahan organik menjadi sama atau mendekati C/N tanah, penurunan C/N ini akan berlangsung dengan bantuaan mikroorganisme di dalam proses pengomposan (Isroi, 2008). Teknik Proses pengkomposan terdiri dari 2 fase utama, yaitu pada pertama mikroba merombak senyawa organik (senyawa kompleks) menjadi senyawa yang lebih sederhana dan akan menghasilkan panas sehingga temperatur meningkat (akibat aktivitas metabolisme). Volume tumpukan kompos akan berkurang. Pada fase kedua, terjadi penurunan aktivitas mikroba karena berkurangnya substrat dan nutrisi tersedia dalam kompos. Akibatnya terjadi penurunan temperatur secara perlahan dan kelembaban berkurang dan membentuk


(23)

struktur remah. Proses tersebut dapat terjadi secara aerob maupun anaerob. Biodegrdasi bahan organik secara aerob akan menghasilkan CO2, hara dan melepaskan energi dalam bentuk panas, sedang dalam suasana anaerob juga dihasilkan metan (CH4). BahanOrganik CO2 + Hara + E (aerob) Bahan Organik CO2 + CH4 + Hara + E (anaerob).(Djuarnani, 2004)

Faktor yang Mempengaruhi Laju proses pengkomposan dan kualitas kompos ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain adalah ( Bambang Subali, 2010) :

1). C/N-ratio dan Nutrisi. Untuk mempercepat proses pengomposan mikroba memerlukan pasokan nutirisi (makro dan mikro elemen) dalam jumlah dan proporsi yang tepat. Dalam proses pengkomposan ketersediaan N dan C sering menjadi faktor pembatas. Mikroba menggunakan C sebagai sumber energi dan bersama N diperlukan untuk pertumbuhan sel dan sisntesis protein serta asam-asam Nukleat. C/N ratio yang optimal untuk pengkomposan adalah 25 – 35. Untuk menurunkan C/N ratio dari bahan baku (campuran) dapat dilakukan dengan menambahkan N, antara lain adalah Urea, ammonia, air kencing ternak (urine), dan bahan lainnya. Semakin besar C/N ratio, maka semakin banyak N yang diperlukan. Berikut ini C/N ratio dari berbagai limbah organik : Limbah sayuran 10 – 13, kulit kayu/serbuk gergaji 200-400, limbah cair 2 – 3, jerami padi 80-90, batang jagung 60 – 100, limbah dapur 10 – 25, dan daun-daun kering 50 – 70.


(24)

2). Kelembaban. Kelembaban yang optimal dalam proses pengkomposan berkisar 50 – 65%. Kelembaban dibawah 40%, proses dekomposisi akan berjalan sangat lambat karena terlalu kering, sebaliknya bila terlalu basah juga menghambat proses dan kondisi berubah menjadi anaerob. Kelembaban yang relative tinggi dapat dipertahankan bila dilakukan pembalikan secara intensif atau diberi aerasi.

3). Kemasaman (pH). pH yang optimal adalah 6,5 – 8,5. Umumnya bahan kompos yang digunakan mempunyai pH sekitar 5-7. Pada fase awal pengomposan akan terjadi penurunan pH akibat adanya asam-asam organic, dan jika kondisi anaerob, pH akan lebih rendah lagi.

4). Temperatur. Mempertahankan suhu 55 – 60 0C selama 3 4 hari selain untuk mempercepat proses dekomposisi, juga untuk mematikan pathogen dan bibit gulma yang terdapat dalam bahan kompos.

5). Oksigen dam aerasi. Oksigen diperlukan oleh mikroba untuk mengoksidasi senyawa organik (respirasi) dan laju dekomposisi aerob sekitar 10 – 20 kali lebih cepat dibanding anaerob (tanpa oksigen).

6). Ukuran Timbunan (heap size). Ukuran timbunan bahan kompos yang dianjurkan adalah tinggi 1,5 m, lebar 2,5 dan panjang sesuai dengan kebutuhan.

7). Aktivator. Untuk mempercepat proses dekomposisi, tumpukan bahan kompos dapat diinokulasi mikroba dekomposer (bakteri, jamur dan


(25)

dengan C/N ratio rendah sehingga diperlukan tambahan bahan pengembur (balking agents).

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

Kondisi Rasio C/N yang bisa diterima 20:1 s/d 40:1 untuk idealnya 25-35:1, ideal kondisi kelembaban 45-62%, Konsentrasi oksigen tersedia idealnya >10, untuk ukuran partikel idealnya bervareasi, Bulk Density idealnya 1000 lbs/cu yd, kondisi pH antar 6,5-8,0, dan kondisi suhu 54-60 0C (Hoornweg, 1999)

D. Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata)

Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan komoditas palawija dan termasuk dalam keluarga (famili) rumput-rumputan (Gramineae) genus Zea dan spesies Zea mays saccharata. Jagung manis memiliki ciri-ciri endosperm berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut (Koswara, 2009). Produk utama jagung manis adalah buah/ tongkolnya, biji jagung manis mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung pada jenisnya, biji jagung manis terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji (seed coat), endosperm dan embrio. (Anonim b. 2015)

Secara morfologi Rukmana (2010), menjelaskan bahwa tanaman jagung manis termasuk jenis tumbuhan semusim. Akar tanaman jagung manis dapat


(26)

tumbuh dan berkembang dengan baik pada kodisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kondisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung manis cukup banyak, sedangkan pada tanah yang kurang baik, akar yang tumbuh jumlahnya terbatas.

Batang tanaman jagung manis bentuknya bulat silindris, tidak berlubang, dan beruas-ruas sebanyak 8 – 20 ruas. Pertumbuhan batang tidak hanya memanjang, tapi juga terjadi pertumbuhan ke samping atau membesar, bahkan batang tanaman jagung manis dapat tumbuh membesar dengan diameter sekitar 3cm sampai 4cm. Fungsi batang yang berisi berkas-berkas pembuluh adalah sebagai media pengangkut zat-zat makan dari atas kebawah ataupun sebaliknya.

Daun tanaman jagung manis terdiri dari beberapa struktur yakni, tangkai daaun, lidah daun, dan telinga daun. Tangkai daun merupakan pelepah yang berfungsi untuk membungkus batang tanaman jagung, sedangkan lidah daun tarletak di atas pangkalbatang, serta talinga daun bentuknya seperti pita yang 6 tipis dan memanjang. Jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8-48 helai, namun pada umumnya berkisar antara 12-18 helai, bergantung varietas dan umur tanaman.

Bunga tanaman jagung manis bila di lihat dari sifat penyerbukannya termasuk kedalam tanaman yang menyerbuk silang. Tanaman ini bersifat monoecious, dimana bunga jantan dan betina terpisah pada bunga yang berbeda tapi masih dalam satu individu tanaman.(Admaja, 2006) Bunga jantan jagung berinduk malai, terdiri atas kumpulan bunga-bunga tinggal dan terletak pada ujung batang. Masing-masing bunga jantan mempunyai tiga stamen dan satu pistil


(27)

rudimenter. Bunga betina keluar dari buku-buku berupa tongkol. tangkai putik pada bunga betina menyerupai rambut yang bercabang-cabang kecil. Bagian atas putik keluar dari tongkol untuk menangkap serbuk sari. Bunga betina memiliki pistil tunggal dan stamen rudimenter. Biji jagung atau buah jagung terletak pada tongkol yang tersusun. Kemudian pada tongkol tersebut tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus buah jagung.biji jagung memiliki bermacam-macam bentuk dan bervariasi.

Biji jagung manis yang masih muda mempunyai ciri bercahaya dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak dan kering akan menjadi kriput dan berkerut. Tanaman jagung manis mempunyai daun cukup banyak, tingginya sedang, dengan warna biji kuning atau putih, bahwa jagung manis hampir mirip dengan jagung normal, hanya telah kehilangan kemampuan untuk menghasilkan pati dengan sempurna atau dengan kata lain tidak dapat mensintesis pati dengan efisien.

