1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Santrock 2007 mengemukakan bahwa selama masa remaja kehidupan mereka akan dipenuhi seksualitas. Masa remaja adalah masa
explorasi seksual dan mengintegrasikan seksualitas ke dalam identitas seseorang. Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan tidak ada
habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah mereka memiliki daya tarik seksual, bagaimana berperilaku seksi, dan
bagaiamana kehidupan seksual mereka di masa depan. Sebagian besar remaja, bahkan termasuk remaja yang berusaha mengembangkan identitas seksual
yang matang, sejauh yang teramati oleh orang dewasa. Santrock 2007 mengungkapkan pula bahwa remaja adalah masa
dimana rasa ingin tahu mengenai informasi seksualitas merupakan hal yang sangat penting bagi remaja. Karena hal ini sehubungan dengan
berkembangnya aspek perkembangan fisiologisnya sehingga remaja berusaha untuk memenuhi kebutuhan pada tahap ini, hal ini akan dilakukan oleh
remaja salah satunya mencari tahu atau membahasnya dengan teman sebayanya mengenai seksualitas. Remaja mencari tahu dengan berbagai cara
salah satunya adalah media masa yang berupa akses internet yang sangat mudah dilakukan dimana-mana tanpa mengenal biaya, selain mengakses
2
internet remaja juga akan mencari dengan menonton Film Porno yang dengan mudah pula didapatkan oleh remaja itu sendiri.
Menurut Loekmono 1988 istilah film porno adalah hasil ciptaan manusia hasil kebudayaan manusia didalam usahanya untuk menyalurkan
pikirannya, fantasinya perasaannya dan tenaganya. Dengan demikian manusia memperlihatkan keunggulannya dibandingkan mahluk lainnya.
Dalam penelitian Firmanullah 2009 dikatakan bahwa di Indonesia sudah banyak sekali Film Porno dan pengedarnyapun mudah ditemukan
dimana-mana, Film Porno ini dibentukkan pada media kepingan VCD. Tidak heran juga remaja juga banyak yang tertarik untuk menonton ataupun
membeli VCD ini yang harganya relatif murah dan cara mendapatkannyapun mudah.
Menurut ASA Aliansi Selamatkan Anak menyatakan bahwa di Indonesia selain negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, juga
mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi. Sedangkan dari hasil statistic BKKBN 2004
menyatakan bahwa terdapat 2,4 juta situs film porno, dimana setiap harinya terdapat 68 juta permintaan mencari materi pornografi melalui internet.
Hasil penelitian dari PKBI Jawa Tengah 2002 sebagian besar responden laki-laki 67,57, dan 16,05 responden perempuan pernah
menggunakan media pornografi. Media yang digunakan adalah VCD 78,8, majalah 7,5, gambar 55,22, dan internet 9,4 dan buku
Stensil 2,3.
3
Menurut Sarwono 2013 salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah media yang menyajikan informasi,
rangsangan seksual melalui media sperti majalah, internet, VCD dan lain- lain melalui teknologi yang sudah canggih tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa
banyak remaja yang sedang berada dalam periode ingin tahu, ingin mnecoba dan ingin meniru apa yang dilihat atau didengarnya
dari media tersebut. Semakin sering remaja mengakses atau menonton film ataupun situs porno maka mereka akan merasa tertantang untuk
menirukannya setelah remaja tersebut mulai terangsang. Menurut Sarwono 2013 mengungkapkan bahwa perilaku seksual
remaja didefinisikan sebagai salah satu bentuk aktivitas atau bentuk tingkah laku remaja, yang merupakan manifestasi dari adanya dorongan untuk
memenuhi kebutuhan akan kesenangan dan kepuasan, berkaitan dengan organ-organ seksualnya.
Menurut Sarwono 2013 mengungkapkan bahwa bentuk bentuk perilaku yang dihasilkan dari kebiasaan menonton film porno ini sangat
beragam mulai dari perasaan tertarik, perilaku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksual pada perilaku ini berupa orang lain, diri sendiri,
dan orang didalam khayalannya. Pada saat remaja menonton film porno, remaja akan mengalami hasrat seksual dan akan juga megalami tingkat
kenikmatan yang diperoleh dari menonton film porno, setelah remaja mengalami tingkat hasrat seksual, remaja akan melakukan bentuk-bentuk
4
perilkau seksual tadi dengan berbagai cara ini akan dilakukan dengan pacar atau temannya.
