TINGKAT PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK OLEH IBU DI RW 08 DUSUN WONOREJO SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK OLEH IBU DI RW 08 DUSUN WONOREJO

SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh DIAN AJI FITRIANI

20120350080

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK OLEH IBU DI RW 08 DUSUN WONOREJO

SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh DIAN AJI FITRIANI

20120350080

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINGKAT PENGETAHUAN SWAMEDIKASI DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK OLEH IBU DI RW 08 DUSUN WONOREJO

SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA Disusun oleh :

DIAN AJI FITRIANI 20120350080

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 25 Oktober 2016

Dosen Pembimbing

Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc, Apt NIK. 19850526201004173121

Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 1

Dra. Sri Kadarinah, Apt Rima Erviana, M.Sc, Apt NIK. 201202 NIK. 1978 0606 201504 17324

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc, Apt NIK. 19850526201004173121


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Dian Aji Fitriani

NIM : 20120350080

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016 Yang membuat pernyataan

Dian Aji Fitriani NIM. 20120350080


(5)

iv MOTTO

“Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!. Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai

tujuan [kerinduan] engkau semata!” (QS. Al-Insyirah: 6-8)

“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama

untuk menyelesaikannya”

(QS. Al-Baqarah: 153)

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal

yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak” (Aldus Huxley)


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN Alhamdulillahirabbil’alamin.

Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesabaran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Kupersembahkan Karya Tulis Ilmiah ini untuk :

Ayahanda Suraji dan Ibunda Samiyati, terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil in kepada Bapak dan Ibu yang telah memberikan

kasih sayang, segala dukungan, doa dan cinta kasih yang tiada terhingga.

Adik Kartika Restu Aji, terima kasih sudah memberikan semangat agar KTI ini dapat terselesaikan dengan cepat

Wulan, Rima, Senja, Lisa, Chyntia, Dila, Nanda, terima kasih atas doa, bantuan, dan perjuangan kita selama 4 tahun, sukses selalu buat kita.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan kuasaNya penulis dalam menyelesaikan Penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini diberi kemudahan. Sholawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Karena pertolongan-Nya dan dukungan mereka sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penelitian KTI ini yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Swamedikasi Dalam

Penanganan Demam Pada Anak Oleh Ibu Di Rw 08 Dusun Wonorejo Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta”.

Penulis menyadari semua penyusunan Penelitian KTI ini tidak lepas dari bantuan oleh berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Ardi Pramono Sp.An., M.Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin dalam pelaksanaan Penelitian KTI ini.

2. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin dalam pelaksanaan Penelitian KTI ini.

3. Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Penelitian KTI ini. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan


(8)

vii

ilmu yang diberikan selama penelitian hingga selesainya penyusunan Penelitian KTI ini.

4. Rima Ervina, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji 1 dan Dra. Sri Kadarinah, Apt selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan kritik dan saran dalam perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Bapak atau Ibu dosen pengajar yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dengan ilmu yang diberikan.

6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian Penelitian KTI ini. Diharapkan semoga penelitian saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis pun menyadari bahwa penyusunan Penelitian KTI ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan mendukung kemanfaatan hasil penelitian ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016 Penulis


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Tujuan penelitian ... 5

E. Manfaat penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Swamedikasi ... 7

1. Definisi Swamedikasi ... 7

2. Faktor-faktor perilaku swamedikasi ... 8

3. Penggolongan Obat Untuk Swamedikasi ... 9

B. Demam ... 10

1. Etiologi Demam... 11

2. Patofisiologi Demam ... 11


(10)

ix

4. Diagnosis ... 13

5. Terapi Demam ... 13

C. Pengetahuan ... 15

D. Kerangka Konsep ... 17

E. Keterangan Empiris ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 20

A. Desain Penelitian ... 20

B. Tempat Dan Waktu ... 20

C. Populasi Dan Sampel ... 20

a) Ukuran sampel : ... 21

b) Teknik Sampling ... 22

D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 23

E. Identifikasi Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 24

1. Variabel Penelitian ... 24

2. Definisi Operasional ... 24

F. Instrumen Penelitian... 25

G. Uji Kualitas Instrumen ... 25

1. Uji Validitas... 26

2. Uji Reliabilitas ... 26

H. Cara Kerja ... 26

I. Skema Langkah Kerja ... 27

J. Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

B. Uji Instrumen ... 31

1. Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 31

2. Hasil Uji Instrumen ... 32

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 36

1. Gambaran Usia Anak Dari Responden... 36

2. Karakteristik Responden ... 38


(11)

x

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden ... 49

5. Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap Tingkat Pengetahuan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanda khusus golongan obat... 9

Gambar 2. Tanda peringatan obat bebas terbatas... 10

Gambar 3. Kerangka Konsep... 17

Gambar 4. Alur Penelitian... 27

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 37 Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 39

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 40

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Pengobatan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 41

Gambar 9. Obat Demam yang Dipilih Responden Untuk Menangani Demam di RW 08 di Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 42

Gambar 10. Cara Mendapatkan Obat Demam yang Dilakukan oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 44

Gambar 11. Cara Mendapatkan Obat Demam yang Dilakukan oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 45

Gambar 12. Biaya Yang Dikeluarkan Untuk Membeli Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 46

Gambar 13. Cara Memilih Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 47

Gambar 14. Alasan Yang Berpengaruh Dalam Pemilihan Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 48


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi – kisi Instrumen Penelitian... 32 Tabel 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner... 33 Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner... 35 Tabel 4. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi

Demam di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 50 Tabel 5. Rekapitulasi Jawaban Responden Tentang Swamedikasi

Demam di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 51 Tabel 6. Pengaruh Pendidikan Terakhir dengan Tingkat Pengetahuan

Respondendi RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 53 Tabel 7. Pengaruh Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan

Respondendi RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 54 Tabel 8. Pengaruh Jarak Pengobatan dengan Tingkat Pengetahuan

Respondendi RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta... 55


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas ... 67

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas ... 68

Lampiran 3. TingkatPengetahuan ... 69

Lampiran 4. Pengaruh Pendidikan Terakhir Dengan Tingkat Pengetahuan ... 70

Lampiran 5. Pengaruh Pendapatan Dengan Tingkat Pengetahuan ... 71

Lampiran 6. Pengaruh Jarak Pengobatan Dengan Tingkat Pengetahuan ... 72


(15)

xiv INTISARI

Pengobatan sendiri, atau yang disebut juga dengan swamedikasi, merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti, demam, batuk, flu, nyeri, diare, dan gastritis sebelum mencari pertolongan dari tenaga kesehatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu – ibu di Dusun Wonorejo RW 08 dalam swamedikasi demam pada anak.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan data yang didapatkan dari kuesioner dan wawancara kepada 97 responden. Kuesioner meliputi pernyataan tentang pengetahuan swamedikasi demam yang dinyatakan dalam benar dan salah. Pengetahuan dikategorikan baik, cukup, atau kurang. Analisis data dilakukan secara desktiptif untuk menggambarkan tingkat pengetahuan responden untuk mengetahui pengaruh sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden di dusun Wonorejo RW 08 mengenai swamedikasi demam itu cukup yaitu sebesar 73,3 % dan terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan dengan pendidikan terakhir (p-value 0,000) dan pendapatan (p-value 0,008), sedangkan untuk jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek tidak berpengaruh (p-value 0,536). Faktor yang mendorong dalam swamedikasi demam yaitu saran dari dokter, saran dari teman, dan berdasarkan pengalaman sendiri (74%).


(16)

xiii

ABSTRACT

Self medication or also called swamedikasi is an effort made by most of people to reduce health problem like fever, cough, influenza, pain, diarhea and gastritic before seek help from health professionals. The purpose of this research is to determine the level of knowledge of people in Wonorejo RW 08 in swamedikasi fever on a child.

