EVALUASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

(1)

EVALUASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

Disusun Oleh:

ANDI NUR FIQHI UTAMI 20141040039

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

Disusun Oleh:

ANDI NUR FIQHI UTAMI 20141040039

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

i

EVALUASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

“Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiah Yogyakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Dalam Magister Ilmu Pemerintahan”

Disusun Oleh:

ANDI NUR FIQHI UTAMI 20141040039

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(4)

ii

EVALUASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

TESIS

Nama : Andi Nur Fiqhi Utami NIM : 20141040039

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

Yogyakarta, 26 Desember 2016

Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si NIK : 19711108201004 163 089


(5)

iii

Judul : EVALUASI PROGRAM JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI

KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 Ditulis oleh : Andi Nur Fiqhi Utami

NIM : 20141040039

Pembimbing : Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

Yogyakarta, 26 Desember 2016

Ketua Penguji

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

Tim Penguji Penguji I

Dr. Suranto, M.Pol

Penguji II


(6)

iv Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Andi Nur Fiqhi Utami NIM : 20141040039

Jenjang : Pascasarjana (S2)

Menyatakan bahwa Tesis dengan berjudul EVALUASI PROGRAM

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 adalah benar-benar hasil penelitian saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran.

Yogyakarta, 26 Desember 2016 Yang Menyatakan

Andi Nur Fiqhi Utami 20141040039


(7)

v

Telah melaksanakan ujian tesis pada hari senin, Tanggal 26 Desember 2016, Jam 11.00, bertempat di Gedung Pascasarjana Lantai I Ruang Tutorial II Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk diberikan persetujuan revisi tesis, oleh :

Ditulis Oleh : Andi Nur Fiqhi Utami

NIM : 20141040039

Tesis Berjudul : EVALUASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN

SLEMAN TAHUN 2016

Dosen Pembimbing : Dr. Dyah Mutiarin, M.Si (...)

Tim Penguji I : Dr. Suranto, M.Pol (...)


(8)

vi

Tesis Berjudul : EVALUASI PROGRAM JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI

KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

Ditulis Oleh : Andi Nur Fiqhi Utami

NIM : 20141040039

Diajukan kepada program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar dalam Magister Ilmu Pemerintahan

Yogyakarta, 26 Desember 2016

Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si NIK : 19711108201004 163 089


(9)

vii

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar


(10)

viii

Aku persembahkan karya ini untuk :

Kedua orang tuaku tersayang, yang dengan ikhlasnya mengiringi proses studiku dengan usaha, dan doanya serta kasih sayang yang tak terhingga.

Saudaraku tercinta, Pung Anti dan Pung Cakra yang selalu memberi masukan baik moral maupun material

Ponakanku yang lucu-lucu, Andi Uppi dan Andi Unni yang selalu membuat penulis terhibur.

Serta untuk seseorang yang InsyaAllah akan mendampingi baik suka maupun duka..


(11)

ix

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kemudahan, kesehatan, serta rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW dan para sahabat beliau.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Bapak Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. Ibu Dr. Dyah Mutiarin, M.Si selaku Ketua Jurusan Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan juga sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan masukan dan bimbingan selama proses penyelesaian tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik

4. Bapak Dr. Suranto, M.Pol selaku dosen penguji 1, terima kasih atas bimbingan, kritik, dan sarannya untuk perbaikan tesis ini


(12)

x

6. Kedua orang tua penulis, serta saudaraku yang senantiasa memberikan dorongan dan perhatian kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi

7. Sahabat-sahabat tercinta yang senantiasa menyemangati dan mendukung hingga dapat menyelesaikan studi

8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan semangat dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis terbuka atas segala saran dan kritik yang bersifat koreksi dan membangun dari semua pihak. Akhirnya, dengan senantiasa mengharap ridho Allah SWT penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 3 Januari 2017 Penulis


(13)

xi

Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselengarakan BPJS Kesehatan merupakan suatu program asuransi yang membantu masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian ini sangat penting sebagai evaluasi pelayanan kesehatan pada program JKN di Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta tahun 2016.

Penelitian ini menggukan metode penelitian mix-method atau penelitian gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Jadi, metode pengumpulan data menggunakan survei dan wawancara, yang disertai dengan observasi langsung di lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman, tepatnya pada Fasilitas Kesehatan tingkat I. Sedangkan proses analisa data dalam penelitian ini dimuali dengan pengumpulan data, mengkodefikasi data, menghitung indeks, menginterpretasikan data, mengkategorisasikan data dan menghubungkan temuan-temuan.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa penilaian masyarakat terhadap Program JKN yang diselengarakan oleh BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman pada model pelayanan mendapat nilai cukup baik, dan pada kualitas pelayanan juga mendapatkan nilai cukup baik. Permasalahan yang ditemukan peneliti adalah kurangnya pengetahuan masyarakat pada model pelayanan, dan permasalahan pada tenaga kerja, akan tetapi seara keseluruhan program tersebut berjalan cukup baik.

Untuk meningkatkan fungsi pelayanan yang baik BPJS faskes I di Sleman perlu melakukan peningkatan sarana dan prasarana, penambahan tenaga kesehatan, dan mendirikan Help Desk pada tingkat kelurahan untuk kelancaran informasi.

Kata Kunci : Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan, Model Pelayanan, dan Kualitas Pelayanan,


(14)

xii

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), organized by BPJS Kesehatan, is kind of insurance programs for increasing people quality health. This research is important to evaluated health services of JKN in Sleman Region, Daerah Istimewa Yogyakarta in 2016.

This research using mix-method that combined qualitative and quantitative research method. Moreover, Method of data collection is used the survey, interview, and filed observation. Research is conducted in Sleman region, indeed in first health facility. Furthermore, Analyzing data begin with data collecting, coding, measuring index, interpreting, categorizing, and connecting data within qualitative and quantitative data.

According to research result, for community assessment toward JKN in Sleman Region, researcher found that adequate in service model, either quality service. The problems that researcher found is uneducated society in service model, and administrative officer. Overall, JKN is a proper program for health service.

For increasing functional service, BPJS Kesehatan have to improve facilities and infrastructure, increase administrative officer, and establish help desk in sub-district for continuity communication.

Keywoard : Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan, Service Model, and Quality Service.


(15)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PENGESAHAN REVISI ... v

PENGESAHAN PROGRAM STUDI ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 11

I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kajian Pustaka ... 13

II.2 Kerangka Teori ... 27

II.2.1 Universal Health Coverage (UHC) ... 27

II.2.2 Pembiayaan Asuransi Kesehatan Publik ... 41

II.2.3 Prosedur Kepesertaan Asuransi Kesehatan Publik ... 45

II.2.4 Kualitas Layanan Asuransi Kesehatan Publik ... 47

II.2.5 Hasil-Hasil Program Asuransi Kesehatan Publik ... 52

II.2.6 Evaluasi Kebijakan Publik ... 53

II.3 Kerangka Pikir ... 62

II.4 Definisi Konsepsional ... 63

II.5 Definisi Operasional ... 64

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian ... 66

III.2 Lokasi Penelitian ... 67

III.3 Unit Analisis ... 67


(16)

xiv

III.5.1 Data Primer ... 71

III.5.2 Data Sekunder ... 72

III.6 Teknik Analisis Data ... 73

III.7 Sistematika Penulisan ... 76

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah ... 78

IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif ... 78

IV.1.2 Jumlah Penduduk ... 81

IV.2 Deskripsi Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Sleman ... 82

BAB V EVALUASI PROGRAM JKN PADA FASKES I DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 V.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 90

V.2 Model Pelayanan BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman ... 97

V.3 Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman ... 107

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ... 124

VI.2 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129 LAMPIRAN


(17)

xv

Tabel I.1 Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

Bukan Pekerja ... 6

Tabel I.2 Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Sleman ... 8

Tabel II.1 Penelitian Terdahulu ... 21

Tabel II.2 Besaran Iuran Per Bulan Tertentu Yang Harus Dibayar Sesuai Dengan Jenis Kepesertaan ... 44

Tabel II.3 Tipe Evaluasi Kebijakan Publik ... 59

Tabel II.4 Variabel dan Indikator Penelitian ... 65

Tabel III.1 Unit Analisis Data ... 67

Tabel III.2 Teknik Pengumpulan Data Wawancara ... 71

Tabel III.3 Skala Likert ... 75

Tabel III.4 Kriteria Hasil Skor Indeks ... 75

Tabel IV.1. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Sleman ... 79

Tabel V.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

Tabel V.2 Karakteristik Responden Berdasarakan Usia ... 91

Tabel V.3 Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 92

Tabel V.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 93

Tabel V.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Keanggotaan ... 96

Tabel V.6 Penilaian pada Variable Model Pelayanan ... 97

Tabel V.7 Perhitungan Kategori PBI dan Non-PBI pada Model Pelayanan ... 105

Tabel V.8 Tingkat Penilaian Responden terhadap Variabel Kualitas Pelayanan ... 108

Tabel V.9 Penilaian menurut Kategori PBI dan Non-PBI dalam Variabel Kualitas Pelayanan ... 120


(18)

xvi

Gambar II.1 Dimensi Universal Health Coverage ... 29

Gambar II.2 Trasformasi BPS Kesehatan dan Ketenagakerjaan ... 34

Gambar II.3 Aspek Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan ... 37

Gambar IV.1 Alur Pelayanan Rawat Jalan ... 86

Gambar IV.2 Alur Pelayanan Rawat Inap ... 87

Gambar V.1 Persentase Penilaian Responden pada Variabel Model Pelayanan ... 103

Gambar V.2 Persentase Penilaian Responden terhadap Kualitas Pelayanan ... 118


(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

xi

Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselengarakan BPJS Kesehatan merupakan suatu program asuransi yang membantu masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian ini sangat penting sebagai evaluasi pelayanan kesehatan pada program JKN di Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta tahun 2016.

