IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2008 PADA PENDIDIKAN VOKASIONAL (STUDI KASUS SMK NEGERI 2 METRO)

(1)

(2)

iii ABSTRAK

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2008 PADA PENDIDIKAN VOKASIONAL

(STUDI KASUS SMK NEGERI 2 METRO) Oleh

NURUL HUDA

Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan dan menganalisis implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro.Implementasi mengacu pada delapan prinsip standar mutu manajemen yakni : (1) fokus pelanggan (customer), (2) kepemimpinan (Leadership), (3) keterlibatan orang (Involving Peaple), (4) pendekatan proses (Process Approach), (5) pendekatan sistem manajemen (System Approach), (6) peningkatan berkesinambungan (Continual Improvement), (7) pendekatan faktual (Factual Decision Making), dan (8) hubungan pelanggan yang saling menguntungkan (Mutually Beneficial Supplier Relationships), (9) kendala, dan (10) dampak implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008.

Rancangan penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi implementasi manajemen mutu SMM ISO 9001 : 2008. Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat, pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan disajikan sehingga memiliki makna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi SMM ISO 9001 : 2008 melalui delapan prinsip manajemen mutu di SMK Negeri 2 Metro berjalan secara simultan dan terintegrasi dengan klausul SMM ISO 9001 : 2008. Kendala implementasi SMM ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro menyangkut perubahan sikap, mental, perilaku seluruh unsur yang ada di sekolah, rendahnya self-initiative, sense of quality dan sense of rensponsibility. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro berdampak pada efektivitas pengelola pendidikan yang bermutu ditandai dengan angka keterserapan lulusan yang tinggi, angka kelulusan 100 persen tiap tahun, iklim kerja baik, dewan guru kondusif, dan kepuasan pelanggan eksternal terhadap lulusan, sehingga memenuhi customer satisfaction.

Kata Kunci: Mutu Manajemen, Pendidikan Vokasional, dan Pelanggan Eksternal


(3)

(4)

(5)

(6)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

SANWACANA ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 13

1.4.2. Manfaat Praktis ... 13

1.5. Definisi Istilah ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Konsep Sekolah Vokasional ... 16

2.1.1 Tujuan Pendidikan Vokasional ... 16

2.1.1.1 Asumsi tentang anak didik ... 17

2.1.1.2 Konteks sosial pendidikan vokasional ... 18

2.1.1.3 Dimensi ekonomi pendidikan vokasional ... 18

2.1.1.4. Konteks ketenagakerjaan pendidikan vokasional ... 19

2.2.2. Peserta Dididk ... 20

2.2. Pengertian Sistem Manajemen Mutu ... 21

2.2.1. Definisi Mutu ... 21

2.2.2. Cara Menciptakan Mutu ... 23

2.3. The International Organization for Standardrization (ISO) ... 27

2.3.1. Mutu ISO ... 28

2.4. Implementasi Delapan Prinsip Manajemen Mutu Pada Pendidikan Vokasional ... 31

2.4.1. Fokus Pada Pelanggan (Customer Fokus) ... 32

2.4.2. Kepemimpinan (Leadership) ... 34

2.4.3. Keterlibatan Personal (Involving People) ... 35

2.4.4. Pendekatan Proses (Proses Approach) ... 38

2.4.4.1. Proses Inti (Realization Process) ... 39

2.4.4.2. Proses Pendukung (Support Process) ... 40

2.4.4.3. Proses Manajemen (Management Process) ... 40

2.4.5. Pendekatan sistem Pengelolaan (Systems Approach) ... 40 Halaman


(7)

x

2.4.6. Peningkatan Berkesinambungan (Continuos Improvement) .... 41

2.4.7. Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta (Faktual Descision Making ... 42

2.4.8. Hubungan Saling Menguntungkan Dengan Mitra Kerja/ Pemasok (Mutually beneficial supplier relationships) ... 43

2.5. Kerangka Pikir ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian ... 48

3.2. Rancangan Penelitian ... 50

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

3.4. Kehadiran Penelitian ... 51

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5.1. Observasi ... 52

3.5.2. Wawancara ... 54

3.5.3. Dokumentasi ... 57

3.6. Sumber Data ... 58

3.7. Analisis Data ... 60

3.7.1.Tehnik Analisis Data ... 61

3.7.2. Reduksi Data ... 62

3.7.3. Display Data ... 63

3.7.4. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi ... 63

3.8. Uji Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian ... 63

3.8.1. Validitas Internal ... 63

3.8.2. Validitas Eksternal ... 64

3.8.3. Reliabilitas ... 65

3.8.4. Objektifitas ... 65

3.9. Tahap-tahap Penelitian ... 65

3.9.1. Tahap Pra Lapangan ... 66

3.9.2. Tahap Pelaksaan Penelitian ... 66

3.9.3. Tahap Member Check ... 66

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68

4.1.1. Sejarah Singkat SMK Negeri 2 Metro ... 68

4.2. Paparan Data ... 69

4.2.1. Fokus Pada Pelanggan (customer) ... 69

4.2.2. Kepemimpinan (leadership) ... 74

4.2.3. Keterlibatan Personal (involving peaple) ... 75

4.2.4. Pendekatan Proses (process approach) ... 77

4.2.5. Pendekatan Sistem Pengelolaan (System Approach) ... 78

4.2.6. Peningkatan Berkesinambungan (Continual Improvement) .. 79

4.2.7. Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta (Factual Decision Making) ... 81 4.2.8. Hubungan Saling Menguntungkan dengan Mitra Kerja


(8)

xi

(Mutually Beneficial Supplier Relationships) ... 83

4.3. Mengatasi kendala Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 84

4.4. Dampak Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 85

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 berdasarkan pada 8 (delapan) prinsip manajemen mutu pada SMK Negeri 2 Metro ... 90

5.1.1. Fokus pada pelanggan (costumer focus) ... 91

5.1.2. Kepemimpinan (leadership) ... 95

5.1.3. Keterlibatan personel (involving people) ... 97

5.1.4. Pendekatan proses (process approach) ... 99

5.1.5. Pendekatan sistem pengelolaan (systems approach) ... 100

5.1.6. Peningkatan berkesinambungan (continual improvement) .. 101

5.1.7. Pembuatan keputusan berdasarkan fakta (factual decision making) ... 102

5.1.8. Hubungan saling menguntungkan dengan dunia kerja (mutually beneficial supplier relationships) ... 103

5.2. Dampak Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro ... 106

5.3. Mengatasi kendala Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 di SMK Negeri 2 Metro dan Cara Mengatasinya ... 110

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 114

6.2. Implikasi ... 115

6.3. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

LAMPIRAN ... 123


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Abad 21 diwarnai oleh era globalisasi; kesiapan pemerintah dalam menghadapinya perlu didukung oleh para pelaku bisnis dan akademisi. Strategi SDM perlu dipersiapkan secara seksama khusunya oleh perusahan-perusahan agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Perdagangan bebas tidak hanya terbatas pada ASEAN, tetapi antar negara-negara di dunia. Situasi tersebut akan merupakan suatu ciri khas dari era global. Untuk mengantisipasi peragangan bebas ditingkat dunia, para pemimpin negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi tarif/bea maupun menghilangkan hambatan tarif. Tarif diperkirakan akan berkisar sekitar 0 – 5 persen, berarti relatif sangat rendah. Enam negara telah menanda tangani persetujuan CEPT (The Common Effective Preferential Tariff) yang pada dasarnya menyetujui penghapusan bea impor setidak-tidaknya 60 persen dari IL (inclusion list) pada tahun 2003. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 53.294 produk dalam IL yang merupakan kurang lebih 83 dari semua produk ASEAN. Globalisasi ekonomi dan sistem pasar bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem tersebut. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja, kita dituntut


(10)

benar-2 benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang akan merupakan pangsa pasar yang potensial. Bisnis baru akan banyak muncul, baik yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran” barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang relatif murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain. Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992: 85) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif.

Pada abad 21 ini pelaku bisnis harus pula mampu mengintegrasikan semua dimensi lingkungan hidup sebab masyarakat akan "menuntut" tanggung jawab perusahaan akan faktor lingkungan tersebut. Capra (1997: 207) mengemukakan bahwa penggeseran paradigma mekanistik ke paradigma holistik akan terus berjalan dengan sendirinya. Stakeholders akan jauh beragam yang antara lain terdiri dari pemegang saham, karyawan, keluarga, pemasok, pelanggan, komunitas, pemerintah, ekosistem. Optimalisasi keuntungan bukan merupakan penekanan utama karena banyak faktor lain seperti misalnya SDM dan ikut menentukan kelangsungan hidup perusahaan.


(11)

3 Berbagai isu antara lain hak paten, royalti, ecolabelling, etika berbisnis, upah minimum pekerja, tuntutan pelanggan, lingkungan bebas polusi, dsb ikut mewarnai dunia usaha diabad ini. Dengan perkataan lain, pelaku bisnis harus tanggap menghadapi berbagai isu tersebut dengan bijaksana. Selain itu, flexibility dan continuous learning merupakan karakteristik yang sangat penting dan yang sudah perlu dipertimbangkan oleh pelaku bisnis untuk menjawab tantangan perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Globalisasi adalah suatu kenyataan dan akan mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada kebanyakan aspek bisnis di Indonesia. Untuk memenangkan persaingan di pasar global, perusahaan harus berupaya antara lain dalam layanan yang luar biasa pada pelanggan, pengembangkan kemampuan-kemampuan baru, produk baru yang inovatif, komitmen karyawan/wati, pengelolaan perubahaan melalui kerja sama kelompok. Perusahaan dituntut berpikir global (think globally dan act locally) serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.

Mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dan professional di Indonesia tidak selalu mudah. Kenyataan menunjukkan bahwa lebih dari seratus ribu lowongan pekerjaan di Indonesia tidak terisi. Hal tersebut disebabkan antara lain karena ketidaksesuaian antara job requirements dengan kompetensi calon. Bajak-membajak tenaga profesional dan headhunting masih sering terjadi hingga saat ini. Tenaga profesional asing masih banyak dipekerjakan untuk menduduki posisi-posisi tertentu terutama di perusahaan besar yang berorientasi internasional. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa akan lebih banyak lagi expatriate yang akan bekerja di Indonesia di mendatang. Berdasarkan kenyataan ini, sedini mungkin SDM handal dan berkompetensi tinggi harus disiapkan. SDM di negara


(12)

4 kita tampaknya masih kurang menunjukkan kompetensi yang diharapkan. Menurut BPS (2000), pada tahun 1999 dari 1.2 juta pencari kerja yang memenuhi persyaratan untuk 0.5 juta lowongan kerja hanya 0.4 juta orang. Hal ini jelas memberi indikasi terjadi suatu mismatch antara kompetensi calon karyawan dengan kompetensi yang dibutuhkan. Mengacu pada kenyataan ini, SDM kita harus ditingkatkan sefektif-efektifnya.

Sumber daya manusia merupakan penggerak roda pembangunan. Jumlah dan komposisinya terus berubah berkaitan dengan proses demografi. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 141,2 juta tenaga kerja yang sekitar 61.50 persen berada di pulau Jawa. Kendati, menurut BPS, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja mengalami sedikit kenaikan dari 67,22 persen (1999) menjadi 67,75 persen pada tahun 2000 yang mengidentifikasikan sedikit kenaikan mutu SDM, kita masih harus berupaya keras meningkatkan mutu SDM dengan membandingkannya minimal dengan mutu tenaga kerja di Asia Tenggara misalnya dengan Singapura dan Malaysia.

Dunia bisnis akan semakin berorientasi global terlebih lagi jika implementasi perdagangan bebas menjadi kenyataan. Kompetisi akan menjadi semakin ketat dan tuntutan dunia akan meningkat. Hamel dan Prahalad mengatakan bahwa kompetisi pada masa depan tidak hanya dapat dilakukan dengan redefinisi strategi namun perlu juga redefinisi peranan manajemen atas dalam menciptakan strategi sebab itu peranan para pelaku bisnis dalam mengidentifikasi bisnis masa depan, menganalisis, merencanakan, menentukan/merumuskan serta mengimplementasi strategi yang tepat sangat esensial dan menentukan misalnya melalui transformasi


(13)

5 organisasi. Taylor (1994: 75) mengemukakan beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam melakukan transformasi organisasi agar berhasil dan siap menghadapi masalahan-masalah di masa depan yaitu: a) strectch goals yang mensyaratkan bahwa sasaran harus spe-sifik dan dapat diukur, b) visi masa depan, c) struktur yang ramping, d) budaya baru yang mengacu pada profesionalisme, keterbukaan dan kerjasama kelompok, e) berorientasi pada mutu atau layanan berkelas dunia, f) manajemen prestasi; mensyaratkan setiap individu memberikan produk berkualitas dan layanan yang memuaskan, g) Inovasi menyeluruh, h) kemitraan dan jaringan kerja.

Selama ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Sementara ekspektasi globalisasi terhadap dunia pendidikan sangat tinggi, mau tidak mau memacu institusi pendidikan harus melakukan pembenahan yang terus menerus. Hal ini dilakukan guna menjawab tuntutan masyarakat terhadap institusi pendidikan yang bermutu. Berbagai upaya dilakukan untuk memperoleh mutu pendidikan baik melalui peningkatan gaji tenaga pendidik, perbaikan sarana dan prasarana, pembaharuan kurikulum dan sebagainya. Untuk semua komponen tersebut bisa berjalan dengan sinergis, maka sistem manajemen yang dipakai oleh lembaga pendidikan itu harus selaras dan mudah diimplementasikan, sehingga tujuan untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu dapat tercapai.

Tuntutan akan lulusan dari lembaga pendidikan vokasional (kejuruan) yang bermutu menjadi mendesak, karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya regulasi


(14)

6 yang memberikan peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks di pasaran kerja seperti tersebut, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan, sehingga para lulusan bisa bersaing bukan hanya di level nasional tapi sampai ke level internasional. Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) sebagai langkah pemerintah untuk mengejar ketertinggalan mutu pendidikan di tanah air. Agar dapat menjadi sekolah dengan label RSBI, salah satu standar yang biasa diterapkan untuk menjadi sekolah standar internasional adalah dengan memenuhi persyaratan ISO khususnya Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 : 2008. Untuk memperoleh sertifikat tersebut, sekolah harus menunjukkan proses belajar mengajar yang terpadu antara teori dan praktek, pelayanan kepada siswa, orang tua dan masyarakat, termasuk dunia usaha dan industri serta pemerintah dengan falsafah perbaikan secara terus menerus sehingga menjadi pelanggan tetap bagi konsumen pendidikan.

Tingginya ekspektasi terhadap penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, karena persaingan di dunia kerja yang semakin kompetitif. Karena dengan SBI, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang dapat memenuhi tuntutan tenaga kerja di tingkat global, sehingga mampu bersaing di tingkat regional maupun internasional sebagai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional.


(15)

7 Program pengembangan Sekolah/madrasah Bertaraf Internasional (SBI) pada jenjang pendidikan menengah telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Terlihat peningkatan jumlah sekolah bertaraf internasional dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 telah terbentuk 259 SMA dan 300 SMK berstandar internasional atau dirintis berstandar internasional. Hasil yang sama juga terjadi pada program sekolah/madrasah berbasis keunggulan lokal. Sejak tahun 2008 telah dikembangkan sebanyak 100 SMA dan 341 SMK berbasis keunggulan lokal. Rasio jumlah siswa SMK:SMA dari tahun ke tahun juga terus meningkat dari 30:70 pada tahun 2004 menjadi 49:51 menurut perhitungan sementara pada akhir bulan September 2009. Rasio kesetaraan gender pada jenjang pendidikan menengah juga meningkat dari 93,8% pada tahun 2004 menjadi 95,6% pada tahun 2008, dan diperkirakan menjadi 95,9% pada tahun 2009. Sertifikat kompetensi yang diterbitkan juga senantiasa berhasil melampaui target. Untuk tahun 2008 sertifikasi kompetensi pendidikan menengah akan mencapai 675.000 jauh melampaui target nasional 350.000 sertifikat (Resntra Kemendiknas 2010-2014)

Standard ISO 9001 series secara umum berkaitan dengan pengapdosian ISO 9000 sebagai standar internasional. ISO 9001 adalah sebagai satu-satunya standar Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang diakui dunia dan bersifat global serta dapat diterapkan pada seluruh organisasi dan industri. Sejalan dengan hal itu, International Standard Organization mengatakan :

The ISO 9000 standards give organizations an opportunity to increase value to their activities and to improve their performance continually, by focusing on their major processes. The standards place great emphasis on making quality management systems closer to the processes of organizations and on continual improvement. As a result, they direct users to the achievement of business results, including the satisfaction of customers and other interested parties.


(16)

8 Di Indonesia masih sedikit organisasi yang mendapat sertifikat ISO 9000 dibandingkan dengan Negara di Asia Tenggara lainnya. Hal ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran organisasi akan pentingnya ISO 9000, padahal perlakuan ISO pada suatu organisasi akan memperoleh banyak keuntungan, di antaranya dapat menstandarisasi berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku seluruh organisasi serta dapat meberikan suatu dasar yang kokoh dalam membangun sikap dan keinginan bagi setiap kemajuan dan peningkatan organisasi.

Model penjamin mutu dengan sistem ISO adalah model penjamin mutu untuk standar internasional yang pada awalnya dietarapkan dalam sistem industri manufaktur (Hadiwiardjo & Wibisono, 2000). Badan ini kemudian disempurnakan sehingga memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalam penggunaannya pada versi ISO 9001: 2008. Pada versi terbaru ini model penjamin mutu sistem ISO difokuskan pada dua hal yaitu kepuasan pelanggan dan pengembangan secara terus menerus. Istilah ISO diambil dari bahasa Yunani “isos” yang berarti sama, atau standar. Kata ISO dikeluarkan oleh Lembaga International Organization for Standarization yang merupakan Badan Standar Internasional. Lembaga ini berdiri pada tahun 1947 bersifat organisasi non pemerintah yang berpusat di Jenewa (Swiss). Standar Internasional ini menetapkan persyaraan untuk suatu Sistem Manajemen Mutu dimana sebuah organisasi dituntut menunjukan kemampuannya secara konsisten menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku. Banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menfokuskan pada pelanggan dan melibatkan pihak ekternal dalam upaya perbaikan mutu pendidikan dan salah satunya adalah SMK Negeri 2 Metro.