This study used descriptive analitic and data was colected using questionnaires and interview to 97 respondents. The questionnaire covering about the knowledge of swamedikasi fever and the result is right or wrong. The level of knowledge was classified by good, quite, or less. Data analysis conducted to describe the knowledge of the respondents and to know the correlation between sosiodemografi and the knowledge of the respondents.

The results of research suggests that the level knowledge of respondents in Wonorejo RW 08 about swamedikasi fever is big enought ( 73,3%) and there are correlation between the level knowledge to the last education ( p-value 0,000) and income level (p-value 0,008), where as for the distance between the residence with a shop or pharmacy unrelated (p-value 0,536). The factors that pushed swamedikasi fever are advice from a doctor, advice from friends and based on their experience.


(17)

(18)

xiv INTISARI

Pengobatan sendiri, atau yang disebut juga dengan swamedikasi, merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti, demam, batuk, flu, nyeri, diare, dan gastritis sebelum mencari pertolongan dari tenaga kesehatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu – ibu di Dusun Wonorejo RW 08 dalam swamedikasi demam pada anak.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan data yang didapatkan dari kuesioner dan wawancara kepada 97 responden. Kuesioner meliputi pernyataan tentang pengetahuan swamedikasi demam yang dinyatakan dalam benar dan salah. Pengetahuan dikategorikan baik, cukup, atau kurang. Analisis data dilakukan secara desktiptif untuk menggambarkan tingkat pengetahuan responden untuk mengetahui pengaruh sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden di dusun Wonorejo RW 08 mengenai swamedikasi demam itu cukup yaitu sebesar 73,3 % dan terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan dengan pendidikan terakhir (p-value 0,000) dan pendapatan (p-value 0,008), sedangkan untuk jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek tidak berpengaruh (p-value 0,536). Faktor yang mendorong dalam swamedikasi demam yaitu saran dari dokter, saran dari teman, dan berdasarkan pengalaman sendiri (74%).


(19)

xiii

ABSTRACT

Self medication or also called swamedikasi is an effort made by most of people to reduce health problem like fever, cough, influenza, pain, diarhea and gastritic before seek help from health professionals. The purpose of this research is to determine the level of knowledge of people in Wonorejo RW 08 in swamedikasi fever on a child.

This study used descriptive analitic and data was colected using questionnaires and interview to 97 respondents. The questionnaire covering about the knowledge of swamedikasi fever and the result is right or wrong. The level of knowledge was classified by good, quite, or less. Data analysis conducted to describe the knowledge of the respondents and to know the correlation between sosiodemografi and the knowledge of the respondents.

The results of research suggests that the level knowledge of respondents in Wonorejo RW 08 about swamedikasi fever is big enought ( 73,3%) and there are correlation between the level knowledge to the last education ( p-value 0,000) and income level (p-value 0,008), where as for the distance between the residence with a shop or pharmacy unrelated (p-value 0,536). The factors that pushed swamedikasi fever are advice from a doctor, advice from friends and based on their experience.


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengobatan sendiri, atau yang disebut juga dengan swamedikasi, merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit sebelum mencari pertolongan dari tenaga kesehatan (Depkes, 2008). Swamedikasi dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti, demam, batuk, flu, nyeri, diare, dan gastritis (Supardi dan Raharni, 2006).

Demam adalah keadaan kenaikan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 37,5 ºC. Demam merupakan salah satu keluhan utama yang sering disampaikan oleh orang tua pada saat membawa anaknya pergi ke tenaga kesehatan atau ke tempat pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan demam pada anak yang terjadi di masyarakat sangat bervariasi. Mulai dari yang ringan yaitu berupa self management, sampai yang serius dengan cara non self management yang mengandalkan pengobatan pada tenaga medis. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak secara self management dapat dilakukan melalui terapi fisik, terapi obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Terapi secara fisik yang sering dilakukan antara lain menempatkan anak dalam ruangan bersuhu


(21)

normal, memberikan minum yang banyak, dan melakukan kompres. (Ismoedijanto, 2000).

Semua tingkat umur manusia dapat mengalami panas tinggi atau demam, itu terjadi karena berbagai kemungkinan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Namun kasus demam pada bayi dan anak balita itu tidak dapat diabaikan begitu saja. Perlakuan dan penanganannya jauh berbeda dengan orang dewasa, apabila perlakuan dan penanganannya salah, lambat dan tidak tepat akan mengakibatkan terganggunya perkembangan dan pertumbuhan tubuh pada balita dan keselamatan jiwanya dapat juga terancam. Oleh karena itu bagi para orang tua wajib menguasai pengetahuan yang lengkap mengenai demam pada anak, sehingga pada saat buah hatinya mengalami demam bukan kepanikan yang muncul melainkan sikap yang tepat dan tindakan atau pertolongan pertama yang segera dilakukan untuk mencegah akibat yang lebih buruk (Widjaja, 2001). Pengetahuan pengobatan sendiri umumnya masih rendah dan kesadaran masyarakat untuk membaca label pada kemasan obat juga masih kecil. Sumber informasi utama untuk melakukan pengobatan sendiri umumnya berasal dari media massa (Supardi dan Notosiswoyo, 2005).

Banyak dari orang tua yang langsung memberikan obat penurun panas saat anak mereka demam. Beberapa faktor yang berperan pada perilaku pengobatan sendiri antara lain kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan kelompok referensi dan keluarga (Basu, 2012).


(22)

3

Pengobatan sendiri atau swamedikasi dapat menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Obat dapat diperjual belikan secara bebas tanpa resep dokter untuk mengobati jenis penyakit yang pengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh masyarakat. Rekomendasi WHO untuk mengatasi demam adalah obat-obat dari kelompok terapi analgesik-antipiretik. WHO merekomendasikan parasetamol, ibuprofen, asetosal (aspirin) adalah obat yang menjadi pilihan dalam mengatasi demam (WHO, 2001).

Allah SWT telah menjelaskan bahwa segala macam penyakit yang dialami oleh seseorang pasti ada obatnya, seperti yang dijelaskan firmanNya

surat Asy Syu’ara ayat 80:

Artinya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS

Asy Syu’ara: 80]

Dari firman Allah SWT di atas dijelaskan bahwa, obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah.

Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala

sesuatu.” Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika

Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan didapat.

Penelitian ini dilakukan di RW 08 Dusun Wonorejo, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dusun Wonorejo RW 08 ini terdiri dari tiga RT, yaitu RT.03,


(23)

RT.04, RT.05. Dusun Wonorejo lokasinya berada dipinggir desa, namun tidak jauh dari jalan raya. Dusun Wonorejo RW 08 ini sudah banyak terdapat warung-warung kecil dan apotek yang berada di wilayah ini, sehingga dapat mendorong ibu-ibu untuk melakukan pengobatan sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah faktor yang mendorong swamedikasi demam oleh ibu-ibu di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan ibu-ibu di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta dalam melakukan swamedikasi demam pada anak?

3. Apakah faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu-ibu mengenai swamedikasi demam di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini adalah, penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2012), yang berjudul Gambaran Swamedikasi Dalam Menangani Demam Pada Anak Oleh Ibu-Ibu Pengunjung Posyandu Di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan observational, kuantitatif dengan rancangan

cross-sectional. Pengumpulan sampel menggunakan data primer dan data sekunder,

dan penelitian sampel menggunakan propotional sampling dan purposive sampling. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor pendorong yaitu saran dokter, saran dari teman, dan berdasarkan pengalaman sendiri. Obat yang


(24)

5

paling banyak digunakan dalam menangani demam adalah golongan asetaminofen, serta sumber informasi melakukan swamedikasi yang terbanyak menurut responden adalah bersumber dari tenaga kesehatan. Perbedaan dengan penelitian di atas adalah lokasi dan waktu penelitian. D. Tujuan penelitian

1. Mengetahui faktor yang mendorong swamedikasi demam oleh ibu-ibu di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu-ibu di Dusun Wonorejo RW 08,

Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta mengenai swamedikasi demam. 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu-ibu

mengenai swamedikasi demam di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

E. Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti

Dapat dijadikan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Serta menambah informasi mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu yang melakukan swamedikasi.