1. Syarat Tumbuh

Untuk pertumbuhan yang baik, tanam jagung memerlukan air dan suhu yang cukup tinggi. Tanam jagung memerlukan panas dan lembab dari waktu tanam sampai selesai pembuahan. Syarat tumbuh bagi tanaman jagung manis yakni cahaya matahari cukup atau tidak ternaungi (Admaja, 2004).

Suhu di indonesia pada umumnya sudah cukup baik untuk pertumbuhan untuk tanaman jagung. Suhu optimal yang di butuhkan untuk


(28)

berkecambahnya 7 biji jagung adalah kurang lebih 30 – 32 0C, suhu optimum 24 – 30 0C, curah hujan merata sepanjang umur tanaman antara 100 – 200 mm per bulan, ketinggian tempat optimal hingga 300 mdpl (Megi Sintia. 2011).

Selanjutnya di katakan bahwa, intensitas cahaya matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang baik. Sebaiknya tanaman jagung mendapat cahaya matahari yang langsung, dan jangan menanam jagung pada tempat-tempat terlindung dari cahaya matahari karena dapat mengurangi hasil.

Syarat tumbuh tanaman jagung manis yaitu curah hujan yang terjadi selama bulan penanaman cukup tinggi sebesar 309 mm dan 501 mm (rata-rata 427 mm/bulan), nilai curah hujan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan jagung yaitu 200 mm/bln dan berpotensi menyebabkan pencucian pada unsur hara yang terdapat di tanah. Dalam suatu langkah budidaya ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya syarat tumbuh, adapun syarat tumbuh tanaman jagung yaitu ketinggian 5-1.200 m dpl, kelembaban 80%, pH 2,3 dan suhu 15 - 20oC (Wikipedia, 2014).

2. Jarak Tanam

Berbagai pola pengaturan jarak tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. Penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas


(29)

penggunaan lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman. Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena bersaing dalam mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak optimal (Nurlaili, 2010). Setiawan (2013) menambahkan populasi jagung manis dalam suatu pertanaman juga merupakan faktor penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas hasil yang baik. Populasi pada tanaman jagung manis sangat dipengaruhi oleh jarak tanam yang digunakan. Selain itu jarak tanamn juga menentukan keefesienan penggunaaan cahaya serta kompetisi dalam penggunaan hara dan air dalam tanah.

Hasil penelitian dari Nurlaili (2010) menyatakan bahwa perlakuan jarak tanam P2 (75 cm x 25 cm) memberikan pengaruh terbaik terhadap perubah tinggi tanaman jagung. Hal ini ditunjukkan dari tingginya pertumbuhan pada peubah 10 tinggi tanaman (265,33), berat basah tajuk (3727,77), Berat kering tajuk (1539,55), berat basah kelobot (455,55), berat basah biji pipilan (1233,33), dan berat kering biji pipilan (702,22). Hal ini dikarenakan penggunaan jarak tanam yang optimum (75 cm x 20 cm) akan memberikan ruang tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Sebelumnya Nurlaili (2010) menyatakan dalam kesimpulannya bahwa jarak tanam memberikan respon yang baik terhadap


(30)

tinggi tanaman, panjang batang, bobot 100 biji dan kandungan sukrosa batang sorgum. Jarak tanam yang lebih lebar 75 cm x 20 cm mempunyai kandungan sukrosa yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam sempit 75 cm x 15 cm.

3. Penjarangan

Penjarangan dilakukan 7 hari setelah tanam dengan cara dipotong menggunakan gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Tidak melakukan pencabutan tanaman secaralangsung, karena kan melukai tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh.

4. Pemupukan

Pemupukan di bagi menjadi pemupukan dasar dan susulan. Pemupukan di bagi menjadi pemupukan dasar dan susulan. Pupuk dasar yang diberikan sesudah tanah diolah umumnya menggunakan pupuk kompos dan pupuk buatan seperti urea, TSP, dan KCl. Dosis pupuk nitrogen yang biasanya digunakan petani untuk budidaya jagung manis adalah 200 kg/hektar atau setara dengan 435 kg pupuk Urea, dosis pupuk fosfat yaitu 150 kg/hektar atau setara dengan 335 kg TSP, sedangkan dosis pupuk kalium sebanyak 150 kg/ha atau setara dengan 250 kg KCl. Pupuk diberikan sebanyak 2 kali, 1/3 bagian pada saat tanam dan 2/3 bagian pada saat tanaman berumur 4 minggu dengan metode alur atau barisan. Pemupukan pertama biasanya dilakukan 10 hari setelah tanam. Pemupukan kedua diberikan 28 hari setelah tanam. Kadang juga


(31)

diperlukan pemupukan ketiga, yaitu saat tanaman menjelang masa berbunga.

5. Pengairan

Pengairan dalam waktu tiga hari sebelum tanam lahan perlu diairi untuk menciptakan kondisi tanah yang lembab dan hangat, sehingga mempercepat terjadinya perkecambahan benih serta ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pengairan diberikan sesuai kebutuhan, yang penting dijaga agar tanaman tidak kekurangan atau kelebihan air. Pengairan diberikan setiap kali selesai pemupukan. Jadwal pengairan yang dianjurkan adalah -3, 15, 30, 45 hst.

6. Pemanenan

Pemanenan jagung manis dilakukan sekitar umur 70-75 hst, atau pada saat buah tanaman tersebut sudah dikatakan masak petik dengan ciri-ciri daun sudah berwarna hijau tua,serabut ujung buah tampak coklat tua dan buah tampak merekah dari tangkainya. Teknis panen dapat dilakukan dengan cara memetik buah secara langsung menggunakan tangan/gunting.

E. Hipotesis

Diduga perlakuan campuran Jerami + Azolla hingga mencapai C/N 30 merupakan perlakuan terbaik dalam pengomposan dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.


(32)

18

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan dan laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016 – Juni 2016.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karung plastik, pisau pencacah, timbangan, cangkul, ember, tali rafiah, termometer, PH meter, dan alat tulis.

Bahan diperlukan dalam penelitian ini yaitu Jerami, Azolla, gula jawa (molase), polybag, tanah dan benih jagung manis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu tahap satu pengomposan dan tahap dua aplikasi kompos terhadap tanaman jagung manis. Tahap pengomposan menggunakan metode ekperimental disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga didapat 12 unit percobaan. Pengomposan dilakukan di dalam Green House. Perlakuan yang diujikan yaitu jerami (P1), jerami + azolla dengan C/N 40 (P2), jerami + azolla dengan C/N 35 (P3), jerami + azolla dengan C/N 30 (P4).


(33)

Tahap aplikasi kompos menggunakan metode ekperimental disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 4 perlakuan yang diujikan yaitu kompos jerami (P1), kompos jerami + azolla dengan C/N 40 (P2), kompos jerami + azolla dengan C/N 35 (P3), kompos jerami + azolla dengan C/N 30 (P4). Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 12 unit percobaan dan setiap ulangan terdiri dari 3 sampel sehingga jumlah keseluruhan adalah 36 tanaman/polybag. (Lampiran 2 & 3)

D. Cara Penelitian

Adapun tata laksana dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain yaitu :

1. Persiapan Alat dan Bahan

a. Pengecekan kadar air Bahan (%)

Pengecekan kadar air ini dilakukan pada awal pengomposan pengomposan. Hal ini dilakukan untuk perhitungan bahan yang akan di gunakan dengan cara menimbang cawan kosong yang sudah diberi label, memasukkan sampel dan menimbang kembali,selanjutnya dioven hingga mencapai berat konstan. Perhitungan kadar air menggukan rumus : Kadar air (%) = − %

Keterangan : x = berat awal (gram)

y = berat setelah dioven (gram) b. Bahan dasar kompos jerami

Sebelum melakukan pengomposan jerami yang telah dikumpulkan dan dicacah halus menggunakan parang atau sabit . Hal ini bertujuan agar


