PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIATOR OLEH DINAS TENAGA KERJA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIATOR OLEH DINAS TENAGA KERJA DI

KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

GESTA ALDILLA MASHURI

Hubungan antara pekerja dan pengusaha tidak selamanya berjalan mulus, ada kalanya salah satu atau kedua belah pihak melalaikan kewajibannya atau tidak memenuhi haknya. Dengan tidak dipenuhinya hak atau kewajiban tersebut, dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha. Perselisihan sewajarnya bisa diselesaikan antara masing-masing pihak melalui Bipartit yang di lakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung berdasarkan musyawarah dan mufakat dan akan menghasilkan perjanjian bersama antara kedua belah pihak. Tetapi seringkali dengan jalan tersebut tidak ditemui kata sepakat, sehingga masalah perselisihan di limpahkan kepada mediator untuk menyelesaikan dengan jalan mediasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan mediasi dan fungsi mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dan apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam efektifitas mediasi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan normatif dan empiris dengan data primer dan sekunder, dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dilapangan. Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat yang kemudian berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus dapat di tarik kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa guna menghindari perselisihan baik pengusaha maupun pekerja harus menjalankan kewajiban dan haknya berdasarkan Undang-Undang dan Perjanjian Kerja yang berlaku. Dalam pelaksanaan proses penyelesaian hubungan industrial dapat dilakukan dengan cara mediasi karena berusaha mengutamakan perdamaian secara musyawarah dan mufakat serta memberikan saran berupa anjuran dan risalah. Beberapa faktor pendorong dalam penyelesaian ini adalah adanya itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan perselisihan, sedangkan faktor penghambatnya adalah kedua pihak yang masih mengutamakan emosinya.


(2)

ABSTRACT

SETTLEMENT OF DISPUTES THROUGH THE MEDIATOR BY INDUSTRIAL RELATIONS DEPARTMENT OF LABOR

BANDAR LAMPUNG CITY By

GESTA ALDILLA MASHURI

The relationship between workers and employers do not always go smoothly , there are times when one or both parties neglect or do not meet rights obligations. With the non-fulfillment of the rights or obligations , may give rise to industrial disputes between workers and employers. Disputes can be resolved appropriately between each party through bipartite be undertaken by the Department of Labor Bandar Lampung based on consultation and consensus and will produce a joint agreement between the two sides. But often by the way is not found an agreement , so that disputes in bestowed upon a mediator to resolve by way of mediation. The problem in this research is how the implementation of the mediation and the function of mediator in resolving industrial relations disputes and what are the drivers and inhibitors in the effectiveness of mediation in resolving industrial relations disputes.

This research was conducted through a normative and empirical approach to the primary and secondary data , wherein each of the data obtained from the research literature and field. Analysis of the data described in narrative form sentences which are then based on the facts of a special nature can be deduced.

The results showed that in order to avoid disputes both employers and workers must carry out the obligations and rights under the Act and the Employment Agreement applicable. In the implementation process of the settlement of industrial relations can be done by trying to give priority to peace mediation because by consensus and provide advice in the form of advice and treatises. Some driving factor in the settlement is the good faith of the parties to resolve the dispute , while the inhibiting factor is the two sides who still give priority to emotions.


(3)

Oleh:

GESTA ALDILLA MASHURI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa (Lampung Barat) pada tanggal 21 Mei 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Imam Mashuri dan Ibu Nana Sulis Setyowati.

Penulis mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) 02 Semuli Raya Kota Bumi dan tamat pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Perguruan Diniyyah Putri Lampung dan tamat pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) MAN 1 Model Bandal Lampung dan tamat pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis di terima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, Anggota Himpunan Mahasiwa Hukum Administrasi Negara (HIMA HAN) dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rejo Sari Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.


(7)

Yang Utama Dari Segalanya...

Sembah sujut serta syukur kepada Allah SWT.

Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta.

Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan

keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi

Ayah dan Ibu,

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta

dan persembahan.

Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ayah dan Ibu karna kusadar selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Ayah dan Ibu yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku,

selalu menasehatiku menjadi lebih baik,


(8)

MOTTO

“To get a success, your courage must be greater than your fear”

(Untuk mendapatkan kesuksesan, keberanianmu harus lebih besar daripada ketakutanmu)


(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi Oleh Dinas Tenaga Kerja Di Kota Bandar Lampung”, Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan arahan kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Tisnanta, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

juga memberikan bimbingan kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada Penulis.


(10)

6. Ibu Marlia Eka Putri AT, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang juga telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada Penulis.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Penulis.

8. Segenap Pimpinan, Karyawan/Staff dan Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Ayah dan Bunda tercinta, Orang Tua yang dengan segala doa dan dukungan tiada hentinya terus memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak akan bisa saya hitung.

10.Brian Rocky Ramadhan dan Neo Patriot Islam adik-adik tersayang yang selalu membantu, memberi do’a, dan dukungan untuk saya.

11.Muhammad Iqbal Arif teman spesial yang sudah mencurahkan perhatian,

do’a dan juga dukungan kepada Penulis.

12.Yanuar Saputra dan Dwi Jayanti Kusuma Dewi yang selalu ada dan selalu mendengarkan setiap keluhan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada seluruh teman-teman jurusan Hukum Administrasi Negara angkatan 2011 yang berjuang bersama-sama untuk menjadi seorang Sarjana.

14.Juga serta kepada keluarga besar FH Unila 2011 Lia Aprilia, Fitri Agista, Dian Tri Puspa Sari yang terus mendukung Penulis dalam keadaan apapun.

15.Staff gedung D, Pak Misyo, Mas Hadi, Kiyay Zul, Pak Sutris, Bu Yenti, Bang Denis yang telah memberi arahan kepada Penulis.


(11)

berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada khususnya dan khalayak pada umumnya.

