Peranan Mediator Dan Tingkat Keberhasilannya Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Study Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Husni, Lalu, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di

Luar Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

_________,Peradilan Hubungan Industrial, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2009. Sutedi, Adrian, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, USU Press, Medan, 2010. Wijayanti, Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta,

2009.

Widodo, Hartono, dkk, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.

Asikin, Zainal, dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.


(2)

Margono, Suyud, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.

Agung RI, Mahkamah, Mediasi dan Perdamaian, Jakarta, 2005.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafika Persada, Jakarta, 2007.

Abbas, Syahrizal, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2009.

Harahap, Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Batubara, Cosmaz, Hubungan Industrial, PPM, Jakarta, 2008.

Prinst, Darwin, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.

Saleh, Wantjik, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981.

B. Perundang-undangan

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan


(3)

C. Internet

D. Sumber lainnya

Perdana, Surya, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan di Sumatera Utara, Disertasi, Program Pascasarjana USU, Medan, 2008.


(4)

BAB III

PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI

BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Peranan Mediator secara umum

1. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antar para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.107

107

Lihat Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Di dalam hubungan industrial, unsur yang terlibat di dalamnya dituntut untuk dapat menjalankan peranannya dan fungsinya dengan baik, sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis di antara para pelaku yang pada akhirnya akan dapat menggairahkan perkembangan ekonomi, menciptakan ketenangan usaha dan


(5)

ketentraman kerja serta dapat mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja.108 Selain itu, jika tercipta suatu hubungan industrial yang baik, maka akan dapat mencegah terjadinya kejahatan dan kerugian bagi perusahaan (crime and loss prevention).109

Di dalam suatu hubungan bahkan dalam hubungan industrial sendiri pun, terjadinya perselisihan merupakan hal yang wajar bahkan sering terjadi dan sukar untuk dihindari. Tiap-tiap pelaku hubungan industrial berusaha mempertahankan kepentingannya, di mana masing-masing pelaku akan berjuang agar kepentingan yang dianutnya dapat dipertahankan dalam interaksi hubungan industrial. Karena masing-masing pelaku hubungan industrial mempertahankan kepentingannya, maka dalam interaksi akan terjadi konflik kepentingan.110

108

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 9.

109

Cosmas Batubara, Hubungan Industrial, (Jakarta, PPM, 2008), hal. viii. 110

Ibid, hal. 1.

Oleh karena itu, keterampilan menyelesaikan masalah melalui perundingan atau yang lebih sering dikenal dengan istilah negosiasi di dalam hubungan industrial adalah suatu hal yang penting untuk dikuasai oleh para pelakunya untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak yang sedang berselisih. Negosiasi adalah suatu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap bahwa pihak lain memiliki pandangan, sikap dan anggapan yang berbeda terhadap hal-hal yang merupakan kepedulian dari pihak lainnya.


(6)

Proses mediasi sangat tergantung pada lakon yang dimainkan oleh pihak yang terlibat dalam penyelesaian perselisihan tersebut, di mana pihak yang terlibat langsung adalah mediator dan para pihak yang berselisih itu sendiri. Mediator sebagai negosiator harus memiliki keterampilan dalam mengelola konflik, melakukan pemecahan masalah secara kreatif melalui kekuatan komunikasi dan analisis.111 Keberadaan mediator sebagai pihak ketiga, sangat tergantung pada kepercayaan

(trust) yang diberikan para pihak untuk menyelesaiakan sengketa mereka. Kepercayaan ini lahir karena para pihak beranggapan bahwa seseorang dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. Kepercayaan seperti inilah yang menjadi faktor penting bagi mediator sebagai modal awal dalam menjalankan proses mediasi. Meskipun demikian, mengandalkan kepercayaan dari para pihak semata tidak menjamin mediator mampu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan para pihak. Oleh karena itu, mediator harus memiliki sejumlah persyaratan dan keahlian yang akan membantunya menjalankan proses mediasi.112

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Adapun yang menjadi persyaratan untuk bisa menjadi mediator adalah :

b. Warga negara Indonesia;

c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;

d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;

111

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 141. 112

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta, Kencana, 2009), hal. 60.


(7)

e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak bercela; f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S-1); dan g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.113

Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya perdamaian tetap berada di tangan para pihak itu sendiri. Dari definisi tersebut, mediator dianggap sebagai “kendaraan” bagi para pihak untuk berkomunikasi. Mediator tidak akan ikut campur dalam menghasilkan putusan. Oleh sebab itu dapat diduga bahwa putusan yang dihasilkan melalui mediasi akan permanen dan menyenangkan pihak-pihak yang telah mengakhiri perselisihan.114

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisiham, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Di mana dalam proses mediasi, mediator mempunyai peranan sebagai penengah, dan untuk menjalankan perannya tersebut, seorang mediator harus menjalankan tugasnya yaitu

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mediator sebagai pihak ketiga yang netral memiliki peranan untuk membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja.

113

Pasal 9 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

114

Hamid Sarong, dikutip dari http://www.pkh-aceh.net/index.php?action=catalog.rebuild&catalog_id=NTU=&title=TUVESUFTSSBEQU4gQVJCS VRSQVNFLmRvYw== pada tanggal 10 Agustus 2010.


(8)

secara aktif membantu para pihak dalam memberikan pemahamannya yang benar tentang perselisihan yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif penyelesaian yang terbaik namun kesepakatan tersebut ditentukan sendiri oleh para pihak. Mediator tidak dapat memaksakan gagasannya sebagai penyelesaian perselisihan yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah orang yang memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang bidang-bidang yang terkait dengan perselisihan yang sedang dihadapi oleh para pihak.115

115

Dikutip dari

Dalam hal tercapai kesepakatan melalui mediasi, dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator dan kemudian mediator wajib mendaftarkan Perjanjian Bersama tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Namun dalam hal tidak tercapai kesepakatan melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

tanggal 18 Agustus 2010.


(9)

Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besar dapat digali beberapa asas hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa melalui mediasi, salah satunya yaitu asas mediator aktif. Maksud daripada asas tersebut adalah setelah mediator ditunjuk, maka langkah awal yang wajib dilakukan mediator adalah menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi. Kemudian mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka yang bersengketa dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan para pihak dapat mengundang seorang atau lebih saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atas pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian perbedaan. Namun harus diingat kebebasan mediator di sini hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, artinya mediator hanya memberi semangat serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak dapat memaksakan kehendaknya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, apalagi berpihak kepada salah satu pihak.116

116

Surya Perdana, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan di Sumatera Utara, Disertasi, Program Pascasarjana USU, Medan, 2008, hal. 52.

Dari asas mediator aktif tersebut dapat terlihat peranan-peranan seorang mediator dalam penyelesaian perselisihan, yaitu untuk memfasilitasi proses mediasi dan menjembatani kepentingan-kepentingan para pihak.


(10)

2. Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Undang-undang ini memberikan dorongan kepada pihak yang bersengketa agar menunjukkan itikad baik, karena tanpa itikad baik apa pun yang diputuskan di luar pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 mengatur dua hal utama, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Di mana disebutkan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dan alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu dari sistem ADR di Indonesia adalah dasar negara Indonesia yaitu Pancasila di mana dalam filosofinya disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Hal demikian juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Posisi mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 ini berada di bawah payung


(11)

alternatif penyelesaian sengketa selain sejumlah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan lainnya yang berupa konsultasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli.117

Dalam pengertian secara yuridis berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ditemukan pengertian mediasi secara jelas, namun secara implisit pengertian mediasi ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (3) yang menyebutkan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau kebih penasehat ahli maupun melalui seorang atau lebih mediator.

Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa cukup terbatas disebutkan dalam undang-undang ini, yaitu hanya ada dalam dua pasal, yaitu Pasal 1 butir 10 dan Pasal 6 yang terdiri dari sembilan ayat.

118

117

Syahrizal Abbas, Op..Cit, hal. 297. 118

Lihat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator. Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi, para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat diuraikan secara lengkap.


(12)

Pada umumnya, mediator memiliki peranan sebagai garis rentang bagi yang terlemah dan yang terkuat dalam penyelesaian suatu sengketa. Sisi peran yang terlemah dapat dilihat apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut :

a. Penyelenggara pertemuan; b. Pemimipin diskusi rapat;

c. Pemelihara atau penjaga aturan perundangan agar proses perundingan berlangsung secara baik;

d. Pengendali emosi para pihak;

e. Pendorong pihak/ perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya.119

Sedangkan peran yang terkuat yang dimiliki mediator dapat dilihat dari pengerjaannya dalam perundingan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan; b. Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak;

c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut harus diselesaikan;

d. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah;

e. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah; f. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu.120

119

H. Soeharto seperti dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), hal. 18.


(13)

Seorang mediator juga harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada prinsip-prinsip keadilan yang luas, kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan dalam pertukaran negosiasi di antara para pihak. Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang mediator juga dapat bertindak sebagai :

a. Katasilator, yaitu untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif diantara para pihak yang bersengketa

b. Pendidik, yaitu seorang mediator harus memahami kehendak, keinginan dan aspirasi dari semua pihak yang bersengketa.

c. Narasumber, yaitu sebagai seorang narasumber, mediator berfungsi sebagai tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi dan juga sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak.

d. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para pihak untk dikomunikasikan pada pihak lainnya, oleh karena itu seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang bersengketa.

e. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan kerangka waktu yang sudah dirancang.121

120

Ibid, hal. 19. 121


(14)

Peran-peran ini harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi mediator dalam suatu penyelesaian perselisihan. Mediator harus menggunakan kemampuannya secara maksimal untuk memberikan yang terbaik sehingga para pihak yang berselisih merasa puas dengan keputusan yang mereka buat dan sepakati atas bantuan mediator. Untuk menampilkan perannya secara maksimal, pada tahap pendahuluan sidang mediasi, mediator terlebih dahulu menjelaskan proses mediasi dan peranan dari seorang mediator meskipun mungkin salah satu atau kedua belah pihak sudah mengetahui cara kerja mediasi dan peranan seorang mediator. Namun akan sangat bermanfaat apabila mediator menjelaskan hal tersebut di hadapan para pihak dalam proses mediasi. Penjelasan tersebut terutama berkaitan dengan identitas dan pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme pelaksanaannya, kerahasiaannya dan hasil-hasil dari proses mediasi. Bila para pihak sudah memahami dengan sempurna mekanisme kerja mediasi, maka mediator akan lebih mudah menampilkan perannya secara maksimal.122

Setiap pihak diberikan kesempatan untuk mempresentasikan atau saling menjelaskan duduk persoalan yang menjadi pokok sengketa mereka kepada mediator secara bergantian. Di mana tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberi informasi kepada mediator dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling mendengarkan duduk persoalan dan keinginan masing-masing. Dan salah satu peran penting dari seorang mediator di sini adalah mengidentifikasi masalah/ hal yang telah

122


(15)

disepakati bersama antar para pihak. Hal ini akan membantu para pihak melihat aspek positif pada permasalahan yang terjadi.123

a. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar;

Mediator juga perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang dipersengketakan dan sedang berkembang. Kemudian mengadakan negosiasi untuk mencapai putusan yang merupakan hasil negosiasi dari para pihak. Di mana putusan mediasi ditentukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan mediator lebih bersifat membantu para pihak dalam memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Dari tahapan-tahapan proses mediasi yang secara implisit merupakan fungsi dari seorang mediator, maka peran mediator secara ringkas meliputi :

b. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi;

c. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak;

d. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi yang baik; e. Menguatkan suasana komunikasi;

f. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan; g. Memfasilitasi creative problem solving di antara para pihak; h. Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif.124

3. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

123

Mahkamah Agung RI, Op.Cit, hal. 43. 124


(16)

Bentuk penyelesaian perselisihan yang pertama dan paling penting adalah negosiasi. Di mana pengertian negosiasi secara umum dapat diuraikan sebagai salah satu strategi penyelesaian sengketa yang mana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Dengan kata lain para pihak terlibat secara langsung. Meskipun demikian, ketika konfrontasi meningkat antara para pihak yang menyebabkan negosiasi sulit dilakukan, maka penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui alternatif lain seperti mediasi. Mediator dapat berperan untuk memperlancar proses negosiasi yang tertunda di antara para pihak yang bersengketa.125

Mediasi menjadi bagian integral dalam penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg, di mana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pada hari yang ditentukan, jika kedua belah pihak menghadap ke pengadilan dengan perantaraan Ketua sidang memperdamaikan mereka126, artinya Ketua Majelis wajib mencoba mendamaikan para pihak. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003, yaitu semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.127

125

Syahrizal Abbas, Op.Cit, hal. 10. 126

K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, hal. 23. 127

Lihat Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.


(17)

karena itu, menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 ini, mediasi bersifat wajib, di mana pada sidang hari pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan proses mediasi.128

Berjalannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator, di mana mediator memiliki peranan penting dalam menjaga kelancaran proses mediasi. Mediator pada setiap pengadilan ada 2 (dua) yaitu hakim dan non hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai seorang mediator, yang mana setiap pengadilan harus memiliki mediator sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.129

Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.130

128

Lihat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

129

Lihat Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

130

Lihat Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Semua hal tersebut harus dikemukakan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak. Dalam proses mediasi juga tidak ditutup kemungkinan dilakukan pemanggilan saksi ahli tetapi harus dengan persetujuan para pihak. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para pihak menyelesaiakan sengketanya. Semua biaya jasa saksi ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan ke pengadilan, sebaiknya digunakan


(18)

saksi ahli yang lain kecuali orang yang ahli di bidang tersebut sedikit atau hanya ada 1 (satu) orang. Apa yang diungkapkan oleh saksi ahli dalam proses mediasi maupun pengadilan sifatnya bukan untuk memihak kepada salah satu pihak, tetapi berbicara mengenai fakta yang sebenarnya.131

a. Menjalin hubungan baik dengan para pihak yang bersengketa. Hal ini sangat penting dilakukan oleh seorang mediator agar para pihak tidak merasa takut untuk mengemukakan pendapatnya.

Ada banyak terdapat teori mengenai peranan seorang mediator. Namun secara umum, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator memiliki beberapa peranan, yaitu :

b. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting dilakukan agar mediator mengetahui bagaimana cara mengarahkan dan menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerja sama.

c. Merumuskan masalah dan menyusun agenda. Peran mediator di sini sangat penting karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar sebenarnya yang besar-besar saja. Di dalam persengketaan ada kepentingan lain yang dalam teori

Alternative Dispute Resolution (ADR) disebut interest base yang berarti apa

131

Dikutip dari http:/www.pemantauperadilan.com/delik/7-MEDIASI%20SEBAGAI%20ALTERNATIF%20PENYELESAIAN%20SENGKETA.pdf. pada tanggal 20 Agustus 2010.