(34)

memperluas permukaan perombakan oleh mikroorganisme sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi jerami.

c. Mempersiapkan Azolla

Azolla yang sudah dikumpulkan selanjutnya ditimbang lalu dicampurkan dengan jerami sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

2. Pembuatan kompos jerami a. Pencacahan jerami

Jerami dicacah sebelum pengomposan tujuan pencacahan untuk memperluas permukaan sehingga dapat mempercepat dekomposisi, jerami di cacah dengan ukuran yang kecil/halus.

b. Pengomposan

Jerami ditumpuk ditambah azolla dengan masing – masing dosis, aduk hingga rata lalu diamkan dan dilakukan pengamatan selama 6 minggu. 3. Persiapan dan pengaplikasian pada tanaman jagung manis

a. Persiapan medium tanaman jagung

Medium tanam yang diperlukan tanaman jagung sebanyak 36 polybag dengan ukuran 10kg yang di susun sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL). Medium tanam yang digunakan yaitu 9,6 kg tanah dengan campuran 0,4 kompos + pupuk anorganik. Setelah itu dilakukan pelabelan pada masing- masing polybag.

b. Pemupukan dasar

Pemberian pupuk dasar diberikan sebelum tanam atau saat pengolahan tanah, pupuk dasar menggunakan pupuk N,P,K dengan Urea : 4,075


(35)

gram/tanaman, SP-36 : 3,14 gram/tanaman, KCl : 2,34 gram/tanaman dan kompos jerami : 375 gram/tanaman.

c. Penanaman Benih Jagung Manis

Benih jagung yang digunakan 2 benih jagung setiap satu polybag sehingga sekitar 72 benih jagung untuk semua perlakuan. Setelah jagung mulai berkecambah dilakukan penjarangan atau dipilih benih yang tumbuh dengan baik, sehingga terdapat 1 tanaman/polybag.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi : 1). Penyiangan

Penyiangan dan pendagiran dilakukan bersamaan dengan waktu pemupukan pertama dan kedua. Peyiangan dilakukan dengan cara manual, dengan mencabut gulma yang ada disekitar tanaman jagung. 2). Pemupukan

Pemupukan pada tanaman jagung dilakukan pada umur 2 minggu setelah tanam lakukan pemupukan susulan dengan Urea : 4,075 gram/tanaman, SP-36 : 3,14 gram/tanaman, KCl : 2,34 gram/tanaman sesuai dengan dosis perhektarnya.

3). Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari sampai jagung tumbuh normal, kemudian diulang sesuai kebutuhan.


(36)

4). Pengendalian organisme pengganggu tanaman

Penyakit dan hama yang sering menyerang tanaman jagung manis yaitu Penyakit bulai (Downy mildew) .

Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: pada umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih. Umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun beubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi. Pengendaliannya dengan cara manual yaitu dengan mencabut tanaman terserang dan musnahkan agar tidak menular ke tanaman yang lain.

e. Panen

Jagung manis dapat dipanen setelah berumur 70-75 hst atau buah sudah dikatakan masak petik dengan ciri daun sudah mulai hijau tua,serabut ujung buah tampak coklat tua dan buah tampak merekah dari tangkainya. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman sampai akar, dengan menyemprot akar dengan air supaya tidak ada akar tanaman yang terputus atau tertingggal ditanah karena akar tanaman akan digunakan sebagai parameter pengamatan.

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan ditinjau dari hasil dan proses pembuatan kompos yang membuat perlakuan bahan sehingga mendapatkan perbandingan baik dari


(37)

kualitas dan efektifitas jumlah bahan yang digunakan. Parameter tersebut meliputi:

1. Parameter pengomposan

a. Suhu ( 0C)

Pengamatan suhu dilakukan setiap minggu selama pengomposan. Pengamatan dilakukan menggunakan Thermometer, dengan mengamati suhu bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah.

b. Pengamatan warna

Pengamatan warna dengan melihat langsung perubahan pengomposan selama proses dekomposisi berlangsung setiap satu minggu sekali saat pembalikan kompos. Kompos yang sudah jadi biasanya berwarna coklat kehitaman (menyerupai warna tanah), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel kompos (pada lapisan atas, tengah, bawah) kemudian dicocokan menggunakan

munsell soil color chart dan dinyatakan dalam tiga satuan yaitu Kilap (Hue), Nilai (Value), dan Kroma (Chroma). Hal tersebut agar sample warna kompos sesuai dalam lembaran buku munsell soil colorchart.

c. Kadar air kompos

Pengamatan kadar air dilakukan dengan pengambilan sample kompos sebanyak 10 gram. Setelah itu menimbang cawan kosong terlebih dahulu agar mendapatkan berat cawan, kemudian menimbang cawan dengan tambahan kompos, lalu masukkan cawan yang berisi kompos terseut kedalam oven sampai


(38)

kadar air nya konstan. Pengamatan ini dilakukan setiap satu minggu sekali selama proses dekomposisi berlansung. Pengecekan kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (%) = − %

Keterangan :

x = berat awal (gram) y = berat setelah dioven (gram) d. Tingkat keasaman (pH)

Pengamatan pH berfungsi sebagai indicator proses dekomposisi kompos pada berbagai Aktivator. Mikroba kompos akan berkerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 6,5 sampai 7,5. Tingkat keasaman (pH) dalam pengomposan diukur menggunakan pH meter. Pengecekan pH dilakukan pada kompos dengan pH meter yang dimasukan didalam kompos. Hal ini dilakukan setiap pembalikan kompos yang dilakukan setiap satu minggu sekali.

e. Kandungan C dan BO total (%)

Pengecekan/ pengamatan C dan BO total dilakukan pada kompos yang telah matang yang dilakukan di Lab tanah setelah 2 bulan pengomposan.Kandungan BO dianalisis dengan metode Walkey dan Black, pengujian kadar BO dan C total dilakukan sebelum penelitian / prapenelitian. Dan setelah penelitian pada kompos tongkol jagung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar C (% ) = − × ��� ×

+ × � × × %


(39)

58 % Keterangan :

A = banyaknya FeSO4 yang digunakan dalam titrasi baku (dengan sample tongkol jagung)

B = banyaknya FeSO4 yang digunakan dalam titrasi ulangan (dengan sample tongkol jagung)

= nisbah ketelitian antara metode volumetric dan oksidemetris

= kadar rata – rata unsure C dalam bahan organik Angka 3 berasal dari 1ml K2Cr2o7 IN = 3 gram f. Kadar N total (%)

Pengecekan/ pengamatan N total dilakukan pada kompos yang telah matang yang dilakukan di Lab tanah setelah 2 bulan pengomposan. Kandungan N total pada tongkol jagung dianalisis dengan metode Kjeldhal, pengujian dilakukan sebelum penelitian dan setelah penelitian pada kompos tongkol jagung menggunkan rumus sebagai berikut :

Kadar N (%) = % − × �×

+ × � �

× %

Keterangan :

A = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi baku B = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi ulangan KL = kadar lengan contoh tanah yang digunakan

2. Parameter Tanaman

a. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali setelah tanamhingga tanaman mencapai fase vegetatif maksimal, Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah hingga tajuk tanaman.


(40)

Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap satu minggu sekali setelah tanam sampai tanaman dipanen. Perhitungan dilakukan dengan cara mengitung jumlah daun yang membuka.

c. Bobot segar brangkasan (g)

Pengukuran berat segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan dibawah pancuran air, selanjutnya dibilas hingga bagian akar bersih. Sampel tanaman yang telah dibersihkan kemudian ditimbang.

d. Bobot kering brangkasan (g)

Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara mengambil tanaman yang telah ditimbang bobot segarnya kemudian dijemur pada terik sinar matahari hingga kering. Tanaman yang telah dikeringkan selanjutnya dibungkus dengan kertas dan dioven pada suhu sekitar 80 0C selama 48 jam hingga konstan.

e. Diameter tongkol jagung manis (cm)

Pengukuran diameter tongkol jagung dilakukan menggunakan penggaris dan dinyatakan dengan satuan sentimeter (cm).

f. Bobot tongkol jagung manis ( kg )

Berat tongkol keseluruhan per tanaman dilakukan dengan cara menimbang semua tongkol jagung manis pada masing-masing tanaman dan dinyatakan dalam satuan kilogram.