Bandar Lampung, 2015

Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Dan KegunaanPenelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian... 5

1.3.2 KegunaanPenelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industri ... 7

2.2. Hak-Hak Buruh /Pekerjaan yang di PHK ... 11

2.3.Pengertian Mediasi dan Peran Mediotar ... 15

2.4. Wewenang Dan Kode Etik Mediator ... 25

2.4.1 Wewenang Mediator ... 25

2.4.2 Kode Etik Mediator ... 26

2.4.3 Segi Kelebihan Mediasi ... 28

2.4.4 Segi Kekurangan Mediasi ... 32

2.5.Faktor-Faktor yang Mendorong Para Pihak Sengketa Melakukan Mediasi ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Sumber Data ... 35

3.3 Prosedur Pengumpulan Dan Pengelolahan Data ... 37

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 37

3.3.2 Prosedur Pengelolahan Data... 37


(13)

Bandar Lampung ... 42 4.1.2. Misi Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung ... 43 4.2. Pelaksanaan dan Fungsi Mediasi dalam Menyelesaikan

Hubungan Industrial ... 45 4.2.1. Pelaksanaan Mediasi dalam Menyelesaikan

Hubungan Industrial ... 45 4.2.2. Fungsi Mediator Dalam Menyelesaikan Perselisihan

Hubungan Industrial ... 50 4.3. Faktor Pendorong dan Penghambat Efektifitas Mediasi Dalam

Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial ... 57 4.3.1. Faktor Pendorong Efektifitas Mediasi Dalam Menyelesaikan

Hubungan Industrial ... 57 4.3.2. Faktor Penghambat Efektifitas Mediasi Dalam Menyelesaikan

Hubungan Industrial ... 58 BAB V PENUTUP

5.1.Kesimpulan ... 60 5.2.Saran ... 61


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena dapat menciptakan rasa kebersamaan antara pengusaha dan pekerja, hubungan ketenagakerjaan antara buruh dan pengusaha tidak selalu berjalan dengan mulus, berbagai bentuk penindasan dan pengisapan pada pekerja masih sangat masif dilakukan dalam bentuk tenaga kerja outsourcing, upah murah, dan tidak adanya perlindungan sosial.1 Dalam pernyataan di atas terdapat banyak kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tenaga kerja mendapatkan Upah yang murah dan tidak adanya perlindungan sosial sehingga kinerja tenaga kerja menurun alhasil banyak kasus PHK yang terjadi.

Hal ini dimungkinkan adanya perselisihan, karena manusia sebagai makhuk sosial dalam berinteraksi sudah pasti terdapat persamaan dan perbedaan dalam kepentingan maupun pandangan, sehingga selama pelaksanaan hubungan kerja

1


(15)

antara pengusaha dan pekerja/buruh tidak tertutup kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).2

Sedangkan pengertian perselisihan industrial telah tercantum secara jelas dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut diatas maka terdapat 4 (empat) macam/jenis perselisihan hubungan industrial yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, dan Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Dalam hal ini perselisihan industrial yang sering terjadi di dalam praktik perindustrian ialah perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang selalu meningkat setiap tahunnya, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun buruh/ pekerja, di mana dari pihak pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dikarenakan buruh/pekerja melakukan berbagai tindakan pelanggaran.

2


(16)

3

Proses penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat melalui cara Perundingan Bipartit yaitu perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan industrial. Namun biasanya penyelesaian perselisihan dengan cara bipartit seringkali tidak terselesaikan atau gagal di karenakan pengusaha lebih berkuasa di bandingkan dengan pekerja/buruh. Kemudian jika perselesaian melalui perundingan bipartit telah gagal atau tidak berhasil maka perselesaian perselisihan dapat di selesaikan melalui mediasi.

Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya di sebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang di tengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Proses mediasi ialah dengan cara mediator memanggil masing para pihak yang berperkara, kemudian mediator mendengarkan masing-masing tuntutan para pihak, dan menyelesaiakan perkara berdasarkan kemauan para pihak, karena proses mediasi ini tidak bersifat mengikat hanya bersifat anjuran maka seringkali rekomendasi mediator tidak diikuti oleh para pihak terutama pengusaha.3

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini di lakukan oleh mediator yang berada di dalam instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai Mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban

3

Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hal.14


(17)

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, terdapat dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi.

Mediator yang tidak dapat menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi administratif berupa hukuman disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil, adapun syarat-syarat, tata kerja serta kewenangan mediator terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi.

Jika penyelesaian perselisihan melalui mediasi tidak berhasil atau gagal maka proses penyelesaian perselisihan ini akan di selesaikan melalui Pengadilan hubungan industrial.

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang di bentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Pengadilan Hubungan Industrial berada pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Propinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan. Khusus pada Kabupaten/Kota yang padat industri, Pengadilan


(18)

5

Hubungan Industrial dibentuk dengan Keputusan Presiden pada Pengadilan Negeri setempat.

Berdasarkan proses penyelesaian di atas bahwa penyelesaian melalui mediasi yang dapat di tempuh karena penyelesaian perselisihan melalui mediasi yang mencakup semua perselisihan yang sering terjadi, perseleisihan melalui mediasi bersifat efisien, dan mengutamakan penyelesaian musyawarah untuk mufakat sehingga tercapainya perdamaian antara kedua belah pihak yang berselisih.

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas penulis tertarik apakah penyelesaian perselisihan industrial melalui mediasi dapat berjalan dengan baik dan akan menyeleseikan perselisihan yang terjadi, maka penulis mengangkat masalah ini

menjadi sebuah skripsi dengan judul ”Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi Oleh Dinas Tenaga Kerja Di Kota Bandar Lampung”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang terdapat dalam latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi mediasi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ?


(19)

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi mediasi dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

2. Untuk mengetahui peran atas kerja mediator dalam melindungi buruh/pekerja.

1.3.2 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas juga memperdalam ilmu hukum termasuk di dalamnya ilmu hukum administrasi negara yang berkaitan dengan hukum tenaga kerja dalam mengkaji atau menganalisis mengenai permasalahan hukum di Indonesia terutama menyangkut wewenang mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan indusrial.

2. Kegunaan Praktis

a. Upaya peningkatan dan perluasan pengetahuan bagi penulis dalam bidang hukum.

b. Bahan kajian bagi penulis maupun masyarakat dalam melihat perkembangan sistem hukum di Indonesia menyangkut soal tenaga kerja. c. Sumbangan pemikiran dan bahan bacaan dan sumber informasi serta

bahan kajian lebih lanjut bagi yang membutuhkan.

d. Sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung bagian Hukum Administrasi Negara.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 terdapat empat macam Perselisihan Hubungan Industrial yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Pemutuan Hubungan Kerja (PHK), dan Perselisihan antar serikat pekerja/serikar buruh hanya dalam satu perusahaan.

Pengertian Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan PHK serta perselisihan antara serikat buruh dalam satu perusahaan.

Perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 meliputi :

1. Perselisihan hak; yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat dara beda pelaksanaan atau penafsiran terhadap Per Undang-Undangan, PK, PP atau PKB.


(21)

2. Perselisihan kepentingan; yaitu perselisihan yang timbul dimana hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dimana PK, atau PP atau PKB. 3. Perselisihan PHK; yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya

kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.

4. Perselisihan antara serikat buruh yaitu perselisihan antara serikat buruh dengan serikat buruh lain dimana satu perusahan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dapat di selesaikan melalui : 1. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan industrial. Dalam hal Perundingan Para Pihak tersebut dicapai kesepakatan maka Para Pihak wajib membuat Kesepakatan Bersama. Dalam pelaksanaan Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada pengadilan Hubungan Industrial yang ada di Pengadilan Negeri di wilayah Para Pihak berdomisili. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui bipartit yang dilakukan oleh para pihak dengan melakukan perundingan paling lama 30 (tiga puluh ) hari harus diselesaikan sejak tanggal dimulainya perundingan.

2. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya di sebut mediasi, adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang di tengahi oleh


(22)

9

seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator disini adalah penganti institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai Mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melalui mediasi. Pada dasarnya, penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui mediasi adalah wajib, dalam hal ketika instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan menawarkan kepada para pihak yang berselisih tidak memilih lembaga konsiliasi atau Arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi para pihak. Penyelesaian melalui mediasi tetap menggunakan mekanisme perundingan/musyawarah untuk mufakat dan Mediator harus diselesaikannya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak Yang Bersangkutan menerima perlimpahan berkas perselisihan.

3. Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya di sebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan hak, perselisihan pemutusah hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekeja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang di tengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Terhadap anjuran Konsiliator apabila para pihak menyetujui, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran disetujui, Konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Sehingga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui lembaga konsiliasi dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.


(23)

4. Arbritrase Hubungan Industrian yang selanjutnya di senut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisihuntuk menyerahan penyelesaian kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan Arbiter dan atas kesepakatan para pihak Arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian 1 kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 hari kerja. Suatu perselisihan yang sedang atau telah diselesaikan melalui Arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

5. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang di bentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubngan industrial.

Adapun skema Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 yaitu :


(24)

11

Sumber : http://www.slideshare.net/53714/norma-kebebasan-berserikat-dan-berunding-14-052010-pusdiklat-cisaruabogor

2.2. Hak-hak Buruh/Pekerjaan yang Di PHK

Menurut Undang-undang No 13 Tahun 2003 Pasal 156 tentang ketenagakerjaan dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima.

MAHKAMAH AGUNG (KASASI)

PENGADILAN PHI

ARBITER KONSILIASI MEDIASI

DISNAKER

BIPARTIT

KEPENTINGAN SP/SB HAK PHK

P E R S E L I S I H A N

P.PHK P.HAK

PUTUSAN FINAL

PB PB

PB

SEPAKAT 2 PIHAK

30 HARI PS 115 50 HARI PS 103 50 HARI PS 15 PS 25 PS 40 (1)

40 HARI

30 HARI PS 3 (2)


(25)

Untuk mengetahui rumus perhitungan uang pesangon, kita merujuk pada ketentuan dalam Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan:

Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagaiberikut:

a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.”

Untuk mengetahui rumus perhitungan uang penghargaan masa kerja, kita merujuk pada ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan:


(26)

13

Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.”

Untuk mengetahui apa saja yang menjadi komponen perhitungan uang penggantian hak, kita merujuk pada ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan:

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:


(27)

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama.”

Kemudian, berdasarkan Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan,komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon,terdiri atas:

a. Upah pokok;

b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

2.3. Pengertian Mediasi dan Peran Mediator

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja (SP) atau serikat buruh (SB) hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang di tengahi oleh seorang atau lebih mediator netral.


(28)

15

Mediasi adalah “suatu proses negoisasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yangbersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak”.3

Tujuan mediasi ada 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus tujuan umum meliputi:

a. Proses membantu bernegosiasi.

b. Meningkatkan pelaksanaan hubungan industrial Pancasila

c. Ketenangan kerja usaha, peningkatan produksi dan produktivitas

Sedangkan Tujuan khusus meliputi menyelesaikan dengan cepat, cermat dan tuntas menanggulangi secara dini, mencegah terjadinya PHK, menyelesaikan dengan musyawarah mufakat.

Di samping itu, beberapa syarat agar suatu proses mediasi dapat berfungsi dengan baik. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

a) Adanya kekuatan tawar-menawar yang seimbang antara para pihak. b) Para pihak menaruh harapan terhadap hubungan dimasa depan.

c) Terdapatnya banyak persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs)

d) Adanya uergensi untuk menyelesaikan secara cepat.

e) Tidak adanya rasa permusuhan yang mendalam atau yang telah berlangsung lama diantara para pihak.

3

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.240


(29)

f) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki pengharapan yang banyak dan dapat dikendalikan.

g) Mempertahankan hak tidak lebih penting dibandingkan dengan penyelesaian sengketa yang cepat.

h) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, maka kepentingan kepentingan pelaku lainya, seperti pengacara atau penjamin tidak diberlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi.

Dalam menyelesaikan perselisihan sehingga dapat memaksimalkan hasil yang diharapkan diperlukan waktu yang tepat untuk melakukan mediasi. Waktu yang tepat dalam melakukan mediasi ketika :

a. Hubungan antara pihak-pihak yang tegang tapi harus tetap berlanjut terjadi miscommunication sehingga diperlukan seorang ahli yang netral untuk memfasilitasi komunikasi kembali.

b. Kehadiran seorang pihak ketiga yang netral dapat merubah dinamika hubungan antara pihak yang berselisih.

c. Pihak-pihak yang berselisih menunjukkan kesediaan mereka untuk menyelesaikan dan mengkaji kembali posisi mereka.

d. Pihak-pihak yang berselisih tertarik untuk mengadakan keputusan yang akan dihasilkan.4

Mediasi yang dilakukan oleh perorangan dan dewan :

A. Di banyak Negara, mediasi biasanya dilaksanakan oleh petugas tetap yang berfungsi sebagai mediator perorangan.

4

Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Teori Dan Praktik, PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 61


(30)

17

Mereka dapat di bagi menjadi tiga jenis utama:

1. Mereka yang mengabdikan seluruh waktu kerja mereka untuk melakukan mediasi dan mungkin juga tugas-tugas lain yang berkaitan dengan hubungan industrial, dan secara resmi ditugaskan sebagai mediator atau sebagai pejabat bidang hubungan industrial.

1. Para pejabat yang melakukan mediasi secara paruh waktu yang merupakan salah satu dari tugas mereka sehari-hari, dan

2. Para pejabat eksekutif atau administrasi yang melakukan intervensi memperantarai perselisihan secara ad-hoc

B. Mediasi dapat juga dilakukan oleh sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa anggota. Dapat juga disebut sebuah lembaga dewan atau komisi yang disebut sebagai dewan mediasi.