(19)

yang para pihak benar-benar mau. Intereset base ini kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR.

d. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. Hal ini dilakukan karena terkadang ada pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang ada.

e. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah.

f. Menganalisa pilihan-pilihan penyelesaian sengketa untuk kemudian diberikan kepada para pihak dan sampai pada proses tawar-menawar sehingga tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak.132

Peran mediator ini hanya mungkin diwujudkan apabila ia memiliki sejumlah keahlian (skill). Keahlian tersebut dapat diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan sejumlah pengalaman dalam menyelesaikan suatu konflik atau sengketa.

Selain hal-hal di atas, mediator juga berkewajiban dan berperan banyak dalam menentukan jadwal pertemuan sebagai langkah dan tindakan pertama setelah terpilih atau ditunjuk sebagai mediator. Jadwal tersebut harus benar-benar realistis agar dapat dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat. Seorang mediator juga harus memperhatikan jalannya proses mediasi, seperti misalnya harus dihadiri oleh para pihak, dan para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya masing-masing. Pertemuan yang hanya dihadiri oleh kuasa hukum tanpa hadirnya para pihak

132


(20)

dapat dianggap tidak sah dan tidak mengikat, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 dikatakan kuasa hukum hanya diperbolehkan untuk mendampingi saja tidak untuk mewakili para pihak. Lagi pula sesuai dengan prinsip mediasi, yang paling mengetahui kepentingannya adalah pihak yang terlibat langsung, sehingga para pihak yang bersengketa sendiri yang paling menyadari penyelesaian yang terbaik bagi mereka.133

Mediator juga dapat berfungsi dan berperan sebagai pembantu atau helper, di mana ditegaskan bahwa mediator merupakan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak yang berfungsi untuk membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian.134 Sehubungan dengan fungsi dan peran mediator tersebut, maka mediator wajib untuk mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan menggali kepentingan para pihak melalui pilihan-pilihan yang dianjurkan dan wajib berperan sebagai pembantu yang cakap. Apabila fungsi dan peran tersebut dapat dilaksanakan oleh mediator dengan penuh kerendahan hati dan menjauhkan sifat arogansi, kemungkinan besar mediator dapat mengantarkan para pihak menuju gerbang perdamaian berdasarkan konsep win-win solution.135

Jika mediasi menghasikan kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang telah ditandatangani oleh para pihak. Kesepakatan yang telah diambil dan ditandatangani para pihak dalam

133

M. Yahya Harahap, Ibid, hal. 262. 134

Lihat Pasal 1 butir 5 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

135


(21)

proses mediasi harus dilaporkan kepada hakim untuk dapat ditetapkan dalam akta perdamaian. Namun sebelumnya, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan sebelum ditandatangani oleh para pihak untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.136

Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara yang lainnya. Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan, dan mediator tidak dapat dimintakan menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.137

Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun yang tidak mencapai kesepakatan (gagal), mediator harus tetap memberitahukan kepada hakim dalam masa waktu 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak pemilihan atau penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agara hakim dapat mengetahui apakah sidang terhadap perkara yang dimediasi dilanjutkan atau sudah dapat ditutup. Bila kesepakatan diperoleh maka hakim akan mengakhiri proses sidang di pengadilan, sebaliknya jika mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sidang akan

136

Lihat Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

137

Lihat Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.


(22)

terus dilanjutkan di mana hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan hukum acara yang berlaku.138

4. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kehadiran Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Mediasi merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif). Oleh karena itu, mediasi mendapat kedudukan penting dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008. Di mana hakim diwajibkan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi huku m.139

Perkara yang dapat diupayakan mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan

138

Syahrizal Abbas, Ibid, hal. 328. 139

Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.


(23)

niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.140

Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat keterbatasan jumlah mediator dan tidak semua pengadilan tingkat pertama mempunyai mediator, maka berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini mengizinkan hakim untuk menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di pengadilan tersebut. Sedangkan mediator nonhakim dapat berpraktik di pengadilan bila memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI.141

140

Lihat Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

141

Lihat Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh hari) sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh hari) tadi. Selama proses mediasi berlangsung , mediator menjalankan perannya untuk menyiapkan jadwal pertemuan mediasi, mendorong para pihak secara langsung untuk ikut serta dalam proses mediasi dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus.


(24)

Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi menemui kegagalan atau mencapai kesepakatan kepada ketua majelis hakim. Mediasi dinyatakan gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.142

Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Di mana tindakan tersebut sangat penting dilakukan mediator dalam rangka mempertahankan proses mediasi. Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat Jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian, mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak serta mediator. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dengan masa 40 (empat puluh hari) sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim. Setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim dapat melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

142

Lihat Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.


(25)

komunikasi yang terbangun dengan baik akan memudahkan proses mediasi selanjutnya.

Pada peran ini, mediator harus dapat menggunakan bahasa-bahasa yang santun, lembut dan tidak menyinggung para pihak, sehingga para pihak komunikasi dua arah yang terbangun secara positif tersebut dapat dimanfaatkan mediator untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak. Peran yang seperti itulah yang dilakukan mediator untuk terciptanya proses mediasi.

Dalam praktiknya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ditemukan sejumlah peran mediator yang muncul ketika proses mediasi berjalan, antara lain :

a. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak;

b. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana yang baik;

c. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan; d. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-menawar;

e. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.143

Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Pasal 5 ditegaskan bahwa dalam menjalankan peranannya, mediator berkewajiban untuk memiliki sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesaian sengketa melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang ahli di bidangnya dan memiliki

143


(26)

integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses mediasi.144 Namun mengingat bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 ada ditentukan sanksi,145

B. Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

maka perlu dipertimbangkan ketersediaan dari sumber daya manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik. Oleh sebab itu, peranan mediator tersebut dapat diwujudkan jika ia memiliki sejumlah keahlian yang diperoleh melalui sejumlah pelatihan dan pengalaman dalam menyelesaikan konflik atau sengketa.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Di mana penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak dapat tercapai, maka para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi diharapkan dapat mengurangi perselisihan yang akan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial, oleh sebab itu penyelesaian perselisihan secara damai harus

144

Dikutip dari

145

Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.


(27)

tetap diupayakan secara maksimal oleh pegawai perantara (mediator) dengan menawarkan berbagai alternatif pemecahan.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai salah satu lembaga pemerintahan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang lebih baik terutama di bidang ketenagakerjaan, memiliki peranan yang penting dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini dikarenakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.146 Dalam hal ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan lah yang memiliki kewenangan untuk menyediakan mediator, sebagai pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara para pihak pengusaha dan pekerja/ buruh. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang termasuk ke dalam kategori facilitatif process.147

146

Lihat Pasal 8 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

147

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengket, berdasarkan sifat dari prosesnya, alternatif penyelesaian sengketa dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu :

a. Facilitatif process; adalah sebuah penyelesaian perselisihan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu (fasilitasi) para pihak menata prosesnya, dari mulai tempat pertemuan, lalu lintas perundingan para pihak, dokumentasi dan sebagainya.

b. Advicory process; adalah sebuah proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga yang netral untuk memberikan saran berdasarkan fakta dan berbagai pilihan penyelesaian yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa.

c. Determination process; adalah suatu proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga membuat keputusan tentang tindakan yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa para pihak.


(28)

Proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di mana mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai duduk perkara yang sedang dihadapi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Mediator juga dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk dimintai keterangannya dalam sidang mediasi yang berlangsung. Di mana tercapai kesepakatan melalui mediasi, maka dibuatlah Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Dan jika gagal mencapai kesepakatan melalui mediasi, meditor mengeluarkan anjuran tertulis yang dapat diterima atau pun ditolak oleh para pihak. Jika para pihak tidak menanggapi anjuran tertulis tersebut, maka dianggap menolak anjuran tertulis tersebut, namun jika para pihak menerimanya, mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak untuk membuat Perjanjian Bersama.

