ANALISIS PENANGANAN BENDA SITAAN DAN RAMPASAN NEGARA (Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Bandar Lampung)

ABSTRACT

ANALYSIS ON THE HANDLING OF STATE CONFISCATED
AND ENCUMBRANCES OBJECTS
(Study on State Storage Home of Confiscated and Encumbrances Objects
Class I of Bandar Lampung)

By
REDO DAPERCI GEMPIO
State Confiscated And Encumbrances Objects became a separate issue for law
enforcement agencies, because the potential existence of abuse, fraud and loss of
evidence, abuse of evidence that has been seized as sold by unscrupulous law
enforcement officers. Problems in this study were: (1) How is the handling of state
confiscated and encumbrances objects? (2) Why the limiting factor in the handling
of state confiscated and encumbrances objects.
The method used in this research is normative juridical and juridical empirical
approach. Data collected by literature and field studies. Data were analyzed
qualitatively for the conclusion of the study.
Research results and discussion indicate: (1) The handling of state confiscated and
encumbrances objects consists of revenues, research and assessment, registration,
storage, maintenance, and removal expenses, rescue and security, reporting and final

expenditure. The handling function shows State Storage Home of Confiscated and
Encumbrances Objects in managing the state confiscated goods and spoils the State
is doing the administration of seized items and loot the country, maintenance and
transfer of confiscated items and loot the State, providing security and management
of State Storage Home of Confiscated and Encumbrances Objects and Doing
paperwork and archival. (2) Three factors inhibiting the handling of confiscated
objects and spoils the country is limited human resources State Storage Home of
Confiscated and Encumbrances Objects the light of the quality and quantity,
inadequate infrastructures that form the building State Storage Home of Confiscated
and Encumbrances Objects building area. In addition, the notion of law enforcement
officers that State Storage Home of Confiscated and Encumbrances Objects is
considered not capable of handling of confiscated objects country.
Suggestions in this study was to coordinate the management of plunder and spoils
the country by law enforcement officials should be improved and not done partially.
The need for dissemination to the appropriate agencies regarding the role and
significance of State Storage Home of Confiscated and Encumbrances Objects as a
storage object and the state confiscated booty country.
Keywords: Handling; objects; encumbrances; State Storage Home.

ABSTRAK

ANALISIS PENANGANAN BENDA SITAAN DAN RAMPASAN NEGARA
(Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I
Bandar Lampung)
Oleh
REDO DAPERCI GEMPIO
Benda sitaan dan rampasan negara menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi
aparat penegak hukum, sebab berpotensi adanya penyalahgunaan, penggelapan dan
hilangnya barang bukti, penyalahgunaan barang bukti yang telah disita seperti dijual
oleh oknum aparat penegak hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah penanganan benda sitaan dan rampasan negara? (2) Mengapa terjadi
faktor penghambat dalam penanganan benda sitaan dan rampasan negara?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh
kesimpulan penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Penanganan benda sitaan negara
dan rampasan negara terdiri dari penerimaan, penelitian dan penilaian, pendaftaran,
penyimpanan, pemeliharaan, pengeluaran dan penghapusan, penyelamatan dan
pengamanan, pelaporan dan pengeluaran akhir. Penanganan tersebut menunjukkan
fungsi Rupbasan Kelas I Bandar Lampung dalam mengelola barang sitaan negara

dan rampasan Negara adalah melakukan pengadministrasian benda sitaan dan
barang rampasan negara, melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan
barang rampasan Negara, melakukan pengamanan dan pengelolaan Rupbasan dan
Melakukan urusan surat-menyurat dan kearsipan. (2) Tiga faktor penghambat
penanganan benda sitaan dan rampasan negara adalah keterbatasan sumber daya
manusia Rupbasan yang dipandang dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, belum
memadainya sarana prasarana berupa gedung Rupbasan yaitu luas bangunan
Rupbasan. Selain itu adanya anggapan dari aparat-aparat penegak hukum bahwa
Rupbasan Kota Bandar Lampung dianggap belum mampu menyimpan/menangani
benda sitaan negara.
Saran dalam penelitian ini adalah koordinasi dalam pengelolaan barang sitaan dan
rampasan negara oleh aparat penegak hukum hendaknya semakin ditingkatkan dan
tidak dilakukan secara parsial. Perlu adanya sosialisasi kepada instansi-instansi
terkait mengenai peranan dan arti penting Rupbasan sebagai tempat penyimpanan
benda sitaan negara dan barang rampasan negara.
Kata Kunci: Penanganan; Benda; Rampasan; Rupbasan.

