T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia di Indonesia dengan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No.
13 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat1. Sedangkan pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain yang juga telah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 Ayat 3. Upah atau imbalan yang dimaksud adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.2
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah
berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja
disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja

1

Abdul Rachmat Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia , Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. 1,
1995. hlm.1
2
Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Buku pegangan bagi pekerja untuk
mempertahankan hak-haknya), Citra aditya bakti, Bandung, C-2, 2000, hlm.47

ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20
tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah
termasuk tenaga kerja.
Di dalam dunia kerja tentu saja kita akan menjumpai berbagai permasalahan yang
ada. Salah satu dari permasalahan tentang ketenagakerjaan tersebut yaitu adalah
masalah pokok yang harus dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya
Indonesia. Seiring dengan gerak laju pembangunan di Negara kita serta tingkat
pekembangan teknologi dan industrial, maka masalah ketenagakerjaan mempunyai
peranan yang sangat strategis. Namun demikian kebijaksanaan pemerintah dalam
pembangunan tetap diarahkan pada perluasan dan kesempatan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia. Jumlah penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan
pekerjaan menjadi pemicu bertambahnya jumlah pengangguran setiap tahunnya. Di

negara-negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang jauh
lebih tinggi berdasarkan angka resmi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah. Hal
tersebut diakibatkan karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah
satu sumber penghasilan bagi tenaga kerja yang memiliki pendidikan.
Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia memang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan negara-negara lain dalam ASEAN. Namun, persaingan secara
kuantitas tidak akan memenangkan persaingan ketika kualitas masih jauh dibawahnya.
Oleh karena itu, masalah tenaga kerja Indonesia bukan hanya menyangkut jumlah dan
kesempatan kerja saja, melainkan juga kualitasnya yang masih rendah. 3

3

Mamat Ruhimat, Jurnal Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia dalam Era Globalisasi. 2011.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang
cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur
yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Kondisi pengangguran
dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan
potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan,
dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat

pembangunan dalam jangka panjang. Pengangguran menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah dipaparkan dalam International Labour
Organization, “ASEAN’s youth unemployment rate is similar to the global rate, it is
higher than those in East Asia and South Asia (roughly ten per cent). High youth
unemployment imposes social and economic costs and results in the loss of
opportunities for economic growth.”4

Berikut adalah gambar mengenai data jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun
2011-2016:
Gambar 1.1.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi Tahun
2011-2016

2011
Provinsi

2012

2013


2014

2015

2016

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Februari


Agustus

Februari

Agustus

Februari

8,62

9,00

7,94

9,06

8,34

10,12


6,75

9,02

7,73

9,93

8,13

7,47

8,18

6,43

6,28

6,09


6,45

5,95

6,23

6,39

6,71

6,49

7,51

8,02

6,49

6,65


6,39

7,02

6,32

6,50

5,99

6,89

5,81

7,51

6,09

5,29


4,37

4,19

5,48

4,99

6,56

6,72

7,83

5,94

3,98

4,63


3,69

3,20

2,89

4,76

2,50

5,08

2,73

4,34

4,66

Aceh
Sumatera

Utara
Sumatera
Barat
Riau
Jambi

4

ILO: The youth employment crisis: A call for action , Resolution and conclusions of the International
Labour Conference, 101st session (Geneva, 2012).