Peranan seorang mediator dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dipandang sangat krusial apabila seorang mediator dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antara para pengusaha dengan para pekerja/ buruh. Di mana dalam menjalankan perannya sebagai penjembatan dua kepentingan yang berbeda antara para pihak tersebut, memiliki tujuan agar dapat menghindari semakin kompleks dan rumitnya suatu


(29)

perselisihan yang dihadapi, sehingga dapat meminimalisir perselisihan dan mencari formula baru terhadap pengaturan hubungan kerja guna menghindari terjadinya perselisihan hubungan kerja yang sama di kemudian hari.148

Jika masalah tersebut sampai penyelesaiannya melalui proses mediasi, maka mediator menjalankan perannya untuk menjembatani dua kepentingan yang berbeda tersebut. Mediator dalam sidang mediasi dapat memberikan pemahaman beserta anjuran kepada para pihak dengan memberikan penjelasan kepada pihak pekerja mengapa pihak pengusaha mengeluarkan peraturan tersebut, misalnya agar produktivitas kerja dapat berjalan dengan baik maka larangan menikah antar sesama karyawan di dalam satu perusahaan dikeluarkan, karena dianggap dapat mengganggu konsentrasi untuk bekerja. Sebaliknya, mediator juga dapat memberikan penjelasan kepada pengusaha agar dapat memaklumi hal tersebut, misalnya dengan memindahakan salah satu dari mereka di bagian lainnya tetapi masih di bawah perusahaan yang sama. Namun, jika pada akhirnya pengusaha tetap berkeras untuk mempermasalahkan hal tersebut karena dianggap tidak efektif bila pasangan suami Sebagai contoh, misalnya di dalam suatu perusahaan memiliki peraturan bahwa sesama pegawai/ karyawan tidak diperbolehkan untuk menikah, namun tidak dapat dihindari bahwa setiap manusia bisa saja jatuh cinta di mana saja dan kapan saja, termasuk di dalam suatu perusahaan yang sama. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan perselisihan di antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja.

148

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.


(30)

isteri bekerja dalam satu perusahaan yang sama dan hal tersebut pada awalnya merupakan isi perjanjian kerja bersama antar para pihak dan sudah disepakati, maka mediator memberikan pilihan-pilihan penyelesaiannya dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Walaupun pada akhirnya pekerja yang melanggar aturan tersebut diberhentikan, pengusaha harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, misalnya tetap membayar uang pesangon.149

Untuk dapat menjalankan perannya dalam menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda tersebut, seorang mediator harus memilki kemampuan-kemampuan yang baik, misalnya mampu membangun komunikasi yang baik dengan para pihak yang berselisih, karena dalam praktik banyak ditemukan ada para pihak malu dan segan untuk mengungkapkan persoalan dan kepentingan mereka dan sebaliknya ada juga pihak yang terlalu berani menyampaikan pokok perselisihan dan tuntutannya sehingga kadang-kadang dapat menyinggung pihak lain. Oleh karena itu, mediator harus mampu mengendalikan komunikasi para pihak, agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar.150

Dalam proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sidang mediasi untuk mempertemukan para pihak yang berselisih dilakukan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan. Dalam waktu 10 (hari) sejak pertemuan terakhir dilakukan, mediator harus sudah ada membuat anjuran tertulis yang kemudian akan

149

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.

150


(31)

diterima atau ditolak oleh para pihak, sehingga tidak membuang-buang waktu dan dapat dilanjutkan kepada proses penyelesaian perselisihan lainnya apabila anjuran tertulis tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak.151

A. Contoh Kasus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Di mana mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan.

BAB IV

TINGKAT KEBERHASILAN MEDIATOR DALAM

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI

DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan riset dengan cara wawancara kepada beberapa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Dari hasil riset, penulis mendapatkan informasi-informasi bahwa sampai saat ini terdapat 18 (delapan belas) orang mediator yang bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Kemudian penulis juga mendapatkan informasi bahwa dari Januari 2010 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2010, ada sebanyak 165 buah kasus perselisihan hubungan industrial yang telah terdaftar untuk diselesaikan melalui proses mediasi.

Kasus : Pemutusan Hubungan Kerja

Nama pemohon : Saiful

151

Hasil wawancara dengan Bapak B. Simanjuntak, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 31 Agustus 2010.


(32)

Pekerjaan pemohon : Karyawan Perusahaan Bingkai (AZAN)

Berdasarkan surat pemohon kepada Bapak Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan tertanggal 12 Maret 2010, bahwa kronologis dari kasus pemutusan hubungan kerja tersebut didahului dengan dirumahkannya pemohon oleh Mandor perusahaan, yaitu oleh Behok. Peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Juli tahun 2009. Pihak Mandor Perusahaan telah merumahkan pemohon karena ada masalah intern di antara mereka berdua, akan tetapi pihak Mandor mengatakan hal tersebut hanya untuk sementara, namun setelah ditunggu-tunggu hingga sampai satu bulan, pemohon mempertanyakan kepada pihak perusahaan mengenai kejelasan statusnya, dan pihak perusahaan melalui Mandor mengatakan sudah ada pekerja lain untuk menggantikan pemohon. Dengan demikian, pihak perusahaan secara resmi telah memutuskan hubungan kerja pemohon terhitung sejak Juli 2009.

Pemohon telah bekerja di Perusahaan Bingkai Azan selama 1 tahun 8 bulan dan hubungan kerja pemohon dengan perusahaan selama itu berjalan dengan baik. Pemohon menerima upah harian sebesar Rp 35.000,- (tiga puluh lima ribu rupiah) dan dibayarkan secara rutin per minggu sebesar Rp 210.000,- (dua ratus sepuluh ribu rupiah).

Oleh sebab itu, pemohon dalam surat permohonannya kepada Bapak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, memohon untuk proses penyelesaian perselisihannya dengan Perusahaan Bingkai Azan perihal pemutusan hubungan kerjanya agar pihak perusahaan melaksanakan kewajibannya dengan membayar hak pesangon pemohon sesuai ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan upah selama tidak bekerja dari bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku. Pemohon juga memohon agar pihak perusahaan menyelesaikan upah lemburnya, karena pemohon bekerja dari mulai jam 08.00 WIB s/d jam 17.00 WIB (rata-rata kelebihan jam kerja 1 jam selama ini), dengan perincian sebagai berikut:

- Pesangon : 2 x 2 x Rp 1.100.000,- = Rp 4.400.000,- - Ganti kerugian perumahan/perobatan 15% ;

15/100 x Rp 4.400.000,-

Jumlah = Rp 5.060.000,- = Rp 600.000,- - Upah penuh sejak bulan Juli 2009 s/d Desember 2009

(6 bulan) ; 6 x Rp 1.020.000,-

Jumlah Total =

= Rp 6.120.000,- Rp 11.180.000,-


(33)

Setelah menerima surat permohonan tersebut, maka mediator harus sudah segera melaksanakan tugasnya, di mana dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari, mediator harus sudah melakukan penelitian tentang duduknya perkara dan melakukan sidang mediasi. Mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut dan melakukan sidang mediasi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan.

Pada sidang-sidang mediasi yang dilakukan, mediator secara aktif harus mampu menjaga komunikasi yang efektif di antara masing-masing pihak sehingga mediator mampu menjembatani dua kepentingan yanng berbeda dari pihak-pihak yang berselisih. Mediator juga harus membuat daftar hadir dan notulen dalam tiap-tiap sidang mediasi yang telah dilakukan.