ANALISIS PENANGANAN BENDA SITAAN DAN RAMPASAN NEGARA
(Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I
Bandar Lampung)


Oleh
Redo Daperci Gempio

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapaui Gelar
MAGISTER HUKUM
Pada
Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ANALISIS PENANGANAN BENDA SITAAN DAN RAMPASAN NEGARA
(Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I
Bandar Lampung)


(Tesis)

Oleh
REDO DAPERCI GEMPIO

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

I.

II.

III.

IV.


PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................

8

D. Kerangka Pemikiran .........................................................................

9


E. Metode Penelitian .............................................................................

19

F. Sistematika Penulisan .......................................................................

22

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

24

A. Benda Sitaan Negara dan Benda Rampasan Negara .........................

24

B. Penanganan Benda Sitaan Negara dan Benda Rampasan Negara ....

27


C. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana ..................................

34

D. Penegakan Hukum Pidana.................................................................

45

E. Sistem Peradilan Pidana ....................................................................

50

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................

59

A. Karakteristik Narasumber .................................................................

59


B. Penanganan Benda Sitaan dan Rampasan Negara ............................

61

C. Faktor-Faktor yang Menghambat Penanganan Benda Sitaan dan
Rampasan Negara..............................................................................

93

PENUTUP ..............................................................................................

97

A. Simpulan ...........................................................................................

97

B. Saran ..................................................................................................

98


DAFTAR PUSTAKA

MENGESAHKAN

1.

Tim Penguji
Ketua Tim Penguji

Dr. Eddy Rifa'i, S.H., M.II.

Sekretaris

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H.
*

\,

{q6


it'' ^"*r,.

Penguji Utama

Dr. Erna Dewi, S.H, M.H.

Anggota

Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H.

Anggota

Dr. Maroni, S.II., M.II.

i;s.H., M.s.
I 003

1109 198703

. Sudjarwo,lV[.S.
9*A528198103 I 002

4.

Tanggal Lulus Ujian :23 Desembet2At4

ANALI$S PENANGANAIY BENDA SITAAII

Judul Tesis

DAFI RAMPASAN NEGARA
(Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
Kelas I Bandar Lampung)
Nama

cf{gdo

No. Pokok Mahasiswa

1322011033

Program Kekhususan

Hukum Pidana

Fakultas

Hukurn

$,op*dQe.mplo

t

MENYETUJUI
Dosen Komisi Pembimbing

Dr. Heni Siswanto, S.H., M.II.
NrP 19650204 1,99403 I404

Rifa'i, S.H., M.H.
196t09t2 198603 1

MENGETAI{UI
Ketua Program

f-%
-,oW-rsW
4'i'

€c*t&

-

k"4ffi"Xfuqt

[scasarjana
kum Fakultas Hukum

r, S.H.o M.IIum.
50314 198603 1 001

SURAT PER}ryATAA}I

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul:
(Studi

di

t(Analisis Penanganan Benda Sitaan dan Rampasan Negara

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas

Lampung)',

I

Bandar

adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika
ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

2.

Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidak
benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanlai yang diberikan kepada saya; saya
bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 23Desember 2014
Yang Membuat Pernyataan

Redo Daperci Gempio
NPM 1322011033

PERSEMBAHAN
Teriring Do'a dan Rasa Syukur Kehadirat AUah SWT Atas Rahmat dan Hidayah-Nya
Serta Junjungan Tinggt Rasutullah Muhammad SAW
Kupersembahkan Tesis ini kepada

:

Ayahanda dan lbunda, sebagai oftmg tua penulis tercinta yang telah mendidih
membesarkan dan membimbing penulis menjadi sedernikian ruF yang selalu
memberikan kasih sayang yang hrlus dan mernberikan do'a

***#T"ru?i#mH"m/#;ffiilj-rewati
dalam keadaan penulis terpuruk sekalipun

Kakakku Gerry beserta adik-aditku Dio dan Bima
yang selalu menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju mernikirkan mam depan
yang jauh lebih baik dari sekarang.
Keluarga besarku
atas motivasi dan dukungannya untuk keberhasilanku

Almamaterku Tercinta
Universitas Lampung

MOTO

Bila anda berani bermimpi tentang sukses
Berarti anda sudah memegang kunci kesuksesan, dan hanya tinggal berusaha
Mencari lubang kuncinya untuk membuka gerbang kesuksesan.
(John Savique Capone)
Belajar dari masa lalu
Hidup untuk masa sekarang
Berharap untuk masa depan
(Penulis)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Redo Daperci Gempio, dilahirkan di Kota Palembang pada tanggal2l
Agustus 1990, merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Penulis adalah anak dari
pasangan Bapak Ir.H.Faz. Topani dan lbuYuniarti.

Jenjang pendidikan yang penulis tempuh adalah

TK Budi Bhakti

I

Persit

Bandar

Lampung selesai pada tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 Bandar Lampung
diselesaikan pada Tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (ShrP) Negeri 1 Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menegah Atas (SMA) YP UNILA
Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2008. Selanjutnya pada Tahun 2012, penulis
menyelesaikan pendidikan Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

SAN WACANA

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, Tuhan yang Maha Menguasai Semesta Alam, sebab hanya dengan kehendak-Nya
65Analisis Penanganan Benda
maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul:

Sitaan dan Rampasan Negara (Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
Kelas I Bandar

Lampung)",

'

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat unturk memperoleh gelar Magister Hukum
pada Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Lampung. Dalam penulisan
tesis ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai

piha( oleh karena itu

penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Pembimbing I, atas bimbingan, masukan,
motivasi dan saran yang diberikan dalam penyusunan sampai dengan seiesainya
Tesis ini.

2.

Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing

II,

atas bimbingan,

masukan, motivasi dan saran yang diberikan dalam penyusunan sampai dengan
selesainya Tesis ini.

3.

Bapak Prof. Dr. Heryandi, SH., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

4.

Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Pascasarjana
Program Studi MagisterHukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5.

Ibu Dr. Nikmah Rosidalr, S.H., M.H., Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M-H., dan Bapak Dr.

Maroni, S.H., M.H., selaku Tim Penguji atas masukan dan saran yang diberikan
dalam proses perbaikan dan penyelesaian Tesis ini.

6.

Para narasumber dari Rupbasan Kelas

I

Bandar Lampung, Polresta Bandar

Lampung dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, atas bantuan dan informasi yang
diberikan selama pelaksanaan penel itian.

7.

Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

8.

Seluruh staf Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

9.

Rekan-rekan Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung, atas persahabatan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian Tesis
dan menempuh studi.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis berdoa semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan
kebaikan dari sisi Allah SWT. Akhimya semoga Tesis ini dapat berm anfaat bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya dan bagi pernbaca pada khususnya. Amin

Bandar Lampung, 23,Desember 2014
Penuli

Gempio

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) pada dasarnya merupakan
tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Rupbasan
didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk
pula Cabang Rupbasan. Di dalam Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan
untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan
dirampas berdasarkan putusan hakim. Penggunaan benda sitaan bagi keperluan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, harus ada surat permintaan
dari pejabat yang bertanggungjawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.

Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum
maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk
melakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki oleh
tersangka karena akan dijadikan sebagai alat bukti. Dalam konteks yang demikian
dikenal istilah benda sitaan dan benda rampasan negara.
Benda sitaan negara menurut Pasal 1 Angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana adalah benda yang disita oleh Negara untuk
keperluan proses peradilan. Sementara itu benda rampasan negara adalah barang bukti

2

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara yang selajutnya
dieksekusi dengan cara dimusnahkan, dilelang untuk negara, diserahkan kepada
instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan dan disimpan di Rupbasan untuk barang
bukti dalam perkara lain.1

Keberadaan benda sitaan dan rampasan Negara tersebut menjadi suatu kendala
tersendiri bagi aparat penegak hukum, sebab berpotensi adanya penyalahgunaan,
penggelapan dan hilangnya barang bukti, penyalahgunaan barang bukti yang telah
disita seperti dijual oleh oknum aparat penegak hukum.

Ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Ayat (4) menentukan bahwa benda
sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, dirampas untuk
dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. Termasuk dalam
kategori barang sitaan yang dilarang untuk diedarkan antara lain adalah minuman
keras, narkotika, psikotropika, senjata dan bahan peledak, buku-buku atau gambar atau
bentuk lain dari barang-barang yang masuk dalam kelompok pornografi.
KUHAP dalam melaksanakan perannya sebagai Hukum Acara telah mengatur adanya
upaya-upaya paksa dalam penyidikan yaitu penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan dan pemeriksaan surat. Mengenai penyitaan yang menurut Pasal 1 butir 16
KUHAP dinyatakan bahwa penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau

1

Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Gramedia. Jakarta. 2003. hlm. 12

3

tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Berkaitan dengan penyitaan, maka benda yang dapat disita antara lain:
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana.
2. Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
mempersiapkannya.
3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
4. Yang dibuat khusus untuk melakukan tindak pidana.
5. Benda lain yang berhubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.2

Kelima benda tersebut dapat digunakan dan dikategorikan sebagai alat bukti dan
berfungsi dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, sehingga dalam proses
mendapatkan alat bukti dan menyitanya serta menempatkan barang sitaan tersebut
diperlukan suatu tempat yang merupakan pusat penyimpanan segala macam barang
sitaan. Mengenai tempat penyimpanan benda sitaan negara sebagai barang bukti di
dalam perkara pidana, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) terdapat dalam Pasal 44 Ayat (1) yang menyatakan bahwa “Benda Sitaan
Negara disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara”.
Pentingnya keberadaaan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) dalam
sistem peradilan pidana di Indonesia adalah sebagai tempat benda yang disita oleh
Negara untuk keperluan proses persidangan. Rupbasan di bawah tanggung jawab
Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, yang sejajar dengan Rutan
2

Ratna Nurul Alfiah. Benda Sitaan dan Rampasan Negara, Rineka Cipta, Jakarta.2001.hlm.5

4

dan Lapas. Kewenangan Rupbasan terdapat dalam Pasal 44 Ayat (2) yang
menyebutkan bahwa penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan
oleh siapapun juga.

Tugas pokok Rupbasan menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.04.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Tata Kerja Rumah
Tahanan dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, adalah melakukan
penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan negara. Melakukan penyimpanan
benda sitaan negara dan barang rampasan negara berarti melakukan perbuatan
menyimpan atau menaruh di tempat yang aman supaya jangan rusak atau hilang atau
berkurang benda dan barang tersebut.
Fungsi Rupbasan sebagai upaya untuk menyelenggarakan tugas pokoknya sebagai
berikut:
1. Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan negara;
2. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan negara;
3. Melakukan pengamanan dan pengelolaan Rupbasan;
4. Melakukan urusan surat-menyurat dan kearsipan.3

Tujuan penanganan benda sitaan negara dan barang rampasan negara di Rupbasan
berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor E.2.UM.01.06 Tahun 1986
tanggal 17 Februari 1986 dan disempurnakan tanggal 7 Nopember 2002 Nomor
E.1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk
3

Ratna Nurul Alfiah. Benda Sitaan dan Rampasan Negara, Rineka Cipta, Jakarta.2001.hlm.5

5

Teknis (Juknis) Rupbasan adalah untuk mengelola benda sitaan negara dan barang
rampasan negara, sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan oleh yang berkepentingan
mudah dan cepat mendapatkannya. Melakukan pemeliharaan benda sitaan dan
rampasan negara berarti merawat benda dan barang agar tidak rusak, tidak berubah
kualitas maupun kuantitasnya sejak penerimaan sampai dengan pengeluarannya.

Secara struktural dan organisatoris, Rupbasan dikelola oleh Depertemen Kehakiman
melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Rupbasan dipimpin oleh Kepala Rupbasan
yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 31 Ayat (1) PP Nomor 27 Tahun
1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010) sehingga tanggungjawab fisik
dan administrasi atas benda sitaan ada pada Kepala Rupbasan (Pasal 30 Ayat (3), Pasal
32 Ayat (1) PP Nomor 27 tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010).
Penanganan benda sitaan negara dan barang rampasan negara di rumah penyimpanan
benda sitaan negara diatur oleh Menteri Kehakiman RI dalam Peraturan Menteri
Kehakiman RI Nomor: M.05.UM.01.06 Tahun 1983.

Pendirian Rupbasan didasari oleh Pasal 44 Ayat (1) KUHAP dan juga Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 serta Peraturan Menteri Kehakiman No.
M.05.UM.01.06 Tahun 1983. Sehubungan dengan apa yang disebut Rupbasan yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, PP No.27 Tahun 1983 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 serta Peraturan Menteri Kehakiman No.
M.05.UM.01.06 Tahun 1983, pada kenyataannya belum jelas mengenai pengaturan
pelaksanaannya. Untuk memperjelas pelaksanaannya, Mekanisme Pelaksanaan
Penanganan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan, diatur
dalam SK Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang

6

Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan
Barang Rampasan Negara di Rupbasan, sebagai penjabaran Peraturan Menteri
Kehakiman No. M.05.UM.01.06 Tahun 1983.

Upaya agar dalam Pelaksanaan Penanganan Benda Sitaan Negara dan Barang
Rampasan Negara di Rupbasan dapat berjalan sesuai fungsinya, memerlukan kerja
sama yang baik dari berbagai instansi yang berkaitan seperti Pengadilan, Kepolisian
dan Kejaksaan serta instansi lainnya untuk menyerahkan benda-benda sitaan untuk
disimpan di Rupbasan agar keamanannya dapat terjaga dan terlindungi serta apabila
dalam proses pengadilan putusan agar dikembalikan, maka dapat dikembalikan secara
utuh tanpa cacat ataupun rusak.

Masalah yang terjadinya adalah kurangnya kerjasama dan koordinasi antara aparat
penegak hukum dalam penyerahan benda-benda sitaan dan rampasan untuk disimpan
di Rupbasan agar terjaga keamanannya. Pihak Kepolisian maupun Kejaksaan dengan
alasan masih dalam proses penyidikan seringkali tidak langsung menyerahkan barang
sitaan dan rampasan negara ke Rupbasan, seharusnya barang sitaan dan rampasan
diserahkan ke Rupbasan untuk ditangani dengan baik sehingga terjaga keamanan dan
kondisinya. Jika Kepolisian maupun Kejaksaan hendak meminjam untuk kepentingan
penyidikan, maka harus melalui prosedur serah terima kepada pihak Rupbasan.

Pada wilayah hukum Kota Bandar Lampung terdapat suatu Rumah Penyimpanan
Benda Sitaan Negara, namun fungsi dan Perannya belum dapat dikatakan maksimal,
dikarenakan belum terciptanya suatu kebijakan fungsional yang menetapkan bahwa
diperlukannya Rupbasan dalam suatu proses peradilan perkara pidana menyangkut
dengan penyimpanan alat-alat bukti yang selama ini dicitra masyarakat umum

7

Rupbasan belum berfungsi dengan baik berkaitan dengan penjagaan, penyimpanan,
pengamanan, dan penyelamatan benda-benda sitaan. Secara struktural dan fungsional,
Rupbasan berada di bawah lingkungan Departemen Kehakiman

(Sekarang

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) yang akan menjadi pusat penyimpanan
segala macam barang sitaan dari berbagai instansi.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penulis melakukan penelitian
dalam Tesis yang berjudul: “Analisis Penanganan Benda Sitaan dan Rampasan Negara
(Studi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Bandar Lampung)”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah penanganan benda sitaan dan rampasan negara?
b. Mengapa terjadi faktor penghambat dalam penanganan benda sitaan dan rampasan
negara?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu penelitian adalah hukum pidana, dengan kajian mengenai peran
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara dalam mengelola barang sitaan negara dan
rampasan negara dan efektivitas pengelolaan barang sitaan negara dan rampasan
negara pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Ruang lingkup lokasi
penelitian ini adalah pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Bandar
Lampung dengan data penelitian yaitu tahun 2009-2014.

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis penanganan benda sitaan dan rampasan negara
b. Untuk menganalisis faktor penegak hukum, sarana prasarana dan masyarakat
sebagai hambatan dalam penanganan benda sitaan dan rampasan negara

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara
praktis sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum
pidana, khususnya yang berkaitan dengan penanganan benda sitaan dan rampasan
negara oleh Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Bandar
Lampung
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Bandar Lampung dalam
meningkatkan kinerja di bidang penanganan barang sitaan negara dan rampasan
negara. Selain itu dapat berguna bagi pihak lain yang membutuhkan informasi
mengenai penanganan barang sitaan negara dan rampasan negara.

9

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

Penelitian mengenai Penanganan Benda Sitaan dan Rampasan Negara oleh Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Bandar Lampung dapat
digambarkan dalam alur pikir sebagai berikut:

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

Penegakan
Hukum Pidana

Benda Sitaan
Negara (Basan)
Penyimpanan

Rupbasan

Benda Rampasan
Negara (Baran)

Faktor-Faktor
Penghambat
Penanganan
Basan dan Baran

Proses Penanganan
Basan dan Baran










Penerimaan
Penelitian dan penilaian
Pendaftaran
Penyimpanan
Pemeliharaan
Pengeluaran dan penghapusan
Penyelamatan dan pengamanan
Pelaporan
Pengeluaran akhir

Basan dan Baran dapat ditangani
sesuai peraturan perundang-undangan





Penegak Hukum
Sarana Prasarana
Masyarakat

10

2. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum4.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka kerangka teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:

a. Penanganan Benda Sitaan Negara dan Rampasan Negara
Kata penanganan memiliki arti sebagai berikut:
(1) Proses, cara, perbuatan menangani;
(2) Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain;
(3) Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;
(4) Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlihat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. 5
Kata “penanganan” juga digunakan dalam naskah Peraturan Menteri Kehakiman No.
M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Cara Penanganan Benda Sitaan Negara
(Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran) di Rupbasan. Dalam peraturan tersebut
telah ditetapkan mengenai penanganan benda sitaan negara dan barang rampasan
negara. Pertimbangan utama untuk menerbitkan peraturan tadi adalah untuk mengatur
secara jelas penanganan benda sitaan yang meliputi tata cara penerimaan,
penyelamatan, pengeluaran dan sampai dengan pemusnahan barang rampasan negara.

4

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.72
Kamus Besar Bahasa Indonesia,Tim Penyusun Kamus dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta 2003. hlm. 231

5

11

Berdasarkan pengertian di atas, maka arti “penanganan” adalah proses atau kegiatan
untuk mengatur sesuatu. Dikaitkan dengan benda sitaan negara dan barang rampasan
negara di Rupbasan, kata penanganan dapat diartikan sebagai suatu proses atau
kegiatan

untuk

mengatur

tata

cara

penerimaan,

penempatan,

pendaftaran,

pemeliharaan, pengamanan, penyelamatan dan pengeluaran benda sitaan negara
sampai dengan pelaksanaan pemusnahan barang rampasan negara. Benda sitaan adalah
benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan (Pasal 1 butir 4 PP.
No. 27 Tahun 1983 jo PP No 58 Tahun 2010).6

Mengingat bahwa untuk mewujudkan terbentuknya Rumah Tempat Penyimpanan
Benda Sitaan dan Rampasan Negara memerlukan waktu yang cukup lama, maka dalam
penjelasan Pasal 44 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa selama belum ada Rumah
Tempat Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara ditempatkan yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di Kantor
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor Kejaksaan Negeri dan Kantor
Pengadilan Negeri, di Bank Pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat
penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda sitaan.

Maksud dan tujuan disimpannya benda sitaan ditempat Rupbasan, tercantum dan Pasal
27 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2010, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanannya.
Selanjutnya Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 menyebutkan
bahwa Rupbasan dipimpin oleh Kepala Rupbasan yang diangkat dan di hentikan oleh
Menteri (Ayat 1). Dalam melakukan tugasnya Kepala Rupbasan dibantu oleh Wakil
6

Noor Kolim . Pokok-Pokok Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan,
Pusdiklat Pegawai Depertemen Hukum dan HAM RI. Jakarta 2005. hlm. 1-2

12

Kepala (Ayat 2). Menurut Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1983 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010, di mana setiap ibu kota
Kabupaten/Kotamadya dibentuk Rupbasan oleh Menteri (Ayat 1).

Pasal 44 Ayat (2) KUHAP menyebutkan penyimpanan benda sitaan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang
untuk dipergunakan oleh siapapun bila ketentuan tersebut di atas dihubungkan dengan
Ayat (1) dari Pasal 44 KUHAP yang menunjukkan Rupbasan sebagai tempat
penyimpanan benda sitaan, kelihatan bahwa selain pejabat yang berwenang sesuai
dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan pidana, pejabat Rupbasan pun
bertanggung jawab atas benda sitaan tersebut.

b. Teori Sistem Hukum
Lawrence Friedman sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro7, sistem hukum
terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan
budaya hukum (legal culture).
1) Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembagalembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain.
2) Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.
3) Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari
masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistem hukum

7

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.81.

13

yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari
pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau
dilaksanakan.

Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini dapat
dianggap sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah sehingga
substansi hukum perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga sangat
tergantung pada bidang apakah yang hendak diatur. Perlu pula dperhatikan
perkembangan sosial, ekonomi dan politik, termasuk perkembangan-perkembangan
ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap politik yang paling pantas untuk
diambil adalah meletakan atau menggariskan prinsip-prinsip pengembangannya.
Sebatas inilah blue printnya. Untuk itu, maka gagasan dasar yang terdapat dalam UUD
1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau parameter dalam pembentukan
undang-undang apa saja, kesetaraan antar lembaga negara, hubungan yang bersifat
demokratis antara pemerintah pusat dengan daerah, hak asasi manusia (HAM) yang
meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan pembangunan harus dijadikan sumber
sekaligus parameter dalam menguji substansi RUU atau UU yang akan dibentuk.8
Budaya hukum (legal culture) menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang
ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini
menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan
kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum
yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik
dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Dengan demikian,

8

Ibid. hlm.82.

14

variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang perbedaanperbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat berfungsi pada
masyarakat yang berbeda.

Aspek kultural melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut dengan
nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis yang
merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum melengkapi kehadiran
dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya
hukum sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum. Wibawa hukum tidak
hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional, tetapi lebih daripada itu mengandung
unsur-unsur spiritual, yaitu kepercayaan. Kewibawaan hukum dapat dirumuskan
sebagai suatu kondisi psikologis masyarakat yang menerima dan menghormati
hukumnya.9

Menurut Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai
yang berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif, maupun
negatif. Jika masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum akan
diterima dengan baik, sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang dan
menjauhi hukum dan bahkan menganggap hukum tidak ada.membentuk undangundang memang merupakan budaya hukum. Tetapi mengandalakan undang-undang
untuk membangun budaya hukum yang berkarakter tunduk, patuh dan terikat pada
norma hukum adalah jala pikiran yang setengah sesat. Budaya hukum bukanlah
hukum. Budaya hukum secara konseptual adalah soal-soal yang ada di luar hukum.

9

Ibid. hlm.83.

15

Hal ini tidak berarti sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice
system) antar lembaga penegak hukum harus menjadi satu fungsi di bawah “satu atap”,
akan tetapi masing-masing fungsi tetap di bawah koordinasi sendiri-sendiri yang
independen dengan kerjasama yang aktif dalam persepsi yang sama dilihat dari fungsi
dan wewenang masing-masing lembaga tersebut. Keterpaduan antara subsistem dalam
penegakan hukum menjadi penentu efektifvitas suatu peraturan. Sistem hukum dapat
berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan jika semua unsur saling mendukung dan
melengkapi. Berkaitan dengan hal tersebut, ada anggapan yang menyatakan bahwa
kesadaran hukum merupakan proses psikis yang terdapat dalam diri manusia yang
mungkin timbul dan mungkin pula tidak timbul. Oleh karena itu, semakin tinggi taraf
kesadaran hukum seseorang, akan semakin tinggi pula tingkat ketaatan dan
kepatuhannya kepada hukum, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran
hukum seseorang, maka ia akan banyak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
hukum, sehingga tidak mengherankan kalau ada yang merumuskan kesadaran hukum
itu sebagai suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan tentang hukum,
penghayatan fungsi hukum, dan ketaatan kepada hukum. 10

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan faktor aparat
penegak hukum, sarana prasarana, masyarakat dan budaya. Hukum tidak bersifat
mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan proses

10

Ibid. hlm.84.

16

penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak
hukum. Menurut Soerjono Seokanto11, faktor-faktor yang penegakan hukum adalah:
1)
2)
3)
4)
5)

Faktor perundang-undangan (substansi hukum)
Faktor penegak hukum
Faktor sarana dan fasilitas
Faktor masyarakat
Faktor kebudayaan

Faktor-faktor di atas lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
ad.1

Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi
keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum
merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu
tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu
yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan
dengan hukum.

ad.2

Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan
implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah
suatu kezaliman. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan.
Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan
kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

11

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.Jakarta.
1986, hlm.8-12.

17

ad.3

Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan
dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.
Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan
dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan dan tugas
pokok serta fungsi sebagaimana semestinya.

ad.4

Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum,
sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam
masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah
kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka
akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan
penegakan hukum yang baik.

ad.5

Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya
hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi
dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara
peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin
mudah dalam menegakannya. Apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak
sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar
untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum.

18

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam
melaksanakan penelitian.12 Batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) adalah tempat benda yang
disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Dalam Rupbasan ditempatkan
benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan
dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim.13
b. Penanganan adalah proses atau kegiatan untuk mengatur sesuatu. Jadi jika
dikaitkan dengan benda sitaan negara dan barang rampasan negara yang ada di
Rupbasan, kata pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan
untuk mengatur tata cara penerimaan, penempatan, pendaftaran, pemeliharaan,
pengamanan, penyelamatan dan pengeluaran benda sitaan negara sampai dengan
pelaksanaan pemusnahan barang rampasan negara.14
c. Benda sitaan negara adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses
peradilan. 15
d. Benda rampasan negara adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dirampas untuk negara yang selajutnya dieksekusi dengan cara
dimusnahkan, dilelang untuk negara, diserahkan kepada instansi yang ditetapkan

12

Soerjono Soekanto. op cit. 1983. hlm.103.
Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
14
Noor Kolim . Pokok-Pokok Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan,
Pusdiklat Pegawai Depertemen Hukum dan HAM RI. Jakarta 2005. hlm. 1-2
15
Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
13

19

untuk dimanfaatkan dan disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara
atau proses peradilan.16

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk
memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian
ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh
kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada
atau studi kasus17 Pendekatan yuridis normatif dan empiris dalam penelitian ini
diterapkan dalam menganalisis penanganan benda sitaan dan rampasan negara pada
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Bandar Lampung.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan
data sekunder sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian
dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber, untuk mendapatkan data yang
diperlukan dalam penelitian.

16

Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Gramedia. Jakarta. 2003. hlm. 12.
17
Soerjono Soekanto. Op cit.1983. hlm.32

20

b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini,
terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang bersifat mengikat dan bersumber
dari peraturan perundang-udangan sebagai berikut:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
c) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik
Indonesia.

2) Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang menunjang dan melengkapi
hukum primer, di antaranya adalah:
a) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
b) Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PR.03 Tahun 1985 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan
Benda Sitaan Negara
c) Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. E1.35.PK.03.10 Tahun
2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda
Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan

21

3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/ pendapat
para ahli dalam berbagai arsip, dokumen, kamus dan internet.

3. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber untuk memberikan informasi yang akan
membantu analisis data sesuai permasalahan yang diajukan. Narasumber penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Kepala Kepala Subseksi Pengamanan dan Pengelolaan :

1 Orang

2. Kasubsi Mutasi Basan dan Baran

:

1 Orang

3. Pemelihara Basan dan Baran

:

1 Orang

4. Penyidik Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung

:

1 Orang

5. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

:

1 Orang

6. Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila

:

1 Orang+

:

6 Orang

Jumlah Narasumber

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan
melakukan kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan
serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pokok bahasan
b. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data
secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan

22

Prosedur pengolahan adalah sebagai berikut:
a. Seleksi data, yaitu kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data
selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
b. Klasifikasi data, yaitu penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah
ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang akurat
c. Interpretasi atau penafsiran data, yaitu kegiatan menelaah dan menafsirkan data
berdasar pokok bahasan yang telah ditentukan sebelumnya
d. Sistematisasi data, yaitu kegiatan mengatur data secara sistematis sesuai dengan
pokok bahasan

5. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis kualitatif
dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Tesis ini disajikan ke dalam empat bab, sebagai satu kesatuan penulisan yang utuh dan
saling berhubungan antara satu bab dengan bab lainnya. Adapun sistematika penulisan
Tesis ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri dari Latar Belakang,
Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka
Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

23

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian benda sitaan dan benda
rampasan negara, penangan pengertian benda sitaan dan benda rampasan negara,
pengertian hukum pidana dan tindak pidana, penegakan hukum pidana dan sistem
peradilan pidana.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi penyajian dan análisis data mengenai penanganan benda sitaan dan
rampasan negara oleh Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I
Bandar Lampung dan faktor-faktor penghambat penanganan benda sitaan dan
rampasan negara oleh Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I
Bandar Lampung

IV. PENUTUP
Berisi kesimpulan yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta
berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Benda Sitaan Negara dan Benda Rampasan Negara

Penyitaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyita atau pengambilan milik
pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Proses penegakan hukum mengesahkan
adanya suatu tindakan berupa penyitaan. Penyitaan adalah tindakan hukum berupa
pengambil alihan dari penguasaan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan
seseorang atau kelompok untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. 1

Setelah melakukan penyitaan atas benda yang dilakukan dalam tindak pidana, maka
benda tesebut harus diamankan oleh penyidik dengan menepakan dalam suatu tempat
khusus untuk menyimpan benda sitaan negara. Benda sitaan negara adalah benda yang
disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang karena jabatannya mempunyai
wewenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan.
Barang sitaan adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dirampas untuk negara yang selajutnya dieksekusi dengan cara:
a. Dimusnahkan.
b. Dibakar sampai habis.
c. Ditenggelamkan ke dasar laut sehingga tidak bisa diambil lagi.
d. Ditanam di dalam tanah.
e. Dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi.
1

Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta 1986, hlm.122

25

f. Dilelang untuk Negara.
g. Diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan.
h. Disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain2
Dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP disebutkan bahwa “penyitaan adalah serangkaian
tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penunjukkan dan peradilan.”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka pengambilan-alihan barang dilakukan dengan
cara serah terima dari tersita kepada penyidik. Selain memberikan tanda terima barang
sitaan, penyidik harus meminta tersita membubuhkan tanda tangannya di dalam berita
acara penyitaan. Berita acara itu wajib dibuat penyidik sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam Pasal 8 Ayat (1) KUHAP jo. Pasal 75 Ayat (1) huruf f KUHAP.

Kemudian, tindakan penyitaan disyahkan oleh undang-undang guna kepentingan acara
pidana namun tidak boleh dilakukan dengan semena-mena tetapi dengan cara-cara
yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang, tidak dibenarkan tindakan
yang dapat melanggar hak asasi manusia. Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan
“pembuktian” terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka

Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Klas-I Medan

0 37 207

UPAYA HUKUM PEMILIK BENDA SITAAN ATAS KERUSAKAN AKIBAT KESALAHAN PENGELOLAAN BENDA SITAAN PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN)

0 18 24

ANALISIS FUNGSI RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) DALAM MENGELOLA BENDA SITAAN DAN RAMPASAN NEGARA (Studi Pada Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitnan Negara Kelas II Kota Metro)

7 59 45

TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA DI RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) SURAKARTA

2 18 106

DILEMA PENYIMPANAN BENDA SITAAN DI RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) Dilema Penyimpanan Benda Sitaan Di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) (Studi Kasus Di RUPBASAN Kelas I Surakarta, RUPBASAN Kelas II Wonogiri Dan POLRES Sura

0 1 13

PENDAHULUAN Dilema Penyimpanan Benda Sitaan Di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) (Studi Kasus Di RUPBASAN Kelas I Surakarta, RUPBASAN Kelas II Wonogiri Dan POLRES Surakarta).

2 2 14

FUNGSI DAN PERANAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN PERANAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA (Tinjauan Yuridis Empris Fungsi dan Peranan RUPBASAN Kelas

0 0 13

Undangan Pembuktian Pembangunan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Pangkalpinang

0 0 1

PERLIDUNGAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

0 0 13

SKRIPSI STATUS BARANG BUKTI DALAM RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA

0 0 12