Dewan ini dapat terdiri seseorang ketua independent bersama anggota yang mewakili pengusaha dan pekerja. Dewan secara keseluruhan mendapatkan tugas untuk menyelesaikan perselisihan. Prosedur kerja dewan lebih formal daripada prosedur yang dijalankan oleh mediator perorangan. Kedua prosedur ini dapat juga berbeda dalam hal yang lain.

Hasil dari mediasi terdiri dari dua bentuk, yaitu :

1. Berhasil mendorong pihak-pihak yang berselisih mencapai kesepakatan. Hasilnya dapat di rumuskan dalam Perjanjian Bersama.

2. Tidak berhasil mendorong para pihak- pihak yang berselisih mencapai kesepakatan. Untuk itu mediator menyusun risalah upaya penyelesaian, sebagai laporan pertanggungjawaban dan sebagai bahan bagi salah satu pihak


(31)

yang berselisih untuk dilanjutkan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.5

Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator. Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi, para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat diuraikan secara lengkap.

Mediasi menjadi bagian integral dalam penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg, di mana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pada hari yang ditentukan, jika kedua belah pihak menghadap ke pengadilan dengan perantaraan Ketua sidang memperdamaikan mereka.

Artinya Ketua Majelis wajib mencoba mendamaikan para pihak. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2003, yaitu semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Oleh karena itu, menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 ini,

5

Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia 30 Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 43


(32)

19

mediasi bersifat wajib, di mana pada sidang hari pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan proses mediasi.

Proses mediasi harus dilaporkan kepada hakim untuk dapat ditetapkan dalam akta perdamaian. Namun sebelumnya, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan sebelum ditandatangani oleh para pihak untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hokum.

Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara yang lainnya. Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan, dan mediator tidak dapat dimintakan menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.

Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun yang tidak mencapai kesepakatan (gagal), mediator harus tetap memberitahukan kepada hakim dalam masa waktu 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak pemilihan atau penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agara hakim dapat mengetahui apakah sidang terhadap perkara yang dimediasi dilanjutkan atau sudah dapat ditutup. Bila kesepakatan diperoleh maka hakim akan mengakhiri proses sidang di pengadilan, sebaliknya jika mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sidang akan terus dilanjutkan di mana hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan hukum acara yang berlaku.

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Orang yang melakukan mediasi disebut mediator. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung


(33)

jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh mentri, untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Fungsi mediator adalah sebagai berikut:

a. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

b. Sebagai “pendidik”, berarti seseorang harus berusaha memahami aspirasi, c. prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak.

Oleh sebab itu, dia harus berusaha melibatkan dirinya dalam dinamika perbedaaan diantara para pihak.

d. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul

e. Sebagai “narasumber”, berarti seorang mediator harus mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia

f. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.


(34)

21

g. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasaranya tidak mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan

h. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan, misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perselisihan.6

Pada umumnya, mediator memiliki peranan sebagai garis rentang bagi yang terlemah dan yang terkuat dalam penyelesaian suatu sengketa. Sisi peran yang terlemah dapat dilihat apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut :

a) Penyelenggara pertemuan; b) Pemimipin diskusi rapat;

c) Pemelihara atau penjaga aturan perundangan agar proses perundingan d) berlangsung secara baik;

e) Pengendali emosi para pihak;

f) Pendorong pihak/ perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya.7

Sedangkan peran yang terkuat yang dimiliki mediator dapat dilihat dari pengerjaannya dalam perundingan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan; b. Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak;

6

Suyud Margono, ADR, alternative dispute resolution, & arbitrase: Proses pelembagaan dan aspek hukum, Ghalia Indoneia, Jakarta, 2000, hlm. 60-61

7

H. Soeharto, Mediasi dan Perdamaian, Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005,hlm 18.


(35)

c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut harus diselesaikan;

d. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah;

e. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah; f. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu

Seorang mediator juga harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada prinsip-prinsip keadilan yang luas,kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan dalam pertukaran negosiasi di antara para pihak. Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang mediator juga dapat bertindak sebagai :

a. Katasilator, yaitu untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif diantara para pihak yang bersengketa

b. Pendidik, yaitu seorang mediator harus memahami kehendak,keinginan dan aspirasi dari semua pihak yang bersengketa.

c. Narasumber,yaitu sebagai seorang narasumber, mediator berfungsi sebagai tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi dan juga sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak.

d. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para pihak untuk dikomunikasikan pada pihak lainnya,oleh karena itu seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang bersengketa.


(36)

23

e. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan kerangka waktu yang sudah dirancang.8

Ada banyak terdapat teori mengenai peranan seorang mediator. Namun secara umum, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator memiliki beberapa peranan, yaitu :

a. Menjalin hubungan baik dengan para pihak yang bersengketa. Hal ini sangat penting dilakukan oleh seorang mediator agar para pihak tidak merasa takut untuk mengemukakan pendapatnya.

b. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting dilakukan agar mediator mengetahui bagaimana cara mengarahkan dan menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerja sama.

c. Merumuskan masalah dan menyusun agenda. Peran mediator di sini sangat penting karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar sebenarnya yang besar-besar saja. Di dalam persengketaan ada kepentingan lain yang dalam teori Alternative Dispute Resolution (ADR) disebut interest base yang berarti apa yang para pihak benar-benar mau. Intereset base ini kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR.

8

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/6/Chapter%20III-V.pdf Di unduh pada 26 april 2015 pukul 11.00 wib.


(37)

d. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. Hal ini dilakukan karena terkadang ada pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang ada.

e. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah.

f. Menganalisa pilihan-pilihan penyelesaian sengketa untuk kemudian diberikan kepada para pihak dan sampai pada proses tawar-menawar sehingga tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak.

Mediator juga dapat berfungsi dan berperan sebagai pembantu atau helper, di mana ditegaskan bahwa mediator merupakan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak yang berfungsi untuk membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian.

Sehubungan dengan fungsi dan peran mediator tersebut, maka mediator wajib untuk mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan menggali kepentingan para pihak melalui pilihan- pilihan yang dianjurkan dan wajib berperan sebagai pembantu yang cakap. Apabila fungsi dan peran tersebut dapat dilaksanakan oleh mediator dengan penuh kerendahan hati dan menjauhkan sifat arogansi, kemungkinan besar mediator dapat mengantarkan para pihak menuju gerbang perdamaian berdasarkan konsep win-win solution.