2. Bagi masyarakat

Dapat dijadikan dokumentasi dan memberikan informasi mengenai swamedikasi penanganan demam pada anak dengan benar di Dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.


(25)

3. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dengan memberdayakan masyarakat di bidang pengobatan melalui program edukasi dengan metoda CBIA (Cara Belajar Ibu Aktif) yang dilakukan dengan meningkatan ketrampilan dalam memilih obat bebas yang menekankan tentang pentingnya membaca informasi tentang obat yang terdapat dalam kemasan penandaan obat dalam rangka swamedikasi yang sesuai aturan.


(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Swamedikasi

1. Definisi Swamedikasi

Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam cakupan pelayanan sendiri adalah swamedikasi, pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit ringan, tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002).

Pengobatan sendiri dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, serta berbagai penyakit lain (Depkes, 2006).

Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan agar pengobatan sendiri tersebut dilakukan dengan tepat dan bertanggung jawab, antara lain (Fauzi, 2011) :

a. Pada pengobatan sendiri, individu atau pasien bertanggung jawab terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label obat secara seksama dan teliti.


(27)

b. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri maka ia harus dapat:

1) Mengenali gejala yang dirasakan

2) Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk melakukan pengobatan sendiri atau tidak

3) Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya

4) Mengikuti instruksi yang sesuai pada label obat yang dikonsumsi c. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat

yang mereka konsumsi. Konsultasi dengan dokter merupakan pilihan terbaik bila dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi yang dilakukan yidak memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

d. Setiap orang yang melakukan swamedikasi harus menyadari kelebihan dan kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan.

2. Faktor-faktor perilaku swamedikasi

Perilaku kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu faktor perilaku dan di luar perilaku. Faktor perilaku sendiri dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

a. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, sumber daya,tersedia atau tidak tersedianya fasilitas dan sarana prasarana. b. Faktor pendorong yang terwujud dalam lingkungan sikap dan perilaku

petugas kesehatan maupun petugas lain, teman, tokoh yang bisa menjadi kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(28)

9

Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku masyarakat tentang kesehatan dapat ditentukan oleh kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan kelompok referensi dan keluarga (Basu, 2012).

3. Penggolongan Obat Untuk Swamedikasi

Golongan obat yang digunakan untuk melakukan swamedikasi (Dekes, 2008) :

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah parasetamol.

a b

Keterangan : a. Obat bebas b. Obat bebas terbatas Gambar 1. Tanda khusus golongan obat

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas sebagai berikut:


(29)

Gambar 2. Tanda peringatan obat bebas terbatas c. Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud diwajibkan untuk (Kemenkes Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990) :

(1) Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan Obat Wajib Apoteker yang bersangkutan.

(2) Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

(3) Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang peru diperhatikan oleh pasien.

B. Demam

Demam adalah kondisi dimana otak mematok suhu diatas setting normal yaitu diatas 37,5 ºC. Namun demikian panas yang sesungguhnya adalah bila suhu > 37,5 ºC. Akibat tuntutan peningkatan setting tersebut maka tubuh akan memproduksi panas (Sofia, 2008).


(30)

11

Tingginya suhu tubuh juga tidak dapat dijadikan indikasi bahwa penyakit yang diderita anak semua parah. Sebab pada saat itu tubuh sedang berusaha melakukan perlawanan terhadap penyakit akibat infeksi, dengan demikian demam dapat reda dengan sendirinya dalam 1–2 hari dan tidak selalu butuh pengobatan.

Pirogen adalah suatu zat yang dapat menyebabkan demam. Terdapat 2 jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh, dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus, sedangkan pirogen endogen adalah IL-1, faktor nekrosis tumor (TNF) dan interferon (INF) (Suriadi & Yuliani, 2010).

1. Etiologi Demam

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overheating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. (Lubis, 2009).

2. Patofisiologi Demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen


(31)

terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello and Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan


(32)

13

pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

3. Manifestasi Klinis

Pada demam yang disebabkan oleh peningkatan sel point hipotalamus yang berhubungan dengan pirogen endogen maupun eksogen, peningkatan pembentukan panas dan pengeluaran panas. Penderita merasa menggigil, berkeringat, gelisah, tidak ada nafsu makan, nadi dan pernafasan cepat dan petechiae (Suriadi dan Yuliani, 2010).

4. Diagnosis

Diagnosis demam dapat dilakukan dengan:

a. Anamnesis : umur, karakteristik demam termasuk cara timbul demam, lama demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai dem

b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah, analisis urin, foto thorak (Suriadi dan Yuliani, 2010).

5. Terapi Demam

Penatalaksanaan demam dapat dilakukan dengan obat analgesik/antipiretik. Antipiretik bekerja menghambat enzim COX (Cyclo-Oxygenase) sehingga pembentukan prostaglandin terganggu dan selanjutnya menyebabkan terganggunya peningkatan suhu tubuh. Terdapat berbagai macam obat antipiretik yang beredar di Indonesia, misalnya


(33)

parasetamol, ibuprofen, aspirin, acetosal, metamizole, turunan pirazolon. Namun yang sering digunakan parasetamol, ibuprofen, dan aspirin karena lebih mudah didapat dan lebih murah. Oleh karena itu berikut akan dibahas mengenai penggunaan parasetamol, ibuprofen, dan aspirin sebagai obat antipiretik pada anak.

a. Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol ini merupakan derivat para amino fenol. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Efek anti inflamasi dan reaksi alergi parasetamol hampir tidak ada.

Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mgr/kgBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.

b. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung, dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping


(34)

15

hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek lainnya seperti eritema kulit, sakit kepala, dan trombositopenia jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut, terutama bila dikombinasikan dengan asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.

c. Aspirin

Aspirin atau asam asetil salisilat sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin tidak direkomendasikan pada anak <16 tahun karena terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye. Aspirin juga tidak dianjurkan untuk demam ringan karena memiliki efek samping merangsang lambung dan perdarahan usus. Efek samping lain, seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.

C. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan sumber yang mendasari seseorang dalam bertindak atau melakukan sesuatu. Dengan memiliki pengetahuan yang cukup, seseorang dapat melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah sesuai dengan hal yang dihadapinya. Setiap manusia perlu meningkatkan berbagai pengetahuan yang dimilikinya sebagai sebuah dasar untuk melakukan setiap tindakan yang akan


(35)

dilakukan. Menurut Notoadmodjo (2003), terdapat 6 macam tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan cotoh, dan menyimpulkan.

3. Analisis (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

4. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.


(36)

17

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.

D. Kerangka Konsep

Gambar 3.Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan

responden

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang Ibu – ibu yang

pernah melakukan swamedikasi

Faktor sosiodemografi: 1. Pendidikan terakhir 2. Pendapatan


(37)

E. Keterangan Empiris

Diharapkan berdasarkan penelitian ini dapat diketahui tingkat pengetahuan ibu-ibu di dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta tentang swamedikasi demam serta gambaran swamedikasi demam.


(38)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sehingga penelitian ini menekankan pengumpulan fakta dan identifikasi data. Komponen dalam metode penelitian ini ialah, mendeskripsi, menganalisis, menfsirkan temuan dalam istilah yang jelas dan tepat (Sulistyo, 2006). Hasil penelitian ini diambil dari data primer yang didapatkan dari kuesioner dan wawancara kepada responden.

B. Tempat Dan Waktu

1. Tempat penelitian ini dilakukan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

2. Waktu pelaksaan pada bulan Juni 2015. C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi adalah ibu-ibu yang bertempat tinggal di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta yang pernah melakukan swamedikasi demam untuk anaknya.