(41)

F. Analisis Data

Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan Sidik Ragam (Analysis Of Variance) yang disajikan dalam bentuk Tabel anova dengan taraf α=5 %. Apabila diperoleh hasil beda nyata antar perlakuan yang dicobakan maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf α=5%.


(42)

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pembuatan kompos kompos jerami dengan pengaturan nilai C/N rasio melalui penambahan azolla dan selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata Strut) yang bertujuan untuk megetahui pengaruh kompos jerami padi dengan pengaturan nilai C/N rasio yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata Strut). Adapun hasil analisis kompos tersaji dalam tabel 2.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Suhu , Kadar Air , Bahan Organik, N total, kadar C dan C/N kompos

SAMPEL

SUHU

(°C) KADAR AIR (%)

TINGKAT

KEASAMAN KADAR C (%) BAHAN ORGANIK (%) N TOTAL ( %) C/N RATIO

P1 33,33 18.33 6,7 10.42 17.96 1.21 8.61

P2 30,89 18.96 6 9.27 15.98 1.20 7.73

P3 30,89 17.36 6,7 8.00 13.80 1.21 6.61

P4 33,78 16.63 6 6.82 11.75 1.06 6.42

SNI <40 <50 6,0-7,49 9,8-32 27-58 >0,05 10-20 Sumber : Analisis di Laboraturium Tanah Fak. Pertanian UMY

Keterangan: P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

A. Kompos 1. Suhu / Temperatur (0C)

suhu adalah salah satu indikator kunci di dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan perubahan temperature ini digunakan untuk melihat kerja dan aktivitas mikroorganisme selama proses dekomposisi.


(43)

Proses dekomposisi / pengomposan akan berjalan dalam empat fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan dan pematangan. Namun secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada tahap awal proses dekomposisi, oksigen dan senyawa yang mudah terdegradasi akan dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik sehingga suhu tumpukan kompos akan meningkat cepat diikuti oleh peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga diatas 500 C. Mikroba yang aktif pada suhu ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada kondisi ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif, karena mikroba dalam kompos menggunakan oksigen dan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah semua bahan terurai, maka suhu akan berangsur – angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan kompleks liat humus (Isroi, 2008).

Pengamatan suhu dilakukan selama 6 minggu den`gan menggunakan

thermometer yang ditancapkan pada bagian sisi karung (atas, tengah dan bawah) (Lampiran 2). Adapun fluktuasi suhu pengomposan disajikan dalam bentuk grafik, seperti gambar 1.


(44)

Gambar 1. Rerata suhu selama proses pengomposan jerami dan jerami + campuran Azolla dengan pengaturan nilai C/N ratio.

Keterangan: P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

Suhu kompos pada perlakuan kontrol, perlakuan Campuran Jerami + Azolla hingga mencapai C/N 40 dan perlakuan Campuran Jerami + Azolla hingga mencaptgai C/N 35 dan perlakuan Campuran Jerami + Azolla hingga mencapai C/N 30 mengalami fluktuasi (peningkatan dan penurunan) suhu yang berbeda.

Pada gambar 1 dapat terlihat minggu pertama setelah pengomposan berada pada suhu normal yaitu berkisar antara 28 - 300C. Pada fase ini senyawa-senyawa yang ada pada kompos belum bisa terurai karena bakteri mesofilik masih dalam proses penyesuaian lingkungan sehingga suhu masih dalam keadaan suhu normal. Setelah mengalami fase mesofilik pada minggu ke-0 sampai hari ke-6 dari fase mesofilik sudah mulai tergantikan fase termofilik pada minggu pertama hal ini dikarenakan bakteri termofilik sudah mulai menyesuaikan lingkungan pada awal pengomposan. Pada fase ini mikroorganisme mesofilik mati dan proses dekomposisi dilanjutkan oleh mikroorganisme termofilik yang bekerja kisaran

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

su h u ( 0C ) minggu ke-jerami

jerami + Azola C/N 40 jerami + Azola C/N 35 jerami + Azola C/N 30


(45)

suhu 370C (Heny Alpandari, 2015) untuk menguraikan asam organik yang dihasilkan pada tahap mesofilik, senyawa karbohidrat kompleks dan protein (Hoornweg, 1999). Proses penguraian bahan organik yang sangat aktif terjadi pada fase ini sehingga penguraian terjadi sangat cepat (Sriharti dan salim, 2010). Panas yang dihasilkan mikroorganisme pada fase ini juga lebih besar dibandingkan yang dihasilkan tahapan sebelumnya.

Minggu ke-2 setelah pengomposan suhu mulai menurun, namun ada dua perlakuan yang bertahan pada fase termofilik sedangkan dua perlakuan yang lainnya mengalami fase pendinginan, dua perlakuan yang masih bertahan dalam fase termofilik yaitu perlakuan Campuran Jerami + Azolla hingga mencapai C/N 35 dan Campuran Jerami + Azolla hingga mencapai C/N 30 hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga faktor bakteri yang terdapat dalam perlakuan tersebut yaitu bakteri termofilik sehingga suhu masih tetap bertahan dalam kondisi yang tinggi dari perlakuan lainnya. Suhu tetap dalam keadaan tinggi juga karena pengaruh dari pengaturan nilai C/N rasio dalam penambahan azolla yang lebih banyak dari pada perlakuan lain, C dan N rasio pada dasarnya sebagai energi bagi bakteri perombak pada saat proses dekomposisi. Maka semakin banyak C/N rasio semakin menghasilkan suhu yang tinggi. Sedangkan pada perlakuan jerami dan jerami + azolla mencapai c/n ratio 40 terdapat bakteri mesofilik sehingga suhu yang diperoleh mengalami penurunan secara teratur. Penurunan suhu pada minggu ini dikarenakan kurangnya ketersediaan C dan N sehingga bakteri kekurangan energi saat proses dekomposisi.


(46)

Pengomposan minggu ke-3 sampai minggu ke-4 suhu sudah mulai mengalami penurunan atau memasuki fase pendinginan, yaitu fase dimana sebagian besar bahan organik telah terurai atau kadar O2 pda tumpukan kompos menjadi rendah,temperatur kompos berangsur-angsur mengalami penurunan akibat terjadinya penurunan aktivitas mikroorganisme hingga mencapai kisaran mesofilik (Sriharti dan shalim, 2010). Temperatur akan turun kembali hingga dalam tahap ini hingga suhu mencapai kisaran 370C (Cooperband, 2000). Awal fase ini diidentifikasi terjadi jika pengadukan tidak lagi menyebabkan kenaikan temperatur tumpukan. Namun pada pengomposan minggu ke-5 suhu mulai mengalami kenaikan lagi, hal ini disebabkan oleh bakteri yang masih hidup dikarenakan pada saat pembalikan kompos masih ada sisa-sisa makanan yang belum habis sehingga mikroorganisme masih aktif dalam penguraian bahan oraganik.

Pada minggu ke-6 memasuki fase pematangan, di fase ini bahan organik terus terdekomposisi hingga menghasilkan humus yang stabil (Cooperband,2000). Temperatur tumpukan kompos pada fase ini akan semakin menurun hingga mencapai temperatur udara. Volume kompos sudah mengalami penyusutan lebih dari 60% berat awal dan kompos sudah berwarna coklat kehitaman serta berbau tanah, kompos memasuki fase pemanenan (Budihardjo, 2006).