Dalam hal tercapai kesepakatan dalam sidang mediasi tersebut, dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator. Dan jika tidak tercapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.


(34)

Dari contoh kasus perselisihan hubungan industrial di atas, para pihak berhasil mencapai kesepakatan dan kemudian kesepakatan tersebut dituang dalam Perjanjian Bersama. Di mana isi dari Perjanjian Bersama tersebut adalah sebagai berikut :

PEMERINTAH KOTA MEDAN

DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA

Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 14 Telp. 4514424 – 4146 981 Fax. 4511428 MEDAN - 20154

P E R S E T U J U A N B E R S A M A

Pada hari ini Rabu, 31 Maret 2010 bertempat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

I.Nama : Azan

Perusahaan : Pengusaha Bingkai

Alamat : Jln. M. Bazir Tanah Serambe Marelan Medan Selanjutnya disebut sebagai Pihak I (pertama) ...

II.Nama : Saiful

Pengusaha Alamat : Jln. M. Bazir Marelan Medan.

Selanjutnya disebut sebagai pihak II (kedua) ... Pekerja Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 13

ayat (1) antara Pihak I dan Pihak II telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi sebagai berikut :

-Bahwa Pihak I dan Pihak II sepakat untuk mengakhiri hubungan kerjanya terhitung sejak penandatanganan persetujuan bersama ini.

-Bahwa akibat pengakhiran hubungan kerja tersebut, Pihak I bersedia memberikan uang pisah ( Good-Will ) sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah ) dan Pihak II dapat menerimanya dengan baik dan akan dibayar pada saat penandatanganan persetujuan bersama ini.

-Bahwa dengan diterimanya uang pisah ( Good-Will ) tersebut, maka segala hak dan kewajiban kedua belah pihak dan hak-hak normatif lainnya telah selesai dengan sendirinya, dan permasalahan hubungan kerja antara Pihak I dan Pihak II telah selesai secara menyeluruh dan tidak ada lagi dakwa-dakwi dikemudian hari.

Demikian Persetujuan Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik.


(35)

(Pekerja) (Pengusaha)

( S A I F U L ) ( A Z A N )

Menyaksikan

Mediator Hubungan Industrial

NIP. 195510261982031004 Drs. B. SIMANJUNTAK

Karena contoh kasus di atas merupakan salah satu kasus penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi. Di mana antara para pihak berhasil mencapai kesepakan, dan para pihak menyetujui untuk menuangkan kesepakatan tersebut dalam Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan mediator, maka Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran oleh mediator.

Dari 165 kasus yang terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, terdapat 67 kasus yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke dalam Perjanjian Bersama, salah satu contohnya seperti kasus di atas, sedangkan 98 kasus lagi diteruskan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. Dan dari presentase jumlah ini dapat dilihat bahwa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan cukup


(36)

berhasil menjalankan perananya dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

B. Klasifikasi Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Mengingat peranan mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka seorang mediator harus memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi internal mediator tersebut.

Sisi eksternal seorang mediator berkaitan dengan persyaratan formal152

Yang dimaksud dengan kemampuan personal mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial adalah berupa kemampuan-kemampuan ataupun keahlian-keahlian yang dimiliki secara pribadi oleh seorang mediator. Di mana, dalam menjembatani pertemuan dengan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga dan mengontrol proses negosiasi, menawarkan pilihan-pilihan penyelesaian

yang harus dimiliki oleh seorang mediator dalam hubungannya dengan penyelesaian perselisihan yang ditangani. Sedangkan sisi internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan personal mediator tersebut dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang mediator yang baik guna menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi yang sedang ditanganinya.

152

Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, mengatur sejumlah syarat bagi mediator, di antaranya Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi.


(37)

perselisihan bahkan sampai kepada proses perumusan kesepakatan penyelesaian perselisihan, mediator harus dapat melaksankan tugas-tugasnya tersebut dengan baik dengan menggunakan keahlian-keahlian tertentu yang dimilikinya. Misalnya seorang mediator harus memiliki kemampuan untuk membangun kepercayaan para pihak, di mana kepercayaan yang diberikan para pihak merupakan modal awal bagi mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kemampuan membangun kepercayaan merupakan sikap mediator yang harus ditunjukkan kepada para pihak bahwa dia tidak memiliki kepentingan apapun dalam penyelesaian perselisihan yang sedang ditanganinya, sehingga di sini mediator sebagai pihak ketiga yang netral dalam menjalankan proses mediasi, dapat berlaku adil dengan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan persoalannya.

Selain itu, mediator juga harus memiliki kemampuan untuk menunjukkan sikap empati dan tidak bersifat menghakimi dengan memberikan reaksi yang positif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan para pihak dalam proses mediasi, serta tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan ucapan yang berdampak pada perasaan tidak fair dari salah satu pihak.153

Di samping itu, seorang mediator dalam memiliki kemampuan komunikasi dengan baik, jelas dan mudah dipahami, juga merupakan kualifikasi yang harus dimiliki setiap mediator. Di mana dalam menjalin hubungan dengan para pihak dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik sehingga tidak terjadi salah tafsir dari

153


(38)

kedua belah pihak ketika proses mediasi berlangsung. Di sinilah sisi internal seorang mediator berperan sangat penting di dalam proses mediasi.154

C. Kendala-Kendala yang Dialami Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Walaupun mediator sebagai pihak ketiga yang netral terlibat langsung dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui proses mediasi, dan dengan kualifikasi yang baik yang dimiliki oleh mediator dalam menawarkan berbagai macam solusi dan merumuskan kesepakatan, bukan berarti mediator yang akan menentukan hasil kesepakatan. Keputusan akhir tetap berada di tangan para pihak yang berselisih. Mediator hanya membantu mencari jalan keluar, menjadi jembatan agar para pihak bersedia duduk bersama menyelesaikan perselisihan yang sedang dialami.

Hakim memegang kekuasan tertinggi dalam persidangan. Sedangkan dalam proses mediasi, kekuasaan tertinggi ada di para pihak masing-masing yang sedang berselisih. Mediator sebagai pihak ketiga yang dianggap bersifat netral hanya bertugas untuk membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja. Hasil dari proses persidangan adalah putusan hakim. Sedangkan dalam proses mediasi menghasilkan suatu kesepakatan yang diperoleh dari masing-masing pihak. Kesepakatan para pihak ini memiliki sifat yang kuat dibandingkan dengan putusan pengadilan. Hal ini dikarenakan kesepakatan tersebut merupakan persetujuan bersama

154

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.


(39)

yang diperoleh dari musyawarah untuk mufakat oleh para pihak. Artinya kesepakatan tersebut adalah hasil kompromi atau jalan yang telah mereka pilih untuk disepakati demi kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan jika dalam putusan pengadilan, terdapat pihak lain yang ikut memutuskan, yaitu hakim. Dengan kata lain putusan pengadilan itu bukan hasil dari kesepakatan para pihak, sehingga ada pihak yang menang ada yang kalah.

Di dalam proses mediasi juga akan ditemui berbagai dilema ataupun kendala dalam pelaksanaannya. Demikian halnya di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, kerap kali juga mediator menemui berbagai kendala. Kendala-kendala yang dialami oleh mediator pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan antara lain :

1. Sulitnya menyatukan kepentingan kedua belah pihak.

Kendala terbesar yang dialami oleh mediator dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah sulitnya menyatukan kepentingan dari para pihak yang berbeda-beda dan juga tercapainya kata sepakat yang menguntungkan kedua belah pihak secara adil. Pada dasarnya kesadaran para pihak untuk menyelesaikan perselisian hubungan indutrial melalui mediasi sudah cukup baik, mengingat proses mediasi cukup cepat, tidak memakan waktu yang lama serta memiliki biaya murah dibandingkan dengan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui jalur pengadilan. Akan tetapi dalam prosesnya sendiri, dirasakan sangat sulit bagi mediator untuk dapat menyatukan pemikiran dan kepentingan para pihak yang berselisih tersebut. Hal ini sering


(40)

terjadi karena sikap mental dari para pihak yang terkadang bertahan pada pola pikiran yang posisonal yang belum mau saling terbuka dalam proses penyelesaian perselisihan di antara para pihak. Sering sekali para pihak tetap mengutamakan kepentingannya, sehingga pihak lain merasa dirugikan dan cenderung tetap dalam “area konflik”. Para pihak juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat yang dapat menjadi solusi atau jalan keluar atas perselisihan yang tengah dihadapi, sehingga dapat menimbulkan terputusnya komunikasi di antar para pihak. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keteganggan atau adanya kepentingan yang tidak bisa dipertemukan.

2. Kemampuan setiap mediator yang berbeda-beda.

Tiap-tiap mediator memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menyelesaikan suatu perselisihan. Salah satu tugas dari mediator adalah untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan atau masalah-masalah yang menjadi pokok perselisihan di antara para pihak, mediator harus mampu membangun komunikasi yang terbuka di antara para pihak yang terlibat, mediator adalah tempat para pihak untuk bertanya mengenai persoalan yang mereka hadapi. Dan sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak, seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang berselisih. Akan tetapi dalam hal inilah timbul suatu kendala, di mana tidak setiap mediator memiliki kemampuan yang sama dalam menjalankan tugasnya. Mediator yang memiliki pengalaman lebih banyak cenderung memiliki


(41)

kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan proses mediasi, karena mediator sudah terbiasa menghadapi situasi di mana para pihak berselisih. Sedangkan mediator yang kurang memiliki pengalaman dan memiliki keterbatasan untuk membangun komunikasi yang baik dengan para pihak akan berpengaruh pada pelaksanaan proses mediasi.155

D. Upaya-Upaya yang Dilakukan Mediator dalam Menangani Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam menyelesaikan kendala-kendala yang dialami mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, mediator telah mengupayakan beberapa bentuk cara penyelesaian, diantaranya dengan :

1. Meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap mediator.

Seorang mediator harus mampu mengembangkan kepercayaan para pihak terhadap peran mediator, hal tersebut merupakan sikap yang harus ditunjukan oleh mediator kepada para pihak bahwa mediator tidak memiliki kepentingan apa pun terhadap penyelesaian perselisihan tersebut. Mediator hanya membantu para pihak untuk mengakhiri perselisihan. Mediator dalam memfasilitasi dan melakukan negosiasi antarpara pihak yang berselisih harus bersifat netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak dalam menjalankan proses mediasi tersebut. Seorang mediator harus mampu mendengarkan permasalahan dari setiap

155

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan pada tanggal 30 Agustus 2010.


(42)

pihak secara seimbang dan dapat menunjukan sikap empati kepada para pihak, dimana mediator harus memiliki rasa peduli terhadap perselisihan tersebut. Rasa empati ini ditunjukan mediator dengan berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari jalan keluar terbaik dari perselisihan yang sedang terjadi yang menguntungkan kedua belah pihak secara adil. Dengan terciptanya rasa kepercayaan para pihak kepada mediator maka dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga kepentingan kedua belah pihak dapat disampaikan dengan keterbukaan dan para pihak dibantu mediator dapat mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang sedang mereka hadapi. 2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian mediator dalam penyelesaian

perselisihan hubungan industrial.

Kemampuan maupun keahlian dari mediator dalam menyelesaikan suatu perselisihan hubungan industrial di antara para pihak dapat ditingkatkan melalui sejumlah pendidikan dan pelatihan (training) di bidang ketenagakerjaan. Dari setiap pendidikan dan pelatihan (training) ini, setiap mediator diharapkan mampu meningkatkan keahliannya dalam menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda melalui komunikasi yang baik dengan para pihak sehingga dapat menjalankan perannya dengan baik untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan setiap pihak (win-win solution). Dengan demikian, melalui pelatihan dan pendidikan tersebut kemampuan setiap mediator menjadi merata, dan setiap mediator dapat saling berbagi pengalaman sehingga tidak terjadi ketimpangan keahlian diantara mediator dalam menyelesaikan perselisihan.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini, maka dapat ditarik kesimpulan dari penjabaran dalam bab-bab sebelumnya adalah :

1. Terdapat dua mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu melalui jalur non litigasi seperti penyelesaian secara bipartit, mediasi, konsiliasi serta arbitrase, dan juga melalui jalur litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, di mana hal tersebut tidak dapat dilakukan apabila belum ditempuh penyelesaian perselisihan melalui jalur non litigasi atau mediasi.

2. Peranan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial adalah sebagai fasilitator, yang mana seorang mediator harus berperan untuk dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antar para pihak yang sedang


(44)

berselisih. Di mana untuk menjalankan perannya tersebut, seorang mediator harus menjalankan tugasnya secara aktif dalam membantu para pihak dengan memberikan pemahamannya yang benar tentang perselisihan yang sedang dihadapi dengan membangun komunikasi yang baik di antara para pihak sehingga para pihak dapat mengemukakan pandangan dan tuntutan masing-masing secara terbuka. Dan pada akhirnya, seorang mediator dapat memberikan pilihan-pilihan penyelesaian perselisihan yang akan disepakati para pihak.

3. Tingkat keberhasilan seorang mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, secara spesifik mediator pada Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, cukup berhasil sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, di mana mediator secara umum berperan untuk menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda. Bahkan dari 165 kasus yang terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, terdapat 67 kasus yang selesai yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke dalam Perjanjian Bersama, sedangkan 98 kasus lagi diteruskan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. Secara persentase, jumlah kasus yang terdaftar dengan jumlah kasus yang berhasil dicapai kesepakatan melalui Perjanjian Bersama di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan masih dianggap kurang, namun mengingat tingkat keberhasilan seorang mediator tidak hanya dilihat dari jumlah kasus yang berhasil mencapai kesepakatan dan dituang ke dalam Perjanjian Bersama melainkan juga dilihat dari keberhasilan seorang mediator


(45)

dalam memberikan pilihan-pilihan solusi bagi para pihak apabila tidak tercapai kesepakatan bersama, maka peranan mediator di sini cukup berhasil. Hal ini dikarenakan isi dari Perjanjian Bersama dari ke-67 kasus yang berhasil mencapai kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pihak dibandingkan dengan 98 kasus lainnya yang diselesaikan melalui proses litigasi.

B.Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini adalah :

1. Hendaknya para pihak yang berselisih, lebih mengutamakan bentuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi dibandingkan dengan jalur litigasi. Selain untuk menghindari menumpuknya perkara di Pengadilan, biaya yang dikeluarkan lebih ringan, dapat menghemat tenaga dan waktu serta tidak menimbulkan kesan buruk kepada salah satu pihak, karena keputusan yang tercapai bersifat win-win solution.

2. Untuk meningkatkan peranannya, seorang mediator sebaiknya mengikuti pendidikan atau pelatihan di bidang ketenagakerjaan, khususnya dengan meningkatkan kemampuan mediator secara personal dalam menyelesaikan suatu perselisihan hubungan industral. Selain itu, mediator juga hendaknya lebih banyak bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dengan mediator yang lebih senior yang lebih banyak memiliki pengalaman dalam menyelesaikan suatu


(46)

perselisihan. Dengan demikian, mediator dapat menjalankan peranannya secara maksimal.