2. Penentuan sampel dalam penelitian menggunakan teknik purposive sampling.


(39)

a) Ukuran sampel :

Dusun Wonorejo RW 08 memiliki jumlah penduduk sebesar 128 KK. Jumlah sampel (n) diambil berdasarkan rumus sebagai berikut (Zaenuddin, 2002):

dimana:

n : jumlah sampel

: nilai Z pada derajat kepercayaan 1- = 1,96 p : proporsi populasi = 0,5

d : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan N : jumlah populasi = 128 KK

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah responden yang digunakan sebagai sampel sebesar :

= 96,1978


(40)

22

b) Teknik Sampling

Penentuan sampel untuk tiap-tiap RT yang terpilih digunakan teknik purposive sampling. Teknik sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek atas pertimbangan tertentu. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan masing-masing RT, dikarenakan agar semua sampel dari masing-masing RT dapat mewakili seluruh jumlah populasi di RW 08 Dusun Wonorejo Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Membagikan sampel dilakukan secara door to door ke setiap rumah penduduk dan dibagikan kepada ibu-ibu yang datang ke posyandu dusun Wonorejo RW 08.

Penentuan jumlah sampel tiap RT: Rumus:

Keterangan:

y : Jumlah pengambilan sampel per RT K : Jumlah penduduk per RT

RT 03 sebanyak 32 KK RT 04 sebanyak 34 KK RT 05 sebanyak 31 KK

Nk : Jumlah total populasi dari 3 RT : Jumlah sampel penelitian 97 KK


(41)

Perhitungan jumlah sampel masing-masing RT RT 03

Jadi jumlah sampel yang diambil di RT 03 sebanyak 25 KK

RT 04

Jadi jumlah sampel yang diambil di RT 04 sebanyak 26 KK

RT 05

Jadi jumlah sampel yang diambil di RT 05 sebanyak 24 KK D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

Ibu-ibu yang bertempat tinggal di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, yang pernah melakukan swamedikasi demam untuk anaknya.

2. Kriteria Eksklusi


(42)

24

b) Ibu-ibu yang tidak bisa mengisi kuesioner dengan lengkap yang bertempat tinggal di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

E. Identifikasi Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor sosiodemografi yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang swamedikasi demam pada anak di dusun Wonorejo RW 08 Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang swamedikasi demam pada anak di dusun Wonorejo RW 08 Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

2. Definisi Operasional

a. Responden adalah ibu-ibu yang pernah melakukan swamedikasi demam untuk anaknya yang ada di dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta yang telah mewakili masing-masing KK.

b. Swamedikasi (pengobatan sendiri) suatu tindakan atau usaha ibu yang dilakukan sendiri untuk mengatasi demam anaknya (umur 0 – 14 tahun) tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu di dusun Wonorejo RW 08 Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.


(43)

c. Demam adalah kondisi dimana suhu tubuh diatas batas normal (>37,5˚C).

d. Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan responden berdasarkan kemampuan untuk menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner mengenai swamedikasi di dusun Wonorejo RW 08 Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

e. Faktor Sosiodemografi adalah faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan responden mengenai swamedikasi demam untuk anaknya yang meliputi faktor pendidikan terakhir, pendapatan, dan jarak pengobatan.

F. Instrumen Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pernyataan (kuesioner) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Masing-masing item akan diberi nilai 1 apabila menjawab benar dan 0 apabila menjawab salah.

G. Uji Kualitas Instrumen

Pengujian validitas dan reliabilitas dari daftar pernyataan ini dimaksudkan agar daftar pernyataan yang dipergunakan untuk mendapatkan data penelitian valid dan reliable.


(44)

26

1. Uji Validitas

Validitas dalam penelitian dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang inti atau arti sebenarnya yang diukur. Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Umar, 2004). Dikatakan valid jika signifikan < 0,05 atau < 5% (Wiyono, 2011) 2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran dimana pengujiannya dapat dilakukan secara internal, yaitu pengujian dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada (Umar, 2004). Variabel dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6 (Ghozali, 2001).

H. Cara Kerja

1. Tahap pertama adalah tahap persiapan penelitian yaitu studi pustaka yang berkaitan degan penelitian serta pembuatan proposal serta alat ukur dalam penelitian yakni kuisioner berdasarkan studi pustaka.

2. Tahap kedua adalah tahap perizinan melakukan penelitian.

3. Tahap ketiga adalah uji validitas dan reliabilitas terhadap kuiesioner yang digunakan sebagai alat ukur yang valid dalam penelitian.

4. Tahap keempat adalah melakukan pendataan ibu di RW 08 dusun Wonorejo.


(45)

5. Tahap kelima pembagian kuesioner untuk penelitian sesuai dengan sampel yang telah ditetapkan sebelumnya. Kuesioner diberi penjelasan secara lisan mengenai setiap butir pertanyaan.

6. Hasil data responden diinput ke komputer untuk pengolahan dan analisis data.

I. Skema Langkah Kerja

Gambar 4. Alur Penelitian J. Analisis Data

1. Editing, tahapan ini merupakan kegiatan penyunting data yang terkumpul

dengan cara memeriksa kelengkapan data dan kesalahan pengisian kuesioner untuk memastikan data yang diperoleh telah lengkap dapat dibaca dengan baik, relevan, dan konsisten.

2. Coding, setelah melakukan proses editing kemudian dilakukan

pengkodean terhadap setiap variable sebelum diolah dengan komputer Wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden

Input data ke komputer

Analisis deskriptif dan statistika

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(46)

28

dengan tujuan untuk memudahkan dalam melakukan analisa data. Data yang dicoding adalah data pengetahuan pengobatan sendiri (self-medication). Pada pertanyaan variable pengetahuan dilakukan dengan proses scoring.

3. Scoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa

pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu variabel. Pada kuesioner yang digunakan, untuk variabel pengetahuan pengobatan sendiri, setiap butir pertanyaan dalam kuesioner diberi skor 1 jika responden dapat menjawab benar dan skor 0 jika responden menjawab salah.

4. Entry data, tahap ini merupakan proses memasukkan data dari kuesioner ke dalam computer untuk kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak komputer.

5. Cleaning, proses pengecekan kembali dari pemeriksaan kesalahan pada data yang sudah dientry untuk diperbaik dan disesuaikan dengan data yang telah dikumpulkan.

6. Analasis data

Pada tahap ini dilakukan pembahasan dari hasil kuesioner yang telah didapat dari responden

7. Intepretasi hasil

Intepretasi hasil ini didapat dari hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden, sehingga didapatkan hasil mengenai tingkat pengetahuan


(47)

dalam swamedikasi demam dilakukan penilaian dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:

P = Persentase nilai pengetahuan

f = Skor yang didapat N = Jumlah soal

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari seluruh pertanyaan


(48)

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Ngaglik terbagi dalam 6 desa, 87 pedukuhan, 222 Rukun Warga (RW), dan 657 Rukun Tetangga (RT), dengan luas wilayah kurang lebih 3.852 Ha. Kecamatan Ngaglik memiliki penduduk tidak kurang dari 78.707 jiwa dengan 23.967 Kepala keluarga. Selain itu terdapat kurang lebih 10 ribu penduduk musiman yang sebagian besar merupakan mahasiswa. Pertumbuhan penduduk 2,28% per tahun.

Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta merupakan salah satu padukuhan dari 87 padukuhan yang ada di kawasan Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Secara administratif dusun Wonorejo terdiri dari 2 RW dan 6 RT. Dimana RW 08 terdiri dari 3 RT yang terdiri dari 128 KK. Dusun Wonorejo mempunyai 2 apotek dan 2 tempat praktek dokter. B. Uji Instrumen

1. Kisi – kisi Instrumen Penelitian

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, yaitu untuk mengumpulkan data dari responden. Sebelum kuesioner dijadikan alat pengumpul data, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dari kuesioner yang telah disusun.


(49)

Intrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2006). Kisi – kisi intrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dari responden ditunjukkan pada tabel 1 (Sri, 2014).

Tabel 1. Kisi – kisi Instrumen Penelitian

Indikator No. Item Pertanyaan

Definisi demam 1, 2, 3

Penyebab demam 4

Ketepatan penanganan 5, 6, 7, 9, 10

Efek samping 8, 18, 19

Ketepatan obat 11, 21

Ketepatan penggunaan obat 12, 23

Ketepatan dosis 13, 20

Biaya yang dikeluarkan 14

Ketepatan waktu penggunaan obat 15

Ketepatan informasi obat 16, 17

Ketepatan penyimpanan obat 22

2. Hasil Uji Instrumen

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kuesioner dapat dikatakan valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan 30 responden dengan pertanyaan sebesar 23 item.


(50)

33

1. Hasil Uji Validitas

Uji validitas dapat dikatakan valid bila data dapat diteliti secara tepat. Hasil uji validitas dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner

No. Pernyataan Sig Keterangan

1. Demam merupakan keadaan peningkatan

suhu tubuh . Tidak Valid

2. Pada suhu > 37,5 ˚C anak sudah dapat

dikatakan demam 0,002 Valid

3. Demam merupakan salah satu mekanisme

pertahanan tubuh 0,004 Valid

4. Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus 0,000 Valid 5 Derajat keparahan demam dapat dilihat dari

suhu dan keadaan anak 0,658 Tidak Valid

6. Demam merupakan suatu keadaan

berbahaya dan harus segera diturunkan 0,000 Valid 7. Demam anak akan terus meningkat apabila

tidak segera diturunkan 0,003 Valid

8. Dampak buruk seperti kejang, koma, bahkan kematian merupakan dampak lanjut demam pada anak

0,001 Valid

9. Cara pengukuran suhu demam anak yang

paling akurat menggunakan termometer 0,042 Valid 10. Demam dapat diturunkan menggunakan

kompres air dingin 0,000 Valid

11. Paracetamol merupakan salah satu contoh

obat penurun panas 0,012 Valid

12. Cara pakai paracetamol bisa diserbukkan

atau langsung ditelan 0,007 Valid

13. Aturan pakai paracetamol yang digunakan untuk mengobati demam 3-4x sehari 1 tablet


(51)

No. Pernyataan Sig Keterangan

14. Semakin mahal harga obat efek yang

dihasilkan akan semakin baik 0,021 Valid

15. Penggunaaan obat demam 3 kali sehari dalam sehari, berarti obat demam diminum pada waktu pagi, siang, malam

0,000 Valid

16. Obat demam harus diminum sampai habis 0,243 Tidak Valid 17. Obat demam harus dibeli dengan resep

dokter 0,009 Valid

18. Semua obat penurun panas memiliki efek

samping 0,000 Valid

19. Mual muntah, nyeri perut merupakan contoh dari efek samping penggunaan obat demam

0,695 Tidak Valid

20. Terdapat batas dosis harian pada obat

penurun panas 0,001 Valid

21. Obat demam hanya tersedia dalam bentuk

sirup 0,000 Valid

22. Obat demam dalam bentuk sirup harus

terhindar dari cahaya matahari 0,000 Valid

23. Obat penurun panas tidak boleh diberikan

untuk anak usia < 3 bulan 0,000 Valid

Tabel 2, menunjukan bahwa dari 23 item pernyataan terdapat nilai 4 item pernyataan yang memiliki nilai signifikansi > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pernyataan nomor 1, 5, 16 dan nomor 19 dinyatakan tidak valid, dan harus dikeluarkan, namun sudah dapat diwakilkan oleh pernyataan yang lain.


(52)

35

2. Hasil Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang, terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2001). Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

No. Pernyataan Cronbach’s

Alpha Keterangan

1. Pada suhu > 37,5 ˚C anak sudah dapat

dikatakan demam 0,896 Reliabel

2. Demam merupakan salah satu mekanisme

pertahanan tubuh 0,892 Reliabel

3. Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus 0,884 Reliabel 4. Demam merupakan suatu keadaan

berbahaya dan harus segera diturunkan 0,881 Reliabel 5. Demam anak akan terus meningkat apabila

tidak segera diturunkan 0,891 Reliabel

6. Dampak buruk seperti kejang, koma, bahkan kematian merupakan dampak lanjut demam pada anak

0,890 Reliabel

7. Cara pengukuran suhu demam anak yang

paling akurat menggunakan termometer 0,897 Reliabel 8. Demam dapat diturunkan menggunakan

kompres air dingin 0,888 Reliabel

9. Paracetamol merupakan salah satu contoh

obat penurun panas 0,893 Reliabel

10. Cara pakai paracetamol bisa diserbukkan

atau langsung ditelan 0,893 Reliabel

11. Aturan pakai paracetamol yang digunakan untuk mengobati demam 3-4x sehari 1 tablet


(53)

No. Pernyataan Cronbach’s

Alpha Keterangan

12. Semakin mahal harga obat efek yang

dihasilkan akan semakin baik 0,901 Reliabel

13. Penggunaaan obat demam 3 kali sehari dalam sehari, berarti obat demam diminum pada waktu pagi, siang, malam

0,885 Reliabel

14. Obat demam harus dibeli dengan resep

dokter 0,898 Reliabel

15. Semua obat penurun panas memiliki efek

samping 0,889 Reliabel

16. Terdapat batas dosis harian pada obat

penurun panas 0,889 Reliabel

17. Obat demam hanya tersedia dalam bentuk

sirup 0,886 Reliabel

18. Obat demam dalam bentuk sirup harus

terhindar dari cahaya matahari 0,888 Reliabel

19. Obat penurun panas tidak boleh diberikan

untuk anak usia < 3 bulan 0,883 Reliabel

Dari 19 item yang dinyatakan valid menunjukkan nilai Cronbach’s

Alpha > 0,6 yaitu sebesar 0,895 sehingga dapat disimpulkan bahwa item pernyataan dinyatakan reliabel dimana stabilitas dan konsistensi dari alat ukur yang digunakan konsisten.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Gambaran Usia Anak Dari Responden

Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang cepat sehingga dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena


(54)

37

infeksi dibandingkan anak dengan usia lebih tua dan lebih rentan terhadap pola asuh yang salah (Krisno, 2001).

Penggolongan umur menurut Depkes (2009) : 1) Masa balita = 0 - 5 tahun 2) Masa kanak-kanak = 5 - 11 tahun 3) Masa remaja Awal = 12 - 16 tahun

Gambaran usia anak dari responden di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta disajikan dalam gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik Usia Anak Dari Responden di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 5, diketahui bahwa dari 97 responden sebagian besar memiliki anak pada kelompok usia 0 – 5 tahun, yaitu 67 (69%) responden, dan kelompok usia yang paling sedikit adalah responden yang berusia 12 - 16 tahun sebanyak 1 (1%) responden.

69% 30%

1%

Balita Kanak - kanak Remaja awal


(55)

2. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini didapatkan 97 responden yang diklasifikasikan berdasarkan pendidikan terakhir ibu, pendapatan ibu, dan jarak pengobatan.

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 2000). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidian seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi.

Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut. Keterbatasan pengetahuan akan menyulitkan seseorang memahami pentingnya pemeliharaan kesehatan, perubahan sikap dan perilaku


(56)

39

seseorang kearah yang menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta disajikan dalam gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 6, diketahui bahwa dari 97 responden yang diteliti, sebagian besar berpendidikan terakhir perguruan tinggi, yaitu sebanyak 57 (59 %) responden dan responden yang pendidikannya paling sedikit, yaitu SMP sebanyak 12 (12 %) responden.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan (Sukirno, 2006). Tingkat pendapatan berhubungan dengan tindakan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Bagi ibu dengan tingkat

59% 29%

12%

PERGURUAN TINGGI SMU


(57)

pendapatan yang rendah, biaya pengobatan menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengobatan, sehingga mereka akan cenderung mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangan (Hendrawan, 2003). Karakteristik responden berdasarkan pendapatan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta disajikan dalam gambar 7.