(38)

25

2.4. Wewenang dan Kode Etik Mediator

2.4.1. Wewenang Mediator Kewajiban mediator, yaitu :

a. Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan

b. Mengatur dan memimpin mediasi

c. Membantu membuat perjanjian bersama apabila tercapai kesepakatan d. Membuat anjuran secara tertulis apabila tidak tercapai kesepakatan

penyelesaian

e. Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial f. Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Sedangkan wewenang mediator, yaitu :

a. Menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan itikad baik sebelum dilaksanakan mediasi

b. Meminta keterangan, dokumen, dan surat-surat yang berkaitan dengan perselisihan

c. Mendatangkan saksi atau saksi ahli dalam mediasi apabila diperlukan d. Membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak

dan instansi atau lembaga terkait

e. Menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa.9

9

Syahrizal Abbas, mediasi dalam perspektif hukum syariah, hukum adat, & hukum nasional,


(39)

Dalam mediasi ini mediator tidak mempunyai hak untuk memutus sengketa tersebut.

Mediator hanya membantu para pihak sengketa dengan memberikan solusi-solusi yang dapat membuka pikiran para pihak dalam penyelesaian sengketa tersebut. Solusi-solusi tersebut diperundingkan oleh para pihak untuk mencapai kesepakatan bersama tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. Dengan kata lain mediator merupakan penengah di dalam sebuah persengketaan.

2.4.2. Kode Etik Mediator

Dalam sebuah proses mediasi, pihak yang paling berperan adalah pihak-pihak yang bersengketa atau yang mewakili mereka. Mediator dan hakim semata-mata menjadi fasilitator dan penghubung untuk menemukan kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa. Mediator atau hakim sama sekali tidak dibenarkan untuk menentukan arah, apalagi menetapkan bentuk maupun isi penyelesaian yang harus diterima para pihak. Namun, mediator atau hakim diperbolehkan, menawarkan pilihan-pilihan berdasarkan usul-usul pihak-pihak yang bersengketa untuk sekedar meminimalisir perbedaan di antara mereka sehingga terjadi kesepakatan. Oleh sebab itu, penyelesaian dengan cara mediasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian dari dan oleh masyarakat itu sendiri.10

Pasal 2 PERMA Nomor 2 Tahun 2003 menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, mediator wajib menaati Kode Etik Mediator. Kode etik memiliki peranan yang penting di dalam menjaga integritas profesi itu sendiri. Di dalamnya terdapat berbagai kewajiban yang mengikat seorang, dalam hal ini mediator,

10

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cet. ke-2, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 13


(40)

27

untuk bersikap dan bertindak dalam menjalankan tugasnya. Peraturan mengenai profesi umumnya mengandung hak-hak yang fundamental dan mempunyai aturan-aturan mengenai tingkah laku atau perbuatan dalam melaksanakan profesinya. Seorang pengemban profesi harus dapat memutuskan apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan tugasnya dan dituntut untuk menjiwai profesinya dengan suatu sikap etis tertentu. Di sinilah peranan kode etik harus mampu menjaga rambu-rambu etis yang berlaku bagi semua anggotanya. Kode etik tidak saja bertujuan demi kepentingan pihak yang dibantu, melainkan juga demi kepentingan umum (public interest) yang menurut profesi tersebut patut mendapat perlindungan.

Sebagai sebuah etik normatif, umumnya dapat dikatakan bahwa kode etik mengandung ketentuan-ketentuan yang mencakup:

a. kewajban pada dirinya sendri b. kewajiban-kewajiban pada umum

c. ketentuan-ketentuan mengenai kerekanan

d. kewajiban terhadap orang ataupun profesi yang dilayani.11

Dalam pasal 6 Draft Kode etik ini diatur bahwa dalam hal mediator mengetahui adanya konflik kepentingan atau potensi konflik kepentingan, ia wajib menyatakan mundur sebagai mediator dalam sengketa yang akan atau sedang dalam proses mediasi. Dalam hal seorang mediator yang juga berprofesi sebagai pengacara atau advokat dan juga mitra dalam firma hukumnya dilarang menjadi penasehat hukum salah satu pihak dalam sengketa yang sedang ditanganinya

11

Oemar Seno Adji, Etika Profesi dan Hukum Profesi Advokat, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1991, hlm. 21


(41)

dalam proses mediasi sekiranya proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003.

Dalam pasal 8, terdapat ketentuan mengenai honorarium yakni :

a. Mediator yang memperoleh honorarium wajib terlebih dahulu membuat kesepakatan tertulis dengan para pihak tentang honorarium dimaksud sebelum ia menjalankan fungsinya

b. Mediator dilarang mendasarkan honorarium pada prosentase hasil akhir c. Mediator dilarang menerima hadiah atau pemberian dalam bentuk apapun

dari salah satu pihak selain honorarium sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1).

Sanksi bagi pelanggaran Kode Etik Sanksi bagi setiap pelanggaran terhadap kode etik mediator dalam pasal 10 Draft Kode Etik Mediator yakni :

a. Teguran lisan b. Teguran tertulis

c. Penghapusan nama secara sementara dari daftar mediator Pengadilan Negeri

d. Penghapusan nama dari daftar mediator Pengadilan Negeri12

2.4.3. Segi Kelebihan Mediasi

Menurut Bindschedler ada beberapa segi positif dari mediasi :

1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi di antara para pihak.

12

http://id.netlog.com/patriciagirsang/blog/blogid=10910/Tanggung Jawab Profesi Mediator.html di unduh pada 26 april 2015 pukul 11:56wib


(42)

29

2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan dalam melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain.

3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan pengaruhdan kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian sengketanya.

4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadai daripada orang-perorangan.

Menurut penulis beberapa keuntungan mediasi adalah diantaranya biaya melakukan mediasi relatif murah, mediator bisa dipilih orang yang ahli di bidang yang sedang disengketakan, prosedurnya cepat dan kesepakatan yang dicapai pada mediasi adalah kesepakatan para pihak sendiri maka dimungkinkan terjadi

win-win solution antara para pihak yang melakukan mediasi.