Sumatera
Selatan
Bengkulu

6,29

6,60

5,60

5,66

5,41

4,84

3,84

4,96

5,03

6,07

3,94

3,46

3,46

2,18

3,62

2,10

4,61

1,62

3,47

3,21

4,91

3,84

5,52

6,38

5,21

5,20

5,07

5,69

5,08

4,79

3,44

5,14

4,54

3,31

3,86

2,82

3,43

3,22

3,65

2,67

5,14

3,35

6,29

6,17

7,20

5,38

5,71

5,08

6,05

5,63

5,26

6,69

9,05

6,20

9,03

10,86

11,69

10,60

9,67

9,64

8,63

9,84

8,47

8,36

7,23

5,77

10,01

9,96

9,84

9,08

8,88

9,16

8,66

8,45

8,40

8,72

8,57

6,18

7,07

5,90

5,61

5,53

6,01

5,45

5,68

5,31

4,99

4,20

5,54

4,39

3,98

3,90

3,75

3,24

2,16

3,33

4,07

4,07

2,81

4,24

5,38

4,16

4,11

3,97

4,30

4,02

4,19

4,31

4,47

4,14

13,62

13,74

10,68

9,94

9,77

9,54

9,87

9,07

8,58

9,55

7,95

3,00

2,95

2,23

2,10

1,93

1,83

1,37

1,90

1,37

1,99

2,12

5,46

5,25

5,23

5,23

5,28

5,30

5,30

5,75

4,98

5,69

3,66

2,76

3,11

2,53

3,04

2,12

3,25

1,97

3,26

3,12

3,83

3,59

5,23

4,60

3,42

3,54

3,13

3,99

2,53

4,04

4,78

5,15

4,58

3,83

3,54

2,73

3,14

1,81

3,00

2,71

3,24

3,14

4,54

3,67

5,74

6,29

4,34

5,19

3,88

3,66

4,03

3,80

4,83

4,92

3,63

10,90

11,43

9,48

9,02

8,94

7,95

8,89

7,38

7,17

7,50

8,86

-

-

-

-

-

-

-

-

5,79

5,68

3,92

9,74

10,10

8,55

7,98

7,50

6,79

7,27

7,54

8,69

9,03

7,82

4,31

6,78

3,75

3,95

2,67

4,19

2,92

3,68

2,99

4,10

3,46

6,89

8,13

6,56

6,01

5,88

5,10

5,79

5,08

5,81

5,95

5,11

4,45

4,69

3,20

4,14

3,43

4,38

2,13

4,43

3,62

5,55

3,78

4,95

6,74

4,92

4,47

4,51

4,15

2,44

4,18

3,06

4,65

3,88

2,77

3,35

2,10

2,16

2,02

2,35

1,60

2,08

1,81

3,35

2,72

8,18

10,81

7,59

7,71

6,97

9,91

6,59

10,51

6,72

9,93

6,98

5,80

5,34

5,50

4,82

5,50

3,80

5,65

5,29

5,56

6,05

3,43

6,82

6,73

6,57

5,42

4,36

4,40

3,70

5,02

4,61

8,08

5,73

3,84

5,02

3,03

3,71

2,91

3,15

3,48

3,44

3,72

3,99

2,97

6,96

7,48

6,37

6,13

5,88

6,17

5,70

5,94

5,81

6,18

5,50

Lampung
Kepulauan
Bangka
Belitung
Kepulauan
Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa
Tenggara
Barat
Nusa
Tengggara
Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Kalimantan
Utara
Sulawesi
Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Gorontalo
Sulawesi
Barat
Maluku
Maluku
Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Data di atas menjelaskan tingkat permasalahan yang ada di Indonesia kaitannya
dengan pengangguran yang ada di Indonesia. Namun permasalahan di Indonesia bukan
hanya seputar pengangguran saja, ada banyak permasalahan lain terkait dengan
ketenagakerjaan. Permasalahan-permasalahan tersebut telah dijelaskan oleh penulis di
paragraf sebelumnya.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia,
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat sedangkan negara kelima yang memiliki
penduduk terbesar adalah Jepang. Indonesia dengan jumlah penduduk 254,9 juta jiwa
berdasarkan sensus penduduk tahun 2015, menyatakan bahwa penyerapan tenaga
kerja hingga Februari 2014 masih didominasi oleh penduduk yang bekerja dengan
berpendidikan rendah yaitu Sekolah Dasar (SD) ke bawah sebanyak 55,3 juta orang
(46,80 persen) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 21,1 juta (17,82
persen). Penduduk bekerja dengan berpendidikan tinggi hanya sebanyak 12,0 juta
orang mencakup 3,1 juta orang (2,65 persen) berpendidikan Diploma dan sebanyak 8,8
juta orang (7,49 persen) berpendidikan hingga tingkat Universitas. Kondisi seperti ini
merupakan sebuah tantangan yang besar terkait dengan datangnya MEA tahun 2015
lalu, dan tentu saja hal ini menyebabkan Indonesia yang memiliki sumber daya manusia
atau tenaga kerja melimpah, bisa disalurkan untuk mempercepat proses pembangunan
Indonesia.5
Data terakhir World Development Indicators Bank Dunia menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan negara dengan tingkat pengangguran terendah untuk tenaga kerja
dengan tingkat pendidikan tersier, relatif terhadap tingkat pengangguran yang sama di
5

Data Badan Pusat Statistik Indonesia yang diunggah pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 21.18

negara-negara di kawasan Asia Pasifik, yakni sekitar 8,7%. Angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan negara-negara lainnya. Kondisi pengangguran yang memprihatinkan
tersebut tentu berdampak pada perekonomian di Indonesia dan permasalahan tersebut
tentu harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, apalagi Indonesia adalah
salah satu negara yang turut serta dalam MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dimana
nantinya masyarakat Indonesia akan dihadapkan pada berbagai hal di sektor
perdagangan bebas yang menuntut pemerintah harus mempersiapkan diri untuk
menyusun berbagai peraturan baru untuk menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) ini yang bertujuan untuk melindungi masyarakat Indonesia yang ikut serta
dalam MEA.
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau AEC (ASEAN Economic Community)
adalah suatu bentuk realisasi dari tujuan integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Suatu bentuk kerjasama ekonomi ASEAN ini dimulai dengan disahkannya Deklarasi
Bangkok tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,
kemajuan sosial, dan pengembangan budaya. Namun dengan perkembangan yang ada,
kerjasama tersebut diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economic Community) yang pelaksanaanya berjalan relatif lebih cepat
dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya. 6
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN dalam
mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar atau karakteristik utama
dalam pembentukan AEC:

6

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community, 2015, dalam
sebuah ringkasan eksekutif MEA.

1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan
elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal
yang lebih bebas.
2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen
peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce.
3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan
elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN
untuk negara-negara CLMV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam). Keempat
negara tersebut dianggap "belum memiliki kesetaraan perekonomian" dengan
anggota ASEAN yang lain, dan keempat negara tersebut diperlakukan secara
khusus.7
4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian
global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar
kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.8
Dengan adanya 4 pilar tersebut, penulis akan menitikberatkan penelitian pada pilar
pertama, dimana ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal ini akan dibahas
secara detail mengenai permasalahan-permasalahan seputar tenaga kerja dan
perlindungan hukum yang diberikan sehubungan dengan diberlakukannya MEA pada
tahun 2015. Dalam pilar utama mengenai pasar dan basis tunggal, seluruh ASEAN
harus mampu setidaknya untuk

mewujudkan MEA 2015 ini dengan melakukan

liberalisasi aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal
7
8

Arie Siswanto, et.al., Kesiapan UMKM Dalam Menghadapi MEA 2015 , hlm.21
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, op.cit., hlm.9

yang bebas, sesuai dengan yang telah dicantumkan dalam Cetak biru MEA. Berikut
merupakan karakteristik dan unsur-unsur MEA pilar pertama:
a. Kebebasan Arus Barang
Pada intinya kebebasan arus barang akan membawa dampak positif dalam hal
mendorong terbentuknya jaringan produksi regional yang juga akan memperkuat
posisi ASEAN sebagai kawasan pusat produksi dalam pasar global. Komponen dari
pada kebebasan arus barang ini sesuai dengan Cetakbiru MEA yaitu meliputi
penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan
non-tarif sesuai skema AFTA (ASEAN Free Trade Area ). Disamping itu, perlu
dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan yang diharapkan mampu memperlancar
arus perdagangan ASEAN seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan
penerapan pelayanan satu pintu atau ASEAN Single Window (ASW), dan juga
mampu mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of
Origin (ROO), maupun harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and
conformance). Dan untuk mewujudkan beberapa hal tersebut di atas, negara-negara

anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
pada pertemuan KTT ASEAN ke-14 tanggal 27 Februari 2009 di Chaam, Thailand.
ATIGA tersebut terdiri dari 11 Bab, 98 Pasal, dan 10 Lampiran, yang antara lain
mencakup prinsip-prinsip umum perdagangan international (non-discrimination,
Most Favoured Nations-MFN treatment, national treatment), liberalisasi tarif,

pengaturan non-tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan,
standar, regulasi teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, SPS (Sanitary and

Phytosanitary Measures), dan kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, antidumping, countervailing measures).

b. Kebebasan Arus Jasa
Kebebasan arus jasa mengandung makna bahwa di dalam kawasan MEA tidak ada
hambatan bagi penyedia jasa dari kawasan ini untuk menjual jasanya serta untuk
mendirikan badan usaha secara lintas batas negara dengan tetap tunduk pada
peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara. Mekanisme
mengenai hal ini diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS).
c. Kebebasan Arus Penanaman Modal/Investasi
Investasi merupakan pilar utama dalam penmbangunan sebuah negara. Hal ini
menjadikan kebebasan arus investasi menjadi tujuan pokok ASEAN dalam upaya
mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC) 2015.
d. Arus Modal Yang Lebih Bebas
Dalam hal keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi
menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu
negara. Namun ASEAN telah membuat kebijakan dimana kata "bebas" dalam hal ini
secara umum dapat diterjemahkan dengan pengurangan (relaxing) atas restriksirestriksi dalam arus modal misalnya relaxing on capital control. Dan untuk
memperlancar

arus

modal,

MEA

menghendaki

agar

liberalisasi

modal

memperhatikan agenda nasional masing-masing negara sesuai dengan kesiapan
ekonomi mereka masing-masing.
e. Kebebasan Arus Tenaga Terampil

Kebebasan arus tenaga terampil merupakan pendukung bagi kebebasan arus jasa.
Dimana setelah MEA terwujud di tahun 2015, maka kesempatan kerja seluas-luasnya
bagi warga negara ASEAN akan menjadi terbuka. Pembatasan tenaga kerja dalam
AEC BluePrint dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja (skilled labour ). Skilled
labour dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai ketrampilan atau keahlian

khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan
perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja.
f. Sektor-Sektor Prioritas Integrasi
Sektor Prioritas Integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) adalah sektor-sektor
yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis
produksi.
g. Makanan, Pertanian, dan Kehutanan
Melalui harmonisasi kualitas dan standar, jaminan keamanan pangan, dan
standardisasi sertifikasi perdagangan, produk pertanian ASEAN diharapkan siap
bersaing di pasar global dengan menawarkan makanan yang aman, sehat dan
berkualitas. ASEAN telah mengembangkan Good Agricultural Practices (GAP),
Good Animal Husbandry Practices (GAHP), Good Hygiene Practices (GHP), Good
Manufacturing Practices (GMP), and Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP), standar untuk produksi, penanganan panen dan pasca-panen produk
pertanian, batasan residu maksimum pestisida, kriteria untuk akreditasi usaha ternak
dan produk ternak, pedoman GMP untuk udang, dan ”code of conduct” untuk usaha
perikanan yang bertanggungjawab, untuk digunakan sebagai referensi dalam

mengembangkan prioritas nasional dan sarana untuk mendukung pembangunan
industri-agro.
Indonesia harus melihat MEA sebagai peluang yang terbuka untuk memperbaiki
kualitas SDM yang ada dengan meningkatkan daya saing, menyediakan pendidikan dan
kesehatan yang memadai, dan memberikan edukasi terhadap pentingnya MEA.
Pemerintah Indonesia harus mampu mendorong diadakan pelatihan keterampilan karena
mayoritas tenaga kerja Indonesia kurang dalam kecerdasan sikap, kemampuan
berbahasa Inggris dan pengoperasian komputer. Meskipun peran dominan dalam
meningkatkan kualitas menjadi milik pemerintah, bukan berarti seluruh tanggung jawab
berada di tangan pemerintah. Perlu adanya kesadaran bahwa efek dari MEA akan
dirasakan langsung oleh masyarakat dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan
mempersiapkan diri menjelang 2016 menjadi milik bersama.
Kemunculan MEA mengakibatkan banyaknya tenaga kerja asing yang datang untuk
bekerja dan bersaing di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah
Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk dan bekerja di Indonesia berdasarkan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) per akhir Februari 2016 adalah 5.339
orang. Data TKA sebanyak 5.339 orang tersebut, terdiri dari periode bulan Januari
sebanyak 2.067 orang untuk TKA yang bekerja lebih dari 6 bulan, dan 516 orang untuk
TKA yang bekerja di bawah 6 bulan sedangkan bulan Februari sebanyak 2.303 orang
(lebih dari 6 bulan) dan 453 orang (di bawah 6 bulan).
Saat MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang terkena
kebijakan pasar bebas yang kebetulan tertuang dalam ASEAN Mutual Recognition
Agreement (MRA). MRA masing-masing profesi telah menetapkan standar dan

kompetensi yang diperlukan di kancah ASEAN, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga
survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. Tenaga kerja asing
dengan adanya MEA tersebut akan dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia
begitu pula sebaliknya sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin
ketat di bidang ketenagakerjaan, khususnya ke 8 (delapan) profesi yang telah disebutkan
di atas. Dengan melihat akan adanya persaingan di dunia ketenaga-kerjaan, tentunya
setiap negara-negara di ASEAN akan menyiapkan tenaga kerja mereka untuk
menghadapi MEA, begitu pula dengan Indonesia.
Keikutsertaan Indonesia di dalam MEA mengharuskan Indonesia membuka pasar
bebas tanpa batas. Dalam hal ini tentu saja Indonesia akan kedatangan tenaga-tenaga
kerja dari negara anggota MEA lainnya. Tentunya diperlukan izin dari mereka yang
akan bekerja di Indonesia ini, Selain dari perlu adanya keterlibatan pihak perusahan
pelayanan pengurusan izin mempekerjakan tenaga asing, perlu juga sekiranya
melibatkan pihak lain sehubungan dengan penggunaan tenaga kerja asing tersebut.
Pihak lain yang dimaksud disini adalah lembaga keimigrasian Indonesia. Sebagaimana
dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
menyatakan bahwa : “Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau
keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan terhadap orang asing di
wilayah Negara Republik Indonesia”
Orang asing adalah tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia, definisi
tersebut diambil dari Pasal 1 Angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian. Sedangkan tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing

pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia, sesuai dengan Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 18. TKA yang
bermaksud untuk bekerja di Indonesia hanya dapat dipekerjakan di Indonesia hanya
dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu dalam Pasal 42 Angka
4. Jadi dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja asing adalah tiap
orang yang bukan warga negara Republik Indonesia yang melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau kebutuhan
masyarakat. Tujuan penggunaan tenaga kerja asing tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional di bidang tertentu yang belum dapat
diisi oleh tenaga kerja Indonesia serta mempercepat proses pembangunan nasional
dengan jalan mempercepat alih ilmu pengetahuan dan tekonologi dan meningkatkan
investasi asing sebagai penunjang pembangunan di Indonesia walaupun pada
kenyataanya perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia baik itu perusahaanperusahaan swasta asing ataupun swasta nasional wajib menggunakan tenaga ahli
bangsa Indonesia sendiri9.
Tenaga kerja asing dibatasi oleh pemerintah hanya dalam suatu bentuk pekerjaan
yang dianggap perlu untuk dibatasi, jadi pemerintah dapat menyediakan ruang untuk
warga negara Indonesia sendiri. Penempatan tenaga kerja asing sampai sekarang tidak
banyak berbeda daripada sebelum kemerdekaan. Keadaan ini akan berlangsung terus,
jika pemerintah tidak mulai turut campur dalam penempatan tenaga itu dengan tegas. Di
dalam melaksanakan penempatan tenaga-tenaga asing itu Pemerintah berpendapat

9

HR abdussalam, Hukum Ketenagakerjaan , Penerbit Restu agung, Jakarta, 2008, Hlm 322

bahwa khusus untuk menghilangkan unsur- unsur kolonial dalam struktur ekonomi
Negara kita dalam lapangan usaha yang vital bagi perekonomian nasional.10
Dengan masuknya tenaga kerja asing yang tak terbatas ini, pemerintah perlu untuk
membuat suatu aturan guna kepentingan tenaga kerja Indonesia di Indonesia
perlindungan hukum yang lebih eksplisit sehubungan dengan diberlakukannya MEA
2015 ini yang harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan demi
kepastian hukum yang jelas. Bahkan dalam Pembukaan UUD 1945 telah dijelaskan
bahwa Pemerintah negara Indonesia harus melindungi segenap tumpah darah Indonesia,
maka dengan hal tersebut, sudah menjadi kewajiban dari Pemerintah sebagai aparatur
negara untuk melindungi segenap masyarakat khususnya bagi tenaga kerja Indonesia.
Secara eksplisit telah dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 28D. Oleh karena itu
negara seseungguhnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh
warga negaranya tanpa terkeculai, perlindungan terhadap warga negara pada hakikatnya
tidak hanya perlindungan keamanan akan tetapi juga adalah perlindungan dari tingkat
kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri, karenanya negara juga berkeawjiban untuk
memajukan kesejahteraan umum. Hal tersebut sangat didukung dengan asas dari
Hukum Ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan bahwa Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila
dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang ditegaskan
dalam penjelasannya, dimana Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan

10

H. S.Syarif, Pedoman Penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta
1996, hlm 35

ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia
yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.
Asas

pembangunan

ketenagakerjaan

pada

dasarnya

sesuai

dengan

asas

pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata.Hal tersebut
dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multi-dimensi dan terkait
dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Oleh
karenanya, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk
kerjasama yang saling mendukung. Jadi, asas Hukum Ketenagakerjaan adalah asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsionallintas sektoral pusat dan daerah.11
Sementara itu, Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan. Bahkan keadilan merupakan salah satu tujuan hukum menurut Gustav
Radbrugh. Begitu juga dikemukakan oleh Sendjun Manulang bahwa tujuan Hukum
Ketenagakerjaan ialah:
a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan,
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari
pengusaha.12
Oleh karena itu menurut Soepomo, Perlindungan hukum tenaga kerja dibagi tiga,
yaitu:
a. Perlindungan Ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan
yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.

11

Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014,
hlm.7
12
Sendjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta,
jakarta, Cet-2, 1995, hlm.2

b. Perlindungan Sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan
kesehatan kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan
perlindungan hak untuk organisasi.
c. Perlindungan Teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan
keselamatan kerja.13
Tidak hanya 3 perlindungan tersebut yang akan penulis kaji, namun ada 2 bentuk
perlindungan hukum selanjutnya yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif
b. Perlindungan Hukum Represif
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, perlu dilakukan kajian
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan dampak atau implikasi yang disebabkan
karena munculnya MEA di Indonesia terkait masalah ketenagakerjaan. Dari uraian
tersebut, penulis mengambil judul "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA
KERJA INDONESIA DI INDONESIA DENGAN DIBERLAKUKANNYA MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN)".

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah tersebut yaitu:
Bagaimanakah perlindungan hukum di Indonesia kaitannya dengan MEA bagi
tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian

13

Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1993, hlm.76

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan data-data serta
informasi yang peneliti dapatkan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Tujuan Obyektif :
Mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi tenaga kerja di Indonesia
dengan keikutsertaan Indonesia dalam MEA.
2. Tujuan Subyektif
Menambah dan memperluas pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
perlindungan hukum yang ditimbulkan oleh tenaga kerja Indonesia di Indonesia
dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia sehubungan dengan
keikutsertaan Indonesia dalam MEA.

1.4. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian, diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang
dapat diambil dari penelitian yang dilakukan. Besar kecilnya manfaat penelitian akan
menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam memperkaya wawasan dalam bidang MEA khususnya mengenai
perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia dengan diberlakukannya MEA
2015. Dan juga penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan ataupun bahan
bantu dalam dunia perkuliahan, maupun untuk kepentingan pribadi.
2. Manfaat Praktisi

Hasil penelitian ini secara praktisi diharapkan dapat membantu lembaga
ketenagakerjaan untuk menjadi bahan referensi dalam pertimbangan-pertimbangan
Hukum Ketenagakerjaan selanjutnya, khususnya terkait dengan perlindungan hukum
bagi tenaga kerja Indonesia sendiri kaitannya dengan MEA 2015.

1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu metode yang digunakan oleh peneliti untuk
mengelola data sesuai dengan tujuan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan atau sumber data, yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum tersebut disusun secara sistematis kemudian di dapatkan suatu
kesimpulan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian
normatif berusaha untuk mengkaji dan mendalami serta mencari jawaban tentang apa
yang seharusnya dari setiap permasalahan. Metode penelitian hukum Normatif ini juga
biasa disebut dengan penelitian hukum doktriner atau juga di sebut dengan penelitian
perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner ,sebab penelitian ini hanya
ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian tersebut sangat erat
hubungannya pada perpustakaan dikarenakan hukum normatif ini akan membutuhkan
data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Pendekatan perundang-undangan
ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara UndangUndang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan

Undang-Undang yang lain, dengan menitikberatkan pada peraturan-peraturan mengenai
ketenagakerjaan dan MEA.
2. Jenis Data dan Sumber Data
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data sekunder. Data Sekunder,
yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari subyek penelitian seperti data dari
buku-buku, laporan, arsip, dan data penunjang lainnya yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan dan MEA 2015. Sumber rujukan penelitian hukum normatif sendiri
berasal dari bahan hukum yang penulis sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan
hakim.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan dari non-hukum. Menurut Peter Mahmud
Marzuki bahan-bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik,
Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan, atau pun laporan penelitian non-hukum
dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik
penelitian. Relevan atau tidaknya bahan-bahan non-hukum bergantung dari peneliti
terhadap bahan-bahan itu.

3. Unit Amatan dan Unit Analisis
Unit amatan pada penelitian ini ialah pada Pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan dalam Pasal 28 D UUD 1945, serta pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana unit
amatan ini akan menjadi bahan acuan untuk segala unit analisis yang dalam hal ini
ialah perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia dengan keikutsertaan Indonesia
dalam MEA 2015.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65