PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

THE INFLUENCE OF GOVERNMENT SPENDING, PRIVATE INVESTMENT, AND LABOR TO ECONOMIC GROWTH THE CITY OF

BANDAR LAMPUNG

By

DINASTY HERNATIARA

This research aims to understand the influence of the expenses of government (G) , private investment (I) and labor (TK) on economic growth (Y) in the city of bandar lampung .The data used was secondary data runtun time ( time series ) over a period 2001-2012 .The testing of hypotheses used with the approach the classical the assumption , hypothesis and ordinary least square (OLS) by using eviews 4.1

The analysis of the study this really shows you that the variable government spending , private investment and labor influential positive and significantly to economic growth in the city of bandar lampung .From the study in addition to providing the estimation results also can conclude some concrete steps that must be conducted by government relating to improve economic growth. Especially to support economic growth in the aspect of the expenses of government, private investment, and labor .

Password: the expenses of government and private investment , and labor and economic growth.


(2)

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

DINASTY HERNATIARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI ………. i

DAFTAR GAMBAR………. ii

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR LAMPIRAN………. iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... .. 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kerangka Pemikiran ... 12

E. Hipotesis ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 18

1. Teori Pertumbuhan Harrod Domar ... 21

2. Teori Pertumbuhan Solow dan Swan ... 24

B. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 28

1. Teori Hukum Wagner ... 30

2. Teori Makroekonomi Pemerintah ... 32

3. Teori Mikroekonomi Konsumsi Pemerintah ... 33

C. Teori Investasi Swasta ... 34

1. Penanaman Modal Dalam Negeri ... 35

2. Penanaman Modal Asing ... 36

D. Tenaga Kerja ... 37

E. Penelitian Terdahulu ... 40

III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Sumber Data ... 42

B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 42

C. Alat Analisis ... 44

D. Uji Asumsi Klasik Model Regresi ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Heteroskedastisitas ... ... 46

3. Uji Autokorelasi ... ... 47

4. Uji Multikolinearitas... ... 48

E. Pengujian Hipotesis ... 49


(7)

A. Hasil dan Pembahasan Estimasi OLS ... 52

B. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik ... 53

a.) Uji Normalitas... ... 53

b.) Uji Multikolinearitas... ... 54

c.) Uji Hetereskedastisitas... ... 55

d.) Uji Autokorelasi... ... 56

C. Hasil dan Pembahasan Uji Hipotesis ... 57

a.) Uji Koefisien Determinasi... ... 57

b.) Uji Keseluruhan (Uji-f)... ... 58

c.) Uji Parsial (Uji-t)... ... 59

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad belakangan ini.dalam periode tersebut dunia telah mengalami perubahan yang sangat nyata apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal

produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur,

pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan

pertambahan produksi barang modal (Sadono Sukirno,2010). Perkembangan sektor ekonomi yang terbentuk dari laju pertumbuhan akan memberikan gambaran tentang tingkat perubahan ekonomi yang terjadi, dimana pergerakan laju pertumbuhan ini merupakan indikator penting untuk mengetahui hasil pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan dimasa yang akan datang. Disamping digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi, angka ini juga memberikan indikasi tentang sejauhmana


(9)

aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi penduduk.

Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan

ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan sarana dan prasarana produksi (Djojohadikusumo, 1993).

Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya faktor produksi yang

dipergunakan dalam proses produksi tanpa ada perubahan cara-cara atau teknologi itu sendiri. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun

sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah

menghasilkan pendapatan bagi masyarakat (Schumpeter dalam Boediono, 1992).Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi


(10)

harus memperkirakan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Lincolin Arsyad, 1999).

Pertumbuhan ekonomi dalam sistem pemerintahan daerah biasanya di indikasikan dengan meningkatnya produksi barang dan jasa yang diukur melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandar Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2012

Tahun PDRB Bandar Lampung (dalam juta rupiah)

Pertumbuhan Ekonomi Bandar Lampung

(dalam %)

2001 4.012.345 6,66

2002 4.356.897 7,90

2003 4.624.841 5,79

2004 4.878.189 5,19

2005 4.778.189 5,80

2006 5.179.046 6,30

2007 6.437.518 6,83

2008 6.777.399 6,93

2009 7.074.503 6,01

2010 7.417.230 6,33

2011 7.816.977 6,53

2012 8.222.789 6,54

Sumber : BPS Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa PDRB Kota Bandar Lampung pada tahun 2012 mengalami kenaikan, yaitu mencapai Rp 8.222.789 rupiah dengan pertumbuhan sebesar 6,54%. Sedangkan PDRB Kota Bandar Lampung tahun 2009, terjadi penurununan pertumbuhan yaitu sebesar 6,01%. Selama periode tahun 2010 hingga 2012, perekonomian Bandar Lampung mengalami

peningkatan. Hal ini ditunjukan oleh besaran pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung yang meningkat setiap tahunnya yakni 6,33% di tahun 2010, 6,53% di tahun 2011 kemudian di tahun 2012 naik hingga 6,54%.


(11)

Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lainnya sekaligus sebagai kekuatan utama

pembangunan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan sosial ekonomi. Salah satu nya di bidang narang-barang modal dan tingkat teknologi. Barang-barang modal penting artinya dalam mempertingi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya perkembangan teknologi, produktivitas barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.

Peran realisasi pengeluaran pemerintah juga tidak bisa lepas dari sebagai tolak ukur pertumbuhan suatu ekonomi regional. Peran pengeluaran pemerintah daerah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran daerah. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang produktif seyogyanya akan semakin memperbesar tingkat perekonomian suatu daerah (Wibisono,2003). Pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa positif bagi pertumbuhan PDRB. Berikut data realisasi total belanja tidak langsung

Pemerintah Kota Bandar Lampung ditampilkan pada Tabel 2. Belanja tidak langsung yaitu komponen-komponennya adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja lain-lain, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan

keuangan, dan pengeluaran tidak terduga.


(12)

Tabel 2. Realisasi Pertumbuhan dan Total Belanja Tidak Langsung Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun 2001 Hingga 2012 Tahun Pengeluaran Pemerintah

(dalam juta rupiah)

Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah

(dalam %) 2001 278.890.781

2002 280.762.190 0,66 2003 281.908.879 0,40 2004 299.772.444 6,33 2005 316.486.106 5,57 2006 347.257.051 0,09 2007 415.783.370 19,73 2008 415.783.687 7,62 2009 499.428.199 20,11 2010 549.412.523 10,00 2011 755.362.215 37,48 2012 807.464.932 6,89 Sumber : BPS Provinsi Lampung

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pengeluaran pemerintah Kota Bandar Lampung terendah pada tahun 2006 sebesar Rp. 347.257.051 dengan pertumbuhan sebesar 0,09% dan tertinggi pada tahun 2011 sebesar Rp. 755.362.215 dengan pertumbuhan sebesar 37,48%. Dilihat dari pertumbuhan pengeluaran pemerintah Bandar Lampung mengalami fluktuatif. Ini dikarenakan pengeluaran pemerintah di Bandar Lampung cukup mempengaruhi alokasi faktor produksi. Pada negara-negara yang menganut sistem mekanisme harga selalu diusahakan bagaimana caranya untuk mencapai alokasi sumber daya yang

optimum. Hal itu dijumpai dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dimana fungsi untuk mengalokasikan sumber-sumber daya ditentukan oleh kekuatan pasar.

Pengeluaran pemerintah akan membawa perubahan dalam kehidupan

perekonomian suatu negara, mempengaruhi jumlah faktor-faktor produksi dengan bermacam-macam cara sehingga mencapai tingkat pertumbuhan yang full


(13)

employment, mengalokasikan sumber-sumber produksi, pendistribusian pendapatan dalam masyarakat serta melakukan perubahan-perubahan tingkat harga pada umumnya.

Dalam teori pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan yaitu : Y = C + I + G + (X-M) dapat ditelaah bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikkan atau menurunkan pendapatan. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan pihak swasta (Dumairy, 1997). Dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase

terhadap PDRB semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap PDRB akan semakin kecil (Musgrave, 1993). Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah

memerintahkan menetapkan surat kebijakan untuk membeli barang dan jasa, biaya harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut, masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang

dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Guritno,2001).

Ada beberapa hal yang sebenarnya berpengaruh dalam soal investasi. Investasi sendiri dipengaruhi oleh investasi asing dan investasi domestik. Investasi yang terjadi di daerah terdiri dari investasi pemerintah dan

investasi swasta. Investasi dari sektor swasta dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (asing). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia


(14)

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berikut data realisasi investasi swasta terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Realisasi Investasi Swasta Kota Bandar Lampung Tahun 2001 Hingga 2012 (dalam juta rupiah)

Tahun Investasi Swasta

(Juta Rupiah)

Pertumbuhan Investasi Swasta

(dalam %) 2001 1,720,851.99

2002 1,831,992.98 6,06 2003 1.841.583,21 0,52 2004 1.919.707,99 4,24 2005 2.074.904,25 8,08 2006 2.118.572,46 2,10 2007 2.000.029,46 -5,59 2008 1.860.312,08 -6,98 2009 1.605.656,80 -13,68 2010 2.481.854,60 54,56 2011 2.584.197,21 4,12 2012 2.681.771,00 3,77 Sumber: BPS Provinsi Lampung

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa investasi swasta terendah terjadi pada tahun 2001 Rp. 1,720,851.99 dan tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.

2.681.771,00 . Dilihat dari pertumbuhan investasi swasta Bandar Lampung mengalami fluktuatif. Ini dikarenakan investasi swasta di Bandar Lampung sebagaimana halnya keadaan ekonomi pada umumnya, tak luput dari gejala


(15)

ketidakmerataan. Ketimpangan investasi terjadi secara sektoral dan secara regional. Secara sektoral, sebagian besar modal yang ditanam baik modal dalam negeri maupun modal asing tertumpuk di sektor industri pengolahan.

Ketimpangan sektoral investasi tak pelak merupakan salah satu sumber

ketimpangan pertumbuhan antarsektor. Secara regional, baik investasi domestik maupun investasi asing.

Pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan, apabila tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai kondisi mapan, kemajuan teknologi perlu dimasukkan ke dalam model, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu (Mankiw, 2003). Di dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat meningkatkan produktivitas sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan

ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Namun di sisi lain, akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya masih rendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja


(16)

tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Berikut data jumlah tenaga kerja berdasarkan beberapa perusahaan yang ada di seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung. Gambaran jumlah tenaga kerja di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung Tahun 2003-2012 Tahun Tenaga Kerja

(ribu)

Pertumbuhan Tenaga Kerja (dalam %)

2001 2.328

2002 2.571 9,45

2003 2.871 11,03

2004 3.681 55,25

2005 2.073 -43,68

2006 2.813 35,69

2007 3.028 7,64

2008 4.933 62,91

2009 5.391 9,28

2010 7.017 30,16

2011 3.832 -45,38

2012 3.203 -16,41

Sumber : BPS Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa tenaga kerja di Kota Bandar Lampung

mengalami fluktuasi. Dengan jumlah tenaga kerja terendah yaitu pada tahun 2005 yaitu 2.073 dan tertinggi yaitu pada tahun 2010 yaitu 7.017. Jumlah tenaga kerja yang mengalami penurunan yang amat drastis yakni pada tahun 2010, dari 7.017 menjadi 3.832. Kondisi tenaga kerja di Bandar Lampung amatlah kurang dari harapan. Angka pengangguran masih sangat tinggi, kualitas pekerja yang kurang memadai dan berbagai factor lain yang turut memburuk kondisi tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan ketenagakerjaan Indonesia


(17)

belumlah cukup untuk mengentaskan para pekerja dari kemiskinan.Tentunya walaupun PDRB memberikan kontribusi yang signifikan meningkat tiap

tahunnya, tidak berlaku dengan penyerapan tenaga kerjanya. Dari gambaran diatas terlihat laju pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja lebih besar dari laju pertumbuhan PDRB. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mengangkat topik untuk mengetahui seberapa besar peran pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung, yang diharapkan dapat membantu

permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi yang ada khususnya di Kota Bandar Lampung. Oleh sebab itu penelitian ini mengambil judul ”Pengaruh Pengeluran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Regional Kota Bandar Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi masih menjadi salah satu indikator untuk suatu keberhasilan daerah. Pertumbuhan ekonomi saat ini juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian telah berdampak pada peningkatan pendapatan bagi masyarakat.

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk periode pengamatan tahun 2003 s.d 2012 ternyata menunjukkan tingkat fluktuatif (lihat Tabel 1). Berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di kota Bandar Lampung, karena kota Bandar


(18)

Lampung merupakan pusat kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, mengkaji pembentukan Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandar Lampung dirasakan perlu karena untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Bandar Lampung.

Beberapa faktor yang nampaknya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi kota Bandar Lampung adalah yang tercermin dalam realisasi belanja tidak langsung,investasi swasta dan tenaga kerja.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung?

2. Bagaimanakah pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung?

3. Bagaimanakah pengaruh tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung?

4. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.


(19)

2. Mengetahui besarnya pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.

3. Mengetahui besarnya pengaruh tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.

4. Mengetahui besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan tenaga kerja secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.

D. Kerangka Pemikiran

Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi atau yang lebih umum dikenal dengan peranan sektor publik telah menjadi suatu analisis yang penting dan sangat menarik. Berdasarkan alasan teoritis, terdapat beberapa pendapat yang kontroversi terhadap peranan sektor publik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang mantap dalam jangka panjang. Pandangan umum adalah pengeluaran pemerintah khususnya pada human capital dan infrastruktur fisik dapat mempercepat pertumbuhan (growth-reterding),sehingga pengeluaran pemerintah menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand –AD) adalah pengeluaran pemerintah. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat maka permintaan aggregat akan meningkat.