Banyaknya masyarakat Indonesia yang memakai mediasi sebagai penyelesaian sengketa karena adanya kelebihan tertentu memakai mediasi ini. Beberapa kekuatan-kekuatan mediasi, yaitu :

Pertama, penyelenggaraan proses mediasi tidak diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan sehingga para pihak memiliki kebebasan dan tidak terperangkap dalam bentuk-bentuk formalis seperti halnya dalam proses litigasi. Dalam literature sering disebutkan bahwa fleksibilitas dari proses mediasi dibandingkan dengan proses litigasi, merupakan unsur yang menjadi daya tarik dari mediasi karena para pihak dapat dengan segera membahas masalah-masalah atau memperdebatkan hal-hal teknis hukum. Dalam litigasi, pihak tergugat selalu


(43)

menyerang gugatan penggugat dengan mengemukakan kelemahan-kelemahan aspek formal dari surat gugatan, misalnya gugatan samar/kabur, posita tidak mendukung petitum atau pengadilan tidak berwenang, sementara pokok perkara belum menjadi perhatian. Selain itu dalam sengketa yang melibatkan banyak pihak, jika hanya beberapa pihak saja yang sepakat atas hasil perdamaian, sementara satu atau beberapa pihak lain tidak sepakat, maka perdamaian tetap dapat berlangsung antara dua pihak yang menyetujui hasil kesepakatan perdamaian.

Kedua, pada umumnya mediasi diselenggarakan secara tertutup atau rahasia. Artinya adalah bahwa hanya para pihak dan mediator yang menghadiri proses mediasi, sedangkan pihak lain tidak diperkenankan untuk menghadiri proses mediasi.Kerahasian dan ketertutupan ini juga sering menjadi daya tarik tertentu bagi kalangan tertentu, terutama para pengusaha yang tidak menginginkan masalah yang dihadapinya dipublikasikan di media massa.

Ketiga, dalam proses mediasi, pihak materil atau prinsipal dapat secara langsung berperan serta dalam melakukan perundingan dan tawar-menawar untuk mencari penyelesaian masalah tanpa harus diwakili oleh kuasa hukum masing-masing. Karena prosedur mediasi amat leluasa dan para pihak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum atau advokat dapat berperan serta dalam proses mediasi. Para pihak dalam proses mediasi dapat menggunakan bahasa sehari-hari yang lazim mereka gunakan, dan sebaliknya tidak perlu menggunakan bahasa-bahasa atau istilah-istilah hukum seperti yang lazim digunakan oleh para advokat dalam beracara di persidangan pengadilan.


(44)

31

Keempat, para pihak melalui proses mediasi dapat membahas berbagai aspekatau sisi dari perselisihan mereka, tidak hanya aspek hukum, tetapi juga aspek-aspek lainnya. Pembuktian merupakan aspek hukum terpenting dalam proses litigasi. Pernyataan tanpa dukungan bukti yang kuat, maka posisi seseorang akan lemah. Dalam proses mediasi bisa saja aspek pembuktian dikesampingkan demi kepentingan lain, misalnya demi terpeliharanya hubungan baik, maka satu pihak bersedia memenuhi permintaan pihak lain walau tanpa dukungan bukti kuat, ataupun situasi sebaliknya terdapat bukti kuat adanya keterlambatan pembayaran, namun pihak berpiutang tetap bersedia menjadwalkan ulang kewajiban pembayaran demi hubungan bisnis yang baik di masa depan. Proses pengadilan tidak dirancang atau dibangun untuk menyelesaikan sengketa-sengketa dengan multiaspek, tetapi lebih fokus pada aspek hukum semata. Sebaliknya, mediasi karena keleluasaan dan sifatnya yang mufakat dapat digunakan untuk membahas berbagai sisi sebuah sengketa.

Kelima, sesuai sifatnya yang konsensual atau mufakat dan kolaboratif, mediasi dapat menghasilkan penyelesaian menang-menang bagi para pihak ( win-win

solution ). Sebaliknya litigasi dan arbitrase cendrung menghasilkan penyelesaian

menang kalah ( win lose solution ) karena prosesnya bersifat permusuhan dan memutus.

Keenam, mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang relative murah dan tidak makan waktu jika dibandingkan proses litigasi atau berperkara di pengadilan. Hasil mediasi berupa kesepakatan merupakan penyelesaian yang


(45)

diupayakan oleh para pihak sendiri, sehingga para pihak tidak akan mengajukan keberatan atas hasil kerjanya sendiri.

2.4.4. Segi Kekurangan Mediasi

Dalam mediasi terdapat beberapa kekurangan ,diantaranya adalah Tidak ada suatu kejelasan apakah ketentuan tersebut bersifat memaksa atau dapat disimpangi oleh para pihak, mediator dapat saja dalam melaksanakan fungsinya lebih memperhatikan pihak lainnya Mediasi bisa mengalami kegagalan dikarenakan mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung sehingga dimungkinkan para pihak tidak menemui penyelesaian yang sifatnya final dan memaksa secara langsung.13

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang mengatur Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan pengertian yang jelas tentang berbagai bentuk penyelesaian sengketa termasuk mengenai mediasi, kecuali arbitrase. Bahkan proses atau mekanisme masing-masing bentuk lembaganya juga tidak diatur Sebagian besar hanya mengatur secara lengkap tentang proses Arbitrase. Dalam Pasal 6 ayat (3) hanya menyebutkan bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Pada intinya pasal ini memberi peluang kepada masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya melalui mediasi.

13

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , 2008, Gama Media, Yogyakarta, hal. 59


(46)

33

Di sisi lain kekuatan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu disadari oleh peminat mediasi.

Pertama, bahwa mediasi hanya dapat diselenggarakan secara efektif jika para pihak memiliki kemauan atau keinginan untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus. Jika hanya salah satu pihak saja memiliki keinginan menempuh mediasi, sedangkan pihak lawannya tidak memiliki keinginan yang sama, maka mediasi tidak akan pernah terjadi dan jika terlaksana tidak akan

berjalan efektif. Keadaan ini terutama jika penggunaan mediasi bersifat sukarela.

Kedua, apabila para pihak yang tidak memiliki itikad baik maka memanfaatkan proses mediasi sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa, misalnya dengan tidak mematuhi jadwal sesi-sesi mediasi atau berunding sekedar untuk memperoleh informasi tentang kelemahan lawan.

Ketiga, beberapa jenis kasus mungkin tidak dapat dimediasi, terutama kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah ideologis dan nilai dasar yang tidak menyediakan ruang bagi para pihak untuk melakukan kompromi-kompromi.

Keempat, mediasi dipandang tidak tepat untuk digunakan jika masalah pokok dalam sebuah sengketa adalahsoal penentuan hak ( right ) karena sengketa soal penentuan hak haruslah diputus oleh hakim sedangkan mediasi lebih tepat untuk digunakan menyelesaikan sengketa terkait dengan kepentingan ( interests ).