2. Warna

Warna kompos yang sudah matang adalah lebih gelap (hitam) menyerupai warna tanah. Apabila warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang (Widyarini, 2008). Perubahan warna dalam kompos


(47)

tergantung bahan dasar yang digunakan. Bahan yang masih segar, masih mengandung kadar karbon dan nitrogen yang sangat tinggi, pengomposan dilakukan untuk menurunkan kadar C dan N dalam bahan, sehingga warna yang dihasilkan akan lebih gelap, karena kandungan karbon dan nitrogennya sudah rendah.

Tabel 2. Perubahan Warna kompos Selama enam minggu Pengomposan Jerami

Perlakuan Minggu

1 2 3 4 5 6

Jerami

7,5 YR 6/3 Light

Brown

7.5 YR 5/3

Brown

7,5 YR 4/1 Brown

7,5 YR 4/1

Brown

7.5 YR 3/3 Dark

Brown

7.5 YR 3/3

Dark Brown

Jerami + azolla dengan C/N

Ratio 40

7,5 YR 6/3 Light

Brown

7.5 YR 5/3

Brown

7,5 YR 4/2 Brown

7,5 YR 4/2

Brown

7.5 YR 4/4 Dark

Brown

7.5 YR 4/4

Dark Brown

Jerami + azolla dengan C/N

Ratio 35

7,5 YR 6/4 Light

Brown

7,5 YR 5/4

Brown

7,5 YR 4/2 Brown

7,5 YR 4/2

Brown

7.5 YR 4/4 Dark

Brown

7.5 YR 4/4

Dark Brown

Jerami + azolla dengan C/N

Ratio 30

7,5 YR 6/4 Light

Brown

7,5 YR 5/4 Brown

7,5 YR 4/3 Brown

7,5 YR 4/3 Brown 7.5 YR 2.5/3 Dark Brown 7.5 YR 2.5/3 Dark Brown

Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dilihat perubahan warna kompos setiap minggunya. Kompos mengalami perubahan yang berbeda-beda dengan perlakuannya setiap minggunya. Pada minggu pertama semua perlakuan memiliki


(48)

hue dan value yang sama yaitu 7,5YR value 6 sedangkan chromanya berbeda, perlakuan jerami dan jerami + azolla dengan C/N rasio 40 memiliki chroma 3 untuk perlakuan jerami + azolla dengan C/N rasio 35 dan jerami + azolla dengan C/N ratio 30 memilik chroma 4 . Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart,

Pada minggu ke-2 masih memiliki hue dan value yang sama yaitu 7,5YR

value 5 sedangkan chromanya berbeda, perlakuan jerami dan jerami + azolla dengan C/N rasio 40 memiliki chroma 3 untuk perlakuan jerami + azolla dengan C/N rasio 35 dan jerami + azolla dengan C/N ratio 30 memilik chroma 4 . Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart, nilai value 5 dan chroma 3 dan 4 masuk dalam keterangan warna brown.

Pada minggu ke-3 dan ke-4 hue dan value masih sama yaitu 7,5YR value 4 sedangkan chromanya berbeda, perlakuan jerami dan jerami + azolla dengan C/N rasio 40 memiliki chroma 1 untuk perlakuan jerami + azolla dengan C/N rasio 35

chroma 2 dan jerami + azolla dengan C/N ratio 30 memilik chroma 3. Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart, nilai value 4 dan chroma 1, 2 dan 3 masuk dalam keterangan warna brown.

Pada minggu ke-5 dan ke-6 hue dan value masih sama yaitu 7,5YR value

3,4 dan 2,5 sedangkan chromanya berbeda, perlakuan jerami chroma 3 dan jerami + azolla dengan C/N rasio 40 memiliki chroma 4 untuk perlakuan jerami + azolla dengan C/N rasio 35 chroma 4 dan jerami + azolla DENGAN C/N ratio 30 memilik chroma 3. Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart, nilai value 3,4, 2,5 dan chroma 3, 4,3 masuk dalam keterangan warna dark brown.


(49)

Perubahan warna kompos dari minggu ke minggu menandakan bahwa kompos sudah menuju kematangan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Junaedi, 2008), yang menyatakan bahawa kompos dikatakan matang jika memiliki perubahan warna menjadi lebih gelap dan berbau tanah. Warna yang dihasilkan oleh semua perlakuan berwarna coklat kehitaman. Perlakuan yang cenderung warna komposnya lebih hitam, dikatakan lebih baik dari perlakuan lainnya. Perlakuan terbaik pada perlakuan jerami + azolla dengan C/N rasio 30 dengan perubahan warna hue dan value yang cenderung baik memiliki hasil warna pada minggu terakhir yaitu 7,5YR 2,5/3 sesuai buku Munsell Soil Color Chart masuk dalam keterngan warna dark brown. Hal ini perlakuan jerami + azolla dengan c/n rasio 30 menunjukkan hasil kompos yang lebih baik dari perlakuan yang lain karena Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart, nilai value yang semakin kecil akan menunjukkan warna yang semakin gelap. Nilai Chroma yang semakin besar menunjukkan warna yang semakin gelap pula, sehingga jika nilai value

semakin kecil dan nilai chroma semakin besar, maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap.

3. Kadar Air

Kadar air akan sangat berpengaruh dalam mempercepat terjadinya perubahan dan penguraiaan bahan-bahan organik yang digunakan dalam pembuatan kompos. Kadar air adalah persentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis) (Widarti dkk, 2015). Pengujian kadar air kompos dilakukan menggunakan basis basah.


(50)

Kadar air berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan organik. Kandungan air di bawah 30 % reaksi biologis akan berjalan dengan lambat dan dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada.

Kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan ruang antar partikel menjadi penuh oleh air, sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan dan menghambat aktivitas mikroba, sehingga menimbulkan bau. Kadar air kompos tidak boleh terlalu tinggi agar dapat langsung diaplikasikan tanpa harus dikeringanginkan dahulu. Hasil pengamatan kadar air kompos pada minggu ke-1 hingga minggu ke-6 tersaji dalam gambar 2 .

Gambar 2. Grafik Rerata kadar air kompos setiap minggunya. Keterangan:

P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

Pada gambar 2 terlihat bahwa jumlah kadar air minggu pertama masih dalam keadaan normal antara 55-70 %, memasuki minggu ke-2 kadar air mengalami kenaikan kadar air pada perlakuan P1 (jerami) dan P2 (jerami + azolla

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6

k a d a r a ir ( % ) minggu ke-P1 P2 p3 P4


(51)

C/N rasio 40) hal ini dikarenakan pada pengamatan suhu mengalami penurunan sehingga kadar air meningkat, bertambahnya kadar air karena terlalu berlebihan dalam pemberian air saat pembalikan kompos menyebabkan suhu mengalami penurunan dan air tidak bisa menguap sehingga kadar air dalam kompos meningkat. Tidak semua perlakuan kadar air mengalami kenaikan, pada perlakuan P3( jerami + aazolla C/N rasio 35) dan P4 (jerami + azolla C/N rasio 30) kadar air mengalami penurunan karena pada minggu ini mengalami kenaiakan pada pengamatan suhu. Berkurangnya kadar air dalam kompos dengan betambahnya waktu karena suhu kompos semakin meningkat dan aktivitas mikroba meningkat, kandungan air dalam kompos dipergunkaan untuk menjaga temperatur kompos (Bambang subali 2010). Pada minggu ke-3 semua perlakuan mengalami kenaikan jumlah kadar air hal ini dipengaruhi dengan adanya penurunan suhu pada minggu ini. Memasuki minggu ke-4 kadar air mengalami kenaikan dan penurunan, kadar air naik pada perlakuan P3 ( jerami + aazolla C/N rasio 35) dan P4 (jerami + azolla C/N rasio 30) mengalami kenaikan jumlah kadar air hal ini di karenakan bertambahnya kadar air karena terlalu berlebihan dalam pemberian air saat pembalikan kompos, menyebabkan suhu mengalami penurunan dan air tidak bisa menguap sehingga kadar air dalam kompos meningkat. Sedangkan pada perlakuan P1(jerami ) dan P2 (jerami + azolla C/N rasio 40) mengalami penurunan kadar air namun penurunan tidak terlalu banyak sehingga masih dalam keadaan yang normal dalam hitungan jumlah kadar air. Kadar air kembali turun pada minggu ke-5 pada semua perlakuan karena suhu pada saat itu mengalami kenaikan sehingga menyebabkan mikroorganisme banyak yang berhenti merombak


