ANALISIS PENGARUH CAR, FDR, INFLASI, DAN SBIS TERHADAP NON PERFORMING FINANCING (NPF) BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2009:01-2013:05

(1)

ANALISIS PENGARUH CAR, FDR, INFLASI, DAN SBIS TERHADAP NON PERFORMING FINANCING(NPF) BANK UMUM SYARIAH DI

INDONESIA PERIODE 2009:01-2013:05 Oleh

RENNY MARDIANI PUTRI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh capital adequacy ratio (CAR), financing to deposit ratio (FDR), inflasi dan sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) terhadap non performing financing (NPF) bank umum syariah di Indonesia selama periode 2009:01-2013:05. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh secara bulanan selama periode 2009:01-2013:05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF, FDR berpengaruh positif, namun tidak signifikan terhadap NPF, inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF, dan SBIS berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF.

Kata Kunci: Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), Inflasi, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 27 September 1992, sebagai anak pertama dari empat bersaudara buah hati pasangan Bapak Dang Rusdian Putra dan Ibu Sumarsih.

Penulis memulai pendidikan formal di SDN 1 Beringin Raya Kemiling Bandar Lampung pada tahun 1998 dan dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 14 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan. Penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Tingkat Fakultas (UKMF) Rohani Islam (ROIS) sejak tahun 2010 sebagai anggota muda, tahun 2011 sebagai staf kaderisasi, dan tahun 2012 sebagai staf syiar islam.


(7)

MOTO

“Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Q.S. Ar Ra’d: 28)

“Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan” (Q.S. Al Maidah: 48)

“Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah”

(H.R. Malik)

“Perhatikan apa yang disampaikan, jangan lihat siapa yang menyampaikan” (Ali bin Abi Tholib)


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur pada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, Karya ini kupersembahkan kepada:

Kedua orang tuaku, yang selalu memberikan cinta, kasih sayangnya, dukungan dan doa

Ketiga adikku, Rinaldo Mardiansyah, Randy Mardian, dan Renna Mardiana yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.

Datuk dan Uwo di Padang yang selalu memberikan dukungan dan doa.

Almamater tercinta jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.


(9)

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh CAR, FDR, Inflasi, dan SBIS terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2009:01-2013:05” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan doa selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan 4. Bapak Dr. Hi. Yoke Muelgini, M.Sc selaku dosen pembimbing.

5. Bapak Thomas Andrian, S.E., M.Si selaku dosen pendamping. 6. Bapak Dr. Saimul, S.E., M.Si. selaku dosen penguji.


(10)

Uti, Om Ruli, Etek Ila, Etek Eva, Etek Ulfa, dan Bule Parmi.

9. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya selama menuntut ilmu di Universitas Lampung.

10. Pakde Heriyanto, Ibu Mardiana, dan Ibu Yati, terima kasih telah membantu proses kelancaran skripsi ini.

11. Sahabat terbaik: Hani Apsari (Alm) dan Nurmala Putri

12. Teman – teman dan alumni Tim Kerja Dakwah Sekolah (TKS) SMA Negeri 7 Bandar Lampung: Mba Dewi, Desis, Rini Mba Adau, Mba Ana, Mba Yuli, Mba Dedes, Kak Agus, Kak Syarif, dan Kak Arif.

13. Teman-teman alumni ROHIS SMA N 7 Bandar Lampung Zulaikha, Nurul, Elvia, Ita, Yanah, Rahmi, Indrawan, Irfan, Zazuli, Rudi, Mba Sari, Mba Winda. 14. Teman-teman dan alumni Forum Kerjasama Alumni Rohis (FKAR) Bandar

Lampung: Ariya, Meitri Sugesti, Meitri Astuti, Nur Asiah, Heni, Oci, Ine, Muji, Maretha, Mba Desi, Mba Anjar, Mba Devi, Mba Tina, Uni Iyet, Mba Avril, Mba Tia, Mba Evi.

15. Teman-teman dan alumni ROIS FEB Unila: Prima, Mita, Susi, Dian, Mala, Eva, Ratih, Annisa, Fitri, Wulan, Indah, Ika, Tanti, Pipit, Rindy, Umai, Yuni, Dea, Mba Ii, Mba Qori, Mba Sari, Mba Ade, Mba Annisa, Mba Septi, Mba Desti, Arif, Ade.

16. Teman-teman di Islamic Learning, Al Karim Center: Ummi Indah, Ummi Anggun, Ummi Asri, Ummi Desi, Ummi Nia, Ummi Herlin.


(11)

18. Teman-teman konsentrasi ekonomi moneter 2010: Monica, Tika, Princess, Sonia, Dina, Wuri, Lutfida, Virgie, Shinta, Dhany D. Dimas, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu.

19. Teman-teman EP ’10: A Citra, Devy S., Devi N., Eci, Erika, Desi, Dania, Ata, Ridwan, Dicky, Santi, Enni, Eindah, Devi M., Ajeng, Lathifa, Hana, Diah, Danny C., Via, Desta, Fischa, Caca, Agus, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu..

20. Teman-teman EP’09: Mba Nurul, Mba Eli, Mba Devia, Mba Dini, Kak Rulio. 21. Para tetangga: Mba Ayu, Bude Sri, Tante Nia, Tante Lina, Tante Deni.

22. Teman-teman kelas XII IPS 4 tahun ajaran 2009-2010 SMA N 7 Bandar Lampung

23. Keluarga KKN Sukabanjar, Kota Agung Timur, Tanggamus

Semoga Allahsubhanahu wa ta’ala membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kerangka Pemikiran ... 13

E. Hipotesis ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Bank umum Syariah ... 16

2. Teori Bagi Hasil (profit-loss sharing) ... 17

3. Riba ... 19

4. Jenis kegiatan Usaha Bank umum Syariah ... . 21

5. Teknik Pengelolaan Risiko ... 41

6. Manajemen Risiko ... 42

7. Non Performing Financing (NPF) ... 42

8. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 43

9. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 48

10.Inflasi ... 49

11.Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 50

B. Keterkaitan antara Variabel Bebas dengan NPF BUS ... 51

1. CAR ... 51

2. FDR ... 52


(13)

4. SBIS ... 52

C. Tinjauan Empiris ... 53

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 61

B. Batasan Variabel ... 61

1. NPF ... 61

2. CAR ... 62

3. FDR ... 62

4. Inflasi ... 62

5. SBIS ... 62

C. Metode Pengolahan Data ... 62

D. Metode Analisis Data ... . 63

E. Prosedur Analisis Data ... 63

1. Uji Stasioneritas ... 63

2. Uji Kointegrasi ... 65

3. Error Correction Model (ECM) ... 65

4. Penentuan Lag Optimum ... 66

5. Uji Asumsi Klasik ... 66

6. Uji Hipotesis ... . 68

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69

1. Uji Stasioneritas ... 69

2. Uji Kointegrasi ... 70

3. Estimasi Error Correction Model (ECM) ... 71

4. Penentuan Lag Optimum ... 72

5. Uji Asumsi Klasik ... 73

6. Uji Hipotesis ... 75

B. Pembahasan ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan BUS Berdasarkan Akad

Pembiayaan (dalam miliar rupiah) ... 2

2 Tingkat Risiko Menurut Jenis Pembiayaan ... 4

3 Bank Umum Syariah ... 16

4 Perbedaan antara Bunga dan Bagi hasil ... 19

5 Ringkasan Penelitian “Analisis Pengaruh Variabel Makro dan Mikro terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah ... 55

6 Ringkasan Penelitian “Analisis Eksternal dan Internal dalam Menentukan NPF Bank Umum Syariah di Indonesia” ... 56

7 Ringkasan Penelitian “Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan dan Pengaruhnya terhadap Laba (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.)”... 57

8 Ringkasan Penelitian “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia” ... 57

9 Ringkasan Penelitian “Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia ... 58

10 Ringkasan Penelitian “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba Bank Syariah ... 59

11 Ringkasan Penelitian “Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri Periode Tahun 2008– 2011)”... 60

12 Ringkasan Penelitian “Pengaruh CAR, FDR, dan NPF terhadap Profitabilitas pada Bank Syariah Mandiri” ... 60


(15)

13 Deskripsi Data ... 61

14 Hasil Uji Stationieritas Phillips-Perron pada ordo level ... 69

15 Hasil Uji Stationieritas Phillips-Perron pada ordoFirst difference ... 70

16 Hasil Uji Kointegrasi Residual Estimasi dengan Metode Phillip-Perron pada Ordo Level ... 71

17 Hasil Penentuan Lag Optimum ... 72

18 Hasil Uji Normalitas ... 73

19 Hasil Uji Multikolinearitas dengan menggunakan VIF ... 73

20 Hasil Uji Autokolerasi dengan menggunakanBreusch-Godfrey Serial Correlation LM Test ... 73

21 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan menggunakanWhite Heteroskedasticity Test(No Cross Term ... 74

22 Hasil Uji t-statistik ... 75


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pergerakan NPF dan batas NPF ... 3

2. Pergerakan CAR dan NPF ... 7

3. Pergerakan FDR dan NPF ... 8

4. Pergerakan Inflasi dan NPF ... 9

5. Pergerakan SBIS dan NPF ... 11


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian diperkokoh dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, perbankan Indonesia menganutdual banking system(sistem perbankan ganda), yaitu perbankan konvensional dan perbankan syariah. Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional. Sedangkan bank umum syariah yang selanjutnya disebut BUS, adalah bank syariah yang dalam kegiatannya menggunakan prinsip syariah (berdasarkan Al Quran dan Al Hadits).