Kelima, secara normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum privat tidak dalam lapangan hukum pidana. Larangan ini


(47)

didasarkan pada pembedaan kategoris antara hukum privat dan hukum pidana, khususnya terhadap delik biasa.14

2.5. Faktor-Faktor yang Mendorong Para Pihak Sengketa Melakuan Mediasi

Ada dua pandangan komperatif yang dapat menjelaskan apa yang menjadi faktor yang mendorong para pihak sengketa melakukan mediasi. Pandangan teoritis merujuk pada kebudayaan sebagai faktor dominan. Berdasarkan pandangan ini, cara-cara penyelesaian konsensus seperti negosiasi dan mediasi dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat karena pendekatan itu sesuai dengan cara pandang kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang mewarisi tradisi kebuda yaan yang menekankan nilai penting keharmonisan dan kebersamaan dalam kehidupan akan lebih dapat menerima dan menggunakan cara-cara konsensus dalam penyelesaian sengketa. Kebudayaan dapat dibentuk atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain agama.

Pandangan teoritis kedua lebih melihat kekuatan yang dimiliki oleh para pihak yang bersengketa sebagai faktor dominan. Karena kekuatan yang dimiliki para pihak yang relatif dan seimbang maka para pihak bersedia menempuh jalan mediasi. ditempuhnya jalan perundingan bukan karena merasa belas kasihan pada pihak lawan atau juga bukan karena terikat nilai spiritual atau nilai budaya, melainkan karena para pihak memang membutuhkan kerja sama dari pihak lawan agar mencapai tujuan yaitu untuk mewujudkan kepentingannya.

14

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37432/3/Chapter%20II.pdf di unduh pada 26 april 2015 pukul 13:03wib


(48)

35

Dalam proses mediasi, ada pihak penengah atau yang disebut dengan mediator yang dapat membantu salah satu pihak atau para pihak untuk menilai, menganalisa, dan mengevaluasi kekuatan mereka sehingga salah satu para pihak tidak mengambil kesimpulan dan keputusan-keputusan yang salah, yangmerugikan kepentingan mereka dan menggagalkan proses mediasi.

Dalam ketidakmampuan para pihak untuk memprediksi menang kalah dalam proses litigasi, maka para pihak pun akan menghitung-hitung biaya, baik bersifat finansial maupun non-finansial dalam berperkara. Jika mediasi dapat mewujudkan kepentingan mereka dengan biaya yang lebih rendah, maka para pihak cendrung memilih mediasi daripada proses litigasi.

Mediasi dijadikan sebagai pilihan jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perdata antara lain disebabkan sebagai berikut:

1. Penyelesaian melalui mediasi tidak hanya dilakukan diluar pengadilan saja, akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat prosedur mediasi patut untuk ditempuh bagi para pihak yang beracara di pengadilan.

2. Langkah ini dilakukan pada saat sidang pertama kali digelar.

3. Adapun pertimbangan dari Mahkamah Agung, mediasi merupakan salah satu solusi dalam mengatasi menumpuknya perkara di pengadilan.

4. Proses ini dinilai lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas engketa yang dihadapai.

5. Di samping itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam


(49)

penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

Dari penjelasan diatas maka terlihat jelas bahwa mediasi merupakan salah satu upaya penyelesaian sengketa yang memiliki manfaat yang sangat besar dalam menyelesaikan sengketa perdata di pengadilan. Mediasi ini akan sangat terasa manfaatnya apabila pelaksanaan mediasi tersebut berhasil, bahkan apabila mediasi gagal dan belum ada penyelesaian sengketanya mediasi yang sebelumnya berlangsung dapat mempersempit persoalan dan perselisihan.15

15

Kotibul Umam, Penjelasan Sengketa Di Luar Pengadilan, Penerbit Pustaka yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm.10


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang di lakukan dengan cara mempelajari ketentuan dan kaidah berupa aturan hukumnya atau ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul penelitian dan permasalahan yang di bahas.

Pendekatan empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan hubungan langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui hal-hal yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang di bahas dalam penelitian ini.

3.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data yang di peroleh dari hasil wawancara kepada pejabat kantor Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Bandar Lampung, beserta dosen hukum terutama ahli tenaga kerja, untuk dimintai pendapat maupun pandangan terhadap wewenang mediasi dalam menyelesaikan sengketa tenaga kerja.


(51)

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari bahan-bahan :

a. Bahan primer merupakan bahan hukum yang mengikat, bahkan hukum primer yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah :

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi

3. Pasal 103 Undang-undang Ketenagakerjaan Tentang Bentuk Sarana Industrial

4. Bab X UU No 13 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Sosial

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

6. pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003. pasal 8 Tentang Honorarium

7. Pasal 2 PERMA Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Kode Etik Mediator 8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Mediator

9. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasa mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer yang akan di ambil dari berbagai literatur atau buku-buku tentang hukum tenaga kerja ataupun buku lain yang bersangkutan.


(52)

39

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengelolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Untuk membantu dalam proses penelitian ini, maka penelitian menggunakan dua macam teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Studi Kasus

Studi Kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dengan membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Studi Lapangan

Untuk memperoleh data primer maka diadakan teknik wawancara. Dalam wawancara tersebut, digunakan teknik wawancara dengan bertanya secara terbuka kepada narasumber, dengan menggunakan beberapa catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik data primer maupun sekunder, dilakukan pengelolahan data dengan cara :

1. Seleksi Data, yaitu memilih mana data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang di bahas

2. Pemerikaan Data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapannya serta kejelasannya dan kebenaran jawaban

3. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar memudahkan dalam mendeskripsikannya


(53)

4. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisi dengan menggunakan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara menginterprestasikan data dan memaparkan dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya dan melalui pembahasan tersebut diharapkan permasalahan tersebut dapat terjawab sehingga memudahkan untuk di tarik kesimpulan dari permasalahan tesebut.


(54)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dibuat kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui upaya mediasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung yaitu para pihak yang berselisih harus melakukan perundingan Bipartite di tingkat perusahaan secara musyawarah, melakukan pengaduan dan pencatatan perselisihan hubungan industrial ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung jika terjadi kegagalan didalam perundingan Bipartite yang telah dilakukan dengan membawa surat maupun dokumen yang dapat mendukung pengaduan tersebut terutama risalah perundingan Bipartite, penetapan mediasi sebagai jalur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang di rundingkan secara musyawarah dan mufakat yang di tengahi oleh seorang mediator dan jika perselesaian melalui mediasi juga tidak mendapatkan kata sepakat maka mediator akan memberikan anjuran tertulis serta risalah yang berbentuk anjuran sebagai tiket untuk melanjutkan perkara ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial.