(52)

sehingga jumlah air menurun. Pada minggu ke-6 jumlah kadar air mengalami kenaikan untuk semua perlakuan, karena pada minggu ini suhu kompos sudah masuk pada fase pematangan sehingga suhu mulai kembali ke suhu ruang dan mulai fase pemanenan, maka kadar air naik dari minggu sebelumnya. Kadar air pada kompos jerami sudah sesuai dengan SNI 1965-2008. (Tabel 1)

4. Tingkat keasaman (pH)

Tingkat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan. pH memegang peran penting dalam pengomposan. Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator kehidupan mikroorganisme (Damanhuri dan Padmi, 2010). Mikroba akan berkerja pada keadaan pH netral hingga sedikit asam, dengan kisaran pH 8 - 5,5. Pada tahap awal dekomposisi, akan terbentuk asam – asam organik sehingga menyebabkan pH turun. Kondisi asam ini mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisikan lignin dan selulosa pada bahan kompos. Tahap selanjutnya adalah perubahan asam organik akan dimanfaatkan kembali oleh mikrobia lain, sehingga pH akan kembali netral dan kompos menjadi matang. Perubahan pH selama proses dekomposisi tersaji pada gambar 3 .

0 2 4 6 8

1 2 3 4 5 6 7

p

H

minggu

ke-P1 P2 P3 P4


(53)

Gambar 3. Grafik Perubahan pH Selama Proses Dekomposisi Jerami + Azolla Keterangan:

P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

Berdasarkan gambar 3, mula – mula (minggu pertama) pH pengomposan netral, karena bahan masih segar dan belum terombak oleh mikroba, namun pada minggu ke-2 dan minggu ke-3 hingga minggu ke-5 terjadi penurunan pH pada semua perlakuan, hal ini dikarenakan terjadi proses perombakan dari bahan organik menjadi asam – asam organik oleh mikroba, sehingga menyebabkan pH menurun (asam). Penurunan pH asam yang dihasilkan dari dari perombakan bahan organik juga diikuti oleh bau yang ditimbukan pada kompos karena suasana asam Kondisi asam mendorong pertumbuhan jamur yang akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos.

Pada minggu ke-5 terjadi peningkatan pH kembali (netral) pada semua perlakuan, (menurut Happy M 2014), pH kembali naik karena asam- asam organik yang dihasilkan pada fase sebelumnya dikonsumsi oleh mikroorganisme, sehingga pH menjadi netral sampai kompos tersebut matang. Sama seperti hasil penelitian Happy M (2014), yang medekomposisikan seresah daun dengan menggunakan berbagai aktivator, dihasilkan pH akhir kompos adalah 6,7 – 7,0. pH akan kembali netral saat kompos sudah matang. Kematangan kompos yang sesuai dengan SNI adalah kompos yang memiliki pH netral( tabel 1). Semua kompos yang dihasilkan sudah memiliki pH netral dan sudah sesuai dengan SNI kompos.


(54)

5. Kandungan C dan BO Total (%)

Kandungan bahan organik yang terdapat dalam bahan kompos berhubungan dengan kandungan karbon. Bahan organik yang terkandung dalam bahan kompos akan dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrisi pertumbuhan. Bahan organik akan memperbaiki struktur tanah karena berhubungan dengan kapasitas tukar kation. Menurut Mirwan M (2015) C-organik merupakan indikator telah terjadinya proses dekomposisi dalam pengomposan dan kematangan kompos. Kadar karbon cenderung mengalami penurunan. Dalam proses dekomposisi, karbon digunakan sebagai sumber energi untuk menyusun bahan selular sel – sel mikroba dengan membebaskan CO2 dan bahan lain yang menguap. Penambahan aktivator, menyebabkan proses dekomposisi bahan organik berjalan cepat, sehingga terjadi penurunan kadar karbon. Kandungan C organik dan bahan organik terkandung dalam Tabel 2.

Berdasarkan hasil dari laboratorium pada tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan karbon (C) kompos pada setiap menunjukan kandungan C pada kompos yang cenderung lebih tinggi adalah pada perlakuan jerami (P1), yaitu sebesar 10,42 %, kemudian perlakuan jerami + azolla c/n 40 (P2) yang memiliki kandungan C sebesar 9,27 % , kemudian disusul oleh perlakuan jerami + azolla c/n 35 yaitu sebesar 8,00 %, dan yang cenderung lebih rendah adalah perlakuan jerami + zolla 30 yaitu sebesar 6,82 %.

Berdasarkan hasil dari laboratorium pada tabel 2, untuk kandungan bahan organik kompos perlakuan jerami (P1) cenderung lebih tinggi sebesar 17,96% dibandingan perlakuan yang lain, diantaranya yaitu perlakuan jerami + azolla C/N


(55)

40 sebesar 15,98%, disusul perlakuan jerami + azolla 35% sebesar 13,80%, dan perlakuan jerami + azolla C/N 30 sebesar 11,37%. Dari semua perlakuan , perlakuan jeramilah (P1) yang paling tinggi kandungan bahan organiknya

6. Kadar N Total (%)

Kadar N total berhubungan dengan kadar C kompos. Kedua kandungan tersebut akan menentukan kadar C/N rasio kompos. Menurut Hidayati (2012), Unsur N total dalam kompos diperoleh dari hasil degradasi bahan organik komposan oleh mikroorganisme dan organisme yang mendegradasi bahan kompos. Hasil rasio C/N tersaji pada tabel 2.

Berdasarkan hasil laboratorium pada tabel 2 kadar N total tertinggi terdapat pada perlakuan jerami (P1) dan jerami + azolla C/N 35 (P3) sebesar 1,21%, disusul oleh perlakuan jerami + azolla C/N 40 (P2) sebesar 1,20% dan terendah pada perlakuan jerami + azolla C/N 30 (P4) sebesar 1,06%. Dari semua hasil belum sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Rendahnya nilai nitrogen (N) menunjukkan bahwa mikroba saat perombakan sangat aktif sehingga nitrogen (N) banyak digunakan, selain itu rendahnya nitrogen (N) juga dapat disebabkan karena pori – pori tumpukan yang terlalu terbuka mengakibatkan amoniak dan nitrogen (N) terlepas di udara menjadi banyak.

7. C/N Rasio

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama denganC/N tanah (<20) (Happy M, 2014). C/N rasio adalah hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen. Kecepatan penurunan C/N rasio sangat


(56)

tergantung pada kandungan C dan N bahan yang akan dikomposkan. Menurut Gaur (2008), C/N rasio yang terus menurun berkaitan dengan aktivitas mikroba dekomposer yang membebaskan CO2 sehingga unsur C cenderung menurun sementara N cenderung tetap. Hasil C/N rasio tersaji dalam tabel 2.

Berdasarkan hasil C/N dari laboratorium pada tabel 2. Pengecekan nilai C/N rasio dilakukan pada akhir setelah pengomposan relatif sama. Hasil C/N rasio apabila dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004 (tabel 1) rasio dan bahan organik masih berada dibawah nilai minimal standart kompos, namun tidak berarti kualitas kompos tidak baik. Dengan demikian adanya azolla sebagai penambah nilai N pada jerami untuk bahan campuran atau sebagai pengaturan nilai C/N rasio saat pengomposan tidak menghasilkan nilai C/N rasio yang lebih tinggi untuk tanaman dibandingkan dengan kompos jerami tanpa pengaturan nilai C/N dengan cara menambahkan azolla. Sehingga kompos jerami tanpa azolla memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kompos jerami + azolla denganpengaturan nilai C/N rasio yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada dasarnya C/N rasio akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara, C/N rasio berbanding terbalik dengan ketersediaan unsur hara, artinya apabila C/N rasio tinggi maka kandungan unsur hara sedikit ketersediaannya untuk tanaman, sedangkan apabila C/N rasio rendah maka ketersediaan unsur hara tinggi dan tanaman dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.