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 7, diketahui bahwa dari 97 responden yang diteliti, yang paling banyak adalah responden yang memiliki pendapatan sebesar <Rp. 1.000.000, yaitu 51 (52%) responden dan yang paling sedikit adalah yang memiliki pendapatan sebesar Rp. 1.000.000 - 2.000.000 sebanyak 20 (22%) responden.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Pengobatan Tempat Tinggal Dengan Warung Atau Apotek

Jarak adalah jarak antara rumah tempat tinggal dan warung atau apotek (dalam Km). Jarak dapat mempengaruhi frekwensi kunjungan ke tempat pengobatan, makin dekat tempat tinggal dari

52% 21%

27% < Rp. 1.000.000

Rp. 1.000.000 – 2.000.000 >Rp. 2.000.000


(58)

41

tempat pengobatan makin besar jumlah kunjungan ke tempat pengobatan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak rumah dari tempat pengobatan maka makin kecil pula jumlah kunjungan ke tempat pengobatan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari tempat pengobatan maka akan semakin mahal (Joko et al, 2005).

Karakteristik responden berdasarkan jarak pengobatan tempat tinggal dengan warung atau apotek di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta disajikan dalam gambar 8.

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Pengobatan Tempat Tinggal Dengan Warung Atau Apotek di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo,

Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 8, diketahui bahwa dari 97 responden yang diteliti, yang paling banyak adalah responden yang jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek sejauh 500 m – 3 km, yaitu 54 (56%) responden dan yang paling sedikit adalah yang

41%

56% 3%

< 500 m 500 m – 3 km >3 km


(59)

jarak tempat tinggal dengan kios atau apotik sejauh > 3 km, yaitu 3 (3%) responden.

3. Gambaran Swamedikasi Demam

a. Obat Demam yang Dipilih Responden Untuk Menangani Demam Beberapa obat yang digunakan untuk swamedikasi demam yaitu paracetamol, ibuprofen, dan asetosal. Obat tersebut diindikasikan untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa sakit. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam (Depkes, 2007). Ibuprofen memiliki efek terapi anti radang lebih tinggi dibandingkan dengan efek anti demamnya. Asetosal dan parasetamol efek terapi anti demamnya lebih tinggi dibandingkan efek anti nyeri dan anti radangnya (Depkes, 2007). Obat demam yang dipilih responden untuk menangani demam diRW 08 Dusun Wonorejo disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Obat Demam yang Dipilih Responden Untuk Menangani Demam di RW 08 di Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

17%

28%

14% 10% 7%

24%

Termorex Proris Tempra Bodrexin Sanmol Lainnya


(60)

43

Berdasarkan gambar 9, diketahui bahwa dari 97 responden, sebesar 37 (38%) responden memilih parasetamol dengan contoh obat di pasaran yaitu termorex, tempra, dan sanmol. Sebesar 27 (28%) responden memilih ibuprofen dengan contoh obat di pasarana yaitu proris. Sebesar 10 (10%) responden memilih aspirin dengan contoh obat di pasaran yaitu bodrexin.

Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang (Cranswick, 2000). Berdasarkan banyaknya obat me-too yang beredar dipasaran dan semakin banyak promosi menjadikan parasetamol sebagai pilihan pertama bagi ibu dalam penanganan demam pada anaknya.

b. Cara Mendapatkan Obat Demam

Obat demam tanpa resep dapat diperoleh mulai dari apotek sampai warung atau kios. Warung merupakan outlet obat yang mudah dicapai olah responden, baik karena jaraknya dekat maupun dengan uang yang sedikit sudah bisa memperoleh obat. Biasanya obat – obat yang dijual di warung dan kios adalah untuk keluhan sakit yang diketahui jelas oleh orang awam seperti demam, batuk, pegal linu, sakit kepala dan lain – lain (Supardi dan Raharni, 2006). Apotek menyediakan obat demam yang sangat beragam dibanding dengan obat demam yang ada di warung atau kios serta kebenaran informasi yang dapat dipertanggung jawabkan.


(61)

Cara mendapatkan obat demam yang dilakukan oleh reponden di RW 08 Dusun Wonorejo mendapatkan obat demam disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Cara Mendapatkan Obat Demam yang Dilakukan oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 10, diketahui bahwa dari 97 responden cara yang paling sering dilakukan untuk mendapatkan obat demam adalah membeli dari apotek, yaitu 92 (95%) responden, sedangkan cara yang paling jarang dilakukan adalah membeli dari kios atau warung yaitu sebanyak 5 (5%) responden.

Mayoritas responden Dusun Wonorejo yang lebih memilih membeli obat di apotek dikarenakan mereka lebih merasa aman terhadap kualitas obat yang dibeli dibandingkan membeli di warung. Responden di RW 08 Dusun Wonorejo juga bisa mendapatkan informasi mengenai obat yang dibelinya di apotek, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam meminum obatnya.

95% 5%

Apotek Kios / warung


(62)

45

c. Jarak Tempat Tinggal Dengan Warung atau Apotek

Jarak antara rumah dan apotek juga sangat menentukan tempat pembelian obat. Semakin dekat jarak antara rumah dan apotek maka cenderung lebih banyak responden yang membeli obat demam di apotek. Obat demam yang dapat dibeli di toko kelontong atau warung merupakan golongan obat bebas dan bebas terbatas (Priyanto, 2008). Jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek responden di RW 08 Dusun Wonorejo mendapatkan obat demam disajikan pada gambar 11.

Gambar 11. Jarak Tempat Tinggal Dengan Warung Atau Apotek Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 11, diketahui bahwa dari 97 responden jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek yang paling banyak adalah sejauh 500 m – 3 km, yaitu 54 (56%) responden, sedangkan jarak tempat tinggal dengan warung atau apotek yang paling sedikit adalah sejauh > 3 km yaitu sebanyak 3 (3%) responden.

41%

56%

3%

< 500 m

500 m - 3 km


(63)

d. Biaya Yang Dikeluarkan Untuk Membeli Obat

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat oleh responden di RW 08 Dusun Wonorejo mendapatkan obat demam disajikan pada gambar 12.

Gambar 12. Biaya Yang Dikeluarkan Untuk Membeli Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 12, diketahui bahwa dari 97 responden biaya yang paling banyak dikeluarkan untuk membeli obat oleh responden adalah sebesar Rp. 8.000.000,00 - Rp. 15.000,00, yaitu 40 (41 %) responden, sedangkan biaya yang paling sedikit dikeluarkan untuk membeli obat oleh responden adalah sebesar < Rp. 3.500,00 yaitu 5 (5 %) responden.

Responden yang memiliki anak dan pernah mengalami demam sebagian besar memilih obat yang memang sudah biasa dikonsumsi oleh anak pada saat terjadi demam. Seberapa besar atau kecil biaya yang telah dikeluarkan kemungkinan tidak menjadi sebuah

5% 16%

41% 38%

< Rp. 3.500,00

Rp. 3.500,00 - Rp. 8.000,00

Rp. 8.000.000,00 -Rp. 15.000,00 > Rp. 15.000,00


(64)

47

permasalahan, karena mereka sudah merasa cocok dengan apa yang mereka pilihkan untuk anaknya pada saat mengalami demam.

e. Cara Memilih Obat

Cara memilih obat oleh responden di RW 08 Dusun Wonorejo mendapatkan obat demam disajikan pada gambar 13.

Gambar 13. Cara Memilih Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 13, diketahui bahwa dari 97 responden cara memilih obat yang paling banyak yang dilakukan oleh responden adalah memilih sendiri, yaitu 57 (59 %) responden, sedangkan cara memilih obat yang paling sedikit yang dilakukan oleh responden adalah dipilihkan oleh petugas yaitu 40 (41 %) responden.

Responden di RW 08 Dusun Wonorejo mayoritas memilih obat demam sendiri dikarenakan mereka sudah terbiasa dan merasa cocok dengan obat demam yang mereka pilih. Namun sebagian responden juga lebih memilih untuk dipilihkan obat demam oleh petugas, dikarenakan kondisi anak yang tidak kunjung membaik walaupun

59% 41%

Memilih sendiri


(65)

sudah diberikan obat demam sebelumnya, jadi mereka lebih memilih dipihkan obat yang lebih baik kualitasnya oleh petugas.

f. Alasan Yang Berpengaruh Dalam Pemilihan Obat

Faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan (Green et al, 2000). Alasan yang berpengaruh dalam pemilihan obat oleh responden di RW 08 Dusun Wonorejo mendapatkan obat demam disajikan pada gambar 14.

Gambar 14. Alasan Yang Berpengaruh Dalam Pemilihan Obat Oleh Responden di RW 08 Dusun, Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Berdasarkan gambar 14, diketahui bahwa dari 97 responden alasan yang berpengaruh dalam pemilihan obat sebagian besar responden dipengaruhi oleh faktor pendorong (saran dokter, saran dari teman, berdasarkan pengalaman sendiri), yaitu 72 (74 %) responden,

26%

74%

Faktor Pendukung Faktor Pendorong


(66)

49

dibandingkan dengan responden yang dipengaruhi oleh faktor pendukung (mudah didapat, lebih murah, jarak pengobatan sendiri dekat), yaitu 25 (26 %) responden. Responden juga mengatakan alasan yang mendorong untuk swamedikasi dikarenakan pengalaman sendiri yang sebelumnya memang sudah membeli obat demam dengan merk yang sama karena alasan sudah merasa cocok dengan obat yang digunakan sebelumnya.

Dengan kata lain perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman dari diri sendiri atau pengalaman dari orang lain. Hal tersebut sesuai yang diungkakan oleh Notoatmodjo (2010).

Seperti yang diungkapkan oleh Mubarak (2007) pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang dimana semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan semakin banyak pula pengetahuan tentang swamedikasi demam yang dimilikinya.


(67)

Individu yang mempunyai banyak pengetahuan cenderung bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya. Sehingga mereka akan mempertimbangkan hal – hal yang dimungkinkan merugikan dan menguntungkan bagi kesehatan keluarga mereka. Semakin tinggi pendidikan dan pekerjaan seorang maka pengetahuan dan informasi yang didapat semakin banyak serta dapat mempertimbangkan efek samping dari penggunaan obat. Tingkat pengetahuan responden tentang swamedikasi demam disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi Demam di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Jumlah Minimum Maximum Mean

Tingkat Pengetahuan

97 responden 7,00 19,00 13,93

Berdasarkan tabel 4, didapatkan hasil rata-rata tingkat pengetahuan responden dengan mean 13,93. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Menurut Arikunto (2006) hasil perhitungan menunjukkan pengetahuan responden dusun Wonorejo RW 08 terhadap swamedikasi demam masuk dalam kategori cukup yaitu sebesar 73,31 %. Gambaran tingkat pengetahuan responden di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta disajikan dalam tabel 5.


(68)

51

Tabel 5. Rekapitulasi Jawaban Responden Tentang Swamedikasi Demam di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

Kisi – kisi

Kuesioner Pernyataan

Jawaban benar (sesuai) Jawaban salah (tidak sesuai) Definisi demam

1. Pada suhu > 37,5 ˚C anak sudah dapat dikatakan demam

2. Demam merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh

90 (92,8%) 79 (81,4%) 7 (7,25%) 18 (18,6%) Penyebab demam

1. Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus

89 (91,8%) 8 (8,2%) Benar

penanganan

1. Demam merupakan suatu keadaan berbahaya dan harus segera diturunkan

2. Demam anak akan terus meningkat apabila tidak segera diturunkan

3. Cara pengukuran suhu demam anak yang paling akurat menggunakan termometer 4. Demam dapat diturunkan

menggunakan kompres air dingin 21 (21,6%) 25 (25,8%) 93 (95,9%) 48 (49,5%) 76 (78,4%) 72 (74,2%) 4 (4,1%) 49 (50,5%) Efek samping

1. Dampak buruk seperti kejang, koma, bahkan kematian merupakan dampak lanjut demam pada anak

2. Semua obat penurun panas memiliki efek samping

87 (89,7%)

80 (82,5%)

10 (10,3%)

17 (17,5%)

Benar obat 1. Paracetamol merupakan salah satu contoh obat penurun panas 2. Obat demam hanya tersedia

dalam bentuk sirup

91 (93,8%) 78 (80,4%) 6 (6,2%) 19 (19,6%) Benar penggunaan obat

1. Cara pakai paracetamol bisa diserbukkan atau langsung ditelan

2. Obat penurun panas tidak boleh diberikan untuk anak usia < 3 bulan

88 (90,7%) 61 (62,9%)

9 (9,3%) 36 (37,1%)

Benar dosis 1. Aturan pakai paracetamol yang digunakan untuk mengobati demam 3-4x sehari 1 tablet 2. Terdapat batas dosis harian pada

obat penurun panas

73 (75,3%) 86 (88,7%)

24 (24,7%) 11 (11,3%)


(1)

6 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani Berdasarkan tabel 1 ini karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta sebagian besar adalah perguruan tinggi yakni 57

responden (59%). Berdasarkan

karakteristik pendapatan, sebagian besar responden memiliki tingkat pendapatan

<Rp. 1.000.000 yaitu sebanyak 51

responden (52%). Berdasarkan

karakteristik jarak pengobatan yang terbanyak adalah responden dengan jarak pengobatan 500 m - 3 km, ada sebanyak 54 responden (56%).

2. Gambaran Swamedikasi Demam

Gambaran Swamedikasi Demam

N %

Obat Demam yang Dipilih

Parasetamol 37 38%

Ibuprofen 27 28%

Asetosal 10 10%

Cara Mendapatkan Obat Demam

Apotek 92 95%

Kios/warung 5 5%

Jarak Tempat Tinggal Dengan Warung atau Apotek

< 500 m 40 41%

500 m – 3 km 54 56%

> 3 km 3 3%

Biaya yang Dikeluarkan Untuk Membeli Obat

< Rp. 3.500,00 5 5%

Rp. 3500,00 – Rp. 8.000,00 15 16%

Rp.8.000.000,00 - Rp. 15.000,00 40 41%

>Rp. 15.000,00 37 38%

Tabel 2. Gambaran Swamedikasi Demam OlehResponden di RW 08 Dusun Wonorejo, Saroharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta Tahun 2016


(2)

7 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa dari 97 responden mengenai gambaran swamedikasi demam yang dilakukan oleh responden, yaitu obat yang paling banyak dipilih untuk mengobati demam pada anaknya oleh responden adalah parasetamol, sebesar 37 (38%). Cara mendapatkan obat demam oleh responden sebagian besar membeli obat di apotek, yaitu sebanyak 92 (95%) responden. Berdasarkan jarak tempat tinggal dengan warung apotek mayoritas resonden jaraknya sejauh 500 m-3 km, yaitu 54 (56%) responden. Sebagian besar responden mengelurkan biaya untuk membeli obat sebesar Rp. 8000,00-Rp. 15.000,00 yaitu sebanyak 40 (41%) responden. Cara memilih obat paling

banyak memilih sendiri, yaitu 57 (59%) responden. Alasan yang berpengaruh dalam pemilihan obat karena adanya faktor pendorong, yaitu 72 (74%) responden.