(55)

2. Faktor pendorong efektifitas mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah itikad baik para pihak, para pihak mau menerima saran atau anjuran dari mediator, mediator yang bersifat netral, mediator memiliki pengetahuan yang luas tentang hukum ketenagakerjaan, dan menguasai keterampilan dalam mediasi. Sedangkan faktor penghambatnya adalah para pihak yang masih emosi, kuasa hukum (advokat) yang menghambat proses mediasi dan ketidak hadiran salah satu pihak dalam proses mediasi hubungan industrial.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan diatas, maka penelitian mencoba memberikan saran bagi pihak-pihak terkait demi perbaikan di masa yang akan datang sebagai berikut :

1. Perselishan Hubungan Industrial sangat merugikan bagi pengusaha maupun pekerja/buruh oleh sebab itu saling menghargai dan menghormati antar keduanya sehingga tercipta hubungan kerja yang baik, karena jika hubungan kerja antar pengusaha dan pekerja/buruh sangat baik maka akan menguntungkan kedua nya, karena jika pengusaha dan pekerja/buruh tidak memiliki hubungan yang baik maka akan merugikan keduanya pengusaha mendapatkan keuntungan yang sedikit sedangkan pekerja/buruh tidak mendapatkan pekerjaan.


(56)

62

2. Mediator hendaknya selalu mendorong para pihak untuk mendaftarkan perjanjian bersama ke Pengadilan Hubungan Industrial guna memperoleh akta bukti pendaftaran agar perjanjian bersama tersebut memiliki kekuatan hukum tetap.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Syahrizal. 2009. Mediasi Dalam Hukum Syahriah, Hukum Adat, Hukum

Nasional. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Adji, Seno Oemar. 1991. Etika Prfesi dan Hukum Profesi Advokat. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia, Ghalia 30 Indonesia. Bogor.

Husni, Lalu. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Margono Suyud. 2000. ADR, alternative dispute resolution, & arbitrase: Proses

pelembagaan dan aspek hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mulyadi, Lilik dan Subroto Agus. 2011. Penyelesaian Perkara Pengadilan

Hubungan Industrial Dalam Teori Dan Praktik. PT. Alumni. Bandung.

Soeharto, H. 2005. Mediasi dan Perdamaian. Mahkamah Agung Republik Indonesia. Jakarta.

Sutiyoso, Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Gama Media. Yogyakarta.

Takdir, Rahmadi. 2010, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan

Mufakat. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Umam, Kotibul. 2010. Penjelasan Sengketa Di Luar Pengadilan, Penerbit Pustaka yustisia. Yogyakarta.

Usman Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung.


(58)

2

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaiian Perselisihan Hubungan Industrial.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi

Website

hppt://prosespenyelesaianperselisihanhubunganindustrial.html http://TanggungJawab Profesi Mediator.html


(1)

40

4. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisi dengan menggunakan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara menginterprestasikan data dan memaparkan dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya dan melalui pembahasan tersebut diharapkan permasalahan tersebut dapat terjawab sehingga memudahkan untuk di tarik kesimpulan dari permasalahan tesebut.


(2)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dibuat kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui upaya mediasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung yaitu para pihak yang berselisih harus melakukan perundingan Bipartite di tingkat perusahaan secara musyawarah, melakukan pengaduan dan pencatatan perselisihan hubungan industrial ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung jika terjadi kegagalan didalam perundingan Bipartite yang telah dilakukan dengan membawa surat maupun dokumen yang dapat mendukung pengaduan tersebut terutama risalah perundingan Bipartite, penetapan mediasi sebagai jalur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang di rundingkan secara musyawarah dan mufakat yang di tengahi oleh seorang mediator dan jika perselesaian melalui mediasi juga tidak mendapatkan kata sepakat maka mediator akan memberikan anjuran tertulis serta risalah yang berbentuk anjuran sebagai tiket untuk melanjutkan perkara ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial.


(3)

61

2. Faktor pendorong efektifitas mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah itikad baik para pihak, para pihak mau menerima saran atau anjuran dari mediator, mediator yang bersifat netral, mediator memiliki pengetahuan yang luas tentang hukum ketenagakerjaan, dan menguasai keterampilan dalam mediasi. Sedangkan faktor penghambatnya adalah para pihak yang masih emosi, kuasa hukum (advokat) yang menghambat proses mediasi dan ketidak hadiran salah satu pihak dalam proses mediasi hubungan industrial.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan diatas, maka penelitian mencoba memberikan saran bagi pihak-pihak terkait demi perbaikan di masa yang akan datang sebagai berikut :

1. Perselishan Hubungan Industrial sangat merugikan bagi pengusaha maupun pekerja/buruh oleh sebab itu saling menghargai dan menghormati antar keduanya sehingga tercipta hubungan kerja yang baik, karena jika hubungan kerja antar pengusaha dan pekerja/buruh sangat baik maka akan menguntungkan kedua nya, karena jika pengusaha dan pekerja/buruh tidak memiliki hubungan yang baik maka akan merugikan keduanya pengusaha mendapatkan keuntungan yang sedikit sedangkan pekerja/buruh tidak mendapatkan pekerjaan.


(4)

62

2. Mediator hendaknya selalu mendorong para pihak untuk mendaftarkan perjanjian bersama ke Pengadilan Hubungan Industrial guna memperoleh akta bukti pendaftaran agar perjanjian bersama tersebut memiliki kekuatan hukum tetap.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Syahrizal. 2009. Mediasi Dalam Hukum Syahriah, Hukum Adat, Hukum Nasional. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Adji, Seno Oemar. 1991. Etika Prfesi dan Hukum Profesi Advokat. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia 30 Indonesia. Bogor.

Husni, Lalu. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Margono Suyud. 2000. ADR, alternative dispute resolution, & arbitrase: Proses pelembagaan dan aspek hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mulyadi, Lilik dan Subroto Agus. 2011. Penyelesaian Perkara Pengadilan

Hubungan Industrial Dalam Teori Dan Praktik. PT. Alumni. Bandung.

Soeharto, H. 2005. Mediasi dan Perdamaian. Mahkamah Agung Republik Indonesia. Jakarta.

Sutiyoso, Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Gama Media. Yogyakarta.

Takdir, Rahmadi. 2010, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Umam, Kotibul. 2010. Penjelasan Sengketa Di Luar Pengadilan, Penerbit Pustaka yustisia. Yogyakarta.

Usman Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung.


(6)

2

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaiian Perselisihan Hubungan Industrial.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi

Website

hppt://prosespenyelesaianperselisihanhubunganindustrial.html http://TanggungJawab Profesi Mediator.html