(57)

B. Parameter Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis

1. Tinggi Tanaman (cm)

Salah satu parameter yang diukur pada penelitian ini adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang hingga titik tumbuh. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 2007). Tinggi tanaman jagung manis merupakan salah satu variabel yang menunjukan fase vegetatif tanaman akan bertambah tinggi hingga mencapai tinggi yang konstan ( Gardner dkk, 2001). Pertambahan tinggi tanaman terjadi karena adanya pembelahan sel-sel pada jaringan meristem (pucuk tanaman).

Berdasarkan hasil sidik ragam ( lampiran 6) rerata tinggi tanaman jagung manis menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukan angka yang indentik. Hasil rerata dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3. Rerata tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman jagung manis

Perlakuan Tinggi tanaman ( cm ) Jumlah daun ( helai)

Jerami 106,60 12,33

Jerami + Azolla C/N 40 119,67 12,10

Jerami + Azolla C/N 35 108,77 12,10

Jerami + Azolla C/N 30 116,10 12,10

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa rerata tinggi tanaman tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan unsur hara N


(58)

pada kompos relatif sama (tabel 2) sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap hasil pertumbuhan tanaman jagung manis.

Unsur N digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Oleh karena itu, nitrogen sangat dibutuhkan tanaman pada setiap tahap pertumbuhannya, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang (Novizan,2002). Hasil analisis sidig ragam juga menunjukkan bahwa aplikasi jerami padi dan campuran azolla dengan pengaturan nilai C/N rasio memberikan hasil tinggi tanaman maksimal sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan organik pengganti pupuk kandang. Berikut merupakan hasil pengamatan tinggi tanaman yang disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik tinggi tanaman jagung manis Keterangan:

P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

ti n g g i ta n a m a n ( cm ) minggu ke-jerami

jerami + Azola C/N 40 jerami + Azola C/N 35 jerami + Azola C/N 30


(59)

Dari Gambar 4, menunjukkan bahwa semua perlakuan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5 mengalami penambahan tinggi tanaman relatif sama. Hal ini dikarenakan kompos yang diberikan belum tersedia. Pada minggu ke 5 sampai minggu ke 7 penambahan tinggi tamanan sangat cepat. Hal ini dikarenakan kebutuhan unsur hara Nitrogen (N) untuk tanaman jagung manis dapat tercukupi oleh pemberian kompos dan penambahan pupuk anorganik. Novizan (2001) juga menyatakan bahwa, nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat dan enzim. Jika terjadi kekurangan nitrogen, tanaman akan umbuh lambat dan kerdil ( Soemarno, 2013) aplikasi jerami padi tidak hanya berperan penting dalam proses pertumbuhan perkembangan hingga hasil jagung manis, tetapi dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah terutama dalam memperbaiki sifat fisik,kimia dan biologis tanah.

Pada minggu ke 7 sampai minggu ke 9 semua perlakuan menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis mulai melambat. Hal ini di karenakan tanaman jagung manis sudah pada fase generatif sehingga unsur hara difokuskan pada pertumbuhan generatif. Dilihat dari deskripsi tanaman jagung manis varietas sweet boy (lampiran 9) menunjukkan hasil tinggi tanaman jagung manis 184 cm sedangkan pada analisis tinggi tanaman jagung manis varietas sweet boy yang di aplikasikan kompos jerami campuran azolla dengan variasi C/N rasio belum sesuai dengan deskripsi tersebut, sehingga dengan adanya penambahan kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hasil tinggi tanaman jagung manis.


(60)

2. Jumlah Daun (helai)

Parameter pertumbuhan vegetatif kedua yang diamati ialah jumlah daun. Daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting, karena semua fungsi yang lain tergantung pada daun secara langsung atau tidak langsung (Novizon, 2007). Jumlah daun setiap minggu nya selalu mengalami penambahan yang relatif sama pada semua perlakuan.

Berdasarkan sidik ragam (lampiran 6) rerata jumlah daun tanaman jagung manis menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan angka yang identik. Hal ini dapat dilihat pada (Tabel 3).

Dari tabel 3 menunjukkan rerata jumlah daun tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan unsur hara N pada kompos relatif sama (tabel 2) sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung manis. Menurut (Mul Mulyani 1990) bahwa untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman membutuhkan hara N,P,K yang merupakan unsur hara esensial dimana unsur hara ini sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman secara umum pada fase vegetatif. Berikut merupakan hasil pengamatan jumlah daun disajikan dalam gambar 5.


(61)

Gambar 5.Jumlah daun tanaman jagung manis Keterangan:

P1 : Jerami

P2 : Jerami + Azolla dengan C/N 40 P3 : Jerami + Azolla dengan C/N 35 P4 : Jerami + Azolla dengan C/N 30

Dari gambar 5, menunjukkan bahwa Laju Penambahan jumlah daun pada awal minggu pertama hingga minggu terakhir selalu mengalami penambahan jumlah daun pada tanaman jagung manis. Pada minggu ke-1 sampai minggu ke-2 jumlah daun pada semua perlakuan relatif sama. Pada minggu ke-3 hingga minggu ke-5 jumlah daun pada semua perlakuan sudah mengalami perbedaan dalam penambahan jumlah daun, kenaikan jumlah daun pada umumnya beriringan dengan penambahan tinggi tanaman jagung manis. Minggu ke-6 hingga minggu ke-9 tanaman jagung manis sudah memasuki fase pertumbuhan maksimal sehingga tidak mengalami penambahan jumlah daun. Dari semua perlakuan kompos yang telah diaplikasikan ke tanaman jagung manis tidak memberi pengaruh dalam penambahan jumlah daun. Hal ini dikarenakan pada semua perlakuan relatif sama dalam penyerapan unsur hara dan kurang maksimalnya dalam proses fotosintesis. (grafik 5) pengaruh yang sama juga dapat disebabkan

0.0 5.0 10.0 15.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

ju m la h d a u n ( h e la i) minggu

ke-Chart Title

jerami

jerami + Azola C/N 40

jerami + Azola C/N 35


(62)

karena rendahnya C/N rasio pada kompos, C/N rasio kompos yang rendah akan cepat mengalami penguapan, sehingga tanaman jagung manis belum bisa memanfaatkan C dan N yang terdapat pada kompos dengan baik.

3. Bobot Segar Brangkasan (g)

Paremeter ketiga yang diamati yaitu bobot segar brangkasan, bobot segar tanaman merupakan berat basah seluruh bagian tanaman dari akar hingga tajuk. Berdasarkan sidik ragam (lampiran 6) rerata bobot segar tanaman jagung manis menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan angka yang identik. Hasil bobot segar brangkasan jagung manis dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rerata Bobot segar dan Bobot kering brangkasan jagung manis

Perlakuan Bobot segar brangkasan(g) Bobot kering brangkasan ( g)

Jerami 271,55 70,15

Jerami + Azolla C/N 40

258,82 66,33

Jerami + Azolla C/N 35

238,81 51,45

Jerami + Azolla C/N 30

251,81 58,74

Dari tabel 4 menunjukkan rerata bobot segar brangkasan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dari setiap perlakuan dapat dilihat bahwa perlakuan P1 jerami sebesar 271,55 , P2 jerami + azolla C/N 40 sebesar 258,82 , P3 jerami + azolla C/N 35 sebesar 238,81 , P4 jerami + azolla C/N 30 sebesar 251,81 menunjukkan rerata hasil berat segar brangkasan jagung manis relatif sama. Seperti pada pernyataan haryadi 2007 mengatakan bahwa


(63)

ketersediaan unsur hara berperan penting sebagai sumber energi sehingga tingkat kecukupan hara berperan dalam mempengaruhi biomassa dari suatu tanaman.