(17)

9 Pada dasarnya Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2008 tidak akan merubah sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut melainkan justeru memperkuat sistem itu sendiri dengan beberapa pendekatan. Jadi dalam banyak hal sistem internal pendidikan tidak memerlukan banyak penyesuaian untuk mengadopsinya, di samping itu sertifikasi ini secara ideal akan mendekatkan sekolah kepada industri, ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya hampir semua industri telah menerapkan sertifikasi ini. Jadi dengan demikian dapatlah diyakini bahwa dengan sistem manajemen yang sama sudah barang tentu akan didapatkan keselarasan dan kesepadanan persepsi antara pengelolaan pendidikan dengan dunia usaha dan industri (DUDI).

Atas dasar itu maka lembaga pendidikan khususnya yang memiliki tujuan menyiapkan tenaga terampil seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus berusaha untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. SMK harus berupaya untuk mendidik peserta didik yang sesuai dengan permintaan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan sehingga peserta didik setelah selesai dari SMK dapat diterima pada suatu pekerjaan yang dibutuhkan.

Salah satu upaya yang dilakukan SMK, yaitu memberikan pendidikan vokasional. Pendidikan tersebut dimaksudkan agar peserta didik nantinya memiliki kecakapan atau keterampilan khusus sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan bahkan diupayakan sebelum peserta didik selesai mengikuti pendidikan sudah tersedia lapangan pekerjaan yang siap menerima peserta didik tanpa mencari-cari tempat pekerjaan. Lebih jauh dari pada tujuan tersebut, peserta didik


(18)

10 diusahakan mampu berwirausaha sehingga tanpa menggantungkan perusahaan atau lembaga tertentu untuk menerima sebagai tanaga kerja.

SMK Negeri 2 Metro mendapat ijin operasional pada tanggal 15 Juni 1970, pada saat ini status terakreditasi A tahun 2006 dari Badan Akreditasi Propinsi pada Kantor Wilayah Dinas Pendidikan Propinsi Lampung dan memiliki program keahlian teknologi dan industri dengan 8 jurusan yaitu : (1) Tehnik Pengolahan Hasil Pertanian (THP), (2) Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikulura, (3) Mekanisasi Pertanian, (4) Teknik kendaraan ringan, (5) Agribisnis Perikanan, (6) Agribisnis Ternak Unggas, (7) Teknik Pendingin dan Tata Udara, (8) Teknik Kimia Industri. Telah melakanakan kegiatan penjamin mutu sejak tahun 2010, untuk melandasi kegiatan proses pembelajaran dalam rangka mewujudkan tenaga kerja terampil, terdidik dan mampu menunjukkan kualitas etos kerja tinggi serta dapat diandalkan. SMK Negeri 2 Metro menetapkan filosofi sebagai dasar pertimbangan atas pemilihan alternatif gerak dan langkah yang diyakini benar untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah dicanangkan. Selain hal tersebut SMK Negeri 2 Metro sejak berdirinya telah meluluskan 12.689 siswa dengan persentase rata-rata yang diterima pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI) mencapai angka 70% pertahun.

Pada pelaksanaan proses penjaminan mutu, SMK Negeri 2 Metro menetapkan delapan standar yaitu focus pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan karyawan, pendekatan proses, pendekatan sistem manajemen, peningkatan terus menerus, pendekatan fakta untuk membuat keputusan, dan hubungan pemasok yang saling menguntungkan. Sedangkan dalam SMM ISO 9001: 2008 khususnya bidang


(19)

11 pendidikan pihak-pihak yang terlibat yaitu komitmen pimpinan puncak lembaga atas mutu, sistem mutu, penentuan hak-hak pelanggan pendidikan, dokumen pengendalian, pembelian, kebijakan penerimaan calon, sarana dan prasarana, pelayanan arsip data, sistem penilaian hasil belajar dan pengembangan staf edukatif dan administratife (Usman, 2010: 547).

Menurut pendapat Gaspersz (2012: 12) sistem manajemen kualitas internasional ISO 9001 disusun berdasarkan pada delapan prinsip manajemen kualitas. Prinsip-prinsip ini dapat digunakan oleh manajemen senior sebagai suatu kerangka kerja (framework) yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja. Pinsip-prinsip ini diturunkan dari pengalaman kolektif dan pengetahuan dari ahli-ahli internasional yang berpartisipasi dalam Komite Teknik ISO/TC 176, yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mempertahankan standar-standar ISO 9001. Delapan prinsip manajemen kualitas yang menjadi landasan penyusunan ISO 9001 itu antara lain; (1) Fokus kepada pelanggan (Customer focus), (2) Kepemimpinan (Leadership), (3) Keterlibatab Karyawan (Involving people), (4) Pendekatan Proses (Process approach), (5) Pendekatan sistem untuk pengelolaan (Systems approach), (6) Peningkatan berkelanjutan (Continuos improvement), (7) Pengambilan keputusan berdasarkan fakta (Factual decision making), (8) hubungan pemasok yang saling menguntungkan (Mutually beneficial supplier relationships).

Sejalan dengan latar belakang yang terungkap di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Implementasi Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 pada Pendidikan Vokasional SMK Negeri 2 Metro”,


(20)

12 sehingga diharapkan penulis dapat menggali lebih komprehensif tentang bagaimana sistem manajemen sebuah lembaga pendidikan vokasional yang telah memperoleh sertifikat ISO dalam penerapan di lapangan.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001: 2008 pendidikan vokasional SMK Negeri 2 Metro. Adapun secara rinci sub focus penelitian ini sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimanakah implementasi program kegiatan sekolah agar fokus kepada pelanggan (customer focus) SMK Negeri 2 Metro ?

1.2.2. Bagaimanakah dampak implementasi ISO 9001: 2008 ?

1.2.3. Bagaimanakah Mengatasi kendala implementasi ISO 9001: 2008 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendiskripsikan :

1.3.1. Proses implementasi program kegitan yang fokus kepada pelanggan (customer focus) SMK N 2 Metro

1.3.2. Dampak implementasi ISO 9001: 2008


(21)

13 1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan praktis :

1.4.1. Manfaat Teoritis

1.4.1.1.Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu metode dalam pelaksanaan manajemen yang berhubungan dengan peningkatan mutu di sekolah atau lembaga pendidikan formal dan non-formal

1.4.1.2.Memberikan kontribusi bagi sekolah-sekolah lain dalam Implementasi SMM ISO 9001 : 2008

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Bagi peneliti diharapkan mampu memberikan kontribusi SMK N 2 Metro untuk memiliki sistem manajemen yang efektif

1.4.2.2. Bagi guru memberikan peningkatan mutu sumber daya manusia di SMK N 2 Metro.

1.4.2.3. Dinas Pendidikan Kota Metro memberikan masukan kepada instansi terkait sebagai pengambilan keputusan dalam rangka kebijakan peningkatan mutu layanan sekolah kejuruan.

1.4.2.4. Kepada Dinas sebagai tolak ukur keterkaitan pihak sekolah dengan pihak DU/DI


(22)

14 1.5. Definisi Istilah

Agar tidak terjadi salah pemahaman laporan penelitian ini, maka dijelaskan definisi istilah sebagaiberikut :

1.5.1. Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 adalah standar internasional yang diakui untuk sertifikasi sistem manajemen mutu, dan menyediakan kerangka kerja bagi perusahaan dan seperangkat prinsip-prinsip dasar dengan pendekatan manajemen secara nyata dalam aktivitas rutin perusahaan. Tujuannya, menciptakan konsistensi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 sebenarnya dimulai dari kebutuhan akan standar mutu produk industry manufaktur, namun telah diterjemahkan ke dalam produk lembaga pendidikan, dan SMK Negeri 2 Metro telah memulainya.

1.5.2. Fokus pada pelanggan (customer), organisasi/perusahaan tergantung pada pelanggan mereka sendiri, yang merupakan kunci untuk meraih keuntungan dan pandangan mereka menentukan kelangsungan hidup organisasi.

1.5.3. Kepemimpinan (Leadership), organisasi menetapkan kesatuan tujuan dan arah dari perusahaan (organisasi). mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar orang – orang dapat menjadi terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.

1.5.4. Keterlibatan orang (Involving Peaple) di semua tingkatan adalah inti dari sebuah organisasi dan keterlibatan penuh mereka memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk keuntungan organisasi.


(23)

15 1.5.5. Pendekatan proses (Process Approach), suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara lebih efisien, apabila aktivitas-aktivitas dan sumber– sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses.

1.5.6 . Pendekatan sistem terhadap manajemen (System Approach), memahami dan mengelola proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang memberikan kontribusi kepada efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.

1.5.7. Peningkatan terus menerus (Continual Improvement), perbaikan terus-menerus dari kinerja keseluruhan organisasi harus menjadi tujuan tetap dari organisasi.

1.5.8. Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan (Factual Decision Making), keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan analisa data dan informasi.

1.5.9. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan (Mutually Beneficial Supplier Relationships), suatu organisasi dan pemasoknya adalah saling tergantung, dan suatu hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan organisasi dan pemasoknya dalam menciptakan nilai tambah.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1. Konsep Sekolah Vokasional

Sekolah vokasioanl memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya.

2.1.1 Konsep Pendidikan Vokasional

Menurut Wenrich dan Wenrich (2004: 8) menyebutkan bahwa pendidikan vokasi : the total process of education aimed at developing the competencies needed to function effectively in an occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam definisi ini ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan terkait dengan suatu pekerjaan – atau kelompok pekerjaan. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi semua jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual skills. Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan attitudes (Wenrich dan Wenrich, 2004: 10). Oleh karena itu, di dalam pendidikan vokasi secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat


(25)

17 (psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supplyminded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro 2007: 28) Berdasarkan pada konsep pendidikan vokasional, maka untuk memahami filosofi pendidikan vokasional perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan vokasional sebagai berikut :

2.1.1.1 Asumsi Tentang Anak Didik

Pendidikan vokasional harus memandang anak didik sebagai individu yang selalu dalam proses untuk mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih dewasa, menjadi lebih pandai menjadi lebih matang, yang menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Pendidikan vokasional merupakan upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar untuk membantu mereka dalam mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu, keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna


(26)

18 menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan vokasional “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.

2.1.1.2 Konteks Sosial Pendidikan Vokasional

Tujuan dan isi pendidikan vokasional senantiasa dibentuk oleh kebutuhan masyarakat yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang vokasionalnya tersebut.

Pendidikan vokasional berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.

2.1.1.3 Dimensi Ekonomi Pendidikan Vokasional

Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan vokasional secara konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari hasil pendidikan itu sendiri. Di samping itu pula, hasil (output) dari pendidikan vokasional seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) yang lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan umum, kondisi tersebut sangat dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan vokasional dirancang sejalan


(27)

19 dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.

Pendidikan vokasional merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan vokasional seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

2.1.1.4 Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Vokasional

Pendidikan vokasional harus lebih memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan vokasional dan kebijakan ketenagakerjaan adalah hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan penyelenggaraan pendidikan vokasional tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi semata.

Dalam konteks ini, diartikan bahwa pendidikan vokasional dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya mendidik anak didik dengan seperangkat skill atau kemampuan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik peserta didik secara terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.


(28)

20

Peserta didik pada SMK lebih dikhususkan bagi anak yang berkeinginan memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka setelah lulus dapat langsung bekerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil bidang profesional atau bidang akademik. Usia peserta didik secara umum pada rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau peserta didik berada pada masa remaja.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dengan dewasa. Pada masa ini biasanya terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial, intelektual dan moral. Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis yang sangat cepat yang mengganggu kestabilan kepribadian anak. Oleh karena itu, di dalam merancang pembelajaran bagi anak yang berusia remaja ini seyogianya memperhatikan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan para remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja yang disarikan dari Sukmadinata (2005: 128), yaitu :

1. Mampu menjalin hubungan yang lebih matang dengan sebaya dan jenis kelamin lain. Belajar bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, bisa melepaskan perasaan pribadi dan mampu memimpin tanpa mendominasi.

2. Mampu melakukan peran-peran sosial sebagai laki-laki dan wanita. mampu menghargai, menerima dan melakukan peran-peran sosial sebagai laki-laki dan wanita dewasa.

3. Menerima kondisi jasmaninya dan dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut untuk menyenangi dan menerima dengan wajar kondisi badannya, dapat menghargai atau menghormati kondisi badan orang lain, dapat memelihara dan menjaga kondisi badannya.

4. Memiliki sendiri emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan telah lepas dari ketergantungan sebagai kanak-kanak dari orang tuanya, dapat menyayangi orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa tergantung pada mereka.

5. Memiliki perasaan mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi. terutama pada anak laki-laki, kemudian berangsur- angsur pula tumbuh pada anak wanita, perasaan mampu untuk mencari nafkah sendiri.

6. Mampu memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan. anak telah mampu membuat perencanaan karir, memilih pekerjaan yang cocok dan mampu ia kerjakan, membuat persiapan-persiapan yang sesuai.


(29)

21 7. Belajar mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berkeluarga.

memiliki sikap yang positif terhadap hidup berkeluarga dan punya anak. 8. Mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual untuk hidup

bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi kehidupan modern, mengembangkan keterampilan berpikir dan berbahasa untuk dapat memecahkan problema-problema masyarakat modern.

9. Memiliki perilaku sosial seperti yang diharapkan masyarakat. Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

10. Memiliki seperangkat nilai yang menjadi pedoman bagi perbuatannya. Telah memiliki seperangkat nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan, ada kemauan dan usaha untuk merealisasikannya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa usia peserta didik pada pendidikan vokasional merupakan fase perkembangan mental. Pada fase ini, perlu diformulasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan usia dan karakteristik pada pendidikan vokasional, sehingga fungsinya sebagai institusi pendidikan formal mapu menghasilkan lulusan yang siap pakai dan terserap di dunia kerja baik lokal, regional, nasional maupun internasional.

2.2 Pengertian Sistem Manajemen Mutu

2.2.1 Definisi Mutu

Istilah mutu merupakan sebuah pengertian yang sulit untuk dilaksanakan dalam dunia pendidikan. Sebab mutu merupakan sebuah istilah yang banyak disebutkan tapi belum banyak dipahami untuk diterapkan, Sallis dalam Suhardan (2010: 92). Menurut hasil penelitian Suwartoyo (Kompas 18 Januari 2005) “Orientasi yang kuat di semua sekolah pada peningkatan mutu pelayanan sebagai skenario utama menuju otonomi merupakan kabar yang baik dari otonomi”. Tujuan utama otonomi sekolah adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui


(30)

22 kemandirian sekolah. Sekolah-sekolah akan berpacu untuk meningkatkan persaingan, mutu akan menjadi kekuatan utama bagi setiap sekolah untuk memenangkan persaingan, baik menghadapi pesaing lama maupun pendatang baru Dadang (2010: 92). Unsur market sebagai pesaing persekolahan dilukiskan sebagaimana dalam Gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Kompetisi antar Sekolah

Sumber : Dadang, (2010; 92)

Sedangkan Joseph M.Juran (1999: 154), mengatakan bahwa mutu “kesesuaian dengan penggunaan, seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga atau sepatu kulit yang dirancang untuk ke kantor atau ke pesta”. Senada dengan pendapat tersebut, Crosby berpendapat bahwa mutu “kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, atau dokter yang ahli, dan ia menambahkan, pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi”. Menurut ISO, mutu adalah “derajat/karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan/keinginan”. Sedangkan, American National Standards Institute (ANSI) dan American Society for Quality Control (ASQC), mengatakan bahwa kualitas adalah keseluruhan sifat atau karakteristik dari produk

KOMPETISI ANTAR SEKOLAH KEKUATAN

PEMBERI JASA

KEKUATAN PEMAKAI JASA PERUBAHAN

DEMOGRAFI PERKEMBANGAN

TEKNOLOGI BELAJAR

KEBIJAKAN BARU PEMERINTAH

PENDATANG BARU PENDIDIKAN


(31)

23 atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan. Kemudian menurut Standard Australian International (SAI), kualitas adalah jika pelanggan kembali dengan kepuasan dan memberikan persepsi yang positif. Di samping itu SAI juga menyebutkan bahwa kualitas bukan merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri dan berjalan terpisah dari suatu bisnis, melainkan adalah bagian yang integral dalam manajemen sehari-hari dari bisnis.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan dengan keinginannya, sehingga ia bisa puas atas jasa/produk atau pelayanan yang diberikan.

2.2.2. Cara Menciptakan Mutu

Mutu adalah sifat dari benda dan jasa. Setiap orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari orang lain, sebaliknya orang lain juga selalu mengharapkan dan menuntut mutu dari diri kita. Ini artinya, mutu bukanlah sesuatu yang baru, karena mutu adalah naluri manusia. Benda dan jasa sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain yang menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah paduan sifatsifat dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Untuk menghasilkan mutu, Menurut Slamet (1994: 45) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga penghasil produk/jasa, yaitu:

1. Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga penghasil produk/jasa (stakeholders), dalam hal ini terutama antara pimpinan/pemilik lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.


(32)

24 2. Perlunya ditumbuh-kembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap

orang yang terlibat dalam proses meraih mutu produk/jasa. Setiap orang harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.

3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan TQM ISO bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.

4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil produksi/jasa. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu sesuai yang diharapkan.

Menciptakan mutu pada suatu organisasi, tidak ada satu pihak yang merasa diuntungkan, tetapi bagaimana masing-masing pihak bersama-sama merasa mempunyai tanggung jawab dan berkepentingan atas produk/jasa yang dihasilkan. Cara lain untuk mencapai suatu mutu dari produk/jasa, menurut Edward Deming dalam Sallis (1993; 54) terdapat 14 prinsip yang harus dilakukan, yaitu: (a) tumbuhkan terus menerus tekad yang kuat dan perlunya rencana jangka panjang berdasarkan visi ke depan dan inovasi baru untuk meraih mutu, (b) adopsi filosofi yang baru. Termasuk didalamnya adalah cara-cara atau metode baru dalam bekerja, (c) hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu. Setiap orang yang terlibat karena sudah bertekat mencipkan mutu hasil produk/jasanya, ada atau tidak ada pengawasan haruslah selalu menjaga mutu kinerja masing-masing, (d) hentikan hubungan kerja yang hanya atas dasar harga. Harga harus selalu terkait dengan nilai kualitas produk atau jasa, (e) selamanya harus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kualitas dan produktivitas dalam setiap kegiatan, (f) lembagakan pelatihan sambil bekerja (on the job training), karena pelatihan adalah alat yang dahsyat untuk pengembangan kualitas kerja


(33)

25 untuk semua tingkatan dalam unsur lembaga, (g) lembagakan kepemimpinan yang yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik misalnya: membina, memfasilitasi, membantu mengatasi kendala dll, (h) hilangkan sumber-sumber penghalang komunikasi antar bagian dan antar individu dalam lembaga, (i) hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi agar mereka dapat bekerja secara efektif dan efisien, (j) hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan bawahan; atau lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan produktivitas pada sisten organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi keharusan saja, (k) hilangkan kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja dengan menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas, (l) singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing, (m) lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan diri bagi semua orang dalam lembaga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai profesional harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan (n) libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju peningkatan mutu. Ciptakan struktur yangmemungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.

Hal yang menarik dari Deming, dalam menciptakan mutu tidak berhenti dan kepuasan pada tingkatan yang telah diperoleh, akan tetapi selalu berusaha untuk melakukan improvement. Kecenderungan mengejar angka-angka patut


(34)

26 dihilangkan, organisasi patut memperhatikan aspek-aspek yang tidak terlihat dengan kasat mata.

Dalam menciptakan mutu pada bidang jasa khususnya pendidikan, mempunyai perbedaan dan karakteristik tersendiri dibandingkan dengan sifat-sifat mutu pada bidang lain, seperti yang dikemukakan oleh Slamet (1994; 55), bahwa Sifat-sifat mutu jasa pendidikan mengandung unsur-unsur: (1) Tangible (bukti yang nyata), yaitu meliputi fisik, perlengkapan, karyawan/staf pengajar, dan sarana komunikasi. Misalnya, fasilitas pembelajaran (gedung), fasilitas laboratorium, fasilitas perpustakaan, media pembelajaran, kantin, tempat parker, sarana ibadah, fasilitas olahraga, serta busana penampilan staf administrasi maupun staf pengajar, (2) Reliability (keandalan), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera atau cepat, akurat, dan memuaskan. Misalnya, mata ajaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan,jadwal pembelajaran, proses pembelajaran yang akurat, penilaian yang objektif, bimbingan dan penyuluhan, serta aktivitas lain yang semuanya untuk memperlancar proses pembelajaran peserta didik, (3) Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemauan/kesediaan para staf untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap. Misalnya guru pembimbing mudah ditemui konsultasi. Proses pembelajaran interaktif sehingga memungkinkan peserta didik lebih memperluas wawasan berfikir dan kreatifitasnya. Prosedur administrasi lembaga pendidikan menjadi lebih sederhana, (4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Misalnya, selururh staf administrasi, staf pengajar, maupun pejabat


(35)

27 structural harus benar-benar kompeten di bidangnya sehingga reputasi lembaga pendidikan positif di mata masyarakat, dan (5) Empathy (empati), yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya. Misalnya, staf pengajar mengenal siswanya yang mengikuti proses pembelajran, guru bisa benar-benar berperan sesuai fungsinya, perhatian yang tulus diberikan kepada para siswanya berprestasi, kemudahan mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, serta kemampuan memahami kebutuhan siswanya.

2.3. The International Organization for Standarization (ISO)

Hubungan masing-masing pihak akan terjalin dengan baik apabila ada aturan-aturan, yang kemudian aturan itu menjadi kesepakatan bersama. Demikian halnya dalam hubungan bisnis antar satu kelompok yang satu dengan yang lain, bahkan antara Negara di dunia, aturan atau kita katakan standar merupakan harga mutlak yang harus ditetapkan sehingga tidak menimbulkan rintangan dalam menjalin sebuah hubungan bisnis.

Untuk standarisasi tersebut, berdirilah badan standar dunia yaitu ISO (The International Organization for Standardrization) sebagai badan standar dunia yang dibentuk untuk meningkatkan perdagangan internasional yang berkaitan dengan perubahan barang dan jasa. ISO dapat disimpulkan bahwa pembentukkannya sebagai wadah koordinasi standar kerja internasional, publikasi standar harmonisasi internasional dan promosi pemakaian standar internasional. Saat ini, anggota ISO terdiri dari 130 negara yang berkedudukan di Jenewa, Swiss, meliputi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan Asosiasi


(36)

28 Perdagangan Bebas Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Singapura dan sebagainya yang di dalam pengonsepan standar dilakuakn oleh 34 anggota badan yang terdiri dari Bagian Teknik dan Administrasi (Suardi, 2001:21).

Ada juga yang beranggapan ISO adalah singkatan dari The International Organization for Standardrization, ISO bukan sebuah singkatan tetapi sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sama”, seperti istilah “isoterm”, yang berarti “suhu yang sama”, “isometric” yang berarti “dimensi yang sama”, dan “isobar ” yang berarti “ tekanan yang sama “. Kata yang dijadikan standar merupakan cara untuk mempermudah dalam penggunaan dan agar mudah diikuti. Jika yang digunakan adalah singkatan, tentu di setiap Negara akan berbeda singkatannnya, seperti IOS dalam Bahasa Inggris, OIN dalam bahasa Perancis atau di Indonesia dengan OSI ( Organisasi Standar Internasional).

2.3.1 Mutu melalui ISO

Masih sedikitnya organisasi di Indonesia yang mendapatkan sertifikat ISO 9000 dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya menunjukkan masih lemahnya kesadaran organisasi akan pentingnya ISO 9000.

Organisasi yang menjalankan sistem manajemen yang efektif akan mendapatkan manfaatnya, yang merupakan suatu hasil yang bisa dirasakan dari implementasi ISO 9000, Suardi (2001: 97), antara lain : (a) membuat sistem kerja dalam suatu organisasi menjadi standar kerja yang terdokumentasi, (b) dengan adanya ISO 9000, ada jaminan bahwa perusahaan itu mempunyai sistem manajemen mutu dan produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan, (c) dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang


(37)

29 baru, (d) menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem manajemen yang ditetapkan, (e) semangat pegawai ditingkatkan karena mereka merasa adanya kejelasan kerja sehingga mereka bekerja dengan efisien, (f) adanya kejelasan hubungan antara bagian yang terlibat dalam melaksanakan suatu pekerjaan, (g) kepercayaan manajemen yang sangat tinggi, (h) dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dan memenuhi permintaan pelanggaan, baik internal maupun eksternal, (i) dapat menstandarisasi berbagai kebijakan dan prosedur operasi yang berlaku di seluruh organisasi, (j) menetapkan suatu dasar yang kokoh dalam membangun sikap dan keinginan bagi setiap kemajuan atau peningkatan.

Keuntungan bagi organisasi yang menerapkan ISO, khususnya organisasi pendidikan, akan meciptakan sistem kerja yang terstandar sehingga iklim kerja antar guru, karyawan dan kepala sekolah kondusif dan terbuka karena adanya kejelasan aturan dan job description masing- masing personil. Khusus untuk SMK, sebagai lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan untuk bekerja di industri atau lembaga pemerintah yang menjadi pelanggan, penerapan standar ISO memacu sekolah untuk berusaha menyesuaikan kualitas lulusan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan (link and match).

Menurut Bakhtiar dalam Pradana (2003: 105) penerapan ISO 9000 oleh sebuah organisasi pada dasarnya dilatarbelakangi oleh dua macam kondisi, yaitu: (a) kondisi kontraktual, yaitu suatu kondisi dimana organisasi dituntut oleh konsumen, pasar, atau persaingan untuk menerapkan suatu standar manajemen mutu internasional. Dengan demikian, organisasi wajib memiliki sertifikat ISO 9000 untuk ditujukan kepada konsumennya, (b) kondisi non kontraktual, yaitu


(38)

30 suatu kondisi dimana penerapan ISO didasari oleh kepentingan perusahaan itu sendiri dalam rangka mengembangkan kinerja internal perusahaan, jadi bukan disebabkan tuntutan konsumen.

Berdasarkan latar belakang kedua kondisi tersebut, maka motivasi perusahaan dalam menerapkan ISO terbagi dalam dua macam kriteria, yaitu: (a) motivasi aktif atau motivasi yang bersifat pengembangan (developmental), (b) motivasi pasif atau motivasi yang bersifat non pengembangan (non developmental). Berdasarkan hasil survei Vloeberghs dan Bellens dalam Susanti (1999: 175) di Belgia menunjukkan alasan utama untuk menerapkan ISO 9000 adalah; (a) untuk meningkatkan image mutu organisasi di pasar, (b) untuk meningkatkan efisiensi dan pengendalian organisasi, (c) untuk meningkatkan mutu produk dan jasa, (d) untuk menggabungkan dan memperluas market share, (e) karena permintaan dan/atau pertanyaan dari konsumen, (f) keputusan manajemen perusahaan, (g) permulaan yang tepat untuk Total Quality Management, (h) mengurangi resiko pertanggungjawaban produk berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi alasan memilih penerapan ISO dalam sebuah organisasi oleh berbagai keuntungan (a) dapat dipergunakan oleh semua organisasi profit maupun non profit, (b) mudah diterapkan, bahasanya jelas sehingga mudah dimengerti, (c) menyesuaikan dengan proses yang ada pada organisasi, (b) mendorong penyempurnaan kinerja organisasi, (c) berorientasi pada perbaikan yang berkelanjutan dan upaya peningkatan kepuasan pelanggan dan (d) mudah dipadukan dengan standar sistem manajemen lainnya.


(39)

31 2.4. Implementasi Delapan Prinsip Manajemen Mutu pada Pendidikan Vokasional

Desain dan penerapan sistem manajemen mutu dipengaruhi oleh kondisi yang berubah, sasaran tertentu, produk yang disediakan, dan ukuran serta struktur organisasi. Edisi terbaru ISO 9001 : 2008 didasarkan pada delapan prinsip manajemen mutu. Banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan prinsip manajemen mutu.

Penerapan prinsip manajemen mutu tidak hanya menyediakan keuntungan secara langsung terhadap perancangan sistem manajemen mutu, tetapi juga memberikan kontribusi keuntungan pada pengelolaan biaya dan risiko. Sistem manajemen mutu yang efektif dapat memastikan bahwa kegiatan-kegiatan dalam hal ini ini pendidikan vokasional dapat diawasi. Hal ini memungkin setiap orang mengetahui apa yang mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sebagai hasilnya, inefisiensi dan pemborosan dapat ditentukan sasarannya dan kemudian dihilangkan dengan tetap berfokus pada pelanggan (customer focus) dan perbaikan berkelanjutan (continuos improvement).

Gambar. 2.2 Manajemen ISO

Manajemen

Involving People Mutually beneficial

Supplier relation ships

Leadership

Systems Approach Continous

Improvement

Factual decision Making

Process Approach

Custumer Focus


(40)

32 Suardi (2004: 100), mengemukakan bahwa organisasi yang menerapkan ISO, harus melaksanakan kedelapan prinsip manajemen mutu yang berintegrasi pada klausul-klausul ISO itu sendiri, seperti dijelaskan di bawah ini :

2.4.1 Fokus pada Pelanggan (Costumer Focus)

Pelanggan adalah kunci untuk meraih keuntungan bagi organisasi sekolah. Kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan bagaimana pandangan pelanggan organisasi tersebut. Oleh karena itu, organisasi harus mengerti keinginan pelanggan sekarang dan masa depan dengan berusaha memenuhi persyaratan pelanggan dan bahkan melebihi harapan mereka.

Mengenai siapa pelanggan pada SMK, Sallis dalam Tampubolon (2001:74-75), membagi pelanggan lembaga pendidikan yakni SMK dalam dua kelompok yaitu pertama, pelanggan berdasarkan lokasi dan posisi terhadap SMK yakni pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kedua pelanggan berdasarkan langsung tidaknya pengaruh yaitu pelanggan primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan tersier.Pelanggan internal adalah pelanggan yang berada dalam organisasi dan berperan sebagai pengelola SMK. Pihak pihak yang menjadi pelanggan internal antara lain guru, karyawan, dan unsure staf. Pelanggan ekternal adalah pelanggan yang berada diluar organisasi SMK yang secara langsung atau tidak terkena pengaruh akan mutu layanan sekolah. Pelanggan ekternal dikelompokan menjadi pelanggan primer, sekunder, dan tersier. Pelanggan primer adalah pelanggan yang secara langsung menerima layanan pendidikan dari SMK yaitu siswa. Pelanggan sekunder adalah pelanggan yang secara tidak langsung menerima layanan pendidikan dan terlibat dalam memberikan dukungan dengan


(41)

33 menyediakan SDM dan sumber dana yaitu orangtua siswa, pemerintah, dan organisasi sponsor. Pelanggan tersier adalah pelanggan yang secara tidak langsung menerima jasa lembaga pendidikan SMK melalui pemakaian siswa yang sudah selesai menerima layanan pendidikan yaitu: pemerintah, dunia kerja, masyarakat, lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

SMK perlu memberikan pelayanan yang bermutu terhadap pelanggan. Sehingga sekolah harus berusaha memahami kebutuhan dan harapan pelanggan. Langkah yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan data data tentang siapa pelanggannya dan apa kebutuhannya kemudian dipenuhi kebutuhannya. Mengenai bagaimana organisasi memposikan pelanggan, dipertegaskan secara jelas oleh Hoyle (2006:26) sebagai berikut : pada organisasi tradisional, manajemen puncak berada di atas dan pelanggan berada di bagian paling bawah. Hal ini tidak relevan pada kondisi dengan tingkat persaingan saat sekarang. Manfaat penting yang diperoleh pada organisasi pendidikan dengan menerapkan prinsif fokus pada pelanggan adalah: (a) meningkatnya keuntungan dan mendapat perolehan angka keterserapan yang cepat, (b) meningkatnya penggunaan sumber daya organisasi yang efektif untuk mempertinggi kepuasan pelanggan, (c) meningkatnya loyalitas pelanggan.

Menurut Suardi (2001: 145), prinsip fokus pada pelanggan ini diterapkan secara optimal yang akan mengarah pada hal-hal berikut : (a) menyelidiki dan memahami kebutuhan dan harapan pelanggan, (b) memastikan bahwa sasaran organisasi berhubungan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan, (c) mengkomunikasikan kebutuhan dan harapan pelanggan dengan organisasi secara keseluruhan, (d) menyelaraskan pendekatan dalam memuaskan pelanggan dan


(42)

34 pihak yang berkepentingan serta mengambil tindakan atas hasil yang didapatlkan, (e) memastikan keseimbangan antara kepuasan pelanggan dan pihak yang berkepentingan seperti pemilik, karyawan, pemasok, pemodal, masyarakat dan Negara. Sementara Goetsch dan Davis dalam Nasution (1992: 22) menguraikan bahwa fokus pada pelanggan dalam manajemen mutu, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

Organisasi pendidikan yaitu sekolah, harus memperhatikan kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan tidak lari dan menjadi loyal. Dengan pelangan loyal akan berimplikasi pada citra sekolah di tengah masyarakat, sehingga meningkatkan kepercayaan seluruh elemen warga sekolah.

2.4.2 Kepemimpinan (Leadership)

Kinerja pemimpin (leader) adalah untuk menciptakan visi yang mengandung kewajiban untuk mewujudkannya, yang membawa orang lain ke tempat yang baru, yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan visinya ke dalam kenyataan. Dari sudut pandang Hoyle (2006:28), bahwa kepemimpinan dalam sebuah organisasi didefinisikan seperti berikut; pemimpin dalam hal ini kepala sekolah harus membuat tujuan sekolah dengan menciptakan dan memelihara lingkungan internal yang membuat semua personel terlibat dalam pencapaian visi dan misi sekolah. Penerapan prinsip kepemimpinan ini nantinya akan mengarah pada: (a) pertimbangan semua kebutuhan pihak terkait sebagai suatu kesatuan, (b)


(43)

35 menciptakan visi yang jelas untuk masa depan sekolah, (c) menetapkan target, tujuan, atau sasran yang menantang, (d) menyediakan sumber daya dan pelatihan, (e) kebebasan untuk bertindak dengan tanggung jawab dan akuntabilitas, (f) menjadi contoh dalam hal kejujuran, moral dan penciptaan budaya, (g) penciptaan kepercayaan, (h) menghilangkan kekhawatiran di antara semua karyawan.

Menurut Suardi (2001: 176), manfaat penting yang dirasakan dalam menerapkan prinsip kepemimpinan ini adalah : (a) karyawan akan paham dan termotivasi atas pentingnya tujuan dan sasaran organisasi, (b) pengevaluasian, pembetulan, dan penerapan aktivitas dilakukan dalam satu kesatuan, (c) salah komunikasi (miscommunication) antar tingkatan pada organisasi dapat dikurangi, (d) pegawai dapat diandalkan kinerjanya, (e) timbulnya keinginan untuk berpastisipasi dan berkontribusi untuk perbaikan yang berkelanjutan (continuos improvement).

Kepemimpinan di dalam sebuah organisasi sekolah, ia adalah seorang yang bertanggung jawab kemana arah organisasinya. Tentu saja, sebagai seorang atau kepala sekolah yang baik, harus memahami dan mengetahui kemampuan setiap guru-guru dan stafnya, agar diberdayakan secara maksimal sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing. Oleh karena itu, pemimpin yang sukses adalah ketika ia mampu menggunakan sumber daya yang ada di organisasinya untul mencapai visi dan misi bersama.

2.4.3 Keterlibatan Personel (Involving People)

Keterlibatan personel adalah dasar yang dipentingkan dalam prinsip manajemen mutu. Personel pada semua tingkatan adalah modal utama


(44)

36 perusahaan,di mana keterlibatan kemampuannya secara penuh sangat bermamfaat bagi orhanisasi sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memampukan dan memberukan kesempatan kepada personel untuk merencanakan, menerapkan rencana, dan mengendalikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau kelompoknya. Kebebasan dan pemberian wewenang perlu dilakukan kepada guru dan staf dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Dengan adanya keterlibatan personel secara menyeluruh, maka akan menghasilkanrasa memiliki dan tanggung jawab dalam memecahkan masalah. Hal ini akan memicu karyawan untuk aktif dalam melihat peluang peningkatan kompetensi, pengetahuan dan pengalaman. Ini tidak harus diartikan membiarkan karyawan untuk memutuskan caranya dalam melakukan segala sesuatu. Keterlibatan ini dapat dimulai dengan perekrutan SDM yang tepat, memberikan pelatihan, kemudian memberikan mereka tingkat tanggung jawab dan wewenang yang sesuai. Bagi manejer, keterlibatan personel merupakan proses untuk meningkatkan keadalan diri personel yang bersangkutan agar dipercaya dalam merencanakan dan mengendalikan implemnetasi rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan. Sedangkan bagi organisasi sekolah, keterlibatan personel menimbulkan antusiasme dan rasa bangga karena merasa menjadi bagian atau meiliki organisasi sekolah yang akhirnya akan berfokus pada kreasi dan memberikan nilai bagi pelanggan.

Organisasi sekolah yang dapat membuat guru dan stafnya mengambil inisiatif dan terlibat secara aktif maka organisasi tersebut mencapai apa yang dinamai adaptif (adaptive). Selain itu, ada pula kondisi di mana tingkat pemberdayaan organisasi dan prefernsi individual sama- sama rendah. Organisasi seperti ini dikategorikan sebagai organisasi yang tunduk/mengalah (compliant). Ada


(45)

37 kemungkinan dijumpai situasi yang membutuhkan kedua unsure karakteristik di atas. Staf kabin pesawat misalnya, harus adaptif dalam menangani pelanggan dan situasi-situasi tertentu, sedangkan dalam situasi yamg berkaitan dengan keselamatan, mereka harus comitmen. Keterlibatan karyawan, proses, dan situasi perlu juga dipertimbangkan. Dalam beberapa situasi, khususnya dalam organisasi yang sangat menekankan inisiatif individu, orang bisa menjadi cemas (anxious). Ini mungkin dikarenakan mereka tidak dipersiapkan secara baik untuk menghadapi situasi seperti itu, atau malah mungkin karena mereka merasa tidak nyaman tanpa adanya peraturan dan prosedur yang diikuti. Demikian juga halnya dengan seseorang yang lebih suka melakukannya dengan caranya sendiri dan mengambil inisiatif akan sangat frustasi (frustated) bila mereka harus bekerja dengan pedoman prosedural yang ketat sepanjang waktu.

Goetsch dan Davis (1994: 22) memaparkan bahwa adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat meningkatkan kemungkinan dihasilkannya suatu keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja serta meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.

Pelibatan semua komponen dalam sebuah organisasi sekolah akan memupuk tanggung jawab yang tinggi karena ada sense of belonging masing-masing anggota organisasi sekolah, hal ini menjadi sebuat aset bagi sekolah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


(46)

38 2.4.4 Pendekatan Proses (Process Approach)

Standar internasional ISO mengembangkan pemakaian pendekatan proses (process approach) pada masa pembuatan, penerapan, dan peningkatan sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memenuhi berbagai persyaratan pelanggan. Proses dalam ISO 9001: 2008 didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas yang saling berhubungan/mempengaruhi di mana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan dan instruksi) menjadi output (barang dan jasa). Perubahan yang dimaksud pada definisi proses di atas dapat disimpulkan sebagai adanya penambahan nilai dari masukan (input), yang dapat digolongkan menjadi empat bentuk, seperti : (a) perubahan fisik (konstruksi, jasa kesehatan, manufaktur), (b) Lokasi (penggudangan, transportasi), (c) transaksi (bank, asuransi ritel), (d) Informasi (pemrosesan data), berdasarkan definisi ISO itu, maka ada hal yang harus diperhatikan aktivitas pada keempat bentuk tersebut. Pertama, apakah input memadai untuk dilanjutkan ? Kedua, apakah proses yang dilakukan efektif dan efisien dan adakah langkah penambahan nilai dari input ?. Dan yang ketiga, pada keluaran (output), yang harus diperhatikan adalah siapa pelanggan organiasi sekolah sehingga dapat memastikan output yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan ?. Untuk sebuah organisasi sekolah, agar berfungsi secara lebih efektif, haruskah mengidentifikasikan dan mengatur aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan. Suatu aktivitas yang menggunakan sumber daya dan dikelola dalam rangka memungkinkan perubahan input menjadi output, bisa dipertimbangkan sebagai proses. Seringkali output dari suatu proses langsung membentuk input untuk proses berikutnya. Jika proses-proses yang ada dikaitkan


(47)

39 satu sama lain, maka hal ini dinamai sistem. Sedangkan proses berdasr hierarkinya tersendiri dari sub-proses dan sub-proses dijabarkan lagi dengan aktivitas, kemudian aktivitas akan dijabarkan lagi menjadi task.

Aplikasi suatu sistem dari proses dalam suatu organisasi, beserta identifikasinya dan berinteraksi dari proses-proses tersebut, dan pengeloalaannya, bisa dikatakan sebagai “pendekatan proses”. Pendekatan prose menurut ISO 9000 didefinisikan sebagai identifikasi yang sistematis dan pengolahan proses yang digunakan organisasi dan keterangan yang mempengaruhi tiap proses. Dalam konteks ISO 9000, pendekatan proses mensyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi, penerapan, pengelolaan, dan melakukan peningkatan berkesinambungan (continuos improvement) proses yang dibutuhkan untuk sistem manajemen mutu, dan mengelola interaksi masing-masing proses yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Proses-proses tersebut secara sistematis dijelaskan sebagai berikut :

2.4.4.1 Proses Inti (Realization Process)

Proses inti berfungsi sebagai increase in value pada organisasi sekolah yang dimulai dari pelanggan eksternal dan kembali pada pelanggan. Proses inti memberikan kontribusi mayor pada organisasi dan mencapai kepuasan pelanggan. Dibandingkan proses lainnya, proses inilah yang memiliki hubungan langsung dengan pelanggan dan mendapat efek langsung dari pelanggan.


(48)

40 2.4.4.2 Proses Pendukung (Support Process)

Sesuai dengan definisinya, proses ini berfungsi sebagai pendukung pada organisasi pada proses ini, dan menghasilkan data, informasi atau mengatur administrasi yang terprosedur.

2.4.4.3 Proses Manajemen (Management Process)

Karakteristik dari proses ini adalah untuk melakukan pengendalian dan pembuatan keputusan. Pendekatan proses dilakukan untuk mengelola input menjadi output, seperti yang diungkapkan oleh Hoyle (2006:30), bahwa keuntungan yang diperoleh oleh sebuah organisasi sekolah dari penerapan prinsip ini adalah : (a) turunnya biaya dan waktu putaran yang lebih pendek karena penggunaan sumber daya yang efektif, (b) hasil yang diperoleh dapat diperkirakan, konsisten dan ditingkatkan, (c) peningkatan kesempatan dapat lebih difokuskan dan diprioritaskan.

2.4.5 Pendekatan Sistem Pengelolaan (Systems Approach)

Pendekatan sistem untuk pengelolaan dapat dilakukan jika pendekatan proses telah diterapkan. Dengan kata lain, pendekatan sistem untuk pengelolaan adalah kumpulan dari pendekatan proses. Pendekatan sistem ke manajemen didefinisikan sebagai pengidentifikasian, pemahaman, dan pengelolaan sistem dari proses yang saling terkait untuk pencapaian tujuan dan peningkatan sasaran organisasi dengan efektif dan efisisen. Sistem dibuat, agar bisa dipertemukan ide, prinsip dan teori sehingga dapat menghasilkan yang maksimal, Hoyle (2006:30) mengatakan;


(49)

41 Organisasi yang telah mampu menerapkan prinsip ini, maka akan memperoleh dampak positif seperti berikut: (a) integrasi dan penjajaran proses yang terpenuhi akan mendukung pencapai hasil terbaik yang diinginkan, (b) kemampuan untuk memfokuskan tujuan sekolah yang telah ditetapkan, (c) memberikan kepercayaan pada interested parties, seperti konsistensi, keefektifan, dan efisiensi organisasi.

2.4.6 Peningkatan Berkesinambungan (Continuos Improvement)

Organisasi yang mengimplementasikan ISO 9000, tidak pernah puas dan berhenti atas apa yang telah dicapai, ia selalu berusaha meniggkatkan kualitas produk/jasa sehingga customer satisfaction bisa terpenuhi. Karenanya, peningkatan berkesinambungan (continuos improvement) harus menjadi sasaran setiap organisasi, peningkatan berkesinambungan memiliki keuntungan sebagai berikut : (a) adanya kinerja yang menguntungkan dalam meningkatkan kapabilitas organisasi sekolah, (b) fleksibel dan cepat dalam merespon hubungan untuk mengubah pasar atau kebutuhan dan harapan pelanggan, (c) mengoptimalkan biaya dan sumber data

Diterapkannya prinsip continuos improvement ini bagi organisasi sekolah, akan mengarah pada hal- hal berikut : (a) mengkaryakan pendekatan organisasi secara konsisten untuk meningkatkan continuos improvement pada kinerja organisasi, (b) menyediakan pelatihan dan pendidikan dalam metode maupun alat yang digunakan, (c) membuat continuos improvement pada produk, proses, dan sistem sebagai sasaran untuk setiap individu dalam organisasi, (d) membuat tujuan sebagai pedoman dan pengukuran untuk track continuos improvement, (e)


(1)

117

6.3Saran

Implementasi ISO sangat tepat bagi sekolah kejuruan, karena bisa mempertemukan kebutuhan industri yang rata-rata telah memakai ISO, sehingga sekolah bisa menyesuiakan mutu lulusan sesauai dengan standar yang ditetapkan oleh industri,

Berikut ini merupakan saran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada ;

6.3.1 Pengelola SMK Negeri 2 Metro

Kepala sekolah hendaknya lebih intensif dalam melaksanakan program ISO, karena secara umum akan meningkatkan mutu lembaga itu sendiri sekaligus meningkatkan mutu siswa sebagi dampak dari peningkatan mutu kerja guru dan stafnya serta harus selalu secara rutin mengadakan evaluasi agar mutu ISO dalam lembaga sekolah tersebut tetap sesuai dengan program yang sudah ditetapkan.

6.3.2 Guru SMK Negeri 2 Metro

Guru diharapkan memahami perlunya kerjasama dalam meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama yang diharapkan dalam bentuk dukungan terhadap kesuksesan implementasi program ISO 9001: 2008 SMK N egeri 2 Metro, mengingat kepala sekolah tidak mungkin melakukan peningkatan mutu seorang diri tanpa peran serta guru dan staf yang ada di SMK N 2 Metro.


(2)

118

6.3.3 Dinas Pendidikan Kota Metro

Perlu pembinaan kepada sekolah-sekolah secara intensif karena program ISO 900`: 2008, mampu menciptakan tenaga-tenaga trampil bagi siswa-siswanya, sehingga Sekolah Menenngah Kejuruan mampu memposisikan slogan pemerintah untuk SMK, yaitu SMK Bisa.

6.3.4 Mitra Kerja DUDI

Dengan adanya program ISO yang diterapkan di SMK N 2 Metro diharapkan 1) mampu memberikan kontribusi bagi industri dan pihak industry nenberikan kemudahan dalam mrnrtims tenaga trampil, 2) mampu memberikan kontribusi bagi SMK Negeri 2 Metro untuk memiliki sistem manajemen yang efektif,


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. Zainal. (2011). Penelitian pendidikan. Metode dan Paradigma Baru. PT

Remaja Rosdakarya, Bandung

BPS (2000), Statistik Indonesia

Bogdan, R.C., & Biklen, S.K.B. 1998. Qualitative Reseach For Education to

Theory and Methods. Allyn. And Bacon. Inc. Boston.

Bogdan,R.danTaylor,S.J.(1993). KualitatifDasar-dasarPenelitian.

UsahaNasional. Surabaya.

Capra, F. (1997), The Web of Life, GB, Harper & Colin

Dadang. S. (2010) Supervisi Profesional. Alfa Beta. Bandung

Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung

DepdiknasRI(2006).NaskahPengembanganSMKBertarafInternasional,

DirektoratPembinaanSMK. Jakarta.

DepdiknasRI.(2003). Undang-UndangRI.No.20tahun2003SistemPendidikan

Nasional.BiroHukumdanOrganisasiSekjenDepdiknas. Jakarta.

DepdiknasRI. (2002). Sejarah PendidikanTeknikdan KejuruandiIndonesia,

MembangunManusiaProduktif, DirektoratPendidikanMenengah

Kejuruan. Jakarta.

Gaspersz, Vincent. (1997). Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-konsep

KualitasdalamManajemenBisnisTotal.PT.Gramedia. Jakarta..

Gaspersz, Vincent. (2012). Three-in-one ISO 9001, ISO 14001, ISO OHSAS

18001. PT.Niaga Swadaya. Jakarta.

Goestc, D.L. and S. Davis (1994). Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. Englewood, Cliffs,N.J: Prentice Hall

International,Inc.

Gube, E and Lincoln. (1985). Effective Evaluation. Jossey Bass Publisher, San

Fransisco.

Hadiwiardjo, Bambang dan Wibisono, Sulistijarningsih. 2000, Memasuki Pasar


(4)

120

Hamalik, Oemar. (1990). Pendidikan Tenaga Kerja Nasional: Kejuruan,

KewiraswastaandanManajemen. PT.CitraAdityaBakti. Bandung.

Hasan,S.H.(2004). ImplementasiKurikulumdanGuru.JurnalHipkin.

Hoyle,David.(2006). ISO9000QualitySystemsHandbook,FifthEdition.Great

Britain

Kepmendiknas. (2004). Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan (SPM).

Koter, P.J. & Haskett, J.L. (1992), Corporate Culture & Performance, Free Press, Macmillan Press, USA

Lincoln, Y, S dan Gube, EG. (1985) Naturalistic Inquiry, Beverly Hill. Sage

Publication.

Lewis,Ralph G.,D.H Smith (1994), “Total Quality inHigher Education”, Florida:

St.LuciePress.

Moleong, L.J. (1995). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja RosdaKarya. Bandung

Nasution.(1992). MetodeResearch.Bandung:Jemmars..(1988). Metode

Penelitian Naturalistik. Tarsito. Bandung.

Paramitasari,S.V.(2007). KajianKeterkaitandanDampakProsesImplementasi

dan Sertifikasi ISO 9000 terhadap Kinerja Organisasi berdasarkan Persepsi Karyawan pada Sekolah Menengah Kejuruan Tesis Magister, TMI-ITB.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2008). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Poerwadarminta. (1995). Kamus Umum Bahasa Indonesia. BalaiPustaka.

Jakarta

Pradana, Aldy. (2003),Analisis Pengaruh Penerapan ISO 9000 Terhadap

KinerjaPerusahaandalamKaitannyadenganPraktikManajemenMutu”,

TugasAkhir,TMI-ITB.

PT.InternasionalIndonesia, PemahamanISO9001:2000danDokumenMutu

Rinehart, G., (1993). Quality Education: Applying the Philosophy of Dr

. W.EdwardsDemingtoTransformtheEducationalSystem.Milwaukee,WI:

ASQCQualityPress

Sallis,E.,(1993). TotalQualityManagementInEducation.London:KoganPage


(5)

121

Satori, Djama’an dan Komariah, Aan.(2009).Metodologi Penelitian Kualitatif.

AlfaBeta. Bandung

Scheerens,Jaap(2003). PeningkatanMutuSekolah, PT.LogosWacana

Ilmu. Jakarta

Schlickman. Jay J .(2003). ISO 9001: 2000 Quality Management System

Design,ArtechHouse

Silalahi,Ulber(2006).MetodePenelitianSosial,Bandung,UnparPress

Slamet, Margono.(1994).Manajemen Mutu Terpadu dan Perguruan Tinggi

Bermutu.ProyekHEDSDepartemenPendidikandanKebudayaan.

_______,(1999).FilosofiMutudanPenerapanPrinsip-PrinsipManajemenMutu

Terpadu,IPBBogor

SNI/StandarNasionalIndonesia.(1991). ManajemenMutu:SNISeri9001:2000

SNI/Standar Nasional Indonesia. (1991). Sistem Manajemen Mutu, Panduan

untukPerbaikan:SNISeri9001:2000

SNI/StandarNasionalIndonesia.(1991). SistemManajemenMutu:Persyaratan,

SNISeri9001:2000

Spradley, James, P. (1980) Partisipant Observation. New York. Holt, Rinehart and

Winsston. N

Suardi, Rudi (2001). Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000, Penerapannya

untukmencapaiTQM. PPM. Jakarta

Sudjana, N. dan Ibrahim, R. (1988). Penelitian dan Penilaian Pendidikan.

SinarBandung. Bandung.

Sugiyono,.(2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R dan D). Alfabeta. Bandung

Suhardan, Dadang. (2010) Supervisi Profesional. Alfa Beta. Bandung

Sukmadinata, (2005) Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung

Supriadi,Dedi.(2002). SejarahPendidikanTeknikdanKejuruandiIndonesia.

DirektoratDikmenjurDepdiknas. Jakarta

Susanti, Susi. (1999),Analisis Pengaruh Implementasi ISO 9000 terhadap

KinerjaOrganisasi”,TesisMagister,TMI-ITB.


(6)

122

Taylor, B. (1994), Successful Change Strategies, Simon & Schuster International, Co, GB

Tenner,A.R.danDeToro,I.J.,(1992). TotalQualityManagement:ThreeStepps

ToContinuousImprovement.Reading,MA:Addison-WesleyPublishing

Company.

Tim SMK, (2011), Pedoman Mutu Edisi A,

Tjiptono,F.danDiana,A.,(1996). TotalQualityManagement.PenerbitANDI.

Yogyakarta

Yin, Robert, K. 2011. Studi Kasus Desain dan Metode. PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta

Wardiman Djojonegoro, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Penerbit PT. Jayakarta Agung Offset.

Jakarta.

Wenrich, R.C., dan Wenrich, J.W. (2004). Leadership in Administration of

Vocational and Technical Education. Columbus: Charles E

MerrillPublishing Company, A Bell & Howell Company

Zuhrawaty(2009).PanduandanKiatSuksesMenjadiAuditorISO9001(Sistem