Penelitian ini menggukan metode penelitian mix-method atau penelitian gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Jadi, metode pengumpulan data menggunakan survei dan wawancara, yang disertai dengan observasi langsung di lapangan. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman, tepatnya pada Fasilitas Kesehatan tingkat I. Sedangkan proses analisa data dalam penelitian ini dimuali dengan pengumpulan data, mengkodefikasi data, menghitung indeks, menginterpretasikan data, mengkategorisasikan data dan menghubungkan temuan-temuan.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa penilaian masyarakat terhadap Program JKN yang diselengarakan oleh BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman pada model pelayanan mendapat nilai cukup baik, dan pada kualitas pelayanan juga mendapatkan nilai cukup baik. Permasalahan yang ditemukan peneliti adalah kurangnya pengetahuan masyarakat pada model pelayanan, dan permasalahan pada tenaga kerja, akan tetapi seara keseluruhan program tersebut berjalan cukup baik.

Untuk meningkatkan fungsi pelayanan yang baik BPJS faskes I di Sleman perlu melakukan peningkatan sarana dan prasarana, penambahan tenaga kesehatan, dan mendirikan Help Desk pada tingkat kelurahan untuk kelancaran informasi.

Kata Kunci : Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan, Model Pelayanan, dan Kualitas Pelayanan,


(24)

xii

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), organized by BPJS Kesehatan, is kind of insurance programs for increasing people quality health. This research is important to evaluated health services of JKN in Sleman Region, Daerah Istimewa Yogyakarta in 2016.

This research using mix-method that combined qualitative and quantitative research method. Moreover, Method of data collection is used the survey, interview, and filed observation. Research is conducted in Sleman region, indeed in first health facility. Furthermore, Analyzing data begin with data collecting, coding, measuring index, interpreting, categorizing, and connecting data within qualitative and quantitative data.

According to research result, for community assessment toward JKN in Sleman Region, researcher found that adequate in service model, either quality service. The problems that researcher found is uneducated society in service model, and administrative officer. Overall, JKN is a proper program for health service.

For increasing functional service, BPJS Kesehatan have to improve facilities and infrastructure, increase administrative officer, and establish help desk in sub-district for continuity communication.

Keywoard : Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan, Service Model, and Quality Service.


(25)

1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa negara wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik pasal 18 dijelaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.91/Menkes/SK/IV/2000 bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Undang-Undang No.32 tahun 1992 tentang kesehatan, telah ditetapkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi


(26)

penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada bab IV pasal 11 ayat (2) bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota adalah pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Atas dasar tersebut maka pemerintah bertanggung jawab secara penuh terhadap pelayanan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan, salah satu yang dianggap mempunyai peranan cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Azwar, 1996). Pelayanan adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan (Ratminto dan Winarsih, 2005). Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat


(27)

diantaranya tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, dijangkau, dan bermutu.

Adapun proses pelayanan kesehatan dan kualitas pelayanan berkaitan dengan ketersediaan sarana kesehatan yang terdiri dari pelayanan kesehatan dasar (puskesmas, balai pengobatan), pelayanan rujukan (rumah sakit), ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan dan obat-obatan. Kinerja pelayanan menyangkut hasil pekerjaan, kecepatan kerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan harapan pelanggan, dan ketetapan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Pemerintah telah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan mendirikan rumah sakit dan PUSKESMAS di seluruh wilayah Indonesia demi meningkatkan kesehatan masyarakat.

Pemerintah juga mengeluarkan program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin yang dikenal JAMKESMAS. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan social untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan menyeluruh bagi masyarakat miskin. Tujuan JAMKESMAS adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh


(28)

warga miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Selain JAMKESMAS pemerintah daerah juga memberikan Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) yang pendanaannya berasal dari APBD. Program JAMKESMAS dan JAMKESDA belum berjalan efektif, hingga pemerintah beralih kepada JKN.

Dalam rangka menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia maka pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Terhitung sejak 1 Januari 2014 pemerintah telah memberlakukan system Jaminan Sosial terbaru atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS yang merupakan transformasi dari empat Badan Usaha Milik Negara (ASKES, ASABRI, JAMSOSTEK, dan TASPEN). Melalui Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 ini, maka dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut maka jangkauan


(29)

kepesertaan program jaminan social akan diperluas secara bertahap (Qomaruddin, dalam Rante dan Mutiarin, 2015).

Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 mewajibkan pemerintah untuk memberikan lima jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua. Jaminan dimaksud akan dibiayai oleh 1) perseorangan, 2) pemberi kerja, 3) pemerintah.

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Menjadi peserta JKN-BPJS menguntungkan karena beberapa hal jika dibandingkan asuransi kesehatan swasta, JKN-BPJS lebih murah. Selain itu, jaminan JKN-BPJS juga lengkap mencakup rawat inap, rawat jalan, kehamilan dan melahirkan; termasuk jika harus melahirkan secara Caesar, dijamin sepenuhnya oleh JKN-BPJS. JKN-BPJS juga tidak menyaratkan batasan plafond; biaya maksimal yang ditanggung penyedia asuransi.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan iuran jaminan kesehatan nasional untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja. Perpres tentang naiknya iuran bagi para peserta


(30)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 29 Februari 2016.

Tabel I.1

Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja

Ruang Perawatan

Iuran Lama (Peraturan Presiden

no.12 tahun 2013)

Iuran Baru (Peraturan Presiden

no.19 tahun 2016)

Kelas III Rp 25.500 Rp 30.000

Kelas II Rp 42.500 Rp 51.000

Kelas I Rp 59.500 Rp 80.000

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementrian Kesehatan, Murti Utami mengklaim per tanggal 7 Februari 2014 jumlah penerima manfaat layanan JKN melalui BPJS Kesehatan telah mencapai 116.497.209 jiwa yang menjadi penerima layanan. Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) mencapai 86.400.000 jiwa. Sedangkan yang mendaftar melalui jalur mandiri sudah mencapai 499.918 jiwa. Selain Penerima Bantuan Iuran dan juga peserta mandiri, masih ada lagi penerima layanan BPJS kategori lain. Jumlahnya pun saat ini telah mencapai 29.597.291 jiwa.

Jumlah kepesertaan jaminan kesehatan di Kabupaten Sleman yang langsung dapat diintegrasikan dengan JKN kurang lebih 43,2% dari jumlah penduduk Kabupaten Sleman yang berjumlah 1.059.383 jiwa. Diluar 40% tersebut, masih terdapat kurang lebih 26,7% yang


(31)

juga memiliki jaminan kesehatan yang meliputi JAMKESDA Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBD Kabupaten Sleman, yaitu berjumlah 143,191 jiwa JAMKESDA untuk pamong desa, pegawai honorer dan kader kesehatan sebanyak 11.327 jiwa, JAMKESDA mandiri sebanyak 19,470 jiwa, peserta JAMKESOS miskin sebanyak 19.000 jiwa dan JAMKESOS Kader sebanyak 7.503 jiwa dengan bantuan iuran dari APBD Provinsi dan 10% prediksi penduduk yang memiliki jaminan kesehatan komersial lainnya (www.slemankab.go.id)

Kabupaten Sleman pada saat ini telah memiliki 25 fasilitas pelayanan primer, 25 PUSKESMAS, 48 dokter keluarga, 15 dokter gigi keluarga, serta klinik pratama telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Fasilitas kesehatan rujukan ada 26 rumah sakit. Dari 26 rumah sakit, sebanyak 17 rumah sakit telah bekerjasama dengan BPJS (www.republika.co.id).


(32)

Tabel I.2

Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Sleman

Wilayah Nama Fasilitas

Kesehatan 1 Jumlah

Nama Fasilitas

Kesehatan 2 Jumlah

Kalasan Puskesmas

Kalasan

1 1. RSIY PDIH

2. RS Panti Rini

3. RS Bhayangkara

Sleman

3

Prambanan Puskesmas

Prambanan

1 RSUD

Prambanan

1

Depok 1. Puskesmas

Depok I 2. Puskesmas

Depok II 3. Puskesmas

Depok III

3 1. RS Condong

Catur 2. Puskesmas Depok II 3. Puskesmas Depok III 3

Mlati 1. Puskesmas

Mlati I 2. Puskesmas

Mlati II

2 1. RSIA Sakina

Idaman 2. RSUP Dr.

Sardjito

2

Gamping 1. Puskesmas

Gamping I 2. Puskesmas Gamping II

2 1. RS Queen Latifa

2. RSU Mitra Sehat

3. RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

4. RS Akademik

UGM 5. Klinik

Hemodialisis Golden PMI

5

Ngemplak 1. Puskesmas

Ngemplak I 2. Puskesmas

Ngemplak II

2 RS Mitra

Paramedika

1

Sayegan Puskesmas

Sayegan

1 RS At Turots Al

Islamy

1

Ngaglik 1. Puskesmas

Ngaglik I 2. Puskesmas

Ngaglik II

2 1. RS Gramedika

10

2. RS Puri Husada

2

Minggir Puskesmas

Minggir

1 RSU Panti

Bhaktiningsih


(33)

Sleman Puskesmas Sleman

1 RSUD Sleman 1

Pakem Puskesmas

Pakem

1 1. RSJ Grhasia

2. RS Panti Nugroho

2

Godean 1. Puskesmas

Godean I 2. Puskesmas

Godean II

2 -

Moyudan Puskesmas

Moyudan

1 -

Tempel 1. Puskesmas

Tempel I 2. Puskesmas

Tempel II

2 -

Turi Puskesmas

Turi

1 -

Cangkringan Puskesmas

Cangkringan

1 -

Berbah Puskesmas

Berbah

1 -

TOTAL 25 22

Sumber: diolah oleh penulis dari data BPJS

Dari data diatas tampak bahwa di wilayah kabupaten sleman terdapat 25 puskesmas, 22 Rumah sakit. Jumlah ini terbagi atas fasilitas kesehatan terbanyak di Kecamatan Gamping, dan jumlah fasilitas kesehatan paling sedikit terdapat di Kecamatan Moyudan, Turi, Cangkringan, dan Berbah dimana hanya memiliki puskesmas saja.

Dibentuknya Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 untuk keperluan tata kelola penyelenggaraan jaminan sosial yang efektif bagi seluruh warga Negara Indonesia ternyata dalam


(34)

implementasinya masih banyak ditemukan kendala di lapangan seperti BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman yang mendapat sorotan dari masyarakat. Lembaga tersebut dinilai tidak konsisten memberikan pelayanan. Seperti yang dikutip dari berita Koran Sindo bahwa masih banyak keluhan dari masyarakat soal layanan kesehatan yang belum maksimal, seperti pelayanan yang tidak sesuai standar dan berbelit-belit, terlebih juga panjangnya antrian (www.koran-sindo.com)

Selain itu masalah lain yang dikemukakan oleh Walikota Makassar, Sulawesi Selatan, Danny Pomanto menolak kenaikan tarif baru BPJS yang berlaku pertanggal 1 April 2016 dengan alasan banyaknya keluhan masyarakat tentang pelayanan BPJS selama ini yang dinilai pelayanannya tidak prima sesuai yang dijanjikan. Keluhan tentang layanan BPJS akhir-akhir ini banyak didapatkan seperti pasien harus keluar paksa dari rumah sakit lantaran limit BPJS yang mereka gunakan sudah maksimal serta munculnya bayaran selisih dari pihak rumah sakit lantaran tidak menjadi tanggungan BPJS. (www.penarakyat.com)

Lain halnya yang dirasakan oleh warga Yogyakarta, masalah yang sering dihadapi secara umum di pelayanan fasilitas kesehatn tingkat I (faskes 1) mengeluhkan pelayanan BPJS yang dinilai


(35)

menyulitkan pesertanya yang akan berobat. Selain pelayanan administrasi yang berbelit-belit, untuk mendapatkan rujukan ke dokter spesialis dan obat-obatan yang sesuai juga sulit terealisasi. Seperti yang diungkapkan Bekti Wiboso yang istrinya yang sudah empat kali berobat ke puskesmas tetapi tidak sembuh juga. Akhirnya meminta rujukan untuk ke dokter spesialis. Namun tidak diberikan, dan hanya disuruh bersabar oleh pihak puskesmas. (www.okezone.com)

Mengetahui masalah yang terjadi dalam pelayanan kesehatan terkhusus pelayanan kesehatan BPJS, maka penting untuk mengevaluasi bagaimana pelayanan peserta BPJS di puskesmas Kabupaten Sleman agar mengetahui pelayanan yang telah diberikan apakah sesuai dengan apa yang diharapkan.

I.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan di dalam latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini pokok permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur pelayanan BPJS di Kabupaten Sleman? 2. Bagaimana kualitas pelayanan BPJS fasilitas kesehatan 1 di


(36)

I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian I.3.1 Tujuan

1. Mengevaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu dari sisi model prosedur pelayanan, dan kualitas pelayanan di Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui secara mendalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu dari prosedur pelayanan dan kualitas pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama di Kabupaten Sleman.

I.3.2 Kegunaan/ Manfaat

Selain mempunyai tujuan seperti diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis.

1. Manfaat akademis adalah untuk memberikan gambaran secara mendalam kepada dunia akademik dan untuk pengembangan pengetahuan dalam menganalisis kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 2. Manfaat praktis adalah untuk memberikan informasi

mengenai analisis kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khususnya Kabupaten Sleman.


(37)

13

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kajian Pustaka

Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Herman Rante dan Dyah Mutiarin (2015) dengan judul Persepsi masyarakat terhadap Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di RSUD Morangan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis bagaimana implementasi BPJS Kabupaten Sleman dalam dalam mengelola Jaminan Kesahatan Nasional (JKN) di Kabupaten Sleman, 2) menganalisis faktor apa yang menurut persepsi peserta BPJS Kesehatan tahun 2014 di Kabupaten Sleman sudah baik implementasinya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap layanan BPJS kesehatan di RSUD Morangan berdasarkan pasal 10 UU nomor 24 tahun 2011 yang terdiri dari 1) Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, 2) Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, 3) Menerima bantuan iuran dari pemerintah, 4) Mengumpulkan dan mengelola


(38)

data peserta program jaminan sosial, 5) Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial, dan 6) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat sudah baik dengan rentang nilai indeks 2,78 sampai dengan 3,43. Kesimpulan berikutnya bahwa 1) tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan berdasarkan pelaksanaan dan atau menerima pendaftaran peserta BPJS kesehatan di Sleman. 2) tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pengelolaan data peserta BPJS kesehatan di Sleman. 3) ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pembayaran manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan di Sleman dan 4) ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakan penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pemberian informasi penyelenggaraan BPJS Kesehatan di Sleman.


(39)

Penelitian kedua yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sunarto (2011) dengan judul penelitian Sistem Pembiayaan dan Skema Kelembagaan Jaminan Kesehatan Daerah Kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan Jamkesda Kota Yogyakarta berlandaskan legalitas berupa Peraturan Walikota No. 203 tahun 2005 tentang pembentukan UPT PJKD pada dinas kesehatan. Implementasinya diperkuat dengan Peraturan Walikota No. 66 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Program Jamkesda Kota Yogyakarta. Sistem pembiayaan yang digunakan belum sepenuhnya menerapkan system prospective payment atau praupaya tetapi masih mengkombinasikan dengan system retrospective payment. Alokasi anggaran yang disediakan relatif mencukupi, efektif, berkelanjutan, dan secara bertahap menuju ke arah universal coverage. Berdasarkan skema kelembagaan, UPT PJKD relatif belum dapat melayani klaim secara cepat dan masih ada kerancuan pelaksanaan serta sosialisasi kepada masyarakat yang kurang. Kualitas sumber daya manusia pengelola UPT PJKD yang belum sesuai kompetensi dalam bidang asuransi kesehatan. Berdasarkan penilaian masyarakat dengan menggunakan metode CRC, program Jamkesda Kota Yogyakarta telah dapat


(40)

membantu pembiayaan kesehatan masyarakat dan memperoleh skor rata-rata 2,78 dari skor maksimal 4.

Penelitian yang dilakukan oleh Eko Subardi (2014) dengan judul penelitian Akuntabilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Penanganan Klaim Asuransi Program Jaminan Kesehatan Nasional Januari-April 2014. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui akuntabilitas BPJS Kesehatan dalam Penanganan Klaim Asuransi Program JKN bulan Januari – April 2014 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Sumber datanya meliputi data primer yang diperoleh secara langsung dengan sumber/responden dan data sekunder berasal dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas penanganan klaim asuransi yang diajukan Rumah Sakit, bulan Januari-April 2014 oleh BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta, secara umum dapat dikatakan sudah akuntabel (80,5 %) walaupun masih ada beberapa indikator pengukuran menunjukkan adanya ketidak sesuaian/belum akuntabel.


(41)

Penelitian selanjutnya dari Dedi Rahmat Saputra (2014) yang berjudul Implementasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di RSUD Kota Baubau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik wawancara serta dokumentasi. Sedangkan, teknik yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Analisis ini meliputi pengecekan data, pengelompokan data, pemeriksaan data, analisis data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitin ini menunjukkan bahwa implementasi Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan rujukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau sudah baik. Sedikit kekurangan pelaksanaan SPM bidang kesehatan rujukan di RSUD Kota Baubau yaitu pada jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan. Adapun faktor yang mempengaruhi implementasi standar pelayanan minimal bidang kesehatan rujukan di RSUD Kota Baubau yaitu; Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi. Sedangkan untuk faktor sumber daya masih terdapat kekurangan karena hanya 80% dalam mencukupi kebutuhan SDM RSUD Kota Baubau.


(42)

Peneliti juga menemukan jurnal dari Muhammad Ihsan Nur Anwar (2016) dengan judul Responsivitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Barru). Tujuannya adalah untuk menganalisis responsivitas pelayanan kesehatan di Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Barru. Menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum Tingkat Responsivitas Pelayanan Publik Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Barru yang diukur menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Zeithaml yang terdiri dari kemampuan merespon, kecepatan melayani, ketepatan melayani, kecermatan melayani, ketepatan waktu melayani, dan kemampuan menanggapi keluhan sudah baik. Namun dalam indikator kemampuan menanggapi keluhan ada beberapa yang perlu menjadi perhatian dari pihak Rumah Sakit Umum Kabupaten Barru, seperti kenyamanan pasien dan kebersihan lingkungan rumah sakit.