Bank umum konvensional menyalurkan dana melalui kredit, sedangkan BUS menyalurkan dana melalui pembiayaan. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Perkembangan pembiayaan yang disalurkan oleh BUS dari tahun 2009 sampai Mei 2013 terus mengalami peningkatan. Dalam Tabel 1 berikut ini ditunjukkan komposisi pembiayaan yang disalurkan berdasarkan akad pembiayaaan.


(18)

Tabel 1 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan BUS Berdasarkan Akad Pembiayaan (dalam miliar rupiah)

Akad 2009 2010 2011 2012 Mei 2013

Mudharabah 6.597 8.631 10.229 12.023 12.168 Musyarakah 10.412 14.624 18.96 27.667 33.743 Murabahah 26.321 37.508 56.365 88.004 100.184

Salam 0 0 0 0 0

Istishna 423 347 326 376 496

Ijarah 1.305 2.341 3.839 7.345 9.501

Qardh 1.829 4.731 12.937 12.090 11.168

Total 46.886 68.181 102.655 147.505 167.259 Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013

Semakin meningkatnya pembiayaan yang disalurkan oleh BUS, maka semakin besar kemungkinan risiko pembiayaan bermasalah. Menurut Siamat (2005), pembiayaan bermasalah adalah pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan atau kendali nasabah peminjam. Pembiayaan bermasalah tersebut dapat dilihat darinon performing financing(NPF),yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan yang bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank (Mulyono, 2000).

Bank Indonesia (BI) menetapkan batas maksimal NPF bagi BUS sebesar 5% (Peraturan BI No. 11/10/PBI/2009). Berikut ini Gambar 1 yang menunjukkan pergerakan NPF dengan batas maksimal yang ditetapkan BI periode 2009:01-2013:04. Seperti yang tampak pada Gambar 1, selama periode 2009:01-2013:04, nilai NPF melewati batas maksimal yang ditetapkan oleh BI pada periode


(19)

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013 (data diolah) Gambar 1 Pergerakan NPF dan Batas NPF

Nilai NPF selama periode tersebut berkisar 8%. Sedangkan untuk periode selanjutnya, yaitu periode 2010:01-2013:04 nilai NPF berkisar di bawah 5%. Faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya NPF (pembiayaan bermasalah) dapat diantisipasi dengan melihat dari tingkat risiko jenis pembiayaan lembaga keuangan syariah. Menurut Mutamimah dan Siti (2012) risiko yang terkandung dalam setiap jenis pembiayaan bisa menjadi pertimbangan bank syariah dalam memilih jenis akad yang dipakai.

Pembiayaan yang memiliki risiko paling tinggi adalah pembiayaanprofit loss sharing(mudharabahdanmusyarakah). Hal ini disebabkan akadmudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh padamudharib (pengelola) untuk menjalankan usaha tanpa campur tanganshahibul maal

(penyedia modal) dan ditanggungnya kerugian olehshahibul maal(kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan


(20)

terhadap segala risiko yang ditimbulkannya. Berikut ini tabel tingkat risiko menurut jenis akad pembiayaan:

Tabel 2 Tingkat Risiko Menurut Jenis Pembiayaan Jenis Pembiayaan Risiko

Kredit Risiko Harga Risiko Likuiditas Risiko Operasional

Murabahah 2,56 2,87 2,67 2,93

Mudharabah 3,25 3 2,67 3,08

Musyarakah 3,69 3,4 2,92 3,18

Ijarah 2,64 2,92 3,1 2,9

Isthisna' 3,13 3,57 3 3,29

Salam 3,2 3,5 3,2 3,25

Diminishing Musyarakah 3,33 3,4 3,33 3,4

Sumber: Khan dan Ahmed (dalam Mutamimah dan Siti, 2012)

Pembiayaanmurabahahmemiliki risiko yang paling kecil karena pembiayaan tersebut memiliki tingkatreturnyang pasti. Hal tersebut dikarenakan kedua pihak (debitur dan bank) harus menyepakati harga jual dan dan jangka waktu

pembayaran dan akad jual beli tersebut tidak dapat berubah selama berlakunya akad.

Menurut Firdaus dan Ariyanti (dalam Mukti, 2013) karakter atau watak merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam kredit harus bertingkah laku baik, dalam arti harus berpegang teguh atas janjinya, selalu berusaha dan bersedia untuk melunasi utang-utangnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga apabila calon peminjam

merupakan pribadi yang berkarakter baik, maka kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pengembalian pembiayaan atau pembiayaan bermasalah kemungkinan tidak terjadi, dan sebaliknya apabila calon peminjam tersebut merupakan pribadi yang berkarakter kurang baik atau jelek, maka kemungkinan


(21)

untuk pengembalian pembiayaan kemungkinan akan terjadi. Kemudian aspek kekayaan (equity) yang dimiliki oleh calon peminjam atau perusahaan dan rasionya terhadap hutang (leverage) juga berpengaruh terhadap terjadinya pembiayaan bermasalah.

Saunders dan Allen (dalam Mukti, 2013) menjelaskan bahwa aspek kapital sebagai kontribusi kekayaan (equity) oleh pemilik perusahaan dan rasionya terhadap hutang (leverage). Leverageyang tinggi dipandang mempunyai probabilitas yang tinggi pula. Apabila tingkat hutang yang dialami oleh calon peminjam atau pemilik perusahaan tinggi, maka tingkat kebangkrutan yang dialami akan tinggi pula sehingga untuk tingkat pengembalian pembiayaan akan tinggi begitupun sebaliknya. Selain itu, pemberian jaminan juga memiliki kontribusi juga terhadap tejadinya pembiayaan bermasalah.

Firdaus dan Ariyanti (dalam Mukti, 2013) memberikan penjelasan jaminan atau agunan, yaitu harta benda milik debitur atau pihak ke-3 yang diikat sebagai agunan apabila terjadi ketidakmampuan debitur menyelesaikan utangnya sesuai dengan perjanjian kredit. Dengan kata lain, pemberian jaminan yang dilakukan oleh bank kepada debitur atau calon peminjam dimaksudkan untuk berjaga-jaga kemungkinan terjadinya pembiayaan yang bermasalah kemudian sebagai menjalankan fungsi pemberian jaminan yaitu sebagai fungsi kehati-hatian atau jaga-jaga serta sebagai penentu jumlah kredit yang akan diberikan dengan cara menentukan jumlah jaminan.

Selain faktor-faktor tersebut, faktor yang dapat menimbulkan NPF adalah faktor rasio keuangan BUS dan faktor moneter. Faktor rasio keuangan yang


(22)

menimbulkan NPF diantaranya adalahcapital adequacy ratio(CAR) dan

financing to deposit ratio(FDR). Sedangkan untuk faktor moneter adalah inflasi dan sertifikat bank syariah Indonesia (SBIS). Menurut Poetry dan Yulizar (2011) CAR adalah rasio perbandingan jumlah modal baik modal inti maupun modal pelengkap terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank dalam rangka menampung risiko kerugian terutama risiko kerugian atas tidak dibayarkannya kembali pembiayaan yang diberikan kepada nasabahnya.

Ketika CAR pada BUS meningkat, maka BUS akan merasa aman untuk

menyalurkan pembiayaannya. Namun, hal ini berakibat BUS akan merasa lebih longgar dalam ketentuan penyaluran pembiayaannya. Jika kondisi ini terjadi, maka risiko pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang tidak layak akan semakin besar, sehingga jika tidak tertagih, maka akan meningkatkan NPF.