Hasil penelitian Kusuma (2010), jika unsur N yang tersedia lebih banyak, maka proses fotosintesis berlangsung dengan baik untuk kemudian ditranslokasikan ke bagian-bagian vegetatif tanaman untuk pembentukan sel-sel baru. Selain N juga digunakan jaringan meristem yang akan melakukan pembelahan sel, perpanjangan dan pembesaran sel. Tanaman membutuhkan nitrogen untuk membentuk dinding sel yang baru sehingga tanaman berlangsung dengan cepat.

Pengaruh yang sama juga dapat disebabkan karena rendahnya C/N rasio pada kompos. C/N rasio kompos yang rendah akan cepat mengalami penguapan yang menyebabkan tanaman jagung manis belum bisa memanfaatkan C dan N yang terdapat pada kompos dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan tanaman jagung manis yang kurang maksimal, sehingga mempengaruhi bobot segar tanaman.

4. Bobot Kering Brangkasan (g)

Bobot kering brangkasan merupakan hasil total serapan unsur hara oleh tanaman selama proses pertumbuhan atau akumulasi fotosintat yang dihasilkan selama tanaman mengalami proses fotos intesis( Fatimah, 2004). Penambahan unsur N pada pembuatan kompos mampu meningkatkan berat segar tanaman yang kemudian juga mempengaruhi berat kering tanaman . hasil rerata berat kering tanaman jagung manis tersaji pada tabel 4.


(64)

Berdasarkan sidik ragam (lampiran 6) rerata bobot kering brangkasan jagung manis menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan angka yang identik. Hasil bobot kering tanaman jagung manis dapat dilihat pada tabel 4

Dari tabel 4 menunjukkan rerata bobot kering brangkasan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pada perlakuan P1 jerami bobot kering brangkasan sebesar 70,15 , P2 jerami + azolla C/N 40 sebasar 66,33 , P3 jerami + azolla C/N 35 sebasar 51,45 , dan P4 jerami + azolla C/N 30 sebasar 58,7 dari semua didapatkan hasil yang relatif sama. Berkurangnya bobot kering brangkasan selain dipengaruhi oleh bobot segar brangkasan juga dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan jumlah daun atau organ-organ yang memacu proses fotosintesis. Pertumbuhan tinggi tanaman yang baik dan jumlah daun yang mempengaruhi proses fotosintesis adanya peningkatan proses fotosintesis akan meningkatkan pula hasil fotosintesis berupa senyawa-senyawa organik yang akan ditranslokasikan keseluruh organ tanaman dan berpengaruh terhadap bobot kering tanaman. Bobot kering tanaman merupakan peubah yang penting untuk mengetahui akumulasi biomassa serta imbangan fotosintesis pada masing-masing organ tanaman (Mahmood et al 2002).

5. Bobot Tongkol jagung (kg)

Saat memasuki masa generatif, tanaman telah mampu hidup mantap dan dapat membentuk gula dan senyawa kompatibel lainnya lebih optimal (Hasanah, dkk., 2010). Apabila pembentukan gula berlangsung optimal maka translokasi karbohidrat ke bagian tongkol juga akan meningkat sehingga bobot tongkol yang


(65)

dihasilkan semakin berat. Susilowati 2001 menyatakan bahwa bobot tongkol/tanaman mempengaruhi produksi tanaman jagung manis. Bobot tongkol jagung manis diukur menggunakan timbangan analitik dengan menimbang tongkol beserta kelobotnya dan dinyatakan dalam satuan gram.

Berdasarkan sidik ragam (lampiran 6) rerata bobot tongkol jagung manis menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan angka yang identik. Hasil bobot kering tanaman jagung manis dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata diameter tongkol dan bobot tongkol jagung manis

Perlakuan Bobot tongkol ( g ) Diameter tongkol (cm)

Jerami 201,32 4,7667

Jerami + Azolla C/N 40 163,56 4,7200

Jerami + Azolla C/N 35 160,97 4,3633

Jerami + Azolla C/N 30 177,39 4,8333

Berdasarkan sidik ragam menunjukan hasil tidak berbeda nyata antar perlakuan . pada perlakuan P1 jerami menghasilkan bobot tongkol jagung manis sebesar 201,32 gram, P2 jerami + azolla C/N 40 sebesar 163,56 gram, P3 jerami + azolla C/N 35 sebesar 160,97 dan P4 jerami + azolla C/N 30 sebesar 177,39 dari semua perlakuan didapatkan hasil yang relatif sama. Sesuai pendapat setyamidjaja (2006) yang menyatakan bahwa nitrogen berperan penyempurnaan pollendan tongkol jagung manis, selanjutnya Nugroho (2009) menyatakan bahwa peningkatan bahwa peningkatan berat tongkol pada tanaman jagung manis seiring dengan meningkatkannya efesiensi proses fotosintesis maupun lajunya translokasi fotosintat ke bagian tongkol ditambah dengan tersedianya nitrogen dalam jumlah


(66)

yang cukup akan memepercepat proses pengubahan karbohidrat menghasilkan energi untuk pembesaran tongkol dan pengisian biji.

6. Diameter Tongkol Jagung ( cm )

Berdasarkan hasil sidik ragam ( lampiran 6) diameter tongkol jagung manis menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukan angka yang indentik. Hasil rerata dapat dilihat pada tabel 5.

Dari tabel 5 menunjukkan rerata diameter tongkol jagung manis tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan unsur hara N pada kompos relatif sama (tabel 2) sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap hasil tanaman jagung manis. Menurut Soetoro et al. (2008), menyatakan bahwa hara mempengaruhi bobot tongkol terutama biji, karena hara yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak yang nantinya akan disimpan dalam biji sehingga berpengaruh dalam meningkatkan bobot tongkol.

Diameter tongkol berhubungan erat dengan ketersediaan nitrogen (N) merupakan komponen utama dalam proses sintesa protein. Apabila sintesa protein berlangsung baik akan berkorelasi positif terhadap peningkatan ukuran tongkol baik dalam hal panjang maupun ukuran diameter tongkolnya (Ferry H Tarigan, 2007). Menurut Nurhayati (2002) hasil tanaman jagung manis ditentukan oleh fotosintesis yang terjadi setelah pembungaan. Jagung manis dipetik dalam bentuk tongkol berkelobot, sehingga dalam hal ini yang berperan menentukan hasil tanaman adalah besarnya fotosintat yang terdapat pada daun dan batang. Apabila


(1)

61 f. Tabel Sidik Ragam Diameter tongkol

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr > F Model 5 0,98680833 0,19736167 2,21 0,1810 ns Perlakuan 3 0,39769167 0,13256389 1,49 0,3106 ns

Galat 6 0,53548333 0,08924722

Total 11 1,52229167

Keterangan : ns = Tidak ada beda nyata pada taraf 5% g. hasil sidik ragam hasil tanaam (ton/ha)

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr > F Model 5 41,52306667 8,30461333 2,45 0,1532 ns Perlakuan 3 21,62200000 7,20733333 2,21 0,1985 ns

Galat 6 20,36000000 3,39333333

Total 11 61,88306667

Coeff Var : 25.91374

Lampiran 7. Pembuatan kompos

Azolla Jerami Kompos


(2)

62 lampiran 8. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman.

Tanaman jagung umur 14 HST Tanaman jagung umur 28 HST

tanaman jagung umur 56 HST Tanaman jagung umur 72 HST

Tinggi tanaman perlakuan jerami

Tinggi tanaman perlakuan jerami + azolla dengan C/N 40

Tinggi tanaman perlakuan jeami + azolla dengan C/N 35

Tinggi tanaman perlakuan jeami + azolla dengan C/N 30


(3)

63


(4)

64 Lampiran 9. Hasil laboratorium BBTKPP


(5)

(6)

66 Lampiran 10. Hasil laboratorium Tanah UMY