Kemudian jurnal dari Muhammad Amril Pratama Putra (2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Birokrasi atau Prosesur pelayanan publik pada kantor BPJS sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, dan mudah diakses baik secara tertulis


(43)

maupun melalui tayangan melalui media TV. Tanggapan masyarakat terhadap birokrasi dapat disimpulkan berdasarkan variabel: Prosedur Pelayanan. Sudah mudah diakses oleh masyarakat dan tidak sulit untuk mengisi formulir pendaftaran. Lama pengurusan juga dinilai cukup baik karena masa tungu setelah dimasukkan keloket sekitar maksiaml 1 minggu dan minima 4 hari kerja. Lama antrian di nilai cukup lama karena umumnya masyarakat datang lebih cepat sebelum kantor terbuka. Lamanya antrian juga disebkan karena ada masyarakat yang tidak melengkapi isian format sehingga petugas loket harus meluangkan waktu memberikan penjelasan yang berakibat tertundanya antrian peserta lainnya. Kenyamanan lingkungan dinilai baik karena fasilitas ruangan tempat duduk, kenyaman dengan adanya Ac dan fasilitas WC yang baik mendukung ketenangan masyarakat menunggu antrian yang dinilai masih cukup lama.

Jurnal dari Andi Syamsu Rijal (2015), judul Analisis Akuntabilitas Penyelenggaraan Kesehatan Gratis di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Akuntabilitas Penyelenggaraan Kesehatan Gratis di Kota Makassar dalam pertanggung jawaban kinerja pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana amanat dari Undang-undang


(44)

kedalambentuk peraturan daerah. Hasil penelitian bahwa kebijakan dan peraturan pemerintah daerah tentang penyelenggaraan kesehatan gratis bertujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat Kota Makassar dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh, diperuntukkan bagi warga Kota Makassar yang seharusnya terkhusus pada kalangan menegah kebawah (Kurang mampu), artinya kalangan menengah keatas tidak turut menerima bantuan dan subsidi dari pemerintah yang sudah menjadi hak masyarakat yang kurang mampu, serta proses pelayanan yang diberikan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

Peneliti juga menemukan jurnal internasional, ASEAN Economic Bulletin, Vol. 29, No. 3, Sustainable and Just Social Protection in Southeast Asia (December 2012), pp. 184-196. Jurnal terakhir yang terkait dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Muliadi Widjaja (2012) dengan judul penelitian Indonesia in Search of a Placement-Support Social Protection. Fokus penelitian adalah pada kasus jaminan sosial. Program Asuransi Kesehatan Nasional diperkenalkan pada tahun 2008. Dengan diperkenalkannya UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Indonesia memulai program perlindungan sosial yang komprehensif yang mencakup perlindungan kesehatn dan pensiun,


(45)

mulai dari tahun 2014. Dalam rangka memberikan dukungan lebih untuk program perlindungan sosial, politik pengeluaran pemerintah harus bergeser dari teori utilitarian keadilan ke teori Rawlsian keadilan. Secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel II.1 Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Hasil 1 Muliadi

Widjaja

Indonesia in Search of a Placement-Support Social Protection.

Dalam kasus jaminan sosial, Program Asuransi Kesehatan Nasional (Jamkesmas) diperkenalkan pada tahun 2008, dan itu masih sedang diperbaiki. Dengan diperkenalkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, atau BPJS (BPJS), Indonesia memulai program perlindungan sosial yang komprehensif yang mencakup perlindungan kesehatan dan pensiun, mulai dari 2014. Dalam rangka memberikan dukungan lebih untuk program perlindungan sosial, politik pengeluaran pemerintah harus bergeser dari teori utilitarian keadilan ke teori Rawlsian keadilan.

2 Herman Rante dan Dyah Mutiarin Persepsi Masyarakat terhadap Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di

Persepsi masyarakat terhadap layanan BPJS kesehatan di RSUD Morangan berdasarkan pasal 10 UU No. 24 Tahun 2011 yang terdiri dari 1) Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, 2)


(46)

RSUD Morangan, Sleman, DIY

Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, 3) Menerima bantuan iuran dari pemerintah, 4) Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial, 5) Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial dan 6) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat sudah baik dengan rentang nilai indeks 2,78 s/d 3,43. Juga menyimpulkan bahwa 1) tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan berdasarkan pelaksanaan dan atau menerima pendaftaran peserta BPJS kesehatan di Sleman. 2) Tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pengelolaan data peserta BPJS kesehatan di Sleman. 3) Ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pembayaran manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan BPJS


(47)

kesehatan di Sleman dan 4) Ada perbedaan persepsi yang signifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pemberian informasi penyelenggaraan BPJS kesehatan di Sleman 3 Sunarto Sistem

Pembiayaan dan Skema Kelembagaan Jaminan Kesehatan Daerah Kota Yogyakarta

Sistem pembiayaan yang digunakan pemerintah kota belum sepenuhnya menerapkan prospective payment system, tetapi dikombinasikan dengan sistem Retrospective Payment. Jamkesda kota Yogyakarta belum sepenuhnya mengadopsi sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, pembiayaan sepenuhnya bersumber pada APBD. Skema kelembagaan menghadapi kendala pengelolaan keuangan oleh pihak UPT PJKD. Kewenangan mengelola dana belum bersifat otonom sehingga mekanisme pencairan klaim lambat. Keterbatasan jumlah perosnil berimplikasi pada efektivitas lembaga melayani penerima manfaat.

4 Eko

Subardi Akuntabilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Penanganan Klaim Asuransi Program Jaminan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas penanganan klaim asuransi yang diajukan Rumah Sakit, bulan Januari-April 2014 oleh BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta, secara umum dapat dikatakan sudah akuntabel (80,5 %) walaupun masih ada beberapa indikator pengukuran


(48)

Kesehatan Nasional Januari – April 2014

menunjukkan adanya ketidak sesuaian / belum akuntabel. 5 Dedi

Rahmat Saputra Implementasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di RSUD Kota Baubau

Implementasi standar pelayanan minimal bidang kesehatan rujukan di RSUD Kota Baubau sudah baik. Sedikit kekurangan pelaksanaan SPM bidang kesehatan rujukan di RSUD Kota Baubau yaitu pada jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan. Adapun faktor yang mempengaruhi implementasi standar pelayanan minimal bidang kesehatan rujukan di

RSUD Kota Baubau;

komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi. Sedangkan untuk faktor sumber daya masih terdapat kekurangan karena hanya 80% dalam mencukupi kebutuhan SDM RSUD Kota Baubau.

6 Muhamm

ad Ihsan Nur Anwar Responsivitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Barru)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum Tingkat Responsivitas Pelayanan Publik Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Barru yang diukur

menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Zeithaml yang terdiri dari kemampuan merespon, kecepatan melayani, ketepatan melayani, kecermatan melayani, ketepatan waktu melayani, dan kemampuan menanggapi keluhan sudah baik. Namun dalam indikator kemampuan menanggapi keluhan ada beberapa yang perlu menjadi perhatian dari


(49)

pihak Rumah Sakit Umum Kabupaten Barru, seperti kenyamanan pasien dan kebersihan lingkungan rumah sakit.

7 Muhamm

ad Amril Pratama Putra Analisis Birokrasi Pelayanan Publik Di Kantor Bpjs Kota Makassar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Birokrasi atau Prosesur pelayanan publik pada kantor BPJS sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, dan mudah diakses baik secara tertulis maupun melalui tayangan melalui media TV. Tanggapan masyarakat terhadap birokrasi dapat disimpulkan berdasarkan variabel: Prosedur Pelayanan. Sudah mudah diakses oleh masyarakat dan tidak sulit untuk mengisi formulir pendaftaran. Lama pengurusan juga dinilai cukup baik karena masa tungu setelah dimasukkan keloket sekitar maksiaml 1 minggu dan minima 4 hari kerja. Lama antrian di nilai cukup lama karena umumnya masyarakat datang lebih cepat sebelum kantor terbuka. Lamanya antrian juga disebkan karena ada masyarakat yang tidak melengkapi isian format sehingga petugas loket harus meluangkan waktu memberikan penjelasan yang berakibat tertundanya antrian peserta lainnya. Kenyamanan lingkungan dinilai baik karena fasilitas ruangan tempat duduk, kenyaman dengan adanya Ac dan fasilitas WC yang baik mendukung ketenangan


(50)

masyarakat menunggu antrian yang dinilai masih cukup lama. 8 Andi

Syamsu Rijal

Analisis Akuntabilitas Penyelenggaraa n Kesehatan Gratis Di Kota Makassar

Kebijakan dan peraturan pemerintah daerah tentang penyelenggaraan kesehatan gratis bertujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat Kota Makassar dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh, diperuntukkan bagi warga Kota Makassar yang seharusnya terkhusus pada kalangan menegah kebawah (Kurang mampu), artinya kalangan menengah keatas tidak turut menerima bantuan dan subsidi dari pemerintah yang sudah menjadi hak masyarakat yang kurang mampu, serta proses pelayanan yang diberikan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

Penelitian yang dilakukan saat ini berbeda dengan beberapa penelitian dan kajian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti yang telah dijelaskan di atas. Penelitian ini lebih cenderung untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat mengenai evaluasi program BPJS pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. BPJS Kesehatan merupakan skema Universal Health Coverage yang diterapkan di Indonesia.


(51)

Selain melakukan penelitian terkait dengan evaluasi program BPJS pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, peneliti juga akan mencari tahu tentang bagaimana prosedur pelayanan dan model pelayanan yang diterapkan BPJS Kesehatan.

II.2 Kerangka Teori

II.2.1 Universal Health Coverage (UHC)

Universal coverage menurut Mundiharno (2012) dapat diartikan sebagai cakupan menyeluruh. Istilah universal coverage berasal dari WHO (World Health Organisation), lebih tepatnya universal health coverage. Istilah tersebut sebenarnya kelanjutan dari jargon sebelumnya yaitu health for all. Universal Health Coverage adalah layanan kesehatan yang bahwa semua orang dapat menggunakan promotif, prefentif, kuratif, rehabilitatif dan layanan kesehatan paliatif yang mereka butuhkan, dengan kualitas yang cukup efektif, sementara juga memastikan bahwa pengguna layanan ini tidak menunjukkan pengguna yang kesulitan keuangan (www.who.int).


(52)

Universal Health Coverage meliputi (www.oxfam.org): a. Akses layanan yang diperlukan berkualitas baik.

Terdiri dari pencegahan, promosi, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif.

b. Perlindungan finansial

Tidak ada yang menghadapi kesulitan keuangan atau pemiskinan untuk membayar layanan yang dibutuhkan. c. Keadilan

Semua orang, universal.

Mundiharno (2012) menyatakan dalam perspektif jaminan kesehatan, istilah universal coverage memiliki beberapa dimensi. Pertama, dimensi cakupan kepesertaan. Dari dimensi ini universal coverage dapat diartikan sebagai “kepesertaan menyeluruh”, dalam arti semua penduduk dicakup menjadi peserta jaminan kesehatan. Dengan menjadi peserta jaminan kesehatan diharapkan mereka memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Namun tidak semua penduduk yang telah menjadi peserta jaminan kesehatan dapat serta merta mengakses pelayanan kesehatan. Jika di daerah tempat penduduk tinggal tidak ada fasilitas kesehatan, penduduk akan tetap sulit menjangkau


(53)

pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dimensi kedua dari universal health coverage adalah akses yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Secara implicit pengertian ini mengandung implikasi perlu tersedianya fasilitas dan tenaga kesehatan agar penduduk yang menjadi peserta jaminan kesehatan benar-benar dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Ketiga, universal coverage juga berarti bahwa proporsi biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh masyarakat (out of pocket payment) makin kecil sehingga tidak mengganggu keuangan peserta (financial catastrophic) yang menyebabkan peserta menjadi miskin. WHO merumuskan tiga dimensi dalam pencapaian universal coverage yang digambarkan melalui gambar kubus berikut:

Gambar II.1 Dimensi Universal Health Coverage


(54)

Ketiga dimensi universal coverage menurut WHO adalah (1) seberapa besar persentase penduduk yang dijamin; (2) seberapa lengkap pelayanan yang dijamin, serta (3) seberapa besar proporsi biaya langsung yang masih ditanggung oleh penduduk. Dimensi pertama adalah jumlah penduduk yang dijamin. Dimensi kedua adalah layanan kesehatan yang dijamin, misalnya apakah hanya layanan di rumah sakit atau termasuk juga layanan rawat jalan. Dimensi ketiga adalah proporsi biaya kesehatan yang dijamin. Makin banyak dana yang tersedia, makin banyak pula penduduk yang terlayani, makin komprehensif paket pelayanannya serta makin kecil proporsi biaya yang harus ditanggung penduduk. Alokasi atau pengumpulan dana yang terbatas berpengaruh terhadap komprehensif tidaknya pelayanan yang dijamin serta proporsi biaya pengobatan/perawatan yang dijamin (Mundiharno, 2012).

Indonesia berupaya mencapai universal coverage dalam tiga dimensi tersebut secara bertahap. Prioritas pertama dalam pencapaian universal coverage adalah perluasan penduduk yang dijamin, yaitu agar semua penduduk terjamin sehingga setiap penduduk yang sakit


(55)

tidak menjadi miskin karena beban biaya berobat yang tinggi. Langkah berikutnya adalah memperluas layanan kesehatan yang dijamin agar setiap orang dapat memenuhi kebutuhan medis (yang berarti pula makin komprehensif paket manfaatnya). Dan terakhir adalah peningkatan biaya medis yang dijamin sehingga makin kecil proporsi biaya langsung yang ditanggung penduduk. Sesuai dengan pengalaman masa lalu dan pengalaman penyediaan jaminan kesehatan untuk pegawai negeri, Indonesia menghendaki jaminan kesehatan untuk semua penduduk (dimensi I), menjamin semua penyakit (dimensi II) dan porsi biaya yang menjadi tanggungan penduduk (peserta) sekecil mungkin.

Cepat tidaknya pencapaian universal coverage melalui asuransi kesehatan sosial (social health insurance) diperngaruhi oleh beberapa faktor. Carrin dan James Sebagaimana dikutip oleh Mundiharno (2012) menyebut ada lima faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya suatu negara mencapai universal coverage. Pertama, tingkat pendapatan penduduk. Makin tinggi tingkat pendapatan penduduk makin tinggi kemampuan penduduk dan juga majikan dalam membayar iuran (premi). Kedua, struktur


(56)

ekonomi negara terutama berkaitan dengan besarnya proporsi sektor formal dan informal. Ketiga, distribusi penduduk negara. Distribusi penduduk yang tersebar luas ke berbagai wilayah menyebabkan biaya administrasi penyelenggaraan yang lebih tinggi dibanding kalau penduduknya terpusat pada daerah-daerah tertentu. Keempat, kemampuan negara dalam mengelola asuransi kesehatan sosial. Penyelenggaraan jaminan kesehatan memerlukan sumberdaya terampil yang memadai. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam membuat pedoman dan aturan (stewardship) dalam mencapai universal health coverage melalui asuransi kesehatan sosial (SHI).

Upaya pemerintah Indonesia dalam mencapai universal health coverage dilakukan dengan cara menerbitkan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Undang-undang tersebut merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang merupakan badan hukum publik. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada


(57)

peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan, sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini tercantum di dalam pasal 5 ayat 2 UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa terdapat dua jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (Buku Pegangan JKN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat


(1)

rd

Setalah data-data terkumpul penulis langsung menganalisis data yang telah didapatkan dan mengevaluasi kinerja BPJS-kesehatan di Kabupaten Sleman.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara juga akan dikategorisasikan menurut variabel dan indikator-indikatornya. Kemudian data wawancara tersebut akan di analisis dengan menggunakan teori-teori yang ada, sehingga dapat dianalisis dengan mudah. Apabila data primer sudah diintrepretasikan, data survei, wawancara dan observasi dianalisis dan digabungkan kedalam rangkaian analisa data. Kemudian data sekunder digunakan untuk mengecek data primer terjadi kekurangan dalam penulisan atau ketidakjelasan pernyataan dari data-data yang diperoleh.

III. HASILDANPEMBAHASAN

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselengarakan oleh Badan Penyelenegara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatanan merupakan program yang memberikan pelayanan berupa jaminan sosial dan perlindungan sosial yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Program JKN sangat penting untuk memfasilitasi masyarakat yang sakit, serta masyarakat juga dapat memperoleh akses yang mudah terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Maka evaluasi pada program ini akan memberikan output yang baik bagi pengembangan kualitas pelayanan dan model pelayanan untuk terselengarakannya perbaikan yang perlu dalam program JKN tersebut. Jadi, pada bab ini penulis akan membahas mengenai evaluasi program JKN yang dilihat dari segi kualitas pelayanan dan model pelayanannya.

A. Model Pelayanan BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman Untuk menganalisis penilaian responden terhadap model pelayanan BPJS maka, peneliti sebelumnya telah melakukan pengukuran dengan model indeksing berdasarkan dimensi-dimensi variabelnya. Setelah itu, peneliti telah melakukan penentuan total skor untuk variable model pelayanan BPJS di fasilitas kesehatan tingkat I. Dimensi-dimensi dari variable model pelayanan tersebut adalah pemahaman masyarakat terhadap prosedur pelayanan dan pemenuhan model pelayanan.

Berdasarkan hasil perhitungan dari total 100 responden dapat diperoleh data yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

TABEL III. PENILAIAN PADA VARIABEL MODEL PELAYANAN Item

Dimensi Model Pelayanan

TS KS N S SS Indeks

Inter-pretasi

Prosedur Pelayanan

5 22 41 28 4 3.04 Cukup Baik

Dampak Model Pelayanan

6 20 34 30 10 3.18 Cukup Baik

Total 13 42 75 58 14

Indeks Model Pelayanan 3,09 Cukup

Baik

Sumber: Olah Data Primer 2016

Jadi, skor total dari kedua dimensi atau tanggapan pada variabel model pelayanan adalah 3,09, dengan demikian kategori nilai indeks tersebut dapat dikatakan cukup.

1. Prosedur Pelayanan Faskes I BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman

Prosedur pelayanan merupakan salah satu indikator terpenting dalam mengevaluasi model pelayanan program BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks untuk prosedur pelayanan didapatkan dengan skor 3,040. Penilaian tersebut termasuk dalam kategori cukup.

Permasalahan yang ditemukan peneliti dalam prosedur pelayanan adalah masyarakat sering kali bingung dengan pelayanan yang diberikan pada fasilitas kesehatan I.

BPJS Kesehatan masih mengalami masalah dalam melayani dikarenakan tidak semua masyarakat pengguna BPJS Kesehatan memahami alur pengobatan yang diterapkan. Akan tetapi pihak BPJS Kesehatan masih terus melakukan pelayanan sesuai prosedur yang diterapkan dan masih melakukan sosialisasi-sosialisasi tujuannya agar peserta JKN mengetahui langkah yang harus dilakukan apabila berobat.

Dalam prosedur pelayanan BPJS menggunakan pola rujukan berjenjang, atau tingkat fasilitas kesehatan yaitu peserta JKN yang ingin berobat harus melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama kecuali bagi pasien gawat darurat dapat memilih fasilitas kesehatan terdekat. Jika fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak sanggup maka akan dirujuk pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

Sesuai dengan prosedur yang ada prosedur pelayanan fasilitas tingkat pertama di puskesmas sudah berjalan dengan baik sesuai dengan target yang dicapai. Prosedur pelayanan program BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman dapat dikatakan terpenuhi dengan baik, Akan tetapi, model pelayanan yang berjalan masih ada sebagian masyarakat yang belum paham secara keseluruhan karena kurangnya sosialisasi. Walaupun sosialisasi yang dilakukan masih berjalan, maka feedback dari sosialisasi belum terasa dampaknya secara keseluruhan ke masyarakat.

Pihak puskesmas mengakui bahwa sampai saat ini masih diadakan sosialisasi dengan cara turun langsung ke masyarakat, maupun melalui media seperti pamflet yang tertempel di puskesmas dan rumah sakit, ataupun di internet yang dipublikasi langsung dari website resmi BPJS Kesehatan.

Jadi, berdasarkan analisis diatas dapat dikatakan bahwa penilaian masyarakat pada prosedur pelayanan dikatakan cukup dengan indeks penilaian sebesar 3.04. Permasalahan yang ditemukan adalah kurangnya pemahaman masyarakat dengan prosedur pelayanan serta Keterangan:

TS= Tidak Setuju, KS= Kurang Setuju, N= Netral, S= Setuju, SS= Sangat Setuju


(2)

rd

program sosialisasi BPJS Kesehatan belum mencapai target untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.

2. Dampak Pelayanan Program BPJS Kesehatan pada Faskes I

Dampak pelayanan BPJS Kesehatan merupakan target yang akan dihasilkan melalui program-program pelayanan yang telah dijalankan oleh petugas di Puskesmas Kabupaten Sleman. Pada indikator dampak model pelayanan diperoleh indeks dengan nilai 3,18 yang dikategorikan cukup.

Pada tahun 2016, dampak pelayanan telah mencapai target dengan hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya angka rujukan di Kabupaten Sleman, sehingga pelayanan lanjutan di rumah sakit tidak terjadi lonjakan pasien. Hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas kesehatan masyarakat terjamin dengan adanya dampak pelayanan tersebut.

Jumlah peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten terus meningkat yang pada tahun 2016 berjumlah 1.059.363 jiwa (www.slemankab.go.id). Peningkatan jumlah peserta BPJS juga dapat dilihat dari pembagian wialayah adminstratif antara Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta yang dulu tergabung dalam satu kantor administrasi. Saat ini Kabupaten Sleman bersama Kulon Progo memiliki kantor adminstrasi yang terletak di Sleman.

Gambar I. Persentase Penilaian Responden pada Variabel Model Pelayanan

Pada gambar tersebut terlihat sekitar 37% masyarakat menilai model pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman cukup baik dan kategori ini mendominasi jawaban masyarakat pada variable tersebut. Sedangkan, terdapat 29% masyarakat yang mengapresiasi model pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman, hal ini hampir sebanding dengan jumlah masyarakat yang juga menilai kurang baik dengan model pelayanan tersebut dengan persentase sebesar 21%. Kemudian, terdapat 7% masyarakat Kabupaten Sleman menilai model pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman sangat memuaskan, dan nilai tersebut juga hampir sebanding dengan penilaian masyarakat yang tidak baik sebesar 6% dari total penilaian.

Walaupun terdapat perbandingan yang hampir sama rata terhadap penilaian masyarakat terhadap model pelayanan, akan tetapi jumlah masyarakat yang cukup baik masih mendominasi penilaian, sehingga kestabilan nilai tetap terjaga.

Jadi, berdasarkan dua model penilaian tersebut indeksing dan persentase dapat diperoleh bahwa masyarakat cukup baik dengan model pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman. Tanggapan masyarakat terhadap model pelayanan BPJS Kesehatan merupakan salah satu outcome dari dampak program-program BPJS Kesehatan. Akan tetapi untuk mengevaluasi program-program yang dijalankan BPJS Kesehatan perlu menganalisis efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan pada program-program tersebut.

Secara khusus terdapat kemungkinan perbedaan pendapat antara Peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Peserta BPJS Non-PBI.

TABEL IV. PERHITUNGAN KATEGORI PBI DAN NON-PBI PADA MODEL PELAYANAN

Sumber: olah data primer 2016 (menggunakan MS. Excel) Keterangan:

TS= Tidak Setuju KS= Kurang Setuju N= Netral S= Setuju SS= Sangat Setuju

Peserta BPJS PBI adalah peserta yang bebas iuran sebab termasuk warga miskin yang mendapatkan bantuan. Ada pasien PBI yang mengeluhkan karena tidak bisa pindah faskes ke klinik swasta, jadi hanya bisa berobat di puskesmas tempat peserta tersebut terdaftar. Hal ini didukung dengan nilai indeks yang diperoleh dari perhitungan kuesioner PBI pada prosedur pelayanan yaitu sebesar 2.63 yang termasuk dalam cakupan nilai cukup. Sedangkan dampak model pelayanan juga dapat dikatakan cukup sebesar 2,97, tetapi masih mendekati angka 3, sehingga pelayanan di Fasilitas Kesehatan dapat memenuhi peserta termasuk dalam kategori cukup. Hal lainnya yang ditemukan Iuran PBI ditanggung oleh pemerintah setempat, jadi bisa menggunakan kartu BPJSnya di fasilitas kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas.

Sedangkan bagi peserta BPJS Non-PBI diperoleh indeks yang lebih tinggi yaitu 3,27. Peserta BPJS non PBI, Indikator TS KS N S SS Indeks Interpretasi

PBI Prosedur

Pelayanan 4 13 15 5 1 2,63 Cukup Baik Dampak

Model Pelayanan

3 12 10 9 4 2,97 Cukup Baik

Non PBI Prosedur

Pelayanan 1 7 21 11 3 3,19 Cukup Baik Dampak

Model Pelayanan

2 5 17 14 5 3,35 Cukup Baik

Sumber: Olah data Primer 2016

6%

21%

37% 29%

7% Tidak Setuju

Kurang Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


(3)

rd

mereka dapat menentukan tempat pengobatannya bisa di puskesmas ataupun di klinik swasta asalkan klinik tersebut dikategorikan faskes primer (tingkat I) oleh BPJS.

B. Kualitas Pelayanan Bpjs Kesehatan Kabupaten Sleman Pada variable Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman terdapat beberapa dimensi yang diambil berdasarkan teori kualitas pelayanan item-item dimensi tersebut adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Pada dimensi tangible terdapat dua sub dimensi yaitu tingkat penilaian pada ketersediaan fasilitas dan kelengkapan fasilitas. Pada dimensi reliability juga terdapat dua sub-dimensi yaitu penilaian pada pelaksana pelayanan dan kecakapan pelaksana dalam memberikan pelayanan, sedangkan pada dimensi responsiveness akan diukur melalui tingkat penilaian pada efektifitas pelaksana pelayanan. Assurance merupakan dimensi yang akan menjelaskan tingkat penilaian masyarakat pada kerjasama yang tercipta petugas BPJS Kesehatan dan peserta. Kemudian, pada dimensi empathy terdapat dua indikator yang menetukan yaitu kesopanan petugas dalam pelayanan dan komunikasi informasi yang diberikan oleh petugas kepada peserta BPJS Kesehatan.

