UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK BIJI LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch Poir)

(1)

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : DESY PUTRI SETIANI

20120350082

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK BIJI LABU KUNING

(Cucurbita moschata Duch Poir)

Disusun Oleh DESY PUTRI SETIANI

20120350082

Telah disetujui dan dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus 2016

Disetujui Oleh Dosen Pembimbing

Sri Tasminatun, M.Si.,Apt. NIK : 19711106199904 173 036

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Rifki Febriansah, M.Sc., Apt Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt NIK : 19870227201210 173188 NIK : 1973 0223 201310 173127

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt NIK : 1973 0223 201310 173127


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Desy Putri Setiani NIM : 2012 035 0082 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Desy Putri Setiani NIM: 2012 035 0082


(4)

iv MOTTO

Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga.

(HR. Muslim)

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampong halaman Tinggalkanlah negerimu dan merantaulah ke negeri orang Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

(Imam syafi’i)

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin setelah menempuh perjalanan panjang

akhirnya aku dapat menyelesaikan karya kecilku ini yang aku persembahkan kepada :

Allah SWT dan Rasulullah SAW Allah, Tuhan yang aku cintai.

Bapak Priyono Sunar dan ibu Sri Indarti tercinta Orang tua yang selalu memberikan kasih sayang Dan doa tanpa pamrih, yang selalu aku minta ridhonya

Mas Denny Prastowo dan DimasSatrio Utomo Kakak dan adikku tersayang yang selalu memberikan

Kasih sayang, canda tawa dan semangat untukku

Almameterku Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yang telah mendidikku dengan iman dan ilmu


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala kasih sayang, nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai syarat memperoleh derajat sarjana farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya tulis ini berjudul Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch Poir). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan antibakteri senyawa yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik biji Cucurbita moschata sehingga nantinya dapat dikembangkan sebagai antioksidan dan antibakteri alami.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ardi Pramono Sp.An.,M,Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Sabtanti Harimurti, Ph.D.,Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi FKIK UMY dan selaku dosen penguji yang telah memberi masukan kepada penulis serta memberi izin dalam pelaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini. 3. Sri Tasminatun, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas

bantuan dan bimbingannya untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini.


(7)

vii

4. Rifki Febriansah, M.Sc.,Apt selaku pembimbing dan penguji yang telah memberikan arahan selama pelaksanaan penelitian ini.

5. Dirjen Dikti yang telah memberi dana penelitian melalui program Hibah Bersaing.

6. Dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., Sri Tasminatun, M.Si.,Apt dan Rifki Febriansah, M.Sc.,Apt yang telah mengijinkan penulis mengikuti penelitian Hibah Bersaing.

7. Ibu, bapak, mas Deny, Dimas dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat , doa, dan dukungan yang tak pernah putus.

8. Seluruh dosen farmasi FKIK UMY atas ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

9. Seluruh staf laboratorium Farmasi FKIK UMY mas Satriya, mbak Zelmi, Pak Jamhari dan staf laboratorium Fakultas Farmasi UGM dan UAD 10. Teman-teman sepenelitian, Rustina, Ika Dewi Rahmawati yang telah

berjuang bersama-sama demi kelangsungan penelitian ini.

11. Sahabat yang tidak pernah lelah memberikan semangat, Dina, Izza, Aam, Sinta, Depi, Lupita, Ciki, Endah, Asma, Avisa, Rifa, Anis, Suciana, Ela. Terimakasih atas doa dan semangatnya

12. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2012, terimakasih atas persaudaraan dan kebersamaan selama ini

13. Teman-teman KKN 26 yang senantiasa memberi semangat serta dukungan kepada penulis.


(8)

viii

14. Ibu Umi dan keluarga yang telah menyediakan tempat tinggal (kost) untuk penulis. Terimakasih atas bantuannya selama ini

15. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah memberikan bantuan dan saran dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini

Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang terbaik.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kriteria penelitian yang sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016

Desy Putri Setiani 20120350082


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

KATA PENGANTAR ... vi

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ...15 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Keaslian Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Cucurbita moschata Duch Poir ... Error! Bookmark not defined. 1. Deskripsi Tanaman ... Error! Bookmark not defined. 2. Kandungan Kimia Biji C. moschata ... Error! Bookmark not defined. 3. Manfaat Biji C. moschata ... Error! Bookmark not defined. B. Staphylococcus aureus (S. aureus) ... Error! Bookmark not defined. C. Antibakteri... Error! Bookmark not defined. D. Uji Sensitifitas Antibiotik ... Error! Bookmark not defined. E. Radikal Bebas... Error! Bookmark not defined. F. Antioksidan ... Error! Bookmark not defined. G. Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined. H. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN... Error! Bookmark not defined. A. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Subyek dan Sampel ... Error! Bookmark not defined. D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

1. Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 2. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Alat dan Bahan ... Error! Bookmark not defined. F. Prosedur Kerja ... Error! Bookmark not defined. 1. Identifikasi Bahan Uji... Error! Bookmark not defined. 2. Pembuatan Bahan Uji ... Error! Bookmark not defined. 3. Identifikasi Senyawa Aktif ... Error! Bookmark not defined. 4. Uji Aktivitas Antioksidan ... Error! Bookmark not defined. 5. Uji Aktivitas Antibakteri ... Error! Bookmark not defined. G. Skema Langkah Kerja ... Error! Bookmark not defined. H. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.


(10)

x

A. Determinasi Tanaman ... Error! Bookmark not defined. B. Penyiapan Sampel ... Error! Bookmark not defined. C. Pembuatan Ekstrak ... Error! Bookmark not defined. D. Kromatografi Lapis Tipis ... Error! Bookmark not defined. E. Uji Aktivitas Antioksidan ... Error! Bookmark not defined. F. Uji Aktivitas Antibakteri ... Error! Bookmark not defined. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi labu kuning ………...……….... 6

Gambar 2. Staphylococcus aureus... 10

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian……….…... 17

Gambar 4. Skema langkah kerja………..…. 26

Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Profil kromatogram identifikasi senyawa alkaloid……..…….... Profil kromatogram identifikasi senyawa flavonoid………...… Reaksi alkaloid dengan pereaksi dragendorff……….… Reaksi flavonoid dengan pereaksi FeCl3 ……… 33 34 35 36 Gambar 9. Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas………….. 37

Gambar 10. Kurva regresi linier aktivitas antioksidan biji C. moschata…..... 38

Gambar 11. Mekanisme peredaman radikal oleh flavonoid………... 41

Gambar 12. Struktur senyawa flavanon………... 42

Gambar 13. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh senyawa alkaloid... 43


(12)

xii

DAFTAR TABEL Tabel 1.

Tabel 2. Tabel 3.

Kekuatan antioksidan dengan metode DPPH………...……... Tingkat kekuatan daya antibakteri ………...………… Hasil uji KLT fraksi kloroform biji C. moschata …..………..

27 28 35 Tabel 4. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan...………...………... 38 Tabel 5. Hasil pengukuran diameter zona inhibisi antibakteri……...………. 45


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Determinasi tumbuhan biji labu kuning………... 59

Lampiran 2. Dokumentasi penelitian……… 60

Lampiran 3. Sertifikat mikroba……… 63


(14)

xiv INTISARI

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa mikroorganisme salah satunya adalah bakteri. Radikal bebas di alam sangat banyak. Adanya radikal bebas dapat menyebabkan beberapa penyakit contohnya katarak dan penyakit jantung. Biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir) mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Senyawa alkaloid dan flavonoid dapat memberikan efek antioksidan dan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antioksidan dan antibakteri fraksi kloroform biji C. moschata terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Biji C. moschata diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Ekstrak tersebut difraksinasi dengan kloroform. Fraksi kloroform biji C. moschata diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil) dan diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi cakram. Kemampuan antioksidan diukur berdasarkan penurunan nilai absorbansi DPPH pada panjang gelombang 515 nm. Seri konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi cakram dengan tetrasiklin sebagai kontrol positif terhadap bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047. Identifikasi senyawa aktif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Data % inhibisi hasil uji antioksidan yang diperoleh dituangkan dalam kurva regresi linier dan dianalisis dengan menghitung nilai dari persamaan kurva regresi linier yang didapat. Uji aktivitas antibakteri dianalisis dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk. Identifikasi senyawa aktif dianalisis dengan menghitung nilai Rf bercak yang muncul.

Fraksi kloroform biji C. moschata konsentrasi 100 ; 200 ; 300 dan 400 µg/ml memiliki aktivitas antioksidan lemah dengan nilai sebesar 356.33 µg/ml. Fraksi kloroform biji C. moschata konsentrasi 5% ; 10% ; 25% dan 50% memiliki aktivitas antibakteri lemah terhadap S. aureus. Fraksi kloroform tersebut mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid.


(15)

15 ABSTRACT

Infection is a disease that many people suffering and continuously develops. Infection can causes by microorganism such as bacterial. There are many free radical on earth. Free radical can causes many disease such as cataract and heart disease. Yellow pumpkin seeds (Cucurbita moschata Duch Poir) contain alkaloids and flavonoids. These compounds can give the antioxidant and antibacterial effects. This research aims to find the antioxidant and antibacterial effects of C. moschata seeds chloroform fraction toward the Staphylococcus aureus bacteria.

The C. moschata seeds were extracted by the maceration method using 70% ethanol as the solvent. The extract was fractionated using chloroform. The antioxidant activity C. moschata seeds chloroform fraction was tested uses the DPPH method (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil). The antibacterial activity was tested using disc diffusion method with tetracycline as the positive control toward the Staphylococcus aureus FNCC 0047 bacteria. The identification of the active compounds uses Thin Layer Chromatography method. The % inhibition data from antioxidant test shown in linear regression curve. The equation result from linear regression curve was used to measuring IC50 value. The antibacterial activity test was analyzed by measuring the clear zone diameter. The active compounds identification was analyzed by counting the emerging Rf spot value.

C. moschata seeds chloroform fraction in the concentration of 100; 200; 300; and 400 µg/ ml had weak antioxidant activity with the IC50 value was 356.33 µ g/ ml. C. moschata seeds chloroform fraction in the concentration of 5%; 10%; 25%; and 50% had a weak antibacterial activity toward S. aureus. The chloroform fraction contained flavonoids and alkaloids.

Keywords: antibacterial, antioxidant, Cucurbita moschata, Staphylococcus aureus


(16)

(17)

oleh beberapa mikroorganisme salah satunya adalah bakteri. Radikal bebas di alam sangat banyak. Adanya radikal bebas dapat menyebabkan beberapa penyakit contohnya katarak dan penyakit jantung. Biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir) mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Senyawa alkaloid dan flavonoid dapat memberikan efek antioksidan dan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antioksidan dan antibakteri fraksi kloroform biji C. moschata terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Biji C. moschata diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Ekstrak tersebut difraksinasi dengan kloroform. Fraksi kloroform biji C. moschata diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil) dan diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi cakram. Kemampuan antioksidan diukur berdasarkan penurunan nilai absorbansi DPPH pada panjang gelombang 515 nm. Seri konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi cakram dengan tetrasiklin sebagai kontrol positif terhadap bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047. Identifikasi senyawa aktif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Data % inhibisi hasil uji antioksidan yang diperoleh dituangkan dalam kurva regresi linier dan dianalisis dengan menghitung nilai dari persamaan kurva regresi linier yang didapat. Uji aktivitas antibakteri dianalisis dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk. Identifikasi senyawa aktif dianalisis dengan menghitung nilai Rf bercak yang muncul.

Fraksi kloroform biji C. moschata konsentrasi 100 ; 200 ; 300 dan 400 µg/ml memiliki aktivitas antioksidan lemah dengan nilai sebesar 356.33 µg/ml. Fraksi kloroform biji C. moschata konsentrasi 5% ; 10% ; 25% dan 50% memiliki aktivitas antibakteri lemah terhadap S. aureus. Fraksi kloroform tersebut mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid.


(18)

and heart disease. Yellow pumpkin seeds (Cucurbita moschata Duch Poir) contain alkaloids and flavonoids. These compounds can give the antioxidant and antibacterial effects. This research aims to find the antioxidant and antibacterial effects of C. moschata seeds chloroform fraction toward the Staphylococcus aureus bacteria.

The C. moschata seeds were extracted by the maceration method using 70% ethanol as the solvent. The extract was fractionated using chloroform. The antioxidant activity C. moschata seeds chloroform fraction was tested uses the DPPH method (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil). The antibacterial activity was tested using disc diffusion method with tetracycline as the positive control toward the Staphylococcus aureus FNCC 0047 bacteria. The identification of the active compounds uses Thin Layer Chromatography method. The % inhibition data from antioxidant test shown in linear regression curve. The equation result from linear regression curve was used to measuring IC50 value. The antibacterial activity test was analyzed by measuring the clear zone diameter. The active compounds identification was analyzed by counting the emerging Rf spot value.

C. moschata seeds chloroform fraction in the concentration of 100; 200; 300; and 400 µg/ ml had weak antioxidant activity with the IC50 value was 356.33 µg/ ml. C. moschata seeds chloroform fraction in the concentration of 5%; 10%; 25%; and 50% had a weak antibacterial activity toward S. aureus. The chloroform fraction contained flavonoids and alkaloids.

Keywords: antibacterial, antioxidant, Cucurbita moschata, Staphylococcus aureus


(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, riketsia, jamur, dan protozoa (Gibson, 1996). Badan kesehatan dunia (World Health Organization) menyebutkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Penyakit infeksi telah menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia (Salni et al., 2011). Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa kematian akibat penyakit infeksi dan parasit menempati urutan kedua setelah penyakit sistemik sirkulasi darah pada tahun 2008 (Depkes, 2009).

Penyakit infeksi paling banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri (Radji, 2010). Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan infeksi diantaranya Staphylococcus aureus. Penyakit yang disebabkan oleh S. aureus antara lain pneumonia, meningitis, endokarditis, dan infeksi kulit. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk menghambat S. aureus antara lain ampisilin, penisilin, tetrasiklin, kloksasilin, sefalosporin, vankomisin, dan metisilin (Jawetz et al., 2005).

Terapi infeksi dengan antibiotik dapat membawa masalah tersendiri, yaitu adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Wattimena, 1991). Mekanisme


(20)

resistensi bervariasi dari agen ke agen dan melibatkan satu atau lebih perubahan dari target obat dalam sel bakteri, modifikasi enzimatis atau perusakan dari obat itu sendiri (Poole, 2002). Upaya mencari alternatif lain dalam pengobatan infeksi adalah dengan penggunaan obat alam. Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan untuk pengobatan antiinfeksi adalah biji labu kuning. Labu kuning merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai di Indonesia. Namun pemanfaatan biji labu kuning di masyarakat masih minim. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai obat-obatan yang dapat mencegah terjadinya infeksi.

Antioksidan menjadi topik yang menarik baru-baru ini. Antioksidan dapat membantu melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa radikal bebas. Akibat reaktivititas yang tinggi, radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul, termasuk protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat (Yuhernita dan Juniarti, 2011). Radikal bebas dapat ditangkal atau diredam dengan pemberian antioksidan atau dengan mengkonsumsi antioksidan (Halliwel, 2007). Banyak penelitian telah membuktikan manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, katarak dan penyakit degeneratif lain. Hal ini menjadikan antioksidan, terutama dari alam, banyak diminati di dunia saat ini. Allah telah menjelaskan dalam surat asy Syuara ayat 7:


(21)

Surat asy Syuara ayat 7 menjelaskan tentang tumbuhan yang baik, tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan memberikan manfaat untuk makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang bisa digunakan sebagai alternatif pengawet secara alami. Dengan aneka tumbuhan, tanah dan aneka keajaiban yang terhampar pada tumbuhannya, maka sebagai seorang mukmin harus berfikir tentang manfaat dari bagian tumbuhan tersebut.

Salah satu tumbuhan yang memiliki banyak manfaat adalah labu kuning. Selain buahnya, biji C. moschata juga bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan oleh El-Aziz dan El-Kalek (2011) menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji labu kuning mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Klebsiella. Selain berperan sebagai antibakteri, menurut penelitian yang dilakukan oleh Pabesak et al. (2013), aktivitas antioksidan pada tempe dengan penambahan serbuk biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) sebanyak 0 – 10% mengalami peningkatan.

Penelitian mengenai uji aktivitas antibakteri dan antioksidan fraksi kloroform biji C. moschata belum pernah dilakukan. Maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan fraksi kloroform biji C. moschata serta aktivitas


(22)

antibakteri fraksi kloroform biji C. moschata terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata ?

2. Apakah fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata mempunyai aktivitas antioksidan?

3. Apakah fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus?

C. Keaslian Penelitian

El-Aziz dan El-Kalek (2011) melakukan penelitian tentang kandungan senyawa fenolik pada C. moschata yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji C. moschata mempunyai efek antibakteri melawan bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia pada tingkat konsentrasi 1,0 ; 2,0 dan 3,0 mg/ml.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pabesak et al. (2013), aktivitas antioksidan pada tempe dengan penambahan serbuk biji labu kuning (Cucurbita moschata ex Poir) sebanyak 0 – 10% mengalami peningkatan dari 85,82 ± 5,24% sampai 91,55 ± 1,50%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa biji labu kuning mengandung senyawa fenolik.


(23)

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian El- Aziz dan El- Kalek menggunakan ekstrak metanol biji C. moschata sebagai sampel uji aktivitas antibakteri dan pada penelitian Pabesak et al. menggunakan serbuk biji labu kuning yang ditambahkan pada tempe sebagai sampel uji aktivitas antioksidan, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata sebagai sampel. Uji aktivitas antioksidan dan antibakteri senyawa yang terkandung dalam fraksi kloroform pada biji C. moschata terhadap Staphylococcus aureus belum pernah dilakukan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata

2. Mengetahui aktivitas antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata.

3. Mengetahui aktivitas antibakteri fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata terhadap bakteri S. aureus.

E. Manfaat Penelitian

Karya tulis ini diharapkan menjadi bukti ilmiah yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan fraksi klorofom ekstrak etanolik biji C. moschata sebagai antioksidan dan antibakteri.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik secara in vitro pada bakteri, serta uji antioksidan dengan metode DPPH.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biomedis Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada pada bulan Januari 2015 hingga bulan Maret 2016.

C. Subyek dan Sampel

Subyek dalam penelitian ini adalah bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 untuk uji aktivitas antibakteri. dan untuk uji aktivitas antioksidan menggunakan serbuk DPPH. Sedangkan sampel yang dipakai adalah biji C. moschata yang diperoleh dari daerah Salatiga. Biji C. moschata telah melalui proses sortir basah hingga pengeringan.

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Uji Aktivitas Antioksidan

1) Variabel Bebas : Seri konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata. 2) Variabel Tergantung : Persentase Inhibisi

3) Variabel Terkendali : Sistem spektrofotometri UV-VIS, suhu dan waktu inkubasi


(25)

b. Uji Aktivitas Antibakteri

1) Variabel Bebas : Konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata 2) Variabel Tergantung : Nilai DZI

3) Variabel Terkendali : Media pertumbuhan bakteri 2. Definisi Operasional

a. Harga Rf adalah jarak yang ditempuh oleh senyawa uji pada plat KLT yang akan dibandingkan dengan Rf dari senyawa standar

b. Nilai pada uji antioksidan adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata (µg/ml) yang mampu menghambat 50% oksidasi. Angka diperoleh dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase inhibisi.

c. Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi minimal fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan melalui pengukuran DZI.

d. Diameter Zona Inhibitor (DZI) adalah diameter yang menunjukkan hambatan suatu senyawa antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm)

E. Alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk ekstraksi biji C. moschata adalah biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir), etanol 70% (Merck), aquades (General Labora), kloroform (Merck), toples kaca, blender, kain flanel, kertas saring (Whatman), timbangan analitik (Mettler Toledo AL204), alat-alat gelas (Pyrex), corong gelas,


(26)

corong pisah, seperangkat alat evaporator (IKA RV10), wajan, pengaduk dan aluminium foil (Brand).

Alat dan bahan untuk uji Kromatografi Lapis Tipis adalah plat silika gel 60 F254 (Merck), plat selulosa (Merck), oven, butanol (Bratachem), asam asetat, air

, kloroform (Merck), metanol, rutin, kuinin, spektrofotometer UV-Vis (Shimadtsu), alat penyemprot, pereaksi dragendroff dan FeCl3, bejana

kromatografi dan pipa kapiler.

Alat dan Bahan untuk uji aktivitas antibakteri dan antioksidan adalah alat-alat gelas (Pyrex), spektrofotometri UV-VIS (Shimadzu), Laminar Air Flow (LAF), ose, kertas saring (Whatman), autoklaf, bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047, fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata, etanol 70% (merck), tetrasiklin HCL (Supertetra), NaCl 0,9% fisiologis, media Trypticase Soy Agar (TSA), Brain Heart Infusion (BHI) , Aquades, serbuk DPPH (Allorich). F. Prosedur Kerja

1. Determinasi Bahan Uji

Determinasi bahan uji dilakukan di laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

2. Pembuatan Bahan Uji

Biji C. moschata disortasi dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60˚C kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender untuk mendapatkan serbuk C. moschata. Sebanyak 500 gram biji C. moschata dimasukkan ke dalam toples kaca untuk dimaserasi menggunakan pelarut etanol 70% sampai volume 2,5 liter dan diaduk sampai benar-benar tercampur dan ditutup dengan aluminium foil.


(27)

Larutan didiamkan 3-5 malam kemudian dilakukan penyaringan dan diremaserasi. Maserat yang diperoleh difraksinasi menggunakan pelarut kloroform dalam corong pisah dengan perbandingan 1:1. Corong ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur. Corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan kran corong dibuka dan dua fase larutan dipisahkan dengan mengontrol kran corong. Terakhir didapatkan fraksi kloroform biji C. moschata. Fraksi kloroform biji C.moschata di evaporasi menggunakan evaporator dan diuji Kromatografi Lapis Tipis untuk identifikasi senyawa aktif di dalamnya.

3. Identifikasi Senyawa Aktif

Identifikasi senyawa aktif dalam fraksi kloroform biji C. moschata dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Plat silika gel 60 F254 dan plat

selulosa disiapkan dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar yang disesuaikan dengan jumlah fraksi yang akan ditotolkan. Pada bagian atas dan bawah diberi garis batas dengan jarak 1 cm dari ujung tepi lempeng tipis dengan menggunakan pensil. Sampel ditotolkan dengan pipa kapiler pada garis batas bagian bawah. Untuk identifikasi senyawa alkaloid dan flavonoid chamber diisi dengan eluen butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5 untuk mengelusi lempeng tipis kemudian dibiarkan beberapa saat dengan kondisi tertutup hingga chamber tersebut jenuh dengan uap eluen (Anggraini, 2008). Lempeng tipis dimasukkan ke dalam chamber hingga bagian bawahnya tercelup ke dalam eluen. Lempeng tipis diletakkan tegak bersandar pada dinding chamber. Eluen dibiarkan naik hingga


(28)

mencapai garis batas bagian atas. Lempeng diangkat dengan menggunakan pinset lalu dibiarkan kering di udara terbuka. Noda pada lempeng tipis diamati di bawah sinar UV, dan apabila tidak terlihat maka dilakukan penyemprotan dengan pereaksi dragendorff dan FeCl3.

4. Uji Aktivitas Antioksidan

a. Pembuatan larutan DPPH 0,4 mM

Sebanyak 15,77 mg serbuk DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam metanol hingga 100 mL. Larutan dijaga pada suhu ruang dan terlindungi dari cahaya. (Sumarny et al., 2014)

b. Pembuatan larutan induk

Sebanyak 40 mg fraksi kloroform biji C. moschata dilarutkan dalam metanol hingga 40 mL sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL. Larutan ekstrak dibuat dalam beberapa seri konsentrasi yaitu 100 µg/mL ; 200 µg/mL ; 300 µg/mL dan 400 µg/mL.

c. Penentuan panjang gelombang maksimal

Sebanyak 1 mL larutan DPPH dicampurkan dalam 5 mL metanol kemudian digojog. Tiga ml larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan disiapkan kuvet berisi metanol sebagai blanko. Pembacaaan panjang gelombang dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 200-800 nm. (Musfiroh dan Syarief, 2009)

d. Pengujian antiradikal bebas dengan DPPH

Sebanyak 5 mL larutan sampel dalam metanol dengan variasi konsentrasi 100, 200,300 dan 400 µg/mL dicampurkan dengan 1 mL larutan DPPH, kemudian


(29)

campuran divortex dan didiamkan selama 30 menit. Absorbansinya diukur pada λ maks 515 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Kekuatan inhibisinya dihitung menggunakan persamaan:

Kekuatan Inhibisi =

x 100%

Data hasil penelitian yang diperoleh dibuat kurva hubungan antara konsentrasi larutan uji dengan % inhibisi dan ditentukan nilai . Nilai menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH. Nilai dihitung dari persentase penghambatan serapan larutan ekstrak dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva regresi linier. (Molyneux, 2004)

5. Uji Aktivitas Antibakteri a. Sterilisasi Alat dan Bahan

Proses sterilisasi disesuaikan dengan alat yang digunakan. Alat-alat gelas (pyrex) disterilkan dengan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 170oC selama 2 jam, ose dan pinset dipanaskan dengan bunsen hingga memijar. Medium agar TSA disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Aquades disterilkan dengan cara dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air di atas penangas air hingga mendidih selama 15 menit. Selain itu, LAF juga disterilisasi dengan sinar UV selama 30 menit.

b. Pembuatan stok bakteri

Bakteri uji diinokulasi pada medium Nutrient Agar (NA) dengan cara menggoreskan bakteri Staphylococus aureus FNCC 0047 menggunakan jarum ose


(30)

pada permukaan agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. (Wulandari, 2011)

c. Pembuatan media pertumbuhan

Media yang digunakan adalah TSA, dibuat dengan cara 46,7 gram serbuk TSA dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan dengan 1 liter aquades steril sampai homogen, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL kemudian dibiarkan hingga memadat. (Hudzicki, 2013)

d. Pembuatan suspensi bakteri

Dua koloni bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 diambil kemudian dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% fisiologis steril sebanyak 1 mL. Suspensi didiamkan selama 2-3 jam pada suhu 37ºC. Setelah itu, bakteri yang telah diinkubasi diambil 1 mL kemudian dimasukkan dalam 9 mL Brain Heart Infusion (BHI) cair. Suspensi sesuai dengan standar konsentrasi bakteri CFU/mL. (Sutton, 2011)

e. Pembuatan kontrol positif

Kontrol positif pada penelitian ini dibuat dari sediaan tetrasiklin 250 mg. Untuk menghasilkan larutan uji dengan konsentrasi 0,2 mg/mL maka sebanyak 1 kapsul sediaan tetrasiklin 250 mg dilarutkan dengan 100 mL aquades steril. Kemudian dibuat konsentrasi 0,02 % (0,2 mg/mL) dengan melarutkan 0,4 ml tetrasiklin ad aquades sampai 5 mL. (Mulyani dan Sarjono, 2007)

f. Pembuatan kontrol negatif


(31)

g. Pengujian aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram dengan cara membuat larutan induk dengan konsentrasi 50% (0,5 g ekstrak + 1 mL DMSO) kemudian dilakukan pengenceran menjadi beberapa seri konsentrasi. Tujuh tabung reaksi disiapkan yang masing-masing berisi konsentrasi fraksi kloroform biji labu kuning yang berbeda, antara lain:

1. Tabung I berisi 5% (0,5 mL konsentrasi 10% + 0,5 mL DMSO) 2. Tabung II berisi 10% (0,5 mL konsentrasi 25% + 0,75 mL DMSO) 3. Tabung III berisi 25% (0,5 mL konsentrasi 50% + 0,5 mL DMSO) 4. Tabung IV berisi 50% ( 0,5 g ekstrak + 1 mL DMSO)

5. Tabung V kontrol positif 6. Tabung VI kontrol negatif

7. Tabung VII berisi suspensi bakteri yang akan diusapkan ke medium TSA. Paper disc direndam ke dalam tabung I – VI selama 15 menit. Dengan menggunakan kapas lidi, suspensi bakteri diusap ke permukaan media secara merata. Paper disc yang telah direndam diletakkan di atas media pertumbuhan bakteri yang telah diberi tanda pada masing-masing konsentrasi dan pada kontrol, kemudian diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris.


(32)

G. Skema Langkah Kerja

Biji Labu Kuning

Ekstraksi Etanol

Fraksinasi dengan Kloroform

Kromatografi Lapis Tipis

Uji Antioksidan Uji Antibakteri

Harga Rf Nilai Nilai DZI


(33)

H. Analisis Data

a. Identifikasi Senyawa dengan KLT

Hasil KLT diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Noda yang terbentuk kemudian dihitung nilai Rf nya.

b. Uji Aktivitas Antioksidan

Nilai dihitung berdasarkan kekuatan inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing- masing konsentrasi ekstrak dengan persamaan :

Kekuatan Inhibisi =

x 100%

Setelah diperoleh persentase inhibisi masing-masing konsentrasi, dibuat sebuah kurva regresi linier antara konsentrasi ekstrak dan kekuatan inhibisi (%) sehingga diperoleh persamaan y= bx +a dimana x adalah konsentrasi ekstrak (µg/ml) dan y adalah kekuatan inhibisi (%). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibitor Concentration ( ) yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%. Nilai didapatkan dari nilai x dengan y=50 (Molyneux, 2004).

Tabel 1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH (Ariyanto, 2006) Intensitas Nilai

Sangat kuat < 50µg/ml Kuat 50-100 µg/ml Sedang 101-150 µg/ml Lemah > 150 µg/ml


(34)

c. Uji Aktivitas Antibakteri

Nilai DZI dihitung dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata. Hasil kemudian dibandingkan dengan kontrol positif yaitu tetrasiklin.

Menurut Davis dan Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut:

Tabel 2. Tingkat kekuatan daya antibakteri menurut Davis dan Stout (1971) Kekuatan Diameter Hambat

Lemah ≤ 5 mm

Sedang 5-10 mm

Kuat 10-20 mm


(35)

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik secara in vitro pada bakteri, serta uji antioksidan dengan metode DPPH.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biomedis Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada pada bulan Januari 2015 hingga bulan Maret 2016.

C. Subyek dan Sampel

Subyek dalam penelitian ini adalah bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 untuk uji aktivitas antibakteri. dan untuk uji aktivitas antioksidan menggunakan serbuk DPPH. Sedangkan sampel yang dipakai adalah biji C. moschata yang diperoleh dari daerah Salatiga. Biji C. moschata telah melalui proses sortir basah hingga pengeringan.

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Uji Aktivitas Antioksidan

1) Variabel Bebas : Seri konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata. 2) Variabel Tergantung : Persentase Inhibisi

3) Variabel Terkendali : Sistem spektrofotometri UV-VIS, suhu dan waktu inkubasi


(37)

b. Uji Aktivitas Antibakteri

1) Variabel Bebas : Konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata 2) Variabel Tergantung : Nilai DZI

3) Variabel Terkendali : Media pertumbuhan bakteri 2. Definisi Operasional

a. Harga Rf adalah jarak yang ditempuh oleh senyawa uji pada plat KLT yang akan dibandingkan dengan Rf dari senyawa standar

b. Nilai pada uji antioksidan adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata (µg/ml) yang mampu menghambat 50% oksidasi. Angka diperoleh dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase inhibisi.

c. Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi minimal fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan melalui pengukuran DZI.

d. Diameter Zona Inhibitor (DZI) adalah diameter yang menunjukkan hambatan suatu senyawa antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm)

E. Alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk ekstraksi biji C. moschata adalah biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir), etanol 70% (Merck), aquades (General Labora), kloroform (Merck), toples kaca, blender, kain flanel, kertas saring (Whatman), timbangan analitik (Mettler Toledo AL204), alat-alat gelas (Pyrex), corong gelas,


(38)

corong pisah, seperangkat alat evaporator (IKA RV10), wajan, pengaduk dan aluminium foil (Brand).

Alat dan bahan untuk uji Kromatografi Lapis Tipis adalah plat silika gel 60 F254 (Merck), plat selulosa (Merck), oven, butanol (Bratachem), asam asetat, air

, kloroform (Merck), metanol, rutin, kuinin, spektrofotometer UV-Vis (Shimadtsu), alat penyemprot, pereaksi dragendroff dan FeCl3, bejana

kromatografi dan pipa kapiler.

Alat dan Bahan untuk uji aktivitas antibakteri dan antioksidan adalah alat-alat gelas (Pyrex), spektrofotometri UV-VIS (Shimadzu), Laminar Air Flow (LAF), ose, kertas saring (Whatman), autoklaf, bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047, fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata, etanol 70% (merck), tetrasiklin HCL (Supertetra), NaCl 0,9% fisiologis, media Trypticase Soy Agar (TSA), Brain Heart Infusion (BHI) , Aquades, serbuk DPPH (Allorich). F. Prosedur Kerja

1. Determinasi Bahan Uji

Determinasi bahan uji dilakukan di laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

2. Pembuatan Bahan Uji

Biji C. moschata disortasi dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60˚C kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender untuk mendapatkan serbuk C. moschata. Sebanyak 500 gram biji C. moschata dimasukkan ke dalam toples kaca untuk dimaserasi menggunakan pelarut etanol 70% sampai volume 2,5 liter dan diaduk sampai benar-benar tercampur dan ditutup dengan aluminium foil.


(39)

Larutan didiamkan 3-5 malam kemudian dilakukan penyaringan dan diremaserasi. Maserat yang diperoleh difraksinasi menggunakan pelarut kloroform dalam corong pisah dengan perbandingan 1:1. Corong ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur. Corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan kran corong dibuka dan dua fase larutan dipisahkan dengan mengontrol kran corong. Terakhir didapatkan fraksi kloroform biji C. moschata. Fraksi kloroform biji C.moschata di evaporasi menggunakan evaporator dan diuji Kromatografi Lapis Tipis untuk identifikasi senyawa aktif di dalamnya.

3. Identifikasi Senyawa Aktif

Identifikasi senyawa aktif dalam fraksi kloroform biji C. moschata dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Plat silika gel 60 F254 dan plat

selulosa disiapkan dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar yang disesuaikan dengan jumlah fraksi yang akan ditotolkan. Pada bagian atas dan bawah diberi garis batas dengan jarak 1 cm dari ujung tepi lempeng tipis dengan menggunakan pensil. Sampel ditotolkan dengan pipa kapiler pada garis batas bagian bawah. Untuk identifikasi senyawa alkaloid dan flavonoid chamber diisi dengan eluen butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5 untuk mengelusi lempeng tipis kemudian dibiarkan beberapa saat dengan kondisi tertutup hingga chamber tersebut jenuh dengan uap eluen (Anggraini, 2008). Lempeng tipis dimasukkan ke dalam chamber hingga bagian bawahnya tercelup ke dalam eluen. Lempeng tipis diletakkan tegak bersandar pada dinding chamber. Eluen dibiarkan naik hingga


(40)

mencapai garis batas bagian atas. Lempeng diangkat dengan menggunakan pinset lalu dibiarkan kering di udara terbuka. Noda pada lempeng tipis diamati di bawah sinar UV, dan apabila tidak terlihat maka dilakukan penyemprotan dengan pereaksi dragendorff dan FeCl3.

4. Uji Aktivitas Antioksidan

a. Pembuatan larutan DPPH 0,4 mM

Sebanyak 15,77 mg serbuk DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam metanol hingga 100 mL. Larutan dijaga pada suhu ruang dan terlindungi dari cahaya. (Sumarny et al., 2014)

b. Pembuatan larutan induk

Sebanyak 40 mg fraksi kloroform biji C. moschata dilarutkan dalam metanol hingga 40 mL sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL. Larutan ekstrak dibuat dalam beberapa seri konsentrasi yaitu 100 µg/mL ; 200 µg/mL ; 300 µg/mL dan 400 µg/mL.

c. Penentuan panjang gelombang maksimal

Sebanyak 1 mL larutan DPPH dicampurkan dalam 5 mL metanol kemudian digojog. Tiga ml larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan disiapkan kuvet berisi metanol sebagai blanko. Pembacaaan panjang gelombang dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 200-800 nm. (Musfiroh dan Syarief, 2009)

d. Pengujian antiradikal bebas dengan DPPH

Sebanyak 5 mL larutan sampel dalam metanol dengan variasi konsentrasi 100, 200,300 dan 400 µg/mL dicampurkan dengan 1 mL larutan DPPH, kemudian


(41)

campuran divortex dan didiamkan selama 30 menit. Absorbansinya diukur pada λ maks 515 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Kekuatan inhibisinya dihitung menggunakan persamaan:

Kekuatan Inhibisi =

x 100%

Data hasil penelitian yang diperoleh dibuat kurva hubungan antara konsentrasi larutan uji dengan % inhibisi dan ditentukan nilai . Nilai menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH. Nilai dihitung dari persentase penghambatan serapan larutan ekstrak dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva regresi linier. (Molyneux, 2004)

5. Uji Aktivitas Antibakteri a. Sterilisasi Alat dan Bahan

Proses sterilisasi disesuaikan dengan alat yang digunakan. Alat-alat gelas (pyrex) disterilkan dengan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 170oC selama 2 jam, ose dan pinset dipanaskan dengan bunsen hingga memijar. Medium agar TSA disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Aquades disterilkan dengan cara dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air di atas penangas air hingga mendidih selama 15 menit. Selain itu, LAF juga disterilisasi dengan sinar UV selama 30 menit.

b. Pembuatan stok bakteri

Bakteri uji diinokulasi pada medium Nutrient Agar (NA) dengan cara menggoreskan bakteri Staphylococus aureus FNCC 0047 menggunakan jarum ose


(42)

pada permukaan agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. (Wulandari, 2011)

c. Pembuatan media pertumbuhan

Media yang digunakan adalah TSA, dibuat dengan cara 46,7 gram serbuk TSA dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan dengan 1 liter aquades steril sampai homogen, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL kemudian dibiarkan hingga memadat. (Hudzicki, 2013)

d. Pembuatan suspensi bakteri

Dua koloni bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 diambil kemudian dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% fisiologis steril sebanyak 1 mL. Suspensi didiamkan selama 2-3 jam pada suhu 37ºC. Setelah itu, bakteri yang telah diinkubasi diambil 1 mL kemudian dimasukkan dalam 9 mL Brain Heart Infusion (BHI) cair. Suspensi sesuai dengan standar konsentrasi bakteri CFU/mL. (Sutton, 2011)

e. Pembuatan kontrol positif

Kontrol positif pada penelitian ini dibuat dari sediaan tetrasiklin 250 mg. Untuk menghasilkan larutan uji dengan konsentrasi 0,2 mg/mL maka sebanyak 1 kapsul sediaan tetrasiklin 250 mg dilarutkan dengan 100 mL aquades steril. Kemudian dibuat konsentrasi 0,02 % (0,2 mg/mL) dengan melarutkan 0,4 ml tetrasiklin ad aquades sampai 5 mL. (Mulyani dan Sarjono, 2007)

f. Pembuatan kontrol negatif


(43)

g. Pengujian aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram dengan cara membuat larutan induk dengan konsentrasi 50% (0,5 g ekstrak + 1 mL DMSO) kemudian dilakukan pengenceran menjadi beberapa seri konsentrasi. Tujuh tabung reaksi disiapkan yang masing-masing berisi konsentrasi fraksi kloroform biji labu kuning yang berbeda, antara lain:

1. Tabung I berisi 5% (0,5 mL konsentrasi 10% + 0,5 mL DMSO) 2. Tabung II berisi 10% (0,5 mL konsentrasi 25% + 0,75 mL DMSO) 3. Tabung III berisi 25% (0,5 mL konsentrasi 50% + 0,5 mL DMSO) 4. Tabung IV berisi 50% ( 0,5 g ekstrak + 1 mL DMSO)

5. Tabung V kontrol positif 6. Tabung VI kontrol negatif

7. Tabung VII berisi suspensi bakteri yang akan diusapkan ke medium TSA. Paper disc direndam ke dalam tabung I – VI selama 15 menit. Dengan menggunakan kapas lidi, suspensi bakteri diusap ke permukaan media secara merata. Paper disc yang telah direndam diletakkan di atas media pertumbuhan bakteri yang telah diberi tanda pada masing-masing konsentrasi dan pada kontrol, kemudian diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris.


(44)

G. Skema Langkah Kerja

Biji Labu Kuning

Ekstraksi Etanol

Fraksinasi dengan Kloroform

Kromatografi Lapis Tipis

Uji Antioksidan Uji Antibakteri

Harga Rf Nilai Nilai DZI


(45)

H. Analisis Data

a. Identifikasi Senyawa dengan KLT

Hasil KLT diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Noda yang terbentuk kemudian dihitung nilai Rf nya.

b. Uji Aktivitas Antioksidan

Nilai dihitung berdasarkan kekuatan inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing- masing konsentrasi ekstrak dengan persamaan :

Kekuatan Inhibisi =

x 100%

Setelah diperoleh persentase inhibisi masing-masing konsentrasi, dibuat sebuah kurva regresi linier antara konsentrasi ekstrak dan kekuatan inhibisi (%) sehingga diperoleh persamaan y= bx +a dimana x adalah konsentrasi ekstrak (µg/ml) dan y adalah kekuatan inhibisi (%). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibitor Concentration ( ) yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%. Nilai didapatkan dari nilai x dengan y=50 (Molyneux, 2004).

Tabel 1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH (Ariyanto, 2006) Intensitas Nilai

Sangat kuat < 50µg/ml Kuat 50-100 µg/ml Sedang 101-150 µg/ml Lemah > 150 µg/ml


(46)

c. Uji Aktivitas Antibakteri

Nilai DZI dihitung dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata. Hasil kemudian dibandingkan dengan kontrol positif yaitu tetrasiklin.

Menurut Davis dan Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut:

Tabel 2. Tingkat kekuatan daya antibakteri menurut Davis dan Stout (1971) Kekuatan Diameter Hambat

Lemah ≤ 5 mm

Sedang 5-10 mm

Kuat 10-20 mm


(47)

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bahan uji dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran bahan yang digunakan pada penelitian. Identifikasi tanaman dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada bagian Biologi Farmasi. Hasil identifikasi diketahui bahwa tanaman yang digunakan adalah benar biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch Poir). Hasil identifikasi biji C. moschata dapat dilihat pada lampiran 1.

B. Penyiapan Sampel

Bahan baku simplisia yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari daerah Salatiga. Biji C. moschata yang dipilih dalam keadaan baik dan tidak cacat. Pada proses pembuatan simplisia, dilakukan proses sortasi basah dengan tujuan meminimalkan dan memisahkan bahan uji dari kotoran yang menempel. Biji C. moschata dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60˚C. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk menghentikan proses enzimatis yang mungkin masih bisa terjadi sehingga dapat mengurangi degradasi zat aktif. Selain itu proses pengeringan juga berguna untuk megurangi kandungan air dari simplisia, sehingga tidak dapat ditumbuhi jamur Keberadaan air dalam jumlah yang tinggi akan mempengaruhi polaritas pelarut. (Suhendi et al., 2007)

Sebanyak 1,75 kg biji C. moschata yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender untuk mendapatkan partikel yang jauh


(49)

lebih kecil sehingga pelarut lebih mudah kontak dengan bahan dan berdifusi lebih banyak ke dalam partikel sehingga proses ekstraksi berlangsung lebih baik. Partikel sampel yang halus akan memperluas daya pelarutan sehingga pelarutan komponen pada sampel dapat lebih merata (Suhendi et al., 2007). Serbuk biji C. moschata yang dihasilkan sebanyak 1,5 kg yang kemudian akan diekstraksi menggunakan metode maserasi.

C. Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari komponen yang tidak larut dari suatu campuran dengan pelarut yang sesuai (Depkes, 2000). Ekstraksi biji C. moschata dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan. Maserasi dilakukan selama 5 hari dilanjutkan dengan remaserasi selama 2 hari. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan selanjutnya (Depkes, 2000). Menurut Farmakope edisi 4, perendaman yang baik berkisar antara 4-10 hari. Pemilihan metode maserasi berdasarkan pertimbangan kesederhanaan prosedur dan peralatan yang digunakan. Metode maserasi tidak menggunakan pemanasan, sehingga pengaruh negatif akibat pemanasan terhadap senyawa termolabil yang mungkin terdapat dalam biji C. moschata dapat dihindari (Patel, 2013).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%. Etanol digunakan sebagai pelarut penyari karena etanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga mampu melarutkan senyawa yang memiliki kepolaran rendah


(50)

hingga relatif tinggi (Wulandari, 2011). Ekstraksi dengan pelarut etanol diharapkan dapat menyari lebih banyak komponen senyawa yang terdapat pada biji C. moschata. Hasil dari maserasi kemudian difraksinasi menggunakan metode partisi cair-cair dengan kloroform menggunakan corong pisah sehingga didapatkan fraksi kloroform C. moschata.

Proses fraksinasi menggunakan pelarut kloroform dan campuran etanol. Hal ini dilakukan karena dasar dari pemisahan dengan cara partisi cair-cair adalah perbedaan kelarutan dan syarat untuk melakukan partisi adalah dua pelarut yang digunakan tidak saling bercampur. Proses partisi bertujuan untuk menyari senyawa-senyawa yang terlarut dalam kloroform (Seidel, 2006). Pada saat dipartisi dengan pelarut kloroform terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas etanol dan lapisan bawah adalah kloroform. Hal ini karena massa jenis etanol (0,7883 g/ml) lebih kecil dibandingkan dengan kloroform (1,4474 g/ml).

Filtrat hasil fraksinasi dengan kloroform diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50˚C dan kecepatan putaran 90 rpm. Penguapan ini bertujuan untuk memisahkan pelarut dari senyawanya. Untuk mendapat ekstrak kental dilakukan penguapan kembali menggunakan penangas air, hal ini bertujuan untuk menjaga agar suhu tetap di bawah titik didih air.

Dari 500 gram serbuk biji C. moschata yang difraksinasi dihasilkan sebanyak 4,6 gram ekstrak kental fraksi kloroform biji C. moschata. Fraksinasi biji C. moschata dengan pelarut kloroform menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat tua dengan rendemen yang diperoleh adalah 0,92%. Faktor yang


(51)

mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan adalah suhu ekstraksi, konsentrasi pelarut dan waktu ekstraksi (Maharani, et al., 2009)

D. Kromatografi Lapis Tipis

Senyawa yang diidentifikasi pada penelitian ini adalah flavonoid dan alkaloid. Untuk mengetahui adanya kandungan kedua senyawa tersebut maka dilakukan identifikasi senyawa secara kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Uji KLT umumnya digunakan untuk mengetahui kemurnian kandungan senyawa (Harborne, 1987) dan dapat digunakan untuk tujuan identifikasi senyawa (Farmakope Herbal Indonesia, 2009). Identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis pereaksi semprot (Abdul Rohman, 2007). Hasil uji KLT dapat dilihat pada Tabel 3.

Pelarut pengembang yang digunakan pada KLT alkaloid adalah butanol : asam asetat : air (4:1:5). Setelah disemprot dengan pereaksi dragendorff senyawa alkaloid akan menunjukkan bercak berwarna oranye (Nurjannah et al., 2011). Berdasarkan pengamatan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dapat diketahui bahwa fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata menunjukkan bercak berwarna biru samar. Sedangkan pembanding kuinin menunjukkan bercak berwarna biru. Setelah disemprot menggunakan pereaksi dragendorff, kedua senyawa menunjukkan bercak berwarna oranye dengan nilai Rf 0,56. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi kloroform ekstrak etanolik biji labu kuning mengandung senyawa alkaloid. Profil kromatogram uji alkaloid dapat dilihat pada Gambar 5.


(52)

Sebelum disemprot Setelah disemprot Gambar 5. Profil kromatogram senyawa alkaloid.

Keterangan : Kuinin sebagai pembanding senyawa alkaloid (A), fraksi kloroform biji C. moschata (B)

Pelarut pengembang yang digunakan pada uji KLT flavonoid adalah butanol : asam asetat : air (4:1:5). Menurut Marliana et al. (2005), profil kromatogram identifikasi golongan senyawa flavonoid menunjukkan bercak berwarna biru ketika dibaca pada panjang gelombang 366 nm dan berwarna biru hitam atau hijau kuning setelah disemprot dengan pereaksi FeCl3 (Lumbanraja,

2009). Profil kromatogram uji KLT flavonoid dapat dilihat pada Gambar 6.

A B A B A B A B A B A

Sinar Tampak

UV 254 nm

UV 366 nm

Sinar Tampak

UV 254 nm

UV 366 nm


(53)

Sebelum disemprot Setelah disemprot Gambar 6. Profil kromatogram senyawa flavonoid

Keterangan : Rutin sebagai pembanding senyawa flavonoid (A), fraksi kloroform biji C. moschata (B)

Setelah disemprot dengan FeCl3, timbul noda dengan Rf 0,93 yang

berwarna kuning pada pengamatan dengan sinar tampak, berwarna kuning hijau pada UV 254 nm dan berwarna biru hitam pada UV 366 nm. Pada senyawa rutin, setelah disemprot dengan pereaksi FeCl3 timbul bercak berwarna hijau kehitaman

dengan Rf 0,75 pada sinar tampak dan UV 254 nm. Pada UV 366 nm timbul warna biru kehitaman.. Hal ini menegaskan adanya kandungan flavonoid pada

fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata. Hasil uji KLT fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata dapat dilihat pada Tabel 3.

A B A B A B A B A B A B

UV 366 nm

UV 366 nm UV 254

nm UV 254

nm

Sinar Tampak Sinar


(54)

Tabel 3. Hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) fraksi kloroform ekstrak etanolik biji labu kuning

Kandungan Kimia

Rf (cm)

Sinar Tampak UV 254 UV 366 Ket

Tanpa Pereaksi Tambah Pereaksi Tanpa Pereaksi Tambah Pereaksi Tanpa Pereaksi Tambah Pereaksi Alkaloid 0,56 Kuning

samar

Oranye Biru hitam Hijau hitam Biru hitam Biru hitam +

Kuinin 0,56 - Oranye Biru Hijau hitam

Biru Biru hitam

+

Flavonoid 0,93 Kuning muda

Kuning - Hijau kuning

Biru Biru hitam

+

Rutin 0,75 Kuning muda

Hijau hitam

- Hijau hitam

Biru Biru hitam

+

Uji alkaloid menggunakan pereaksi dragendorff. Hasil yang diperoleh pada pereaksi dragendorff untuk sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata menunjukkan warna oranye yang menandakan terdapat senyawa alkaloid dalam sampel fraksi. Hal ini dikarenakan terjadi pengikatan ion K+ pada nitrogen dalam cincin sehingga membentuk endapan berwarna oranye (Marliana, 2005). Reaksi senyawa alkaloid dengan pereaksi dragendorff dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaksi alkaloid dengan pereaksi dragendorff (Marliana, 2005)

Uji flavonoid menggunakan pereaksi FeCl3. Hasil yang diperoleh pada

fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata untuk pereaksi FeCl3 yaitu


(55)

menandakan bahwa sampel mengandung senyawa flavonoid (Lestari, 2013). Reaksi senyawa flavonoid dengan FeCl3 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Reaksi flavonoid dengan pereaksi FeCl3 (Lumbanraja, 2009)

E. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan absorbansi yang optimal. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan serapan yang maksimum dengan mengukur absorbansi senyawa DPPH pada daerah visibel (Budiarti et al., 2014). Pada penelitian ini diperoleh panjang gelombang maksimalnya adalah 515 nm. Pengukuran serapan dilakukan setelah inkubasi selama 30 menit agar terjadi reaksi yang optimal antara DPPH sebagai radikal bebas dengan sampel yang diuji. Profil hasil penentuan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 2.

F. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode DPPH. Metode DPPH dipilih karena memerlukan sedikit sampel, sederhana, mudah, cepat, dan peka untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam (Hanani et al., 2005). Pada metode ini, DPPH bertindak sebagai model radikal bebas yang akan berikatan dengan senyawa antioksidan (Simanjuntak et


(56)

al., 2004). DPPH (1.1-diphenyl-2-pycryl hydrazil) merupakan senyawa radikal bebas stabil. Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari warna ungu tua menjadi kuning terang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimal (Green, 2004; Gurav et al., 2007).

Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh senyawa antioksidan adalah melalui donasi atom hidrogen sehingga menyebabkan perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning ( Hanani et al., 2005). Perubahan warna DPPH terjadi karena adanya senyawa yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (1,2- defenil- 2 pikrilhidrazin) (Desmiaty, R. 2008 ; Purwaningsih, 2012). Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas (Sumber: Prakash et al, 2001)

Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui absorbansi


(57)

DPPH setelah ditambahkan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata. Jika terjadi penurunan absorbansi DPPH, maka suatu senyawa memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Penurunan absorbansi DPPH diukur terhadap absorbansi kontrol yaitu absorbansi DPPH dalam metanol tanpa penambahan bahan uji (Molyneux, 2004). Penurunan absorbansi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan dari ungu menjadi kuning. Degradasi warna larutan berbanding lurus dengan penambahan konsentrasi ekstrak (Prakash et al, 2001). Dari nilai absorbansi DPPH yang diperoleh dapat ditentukan persentase penghambatan radikal DPPH (% inhibisi). Dari nilai % inhibisi dapat ditentukan nilai (Molyneux, 2004). Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform biji C. moschata dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 10.

Tabel 4. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan fraksi kloroform biji C. moschata Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi % Inhibisi

100 0,426±0,023 12,40±4,76

200 0,353±0,010 27,60±2,25

300 0,287±0,013 41,13±2,72

400 0,211±0,008 57,37±0,58

Gambar 10. Kurva regresi linier aktivitas antioksidan biji C. moschata y = 0.1464x - 2.025

R² = 0.9994

y = 0.1464x - 2.025 R² = 0.9994

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (µg/ml)


(58)

Kurva regresi linier aktivitas antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata di atas menunjukkan dengan bertambahnya konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata maka aktivitas antioksidan juga semakin meningkat. Perhitungan persentase inhibisi bisa dilihat pada lampiran 4. Persamaan yang diperoleh dari kurva regresi linier dapat digunakan untuk menghitung . Nilai

menunjukkan konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata (µg/ml) yang mampu menghambat 50% oksidasi.

Dari persamaan y = 0.146x - 2.025 dengan R² = 0.999 diperoleh Nilai fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata adalah 356.33 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut ekstrak mampu menghambat 50% oksidasi. Menurut Ariyanto (2006), tingkat kekuatan antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata tergolong lemah karena memiliki nilai = 356.33 µg/ml (>150 µg/ml). Penelitian yang dilakukan Rustina (2016), menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat biji C. moschata memiliki tingkat kekuatan antioksidan lemah yaitu dengan sebesar 453,35 µg/ml. Sedangkan ekstrak etanolik biji C. moschata memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong lemah juga dengan sebesar 420,08 µg/ml (Rahmawati, 2016). Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Rustina (2016), ekstrak etanolik fraksi kloroform biji C. moschata memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada ekstrak etanolik biji C. moschata dan ekstrak etil asetat biji C. moschata.

Berdasarkan hasil identifikasi senyawa yang didapat, golongan senyawa yang diduga berpotensi sebagai antioksidan di dalam fraksi kloroform biji C. moschata diantaranya adalah flavonoid dan alkaloid. Senyawa flavonoid pada


(59)

strukturnya mengandung gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas, sehingga senyawa tersebut berpotensi sebagai antioksidan (Zuhra et al., 2008)

Flavonoid merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan karena senyawa tersebut adalah senyawa fenol yaitu senyawa dengan suatu gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik. Produk radikal bebas senyawa ini terstabilkan secara resonansi dan tidak reaktif bila dibandingkan dengan kebanyakan radikal bebas lain sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Fessenden and Fessenden, 1986). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang dapat menghambat banyak reaksi oksidasi. Flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antioksidan karena mampu mentransfer sebuah elektron kepada senyawa radikal bebas, dimana R• merupakan senyawa radikal bebas. FI-OH merupakan senyawa flavonoid sedangkan FI-OH• merupakan radikal flavonoid (Kandaswani dan Midelton, 1997). Reaksi peredaman radikal bebas oleh senyawa flavonoid seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Mekanisme peredaman radikal oleh flavonoid (Kandaswani dan Midelton, 1997)


(1)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 5

Gambar 4. Reaksi flavonoid dengan pereaksi FeCl3 (Lumbanraja, 2009)

Hasil uji KLT fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji KLT fraksi kloroform ekstrak etanolik biji labu kuning

Selanjutnya, untuk menguji aktivitas antioksidan pada fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata menggunakan metode DPPH. Metode DPPH dipilih karena memerlukan sedikit sampel, sederhana, mudah, cepat, dan peka untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam.15. DPPH (1.1-diphenyl-2-pycryl hydrazil) merupakan senyawa radikal bebas stabil. Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari warna ungu tua menjadi kuning terang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimal

yaitu 515 nm.. Dari nilai absorbansi DPPH yang diperoleh dapat ditentukan persentase penghambatan radikal DPPH (% inhibisi). Dari nilai % inhibisi dapat ditentukan nilai .9 Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Biji C. moschata dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.

Tabel 2. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan fraksi kloroform biji C. moschata

Gambar 5. Kurva regresi linier aktivitas antioksidan biji C.moschata

Dari persamaan y = 0.146x - 2.025 dengan R² = 0.999 diperoleh Nilai fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata adalah 356.33 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut ekstrak mampu menghambat 50% oksidasi. Menurut Ariyanto (2006), tingkat kekuatan antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata tergolong lemah karena memiliki nilai = 356.33 µg/ml (>150 µg/ml).16 Lemahnya aktivitas


(2)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 6

antioksidan dalam fraksi kloroform biji labu kuning disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah kandungan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam biji C. moschata yakni vitamin C larut dalam fase air daripada kloroform sehingga aktivitas antioksidan dari fraksi kloroform biji C. moschata berkurang dan menyebabkan lemahnya aktivitas antioksidan. Faktor kedua yang menyebabkan lemahnya aktivitas antioksidan fraksi kloroform biji labu kuning yaitu diduga senyawa yang terkandung di dalam fraksi kloroform kemungkinan adalah flavonoid golongan flavanon. Senyawa flavanon pada umumnya memiliki aktivitas antioksidan yang lemah. Faktor yang menyebabkan lemahnya aktivitas antioksidan pada senyawa flavanon pada umumnya disebabkan oleh gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa flavanon hanya sedikit dan pada cincin C flavanon tidak memiliki ikatan ganda pada ikatan 2-3 gugus 4-okso, sehingga kemungkinan besar untuk menstabilkan struktur senyawanya yang kehilangan elektron dari proses donor hidrogen dalam struktur senyawa flavanon tidak terjadi.17 Dengan demikian senyawa golongan flavanon pada umumnya memiliki potensi aktivitas antioksidan yang lemah.

Uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata menggunakan metode difusi cakram. Metode ini dipilih karena hasil pembentukan zona bening lebih mudah untuk diamati dibandingkan dengan metode dilusi. Metode Kirby-Bauer digunakan untuk menentukan sensitifitas bakteri

patogen baik yang bersifat aerob maupun anaerob fakultatif terhadap berbagai senyawa antimikroba.18 Pengujian aktivitas antibakteri pada penelitian ini juga dilakukan pada tetrasiklin sebagai kontrol positif. Tetrasiklin mempunyai kemampuan menghambat sintesis protein bakteri S. aureus dengan mencegah t-RNA aminoasil berikatan dengan ribosom.19 Kontrol negatif pada penelitian ini menggunakan DMSO bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas antibakteri pada saat penelitian berasal dari sampel uji. Hasil pengukuran zona inhibisi pada sampel fraksi kloroform biji C. moschata dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran zona inhibisi antibakteri

Hasil pengujian fraksi kloroform biji C.moschata pada Tabel 3 menunjukkan bahwa larutan uji dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 pada konsentrasi terkecil yaitu 5%. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk disekitar keempat konsentrasi fraksi kloroform biji C. moschata. Menurut Jawetz et al., (2005), pada bakteri gram positif, struktur dinding sel lebih sederhana yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Pada kontrol positif tetrasiklin tidak dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047 secara sempurna.


(3)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 7

Terbentuknya diameter disekitar paper disc akan tetapi masih terdapat bakteri yang tumbuh menunjukkan bahwa beberapa Staphylococcus aureus telah mengalami resistensi terhadap antibiotik tetrasiklin. Mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik terjadi dengan cara penginaktifan obat, perubahan target atau sirkulasi enzim, berkurangnya akumulasi obat oleh adanya sel resisten, variasi jalur metabolisme.20 Resistensi S. aureus terhadap tetrasiklin terjadi melalui mekanisme efluks yang dikendalikan gen tetA dan tetB dan proteksi ribosom oleh protein TetM, TetO dan TetS dan sebagainya yang akan melekat pada ribosom sehingga tetrasiklin akan terlepas dari ribosom dan menjadi tidak aktif.21 Bakteri mengembangkan pompa efluks yang aktif mengeluarkan antibiotik dari sitoplasma lebih cepat daripada kecepatan obat tersebut berdifusi masuk. Oleh karena itu, konsentrasi obat di dalam bakteri menjadi terlalu rendah, sehingga menjadi tidak efektif.22

Nilai rata-rata diameter hambatan fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata dengan konsentrasi 5% , 10% , 25%, dan 50% secara berturut- turut sebesar 2,33 mm ; 2,67 mm ; 2,70 mm dan 5,65 mm masuk dalam kategori antibakteri lemah dengan diameter

hambat ≤ 5 mm.23 Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa keempat konsentrasi fraksi kloroform biji C. moshata yaitu 5% , 10%, 25% dan 50% memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus FNCC 0047 yang tergolong lemah. Bakteri Staphylococcus aureus FNCC 0047

telah mengalami resistensi terhadap antibiotik tetrasiklin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil uji antibakteri fraksi kloroform biji C. moschata terhadap S. aureus FNCC 0047 Keterangan:Tetrasiklin (+),DMSO(-)

Biji C. moschata mengandung komponen zat aktif yaitu flavonoid dan alkaloid. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.24 Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan melekatkan diri diantara DNA. Adanya zat yang berada diantara DNA akan menghambat replikasi DNA, akibatnya terjadi gangguan replikasi DNA yang akan menyebabkan kematian sel.25 Pada penelitian yang dilakukan, keempat seri konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap S. aureus yang tergolong lemah.23 Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid dan alkaloid yang terkandung dalam fraksi kloroform biji labu kuning pada konsentrasi 5% , 10%, 25% dan 50% masih sedikit. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka akan


(4)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 8

semakin tinggi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya.

KESIMPULAN

Fraksi kloroform ekstrak etanolik biji Cucurbita moschata Duch Poir memiliki aktivitas antioksidan tergolong lemah dengan Nilai (Inhibitory Concentration) sebesar 356,33 µg/ml. Pada uji aktivitas antibakteri, Fraksi kloroform ekstrak etanolik Cucurbita moschata Duch Poir dengan konsentrasi 5% , 10%, 25% dan 50% memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus FNCC 0047 yang tergolong lemah. Hasil identifikasi uji senyawa menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) menunjukkan bahwa fraksi kloroform ekstrak etanolik biji C. moschata mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid dimana aktivitas antioksidan dan antibakterinya berasal dari kedua senyawa tersebut. SARAN

Penelitian lanjutan terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri fraksi kloroform ekstrak etanol biji C. moschata tidak perlu dilakukan karena aktivitas antioksidannya tergolong lemah. Jika ingin mendapatkan aktivitas antioksidan dan antibakteri yang kuat bisa melakukan penelitian lanjutan dengan mengganti pelarut yang digunakan atau dengan mengekstraksi simplisia yang lain. UCAPAN TERIMAKASIH

Dirjen Dikti yang telah memberi dana penelitian melalui program Hibah Bersaing.

RUJUKAN

1

Gibson, J. M.,1996, Mikrobiologi & Patologi Modern untuk Perawat, 1, 23 Cetakan Pertama, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

2

Salni., Marisa, H.,Mukti, W. R. 2011. Isolasi senyawa Antibakteri Dari Daun Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan Penentuan Nilai KHM-nya. Universitas Sriwijaya Sumatra Selatan. Indonesia. (38-41)

3

Jawetz, E., Melnick, J., dan Adelberg, E., (2005), Mikrobiologi Kedokteran, 362, Salemba Medika, Jakarta.

4

Yuhernita, Juniarti, (2011), Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Metanol Daun Surian yang Berpotensi sebagai Antioksidan. Makara Sains, Vol. 15, No.1, Hal. 48-52

5

Halliwel B. 2007. Dietary polyphenols: good, bad, or indifferent for your health. J. Cardiovascular Research 73:341-347.

6

U.S. Department of Agricultural, Agricultural Research Service. USDA National Nutrient Database for Standard Reference, Release 23.2010.

7

Abd Aziz and H.H. Abd EI-Kalek.(2011). Antimicrobial proteins and oil seeds from pumpkin (Cucurbita moschata). Nature and Science, 2011;9 (3). (ISSN: 1545-0740).Online:


(5)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 9

http://www.sciencepub.net/na ture

8

Handayani, D., Deapati,M., Marlina, Mellan, (2005). Skrining Aktivitas Antibakteri Beberapa Biota Laut dari Perairan Pantai Painan,Skripsi, Sematera Barat.: Universitas Andalas Malang

9

Molyneux, P., (2004), The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity, Songklanakarin J. Sci. Technol., pp. 26, 211-219.

10

Sumarny, R., Nurhidayati, L., Sofiah, S., Fatimah., (2014). Antioxidant activity of Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Fruit Rind Extract in Oral Solution Dosage Form. Medicinal Plants &Traditional Medicine, Tawangmangu. Central Java Indonesia, June 4th-6th 2014

11

Sutton, S. (2011). Measurement of Microbial Cell by Optical Density. Journal of Validation Technology. Volume 17

12

Mulyani, N, S., & Sarjono, P.R., (2007) , Aktivitas Antibakteri Rimpang Temu Putih (Curcuma manga Vall), Jurnal Sains dan Matematika (JSM), Universitas Diponegoro. Vol 15. No. 2

13

Nurjannah, Izzati,L., Abdullah.A.,(2011). Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Kerang Pisau (Solen ssp.). Ilmu Kesehatan. Vol 16 (3).119-124

14

Lumbanraja, L.B., (2009), Skrining Fitokimia dan Uji Efek antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap Radang pada Tikus, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatra Utara, Medan.

15Hanani, E., Mun’im, A. & Sekarini,

R. (2005). Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp. Dari kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. ISSN : 1693-9883. Vol. II. No. 3: 127. (Online). (30 April 2016)

16

Ariyanto, A. Uji Aktivitas Antioksidan, Penentuan Kandungan Fenolik dan Flavonoid Total Fraksi Kloroform dan Fraksi Air Ekstrak Metanolik Pegagan ( Centella asistica L.Urban).Skripsi, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2006.

17

Burda dan Oleszek W. 2001. Antioxidant and antiradical activities of flavonoid. J agric food chem 49 (6):2774-2779.

18

Hudzicki,J. (2013). Kirby-Bauer Disk Diffusion Succeptibility Test Protocol. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015. www.microbelibrary.org

19

Vassileva,V., G. Milanov, G. Ignatov, and B. Nikolov.(1997). Effect of low pH on nitrogent fixation of common bean grown at various calcium and nitate levels.J.Plant Nutr., 20.279-294

20

Franklin, T.J dan Snow, G.W., (1985). Biochemistry of


(6)

Desy Putri Setiani 20120350082 Farmasi UMY Page 10

Antimicrobial Action. 3nd Ed. London, New York. Pp. 44-46, 127- 189, 172-200

21

Kadlec K, Schwarz S.(2000) Identification of a novel trimethroprim resistance genr, dfrK, in methicillin-resistant Staphylococus aureus ST398 strain and its physical linkage to the tetracycline resistance gene tet(L). Antimikrob Agents Chemother. Feb;53(2):776-8

22

Yulika, H. (2009). Pola Resistensi, Skripsi, Jakarta : Universitas Indonesia

23

Davis, W. W. dan Stout, T. R. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay. Applied Microbiology. 22 (4): 659-665

24

Cowan, M.M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical. Microbiology Reviews. 12, 4, 564-582.

25

Naim,R. (2005). Senyawa Antioksidan dari Tanaman. Harian Kompas Edisi Rabu, 15 September 2004. (Online). (http://kompas.com/kompas-cetak/contactus.htm ). diakses tanggal 11 Februari 2015