Gambar 2 menunjukkan pergerakan CAR dan NPF selama periode 2009:01-2013:05. berfluktuatif. Kenaikan CAR terjadi pada periode 2009:01–2009:07 Dan rata-rata nilai CAR pada periode tersebut berkisar 28,5%. Pada periode yang sama nilai NPF juga mengalami peningkatan, rata-rata nilai NPF pada periode


(23)

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013 (data diolah) Gambar 2 Pergerakan CAR dan NPF

2009:01–2009:07 sebesar 7,6%. Pada periode 2009:10 -2013:05 nilai CAR menurun, ratarata nilai CAR berkisar 15%. Penurunan pada periode 2009:10 -2013:05 juga terjadi pada NPF, dimana rata-rata nilai NPF turun dari periode sebelumnya menjadi sebesar 3,5%

Menurut Remi (dalam Suhartatik dan Kusumaningtias, 2013) FDR merupakan perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. FDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank syariah dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank syariah yang bersangkutan. FDR maksimal yang diperkenankan oleh BI adalah sebesar 110% . Semakin tinggi penyaluran dana yang disalurkan melalui pembiayaan, maka kemungkinan risiko pembiayaan bermasalah akan meningkat, sehingga NPF juga akan meningkat. Berikut ini Gambar 3 yang menunjukkan pergerakan FDR dan NPF periode 2009:01-2013:05.


(24)

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada periode 2009:01–2009:07 rata-rata nilai FDR sebesar 128%, sedangkan NPF sebesar 8%. Pada periode 2009:10 -2010:04 FDR mengalami penurunan. Nilai rata-rata FDR menurun menjadi sebesar 93,25% dari periode sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi dengan NPF, nilai rata-rata NPF menurun menjadi sebesar 5%. Pada periode 2010:07–2012:07 FDR kembali naik dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 94%. Namun tidak dengan NPF, nilai rata-rata NPF menurun kembali menjadi sebesar 3%. Pada periode 2012:10–2013:05, FDR terus mengalami kenaikan dengan rata-rata nilai sebesar 101%. Sedangkan NPF kembali menurun menjadi rata-rata 2,6%.

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013 (data diolah) Gambar 3 Pergerakan FDR dan NPF

Inflasi adalah suatu kondisi dimana tingkat harga barang naik secara

terus-menerus (Mishkin, 2006). Ketika inflasi terjadi, dikhawatirkan para nasabah tidak bisa membayar cicilan pokok atas pinjaman yang sudah diterima, sehingga hal ini memungkinkan NPF bergerak naik. Penelitian yang dilakukan oleh Poetry dan Yulizar (2011) dan Arijanto (dalam Poetry dan Yulizar, 2011) menghasilkan


(25)

bahwa inflasi berhubungan negatif dengan NPF. Ditinjau dari sisi debitur, dalam hal ini adalah produsen, inflasi dapat berpengaruh baik terhadap produsen bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar), sehingga debitur akan mendapat kemudahan dalam mengembalikan pembiayaannya.

Berikut ini Gambar 4 yang menunjukkan pergerakan inflasi dan NPF periode 2009:01-2013:05. Selama periode 2009:01-2013:05 inflasi mengalami

penurunan; pada periode 2009:01 inflasi berkisar 9% lalu terus menurun hingga pada periode

Sumber : Statistik Perbankan Syariah 2013 (data diolah) Gambar 4 Pergerakan Inflasi dan NPF

2009:07 inflasi berkisar 2%, sedangkan NPF pada periode 2009:01 nilainya berkisar 4%, lalu terus naik hingga periode 2009:07 menjadi 7%. Pada periode 2009:07–2010:07 inflasi kembali naik dari 2% menjadi 6%, sedangkan NPF turun menjadi 3%. Pada periode 2010:07–2011:01 inflasi kembali naik hingga


(26)

menjadi 7%, sedangkan NPF masih berkisar pada 3%. Periode 2011:01–2012:01 inflasi mengalami penurunan, dimana inflasi semula sebesar 7% menjadi 4%. Hal yang sama juga terjadi pada NPF, semula NPF sebesar 3% menjadi 2,68%. Pada periode 2012:01–2013:05 inflasi kembali naik dari 2% menjadi 5%, NPF pun mengalami kenaikan kembali dari 2,68 menjadi 3%

SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI (peraturan Bank Indonesia No.10/11/2008). SBIS merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang

beroperasi dengan prinsip syariah (Suhartatik dan Kusumaningtias, 2013). SBIS memperhitungkan kemungkinan untung atau rugi atas investasi dengan akad ju’alahatau sesuai dengan kemanfaatan yang diperoleh (Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 64/DSN-MUI/XII/2007).

Menurut Hilmi (dalam Suhartatik dan Kusumaningtias, 2013) SBIS menarik bagi perbankan syariah untuk menanamkan dananya pada SBIS dibandingkan dengan disalurkan melalui pembiayaan. Sehingga pada saat imbal hasil SBIS naik, bank akan mengurangi jumlah pembiayaannya. Jumlah pembiayaan yang berkurang, maka akan mengurangi risiko pembiayaan bermasalah. Sehingga NPF akan mengalami penurunan. Berikut ini Gambar 5 menunjukkan pergerakan SBIS dan NPF. Pada Gambar 5 ditunjukkan bahwa pada periode 2009:01–2009:07 SBIS menurun dari 9,5% menjadi 6,7%, sedangkan NPF mengalami


(27)

Sumber : Statistik Perbankan Syariah 2013 (data diolah) Gambar 5 Pergerakan SBIS dan NPF

kenaikan dari 4,4% menjadi 7,7%. Pada periode 2009:07–2011:04, SBIS mengalami kenaikan dari 6,7% menjadi 7,18%, sedangkan NPF mengalami penurunan dari 7,7% menjadi 3,7%. Pada periode 2011:04–2012:04 SBIS mengalami penurunan dari 6,7% menjadi 3,9%, NPF juga mengalami penurunan dari 3,7% menjadi 2,8%. Pada periode 2012:04–2013:05 SBIS mengalami kenaikan dari 3,9% menjadi 5%, NPF pun juga mengalami kenaikan walupun sedikit, yaitu dari 2,8% menjadi 2,9%.

B. Rumusan Masalah

Salah satu fungsi dari BUS yaitu menyalurkan pembiayaan. Pembiayaan yang semakin besar disalurkan, maka semakin besar kemungkinan risiko pembiayaan bermasalah. Besarnya risiko pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari NPF. Tingginya NPF menunjukkan bahwa banyak debitur tidak mampu


(28)

bersama antara bank dan debitur. Berdasarkan Gambar 1 yang menunjukkan pergerakan NPF dengan batas maksimal yang ditetapkan BI, yaitu sebesar 5% menunjukkan bahwa selama periode 2009:01-2009:10 nilai NPF melewati batas maksimal. Hal tersebut dapat mempengaruhi profitabilitas BUS. Oleh karena itu, BUS harus mampu mengantisipasi faktor-faktor yang mampu mendorong

tingginya NPF. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi NPF yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah CAR, FDR, inflasi, dan SBIS.

Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pengaruh CAR terhadap NPF BUS?

2. Bagaimana pengaruh FDR terhadap NPF BUS? 3. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap NPF BUS? 4. Bagaimana pengaruh SBIS terhadap NPF BUS?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengaruh CAR terhadap NPF BUS. 2. Untuk mengetahui pengaruh FDR terhadap NPF BUS. 3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap NPF BUS. 4. Untuk mengetahui pengaruh SBIS terhadap NPF BUS


(29)

D. Kerangka Pemikiran

Gambar 6 Kerangka Pemikiran

Salah satu fungsi dari BUS adalah menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran pembiayaan dapat memicu potensi risiko pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah tersebut dapat dilihat dari NPF atau rasio pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan. Semakin tinggi NPF, maka akan mengganggu profitabilitas BUS. Oleh karena itu, BUS harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi NPF. Faktor-faktor yang mempengaruhi NPF diantaranya adalah CAR, FDR, inflasi dan SBIS.

Ketika CAR pada BUS meningkat, maka BUS akan merasa aman untuk

menyalurkan pembiayaannya. Namun, hal ini berakibat BUS akan merasa lebih longgar dalam ketentuan penyaluran pembiayaannya. Jika kondisi ini terjadi,

Bank Umum Syariah

Menyalurkan pembiayaan

Risiko pembiayaan bermasalah

NPF


(30)

maka risiko pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang tidak layak akan semakin besar, sehingga jika tidak tertagih, maka akan meningkatkan NPF.

FDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank syariah dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank syariah yang bersangkutan. Semakin tinggi penyaluran dana yang disalurkan melalui pembiayaan, maka kemungkinan risiko pembiayaan bermasalah akan meningkat, sehingga NPF juga akan

meningkat.

Ketika inflasi terjadi, dikhawatirkan para nasabah tidak bisa membayar cicilan pokok atas pinjaman yang sudah diterima, sehingga hal ini memungkinkan NPF bergerak naik. Namun, jika dilihat dari sisi debitur (dalam hal ini adalah

produsen) inflasi dapat berpengaruh baik terhadap produsen bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar), sehingga debitur akan mendapat kemudahan dalam mengembalikan pembiayaannya. Kemudahan debitur dalam mengembalikan pembiaayaan akan mengurangi risiko pembiayaan bermasalah.

SBIS menarik bagi perbankan syariah untuk menanamkan dananya pada instrumen ini dibandingkan dengan disalurkan melalui pembiayaan. Sehingga pada saat imbal hasil SBIS naik, bank akan mengurangi jumlah pembiayaannya. Jumlah pembiayaan yang berkurang, maka akan mengurangi risiko pembiayaan bermasalah. Sehingga NPF akan mengalami penurunan.


(31)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Diduga CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF. 2. Diduga FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF. 3. Diduga inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF. 4. Diduga SBIS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF.

5. Diduga variabel bebas (CAR, FDR, inflasi dan SBIS) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat (NPF).


(32)

A. Landasan Teori

1. Definisi Bank Umum Syariah

Bank Umum Syariah, yang selanjutnya disebut BUS, adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pada Tabel 3 berikut ini dipaparkan tentang BUS.

Tabel 3 Bank Umum Syariah

Keterangan BUS

Fungsi dan kegiatan bank Intermediasi, manager investasi, sosial, jasa, dan keuangan

Mekanisme dan objek usaha Anti-ribadan anti-maysir(perjudian) Prioritas pelayanan Kepentingan publik

Orientasi Sosial-ekonomi dan keuntungan

Bentuk Bank komersial, pembangunan, universal

ataumulti-purpose

Evaluasi nasabah Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko

Hubungan nasabah Erat sebagai mitra usaha

Sumber likuiditas jangka pendek Pasar uang syariah, bank sentral Pinjaman yang diberikan Komersial dan non-komersial,

berorientasi laba dan nirlaba Lembaga penyelesaian sengketa Pengadilan, Badan Arbitrase

Risiko usaha Dihadapi bersama antara bank dan

nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran.

Tidak mungkin terjadinegative spread Struktur organisasi pengawas Dewan Komisaris, Dewan Pengawas

Syariah, Dewan Syariah Nasional

Investasi Halal


(33)

Dalam pembagian keuntungannya bank umum syariah menerapkan bagi hasil, bukan bunga. Hal ini dikarenakan bunga mengandung unsur riba. Riba diharamkan oleh Islam (Q.S. Al Baqarah: 279).

2. Teori Bagi Hasil (profit-loss sharing)

Menurut Sadeq (dalam Yahya dan Agunggunanto, 2011) teori bagi hasil dibangun sebagai tawaran baru di luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan (injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian risiko maupun untung bagi para pelaku ekonomi. Menurut Karim (dalam Yahya dan Agunggunanto, 2011)profit-loss sharing(PLS) berarti keuntungan dan atau kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan ekonomi atau bisnis ditanggung bersama-sama. Dalam sistemProfit-loss sharingharga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaan. Price of capitaldanentrepreneurship merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi.

Dalam pandangan syariah, uang dapat dikembangkan hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak

menghasilkan produktifitas (Yahya dan Agunggunanto, 2011). Menurut Anto (dalam Yahya dan Agunggunanto, 2011), dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil (disebutnisbah) dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata-nyata diterima, baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dana tersebut benar-benar telah ada. Nisbahditentukan berdasarkan kesepakatan


(34)

pihak-pihak yang bekerja sama. Besarnyanisbahbiasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam bekerja sama (share and partnership) dan prospek perolehan keuntungan (expected return) serta tingkat risiko yang mungkin terjadi (expected risk). Secara matematis dapat

diformulasikan menjadi:

BH =f(S, p, 0) (1)

Keterangan: BH = bagi hasil

S =share on partnership p =expected return 0 =expected risk

Kesepakatan suatu tingkatnisbahterlebih dahulu harus memperhatikan ketiga faktor tersebut. Faktor pertama,share on partnershipmerupakan sesuatu yang telah nyata dan terukur. Oleh karenanya tidak memerlukan perhatian khusus. Dua faktor terakhir,expected return,danexpected riskmemerlukan perhatian khusus. Oleh karenanya kemampuan untuk memperkirakan keuntungan maupun risiko yang mungkin terjadi dalam kerjasama yang berlandaskan PLS mutlak dibutuhkan, terutama pada aspek kemungkinan risiko. Hal ini karena, pertama, risiko memiliki efek negatif bagi usaha. Semakin besar risiko semakin

mengurangi nilai keuntungan usaha. Kedua, risiko memiliki sumber, cakupan dan sifat yang seringkali tidak memperhitungkan data secara cermat. Ketiga,


(35)

(Yahya dan Agunggunanto, 2011). Pada Tabel 4 berikut ini menunjukkan perbedaan antara bunga dan bagi hasil.

Tabel 4 Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad

berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil bergantung pada

keuntungan proyek yang dijalankan, bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan pendapatan.

Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: Antonio (2010:61)

3. Riba

3.1 Pengertian riba

Menurut bahasa, riba adalah bertambah, berkembang dan berlebihan (Suhendi, 2010). Menurut Syaikh Muhammad Abduh (dalam Suhendi, 2010), riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.

3.2 PelaranganRiba

Ribadilarang oleh Islam secara bertahap. Tahapan pelaranganribadibagi dalam empat tahap, yaitu


(36)

1. Menolak anggapan bahwaribaakan menambah harta (Q.S. Ar Rum: 39). 2. Pemberitahuan bahwaribajuga diharamkan untuk umat terdahulu (Q.S. An

Nisa: 160-161).

3. Pengharamanribayang berlipat ganda (Q.S. Ali Imran: 130). 4. Pengharaman segala bentukriba. (Q.S. Al Baqarah: 275-279).

Menurut Muhammad dalam Pradini (2011), hal-hal yang harus dilakukan BUS agar terhindar dari riba yaitu

1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan keberhasilan suatu usaha di muka secara pasti.

2. Menghindari penggunaan sistem presentasi untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.

3. Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan barangribawi dengan imbalan barangribawilainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.

4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela.

4. Jenis Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah

Jenis-jenis kegiatan usaha BUS terdiri atas penghimpunan dana, penyaluran dana dan layanan jasa.

4.1 Penghimpunan Dana


(37)

1. Modal

Modal merupakan dana yang diserahkan oleh pemiliknya sebagai bagian keikutsertaannya dalam usaha bank. Pemilik dana tersebut akan menerima sejumlah saham sesuai dengan porsi keikutsertaannya.

2. Rekening giro

Rekening giro dalam bank menggunakan prinsipal-wadiah yad-dhamanah (singkatnyawadi’ah) atau titipan. Wadi’ahadalah perjanjian perwakilan untuk tujuan melindungi harta seseorang. bank dapat mempergunakan dana tersebut selama tidak ditarik oleh nasabah, sementara bank memberikan garansi bahwa nasabah dapat menarik dananya kapanpun dengan menggunakan fasilitas yang sudah disediakan oleh bank, seperti cek, kartu ATM, dan yang lainnya tanpa biaya. bank tidak dapat

menggunakan dana nasabah untuk pembiayaan bagi hasil karena bersifat jangka pendek, tetapi dapat digunakan bank untuk kebutuhan likuiditas bank dan untuk transaksi jangka pendek. Keuntungan dari transaksi tersebut menjadi milik bank.

3. Rekening tabungan

Pada rekening tabungan, bank menggunakan prinsipwadi’ah(titipan), qardh(pinjaman kebajikan), danmudharabah(bagi hasil). Ada perbedaan antarawadi’ahdalam bentuk rekening tabungan dan wadi’ah dalam

bentuk rekening giro. Padawadi’ahrekening tabungan, nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek, namun bank dapat memberikan imbal hasil kepada nasabah dari keuntungan yang diperoleh bank karena bank lebih leluasa untuk menggunakan dana ini untuk tujuan mendapatkan


(38)

keuntungan. Qardhbagi bank merupakan pinjaman tanpa penambahan dari deposan. Bank dapat menggunakan dana tersebut untuk tujuan apa saja dan dari keuntungan yang diperoleh bank dapat memberikan bagian keuntungan kepada deposan berupa uang atau non uang (hal ini jarang terlihat dalam praktek). Mudharabahadalah prinsip bagi hasil dan bagi kerugian. Ketika nasabah sebagai pemilik modal (shahibul maal)

menyerahkan dananya kepada bank sebagai pengusaha (mudharib) untuk diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian

ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian tersebut bukan akibat dari kelalaian bank.

4. Rekening Investasi Umum

Rekening investasi umum (general investment account) pada BUS menggunakan prinsipmudharabah al-muthlaqah. Dalam prinsip

mudharabah al-muthlaqah, bank sebagaimudharibmempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila bank menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan awal. Apabila bank

mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank, kerugian ditanggung oleh deposan sebagaishahibul maal. Deposan dapat menarik dananya dengan pemberitahuan terlebih dahulu.

5. Rekening Investasi Khusus

Rekening investasi khusus pada BUS menggunakan prinsipmudharabah al-muqayyadah. Rekening investasi khusus ditujukan pada para


(39)

al-muqayyadahbank menginvestasikan dana nasabah ke dalam proyek tertentu yang diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek investasi yang dipilih.

6. Obligasi Syariah

Melalui obligasi syariah, bank dapat memperoleh alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih). Dana tersebut dapat digunakan untuk pembiayaan berjangka panjang. Obligasi syariah menggunakan prinsipmudharabah(prinsip bagi hasil) danijarah(prinsip sewa).

b. Manajemen Dana Bank Umum Syariah

Menurut Muhammad (2002) manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur dana yang diterima dari aktifitas pendanaan untuk disalurkan kepada aktifitas pembiayaan, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditaas, rentabilitas, dan solvabilitasnya.

c. Fungsi dan Tujuan Manajemen Dana Bank Umum Syariah

Menurut Ascarya (2008) dalam menjalankan operasi manajemen dananya, dana bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai penerimaan amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercaya oleh pemegang rekening investasi/deposan atau dasar prisnsip bagi hasil dengan kebijakan investasi bank,


(40)

2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana (shahibul maal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana,

3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan

4. Sebagai pengelola fungsi sosial.

Adapun tujuan dari manajemen dana BUS adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh profit yang optimal,

2. Sebagai penyimpan cadangan,

3. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain, dan

4. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.

d. Cost of Fund

Menurut Rachmat Firdaus (2001:66) cost of fund adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk setiap dana yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber sebelum dikurangi dengan liquiditas wajib minimum yang harus selalu dipelihara oleh bank.

Unsur-unsur yang harus ada dalam menghitung cost of fund adalah sebagai berikut :

1. Sumber dana yaitu jenis-jenis dana yang dapat dihimpun bank, baik dari dana sendiri maupun dana yang berasal dari luar, yang mana dalam


(41)

perhitungannya sumber dana ini dibagi dua yaitu dana berbiaya dan dana tidak berbiaya.

2. Jumlah dana yaitu jumlah semua dana yang dapat dihimpun bank baik dana dari dalam maupun dari luar.

3. Loanable Fund yaitu dana yang dapat dialokasikan baik untuk pemberian kredit atau untuk pembelian surat-surat berharga untuk tujuan memperoleh penghasilan.

4. Unloanable Fund yaitu dana yang tidak dapat dialokasikan untuk pemberian kredit dan investasi lainnya. Dana ini diperuntukkan bagi aktiva tetap dan pengelolaan liquiditas.

5. Reserve Requirement yaitu dana yang ditahan bank untuk kepentingan liquiditas, besarnya dana ini ditentukan oleh BI.

4.2 Penyaluran dana

Penyaluran dana dalam BUS dilakukan dalam bentuk pembiayaan a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (UU No. 10 tahun 1998).

b. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan

Menurut Yusuf, dkk (2009) tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi


(42)

sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan

menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Fungsi pembiayaan, diantaranya:

1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.

2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.

3. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.

c. Jenis-Jenis Pembiayaan

Menurut BPRS PNM Al-Ma’soem (2004) jenis-jenis pembiayaan dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan, cara pembayaran, metode hitung angsuran, jangka waktu pemberian.

Berdasarkan tujuan penggunaan, pembiayaan terdiri atas:

1. Pembiayaan Modal Kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan diperdagangkan.


(43)

2. Pembiayaan Investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap /investaris.

3. PembiayaanKonsumtif,yakni pembiayaan yang ditujukan untuk

pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan ( pribadi ).

Berdasarkan cara pembayaran, pembiayaan terdiri atas:

1. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Periodik, yakni angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar/diangsur tiap periodik yang telah ditentukan misalnya bulanan.

2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir, yakni untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan pokok dibayar sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran

3. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir, yakni untuk pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan.

Berdasarkan metode hitung angsuran, pembiayaan terdiri atas:

1. Efektif,yakni angsuran yang dibayarkan selama periode angsuran. Tipe ini adalah angsuran pokok pembiayaan meningkat dan bagi hasil menurun dengan total sama dalam periode angsuran.

2. Flat, yakni angsuran pokok danmarginmerata untuk setiap periode 3. Sliding,yakni angsuran pokok pembiyaan tetap dan bagi hasilnya


(44)

Berdasarkan jangka waktu pemberian, pembiayaan terdiri atas:

1. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Pendek umumnya dibawah 1 tahun 2. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Menengah umumnya sama dengan 1

tahun

3. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Panjang, umumnya diatas 1 tahun sampai dengan 3 tahun.

4. Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang tertentu seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau penyelamatan pembiayaan.

e. Produk Pembiayaan

Produk pembiayaan BUS terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu; berdasarkan prinsip jual beli, bagi hasil, sewa dan pinjaman (Karim, 2003)

Berdasarkan prinsip jual beli, produk pembiayaan BUS, terdiri atas : 1. Murabahah

Murabahahadalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana BUS membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank dengan nasabah.

Dalil Al Qur’an tentang murabahah

“...padahal Allah telah menhalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. Al Baqarah : 275)


(45)

2. Salam

Salamadalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Dalam transaksi ini, kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Dalil Al Qur’an tentangsalam

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu

menulisaknnya.” (Q.S. Al Baqarah : 282) 3. Isthisna

Isthisnaadalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.

Berdasarkan prinsip bagi hasil produk pembiayaan BUS, terdiri atas : 1. Musyarakah

Musyarakahadalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Dalil Al Qur’an tentangmusyarakahyaitu “...Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,...” (Q.S. An Nisaa’: 12)


(46)

2. Mudharabah

Mudharabahadalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana shahibul maal (pihak pertama) menyediakan seluruh atau 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha

mudharabahdibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola.

3. Muzara’ah

Muzara’ahadalah akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

4. Musaqah

Musaqahadalah akad kerja sama, merupakan bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana penggarap hanya bertanggung jawab atas

penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, penggarap bertanggung jawab atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Berdasarkan prinsip sewa produk pembiayaan BUS, terdiri atas : 1. Ijarah

Ijarahadalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Harga sewa disepakati antara bank dengan nasabah.


(47)

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Baqarah : 233)

2. Ijarah Muntahiyyah Bittamlik

Ijarah Muntahiyyah Bittamlikadalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa. Pada akhir masa sewa, bank menjual barang yang disewakannya kepada nasabah yang diikuti dengan kepindahan kepemilikan. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.

Penyaluran dana BUS berdasarkan prinsip pinjaman dilakukan dengan menggunakan akadqardhyaitu penyediaan dana atau tagihan yang diberikan kepada pihak peminjam dan mewajibkannya melakukan pembayaran baik secara langsung maupun angsuran dalam jangka waktu tertentu tanpa disertai tambahan pada saat pengembaliaannya. Al qardh dikenal sebagai pembiayaan dana talangan bagi nasabah atau sebagai sumber dana talangan antar bank.

f. Prinsip–Prinsip Pemberian Pembiayaan

Menurut BPRS PNM Al-Ma’soem (2004) di dunia perbankan syariah prinsip pemberian pembiayaan dikenal dengan 5 C + 1 S, yaitu:


(48)

Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.

2. Capacity

Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima

pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.

3. Capital

Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.

4. Collateral

Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.

5. Condition

Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secaraspesifikmelihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi


(49)

eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.

6. Syariah

Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional“Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”

Menurut Firdaus, dkk (dalam Mukti, 2013) dalam penilaian pengajuan

pembiayaan dan kredit, perlu diperhatikan pula penilaian aspek dengan prinsip 5P, yaitu:

1. Party(Golongan)

Yang dimaksud denganpartydisini adalah mencoba menggolongkan calon peminjam kedalam kelompok tertentu menurutcharacter,capacity, dancapitalnya dengan jalan penilaian atas ke 3 C tersebut.

2. Purpose(Tujuan)

Yaitu tujuan penggunaan kredit yang diajukan, apa tujuan yang

sebenarnya (real purpose) dari kredit tersebut, apakah mempunyai aspek-aspek social yang positif dan luas atau tidak. Sebagai kreditur, maka bank harus memperhatikan apakah kreditnya benar-benar sesuai dengan tujuan semula.

3. Payment(Sumber Pembayaran)

Setelah mengetahui tujuan sebenarnya dari kredit tersebut, maka hendaknya diperkirakan dan dihitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan yang akan dicapai atau dihasilkan.


(50)

4. Profitability(Kemampuan untuk Mendapat keuntungan)

Yang dimaksud denganprofitabilitydisini bukanlah keuntungan yang dicapai oleh debitur semata-semata, melainkan pula dinilai dan dihitung keuntungan-keuntungan yang mungkin akan dicapai oleh bank, andaikata memberikan kredit terhadap debitur tertentu, dibandingkan dengan kalau kepada debitur lain atau kalau tidak memberi kredit sama sekali.

5. Protection(perlindungan)

Yaitu untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, maka bank perlu untuk melindungi kredit yang diberikan antara lain dengan jalan memintacollateral/jaminan/agunan dari debiturnya bahkan mungkin pula baik jaminannya/agunannya maupun kreditnya

diasuransikan.

g. Analisa Pembiayaan

Analisa pembiayaan diperlukan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Menurut BPRS PNM Al-Ma’soem (2004)jenis-jenis aspek yang dianalisa secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

• Analisa terhadap kemauan bayar, disebut analisa kualitatif. Aspek yang dianalisa mencakup karakter atau watak dan komitmen dari nasabah.

• Analisa terhadap kemampuan bayar, disebut dengan analisa kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam perhitungan kuantitatif , yaitu untuk menentukan kemampuan bayar dan perhitungan kebutuhan modal kerja nasabah adalah dengan pendekatan pendapatan bersih.


(51)

h. Rekomendasi Analisis

Menurut Antonius (1993) rekomendasi analisis adalah gambaran kesimpulan rekomendasi analisis pembiayaan yang terdapat di dalam bank syariah, apakah nasabah tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank syariah untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak.

i. Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan

Menurut Muhammad (2005) setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Aktivitas ini memiliki aspek dan tujuan tertentu. Tujuan pemantauan dan pengawasan

pembiayaan adalah

1. Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghidari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dalam bank. 2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang

pembiayaan.

3. Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.

4. Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.

j. Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul akibat debitur tidak mampu melunasi kewajibannya terhadap kreditur. Menurut Karim (2003), pada BUS, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan pembiayaan korporasi, diantaranya


(52)

 Risiko terkait produk terdiri atas:

1. Risiko Pembiayaan BerbasisNatural Certainty Contracts(NCC)

NCC adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang memiliki kepastian pendapatan baik jumlah maupun waktunya dan pihak-pihak yang bertransaksi saling

menukarkan asetnya. Pembiayaan berbasis NCC, yaitu : a) Murabahah

Risiko yang timbul dari pembiayaan murabahah, diantaranya:

• Kelalaian diakibatkan oleh nasabah yang tidak membayar angsuran dengan sengaja.

• Penundaan kewajiban pembayaran pada waktu jatuh tempo yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah menimbulkan kerugian bagi bank, karena bank tidak diperbolehkan menerima tambahan pendapatan dari keterlambatan tersebut melainkan menunggu hingga nasabah mampu membayar angsurannya.

• Fluktuasi harga komparatif

• Penolakan nasabah terhadap barang yang dibeli karena rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi dari permintaan nasabah.

b) Ijarah

Risiko yang timbul dari pembiayaan ijarah, diantaranya :

• Apabila barang yang disewakan adalah milik bank, ketiadaan nasabah akan menimbulkan risiko tidak produktifnya aset ijarah

• Apabila barang yang disewakan adalah bukan milik bank, timbul risiko kerusakan barang diluar pemakaian normal.


(53)

• Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kepada nasabah memungkinkan timbulnya risiko ketidak sesuaian nasabah terhadap kinerja pemberi jasa.

c) SalamdanIstishna

Risiko yang timbul dari pembiayaan salam dan istishna, diantaranya:

• Risiko gagal-serah barang.

• Risiko jatuhnya harga barang.

2. Risiko Pembiayaan BerbasisNatural Uncertainty Contracts(NUC) NUC adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang belum memiliki kepastian pendapatan baik jumlah maupun waktunya dan pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan keuntungan seta risiko ditanggung bersama. Pembiayaan berbasis NUC, yaitu mudharabah dan musyarakah. Risiko yang timbul dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah, diantaranya:

Asymetric inflasiormation problem, yaitu kecenderungan salah satu pihak lebih banyak menguasai inflasiormasi dan bersikap tidak jujur.

Side streaming, yaitu nasabah tidak mengelola dana sesuai dengan kotrak perjanjian.

• Kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

 Risiko Pembiayaan Korporasi

Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko terkait produk, yaitu:


(54)

Risiko ini dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan biaya, diantaranya:

a) Over Trading

Terjadi jika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan modal yang kecil.

b) Adverse Trading

Terjadi jika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan kebijakan melakukan pengeluaran tetap yang besar setiap tahunnya, sedangkan volume penjualannya tidak stabil.

c) Liquidity Run

Terjadi jika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang tidak terduga. Keadaan ini akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam

menyelesaikan kewajibannya kepada bank.

k. Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Untuk mengantisipasi pembiayaan bermasalah, maka bank syariah harus mampu menganalisis penyebab permasalahannya(Muhammad, 2005)

1. Analisa sebab kemacetan a. Aspek internal

1) peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut 2) manajemen tidak baik atau kurang rapi 3) laporan keuangan tidak lengkap

4) penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan 5) perencanaan yang kurang matang


(55)

6) dana yang diberikan tidak cukup untuk menjalankan usaha tersebut

b. aspek eksternal

1) aspek pasar kurang mendukung

2) kemampuan daya beli masyarakat kurang 3) kebijakan pemerintah

4) pengaruh lain di luar usaha 5) kenakalan peminjam 2. Menggali potensi peminjam

Anggota yang mengalami kemacetan dalam memenuhi kewajiban harus

dimotivasi untuk memulai kembali atau membenahi dan mengatisipasi penyebab kemacetan usaha atau angsuran. Untuk itu perlu digali potensi yang ada pada peminjam agar dana yang telah digunakan lebih efektif.

3. Melakukan perbaikan akad (remedial)

4. Memberikan pinjaman ulang, mungkin dalam bentuk : pembiayaanal-qardul hasan;MurabahahatauMudharabah

5. Penundaan pembayaran

6. Memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu dan akad danmargin baru (Rescheduling)

7. Memperkecilmarginkeuntungan atau bagi hasil.

4.3 Jasa Pelayanan

Pelayanan jasa yang diberikan BUS, diantaranya adalah a. Usaha yang dibiayai


(56)

BUS hanya membiayai usaha yang halal saja. Usaha yang tidak boleh dibiayai oleh BUS, seperti perjudian, pengolahan minuman keras, dan tempat hiburan malam.

b. Kegiatan sosial

Kegiatan sosial yang dilakukan BUS, seperti menerima dan menyalurkan zakat, infaq, danshodaqoh. Dan memberikan pinjaman tanpa bunga.

5. Teknik Pengelolaan Risiko

Menurut Djohanputro (2004), ada empat teknik pengelolaan risiko secara klasik, yaitu

5.1 Penghindaran Risiko

Penghindaran risiko adalah tindakan bank untuk tidak melakukan kegiatan

tertentu yang mengandung risiko yang tidak diinginkan. Bank dapat menghindari risiko dengan tidak memasuki wilayah bisnis atau kegiatan tertentu.

5.2 Pengurangan risiko

Teknik ini dilakukan dengan cara pengurangan kemungkinan peril (risiko yang menjadi kenyataan) atau menekan besarnya dampak bila peril terjadi.

5.3 Pemindahan Risiko

Pemindahan risiko dilakukan dengan cara memindahkan risiko dari satu pihak ke pihak lain dengan tujuan bisnis. Dalam melakukan hal tersebut, membutuhkan biaya.


(57)

Penanganan risiko dilakukan karena dua hal. Pertama, bank ingin

mempertahankan risiko dan mengelolanya sendiri. Kedua, bank tidak mengetahui risiko tersebut sehingga risiko yang tidak teridentifikasi tidak akan dikelola.

6. Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

mengendalikan pelaksanaan kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Dengan demikian,

manajemen risiko berfungsi sebagaifilterterhadap kegiatan usaha bank (Karim, 2003)

Menurut Karim (2003) tujuan manajemen risiko adalah

a. Menyediakan inflasiormasi tentang risiko kepada pihak regulator.

b. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifatunacceptabel. c. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifatuncontrolled. d. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.

e. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

7. Non Performing Financing(NPF)

NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan yang bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank (Mulyono, 2000:56). Menurut Muhammad (dalam Dewi, 2010)NPF digunakan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah. NPF mencerminkan risiko pembiayaan, semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Aktiva produktif bank syariah diukur dengan perbandingan


(58)

antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan. NPF dapat dihitung dengan menggunakan rumus

BI memberikan batas maksimal NPFgrossbagi bank syariah sebesar 5%. NPF grossterdiri dari pembiayaan bermasalah yang digolongkan dalam beberapa tingkatan kolektibilitas. Kolektibilitas adalah penggolongan kemampuan debitur dalam mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh bank. Tingkat kolektibilitas dibagi menjadi lima jenis, yaitu:lancar (L), dalam perhatian \khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M). Menurut Dendawijaya (dalam Dewi, 2010)adanya pembiayaan bermasalah yang semakin besar dibandingkan aktiva produktifnya dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan sehingga mempengaruhi perolehan laba dan berpengaruh buruk padareturn on asset(ROA).

Usaha yang dapat dilakukan bank syariah dalam menekan kemungkinan

timbulnya pembiayaan bermasalah adalah dengan menjaga kualitas pembiayaan. Kualitas pembiayaan dapat diukur dengan prinsip 5C yaitucharacter,capacity, collateral,capital, dancondition of economy(Muhammad dan Firdaus, 2006).

8. Capital Adequacy Ratio(CAR)

CAR adalah rasio kecukupan modal bank yang diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR), CAR

NPF =

Total pembiayaan bermasalah Total pembiayaan


(59)

atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Modal digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka

pengembangan usaha bisnis dan menampung risiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Lisa dan Suryani, 2006)

Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap (Budisantoso dan Triandaru, 2006).

8.1 Modal inti (tier1) Modal inti (tier1) terdiri dari:

a. Modal setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi bank milik koperasi, modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.

b. Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.

c. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).

d. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.

e. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.


(60)

f. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan

g. Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS.Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti

h. Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan.

i. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah

dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. j. Bila dalam pembukuan bank terdapatgoodwill, maka jumlah modal inti

harus dikurangkan dengan nilaigoodwilltersebut.

k. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.

8.2 Modal pelengkap (tier2)

Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :

a. Cadangan revaluasi aktiva tetap

b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifkaskan c. Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri:


(61)

• Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh

• Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI

• Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank

• Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi d. Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

• Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank

• Mendapat persetujuan dari BI

• Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan

• Minimal berjangka waktu 5 tahun

• Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI

• Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal)

Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti. Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qardhdanqardhtidak boleh diberikan syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam ketentuan tersebut.

8.3 Modal Pelengkap (tier3)

Modal Pelengkap (tier 3) adalah investasi subordinasi jangka pendek yang memenuhi kriteria Bank Indonesia sebagai berikut :


(62)

a. Berdasarkan prinsipmudharabahataumusyarakah

b. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh c. Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 tahun d. Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam

perjanjian dengan persetujuan BI

e. Terdapat klausul yang mengikat (lock-in clausule) : bahwa tidak dapat dilakukan penarikan angsuran pokok.

f. Terdapat perjanjian penempatan investasi subordinasi yang jelas termasuk jadwal pelunasannya.

g. Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari BI.

Menurut Arifin (2009), dalam menelaah CAR BUS, terlebih dahulu harus dipertimbangkan, bahwa aktiva BUS terbagi atas

a. Aktiva yang didanai oleh bank sendiri dan kewajiban atau hutang (wadiahatau qardhdan sejenisnya).

b. Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and Loss Sharing Investment Account) yaituMudharabah (General Investment

Account/mudharabah mutlaqah, Restricted Invesment Account/mudharabah muqayyadah).

Menurut surat edaran BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, CAR merupakan perbandingan antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

CAR =

Modal ATMR


(63)

Bank dikatakan sehat, jika nilai CAR mencapai 8% sesuai ketentuan BI. Semakin tinggi nilai CAR, maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk

menanggung risiko atas setiap pembiayaan yang disalurkan dan aktiva produktif yang berisiko.

9. Financing to Deposit Ratio(FDR)

FDR adalah rasio total pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga yang diterima oleh bank.

Menurut Amalia, dkk (dalam Dewi, 2010)financing (pembiayaan) dalam industri perbankan syariah adalah penyaluran dana kepada pihak ketiga, bukan bank, dan bukan BI dengan menggunakan beberapa jenis akad. Menurut Muhammad (dalam Dewi, 2010) dana pihak ketiga dalam bank syariah berupa:

a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya tapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.

b. Paritisipasi modal berbagi hasil dari berbagai risiko untuk investasi umum. c. Investasi khusus dimana bank hanya berlaku sebagai manajer investasi

untuk memperolehfeedan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi itu.

Standar yang digunakan BI untuk rasio FDR adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio FDR suatu bank berada pada angka di bawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar

FDR =

Total pembiayaan Total dana pihak ketiga


(64)

60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio FDR 60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian, jika rasio FDR bank mencapai lebih dari 110%, berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun (Suryani, 2011).

10. Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi dimana tingkat harga barang naik secara terus-menerus (Mishkin, 2006). Inflasi terbagi menjadi 4 tingkatan, yaitu 1. Inflasi Ringan, apabila kenaikan harga berada di bawah 10% setahun. 2. Inflasi Sedang, apabila kenaikan harga berada di antara 10%-30% setahun 3. Inflasi Berat, apabila kenaikan harga berada di antara 30%-100% setahun 4. Hiperinflasi, apabila kenaikan harga di atas 100% setahun

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atauconsumer price index(CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen. 2. Indeks biaya hidup ataucost-of-living index(COLI).

3. Indeks Harga Produsen (IHP) adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena


(65)

perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.

4. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.

5. Indeks harga barang-barang modal

11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Berdasarkan peraturan BI No. 10/11/PBI/2009, SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI. Tujuan penerbitan SBIS adalah sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 63/DSN-MUI/XII/2007 akad yang dapat digunakan untuk penerbitan instrumen SBIS adalah akad:

a.Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh b.Musyarakah

c.Ju'alah d.Wadi'ah e.Qardh f.Wakalah

Karakteristik SBIS sebagai berikut:

a. satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah);

b. berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan;


(66)

c. diterbitkan tanpa warkat (scripless); d. dapat diagunkan kepada BI; dan

e. tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

Perbankan syariah yang telah memiliki SBIS menerima imbalan pada saat jatuh tempo dari Bank Indonesia dengan catatan perbankan syariah yang bersangkutan telah melakukan dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh BI. Apabila

perbankan syariah yang bersangkutan tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkan atau ditetapkan oleh BI dalam hal pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah, maka perbankan syariah yang bersangkutan tidak akan menerima imbalan dari BI. Kekurangan dari SBIS ini terletak pada pemberian imbalannya. Meskipun perbankan syariah telah melakukan hal yang telah diamanatkan oleh BI, akan tetapi apabila perbankan tersebut tidak dapat mencapai target atau tujuan yang ditentukan BI, maka perbankan tersebut tidak akan mendapat imbalan (Gulo, 2012).

B. Keterkaitan antara Variabel Bebas dengan NPF BUS 1. CAR

Ketika CAR pada BUS meningkat, maka bank syariah akan merasa aman untuk menyalurkan pembiayaannya. Semakin meningkatnya penyaluran pembiayaan, maka risiko pembiayaan akan meningkat dan memicu kenaikan NPF .


(67)

Semakin tinggi penyaluran dana yang disalurkan melalui pembiayaan, maka kemungkinan risiko pembiayaan bermasalah akan meningkat, sehingga NPF juga akan meningkat.

3. Inflasi

Ketika terjadi inflasi, nilai imbal hasil SBIS turun, yang menyebabkan perbankan syariah menurunkan tingkat imbal hasil pembiayaannya sehingga permintaan akan pembiayaannya meningkat. Hal ini memberi kemudahan bagi nasabah BUS dalam mengembalikan pembiayaannya, sehingga NPF BUS menurun (Poetry dan Yulizar, 2011:94).

4. SBIS

SBIS memperhitungkan kemungkinan untung atau rugi atas investasi dengan akad ju’alah atau sesuai dengan kemanfaatan yang diperoleh (Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 64/DSN-MUI/XII/2007). SBIS menarik bagi perbankan syariah untuk menanamkan dananya pada instrumen ini dibandingkan dengan disalurkan melalui pembiayaan. Sehingga pada saat imbal hasil SBIS naik, bank akan mengurangi jumlah pembiayaannya. Jumlah pembiayaan yang berkurang, maka akan mengurangi risiko pembiayaan bermasalah. Sehingga hubungan antara SBIS dengan NPF perbankan syariah negatif.

C. Tinjauan Empiris

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mempelajari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Zakiyah Dwi Poetry dan Yulizar D Sanrego (2011)


(68)

melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi NPL pada perbankan konvensional dan NPF pada perbankan syariah ditinjau dari variabel makroekonomi dan variabel mikroekonomi berupa kondisi internal perbankan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Mutamimah dan Siti (2012) melakukan penelitian untuk menguji dan menganalisis NPF bank umum syariah di Indonesia. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa inflasi dan rasio financing terbukti memberikan kontribusi terhadap perubahan NPF bank umum syariah, sedangkan GDP, kurs dan rasio return tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan atau penurunan NPF di bank umum syariah.

Dian (2011) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia, mengidentifikasi dan menganalisis manajemen risiko pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia, menganalisis pergerakan pembiayaan, NPF, dan ;laba pada Bank Muamalat Indonesia, menganalisis pengaruh pembiayaan dan NPF dan laba pada Bank Muamalat Indonesia.

Dhika (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia”. Tujuan dari

penelitiannya untuk menganalisis pengaruh CAR terhadap ROA, FDR terhadap ROA, NPF terhadap ROA, REO terhadap ROA bank syariah di Indonesia

Aulia dan Ridha (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia”. Penelitian


(69)

tersebut menghasilkan bahwa secara parsial, pembiayaan jual beli dan rasio NPF berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui ROA pada bank umum syariah yang beroperasi di Indonesia.

Ade Mukti (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh kualitas karakter nasabah terhadap pembiayaan bermasalah, mengetahui

bagaimana pengaruh rasio modal (capital/equity) terhadap hutang (leverage), terhadap pembiayaan bermasalah, mengetahui bagaimana pengaruh jumlah jaminan terhadap pembiayaan bermasalah, mengetahui bagaimana pengaruh kualitas karakter nasabah, rasio modal (capital/equity) terhadap hutang (leverage), dan jumlah jaminan secara bersama-sama terhadap pembiayaan bermasalah mengetahui bagaimana analisis regresi linear berganda dari ketiga faktor yang menjadi penyebab pembiayaan bermasalah

Edhi (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri Periode Tahun 2008– 2011)”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA, inflasi tidak berpengaruh terhadap ROA, CAR tidak berpengaruh terhadap ROA dan NPF juga tidak berpengaruh terhadap ROA, sedangkan variabel BOPO berpengaruh signifikan denan arah negatif.

Muhammad Rahmat (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh CAR, FDR, dan NPF terhadap Profitabilitas pada Bank Syariah Mandiri” dengan menggunakan variabel ROE, CAR, FDR, NPF.


(1)

8

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Selama periode 2009:01–2013:05 CAR berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keyakinan 95% terhadap NPF sebesar 0.14%.

2. Selama periode 2009:01–2013:05 FDR berpengaruh positif, namun tidak signifikan dengan tingkat keyakinan 90% terhadap NPF sebesar 0.02%. 3. Selama periode 2009:01–2013:05, inflasi berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap NPF sebesar 0.13%

4. Selama periode 2009:01–2013:05 SBIS berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keyakinan 90% terhadap NPF sebesar 0.3%

5. Selama periode 2009:01–2013:05 CAR, FDR, inflasi, dan SBIS secara bersama-sama berpengaruh terhadap NPF.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, disarankan sebagai berikut.

Melihatbesarnya pengaruhSBIS terhadap NPF, yaitu sebesar 0.3%, maka

diharapkan BUS lebih tepat dalam menyikapi kenaikan imbal hasil SBIS dengan menaikkan tingkat imbal hasil pembiayaan. Dengan demikian, mengurangi


(2)

82

kesulitan debitur dalam melunasi pinjaman, sehingga mengurangi tingkat risiko gagal bayar yang dapat memicu kenaikan NPF.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Masyhud. 2004.Asset Liability Management. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Anonim. 2013.Statistik Perbankan Syariah. Jakarta: Bank Indonesia. Anonim. 2013.Statistik Ekonomi dan Keuangan IndonesiaBank Indonesia.

www.bi.go.id

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: dari teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Ascarya. 2006.Akad dan Produk Perbankan Syariah: Konsep dan Praktik di Beberapa Negara.

Jakarta:-Ascarya dan Diana Yumanita. 2005. Bank Syariah: Gambaran Umum. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia.

Bank Indonesia. 1998.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. 2004.Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPWP. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. 2011.Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011. Jakarta: Bank Indonesia.

BPRS PNM Al Ma’soem. 2004.Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank

Syariah. Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem.

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006.Bank dan Lembaga Keuangannya Lainnya Edisi Dua

Dendawijaya, Lukman. 2000.Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Dewi, Rahma Dhika. 2010.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas

Bank Syariah di Indonesia. Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.


(4)

Departemen Agama RI. 2003. Al Qur’an dan Terjemahan. Bandung: CV

Diponegoro.

Djohanputro, Bramantyo dan Kountur, Ronny. 2007.Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Laporan Penelitian kerjasama antara GTZ dan Bank Indonesia.

Firdaus, H Rahmat dan Maya Ariyanti. 2009. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Bandung: Alfabetta.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. 4th Edition. New York: McGraw Hill.

Gulo, Melva Vicensia. 2012. Wadiah vs Ju’alah pada Sertifikat Bank Indonesia

Syariah. Surabaya.

Hady, Hamdy. 2001.Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hanafi, Mahmud M. 2006.Manajemen Risiko. Yogyakarta: Unit Penerbit dan

Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Harahap, Sofyan S. Wiroso dan Muhammad Yusuf. 2005. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE-Usakti.

Hartati, S. 2005.Pengaruh Pembiayaan terhadap Pertumbuhan Penjualan, Laba, dan Aset Nasabah (Studi Kasus Pembiayaan Murabahah di PT. BPRS Amanah Ummah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Karim, A. 2003.Analisis Fiqih dan Keuangan Bank Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Karim, Adiwarman A. 2008.Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Edisi 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mishkin, Frederic S. 2009.Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Buku 2. Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat.

Muhammad. 2002.Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Yogyakarta: Ekonisia.

Muhammad. 2005.Lembaga Ekonomi Syariah. Jakarta: Graha Ilmu.

Muhammad. 2005.Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN


(5)

Mutamimah dan Siti Nur Zaidah Chasanah. 2012.Analisis Eksternal dan Internal dalam Menentukan NPF Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Fakultas Ekonomi Unissula

Poetry, Dwi Zakiyah dan Yulizar D Sanrego. 2011.Analisis Pengaruh Variabel Makro dan Mikro terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah.

Pradini, Dian Rosalia. 2011.Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan dan

Pengaruhnya terhadap Laba (Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.). Skripsi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Rachman, Aulia Fuad dan Ridha Rochmanika. 2011.Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Setiawan, Sigit dan Winarsih. 2011.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba Bank Syariah di Indonesia. Jurnal STIE Bank BPD Jawa Tengah

Siamat, Dahlan.2005.Manajemen Lembaga Keuangan.Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suhendi, Hendi. 2002.Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suryani, 2011. Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap

Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia Jurnal STAIN Malaikussalaeh Lhoekseumawe.

Wibowo, Edhi Satyo. 2012.Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri Periode Tahun 2008-2011). Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis,

Universitas Diponegoro.

Widarjono, Agus. 2009.Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia.

Yahya, Muchlis dan Edy Yusuf Agunggunanto. Teori Bagi Hasil (Profit and Loss sharing) dan Perbankan Syariah dalam Ekonomi Syariah. Jurnal Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Yusuf, Ayus, dan Abdul Azis. 2009.Manajemen operasional Bank Syariah. Cirebon: STAIN Press.


(6)

. 2011.Tazkia. Islamic Finance & Business. Bogor: LPPM Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia.

Zulkifli, Sunarto. 2003.Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING FINANCING PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK UMUM SYARIAH

0 5 96

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2008-2012

4 39 57

ANALISIS PENGARUH CAR, FDR, INFLASI, DAN SBIS TERHADAP NON PERFORMING FINANCING (NPF) BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2009:01-2013:05

9 55 89

Analisis Pengaruh CAR, FDR, Inflasi, dan SBIS Terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2009:01-2013:05

5 31 91

ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, EKUITAS, NON PERFORMING FINANCING DAN PROFITABILITAS TERHADAP MURABAHAH PADA BANK UMUM SYARIAH YANG TERDAFTAR DI DIREKTORI PERBANKAN INDONESIA

0 8 26

58 ANALISIS INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH, FINANCING DEPOSIT RATIO (FDR) DAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) TERHADAP PROFITABILITAS (ROA) PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI PERIODE 2011- 2017 Yoyo Sudaryo

0 0 10

PENGARUH KEBIJAKAN SPIN-OFF, BEBAN OPERASIONAL PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO), DANA PIHAK KETIGA (DPK), DAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) TERHADAP PROFITABILITAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

0 0 11

PERAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) DALAM HUBUNGAN ANTARA DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN DAN PROFITABILITAS BANK SYARIAH Taufikur Rahman, SE.,M.Si takur067782yahoo.co.id Dian Safitrie, SE ieant_safietrieyahoo.com Abstract - PERAN NON PERFORMING FINANCING (NP

0 0 27

PENGARUH FINANCING TO DEPOSIT RATIO, NON PERFORMING FINANCING, DEBT TO EQUITY RATIO, QUICK RATIO, RETURN ON EQUITY, DANA PIHAK KETIGA, DAN SERTIFIKAT WADIAH BANK INDONESIA TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK UMUM SYARIAH PERIODE 2012- 2015

0 1 17

DETERMINAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) PADA SEGMEN BUSINESS BANKING (STUDI KASUS DI PT BANK SYARIAH X)

0 0 6