Menurut Sarwono 2013 dampak yang ditimbulkan oleh perilaku seksual dapat berdampak serius misalnya seperti perasaan bersalah, depresi,
marah dan sampai mengugurkan kandungannya, disisi lain akibat dari psikososial adalah ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial
yang tiba-tiba berubah jika seseorang hamil, dan akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitar. Selain itu juga ada akibat-akibat putus
sekolah, dan terganggunya kesehatan dan risiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Akibat yang tidak terlalu tampak jika hanya dilihat sepintas
dan banyak dibicarakan oleh masyarakat adalah berkembanganya penyakit kelamin yang ada dikalangan remaja.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Wiradhana 2010 menjelaskan bahwa jumlah remaja yang beresiko berperilaku tidak sehat TRIAD KRR
menunjukkan 35,9 remaja melakukan perilaku seksual pra nikah dan 49,5 remaja mengidap AIDS dengan kelompok usia 20-29 tahun yang
diakibatkan dari perilaku seksual remaja. Dengan besarnya arus globalisasi informasi yang tidak terkendali akan mengakibatkan perilaku hidup yang
tidak berakhlak pada remaja dan menimbulkan perilaku remaja yang menyimpang dan dapat mempengaruhi dikehidupannya. Kondisi seperti ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Debuti di bidang keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga menjelaskan bahwa tingginya kasus
perilaku seksual pra nikah di kalangan remaja. Data
The Greater Jakarta
5 Transition to Adulthood
tahun 2010 menghasilkan bahwa 11 remaja belum menikah dan 10 remaja yang menikah telah melakukan hubungan seks
sebelum menikah, tingkat melakukan hubungan seksual pertama kali lebih tinggi pada usia 20-24 tahun dibandingkan dengan remaja yang berusia 25-29
tahun. Hal semacam ini diakibatkan dengan kurangnya sex education dan kurangnya pengelolaan serta penyuluhan dari pihak yang berwenang.
Penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Wirawanti 2002 mengemukakan bahwa dalam penelitiannya menghasilkan ada hubungan
yang signifikan antara perilaku seksual dengan sikap remaja terhadap pornografi. Semakin tinggi sikap terhadap pornogrfi maka semakin tinggi
pula perilaku seksualnya. Sedangkan penelitian Mariani dan Bachtiar 2010 yang berjudul keterpaparan materi pornografi dan perilaku seksual siswa
sekolah menengah pertama negeri di Mataram menunjukkan tidak adanya hubungan sebab akibat antara pemaparan pornografi dengan perilaku seksual
siswa. Karena ada perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Wirawanti 2002 dengan penelitian Mariani dan Bachtiar 2010 maka
peneliti tertarik untuk mengangkat tema tentang hubungan antara menonton film porno dengan perilaku seksual pada remaja.
Penelitian ini akan dilakukan di SMK Saraswati Salatiga. Dengan alasan bahwa SMK Saraswati Salatiga ini, adalah salah satu SMK swasta di
salatiga yang sebagian besar siwa di SMK adalah laki-laki, hasil wawancara guru BK di SMK tersebut mengungkapkan bahwa sebagian besar muridnya
sudah pernah menonton film porno dan alasan dari guru BK di SMK tersebut
6
diperkuat dengan alasan dari salah satu alumni dan siswa dari SMK tersebut mengungkapkan bahwa kebanyakan siswa sudah pernah menonton film porno
hal ini diperkuat dari letak sekolah yang strategis dekat dengan keramaian, serta lingkungan dari SMK ini terletak di dalam kota sehingga akses untuk
mencari bahan film porno ini sangat mudah, dan ditunjang dengan tingkat kecanggihan komunikasi yang tlah dimiliki para siswa di SMK tersebut,
misalnya degan mudahnya siswa mengakses
cybersex
dan mudahnya siswa dalam mencari VCD yang berbau porno. Hal tersebut memicu siswa untuk
melakukan perilaku seksual. Pada penelitian ini akan dilakuakn dikelas yang mempunyai responden sebagian besar laki-laki karena menurut guru BK
disini kalau siswa laki-laki pernah menonton tayangan maupun membaca bahkan mengkoleksi hal yang berbau seksualitas dengan melalui televisi,
majalah, film, ataupun online
cybersex
memiliki frekuensi yang lebih besar dibandingkan dengan siswa perempuan. Sehingga peneliti mengambil
responden pada kelas otomotif dan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh PKBI yang menyebutkan bahwa responden laki-laki lebih banyak
menggunakan media pornografi. Berdasarkan latar belakang masalah, penulis bermaksud melakukan
penelitian mengenai hubungan kebiasaan menonton Film Porno dengan Perilaku Seksual Remaja di SMK Saraswati Salatiga.
7
1.2. Rumusan Masalah