Kerangka teori Keynesian, berbagai jenis pengeluaran publik ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengeluaran pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja dan


(20)

Dengan demikian, pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan output tergantung pada besarnya dan efektifitas angka pengganda pengeluaran. Konsumsi

pemerintah digunkanan untuk membiayai belanja pegawai, tunjangan, belanja barang seperti pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa dalam

penyelenggaraan pertahanan, kesehatan, pedidikan, biaya pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin.

Investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk menambah stok yang yang digunakan atau untuk perluasan pabrik (Boediono, 1992). Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa

mendatang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyrakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meingkatkan taraf kemakmuran masyrakat (Sadono Sukirno,2000). Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi,

yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikiuti oleh perkembangan teknologi. Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing.


(21)

Bekerja merupakan suatu wujud dari pada pemenuhan kebutuhan, itu dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai akal dan pikiran yang melebihi makhluk lain dan memiliki berbagai kebutuhan. Untuk terpenuhnya kebutuhan harus melakukan usaha dan bekerja, kebebasan berusaha untuk menghasilkan pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari merupakan hak seseorang. Dalam keadaan demikian, peranan tenaga kerja mengandung sifat elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam

perkembangan ekonomi jangka panjang bersamaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, sumber daya alam dan kapasitas produksi. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi.Jumlah tenaga kerja yang besar dapat berarti menambah jumlah tenaga produktif. Dengan meningkatnya produktivitas tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan produksi, yang berarti akan meningkatkan pula PDRB.

Kajian pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung maka diperlukan kesinambungan antara pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi yang bisa meningkatkan pendapatan perkapita akibat banyaknya tenaga kerja yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintah.


(22)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Pengeluaran Pemerintah

(G)

Investasi Swasta

(Is)

Tenaga Kerja

(TK)

Pertumbuhan Ekonomi

(Y)


(23)

E. Hipotesis

Berdasarkan pada uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung.

2. Diduga investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.

3. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung.

4. Diduga bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional (daerah)

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan pendapatan nasional berbagai tahun yang dihitung berdasarkan atas harga konstan. Jadi

perubahan dalam nilai pendapatan hanya semata-mata disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi. Laju pertumbuhan

ekonomi suatu daerah dapat dihitung melalui indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan baik apabila tingkat kegiatan ekonomi masa sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya (Sadono Sukirno, 1985).

Menurut Faried W (1992) menerangkan dua konsep pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan pendapatan nasional riil. Perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang apabila terjadi pertumbuhan output riil, suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan. Perubahan ekonomi meliputi pertumbuhan, statis ataupun penurunan, dimana pertumbuhan adalah


(25)

perubahan yang bersifat positif sedangkan penurunan merupakan perubahan negatif.

2. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila ada kenaikan output perkapita dalam hal ini pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup yang diukur dengan output total riil perkapita. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi terjadi apabila tingkat kenaikan output total riil > daripada tingkat pertambahan penduduk, sebaliknya terjadi penurunan taraf hidup actual bila laju kenaikan jumlah penduduk lebih cepat daripada laju pertambahan output total riil.

Pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama, pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat

pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam

mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut

(Lincoln Arsyad, 1999). Pada saat ini tidak ada satupun teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif, namun beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya inti dari teori ekonomi regional tersebut berkisar pada metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah (regional).


(26)

Menurut R.A. Musgrwave, bahwa berpendapat terdapat tiga peran pemerintah dalam perekonomian yang modern yaitu:

1.Peran Alokasi atau alokasi sumber-sumber daya ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan segala barang dan jasa dalam masyarakat sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sehingga terhindar dari segala macam pemborosan termasuk oengangguran, iddle capacity. Kegagalan dari sistem pasar

menyebabkan pengalokasian Sumber Daya Ekonomi (SDE) menjadi optimal, sehingga memerlukan peran pemerintah.

2. Peran Distribusi adalah peran untuk mengusahakan agar distribusi pendapatan (khususnya dengan masyarakat menjadi merata). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam distribusi pendapatan adalah kepemikiran faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, yang tergantung dari tingkat kepuasan teknologi, sistem warisan, kemampuan memperoleh pendapatan yang tergantung dari pendidikan, bakat, dan kemampuan.

3. Peran Stabilisasi adalah peran pemerintah untuk menyelaraskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada. Sebab kadang-kadang kebijakan pemerintah saling berbenturan akibat kondisi yang kompleks.

Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan


(27)

sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi (Todaro,2003).

Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) bukan indikator lainnya diantaranya adalah PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian, hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut (Mankiw,2003).

Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi, ditunjukan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

1. Teori Pertumbuhan Harrod Domar

Pada model Harrod-Domar peranan investasi sangat penting. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh ganda. Di satu sisi investasi

mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi juga mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambahkan stok modal yang tersedia. Harrod Domar menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh yang disebutnya sebagai pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady-state growth), efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha


(28)

yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil. Menurut Harrod Domar investasi memberikan peranan kunci dalam prosers pertumbuhan yang disebabkan karena :

1. Investasi dapat menciptakan pendapatan yang merupakan dampak dari penawaran

2. Investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stock modal yang merupakan dampak dari penawaran.

Mereka berpendapat bahwa investasi (I) mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplier, dan mempunyai pengaruh terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruh nya terhadap kapasitas produksi. Jadi, I = DK. Teori Harrod-Domar ini mempunyai asumsi yaitu:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai darititik nol. 4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save=MPS)


(29)

modal-output(capital-output ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-modal-output(capital-output(incremental capital-output ratio = ICOR).

Setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok. modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output(COR). Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus

menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh (Lincolyn, 2004).

Dalam jangka panjang, keadaan yang paling ideal adalah apabila

perekonomian suatu negara tumbuh pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus juga pada jalur natural rate of growth. Pada posisi ini seluruh stok kapital dan juga seluruh tenaga kerja dimanfaatkan secara penuh untuk proses produksi. Berarti, baik pasar barang maupun pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangannya. Posisi perekonomian demikian, oleh Prof. Joan Robinson dari Universitas Cambridge disebut posisi “Zaman Keemasan” atau “GoldemAge”. Posisi Zaman Keemasan ini merupakan posisi keseimbangan jangka panjang, atau posisi kesimbangan umum (general equilibrium). Dalam teori pertumbuhan ini, posisi keseimbangan jangka panjang ini disebut dengan istilah steady state growth. Ciri dari steady state growth adalah semua variabel (I,Qp, Z, K, N,Qn) tumbuh dengan laju yang


(30)

sama, yaitu dengan laju gn = gw, sedangkan ciri stationary state (Klasik), gn = gw = 0. Ini berarti, semua variabel (stok kapital, jumlah penduduk, dan output potensial) tidak mengalami pertumbuhan lagi.

2.Teori Pertumbuhan Solow dan Swan

Robert Solow (1956) dari MIT dan Trevor Swan (1956) dari Australian National University secara sendiri-sendiri mengembangkan model

pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo-Klasik. Seperti halnya dengan model Harrod-Domar, model Solow-Swan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi dan output saling

berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Walaupun dalam kerangka umum dari model Solow-Swan mirip dengan model model Harrod-Domar, tetapi model Solow-Swan lebih “luwes” karena :

(a) Menghindari masalah “ketidakstabilan” yang memrupakan ciri warranted rate of growth dalam model Harrod-Domar

(b) Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan.

Keluesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan swan

menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar. Dalam model Harrod-Domar, output dan capital dan output


(31)

dan tenaga kerja masing-masing dihubungkan oleh satu “fungsi produksi” dengan koefisien yang tidak bisa berubah, yaitu Qp = hK dan Qn, = nN. Dalam model Neo-Klasik dari Solow dan Swan dipergunakan suatu fungsi produksi yang lebih umum, yang bias menampung berbagai kemungkinan substitusi antara capital (K) dan tenaga kerja (L). Bentuk fungsi produksi adalah:

Q = F ( K, L )

Yang memungkinkan berbagai kombinasi penggunaan K dan L untuk mendapatkan suatu tingkat output. Fungsi produksi semacam ini (yang sering dijumpai dalam teori ekonomi mikro) disebut fungsi produksi Neo-Klasik. Dalam menggunakan fungsi semacam inilah Solow dan Swan bisa menghindari masalah “ketidakstabilan” dan mengambil kesimpulan

-kesimpulan baru mengenai distribusi pendapatan dalam proses pertumbuhan (seperti halnya kaum Klasik)

Dengan digunakannya fungsi produksi Neo-klasik tersebut, ada satu

konsekuensi lain yang penting. Konsekuensi ini adalah bahwa seluruh factor yang tersedia, baik berupa K maupun berupa L akan selalu terpakai atau tergunakan secara penuh dalam proses produksi. Ini disebabkan karena dengan fungsi produksi Neo-Klasik tersebut, berapapun K dan L yang tersedia akan bisa dikombinasikan untuk proses produksi, sehingga tidak ada lagi kemungkinan “kelebihan” dan “kekurangan” faktor produksi seperti dalam model misalnya, Harrod-Domar atau Lewis. Posisi pekerjaan penuh ini membedakan model Neo-Klasik. Dengan adanya model Harrod Domar


(32)

maupun model Klasik. Jadi jelas bahwa penggunaan fungsi produksi Neo-Klasik sehingga selalu jelas terdapat pekerjaan penuh merupakan ciri utama yang membedakan model ini dengan model-model pertumbuhan lain.

Pada tahun 1960-an, teori pertumbuhan ekonomi didominasi oleh model neo-klasik, seperti Ramsey (1980), Solow (1956), Swan (1956), Cass (1965), dan Koopmans (1965). Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan yang menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk pembangunan ekonomi serta sumber-sumber pertumbuhan suatu negara. Dengan menggunakan fungsi produksi neo-klasik, dimana spesifikasi model mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input, dan elastisitas positif dari substitusi antar input.

Mankiw (2003), teori pertumbuhan model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Dalam kondisi mapan model pertumbuhan Solow, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi eksogen. Dalam model Solow, pertumbuhan total factor productivity (TFP) dihitung sebagai residu, yaitu sebagai jumlah

pertumbuhan output yang tersisa setelah dikurangi kontribusi modal, dan kontribusi tenaga kerja, atau sering disebut dengan residu Solow (A/A).


(33)

Ada empat hal yang melandasi model Neo-Klasik:

(a) Tenaga kerja (atau produk), L, tumbuh dengan laju tertentu, misalnya p per tahun

(b) Adanya fungsi produksi Q = F ( K, L ) yang berlaku bagi setiap produksi.

(c) Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh

masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q0. Tabungan masyarakat S = sQ; bila Q naik S juga naik , dan turun bila Q turun.

(d) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan S = I = ∆K. Dalam model Neo-Klasik tidak lagi dipermasalahkan mengenai keseimbangan S dan I. Dengan kata lain perkataan permasalahan yang menyangkut “warranted rate of growth” tidak lagi relevan. Proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth, karena S dinggap selalu sama dengan I.

Keseimbangan Jangka Panjang

Perekonomian Neo-Klasik akan menuju ke suatu posisi keseimbangan jangka panjang. Kita memerlukan sedikit manipulasi aljabar untuk menjawab pertanyaan ini. Anggap bahwa fungsi produksi Q = F ( K, L ) mempunyai ciri constsnt return to scale artinya apabila K dan L masing-masing dinaikan dengan x%, maka Q juga akan naik dengan x%. Apabila


(34)

constant return to scale berlaku, maka kita bisa menyatakan fungsi produksi tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana. Selanjutnya F ( k, l ) bisa kita nyatakan sebagai suatu fungsi lain F ( k ) yang hanya mempunyai satu variable ( K saja ) karena angka 1 adalah suatu constant (bukan variable), sehingga fungsi produksi kita menjadi

q = f ( k )………(1) Persamaan ini mengatakan bahwa output per tenaga kerja adalah fungsi dari kapita per tenaga kerja, atau output per kapita adalah fungsi capital per kapita.

Selanjutnya, penduduk (atau tenaga kerja) dianggap tumbuh dengan p setahun dan masyarakat mempunyai kecenderungan menabung yang

ditunjukkan oleh prospensity to save s. Semua yang ditabung diinvestasikan dan menambah stock capital dengan ∆ K = sQ. setelah mengalami

manipulasi aljabar persamaan menjadi:

K= K . L ……….(2)

Persamaan (2) mengatakan bahwa laju pertumbuhan capital per kapita sama dengan laju partum buhan stok capital (total) minus laju pertumbuhan penduduk atau tanaga kerja.

Lalu mana yang disebut keseimbangan jangka panjang ? Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila capital per kapita , k, mencapai suatu tingkat yang stabil, artimya tidak lagi berubah nilainya.


(35)

Apabila K constant, maka long run equilibrium akan tercapai. Posisi long run equilibrium ini juga disebut posisi Steady state. Syarat ini mempunyai konsekuensi bahwa k = 0.

B. Teori Pengeluaran Pemerintah

Menurut Jones (1996) peran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tak langsung. Pengendalian secara langsung diantaranya adalah masalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Sementara pengendalian secara tak langsung diantaranya berhubungan dengan masalah tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran serta nilai tukar.

Pada sistem perekonomian campuran, pemerintah berpartisipasi dalam pasar sebagai pembeli barang dan jasa. Pemerintah membeli input dari rumah tangga dan mendapatkan hak kepemilikan dari sumber produktif (modal dan tanah). Pemerintah menggunakan input untuk menghasilkan barang dan jasa yang tidak dijual kepada sektor rumah tangga dan perusahaan, tetapi

disediakan melalui distribusi tanpa melalui pasar. Namun demikian pemerintah juga memiliki dan menjalankan perusahaan, seperti jasa pelayanan pos, kereta api dan lain-lain. Untuk membayar barang dan jasa yang dipergunakannya, pemerintah mendapatkan pemasukan dari

perusahaan dan rumah tangga, seperti hasil pembayaran pajak, retribusi, royalti dan fee. Pemerintah menggunakan sumber daya yang produktif untuk menghasilkan barang dan jasa termasuk pertahanan, jalan, sekolah dan jasa-jasa lainnya.