3. Untuk dapat lebih meningkatkan keberhasilan seorang mediator dalam menjalankan peranannya, ada baiknya dilakukan sosialisasi mengenai keuntungan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi yang dipimpin oleh seorang mediator. Di mana mediator dengan lebih aktif mensosialisasikan apa itu mediator, bagaimana peranannya dapat berjalan dengan efektif dalam penyelesaian suatu perselisihan, sehingga mediasi dapat berhasil dilakukan. Karena sampai saat ini, belum semua masyarakat mengenal siapa itu mediator dan apa perannya dalam penyelesaian perselisihan melalui mediasi, padahal dengan adanya mediator sebagai pihak ketiga yang bersifat netral, dapat membantu para pihak untuk bertukar pikiran dan mencari solusi-solusi penyelesaian perselisihan dengan tidak menimbulkan kerugian dibandingkan apabila penyelesaian perselisihan dilakuka n melalui jalur litigasi.


(47)

BAB II

MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL

A. Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial

1. Sejarah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam bidang perburuhan, perselisihan ini mulai dikenal sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda yakni bermula sebagai akibat dari buruh kereta api yang pertama kali melakukan pemogokan.22

22

H. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 206.

Di mana yang pertama kali diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang ketenagakerjaan adalah cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, khususnya di sektor pengangkutan kereta api dengan dibentuknya verzoeningsraad (dewan pendamai). Peraturan tentang dewan pendamai bagi perusahaan kereta api dan term untuk Jawa dan Madura adalah


(48)

Regerings Besluit tanggal 26 Februari 1923, Stb. 1923 No. 80 yang kemudian diganti dengan Stb. 1926 No. 224. Namun, pada tahun 1937 peraturan di atas dicabut dan diganti dengan Regerings Besluit tanggal 24 November 1937, Stb. 1937 No. 31 Tentang Peraturan Dewan Pendamai bagi perusahaan kereta api dan term yang berlaku untuk seluruh Indonesia.23

Sedangkan tugas dewan pendamai ini ialah : memberi perantaraan jika di perusahaan kereta api dan trem timbul atau akan terjadi perselisihan perburuhan yang akan atau telah mengakibatkan pemogokan atau dengan jalan lain merugikan kepentingan umum. Pada tahun 1939 dikeluarkan peraturan cara menyelesaikan perselisihan perburuhan pada perusahaan lain di luar kereta api (S. 1939 Nomor 407)

Regerings Besluit tanggal 20 Juli 1939 peraturan ini kemudian diubah dengan S. 1948 Nomor 238.24

Itulah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda sehubungan dengan masalah perselisihan perburuhan pada waktu itu terjadi. Selanjutnya pada awal kemerdekaan perselisihan industrial tidak begitu tajam atau belum sampai pada taraf yang penting dan mengganggu perekonomian. Hal ini dapat dimaklumi karena segala perhatian bangsa dan seluruh rakyat Indonesia pada waktu itu ditujukan pada bagaimana cara mempertahankan negara kita yang ingin direbut kembali oleh pemerintah Belanda.25

23

Zaeni Asyhadie II, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 129. 24

H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 208. 25


(49)

Perselisihan-perselisihan perburuhan yang besar dan penting yang disertai pemogokan mulai timbul setelah pengakuan kedaulatan, karena kaum buruh dan rakyat pada umumnya dengan penuh kesadaran akan harga pribadi mulai membelokkan perhatiannya ke arah perjuangan dalam lapangan sosial ekonomi.26 Namun, karena terus-menerus terjadi pemogokan yang menyebabkan keamanan dan ketertiban sangat terganggu, dikeluarkanlah Peraturan Kekuasaan Militer tanggal 13 Februari 1951 Nomor 1 Tentang Penyelesaian Pertikaian Perburuhan. Peraturan ini melarang adanya pemogokan di perusahaan yang vital, yakni dengan mengancam barang siapa yang melakukan pemogokan dan atau menutup perusahaan dihukum dengan hukuman kurungan tingginya satu tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000,00.27

Namun, karena dalam kenyataannya peraturan ini tidak membawa hasil seperti yang diinginkan maka pada tahun 1951 juga pemerintah mengeluarkan undang-undang yakni Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.28

26

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan USU Press, 2010), hal. 140.

27

Zaeni Asyhadie II, Op.Cit. hal 132. 28

H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 211.

Dan ternyata dalam pelaksanaannya juga belum mampu menuntaskan masalah-masalah perburuhan pada masa itu. Undang-undang darurat ini sering mendapat kecaman dari para pihak, khususnya serikat buruh karena dipandangnya sebagai peraturan pengekangan terhadap hak mogok karena pihak yang hendak melakukan tindakan terhadap pihak lainnya, harus


(50)

memberitahukan maksudnya dengan surat kepada panitia daerah. Tindakan itu baru boleh dilakukan secepat-cepatnya tiga minggu sesudah pemberitahuan itu diterima oleh panitia daerah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan pidana.29

Adanya kecaman-kecaman inilah yang mendorong dicabutnya Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 dan sebagai penggantinya pada tanggal 8 April 1957 diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (LN. 1957 Nomor 42).30

Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan pada tahap awal mensyaratkan perselisihan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilaksanakan oleh para pihak yang berselisih. Apabila tidak dicapai perdamaian antara pihak yang berselisih setelah dicari upaya penyelesaian oleh para pihak, maka baru diusahakan penyelesaiannya oleh Badan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Badan ini juga dalam mencari penyelesaian harus tetap berpedoman pada asas musyawarah untuk mencapai mufakat serta harus pula memberi kesempatan kepada para pihak yang berselisih sebelum mengambil keputusan.31

Berdasarkan Pasal 1 ayat (e) Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, secara tegas untuk yang pertama kali dikenal sebutan pegawai yang diberi tugas untuk memberikan perantaraan (Pasal 3 ayat (2)). Pegawai adalah pegawai Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri

29

Zaeni Asyhadie II, Op.Cit. hal. 133. 30

H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 212. 31


(51)

Tenaga Kerja untuk memberikan perantaraan dalam perselisihan perburuhan. Dalam pelaksanaan tugasnya, pegawai perantara dapat bertindak sebagai juru penengah, juru pendamai, atau sebagai juru pemisah.32

a. Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini tercermin dari tindakan pekerja/ buruh atau pengusaha yang melanggar suatu ketentuan hukum. Misalnya pengusaha tidak mempertanggungkan buruh/ pekerjanya pada program Jamsostek, membayar upah di bawah ketentuan standar minimum yang berlaku, tidak memberikan cuti dan sebagainya.

2. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Menurut Charles D. Drake perselisihan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha dapat terjadi karena didahului oleh pelanggaran hukum juga dapat terjadi karena bukan pelanggaran hukum. Perselisihan perburuhan yang terjadi akibat pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan karena :

b. Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan, pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin lalu diperlakukan berbeda.33

Sedangkan perselisihan perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh :

a. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan. Misalnya menyangkut cuti melahirkan dan gugur kandungan, menurut pengusaha buruh/ pekerja wanita

32

Adrian Sutedi, Op.Cit. hal. 102. 33


(52)

tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami gugur kandungan, tetapi menurut buruh/ serikat buruh hak cuti harus tetap diberikan dengan upah penuh meskipun buruh hanya mengalami gugur kandungan atau tidak melahirkan.

b. Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja, misalnya buruh/ serikat buruh menuntut kenaikan upah, uang makan, transport, tetapi pihak pengusaha tidak menyetujuinya.34

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, bahwa jenis-jenis perselisihan hubungan industrial meliputi :

a. Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.35

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa perselisihan hak (rechtsgeschil)

merupakan perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak termasuk di dalamnya hal-hal yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, menurut Imam Soepomo, perselisihan hak terjadi karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja.

34

Ibid.

35


(53)

b. Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/ atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.36 Dari pengertian mengenai perselisihan kepentingan tersebut, jelaslah perbedaannya dengan perselisihan hak. Di mana tentang perselisihan hak, objek sengketanya adalah tidak dipenuhinya hak yang telah ditetapkan karena adanya perbedaan dalam implementasi atau penafsiran ketentuan peraturan perundang-undanngan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang melandasi hak yang disengketakan. Sedangkan dalam perselisihan kepentingan, objek sengketanya karena tidak adanya kesesuaian paham/ pendapat mengenai pembuatan, dan/ atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain, dalam perselisihan hak yang dilanggar adalah hukumnya, baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan, dalam perjanjian kerja, peaturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sedangkan dalam perselisihan kepentingan menyangkut pembuatan hukum dan/ atau perubahan terhadap substansi hukum yang sudah ada.37

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang

36

Ibid.

37


(54)

dilakukan oleh salah satu pihak.38 Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja yang paling banyak terjadi selama ini. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun buruh/ pekerja, di mana dari pihak pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dikarenakan buruh/ pekerja melakukan berbagai tindakan pelanggaran. Demikian sebaliknya, para buruh/ pekerja juga dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan pemutusan hubungan pemutusan kerja karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang teelah disepakati atau bertindak sewenang-wenang kepada buruh/ pekerja. Pemutusan Hubungan Kerja seringkali tidak dapat dihindari. Hal ini dapat dipahani karena hubungan antara buruh/ pekerja dengan pengusaha didasarkan atas kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Jika salah satu pihak sudah tidak menghendaki lagi untuk terikat atau diteruskan dalam hubungan kerja, sulit untuk mempertahankan hubungan kerja yang harmonis di antara kedua belah pihak.39

d. Perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh, yaitu perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.40

38

Asri Wijayanti, Loc.Cit.

39

Lalu Husni, Op.Cit. hal. 47. 40

Asri Wijayanti, Loc.Cit.


(55)

menyangkut masalah dominasi keanggotaan dan keterwakilan dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) di suatu perusahaan.41

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh :

a. Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.

b. Kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.

c. Pengakhiran hubungan kerja.

d. Perbedaan pendapat antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.42

B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan

1. Penyelesaian melalui Bipartit

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian perselisihan yang demikian merupakan penyelesaian perselisihan terbaik karena

41

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, (Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2007), hal. 153.

42


(1)

5. Bapak Kelelung Bukit, S.H., selaku dosen penasehat akademik penulis yang dengan sabar membimbing penulis selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kerelaan telah membagikan ilmunya kepada penulis sejak pertama kali penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Orangtuaku tercinta, Ayahanda H. Manurung dan Ibunda N. br. Simbolon, yang dengan penuh kasih sayang dan kesabaran telah membesarkan penulis dari kecil sampai saat ini, yang tanpa kalian penulis tidak dapat menyelesaikan semua ini. 8. Ketiga saudariku, Cory Manurung, Bertha Manurung dan Naomi Manurung

serta adik lelakiku, Justal Manurung, yang penuh cinta kasih bersama-sama saling menopang, mengingatkan dan saling mendoakan satu sama lain.

9. Teman-teman Agaveku terkasih, Kak Lista Purba, Adi Girsang, Gishela Hutagalung, Dea Panjaitan, Christina Hutauruk dan Vera Manalu, sangat bersyukur kita dapat bertemu dan boleh mengenal serta bertumbuh di dalam Dia. Semoga kita tetap bisa menjadi terang dan garam di dunia ini serta tetap mengutamakan Kristus di dalam seluruh aspek kehidupan kita.

10. Adik-adik kelompokku tersayang, Hotman Aruan, Leo Siringoringo, Rivai Sihaloho, David Sembiring dan Hanssen Tanakah, sangat bersyukur kakak bisa mengenal kalian. Walaupun kalian nakal-nakal, kalian tetap menjadi berkat bagi


(2)

kemuliaan bagi Dia melalui hidup kalian. Juga buat adik-adik kelompokku yang cantik, Carina Siahaan dan Yuliana Panjaitan, kakak yakin bukan suatu kebetulan akhirnya kita boleh bersama-sama belajar mengenal Dia di saat kakak akan menyelesaikan masa perkuliahan, semoga kalian semua dapat bertumbuh untuk dapat lebih mengerti kehendak-Nya dalam kehidupan masing-masing. 11. Teman-teman pelayanan di UKM KMK UP FH USU yang tak bisa disebut

namanya satu per satu, senang dan bersyukur bisa bersama-sama bersekutu dengan kalian, semoga pelayanan ini dapat menyenangkan hati Bapa.

12. Seluruh teman-temanku stambuk 2006, adik-adik stambuk 2007, 2008, 2009 dan 2010 serta kakak-kakak dan abang-abang seniorku yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

Penulis telah berusaha dengan segala kemampuan yang dimiliki dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa pasti ada kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis minta maaf dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan, baik bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain.


(3)

Penulis

Fitri Meylisa Manurung

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv ABSTRAKSI... vi BAB I : PENDAHULUAN

A.Latar Belakang... 1 B.Perumusan Masalah... 6


(4)

C.Tujuan dan Masalah... 6

D.Keaslian Penulisan... 8

E.Tinjauan Kepustakaan... 8

F. Metode Penulisan... 13

G.Sistematika Penulisan... 15

BAB II : MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A.Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial... 17

B.Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan 1. Penyelesaian melalui Bipartit... 25

2. Penyelesaian melalui Mediasi... 29

3. Penyelesaian melalui Konsiliasi... 36

4. Penyelesaian melalui Arbitrase... 42

C.Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial... 48

BAB III : PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A.Peranan Mediator secara Umum 1. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial... 56

2. Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa... 61

3. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan... 67

4. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan... 73 B.Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan


(5)

BAB IV : TINGKAT KEBERHASILAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

A.Contoh Kasus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial... 83 B.Kualifikasi Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial... 87 C.Kendala-Kendala yang Dialami Mediator dalam Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial... 89 D.Upaya-Upaya yang Dilakukan Mediator dalam Menangani

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial... 92 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 95 B. Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAKSI

Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum* Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum**

Fitri Meylisa Manurung***

Skripsi ini berjudul Peranan Mediator dan Tingkat Keberhasilannya dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Study Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan), di mana penulis menganalisa bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, selain itu skripsi ini juga membahas bagaimana peranan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan serta bagaimana tingkat keberhasilan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial


(6)

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang hukum yakni peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat. Sedangkan penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan cara mengobservasi bagaimana peranan mediator di lapangan.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui jalur non litigasi seperti penyelesaian secara bipartit, mediasi, konsiliasi serta arbitrase, dan juga melalui jalur litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Dalam proses mediasi, secara umum seorang mediator berperan untuk menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda dari para pihak yang berselisih. Peranan mediator diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Dalam menjalankan peranan-peranannya, mediator harus bertindak aktif dalam proses penyelesaian perselisihan, mulai dari meneliti duduk perkara yang sedang dialami para pihak hingga memberikan berbagai anjuran kepada para pihak yang berkaitan dengan perkara yang para pihak hadapi. Dengan demikian, seorang mediator dapat berhasil melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjembatani kepentingan para pihak yang sedang berselisih tersebut dalam proses penyelesaian melalui proses mediasi.

* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mediasi dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Terjadinya perselisihan