3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden

Tabel 3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden di RW 08 Dusun Wonorejo,

Saroharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta Tahun 2016

Berdasarkan tabel 3, didapatkan hasil rata-rata tingkat pengetahuan responden dengan

mean 13,93. Pengukuran pengetahuan

dilakukan dengan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Menurut Arikunto (2006) Gambaran Swamedikasi

Demam N %

Cara Memilih Obat

Memilih sendiri 57 59%

Dipilihkan petugas 40 41%

Alasan yang Berpengaruh Dalam Pemilihan Obat

Faktor pendukung 25 26%

Faktor pendorong 72 74%

Jumlah Min Max Mean Tingkat

Pengetahuan

97


(3)

8 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani

hasil perhitungan menunjukkan

pengetahuan responden dusun Wonorejo RW 08 terhadap swamedikasi demam masuk dalam kategori cukup yaitu sebesar 73,31 %.

4. Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan tabel 4 ini pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang

akan semakin cenderung untuk

mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Selanjutnya yang dapat

mempengaruhi tingkat pendidikan yaitu pendapatan. Biaya pengobatan menjadi pertimbangan penting bagi ibu dengan tingkat pendapatan yang rendah, sehingga mereka cenderung mencari pertolongan

Faktor Sosiodemografi Mean p-value

Pendidikan Terakhir

0,000

SMP 11,58

SMU 12,71

Perguruan Tinggi 15,02

Pendapatan

0,008

<Rp. 1.000.000 13,31

Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 13,70

> Rp. 2.000.000 15,31

Jarak Pengobatan

0,536

< 500 m 13,60

500 m – 3 km 14,20

> 3 km 13,33

Tabel 4. Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap Tingkat Pengetahuan Responden di RW 08 Dusun Wonorejo, Saroharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta Tahun 2016


(4)

9 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani kesehatan desesuaikan dengan kemampuan keuangannya. Mayoritas responden di dusun Wonorejo RW 08 semakin rendah tingkat pendapatan maka semakin sedikit ibu yang membeli obat di apotek, karena ibu lebih memilih membeli obat di kios atau warung yang harganya lebih rendah sehingga nantinya akan semakin sedikit informasi yang diterima oleh ibu terhadap pengobatan demam.

Sedangkan untuk jarak pengobatan tidak mempengaruhi tingkat pendidikan di RW 08 Dusun Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Jannah (2012) jarak tempat tinggal tidak berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ibu ke posyandu. Namun berbeda dengan pendapat Nicholson (2003) yang menyatakan bahwa jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Mayoritas responden Dusun Wonorejo memang sudah terbiasa untuk membeli obat demam di apotek dan

mereka mengatakan lebih memilih membeli obat di apotek yang sudah terjamin kualitas dan keamanannya walaupun jarak yang ditempuh antara tempat tinggal dan apotek jauh, sehingga semakin banyak frekuensi kunjungan ke apotek maka akan semakin banyak pula informasi yang diterima oleh ibu-ibu mengenai swamedikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Faktor yang mendorong swamedikasi demam oleh ibu-ibu di dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta sebagian besar dipengaruhi oleh faktor pendorong yang berupa saran dari dokter, saran dari teman, dan berdasarkan pengalaman sendiri (74%).

2. Tingkat pengetahuan ibu-ibu dalam swamedikasi demam di dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta termasuk dalam kategori cukup, yaitu sebesar 73,31 %.


(5)

10 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani 3. Pendidikan terakhir (p-value 0,000)

dan pendapatan (p-value 0,008) mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu-ibu mengenai swamedikasi demam di dusun Wonorejo RW 08, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, sedangkan jarak antara tempat tinggal dengan warung atau apotek tidak terdapat pengaruh (p-value 0,536) terhadap tingkat pengetahuan responden terhadap swamedikasi demam.

Saran

1. Para ibu diharapkan secara proaktif meningkatkan pengetahuannya tentang demam pada anak supaya dapat menentukan pengelolaan demam pada anak yang tepat.

2. Pihak pemerintah dalam hal ini CBIA perlu menyusun program kegiatan untuk memberi edukasi atau penyuluhan yang dapat membantu meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tentang demam supaya dapat melakukan pengelolaan demam yang

baik terhadap anak mereka yang nantinya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. 3. Penelitian lebih lanjut dengan sampel

yang lebih besar diperlukan untuk mengetahui seluruh faktor yang berhubungan dengan pengelolaan demam pada anak.

RUJUKAN

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008, Materi pelatihan

peningkatan pengetahuan dan

ketrampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan (pp. 0-8, 13-14, 18, 20-23, 31), Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Supardi, S., dan Raharni., 2006, Penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri keluhan demam, sakit kepala, batuk, dan flu (hasil analisis lanjut data survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001). Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) , 61-69.

Ismoedijanto., 2000, Demam pada anak,

Available from:

http://www.idai.or.id/saripediatri/ca riisi/viewfulltext.asp, Diakses 12 Maret 2016.

Supardi, S., dan Notosiswoyo, M., 2005, Pengobatan sendiri sakit kepala, demam, batuk dan pilek pada


(6)

11 Farmasi [FKIK UMY] | Dian Aji Fitriani

Kecamatan Warungkondang,

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, 134-144.

Basu, S.D., 2012. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

World Health Organization, 2001, Cough and Cold Remedies for The Treatment of Acute Respiratory Infections In Young Children, 25 – 27, Geneva, Switzerland.

Sulistyo, B., 2006, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Jakarta. Wiyono, G., 2011, Merancang Penelitian

Bisnis dengan Alat Analisis SPSS 17.0 & SmartPLS 2.0, UPP STIM YKPN: Yogyakarta.

Ghozali, I., 2001, Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program

SPSS: Semarang.

Arikunto, S.,2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta: Jakarta.

Jannah, M., 2012, Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Jarak Tempat Tinggal Dan Sikap Ibu

Kepada Pelayanan Petugas

Puskesmas Terhadap Frekuensi Kunjungan Ibu Ke Posyandu Di Kabupaten Lamongan, Universitas Negri Surabaya.

Nicholson, W., 2003, Microeconomics: Basic Principle and Extenssion, The Dryden Press, Chicago.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN SIKAP IBU PADA PENANGANAN PERTAMA DEMAM PADA ANAK DI PADUKUHAN GEBLAGAN, TAMANTIRTO, KASIHAN, BANTUL, YOGYAKARTA

18 75 123

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LOKASI SMP NEGERI 4 NGAGLIK ALAMAT: JL. PALAGAN TENTARA PELAJAR, WONOREJO, SARIHARJO, NGAGLIK, SLEMAN, DI. YOGYAKARTA 55581.

0 2 129

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LOKASI SMP NEGERI 4 NGAGLIK ALAMAT: JL. PALAGAN TENTARA PELAJAR, WONOREJO, SARIHARJO, NGAGLIK, SLEMAN, DI. YOGYAKARTA 55581.

0 3 85

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LOKASI SMP NEGERI 4 NGAGLIK ALAMAT: JL. PALAGAN TENTARA PELAJAR, WONOREJO, SARIHARJO, NGAGLIK, SLEMAN, DI. YOGYAKARTA 55581.

0 0 121

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LOKASI SMP NEGERI 4 NGAGLIK ALAMAT: JL. PALAGAN TENTARA PELAJAR, WONOREJO, SARIHARJO, NGAGLIK, SLEMAN, DI. YOGYAKARTA 55581.

0 14 229

PELAKSANAAN MODEL SENTRA DAN LINGKARAN DALAM KEGIATAN MAIN ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN RUMAH IBU JONGKANG SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA.

0 3 215

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM DENGAN PERILAKU IBU DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

0 3 6

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PENANGANAN DEMAM PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

0 1 10

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU HYGIENITAS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI DUSUN NANDAN, SARIHARJO, NGAGLIK, SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2009

0 0 7

SWAMEDIKASI DIARE PADA IBU-IBU PKK DI KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN (KAJIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP)

0 0 79