Pada variable ini peneliti telah melakukan pengelompokan dan perhitungan dari 100 responden, dan setelah itu peneliti telah mengukur indeks masing-masing dimensi yang kemudian indeksnya di ukur kembali setelah di total kedalam satu variable. Hasil penelitian pada variable kualitas pelayanan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

TABEL V. TINGKAT PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP VARIABEL KUALITAS PELAYANAN

Dimensi Fasilitas

Pelayanan TS KS N S SS Indeks

Inter-pretasi Penilaian pada

Ketersediaan Fasilitas

1 19 39 36 5 3.25 Cukup

Baik Penilaian pada

Kelengkapan Fasilitas

3 20 38 31 8 3.21 Cukup

Baik Penilaian pada

Pelaksana Pelayanan

3 15 32 46 4 3,33 Cukup

Baik Penilaian pada tanggap

dalam memberikan Pelayanan

1 19 34 33 13 3,38 Cukup

Baik

Penilaian pada Efektifitas Pelaksana Pelayanan

3 29 26 28 14 3,21 Cukup

Baik

Penilaian pada Kerjasama Pelaksana

1 13 32 46 8 3,47 Baik

Penilaian pada Kesopanan dalam Pelayanan

1 11 29 49 10 3,56 Baik

Penilaian pada Komunikasi dan Infromasi

2 9 46 23 20 3,50 Baik

Total 15 135 276 292 82

Indeks kualitas Pelayanan 3,37 Cukup

Baik

Sumber: olah data primer 2016 Keterangan:

TS= Tidak Setuju KS= Kurang Setuju

N= Netral S= Setuju SS= Sangat Setuju

Berdasarkan data diatas diperoleh nilai indeks pada kualitas pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman yaitu;

1. Tangible (Kelengkapan dan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan)

Pada indikator tangible terdapat dua peniliaian yaitu pada ketersediaan fasilitas kesehatan dan kelengkapan fasilitas kesehatan. Yang dimaksud sebagai ketersediaan adalah fasilitas yang tersedia bagi peserta BPJS pada fasilitas tingkat I. Penilaian masyarakat pada ketersediaan ketersediaan fasilitas adalah sebesar 3,25 yang dapat dikategorikan cukup. Sedangkan kelengkapan fasilitas merupakan sarana dan prasarana yang lengkap yang menunjang pengobatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Kelengkapan fasilitas kesehatan menurut penilaian masyarakat dikategorikan cukup, yang memperoleh nilai sebesar 3,21.

Ketersediaan fasilitas tersebut mencakup perlatan kesehatan, adminstrasi, dan ketersediaan obat di Puskesmas. Pada dasarnya terdapat permasalahan yang menunjukkan bahwa masyarakat menilai fasilitas kesehatan tingkat I masih kurang dalam hal ketersedaiaan fasilitas kesehatannya. Peserta tidak bisa membedakan antara kategori fasilitas kesehatan yang diterapkan oleh BPJS. Padahal sistem BPJS Kesehatan menerapkan 3 kategori fasilitas kesehatan, menurut UU SJSN nomor 40 tahun 2004 untuk mengembangkan sistem yang efektif dan efisien. Apa yang bisa dilayani di faskes tipe bawah, tidak boleh langsung ke faskes yg tingkat atas. Dengan demikian, apabila ada pasien yang tidak bisa ditangani di puskesmas karena beberapa sarana dan prasarana kesehatan yang tidak ada, maka pasien tersebut akan dirujuk ke faskes tingkat lanjutan. Fasilitas kesehatan telah mencukupi dan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Faskes I juga telah memberikan fasilitas pendukung yang memberikan kenyamanan dalam pelayanan terutama bagi peserta BPJS Kesehatan.

Fasilitas kesehatan atau perlatan medis juga telah tersedia dan sesuai dengan standar yang ditentukan pada faskes I. Akan tetapi di Faskes I tidak menyediakan peralatan medis untuk penyakit-penyakit tertentu, maka untuk peserta yang tidak bisa ditangani di faskes I, akan dirujuk ke faskes lanjutan yang memiliki fasilitas untuk penanganan penyakit yang tidak bisa diatasi di faskes I. 2. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan dalam kualitas pelayanan merupakan perangkat yang meliputi dimensi reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Tenaga kesehatan tidak hanya meliputi pelayanan petugas kesehatan, akan tetapi meliputi petugas pelayanan, tanggap dalam pelayanan, efektivitas yang diberikan, kerjasama antar pelaksana, kesopanan dan komunikasi/informasi yang diberikan oleh petugas pelayanan.


(4)

rd

a. Reliability

Reliability merupakan salah satu indikator yang merujuk pada petugas dan kecakapan/tanggap dalam memberikan pelayanan. Dalam indikator reliability terdapat dua model penilaian yaitu penilaian pada pelaksanaan oleh petugas dan kecakapan petugas dalam melayani. Penilaian pada pelaksanaan tugas dan kewajiban dalam memberikan pelayanan mendapatkan nilai indeks sebesar 3.33 dan 3.38 pada kecakapan petugas dalam memberikan pelayanan.

Permasalahaan yang ditemukan oleh penulis adalah terkait permasalahan pelaksanaan pelayanan yang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Menurut keterangan salah satu pasien, terkadang fasilitas kesehatan tingkat I tidak menerima pelayanan menjelang jadwal pengobatan selesai. Permasalahan tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penilaian peserta JKN masih dikategorikan cukup.

b. Responsiveness

Responsiveness merupakan indikator yang menerangkan efektivitas BPJS Kesehatan pada fasilitas kesehatan I. Peserta JKN menilai efektivitas pelayanan yang diberikan petugas BPJS Kesehatan adalah sebesar 3.21. Hal ini menunjukkan efektivitas dikategorikan cukup.

Permasalahan yang ditemukan oleh peneliti adalah pasien mengeluhkan antrian yang panjang pada bagian administrasi. Salah satu hal yang menjadi masalah dalam tenaga kesehatan adalah kekurangan petugas dalam pelayanan sehingga urusan administrasi kadang kala petugas medis merangkap melayani adminstrasi, sehingga pelayanan kesehatan terganggu.

Tenaga pelayanan telah mencukupi karena ada kerjasama dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) yang menyediakan petugas di Faskes I di Kabupaten Sleman. Sehingga permasalahan kekurangan yang dialami yaitu pada tenaga yang mengurus BPJS Kesehatan.

c. Assurance

Assurance merupakan kerjasama antara petugas dan petugas dengan peserta JKN yang dapat memberikan kepercayaan bagi peserta, sehingga petugas dinilai mampu memberikan pelayanan penuh. Penilaian peserta JKN pada indiaktor assurance diperoleh indeks sebesar 3.47. Indikator tersebut dikategorikan baik dalam memberikan pelayanan. Hal juga didukung oleh observasi (2016) yang menunjukkan bahwa kerjasama antara petugas kesehatan dengan petugas administrasi dapat menjalankan pelayanannya secara baik, dan tersistematis. Sedangkan kerjasama antara petugas dengan masyarakat juga dapat dikatakan baik karena dalam pelayanan dapat menunjang meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan.

d. Empathy

Indikator empathy merupakan penilaian peserta JKN

pada kesopanan dan komunikasi (kelengkapan alat penunjang) yang diberikan petugas pelayanan. Indikator emphaty memperoleh indeks sebesar 3.56 pada kesopanan dalam pelayanan, sedangkan pada komunikasi dan informasi diperoleh indeks sebesar 3.50, sehingga kedua penilaian tersebut termasuk dalam kategori baik.

Petugas kesehatan telah memberikan pelayanannya kepada peserta JKN sesuai standar yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Alat penunjang pelayanan juga telah dipenuhi untuk meningkatkan kualitas pelayanan seperti, speaker, monitor, dan tag ruangan. Jadi petugas kesehatan telah memenuhi standar kualitas pelayanan yaitu emphaty.

Jadi secara keseluruhan tingkat penilaian masyarakat yang paling tinggi adalah pada indikator emphaty terutama pada kesopanan dalam pelayanan, sedangkan nilai terkecil adalah pada indikator tangible dan responsiveness. Total perhitungan indeks pada variable kualitas pelayanan adalah sebesar 3.37 yang masuk dalam kategori cukup. Gambar II. Persentase Penilaian Responden terhadap Kualitas Pelayanan

Berdasarkan gambar diatas dapat di katakan bahwa 37% pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan dapat dikatakan baik, sedangkan 34% dari masyarakat cukup baik dengan pelayanan, hal ini menunjukkan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan dapat dikatakan tinggi dari pada prosedur yang diberikan. Bahkan, sekitar 10% masyarakat sangat baik dengan pelayanan tersebut. Tetapi terdapat 17% diantaranya kurang baik dengan pelayanan, dan 2% lainnya tidak baik dengan pelayanan BPJS Kesehatan. Walaupun 37% masyarakat mengatakan baik dengan kualitas pelayanan akan tetapi 17% dari masyarakat yang kurang baik akan sedikit mempengaruhi hasil dari total pengukuran tingkat kuliatas pelayanan.

Jadi, analisis dari indeks dan persentase diatas diperoleh hasil penilaian masyarakat Kabupaten Sleman terhadap kualitas pelayanan dikategorikan cukup baik. Sedangkan, kategorisasi penilaiain menurut keanggotaan PBI dan Non-PBI dalam variable kualitas pelayanan dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

2%

17%

34% 37%

10% Tidak

Setuju Kurang Setuju Netral Setuju


(5)

rd TABEL VI. PENILAIAN MENURUT KATEGORI PBI DAN NON-PBI

DALAM VARIABLE KUALITAS PELAYANAN

Indikator T K N S Ss Indeks Interpretasi

PBI Ketersediaan

Fasilitas 1 8 14 14 1 3,16 Cukup Baik

Kelengkapan

Fasilitas 2 7 15 10 4 3,18 Cukup Baik

Pelaksana

Pelayanan 1 5 12 20 0 3,34 Cukup Baik

Tanggap dalam memberikan

Pelayanan

0 8 16 9 5 3,29 Cukup Baik

Efektifitas Pelaksana Pelayanan

1 13 9 11 4 3,11 Cukup Baik

Kerjasama

Pelaksana 1 5 14 15 3 3,37 Cukup Baik

Kesopanan dalam

Pelayanan 0 6 11 17 4 3,5 Baik

Komunikasi dan

Infromasi 1 4 17 10 6 3,42 Baik

Non PBI Ketersediaan

Fasilitas 0 7 18 16 2 3,30 Cukup Baik

Kelengkapan

Fasilitas 0 8 17 15 3 3,30 Cukup Baik

Pelaksana

Pelayanan 2 7 14 17 3 3,28 Cukup Baik

Tanggap dalam memberikan

Pelayanan

0 3 12 21 7 3,70 Cukup Baik

Efektifitas Pelaksana Pelayanan

2 11 12 11 7 3,23 Cukup Baik

Kerjasama

Pelaksana 0 6 14 19 4 3,49 Baik

Kesopanan dalam

Pelayanan 1 3 14 23 2 3,51 Baik

Komunikasi dan

Infromasi 1 3 19 12 8 3,53 Baik

Sumber: Olah data primer 2016 (menggunakan MS.Excel) Keterangan:

TS= Tidak Setuju KS= Kurang Setuju N= Netral S= Setuju SS= Sangat Setuju

Berdasarkan tabel penilaian peserta PBI dan Non-PBI tidak terdapat perbedaan yang signifikan membuktikan perbedaan pendapat pada peserta tersebut. Secara umum peserta JKN baik PBI dan Non-PBI juga menilai baik pada indikator kesopanan dan komunikasi dalam pelayanan BPJS. Terdapat sedikit perbedaan pada indikator Kecakapan dan Kerjasama pelaksana pelayana. Indikator kecakapan PBI diperoleh nilai 3,29 dengan kategori cukup dan Non-PBI pada indikator tersebut diperoleh nilai 3,70 dalam kategori baik. Dan pada indikator kerjasama pada peserta JKN PBI, diperoleh nilai 3,37, sedangkan Non-PBI diperoleh nilai 3,49. Perbedaan tersebut tidak signifikan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan faskes I.

IV. KESIMPULAN

Evaluasi program JKN yang diselengarakan BPJS Kesehatan pada fasilias kesehatan tingkat I disimpulkan sebagai berikut:

1. Evaluasi dari prosedur pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman dinilai cukup baik. Hal ini berdasarkan hasil perolehan nilai indeks, untuk indikator prosedur model pelayanan diperoleh nilai indeks 3,040 (cukup), dan indikator capaian model pelayanan diperoleh indeks 3,18 (cukup). Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan adanya masalah pada pelayanan BPJS Kesehatan, yaitu kurangnya pemahaman peserta BPJS Kesehatan terhadap prosedur layanan yang diterapkan BPJS. Hal tersebut dikarenakan sosialisasi program dari BPJS Kesehatan belum mencapai target untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Sedangkan untuk capaian pelayanan dinilai mencapai target, hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya angka rujukan di fasilitas tingkat I, dan jumlah peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman meningkat pada tahun 2016.

2. Kualitas pelayanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Sleman secara 5 dimensi penilaian dinilai cukup baik. Hal tersebut berdasarkan perolehan indeks dari,

a. Evaluasi pada sarana dan prasarana. Tangible, untuk ketersediaan fasilitas 3,25 dan kelengkapan fasilitas 3,21. Pada indikator ini seluruh aspek telah terpenuhi dengan baik, akan tetapi Masyarakat secara umum belum memahami standar fasilitas pada Faskes I. b. Evaluasi pada tenaga kesehatan. Reliability,

untuk pelaksana pelayanan 3,33 dan penilaian pada tanggap dalam memberikan pelayanan 3,38. Masih terdapat kekurangan, dimana petugas menutup jadwal pelayanan sebelum jadwal pelayanan selesai. Sedangkan pada indikator Responsiveness, efektifitas pelaksana pelayanan mendapat indeks 3,2 yang di dalamnya juga terdapat permasalahan keterbatasan tenaga kesehatan, tetapi permasalahan tersebut telah dilengkapi oleh BLUD di Sleman. Kemudian indikator Assurance, kerjasama pelaksana memperoleh 3,47 yang dapat dikategorikan baik dan tidak ada permasalahan yang signifikan mempengaruhi kualitas pelayanan. Emphathy, untuk kesopanan dalam pelayanan memperoleh indeks 3,56 dan penilaian pada komunikasi dan informasi dengan indeks sebesar 3,50. Indikator emphaty menunjukkan bahwa petugas telah memenuhi standar kualitas pelayanan karena telah memperoleh nilai indeks tertinggi dibandingkan dengan indikator lainnya, dan juga tidak terdapat permasalahan yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan pada indikator tersebut. c. Penilaian berdasarkan status peserta PBI dan

Non PBI, yang paling signifikan perbedaan penilaian yaitu pada variable model pelayanan. Terdapat permasalahan yaitu bagi peserta non PBI bebas menentukan tempat pengobatan


(6)

rd

untuk jenjang fasilitas kesehatan tingkat pertama sedangkan peserta PBI hanya dapat menggunakan fasilitas kesehatan milik pemerintah dalam hal ini yaitu puskesmas. Berdasarkan hasil analisis evaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman perlu mengadakan sosialisasi secara intens, dan tidak hanya mengandalkan website dan pihak puskesmas. Sosialisasi secara langsung akan membuat informasi menyebar secara merata keseluruh masyarakat di Kabupaten Sleman. Maka dari itu, sosialisasi secara langsung perlu dilakukan dengan membuat program manajemen help desk pada tingkat kelurahan. Help desk pada tingkat kelurahan dapat dikatakan sebagai bagian pelengkap dari suatu fungsi pelayanan dan bertugas sebagai pemecah masalah atau problematika lainnya yang akan bertugas memberikan sosialisasi hingga ketingkat kelurahan.

2. Untuk melaksanakan pelayanan yang berkualitas BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman perlu meningkatkan standar sarana dan prasarana yang dapat menunjang keberlangsungan program secara teknis dapat berjalan dengan baik, sehingga peserta dapat memperoleh kenyamanan dalam pelayanan. Maka dari itu, standar sarana dan prasarana yang ditingkatkan mencakup kelegkapan adminstrasi yang dapat mengurangi jumlah antrian seperti, alat komunikasi untuk memperlancar antria. Hal ini juga didukung dengan membuat tata ruangan yang lebih baik dengan memberikan tambahan pada meja petugas administrasi.

3. BPJS Kesehatan Kabupaten Sleman perlu melakukan penambahan tenaga/ petugas bagian administrasi agar

petugas medis tidak merangkap sebagai petugas administrasi.

4. Untuk hasil yang lebih baik pada kualitas pelayanan, BPJS Kesehatan faskes I perlu memberikan pelayanan yang adil tanpa membedakan status kepersertaan dengan memberikan layanan yang prima dan informasi secara lengkap kepada masyarakat, sehingga masyarakat memahami standar pengobatan yang diterapkan.

DAFTARPUSTAKA

[1] Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara

[2] Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

[3] Hardiansyah.2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media

[4] Lester, James P, & Joseph Stewart, Jr. 2000. Public Policy: An Evolutionary Approach. Belmont, CA: Wadsworth

[5] Moleong, Lexy J, 2000. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya,

[6] Moleong, Lexy J, 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

[7] Suharto, Edi. 2012. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

[8] Sunarto. 2007. Manajemen Ritel. Yogyakarta: Penerbit Amus. [9] Sutedja, Wira. 2007. Panduan Layanan Konsumen. Jakarta: PT.

Grasindo

[10] Tjiptono, Fandy. 2012. Service Management Mewujudkan Layanan Prima. Yogyakarta: CV Andi Offset University Press. [11] Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses.

Jakarta: PT Buku Kita

[12] Rante, Herman & Dyah Mutiarin. 2015. Persepsi Masyarakat terhadap Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di RSUD Morangan Sleman DIY. Konferensi Nasional ke-2 APPPTM Vol. 1

[13] www.slemankab.go.id [14]


Dokumen yang terkait

ANALISIS STAKEHOLDER DALAM KEBIJAKAN PEMENUHAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN JEMBER

5 21 117

EVALUASI KELAYAKAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) BERDASARKAN ASPEK KREDENSIALING (Studi Kasus di Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember)

0 21 106

EVALUASI KELAYAKAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) BERDASARKAN ASPEK KREDENSIALING (Studi Kasus di Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember)

4 30 215

IDENTIFIKASI PELAYANAN PROMOTIF PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi pada Klinik Pratama dan Dokter Praktik Perorangan di Kabupaten Jember)

0 8 68

Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Program Jaminan Kesehatan Nasional Dan Jaminan Ikatan Kerjasama Oleh Karyawan Hotel Melia Bali Indonesia.

0 2 35

Evaluasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I Kabupaten Sleman Tahun 2016 | Utami | Journal of Governance and Public Policy 2641 7202 1 PB

0 0 32

PERBUP NO 12A TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA KABUPATEN PACITAN

0 0 11

PERBUP NO 035 TAHUN 2016 PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA KABUPATEN PACITAN

0 2 11

Keputusan Bupati No. 38 Tahun 2015 Tentang Bendahara Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Di Kabupaten Bojonegoro Tahun Anggaran 2015

0 0 4

Keputusan Bupati No. 6 Tahun 2016 Tentang Bendahara Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Di Kabupaten Bojonegoro Tahun Anggaran 2016

0 0 5