digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
sebagai pilihan hidupnya, pasti mempunyai kebijaksanaan tersendiri dalam menyikapi keadaan seperti tersebut diatas.
23
C. Tokoh Feminis Kristen Elizabeth Schussler Fiorenza
1. Biografi dan karya-karya Elisabeth Schussler Fiorenza
Elisabeth Schussler Fiorenza lahir di Jerman dan tinggal di sebuah lingkungan Katolik di Fraconia. Saat anak-anak Elisabeth Schüssler
Fiorenza sangat dekat dengan lingkungan Katolik Roma, yang membawa pengenalannya pada berbagai macam pengajaran dan tradisi iman Katolik.
Fiorenza menikah dengan Francis Schussler Fiorenza, seorang profesor di Harvard Divinity School, dan mempunyai seorang putri yaitu Christina.
Pada tahun 1963 ia menjadi wanita pertama yang memperoleh gelar Teologi di Universitas Wurzburg Jerman. Tugas akhirnya adalah The
ministries of women in the church diselesaikan pada tahun 1962. Ia kemudian meneruskan pendidikan Lisensiat dalam bidang Pastoral dan
Teologi pada tahun 1963. Pada tahun 1970 ia menyelesaikan program doktoratnya dalam bidang Perjanjian Baru, yaitu membahas tentang
Imamat menurut Kitab Wahyu. Fiorenza meraih Profesor bidang Perjanjian Baru dan Teologi di
universitas Notre Dame pada tahun 1980 dan Profesor dalam bidang Perjanjian Baru di Sekolah Episcopal Divinity di Cambridge,
Massachussets pada tahun 1987. Dalam perjalanan waktu Fiorenza
23
Etiwati, “Karier, Rumah Tangga, Atau Karier Dan Rumah Tangga?”, Tabloid Penabur Jakarta, ed., No. 25. Maret-April 2009, 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
memperoleh berbagai macam penghargaan, beasiswa, doktor kehormatan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ia menjadi ketua Society
of Biblical Literature pada tahun 1983, sebagai konsultan pembicara gerakan perempuan Gereja dalam Catholic Theological Studies
Association, dan menjadi anggota pembicara mengenai Perempuan dalam Jemaat Kristen Perdana di Catholic Biblical Association.
24
Fiorenza banyak memberikan kontribusi pada telogi feminis. Ia menulis berbagai macam buku dan karangan. Beberapa publikasi yang
pernah ia buat antara lain: In memory of her: A feminist theological reconstruction of early Christian origins 1983, The Book of Revelation:
Judgment and justice 1976, Bread not stone: The challenge of feminist biblical interpretation 1984 and Discipleship of equals: A critical
feminist ecclesiology of liberation 1993, Jesus: Miriam’s Child, Sophia’s
Prophet: Critical Issues in Feminist Christology 1994. Tulisan-tulisan mengangkat topik seputar jemaat Kristen perdana, kaum perempuan dan
pelayanan Gereja, spiritualitas feminis, pelayanan kaum feminis, patriarki kaum laki-laki, wanita dan Gereja, dan sebagainya.
2. Pemikiran Elisabeth Schussler Fiorenza
Elisabeth bukanlah kelompok Feminisme radikal, melainkan seorang
teolog feminis
rekonstruksionis. Para
teolog Feminis
rekonstruksionis mencari intisari teologis yang membebaskan diri di dalam
24
Deus Inspirat, https:edyscj.wordpress.com20130605tidak-ada-laki-laki- atau-perempuan1-tinjauan-pemikiran-elisabeth-schussler-fiorenza-mengenai-kemuridan-
yang-setara 19 agustus 2015, 15:54.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
bingkai tradisi Kristen itu sendiri, namun juga mencita-citakan suatu pembaharuan dari dalam suatu konstruksi yang sejati, tidak hanya
menyangkut struktur-struktur gerejaninya melainkan juga struktur-struktur masyarakat madani. Teolog rekonstruksionis mengkritik terhadap
dominasi patriakat seperti halnya teolog radikal-revolusioner, namun mencoba menafsirkan ulang simbol-simbol dan gagasan tradisional
Kristen tanpa menolak kitab Suci dan Pewahyuan Allah yang diwahyukan dalam diri Yesus Kristus.
25
Para teolog feminis ini mencoba menyertakan pengalaman kaum perempuan akan Allah dalam dialog dengan sumber utama teologi.
Sebagai seorang teolog feminis rekonstruksionis, Elisabeth Schussler Fiorenza berpendapat bahwa meski Kitab Suci berasal dari kebudayaan
patriakat jaman lampau, namun di dalamnya terkandung unsur potensial yang berciri liberatif tidak hanya untuk perempuan tapi bagi semua orang
yang tertindas.
26
Fiorenza menggunakan metodologi penafsiran yang disebut hermeneutika feminis. Hermeneutika feminis memusatkan diri
pada usaha membuat perempuan sebagai subyek penafsiran dan membiarkannya menjadi pembangun makna religius. Ini penting bukan
karena wanita juga dapat menjadi pusat. Menempatkan wanita sebagai subyek penafsiran kitab suci dan teks-teks tradisi ektrabiblis membuat
25
Letty M. Russel, Human Liberation in a Feminist Perspective: A Theology, Philadelphia: Westminster, 1974 104.
26
Albert Curry, The Reformed Tradition and Liberation Theology, dalam Major Themes in the Reformed Tradition, Donald Mc Kim ed., Orlando: Wipe Stock, 1998
401.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
wanita terlibat dalam usaha pembebasan dari semua manifestasi patriakal yang mendehumanisasikan tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki.
Fiorenza menjelaskan bahwa hermeneutika feminis menunjuk pada teori, seni, dan praksis penafsiran biblis dan teks-teks ekstra biblis dalam
pandangan para perempuan.
27
Dalam bukunya yang berjudul In Memory Of Her: A Feminist Theological Reconstruction Of Christian Origins 1983, Fiorenza
menyoroti masalah sejarah perempuan. Fiorenza melihat bahasa sejarah perempuan tidak ditulis oleh mereka sendiri, namun oleh kaum laki-laki
yang dengan perspektif patriakal demi mepertahankan kedudukan kepemimpinan dan kekuasaan dalam Gereja dunia akademis, dan
masyarakat. Namun dia tidak serta merta menolak sejarah itu sendiri, namun merekonstruksi kembali sejarah dan penafsirannya. Sejarah kaum
perempuan harus ditafsirkan sebagai sebuah sejarah kemuridan yang setara discipleship of equals dengan cara mengembangkan model “…interaksi
sosial dan transformasi religius, visi Kristen dan realitas historis, perjuangan demi kesetaraan dan melawan dominasi patriakal”. Dia
mendasarkan argumennya berdasarkan sumber-sumber literatur dari Gerekan Yesus di Palestina dan gerakan Kristen di kota-kota Helenis-
Romawi yang menunjukkan bahwa gerakan Gereja Perdana terbuka pada kepemimpinan kaum perempuan.
27
Gustavo Guiterrez, A Theology of Liberation: Historiy, Politics and Salvation, New York: Orbis, 1973 155-159.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Fiorenza mendasarkan pandangannya pada Gerakan Yesus sendiri dan pewartaannya tentang Kerajaaan Allah, dalm konteks Yudaisme pada
jamannya. Berbicara tentang teologi Feminis Kristen tidak bisa lepas dari lingkungan Yesus hidup, di mana para pengikutNya adalah para pria dan
wanita Yahudi. Para teolog feminis Kristen dapat menemukan kembali sejarah awal kemuridan yang setara dalam kekristenan purba hanya dan
apabila bermula dari menjelaskan tentang kisah tentang perempuan Yahudi dan visi mereka.
28
Menemukan kembali nilai-nilai gerakan kesetaraan
dan peran
wanita Gereja
Purba dengan
cara mempertentangkannya dengan akar-akar Yahudi akan membawa sikap
anti- Semit yang lebih mendalam. Yang mesti ditemukan dalam merekonstruksi gerakan Yesus bukan soal apakah Yesus menggulingkan
patriakat Yudaisme atau tidak, melainkan apakah Yudaisme sudah memuat unsur-unsur gerakan feminis kritis yang ada dalam visi dan
pelayanan Yesus. Fiorenza mencoba menunjukkan bahwa kedudukan perempuan
dalam jemaat perdana setara dengan laki-laki. Selain dalam tulisan-tulisan Injil misalnya Markus dan Yohanes, Fiorenza berpendapat bahwa tulisan
proto-Paulus sangat kuat menunjukkan kesetaraan itu. Dalam surat kepada jemaat di Galatia misalnya, Paulus menekankan bahwa komunitas Kristen
itu setara. “…tidak ada laki-laki atau perempuan, karena semua adalah satu di dalam Kristus” Gal 3:28. Gal 3:28 ini tidak hanya mengajurkan
28
Rene Latourella, Reno Fisichella, ed., Dictionary of Fundamental Theology, New York|: Crossroad, 1994.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
pemisahaan-keagamaan dan dominasi serta eksploitasi yang dihasilkan oleh perbudakan yang dilembagakan, tetapi juga dominasi yang
didasarkan pada pembagian-pembagian secara seksual.
29
Ayat ini mewartakan bahwa dalam komunitas Kristen semua perbedaan karena
agama, ras, kelas, kebangsaan, dan gender tidak berarti. Semua yang telah yang dibaptis baik laki-laki maupun perempuan menjadi sederajat dan satu
dalam Kristus. Mereka yang dibaptis dalam Kristus berarti memasuki pengalaman Kristus yang bangkit
Dalam tulisan yang lain Paulus mengakui bahwa komunitas Kristen di Korintus terdapat sejumlah besar perempuan Kristen yang aktif,
yang mempunyai suara dalam teologi dan praktik keagamaan komunitas. Paulus mencatat paling tidak ada tiga perempuan pemimpin terkemuka di
tengah-tengah mereka: Kloe, Priska, dan Febe.
30
Perempuan juga terdapat di antara para pemimpin kenabian dalam komunitas-komunitas Paulus.
Lukas menyebut keempat puteri Filipus sebagai para nabiah Kis 21:9. Kedudukan mereka amat penting dalam jemaat. Bahkan Fiorenza
menemukan bahwa dalam tulisan-tulisan kuno pada pertengahan abad ke- 2, kepemimpinan para nabi dan nabiah jauh lebih diakui dari pada fungsi
uskup setempat. Dalam karyanya yang berjudul Discipleship of equals: A critical
feminist ecclesiology of liberation 1993, Fiorenza menyoroti keadaan
29
Gustavo Gutierrez, A Theology of Liberation: History, Politics and Salvation, New York: Orbis, 1973, 6-11. Lihat juga Mary A. Kassian, The Feminist Gospel: The
Movement to Unite Feminism with the Church, Illinois: Crossway, 1992, 13.
30
Daniel L. Migliore, Faith Seeking Understanding: An Introduction to Christian Theology, Michigan: William B. Eerdmans, 1991, 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
yang menyedihkan dan hari-hari perjuangan kaum wanita baik dalam usaha untuk dilibatkan dalam pelayanan Kristen, khususnya melalui
tahbisan maupun mereka yang masih menjumpai masalah yang tak kunjung usai maupun dalam pelayanan-pelayanan lain. Fiorenza berusaha
memperjuangkan teologi feminis dalam dunia akademik, Gereja dan masyarakat sipil. Dia menekankan perjuangannya dalam bidang akademik
baik sesuai dengan kepemimpinan hirarkis dan partriarkal maupun tidak. Kemudian
, ia juga menyoroti “keadaan buruknya” dan perempuan- perempuan lain sebagai seorang perempuan awam katolik yang tidak
diijinkan menjadi pelayan tertahbis karena dia adalah seorang perempuan dan pelayan tertahbis itu hanya dikhususkan untuk para pria saja. serta
Fiorenza harus menghadapi berbagai bentuk dualisme dan standar ganda yang masih lazim dalam masyarakat. Menurutnya, Gereja Katolik Roma
melanjutkan tekanan terhadap kaum perempuan lewat ajaran dan praktek- praktek kotbah berkenaan dengan peran perempuan dalam Gereja dan
masyarakat. Fiorenza cukup radikal khususnya dalam pandangannya tentang tahbisan. Dalam bukunya, Fiorenza menyatakan bahwa tahbisan
berarti subordinasi”.
31
Fiorenza menyatakan bahwa feminisme dan hirarki Gereja Katolik sesungguhnya saling bertentangan satu sama lain.
Pernyataan radikal Fiorenza berkontribusi dalam debat berkelanjutan mengenai tahbisan dalam Gereja Katolik Roma.
31
Stanley J. Grenz and Roger E, Olson, 20th Century Theology : God and World in a Transitional Age, Illinois: IVP, 1992 225-226.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN