1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat.
“Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi.”
1
Perubahan struktur
kegiatan ekonomi
merupakan bagian
dari perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Perubahan
corak kegiatan
ekonomi diperlihatkan
dalam pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat dilihat menggunakan perttumbuhan Pendapatan
perKapita. Pendapatan perKapita yang terus mengalami peningkatan merupakan indikasi dalam pembangunan ekonomi.
“Pada hakekatnya
pembangunan mencerminkan
perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok – kelompok sosial yang ada didalamnya, untuk
bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual.”
2
Keberhasilan pembangunan ekonomi dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Tjokrowinoto mengungkapkan “Tujuan pembangunan nasional adalah mencapai
1
Sukirno Sadono, 2006, Makroekonomi Teori Pengantar,RajaGrafindo Persada, Jakarta,. hal. 423
2
Michael P.Todaro Stepehen C. Smith, 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, hal. 1
2 pertumbuhan ekonomi setinggi – tingginya.”
3
Suatu negara perlu mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi untuk menaikkan tingkat kemakmuran rakyat.
Kemakmuran rakyat terlihat ketika ketersediaan kesempatan kerja selalu bertambah, dan rakyat yang merupakan tenaga kerja mendapatkan pekerjaan dari
kesempatan kerja tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses terhadap kenaikan produktivitas dari faktor – faktor produksi yang menghasilkan output
dan dinyatakan dalam pendapatan nasional. “Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan
jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah”.
4
Kemampuan meningkatkan output berupa barang dan jasa didapat ketika faktor – faktor produksi selalu mengalami pertambahan jumlah dan kualitasnya.
Bentuk pertambahan Faktor – faktor produksi diantaranya modal fisik yang akan menambah jumlah barang dan investasi, tenaga kerja dengan pengalaman kerja
serta pendidikan menambah kualitas sumberdaya manusia , dan penyempurnaan teknologi.
“Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di
wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah Added Value
yang terjadi. Pendapatan wilayah
menggambarkan balas jasa bagi faktor – faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut tanah, modal, tenaga
kerja, dan teknologi, yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.”
5
3
Tjokrowinoto. Moeljarto, 2007, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar Yogyakarta, hal. 8
4
Sukirno Sadono, 2006, ibid, Hal 9
5
Robinson Tarigan,2007,Ekonomi Regional, Bumi Aksara, Jakarta
3 Indonesia adalah negara dengan wilayah kepulauan yang cukup luas.
Perbedaan geografis setiap daerah menimbulkan kesenjangan kesejahterahan masyarakat yang menjadi tantangan terhadap pembangunan nasional. Pelaksanaan
otonomi daerah merupakan langkah pemerintah dalam pembangunan nasional sebagai upaya pemerataan dan peningkatan kesejahterahan masyarakat. Melalui
pelaksanaan otonomi daerah setiap daerah diharapkan mendapat perhatian pemerintah ataupun swasta dalam pembangunan daerah sesuai potensi yang
dimiliki. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah otonomi
dengan 35
kabupatenkota. Luas wilayah provinsi Jawa Tengah adalah 3,25 juta hektar atau 25,04 persen dari luas seluruh pulau Jawa. Dengan penduduk lebih dari 32 juta
jiwa, menempatkan Jawa Tengah berada pada urutan ke tiga provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Keberagaman karakteristik setiap wilayah dapat
menjadikan potensi daerah namun juga hambatan dalam pembangunan ekonomi menjadi kurang merata. Provinsi Jawa Tengah tengah berusaha menjalankan
pembangunan secara berkala dalam upaya pemerataan kesejahterahan masyarakat melalui Provinsi maupun KabupatenKota. Disisi lain penggunaan sumberdaya
manusia yang melimpah sebagai tenaga kerja yang kurang maksimal menjadi kendala tersendiri dalam penentuan kebijakan ekonomi.
4
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tujuh Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional
Tahun 2004 – 2012
Provinsi Tahun
Rata - Rata
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012
DKI Jakarta 5.70
6.01 5.59
6.44 6.23
5.02 6.50
6.71 6.50
6.08 Jawa Barat
4.80 5.60
6.02 6.48
6.21 4.19
6.20 6.48
6.21 5.80
Banten 5.60
5.88 5.57
6.04 5.77
4.71 6.08
5.43 6.15
5.69 Jawa
Tengah 5.10
5.35 5.33
5.59 5.46
5.14 5.84
6.01 6.23
5.56 Jawa Timur
5.80 5.87
5.80 6.35
5.94 5.01
6.68 7.72
7.27 6.27
Yogyakarta 5.10
4.73 3.70
4.31 5.03
4.43 4.88
5.16 5.32
4.74 Bali
4.60 5.56
5.28 5.92
5.33 5.83
6.46 6.65
6.23 5.76
Nasional 5.03
5.69 5.50
6.35 6.01
4.58 6.20
6.46 6.15
5.77
Sumber: BPS Nasional Tahun 2005 – 2013
Berdasarkan tabel 1.1. pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah bila dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa dan Bali, masih berada pada
posisi yang rendah. Setelah mengalami penurunan sebesar 0,32 pada tahun
2009, provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 provinsi Jawa Tengah kembali mengalami penurunan menjadi 5,9. Dalam kurun waktu 2004 –
2012 provinsi Jawa Tengah memiliki rata – rata pertumbuhan ekonomi 5,56. Rata – rata pertumbuhan ini lebih rendah dari rata – rata pertumbuhan ekonomi
nasional maupun provinsi lain di pulau Jawa dan Bali. Pertumbuhan ekonomi dapat ukur melalui beberapa indikator: Produk
Domestik Regional Bruto PDRB, Produk Domestik Regional Bruto PDRB perKapita maupun pendapatan per jam kerja. Menurut Mankiw, “Produk domestik
bruto sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian.”
6
6
N. Gregory Mankiw, 2007, Makroekonomi, Erlangga, Jakarta, hal .17
5 Produk domestik bruto perKapita sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan rata – rata penduduk suatu negara atau wilayah. PDRB perKapita menggunakan harga konstan tahun 2000 memudahkan dalam melihat
perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam pengambilan kebijakan..
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto PDRB per Kapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut provinsi 2004-2010 Ribuan Rupiah
Provinsi 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
DKI Jakarta 31,446.67
32,888.33 34,375.51
36,095.28 37,828.44
39,191.22 41,181.65
Jawa Barat 5,974.67
6,192.69 6,444.05
6,734.73 7,020.79
7,179.77 7,476.14
Jawa Tengah 4,285.56
4,498.39 4,721.21
4,967.21 5,226.81
5,475.63 5,774.56
Jawa Timur 6,759.21
7,102.67 7,456.95
7,853.55 8,275.26
8,625.69 9,133.15
DI Yogyakarta 4,964.66
5,146.96 5,282.99
5,454.76 5,671.27
5,862.61 6,085.99
Banten 6,077.39
6,261.92 6,433.02
6,638.42 7,915.44
8,064.43 8,313.81
Bali 5,822.84
6,018.14 6,203.61
6,433.51 6,946.27
5,802.00 7,422.90
Sumber: BPS Nasional berbagai Tahun
Tabel 1.2. memperlihatkan bahwa PDRB perKapita atas dasar harga konstan provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yang masih berada
dibawah PDRB provinsi lain di pulau Jawa dan Bali. Pada tahun 2012 PDRB provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan 41.181,65 diikuti
provinsi Jawa Timur dengan angka 9.133,15. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan terakhir dengan angka 5.774,56. Data ini menunjukan bahwa provinsi Jawa
Tengah harus bekerja lebih keras untuk terus membangun wilayahnya.
6 “Terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam
pertumbuhan ekonomi yaitu 1 akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan
pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumberdaya manusia. 2 pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya
akan memperbanyak jumlah angkatan kerja dan 3 kemajuan teknologi.”
7
Tenaga kerja merupakan sumberdaya manusia “poros” dari roda pembangunan dan perekonomian. Tenaga kerja yang memperoleh pekerjaan dan
berkerja secara produktif akan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Keseimbangan penggunaan tenaga kerja dibutuhkan dalam pemanfaatan
maksimal dari tenaga kerja sebagi bagiamn dari pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan
permintaan dan
penawaran tenaga
kerja menimbulkan
ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan permintaan dan penwaran tenaga kerja dipengaruhi berbagai faktor diantaranya pendidikan, angkatan kerja, upah, tenaga
kerja, sosial-ekonomi, maupun komposisi industri. Pendidikan sebagai fakttor dalam permintaan pasar tenaga kerja secara tidak langsung menuntut tenaga kerja
untuk mengentaskan pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk memenuhi persyaratan dalam permintaan tenaga kerja.
Tenaga kerja adalah angkatan kerja berusia dewasa yang mendapatkan pekerjaan dan sedang bekerja. Mendapatkan pekerjaan berarti akan bekerja dan
menghasilkan output. Output dan tenaga kerja memliki hubungan erat. Meningkatnya tenaga kerja berarti meningkatnya output per orang yang
dipekerjakan biasa disebut produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi kontribusi utama dalam naiknya pertumbuhan ekonomi.
7
Michael P. Todaro Stephen C. Smith, 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,Ediri kedelapan, Haris Munandar, Erlangga, Jakarta, Hal. 92
7 Ketika pertumbuhan ekonomi naik maka jumlah tenaga kerja terserap juga akan
naik.Tenaga kerja yang belum mampu memenuhi angkatan kerja berdampak pada penambahan pengangguran. Pengangguran inilah yang mengurangi kontribusi
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 1.3 Perkembangan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 – 2012 Tahun
Angkatan Kerja Sub Jumlah
Bekerja Pencari Kerja
2008 15,463,658
- 1,227,308
- 16,690,966
2009
15,835,382 2.40 1,252,267 2.03
17,087,649
2010 15,809,477 -0.16
1,046,883 -16.40 16,856,360
2011 15,916,135 0.67
1,002,662 -4.22 16,918,797
2012 16,132,890 1.36
92,141 -90.81 16,225,031
Jumlah
79,157,542 4,621,261
83,778,803
Sumber : Indikator Utama, Sosial, Politik dan Keamanan
Tabel 1.5 menunjukan jumlah penduduk yang bekerja tahun 2012 hanya mencapai 50 dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah. Pertumbuhan pencari
kerja di Jawa Tengah mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan kebijakan ekonomi di Jawa Tengah belum sepenuhnya memperhatikan tenaga kerja sebagai
faktor yang berpengaruh dan percepatan ekonomi lokal. Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah dengan sumberdaya melimpah.
Sumberdaya manusia dan alam yang melimpah menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketersediaan lapangan kerja seringkali menjadi alasan
terjadi pengangguran. Kelangkaan tenaga kerja membuat angka urbanisasi meningkat. Sumberdaya manusia sesungguhnya berpotensi meningkatkan
pertumbuhan daerah, berpindah ketempat yang lebih berkembang. Menurut data dari direktorat pengembangan pasar kerja Ditjen Binapeta tahun 2011, Jawa
8 Tengah termasuk provinsi dengan pencari kerja mencapai 527.521 jiwa. Awal
tahun 2012 pertumbuhan pencari kerja kembali meningkat menjadi 669.744 jiwa. Pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi dan berada dibawah provinsi lain
di pulau Jawa dan Bali merupakan masalah menarik untuk dikaji. Mengingat pertumbuhan modal manusia melalui pendidikan mengalami peningkatan dan
tenaga kerja yang semakin produktif selayaknya menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah dapat lebih maksimal. Dari ulasan diatas,
peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Pendidikan dan Tenaga kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah”
1.2. Permasalahan Penelitian