(36)

Kebijakan makroekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya bertujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi yang ada pada saat itu. Menurut Sadono S (2000) persoalan pokok dalam perekonomian adalah : 1) pengangguran; 2) Inflasi; 3) keleluasan pertumbuhan ekonomi; 4) ketidakstabilan neraca pembayaran.

Bentuk utama dari kebijakan fiskal pemerintah adalah dengan menambah pengeluaran pemerintah dan mengurangi pajak pendapatan. Penambahan pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) meminjam dari

masyarakat melalui pasar modal (loanable fund); dan 2) meminjam dari bank sentral melalui pencetakan uang baru. Penurunan pajak yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) menurunkan sejumlah pajak

tertentu; dan 2) menurunkan persentase pajak pendapatan. Meskipun agregat demand akan naik mengikuti kenaikan pengeluaran pemerintah, akan tetapi efeknya tergantung juga kepada bentuk kurva agregat supply. Dalam kasus klasik semua efeknya akan terjadi pada harga dan keseimbangan output tetap. Sedangkan dalam kasus keynesian yang ekstrim, semua efeknya hanya akan jatuh kepada output, sementara harga-harga dianggap tetap. Dalam kasus keynesian secara umum, efeknya terdistribusi antara kenaikan output dan tingginya harga.

Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada masyarakat. Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan keseluruhan dari


(37)

keputusan anggaran pada masing-masing tingkatan pemerintahan (Pusat-Prop-Kab/Kota). Pada masing-masing tingkatan dalam pemerintah ini dapat mempunyai keputusan akhir proses pembuatan yang berbeda, dan hanya beberapa hal pemerintah yang dibawahnya dapat dipengaruhi oleh

pemerintahan yang lebih tinggi (Lee Robert D, Jr and Ronald W. Johnson)

Menurut Mangkoesubroto (1998;169) Pengeluaran pemerintah

mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

1.Teori Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB yang semakin besar, yaitu dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris terhadap negara-negara maju. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang public. Wagner hanya mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory


(38)

of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lain.

Hukum Wagner menjelaskan mengenai bagian Produk Domestik Regional Bruto yang diambil sektor publik. Hukum ini terkait dengan pertumbuhan ukuran relatif sektor publik, yaitu jika pendapatan perkapita dalam ekonomi bertambah, maka ukuran sektor publik juga bertambah. Pernyataan Wagner tersebut bersifat empiris berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan sektor publik di sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19, yang menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi rasio pengeluaran publik terhadap PDB adalah faktor politik dan ekonomi. Menurut Wagner, ketika ekonomi menjadi industri, hubungan antar pasar dan agen dalam pasar semakin kompleks yang memerukan peraturan perdagangan dan sistem kehakiman untuk mengaturnya. Eksternalitas akibat urbanisasi

membutuhkan intervensi dan peraturan sektor publik.

Dalam pertumbuhan pengeluaran publik untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, dijelaskan Wagner berdasarkan elastisitas pendapatan permintaan, bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan riil per kapita naik, maka pengeluaran publik meningkat terhadap layanan tersebut dan akan meningkatkan rasio pengeluaran pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto. Model Wagner tidak

mengandung teori pilihan publik, tetapi menggunakan teori negara organik yaitu negara dianggap individu dan pembuat keputusan secara independen dari anggota masyarakat. . Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai


(39)

berikut:

PkPP1 PkPK2 < . . . . PkPKn PPK1 PPK2 PPKn

Keterangan :

PkPP : Pengeluaran pemerintah per kapita

PPK : Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk 1,2..n : Jangka waktu (tahun)

3. Teori Makroekonomi Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah terdiri dari tiga bagian utama yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, dimana akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.

2. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. 3. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment, transfer

payment disini bukan pembelian barang atau jasa oleh pemeritah di pasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi sebagai contoh


(40)

golongan masyarakat, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat, dan pembayaran pensiun.

4.Teori Mikroekonomi Konsumsi Pemerintah

Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain.

Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Penentuan Permintaan Ui = f (G, X)

Dimana: G adalah vektor dari barang public X adalah individu ; i = 1, ….., m U adalah fungsi utilitas

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor di bawah ini:

a. Perubahan permintaan akan barang publik.

b. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.


(41)

c. Perubahan kualitas barang publik.

d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.

2. Penentuan Tingkat Output

Barang dan jasa publik disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh politisi yang memilih jumlah barang/jasa yang dihasilkan. Disamping itu, para politisi juga menentukan jumlah jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat untuk membiayai barang/jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai berikut:

Up = g (X, G, S)

Dimana: Up adalah fungsi utilitas

S adalah keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau perangkat/kedudukan.

G adalah vektor barang public X adalah vektor barang swasta

C. Teori Investasi Swasta

Investasi menurut Sadono Sukirno (2000) adalah pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa yang akan datang. Investasi ini memiliki 3 (tiga) peran : 1) merupakan salah satu pengeluaran agregat, dimana peningkatan


(42)

investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. 2) Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa depan dan perkembangan ini menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja. 3) Investasi selalu diikuti oleh perkembangan tekhnologi, sehingga akan memberikan kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat.

Investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta.

Adapun jenis-jenis penanaman modal sektor swasta, yaitu terdiri atas dua bagian utama adalah sebagai berikut:

1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman Modal Dalam Negeri yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta Nasional ataupun Swasta Asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan suatu usaha, penanaman modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia

termasuk hak-hak dan benda-benda yaitu pengertian dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sumber investasi domestik (modal dalam negeri)


(43)

yaitu berasal dari a).tabungan sukarela masyarakat yaitu sebagian pendapatan yang diterima masyarakatdengan sukarela tidak digunakan dalam konsumsi, b). Tabungan pemerintah yaitu kelebihan anggaran antara pendapatan dengan biaya pengeluaran pembangunan, c). Tabungan paksa yaitu sebagai contoh pajak, pinjaman dari masyarakat dan pembelanjaan defisit.

2. Penanaman Modal Asing (PMA)

Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), modal asing adalah:

a). Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk membiayai Indonesia.

b). Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang Asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.

c). Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini diperkenakan di transfer, tetapi digunakan untuk membiayai perusahaa di Indonesia. Megalirnya modal asing ke Indonesia akan meningkatkan pertumbuhan perusahaan nasional yang akhirnya dapat menunjang pembangunan nasional.

Investasi swasta merupakan komponen dari perbelanjaan agregat yang sifatnya tidak stabil, dan menjadi salah satu sumber penting dari konjungtur


(44)

dalam perekonomian. Besarnya investasi perusahaan dapat diterangkan dalam analisis hubungannya dengan tingkat suku bunga, apabila suku bunga rendah lebih banyak investasi yang akan dilakukan, dan sebaliknya kenaikan suku bunga akan menyebabkan pengurangan dalam jumlah investasi

(Sadono Sukirno, 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat.

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan investasi swasta adalah dengan mengusahakan keadaan yang kondusif dan menarik bagi berkembangnya industri dalam negeri dan masuknya investasi asing. Dengan dikeluarkannya UU PMA dan PMDN pada tahun 1966 memberikan persyaratan menarik, dan telah

membuka kemungkinan bagi pertumbuhan sektor industri dengan landasan yang luas (Mc Cawley P, 1981). Sejalan dengan semakin meningkatnya investasi yang berasal swasta baik investasi dengan fasilitas PMDN maupun non fasilitas, diharapkan dapat meningkatkan PDRB Kota Semarang dari tahun ke tahun.

D. Tenaga Kerja

Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk


(45)

modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

Dari sisi tenaga kerja, penduduk suatu Negara dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok penduduk usia kerja dan kelompok bukan usia kerja. Di Indonesia batasan umur tersebut adalah 10 tahun, dengan kata lain tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun atau lebih. Namun, apabila definisi tenaga kerja merupakan penduduk berumur 10 tahun atau lebih maka banyak jumlah penduduk dalam usia sekolah yang berkerja. Bila wajib belajar 9 tahun diterapkan maka anak-anak sampai berumur 14 tahun akan berada di sekolah dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batasan umur tersebut akan sangat sedikit, sehingga batas umur minimum diubah menjadi 15 tahun. Atas pertimbangan tersebut, Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 1998.

Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil


(46)

dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah tidak terbatas. Dalam keadaan demikian, peranan tenaga kerja mengandung sifat elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada

ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.Menurut Nicholson W (1991) bahwa suatu fungsi produksi pada suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K,L) dimana K merupakan modal dan L adalah tenaga kerja memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang / jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L, maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi.

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi jangka panjang bersamaan dengan ilmu pengetahuan, tekhnologi, sumber daya alam dan kapasitas produksi. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia, maka akan menyebabkan semakin meningkatnya total produksi di suatu daerah.


(47)

E.Penelitian Terdahulu

1. Kweka dan Morissey (2000)

Kweka dan Morissey menulis tentang “Investasi Swasta; Investasi

Pemerintah; Pengeluaran Konsumsi Pemerintah; dan Pengeluaran Modal Manusia” dalam penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan pengeluaran produktif berhubungan negatif terhadap pertumbuhan, pengeluaran konsumsi berhubungan positif terhadap pertumbuhan. Pengeluaran modal manusia dan konsumsi swasta tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Ardi Raharjo (2006)

Ardi Raharjo (2006) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Konsumsi

Pemerintah, Investasi Swasta, Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang”. Dari hasil penelitian tersebut pada variabel pengeluaran

pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan hasil yang positif dan signifikan.Pada variabel investasi swasta mengenai pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Semarang menunjukkan hasil yang positif dan signifikan.Pada variabel Angkatan Kerja mengenai pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Semarang menunjukkan hasil yang positif namun tidak signifikan.

3. Ardiansyah (2007)

Ardiansyah menulis tentang “Analisis Pengaruh Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung”. Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi PMDN dan PMA mempunyai pengaruh


(48)

positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung.

4. Tang et.al (2008)

Tang et.al menulis tentang “PMA; PMDN; Pertumbuhan Ekonomi” dalam penelitian tersebut hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan kausalitas antara PMDN dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan PMA terhadap PMDN dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan satu arah, PMA ditemukan saling melengkapi dengan PMDN.

5. Berni Mulyani (2010)

Berni Mulyani menulis tentang “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Metro” dalam penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa pengaruh belanja langsung, belanja tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Metro sebesar 95,96%, sedangkan sisanya 4,44% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

6. Phetsavong dan Ichihashi (2012)

Phetsavong dan Ichihashi menulis tentang “Pertumbuhan Ekonomi:

Investasi Publik dan Konsumsi Publik; PMDN; PMA; Tenaga Kerja” dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan setiap peningkatan investasi publik lebih dari tingkat yang seharusnya akan mengurangi dampak positif dari PMA dan PMDN terhadap pertumbuhan ekonomi.


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang mempunyai sifat runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder yang berupa data time series periode 2001-2012. Penelitian ini menggunakan data yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Lampung dan BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Bandar Lampung.

B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa yang akan diteliti. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Variabel Dependen :

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi yaitu dimana suatu perekonomian di ukur melalui dengan pertumbuhan PDRB yang bergantung faktor-faktor produksi. Di dalam penelitian ini pertumbuhan


(50)

ekonomi menggunakan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, data yang diambil merupakan data sekunder yang berupa data runtun waktu (time-series) selama dua belas tahun (2001-2012) dalam satuan persen.

2. Variabel independen :

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja.

a) Pengeluaran pemerintah

Pengeluaran pemerintah yang digunakan dalam penelitian ini memakai data belanja tidak langsung. Variabel pengeluaran pemerintah menggunakan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung yang digunakan merupakan data sekunder berupa data runtut waktu (time-series) selama dua belas tahun (2001-2012) dalam satuan juta rupiah.

b)Investasi Swasta

Investasi swasta terbagi menjadi dua hal yaitu realisasi nilai PMDN dan realisasi penanaman modal asing (PMA). Variabel investasi swasta menggunakan data dari Badan Pusat Statistika Provinsi Lampung yang digunakan merupakan data sekunder berupa data runtut waktu (time-series) selama dua belas tahun (2001-2012) dalam satuan juta rupiah. c) Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk yang siap melakukan pekerjaan, penduduk yang telah memasuki usia kerja (working age population).Variabel data tenaga kerja menggunakan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung dan menggunakan jumlah tenaga kerja berdasarkan beberapa perusahaan yang ada di seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandar


(51)

Lampung. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa runtut waktu (time-series) selama dua belas tahun (2001-2012) dalam satuan ribu.

C. Alat Analisis

Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan regresi linier berganda atau teknik metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) dengan menggunakan eviews 4.1.

Penelitian ini juga menggunakan variabel lag karena tidak semua dampak atau hasil dari suatu kebijakan ekonomi dapat berpengaruh langsung secara instan, tapi memerlukan waktu atau kelambanan (lag), seperti halnya investasi swasta, tidak akan langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tapi bisa satu tahun atau dua tahun bahkan lebih (Gujarati,2003).

Bentuk persamaannya adalah:

Ln Y = � + β1 Ln PP+ β2 Ln I(-2) + β3 Ln TK + � Dimana :

Ln Y = logaritma natural Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandar Lampung dari tahun 2001 sampai 2012 (%)

α =Konstanta

Ln PP = logaritma natural Pengeluaran Pemerintah dari tahun 2001 sampai 2012 (Rp)

Ln I = logaritma natural Investasi Swasta Kota Bandar Lampung dari tahun 2001 sampai 2012 Dua Tahun sebelumnya (Rp)


(52)

Ln TK = logaritma natural Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dari tahun 2001 sampai 2012 (jiwa)

β = Koefisien Regresi � = error term

D.Uji Asumsi Klasik Model Regresi

1. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas adalah untuk mengetahui apakah data yang digunakan sudah menyebar secara normal. Uji normaitas residual OLS secara normal dapat dilihat dari metode Jarque-Bera (J-B), metode Jarque-Bera ini didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat asymptotic. Uji statisti J-B ini

menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis, adapun formula uji statistik J-B yaitu (Gujarati,2003:148) :

�=� � 2 6 +

( −3)2 24

Dimana S adalah koefisien skewness dan K adalarh koefisien kurtosis.Jika suatu variabel disistribusikan secara normal maka koefisien S=0 dan K=3. Oleh karena itu, jika residual terdistribusi secara normal maka diharapkan statistik J-B akan sama dengan nol. Nilai statistik J-B ini didasarkan pada distribusi chi squares dengan derajat kebebasan (df)2. Jika nilai probabilitas ρ dari statistik J-B besar bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B mendekati nol . sebaliknya J-B kecil maka menolak hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B tidak sama dengan nol.


(53)

Ho: data tersebar normal

Ha: data tersebar tidak normal

Kriteria pengujiannya adalah:

1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika P value < α 5% 2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika P value > α 5%

Jika Ho ditolak, berarti data tidak tersebar normal. Jika Ho diterima berarti data tersebar normal.

2.Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhada asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu bahwa varians error berniilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1,X2,…,Xp. Masalah heterokedastisitas timbul apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dengan OLS tidak lagi bersifat BLUE (Best Linear

Unbiassed Estimator), karena akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat, ini berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang kepercayaan yang dihasilkan juga tidak akurat dan akan menyesatkan.

Dalam penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan Uji White. Langkah uji white adalah sebagai berikut :


(54)

2. Lakukan regresi auxialiry : yaitu regresi auxialiry tanpa perkalian antar variabel indipenden dan juga regresi auxialiry dengan perkalian variabel independen .

3. Hipotesis nol dalam uji ini tidak ada heterokedastisitas. Uji white didasarkan pada jumlah sample (n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstantan dalam regresi auxialiry.

4. Kriteria pengujiannya adalah :

Ho : Tidak ada masalah heterokedastisitas Ha : Ada masalah heterokedastisitas

Ho ditolak dan Ha diterima, jika chi-square hitung (n.R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tetentu (α) atau ada heterokedastisitas Ho diterima dan Haditolak, jika chi-square hitung lebih kecil dari nilai X2 kritis atau tidak ada heterokedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi biasanya terjadi pada data deret waktu (time series), namun dapat pula terjadi pada data lintas ruang (cross-section). Observasi dari eror term dilakukan secara independen atau dengan yang lainnya. Dalam aplikasi ekonomi, asumsi ini merupakan yang terpenting dalam model-model runtun waktu. Dalam Konteks model runtun waktu, asumsi ini menyatakana bahwa suatu peningkatan eror term dalam periode i=1 sama sekali tidak mempengaruhi eror term pada periode lain. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Serial Correlation LM


(55)

test. Test yang disebut juga dengan Breusch-Godfrey test sebagai penyempurnaan unit yang dibuat oleh Durbin yaitu htest untuk menguji serial korelasi.

Kriteria pengujiannya adalah : Ho : Tidak ada masalah autokorelasi Ha : Ada masalah autokorelasi

- Ho ditolak dan Ha diterima jika Obs*R-square yang merupakan chi-square (χ) hitung lebih besar dari nilai kritis chi-square (χ) pada derajat kepercayaan tertentu (α), ini menunjukkan adanya masalah autokorelasi pada model.

- Hoditerima dan Ha ditolak jika Obs*R-square yang merupakan chi-square (χ) hitung lebih kecil dari nilai kritis chi-square (χ) pada derajat kepercayaan tertentu (α), ini menunjukkan tidak adanya adanya masalah autokorelasi pada model. 4.Uji Multikolinieritas

Uji asumsi multikolinieritas digunkan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinieritas adalah keadaan jika suatu variabel bebas berkorelasi dengan satu atau lebih variabel bebas

lainnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan masalah multikolinieritas.

Untuk mengetahui adanya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variance inflation factors (VIF). Apabila nilai VIF > 5 maka terjadi korelasi antar variabel bebas. Semakin besar nilai VIF menunjukkan bahwa masalah kolineritas semakin besar.Kritera untuk mengujinya adalah :

Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai VIF > 5 Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai VIF < 5


(56)

E. Pengujian Hipotesis

1.Uji Partial (Uji-t)

Pengujian hipotesis koefisien regresi untuk variabel pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan uji-t pada tingkat kepercayaan 95 persen dan dengan derajat kebebasan df = n-k-1

Ho : b1 = 0 : tidak berpengaruh Ha : b1 > 0 : berpengaruh positif Apabila :

t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung ≥ t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

Jika Ho ditolak, berarti variabel pengeluaran pemerintah yang diuji

berpengaruh positif terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan ekonomi. Jika Ho diterima berarti variabel pengeluaran pemerintah yang diuji tidak

berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.

Pengujian hipotesis koefisien regresi untuk variabel investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan uji-t pada tingkat kepercayaan 95 persen dan dengan derajat kebebasan df = n-k-1

Ho : b2 = 0 : tidak berpengaruh Ha : b2 > 0 : berpengaruh positif Apabila :

t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung ≥ t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima


(57)

Jika Ho ditolak, berarti variabel investasi swasta yang diuji berpengaruh positif terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan ekonomi. Jika Ho diterima berarti variabel investasi swasta yang diuji tidak berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.

Pengujian hipotesis koefisien regresi untuk tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan uji-t pada tingkat kepercayaan 95 persen dan dengan derajat kebebasan df = n-k-1

Ho : b3 = 0 : tidak berpengaruh Ha : b3 > 0 : berpengaruh positif Apabila :

t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung ≥ t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

Jika Ho ditolak, berarti variabel tenaga kerja yang diuji berpengaruh positif terhadap variabel terikat yaitu pertumbuhan ekonomi. Jika Ho diterima berarti variabel tenaga kerja yang diuji tidak berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.

2.Uji Keseluruhan (Uji-F)

Pengujian hipotesis dengan menggunakan indikator koefisien determinasi (R2) dilakukan dengan uji-F pada tingkat kepercayaan 95 persen dan derajat kebebasan df1 = k-1 dan df2 = n-k.


(58)

Ho : b1 : b2 : b3 = 0 : tidak berpengaruh, artinya pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 : berpengaruh, artinya pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Apabila :

F hitung <F tabel : H0 diterima dan Ha ditolak F hitung >F tabel : H0 ditolak dan Ha diterima

Jika Ho diterima, berarti variabel pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja tidak berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika Ho ditolak berarti variabel pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.


(59)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dijelaskan di bab IV maka, dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien sebesar 0.44 dapat disimpulkan bahwa apabila pengeluaran

pemerintah meningkat, maka akan meningkatkan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.

2. Investasi Swasta berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien 0.28 dapat disimpulkan bahwa apabila investasi swasta meningkat, maka akan

meningkatkan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.

3. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien sebesar 0.16 dapat disimpulkan bahwa apabila tenaga kerja mengalami peningkatan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.


(60)

4. Berdasarkan uji serempak, variabel independen yaitu pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2001-2012 dengan tingkat kepercayaan 95%.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandar Lampung.

1. Perlunya peran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah meskipun terdapat kendala adanya keterbatasan pemerintah dalam hal penyediaan dana pembangunan. Sehingga upaya efisiensi harus selalu dilakukan, agar pengaruh yang mampu diberikan makin besar dan dapat menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kegiatan ekonominya.

2. Untuk meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi pemerintah daerah harus melakukan evaluasi secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap sistem, tatakerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui program-program pendidikan dan pelatihan, dengan harapan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada

masyarakat dan meningkatkan produktifitas daerah.


(61)

meningkatkan kerjasama dengan kabupaten/kota sekitar dalam menawarkan paket-paket investasi, aktif melakukan ekspose mengenai potensi daerah. Pemerintah Kota Bandar Lampung juga hendaknya dapat memperhatikan faktor amenities (kenyamanan) fasilitas-fasilitas pendukung investasi.

4. Untuk meningkatkan tenaga kerja perlu juga adanya pengadaan

seminar atau workshop yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu.

Pada umumnya tenaga kerja pada level menengah ke atas seperti kepala seksi, kepala bagian dan sejenisnya dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan mengikuti berbagai seminar workshop dan sejenisnya. Peningkatan wawasan sangat berguna bagi tenaga kerja pada level menengah ke atas, karena bisa digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan atau dalam pembuatan rencana dan strategi.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2014, Kota Bandar Lampung Dalam Angka Tahun, (berbagai tahun penerbitan), BPS Kota Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik, 2014, Provinsi Lampung Dalam Angka Tahun, (berbagai tahun penerbitan), BPS Provinsi Lampung.

Boediono, 1992, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu ekonomi, Edisi 1, Cetakan Ke 5, BPFE, Jogyakarta

Djojohadikusumo Sumitro, 1993, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Dumairy, 1997, Perekonomian Indonesia, Cetakan Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta

Guritno, 2001, Ekonomi publik, BPFE, Yogyakarta.

Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik Terjemahan, Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lincoln. Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, Edisi 4 Cetakan Pertama, Yogyakarta, Penerbit Bagian Penerbitan Sekilah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Mansoer. Faried Wijaya, 1992, Pengantar Mikroekonomika, Yogyakarta Mankiw, N. Gregory. 2003, Teori Makro Ekonomi Terjemahan, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Mangkoesoebroto, Guritno, 1998. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia : Substansi dan Urgensi, Cetakan Pertama, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Umum.


(63)

Nicholson, W, 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung Sukirno. Sadono, 1985, Pengantar Teori Makroekonomi, Lembaga Penerbit

FEUI, Jakarta

Sukirno. Sadono, 2000, Makroekonomi Modern, PT. Raja Grafindo, Jakarta Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Alih

Bahasa: Aminuddin dan Drs.Mursid. Jakarta: Ghalia Indonesia Wibisono, 2003, Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(1)

investasi swasta, dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 : berpengaruh, artinya pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Apabila :

F hitung <F tabel : H0 diterima dan Ha ditolak F hitung >F tabel : H0 ditolak dan Ha diterima

Jika Ho diterima, berarti variabel pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja tidak berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika Ho ditolak berarti variabel pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.


(2)

64

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dijelaskan di bab IV maka, dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien sebesar 0.44 dapat disimpulkan bahwa apabila pengeluaran

pemerintah meningkat, maka akan meningkatkan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.

2. Investasi Swasta berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien 0.28 dapat disimpulkan bahwa apabila investasi swasta meningkat, maka akan

meningkatkan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.

3. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung dengan nilai koefisien sebesar 0.16 dapat disimpulkan bahwa apabila tenaga kerja mengalami peningkatan Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung tahun 2001-2012.


(3)

4. Berdasarkan uji serempak, variabel independen yaitu pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2001-2012 dengan tingkat kepercayaan 95%.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandar Lampung.

1. Perlunya peran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah meskipun terdapat kendala adanya keterbatasan pemerintah dalam hal penyediaan dana pembangunan. Sehingga upaya efisiensi harus selalu dilakukan, agar pengaruh yang mampu diberikan makin besar dan dapat menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kegiatan ekonominya.

2. Untuk meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi pemerintah daerah harus melakukan evaluasi secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap sistem, tatakerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui program-program pendidikan dan pelatihan, dengan harapan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada

masyarakat dan meningkatkan produktifitas daerah.


(4)

66

meningkatkan kerjasama dengan kabupaten/kota sekitar dalam menawarkan paket-paket investasi, aktif melakukan ekspose mengenai potensi daerah. Pemerintah Kota Bandar Lampung juga hendaknya dapat memperhatikan faktor amenities (kenyamanan) fasilitas-fasilitas pendukung investasi.

4. Untuk meningkatkan tenaga kerja perlu juga adanya pengadaan seminar atau workshop yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Pada umumnya tenaga kerja pada level menengah ke atas seperti kepala seksi, kepala bagian dan sejenisnya dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan mengikuti berbagai seminar workshop dan sejenisnya. Peningkatan wawasan sangat berguna bagi tenaga kerja pada level menengah ke atas, karena bisa digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan atau dalam pembuatan rencana dan strategi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2014, Kota Bandar Lampung Dalam Angka Tahun, (berbagai tahun penerbitan), BPS Kota Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik, 2014, Provinsi Lampung Dalam Angka Tahun, (berbagai tahun penerbitan), BPS Provinsi Lampung.

Boediono, 1992, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu ekonomi, Edisi 1, Cetakan Ke 5, BPFE, Jogyakarta

Djojohadikusumo Sumitro, 1993, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Dumairy, 1997, Perekonomian Indonesia, Cetakan Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta

Guritno, 2001, Ekonomi publik, BPFE, Yogyakarta.

Jones, Charles O. 1996.Pengantar Kebijakan PublikTerjemahan, Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lincoln. Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, Edisi 4 Cetakan Pertama, Yogyakarta, Penerbit Bagian Penerbitan Sekilah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Mansoer. Faried Wijaya, 1992,Pengantar Mikroekonomika, Yogyakarta Mankiw, N. Gregory. 2003, Teori Makro EkonomiTerjemahan, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Mangkoesoebroto, Guritno, 1998.Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia : Substansi dan Urgensi, Cetakan Pertama, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Umum.


(6)

Musgrave, Richard A. dan Peggy Musgrave, 1993, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek (edisi Bahasa Indonesia), Penerbit Erlangga, Jakarta Nicholson, W, 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung Sukirno. Sadono, 1985, Pengantar Teori Makroekonomi, Lembaga Penerbit

FEUI, Jakarta

Sukirno. Sadono, 2000, Makroekonomi Modern, PT. Raja Grafindo, Jakarta Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Alih

Bahasa: Aminuddin dan Drs.Mursid. Jakarta: Ghalia Indonesia Wibisono, 2003, Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta