PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS INTERNAL TELUR AYAM RAS PADA FASE PRODUKSI PERTAMA

(1)

Seba

F

Oleh ILMIA NOVA

Skripsi

bagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

INTERNAL TELUR AYAM RAS PADA FASE PRODUKSI PERTAMA Oleh

Ilmia Nova

Telur merupakan bahan pangan asal hewani yang memiliki masa simpan terbatas (semi perishable food) karena banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Ayam ras pada fase produksi pertama berumur 28 minggu menghasilkan telur yang memiliki luas permukaan tidak besar, kerabang tebal, menyebabkan penguapan CO2dan H2O melalui pori-pori selama

penyimpanan lambat, sehingga laju penurunan kualitas internal telur semakin lama. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur terhadap kualitas internal telur (penurunan berat telur, nilaihaugh unit(HU), pH telur dan warna kuning telur), ayam ras pada fase produksi pertama, (2) mengetahui lama simpan terbaik terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama.

Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September--09 Oktober 2013 bertempat di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan lama penyimpanan telur selama

1, 5, 10, dan, 15 hari. Pada setiap perlakuan menggunakan 15 butir telur sehingga jumlah seluruh telur yang digunakan sebanyak 60 butir. Data yang diperoleh diuji sesuai dengan asumsi sidik ragam. Bila terdapat peubah yang nyata dilakukan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan telur

memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kualitas internal telur (penurunan berat telur, penurunan nilai HU, kenaikan pH telur, dan warna kuning telur) ayam ras pada fase produksi pertama. Penyimpanan telur selama 5 hari memiliki

kualitas internal lebih baik berdasarkan nilai HU (65,42±3,85) tergolong kualitas A, penurunan berat telur yang masih rendah (0,90%), serta merupakan lama simpan terbaik daripada penyimpanan selama 10 dan 15 hari.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Ayam Petelur ... 7

B. Fase Produksi Ayam Petelur ... 9

C. Struktur dan Komposisi Telur ... 10

1. Kerabang telur ... 11

2. Putih telur ... 13

3. Kuning telur ... 14

D. Standarisasi dan Kualitas Telur ... 15

1. Penurunan berat telur ... 17


(6)

3. Derajat keasaman (pH) telur ... 20

4. Warna kuning telur ... 22

III. BAHAN DAN METODE KERJA ... 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 24

1. Bahan penelitian ... 24

2. Alat penelitian ... 24

C. Metode Penelitian ... 25

1. Rancangan penelitian ... 25

2. Analisis data ... 26

D. Prosedur Penelitian ... 26

E. Peubah yang Diamati ... 27

1. Penurunan berat telur ... 27

2. Nilai haugh unit (HU) ... 27

3. Derajat keasaman (pH) telur ... 28

4. Warna kuning telur ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur terhadap Penurunan Berat Telur ... 29

B. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur terhadap Nilai HU ... 33

C. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur terhadap pH Telur ... 36

D. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur terhadap Warna Kuning Telur ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41


(7)

B. Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(8)

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi telur. Telur merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki gizi yang lengkap, mudah dicerna, harganya murah, serta dapat dikonsumsi oleh semua masyarakat.

Komposisi kimia telur ayam terdiri dari air sekitar 73,6%, protein 12,8%, lemak 11,8%, karbohidrat 1,0%, dan komponen lainnya 0,8% (Kusnadi, 2007). Menurut Yuwanta (2010), telur merupakan salah satu produk unggas yang kaya akan asam amino esensial seperti lisin, triptofan, dan khususnya metionin yang merupakan asam-asam amino esensial terbatas.

Minimnya pengetahuan tentang lama simpan telur pada suhu ruang menyebabkan masyarakat cenderung belum memerhatikan jangka waktu lama penyimpanan telur yang baik. Hal ini diduga karena masyarakat belum mengetahui perubahan-perubahan akibat penyimpanan telur seperti penurunan kualitas telur selama penyimpanan serta lama simpan telur terbaik pada suhu ruang.

Kualitas telur yang terbaik berada pada saat ditelurkan, semakin lama penyimpanan mengakibatkan penurunan kualitas telur. Menurut Sudaryani


(9)

(2003), telur akan mengalami perubahan seiring dengan lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan terjadinya banyak penguapan cairan dan gas dalam telur. Indikasi rusaknya telur selama penyimpanan adalah penurunan kualitas telur meliputi penurunan kekentalan putih telur, peningkatan pH, besarnya kantung udara, ada tidaknya noda, dan aroma isi telur.

Ayam ras pada fase produksi pertama menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih kecil, tebal kerabang lebih tebal serta memiliki pori-pori lebih sempit dengan jumlah sedikit, sehingga akan memperlambat proses penguapan karbondioksida (CO2) dan hidrogen (H2O).

Kerabang telur dapat memengaruhi laju penurunan kualitas telur, semakin tebal kerabang relatif berpori lebih sedikit dan sempit, sehingga penguapan dapat dicegah dan laju penurunan kualitas semakin lambat. Tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi olehstrainayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk.

Menurut Sarwono (1997), proses yang menyebabkan kerusakan telur sehingga terjadi penurunan kualitas antara lain masuknya mikroba perusak ke dalam telur, menguapnya air dan gas dari dalam telur melalui pori-pori kerabang karena pengaruh lingkungan, serta berjamurnya kulit karena lembabnya ruang penyimpanan. Menurut Abbas (1989), kualitas internal telur akan mengalami penurunan, baik karena proses fisiologis maupun karena bakteri pembusuk. Selanjutnya dinyatakan bahwa karakter kualitas internal telur selama


(10)

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik meneliti tentang pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama umur 28 minggu dan berat telur (56,88 ± 0,55 g/butir).

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk

1. mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur terhadap kualitas internal telur (penurunan berat telur, nilaiHaugh Unit(HU), pH telur, dan warna kuning telur) ayam ras pada fase produksi pertama;

2. mengetahui lama simpan terbaik terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang jangka waktu terbaik penyimpanan telur ayam ras.

D. Kerangka Pemikiran

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi. Selain itu, telur merupakan bahan pangan yang memiliki masa simpan terbatas (semi perishable food) karena banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kualitas telur yang terbaik


(11)

berada pada saat ditelurkan dan akan mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan.

Hintono, (1997) menyatakan bahwa penurunan kualitas telur terjadi selama penyimpanan, ditandai dengan adanya penurunan berat, pengenceran putih telur, peningkatan pH putih telur, dan penurunan indeks serta nilai HU. Telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu pada ruang terbuka.

Kualitas internal telur dipengaruhi oleh umur ayam ras dalam hal ini ayam ras pada fase produksi pertama akan menghasilkan telur dengan kerabang lebih tebal daripada telur ayam ras pada fase kedua, hal ini karena kemampuan absorbsi dan metabolisme Ca masih berjalan optimal pada ayam ras fase produksi pertama. Kemampuan metabolisme ayam ras fase pertama masih baik. Telur hasil dari ayam ras fase produksi pertama memiliki produksi telur tinggi, dengan kerabang yang tebal dan luas permukaan yang tidak besar, sehingga menyebabkan

penguapan CO2dan H2O melalui pori-pori selama penyimpanan lambat, berakibat laju penurunan kualitas internal telur semakin lama. Penguapan CO2dan H2O menyebabkan penurunan berat telur, penurunan nilai HU, meningkatkan pH telur.

Hintono (1997) menyatakan bahwa bertambahnya umur telur mengakibatkan putih telur menjadi encer dan akan bercampur dengan kuning telur. Hal ini disebabkan oleh kenaikan pH pada putih telur akibat hilangnya CO2yang lebih lanjut mengakibatkan serabut-serabutovomucinberbentuk jala akan rusak dan pecah sehingga bagian cair dari putih telur menjadi encer dan tinggi putih telur menjadi berkurang.


(12)

Menurut hasil penelitian Widiyanto (2003), selain faktor penyimpanan, berat telur juga berperan penting dalam menentukan kualitas internal telur. Berat telur yang sedang memiliki kerabang lebih tebal serta pori-pori lebih sempit daripada telur dengan berat yang lebih besar, sehingga menyebabkan pengeluaran CO2melalui pori-pori telur selama penyimpanan lambat sehingga masa simpan lebih lama.

Tingginya suhu udara di wilayah tropis seperti Indonesia sangat memengaruhi lama penyimpanan telur. Ketahanan telur yang disimpan tanpa pengawetan hanya mampu bertahan sekitar 8 hari (Kusnadi, 2007). Lama penyimpanan telur selama 14 hari memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan persentase penurunan berat telur, besar kantung udara, peningkatan pH telur, penurunan indeks telur serta nilai HU (Priadi, 2002).

Penyimpanan telur pada suhu ruang hanya tahan 10--14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami perubahan-perubahan ke arah kerusakan seperti terjadinya penguapan H2O melalui pori kulit telur yang berakibat berkurangnya berat telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur (Syarief dan Halid, 1990).

Penelitian ini menggunakan telur ayam ras pada fase produksi pertama umur 28 minggu. Ayam ras pada fase produksi pertama memiliki tingkat produksi telur yang tinggi, ukuran telur lebih kecil dan kerabang telur lebih tebal daripada telur ayam ras pada fase produksi kedua sehingga diduga berpengaruh pada kualitas internal telur pada lama penyimpanan selama 1, 5, 10, dan 15 hari.


(13)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur

(penurunan berat telur, nilai HU, pH telur, dan warna kuning telur) ayam ras pada fase produksi pertama;

2. terdapat lama simpan terbaik terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang telah didomestikasi dan diseleksi sehingga bertelur cukup banyak. Arah seleksi ayam hutan ditujukan pada produksi yang banyak. Namun, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal denganbroiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat (Rasyaf, 1997).

Ayam petelur adalah ayam yang sangat efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5 bulan dengan jumlah telur sekitar 250--300 butir per ekor per tahun (Susilorini, dkk., 2008). Bobot telur ayam ras rata 57,9 g dan rata-rata produksi telurhen day70% (Mc Donald, dkk.,2002).

Menurut Sudarmono (2003), ayam tipe sedang memiliki ciri-ciri: 1) ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh daripada ayam tipe ringan, serta berperilaku tenang, 2) timbangan badan lebih berat daripada ayam tipe ringan karena jumlah daging


(15)

dan lemaknya lebih banyak, 3) otot-otot kaki dan dada lebih tebal, dan 4) produksi telur cukup tinggi dengan kulit telur tebal dan berwarna cokelat.

Rasyaf (2001) menyatakan ayam petelur tipe medium disebut juga ayam tipe dwiguna atau ayam petelur cokelat yang memiliki berat badan antara ayam tipe ringan dan ayam tipe berat. Ayam dwiguna selain dimanfaatkan sebagai ayam petelur juga dimanfaatkan sebagai ayam pedaging bila sudah memasuki masa afkir.

Strainadalah klasifikasi ayam berbasarkan garis keturunan tertentu melalui persilangan dari berbagai kelas, bangsa, atau varietas sehingga ayam tersebut memiliki bentuk, sifat, dan tipe produksi tertentu sesuai dengan tujuan produksi (Ningrum, 2011). Jenis-jenisstrainayam petelur di Indonesia sangat beragam sebagai contoh:

1. StrainIsa White memiliki warna bulu putih dan menghasilkan telur berwarna putih; mulai berproduksi pada umur 18--19 minggu; rata-rata berat telur 63,1 g; bobot badan 1,775 g (Anonim, 2009).

2. StrainIsa Brown memiliki bulu cokelat kemerahan; mulai berproduksi umur 18--19 minggu rata-rata berat telur 62,9 g; dan bobot badannya 2,015 g (Anonim, 2009).

3. Ayam rasStrainCP 909 memiliki bulu berwarna cokelat kemerahan serta termasuk ayam petelur tipe medium. Berat tubuh saat awal produksi sekitar 1,5 kg denganhen day5% sdan pada saat akhir produksi 1,9--2,0 kg.

Konsumsi ransum saat produksi 110--120 g/ekor/hari dengan konversi ransum 2,1--2,2 kg ransum (Suprijatna, dkk., 2005).


(16)

B. Fase Produksi Ayam petelur

Fase pertumbuhan pada jenis ayam petelur yaitu antara umur 6--14 minggu dan umur 14--20 minggu. Namun, pada umur 14--20 minggu pertumbuhannya sudah menurun dan sering disebut dengan fasedeveloper(perkembangan). Sehubungan dengan hal ini maka pemindahan dari kandangstarterke kandang fase

pertumbuhan yaitu antara umur 6--8 minggu. Setelah ayam fase pertumbuhan mencapai umur 18 minggu, ayam ini sudah bisa dipindahkan ke kandang ayam petelur fase produksi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Periode produksi ayam petelur terdiri dari dua periode yaitu fase I dari

umur 22--42 minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan berat telur 56 g, fase II umur 42--72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Scott, dkk., 1982).

Ayam ras pada fase produksi pertama menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih kecil, dan telur berukuran lebih kecil biasanya memiliki persentase kuning telur yang lebih besar. Telur ayam dengan persentase berat kuning telur yang lebih besar umumnya memiliki kandungan nutrien yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang persentase kuning telurnya kecil (Yamamoto, dkk., 2007; Tumuova dan Ledvinka, 2009).

Ayam dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan ditandai dengan telur pertama. Pada prinsipnya produksi akan meningkat dengan cepat pada bulan-bulan pertama dan mencapai puncak produksi pada umur 7--8 bulan (Malik, 2003).


(17)

Menurut Yuwanta (2010), apabila ayam bertelur pada umur 20 minggu maka berat telur akan terus meningkat secara cepat pada 6 minggu pertama setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu.

C. Struktur dan Komposisi Telur

Telur merupakan sel telur (ovum) yang tumbuh dari sel induk (oogonium) di dalam indung telur (ovarium). Pada dasarnya struktur sebuah telur terdiri atas sel yang hidup (untuk telur fertil) yang dikelilingi oleh kuning telur sebagai cadangan makanan terbesar. Kedua komponen tersebut dikelilingi oleh putih telur yang memunyai kandungan air tinggi, bersifat elastis dan dapat menyerap goncangan yang mungkin terjadi pada telur tersebut. Ketiga bagian tersebut merupakan bagian dalam dari telur yang dilindungi oleh kerabang telur yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan fisik dan biologis (Kurtini, dkk., 2011).

Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur

9--12%, putih telur ± 60 % dan kuning telur 30--33 % (Robert, 2004). Menurut Abbas (1989), struktur telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: bangsa, umur, suhu lingkungan, penyakit, dan kualitas serta kuantitas ransum. Struktur telur dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

Gambar 1. Struktur telur (Romanoff dan Romanoff, 1963,dalamHardini, 2000).

1. Kerabang telur

Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari penurunan kualitas, baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan. Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan struktur kulitnya (Yamamoto, dkk., 2007). Kerabang telur sebagian besar tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan untuk mendapatkan ketebalan kerabang telur yang optimum. Tebal kerabang optimum adalah 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Pada bagian kerabang telur ditemukan dua selaput (membrane), yaitu membran kerabang telur (outer shell membrane) dan membran putih telur (inner shell membrane) yang berfungsi melindungi isi dari infiltrasi bakteri dari luar. Kedua membran berpisah di bagian ujung tumpul, hal ini terjadi setelah telur keluar dari tubuh, terbentuk kantong udara akibat pendinginan yang cepat dari suhu tubuh


(19)

ayam (41--27oC) dengan suhu di luar tubuh sehingga terjadi pemisahan kedua membran dan keluarnya udara dari pori-pori kerabang telur (Kurtini, dkk., 2011). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kerabang telur sekitar 10--12% dari berat telur. Komponen kerabang telur ayam terdiri atas 95% zat anorganik, 3,3% protein dan 1,6% air, zat anorganik utama adalah kalsium karbonat. Komponen anorganik lainnya yaitu fosfor, magnesium, besi dan belerang. Lapisan kristal terdiri atas kalsium dan magnesium karbonat.

Kerabang telur dilindungi oleh lapisan kutikula luar dan membran kerabang dalam. Membran sel kerabang telur terdiri atas dua lapisan membran, yaitu membran sel luar yang melindungi kerabang telur dan membran sel dalam yang melindungi putih telur (Yamamoto, dkk., 1997).

Salah satu yang memengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur

semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010).

Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan

berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kulit yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar kulit telur (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Tebal kerabang telur berkisar antara 0,33--0,35 mm. Tipisnya kulit telur dipengaruhi beberapa faktor yakni: umur, tipe ayam, zat-zat makanan, peristiwa faal dari organ tubuh, stres dan komponen lapisan kulit telur. Kulit yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga


(20)

mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan dan pembusukan lebih cepat (Steward and Abbott, 1972).

2. Putih telur

Putih telur terdiri atas 98% air, dan bagian padatnya 92% adalah protein,

sedangkan sisanya adalah karbohidrat dan ion-ion anorganik (Abbas, 1989). Putih telur selain menjadi sumber protein pada telur (9,7--10,8%) juga mengandung fraksi gula (0,4--0,9%), garam mineral 0,6%), lemak (0,03%), dan abu (0,5--0,6%) serta memiliki berat kering sekitar (10,6--12,1%) (Yuwanta, 2010).

Bagian putih telur terdiri dari 4 lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar (outer thin white), lapisan encer dalam (firm/thick white), lapisan kental (inner thin white), dan lapisan kental dalam (inner thick white/chalaziferous). Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan dalam kandungan airnya. Bagian ini banyak mengandung air sehingga selama penyimpanan bagian ini pula yang paling mudah rusak. Kerusakan terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari jala-jalaovomucinyang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Kurtini, dkk., 2011).

Putih telur yang semakin encer mengakibatkan naiknya pH putih telur.

Peningkatan pH putih telur ini disebabkan oleh sebagian besar unsur anorganik putih telur yang terdiri atas natrium dan kalsium bikarbonat, bila kehilangan CO2 pada putih telur melalui pori-pori kerabang selama penyimpanan maka putih telur menjadi alkali (Winarno dan Jennie, 1982).


(21)

Stadelman dan Cotterill (1997) menyatakan bahwa pengenceran bagian putih telur kental disebabkan oleh adanya kerusakan fisikokimia dari serabut ovomucin. Ovomucin merupakan glikoprotein yang berbentuk serabut atau jala-jala yang dapat mengikat cairan telur untuk dibentuk menjadi struktur gel pada putih telur.

3. Kuning telur

Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air dengan berat kering sebesar 50% yang terdiri atas 65% lipid, 31% protein, dan 4% karbohidrat, vitamin, dan

mineral (Belitz dan Grosch, 1999). Yuwanta (2010) menyatakan susunan kuning telur dari bagian dalam hingga luar yaknilatebra, kuning telur berwarna putih (white yolk) dan berwarna kuning (yellow yolk) yang tersusun secara konsentris berselang seling, serta membran vitelin. Kuning telur dan putih telur merupakan komponen dalam dari telur yang berbeda sifat fisik dan kimianya. Namun, kedua komponen tersebut dapat dipertahankan tidak bercampur satu dengan yang lainnya karenachalazaedan membran vitelin yang elastis.

Bagian kuning telur memunyai struktur yang kompleks dengan bagian bawah yang lebih padat (terdiri dari protein dan lemak) yang menyebabkangerminal disc tetap berada di atas apabila terjadi rotasi atau goncangan pada telur. Kuning telur terdiri dari 3 bagian yaitu 1)membrane vitelineyang memiliki tebal 6--11 mm, terdiri dari 4 lapis, yaituplasma membrane, inner layer, continous membrane,dan outer layer. 2) germinal discini terbentuk dari sitoplasmaoocytedan

mengandungcytoplasmic inclusionsyang penting untuk aktivitas metabolisme normal dari perkembangan embrio.Germinal disc ini disebutblastodermjika dibuahi danblastodiscjika belum dibuahi oleh sperma. 3) yolk sackdibedakan


(22)

menjadi 2 tipe yaitulatebrayang memiliki diameter sekitar 5 mm terletak di tengah-tengah ovum dan merupakan 1--2% dari total kuning telur sedangkan bagian lainnya terang kekuning-kuningan disebutyellow yolk(Kurtini, dkk., 2011).

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kuning telur sekitar 30--32% dari berat telur. Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalahlinoleat,oleatdanstearat.

Menurut Abbas (1989), selama penyimpanan air dapat berpindah dari putih telur ke kuning telur. Akibat dari rembesan air tersebut, berat kuning telur meningkat, selanjutnya akan menyebabkan perengganganvitelline membranehingga pecah, sehingga kuning telur dapat bercampur dengan putih telur.

D. Standarisasi dan Kualitas Telur

Kualitas telur merupakan sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh telur dan memunyai pengaruh terhadap penilaian atau pemilihan konsumen, sedangkan tingkatan kualitas terhadap sekelompok telur menjadi dasar didalam grading untuk menentukan kelas (grade) telur (Abbas, 1989). Dasar penetapan kelas (grade) biasanya melalui telur utuh, kuning telur dan putih telur. Faktor kualitas yang tidak menentukan kelas adalah warna kuning telur, warna kerabang telur, dan ukuran telur, tetapi faktor ini sangat diperhatikan konsumen. Sumarni dan Djuarnani (1995) menyatakan klasifikasi standar berat telur: a. ukuran jumbo


(23)

(> 76 g); b.extra large(70--77 g); c .large(64--70 g); d.medium(58--64 g); e. medium small(52--58 g) dan 6.Small(< 52 g).

Penentuan kualitas telur berdasarkan nilai HU menurutUnited States Departement of Agriculture(USDA) adalah sebagai berikut 1) kualitas C bila nilai HU kurang dari 30, 2) kulitas B bila nilai HU antara 31--60, 3) kualitas A bila nilai HU antara 60--70, 4) kualitas AA, bila nilai HU lebih dari 72.

Telur akan mengalami penurunan kualitas seiring lamanya penyimpanan telur tersebut. Prinsip penyimpanan telur adalah mencegah evaporasi air, keluarnya CO2dari dalam isi telur dan mencegah masuknya mikroba kedalam telur selama penyimpanan. Telur akan tetap dalam keadaan segar sampai berumur 1 minggu dengan penyimpanan yang baik (Kandi, 1992).

Lama dan suhu dalam penyimpanan telur memengaruhi kualitas fisik telur. SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) menyatakan bahwa penyimpanan telur konsumsi pada suhu ruang dengan kelembaban 80--90% dapat mempertahankan kualitas telur selama 14 hari setelah ditelurkan.

Penurunan kualitas telur, terutama putih telur disebabkan oleh CO2dan H2O dalam telur menguap dan masuknya mikroba atau bakteri kedalam telur melalui kerabang telur (Syarief dan Halid, 1992).

Untuk menentukan kualitas internal telur dapat dilihat dari perubahan selama penyimpanan telur sebagai berikut :


(24)

1. Penurunan berat telur

Penurunan berat telur merupakan salah satu perubahan yang nyata selama penyimpanan dan berkorelasi hampir linier terhadap waktu dibawah kondisi lingkungan yang konstan. Kecepatan penurunan berat telur dapat meningkat pada suhu yang tinggi dan kelembapan relatif rendah. Kehilangan berat sebagian besar disebabkan oleh penguapan air terutama pada bagian putih telur, dan sebagian kecil penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan sedikit H2S akibat degradasi komponen protein telur (Kurtini, dkk., 2011).

Menurut Sirait (1986), penurunan berat telur dapat dipengaruhi oleh kualitas awal dari telur. Telur yang beratnya lebih besar penurunannya akan lebih besar

daripada telur yang lebih kecil. Hal tersebut terjadi karena perbedaan luasan permukaan tempat udara bergerak, volume isi telur, dan ketebalan kerabang telur. Bertambahnya umur telur mengakibatkan penurunan berat telur terus bertambah, penurunan berat telur pada minggu pertama lebih besar daripada periode yang sama pada penyimpanan berikutnya. Penurunan berat telur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, ruang penyimpanan, dan berat telurnya.

Menurut Stadelman dan Cotterill (1997), telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembapan udara yang rendah akan mengalami penyusutan berat lebih cepat dibandingkan dengan telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembapan udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelembaban yang rendah selama penyimpanan akan mempercepat penguapan CO2dan H2O dari dalam telur, sehingga penyusutan berat akan lebih cepat.


(25)

Hasil penelitian Suradi (2006) penyimpanan telur terbaik pada suhu refrigerasi (5--10oC) karena dapat menjaga kualitas telur pada saat penyimpanan.

Penyimpanan telur selama 15 hari pada suhu tersebut penurunan berat telur 1,79%. Menurut Priadi (2002), lama penyimpanan telur pada suhu ruang selama 14 hari memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan penurunan berat telur, besar kantung udara, pH telur, indeks telur serta nilai HU.

Hasil penelitian Samsudin (2008) menunjukkan nilai koefisien korelasi antara lama simpan dan penyusutan berat telur ayam ras yang diperoleh sebesar 0,83, yang mengindikasikan kedekatan titik-titik pengamatan terhadap garis regresi. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan keeratan lama simpan yang berbeda dan penyusutan berat telur berkorelasi positif sebesar 83%.

Hasil penelitian Jazil, dkk. (2012) menunjukkan rata-rata penyusutan berat telur pada minggu pertama dan kedua adalah sebesar 1,59 ± 0,66% dan 3,60 ± 1,66% yang berarti terjadi penurunan berat rata-rata tiap minggunya adalah

2,60 ± 1,61%. Penurunan berat telur selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan porositas kerabang telur. Selama

penyimpanan suhu rata-rata ruangan adalah 28,62° C dengan kelembapan 79,07%.

2. Nilaihaugh unit(HU)

Penentuan kualitas internal telur yang paling baik adalah berdasarkan nilai HU yang merupakan indeks dari tinggi putih telur kental terhadap berat telur. Perubahan kualitas kulit telur kental ini jalannya logaritmis dengan perubahan


(26)

putih telur kental. Semakin tinggi nilai HU, semakin baik kualitas putih telur, hal tersebut menandakan telur masih segar.

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai HU (Nesheim, dkk., 1997) HU = 100 Log (H+7,571,7 W0,37)

Keterangan:

HU = Haugh Unit

H = Tinggi putih telur (mm) W = Bobot telur (g)

Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan lebih dari 70 diklasifikasikan baik. Nilai HU dipengaruhi oleh genetis, suhu dan kelembapan, dan pemberian preparat sulfa, yang akan menyebabkan encernya putih telur serta besar kecilnya telur (Kurtini, dkk., 2011).

Nilai HU di daerah tropis turun sebanyak 23,7 setelah 7 hari dari peneluran dan perubahan nilai HU selama 48 jam sangat cepat jika dibandingkan dengan periode waktu berikutnya (Sabrani dan Setiyanto, 1980). Nurhantanti (2005) menyatakan bahwa nilai HU dipengaruhi oleh lama simpan. Penyimpanan selama 15 hari berpengaruh terhadap nilai HU. Rata-rata nilai HU selama penelitian berkisar 45,58--50,96 dan memiliki kualitas B.

Muhtadi dan Sugiyoto (1992) menyatakan bahwa kehilangan CO2melalui pori-pori kulit dari putih telur menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Putih telur yang kehilangan CO2dan tampak berair (encer). Pengenceran tersebut


(27)

kental dari putih telur. Abbas (1989) menyatakan bahwa proses penipisan dari tinggi putih telur merupakan akibat interaksi antaralysozymedenganovomucin ketika pH naik akibat keluarnya gas CO2selama penyimpanan yang menyebabkan berkurangnya daya larutovomucindan merusak kekentalan putih telur.

Sudaryani (2003) menyatakan bahwa nilai HU merupakan nilai yang

menggambarkan kekentalan putih telur, makin kecil nilai HU maka semakin encer putih telur sehingga kualitas putih telur semakin rendah. Hasil penelitian

Samsudin (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil olahan diperoleh nilai koefisien korelasi antara lama simpan danhaugh unittelur ayam ras sebesar -0,73. Hal tersebut menunjukkan bahwa lama simpan yang berbeda dan HU berkorelasi negatif sebesar 73%.

Hasil penelitian Jazil, dkk. (2012) menunjukkan telur segar memiliki nilai HU rata-rata 86,63 ± 9,67 termasuk dalam kualitas AA, telur yang telah disimpan selama 1 minggu memiliki nilai HU 41,59 ± 19,69 yang berarti termasuk dalam kualitas B. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan nilai HU akan semakin menurun, hal ini terjadi akibat adanya penguapan H2O dan gas seperti CO2yang menyebabkan putih telur kental semakin encer.

3. Derajat keasaman (pH) telur

Telur yang baru ditelurkan memiliki pH putih telur 7,6 dan setelah dilakukan penyimpanan pada suhu ruang menjadi 9,0--9,7. Peningkatan tersebut terjadi karena penguapan CO2, O2, ion bikarbonat, dan protein


(28)

Kuning telur segar memiliki pH 6,0 berubah menjadi 6,4--6,9 seiring dengan lamanya penyimpanan (Sarwono, 1997). Suhu dapat memengaruhi pH putih dan kuning telur. Semakin tinggi suhu maka CO2yang hilang lebih banyak, sehingga menyebabkan pH putih dan kuning telur meningkat. Kenaikan pH putih telur berkorelasi positif dengan lama penyimpanan, sedangkan kenaikan pH kuning telur berjalan secara linier dan relatif kecil (Indratiningsih, 1984).

Hasil penelitian Dini (1996) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya umur simpan telur, tinggi lapisan kental putih telur akan menurun. Hal ini terjadi karena perubahan struktur gelnya sehingga permukaan putih telur semakin meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih telur karena penguapan CO2dan perubahan pH dari asam menjadi basa. Selama penyimpanan pH putih telur meningkat menjadi lebih dari 8,5 pada penyimpanan 10 hari.

Kurtini, dkk. (2011), menyatakan bahwa sejak telur ditelurkan terjadi difusi beberapa komponen, antara lain difusi CO2dari putih telur melalui kerabang telur, dan difusi H2O dari putih telur ke kuning telur. Putih telur sebagian besar

mengandung unsur anorganik natrium dan kalium bikarbonat, saat terjadi penguapan CO2selama penyimpanan maka putih telur menjadi alkalis yang berakibat pH putih telur meningkat. Peningkatan pH telur disebabkan oleh

penguapan CO2juga mengakibatkan berubahnya konsentrasi H2O Telur yang baru ditelurkan pHnya sekitar 7,8 tetapi selama penyimpanan dapat meningkat menjadi 9,5 atau lebih pada telur kualitas rendah.


(29)

Derajat keasaman putih telur tergantung dari keseimbangan antara penguraian CO2, ion bikarbonat, ion karbonat, dan protein. Konsentrasi ion bikarbonat dan karbonat dipengaruhi CO2lingkungan luar.

Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa CO2yang hilang melalui pori-pori kerabang telur mengakibatkan konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur menurun dan merusak sistembuffer. Hal tersebut menjadikan putih telur bersifat basa dan pH putih telur naik yang diikuti dengan kerusakan serabut-serabutovomucin(yang memberikan tekstur kental), sehingga kekentalan putih telur menurun.

Hasil penelitian Jazil, dkk. (2012) menunjukkan perubahan kandungan CO2dalam putih telur akan mengakibatkan perubahan pH putih telur menjadi basa. Selama penyimpanan pH telur semakin meningkat dari pH segar 8,12 menjadi 9,26 setelah 1 minggu masa simpan dan 9,43 setelah 2 minggu masa simpan. Akibat dari kenaikan pH putih telur menjadi semakin encer, tinggi putih telur kental menurun dan nilai HU semakin kecil.

4. Warna kuning telur

Salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas telur adalah warna kuning telur. Skor warna kuning telur dapat dinilai secara visual dengan menggunakan yolk colour fandengan skala 1-15. Kisaran warna kuning telur mulai dari kuning pucat hingga kuning jingga tua. Semakin tinggi skor warna kuning telur maka semakin baik kualitas telur tersebut (Muharlien, 2010).


(30)

Warna kuning telur ini merupakan refleksi dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam. Kenaikan warna kuning telur yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan jumlah vitamin A karena ada kompetisi dengan kehadiranxantophyl (Yuwanta, 2010).

Hasil penelitian Piliang, dkk. (2001) menyatakan bahwa warna kuning telur sangat erat kaitannya dengan tinggi kandungan vitamin A dalam pakan maka semakin besar karoten yang terdeposisi dalam kuning telur sehingga akan memengaruhi warna kuning telur. Yamamoto dkk. (2007) menyatakan bahwa pigmen telur adalah karoten dan riboflavin yang diklasifikasi sebagai lipokrom dan liokrom. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaituxantophyl maka warna kuning telur semakin bewarna jingga kemerahan.

Warna kuning telur ditentukan oleh kandunganxantophyldalam ransum, juga menimbulkan warna kuning pada kaki (Anggorodi, 1985). Xantophylterdapat dalam kelompok pigmen karotenoid. Proses metabolisme karotenoid yang diserap dalam sistem pencernaan berbeda pada unggas. Perbedaan warna pada kuning telur diduga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam metabolisme deposisi dari pigmenxantophyl(Charoen Pokphand Indonesia, 2008).


(31)

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September--09 Oktober 2013 bertempat di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam rasStrainCP 909 pada fase produksi pertama umur 28 minggu dengan rata-rata berat telur 56,88±0,55 g, dengan koefisien keragamannya sebesar 0,96%. Telur berasal dari Peternakan Sumber Sari di Desa Srisawahan, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.

2. Alat penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. egg traydigunakan sebagai tempat meletakkan telur pada saat penyimpanan; b. timbangan elektrik merk Bayco kapasitas 210 g dengan ketelitian 0,001 g


(32)

c. termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan ruang tempat penyimpanan telur;

d. roche yolk color fanuntuk mengukur skor warna kuning telur; e. pH meter merk Echido digunakan untuk mengukur pH telur;

f. meja kaca digunakan sebagai alas untuk meletakkan pecahan telur yang diukur; g. pisau untuk memecahkan telur;

h. jangka sorong digunakan untuk mengukur tinggi putih telur; i. gelas piala untuk menempatkan telur;

j. kain lap dantissueuntuk mengelap peralatan yang akan digunakan; k. spatula untuk mengaduk antara putih telur dan kuning telur;

l. label untuk menandai telur;

m. ember plastik untuk menampung telur yang sudah dipecah; n. mikrometer untuk mengukur ketebalan kerabang;

o. alat tulis untuk menulis data.

C. Metode Penelitian 1. Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan lama penyimpanan telur selama (P0: 1 hari, P1: 5 hari, P2: 10 hari, dan P3: 15 hari) dengan ulangan 5 kali. Setiap satuan percobaan terdiri atas 3 butir telur, dan setiap perlakuan terdiri atas 15 butir telur sehingga jumlah telur yang digunakan 60 butir. Telur berasal dari ayam rasStrainCP 909 pada fase produksi pertama yaitu umur 28 minggu. Suhu pada saat penyimpanan rata-ratanya yaitu 29,61±0,62oC, sedangkan rata-rata kelembapannya adalah 58,53±4,3%.


(33)

2. Analisa data

Data yang diperoleh diuji sesuai dengan asumsi sidik ragam. Bila terdapat peubah yang nyata dilakukan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Sebelum diuji, data

ditransformasikan untuk data warna kuning telur dan pH telur dengan transformasi ( +0,5), sedangkan data penurunan berat telur menggunakan transformasiarcsin(Steel dan Torrie, 1995). Pengamatan yang dilakukan meliputi penurunan berat telur, nilai HU, pH telur, dan warna kuning telur.

D. Prosedur Penelitian

a. Pengumpulan telur dilakukan selama 1 hari, yaitu dari kandang ayam petelur fase produksi pertama, dengan jumlah telur yang digunakan 60 butir, masing-masing satuan percobaan terdiri dari 3 butir.

b. Setiap perlakuan diberi tanda sesuailay outpenelitian dan menimbang bobot awal telur.

c. Telur dipindahkan ke dalamegg tray.

d. Telur penelitian dibawa ke ruang penyimpanan.

e. Telur disimpan pada rata-rata suhu ruang selama 1, 5, 10, dan 15 hari.

f. Telur ditimbang dan dipecah sesuai perlakuan serta memeriksa kualitas internal telur (penurunan berat telur, nilai HU, pH telur, dan warna kuning telur) dan mencatat data yang diperoleh.


(34)

E. Peubah yang Diamati 1. Penurunan berat telur

Hintono (1997) menyatakan penurunan berat telur diukur dengan menggunakan timbangan elektrik, dengan cara menimbang berat telur awal dan menimbang berat telur setelah penyimpanan. Kemudian untuk mengukur penurunan berat telur menggunakan rumus :

Penurunan berat telur = A-B x 100% A

Keterangan:

A = berat telur awal sebelum disimpan B = berat telur akhir setelah disimpan

2. Nilaihaugh unit(HU)

Menurut Nesheim, dkk. (1997), nilai HU merupakan indeks dari tinggi putih telur kental terhadap berat telur. Perubahan kualitas putih telur kental ini jalannya logaritmis dengan perubahan putih telur kental.

Nilai HU = 100 Log (H+7,571,7 W0,37) Keterangan :

HU =Haugh Unit

H = Tinggi putih telur (mm) W = Berat telur (g)


(35)

3. Derajat keasaman (pH) telur

Pengukuran pH telur dapat diukur dengan menggunakan pH meter. Putih telur dan kuning telur dimasukkan ke dalam gelas piala kecil aduk sampai rata, lalu dilakukan pengukuran dengan menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan 3 kali kemudian hasilnya dirata-ratakan (Kurtini, dkk., 2011).

4. Warna kuning telur

Warna kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas internal telur. Untuk mengukur kualitas warna kuning telur dapat dilakukan secara visual yaitu mencocokkan warna kuning telur

dibandingkan dengan kipas warna (roche yolk colour fan), kisaran skor 1--15 dari warna kuning pucat sampai pekat (Ningsih dan Setiyono, 1983).


(36)

A. Simpulan

1. Perlakuan penyimpanan telur memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kualitas internal telur (penurunan berat telur, penurunan nilai HU, peningkatan pH telur, dan warna kuning telur) ayam ras pada fase produksi pertama. 2. Penyimpanan telur selama 5 hari memiliki kualitas internal yang lebih baik

berdasarkan nilai HU (65,42±3,85) tergolong kualitas A, penurunan berat telur yang masih rendah (0,90%) serta merupakan lama simpan terbaik daripada penyimpanan 10 dan 15 hari.

B. Saran

1. Sebaiknya peternak memberikan ransum yang mengandung lebih banyak pigmenxantophylagar warna kuning telur lebih cerah, untuk itu dapat

ditambahkan jagung karena kandungan pigmenxantophylpada jagung cukup tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur unggas lainnya pada suhu ruang serta pada suhu refrigerator.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 1989. Pengelolaan Produksi Unggas. Jilid ke 1. Universitas Andalas, Padang.

Anonim. 2009. Isa Brown Management Guide. A Hendrix Genetics Company, Netherland.

______. 2009. Isa White Commercial Stock and Parent Stock. A Hendrix Genetics Company, Netherland.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jilid ke 1. Universitas Andalas, Padang.

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta.

Belitz, H. D., dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany. Bell, D. D., and W. D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5thEdition. Springer Science and Business Media, Inc, New York. Charoen Pokhpand Indonesia. 2008. Upaya Pigmentasi Melalui Pakan. CP Buletin Service. Edisi Januari 2008 nomor 97/th ix.

Dini, S. 1996. Pengaruh Pelapisan Parafin Cair terhadap Sifat Fisik dan Kimia Telur Ayam Ras Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gosler, A. G., J. P. Higham, S. J. Reynolds. 2005. Why Are Bird’sEggs Speckled. Ecol Lett. 8: 1105W1113.

Hintono, A. 1997. Kualitas Telur yang Disimpan dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Sainteks. Vol. IV no.3 Juni 1997. Halaman 45-51. Indratiningsih. 1984. Pengaruh Flesh Head pada Telur Ayam Konsumsi selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


(38)

Jasin. 1990. Pengaruh Pengawetan dengan Bahan Penyamak Nabati terhadap Pertumbuhan Beberapa Mikrooganisme Pembusuk Selama Penyimpanan Telur Ayam Segar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jazil, N., A. Hintono., dan S. Mulyani. 2012. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras dengan Intensitas Warna Cokelat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.

Joseph, N. S., N. A. Robinson, R. A. Renema, dan F. E. Robinson. 1999. Shell Quality and Color Variation in Broiler Eggs. J. Appl. Poult. Res. 8:70-74. Kandi, S. 1992. Pengaruh Cara Pengawetan Telur terhadap Pencemaran Berbagai Jenis Bakteri Patogen dan Pembusuk Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manejemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Malik, A. 2003. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Mc Donald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 5thEdition. Longman Scientific and Technical, New York. Muharlien. 2010. Meningkatkan Kualitas Telur Melalui Penambahan Teh Hijau dalam Pakan Ayam Petelur. http://jitek.ub.ac.id/index.php/jitek/ article/download/154/-147. Diakses tanggal 25 Oktober 2013.

Muhtadi dan Sugiyoto. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nesheim, M. C., R. E. Austic., and L. E. Card. 1997. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadelphia.

Ningsih, I dan Setiyono. 1983. Pengaruh Warna Kerabang dan Kemasan Plastik Penyimpanan terhadap Kualitas Isi Telur Konsumsi. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


(39)

Ningrum W.S. 2011. Istilah dalam Peternakan.

http://widyasuryaningrum.blogspot.com. Diakses 03 Februari 2014.

Nurhantanti, I. F. 2005. Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum dan Lama Penyimpanan Telur terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Strain Lohman Brown Fase Produksi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Piliang, W.G., A. Suprayogi, N. Kusmorini, M. Hasanah, S. Yuliani, dan Risfaheri. 2001. Efek Pemberian Daun Katuk (Sauropus Androgynus) dalam Ransum terhadap Kandungan Kolesterol Karkas dan Telur Ayam Lokal. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Institut Pertanian. Bogor Bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Proyek ARMP II, Bogor. Powrie, W. D. 1997. Chemistry off Egg and Egg Product. In Stadelman, W.J. and O. J. Cotterill (eds). Egg Sains and Technology. Avi Publishing Company, New York.

Priadi, W. 2002. Pengaruh Jenis Telur dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Internal Telur yang Diawetkan dengan Parafin Cair. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. ______, M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Robert, J. R. 2004. Factor Affecting Eggs Internal Quality and Eggshell Quality in Laying Hens. Journal Poultry Science. 41: 161-177.

Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons. Inc, New York.

Sabrani, M. dan H. Setyanto. 1980. Proses yang Terjadi dalam Telur Selama Penyimpanan. Lembaran Lembaga Penelitian Bogor No 1:14--19. Lembaga Penelitian Bogor, Bogor.

Samsudin. 2008. Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Penyusutan Bobot, Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sarwono. 1997. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan ke 4. Penebar Swadaya, Bandung.

Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rdEdition. M. L. Scott and Associates. Ithaca, New York.

Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.


(40)

Stadelman, W. J. and O. J. Cotterill. 1997. Egg Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik, Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Steward, G. F. and J. C. Abbott. 1972. Marketing Eggs and Poultry. Third Printing. Food and Agricultural Organization (FAO) the United Nation, Rome. Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius, Yogyakarta.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian dan Peternakan, Ciawi Bogor . Sunarlim, P. 1992. Masalah Mutu Telur Serta Penanggulangannya. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian dan Peternakan, Ciawi Bogor.

Suprijatna, E., U. Atmowarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suradi, K. 2006. Perubahan Kualitas Telur Ayam Ras dengan Posisi Peletakan Berbeda Selama Penyimpanan Suhu Refrigerasi. Jurnal Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung. Vol.6 no. 2, 136-139

Susilorini, E., Sawitri, M. E., dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syarief, R. dan H. Halid. 1990. Buku Monograf Teknologi Penyimpanan Pangan. Laboratorium Rekayasa Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, R. dan H. Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan, Bogor.

Tumuova, E. and Z. Ledvinka. 2009. The Effect of Time of Oviposotion and Age on Egg Weight, Egg Components Weight and Eggshell Quality. Journal Arch. Geflugelk. 73 (2):110-115

USDA. Food Safety Inspection Service. 2000. Shell Eggs from Farm to Table. http://www.fsis.usda.gov/PDF/Shell_Eggs_from_Farm_to_Table.pdf . (04 mei 2013)

Widiyanto, D. 2003. Pengaruh Bobot Telur dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Strain CP 909 yang Ditambahkan Zeolit pada Ransumnya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar Lampung.


(41)

Winarno, F. G dan Jennie, L. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yamamoto, T., L. R. Juneja, R. Hatta, and M. Kim. 1997. Hen Eggs. CRC Press, New York.

Yamamoto, T., L. R. Juneja, R. Hatta, and M. Kim. 2007. Hen Eggs Basic and Applied Science. University of Alberta, Canada.

Yuwanta, T. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


(42)

P1U2 P2U3 P2U2 P0U2

P3U1 P3U4 P2U4 P1U3

P0U3 P0U4 P2U1 P1U1

P2U5 P0U5 P3U2 P3U3

P1U4 P3U5 P1U5 P0U1

Gambar 2.Lay outpenelitian Keterangan:

P0: perlakuan penyimpanan 1 hari; P1: perlakuan penyimpanan 5 hari; P2: perlakuan penyimpanan 10 hari; P3: perlakuan penyimpanan 15 hari; U1-5: ulangan 1 sampai 5.


(43)

Berdasarkan data transformasiarcsinpenurunan berat telur pada Tabel 5 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut :

Faktor koreksi C = .. . =

( , )

= ,

= 916,82

JK(T) = C = (5,742+5,292+....+10,142)916,82 = 973,32916,82 = 56,51

JK(P) = 1/r C = 1/5 (4853,77)916,82 = 53,93 JK(g) = JK(T)JK(P) = 56,5153,93 = 2,57

KT(P) =JK(P)/(p-1) = 53,93/(3-1) = 53,93/2 = 26,96 KT(G) = JK(G)/p(r-1) = 2,57/3(5-1) = 2,57/12 = 0,21

KK = ( ) = ,

, x 100% = 5,86%

Fhit = ( ) ( ) =

,

,

=

128

Keterangan :

C : faktor koreksi JK(T) : jumlah kuadrat total JK(G) : jumlah kuadrat galat KT(P) : kuadrat tengah perlakuan KT(G) : kuadrat tengah galat KK : koefisien keragaman Fhit : F hitung


(44)

Tabel 5. Data transformasiarcsinterhadap penurunan berat telur

Ulangan Perlakuan

P1 P2 P3

%

1 5,74 7,71 10,31

2 5,29 8,77 9,46

3 5,13 7,04 10,41

4 5,68 7,71 10,14

5 5,41 8,33 10,14

Jumlah 27,25 39,56 50,46

Rata-rata 5,45 7,91 10,09

Tabel 6. Analisis ragam penurunan berat telur

SK Db JK KT F hitung F tabel (0,05)

Perlakuan 2 53,88 26,94 163,93* 3,89

Galat 12 1,97 0,16

Total 14 55,85

Keterangan:

F hitung > F tabel maka lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan berat telur

KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman DB : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat tengah

* : berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 7. Analisis Duncan penurunan berat telur

Penggolongan Duncan Rata-rata Perlakuan

A 10,09 P3

B 7,82 P2

C 5,45 P1

Keterangan : P1 : penyimpanan telur 5 hari : P2 : penyimpanan telur 10 hari : P3 : penyimpanan telur 15 hari

Perbedaan huruf superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)


(45)

Tabel 8. Data rata-rata nilai HU

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 93,52 63,35 57,46 48,83

2 93,74 69,73 56,74 48,33

3 88,38 67,17 58,92 48,96

4 93,88 67,00 53,07 48,49

5 93,52 59,85 61,15 43,86

Jumlah 463,04 327,10 287,34 238,47

Rata-rata 92,61 65,42 57,47 47,69

Tabel 9. Analisis ragam nilai HU

SK Db JK KT F hitung F tabel (0,05)

Perlakuan 3 5580,31 1860,10 218,75* 3,24

Galat 16 136,05 8,50

Total 19 5716,36 Keterangan:

F hitung > F tabel maka lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan berat telur

KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman DB : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat tengah

* : berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 10. Analisis Duncan data nilai HU

Penggolongan Duncan Rata-rata Perlakuan

A 92,61 P0

B 65,42 P1

C 57,47 P2

D 47,69 P3

Keterangan : P0 : penyimpanan telur 1 hari P1 : penyimpanan telur 5 hari : P2 : penyimpanan telur 10 hari : P3 : penyimpanan telur 15 hari

Perbedaan huruf superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)


(46)

Tabel 11. Data transformasi ( +0,5) terhadap pH telur

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 2,73 2,72 2,82 2,83

2 2,71 2,76 2,80 2,82

3 2,73 2,72 2,84 2,81

4 2,71 2,73 2,80 2,85

5 2,70 2,71 2,81 2,85

Jumlah 13,58 13,64 14,08 14,15

Rata-rata 2,72 2,73 2,82 2,83

Tabel 12. Analisis ragam pH telur

SK Db JK KT F hitung F tabel (0,05)

Perlakuan 3 0,05 0,01 60,49* 3,24

Galat 16

Total 19 0,05

Keterangan:

F hitung > F tabel maka lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan berat telur

KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman DB : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat tengah

* : berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 13. Analisis Duncan data pH telur

Pengelompokan Duncan Rata-rata Perlakuan

A 2,83 P3

A 2,81 P2

B 2,73 P1

B 2,72 P0

Keterangan : P0 : penyimpanan telur 1 hari P1 : penyimpanan telur 5 hari : P2 : penyimpanan telur 10 hari : P3 : penyimpanan telur 15 hari

Perbedaan huruf superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)


(47)

Tabel 14. Data transformasi ( +0,5) terhadap warna kuning telur Perlakuan

Ulangan P0 P1 P2 P3

1 2,61 2,55 2,55 2,68

2 2,68 2,55 2,55 2,55

3 2,55 2,48 2,55 2,68

4 2,61 2,48 2,61 2,68

5 2,74 2,48 2,61 2,55

Jumlah 13,19 12,55 12,88 13,13

Rata-rata 2,64 2,51 2,58 2,63

Tabel 15. Analisis ragam warna kuning telur

SK Db JK KT F hitung F tabel (0,05)

Perlakuan 3 0,05 0,02 5,49* 3,24

Galat 16 0,05

Total 19 0,10

Keterangan:

F hitung > F tabel maka lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan berat telur

KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman DB : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat tengah

* : berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 16. Analisis Duncan data warna kuning telur

Pengelompokan Duncan Rata-rata Perlakuan

A 2,64 P0

A 2,63 P3

A 2,57 P2

B 2,51 P1

Keterangan : P0 : penyimpanan telur 1 hari P1 : penyimpanan telur 5 hari : P2 : penyimpanan telur 10 hari : P3 : penyimpanan telur 15 hari

Perbedaan huruf superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)


(48)

Tabel 17. Data rata-rata tinggi putih telur

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

mm

1 8,67 4,33 3,67 3,00

2 8,67 5,00 3,67 3,00

3 7,67 4,67 3,83 3,00

4 8,67 4,67 3,33 3,00

5 8,67 4,00 4,00 2,67

Jumlah 42,33 22,67 18,50 14,67

Rata--rata 8,47 4,53 3,70 2,93

Tabel 18. Data rata-rata berat awal telur

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

g

1 55,93 56,27 56,87 57,36

2 56,81 57,53 57,33 57,31

3 56,94 56,50 56,48 56,76

4 56,24 56,98 56,46 57,33

5 57,71 57,82 56,04 56,86

Jumlah 283,63 285,09 283,17 285,63


(49)

Tabel 29. Data kontrol telur umur 1 hari

Ulangan P0 Nilai HU pH telur Warna kuning telur

Tebal kerabang (mm)

1

1 90,37 6,90 6,00 0,24

2 90,61 6,90 6,00 0,23

3 100,17 7,10 7,00 0,20

Jumlah 281,15 20,90 19,00 0,67

Rata-rata 93,72 6,97 6,33 0,22

2

1 95,13 6,80 7,00 0,25

2 90,49 6,90 7,00 0,24

3 95,44 6,80 6,00 0,20

Jumlah 281,05 20,50 20,00 0,70

Rata-rata 93,68 6,83 6,67 0,23

3

1 95,59 7,10 6,00 0,23

2 84,43 6,90 6,00 0,24

3 84,11 6,80 6,00 0,21

Jumlah 264,12 20,80 18,00 0,68

Rata-rata 88,04 6,93 6,00 0,23

4

1 95,51 6,80 7,00 0,23

2 95,55 6,80 6,00 0,23

3 90,39 6,90 6,00 0,20

Jumlah 281,45 20,50 19,00 0,67

Rata-rata 93,82 6,83 6,33 0,22

5

1 99,87 6,70 7,00 0,24

2 84,16 6,60 7,00 0,25

3 95,07 7,10 7,00 0,24

Jumlah 279,11 20,40 21,00 0,73


(50)

Tabel 20. Data lengkap telur umur 5 hari

Ulangan P1 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 0,90 60,61 6,90 6,00

2 1,09 70,44 7,00 6,00

3 1,01 60,62 6,80 6,00

Jumlah 3,00 191,68 20,70 18,00

Rata-rata 1,00 63,89 6,90 6,00

2

1 0,78 84,32 7,10 6,00

2 0,77 60,30 7,10 6,00

3 1,00 59,81 7,10 6,00

Jumlah 2,55 204,42 21,30 18,00

Rata-rata 0,85 68,14 7,10 6,00

3

1 0,82 60,69 6,80 6,00

2 0,89 60,79 7,00 5,00

3 0,68 77,74 6,90 6,00

Jumlah 2,39 199,21 20,70 17,00

Rata-rata 0,80 66,40 6,90 5,67

4

1 0,82 69,93 6,80 6,00

2 1,27 60,11 7,00 5,00

3 0,83 70,22 7,00 6,00

Jumlah 2,93 200,26 20,80 17,00

Rata-rata 0,98 66,75 6,93 5,67

5

1 0,92 60,07 6,70 5,00

2 0,92 47,42 7,00 6,00

3 0,84 69,32 6,90 6,00

Jumlah 2,68 176,81 20,60 17,00


(51)

Tabel 21. Data lengkap telur umur 10 hari

Ulangan P2 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 1,84 60,26 7,40 6,00

2 1,79 48,23 7,60 6,00

3 1,75 61,03 7,40 6,00

Jumlah 5,38 169,53 22,40 18,00

Rata-rata 1,79 56,51 7,47 6,00

2

1 1,81 60,04 7,60 6,00

2 2,75 55,14 7,40 7,00

3 1,81 54,83 7,10 5,00

Jumlah 6,37 170,01 22,10 18,00

Rata-rata 2,12 56,67 7,37 6,00

3

1 1,78 60,71 7,40 6,00

2 0,55 54,48 7,70 6,00

3 2,18 61,24 7,60 6,00

Jumlah 4,51 176,44 22,70 18,00

Rata-rata 1,50 58,81 7,57 6,00

4

1 1,70 61,10 7,50 6,00

2 1,98 48,17 7,50 7,00

3 1,86 48,69 7,10 6,00

Jumlah 5,54 157,95 22,10 19,00

Rata-rata 1,85 52,65 7,37 6,33

5

1 1,90 49,02 7,30 7,00

2 1,98 61,16 7,40 6,00

3 2,36 70,61 7,50 6,00

Jumlah 6,24 180,80 22,20 19,00


(52)

Tabel 22. Data lengkap telur umur 15 hari

Ulangan P3 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 3,53 48,87 7,60 7,00

2 3,35 48,22 7,50 7,00

3 2,71 48,42 7,40 6,00

Jumlah 9,59 145,51 22,50 20,00

Rata-rata 3,20 48,50 7,50 6,67

2

1 2,25 47,87 7,30 6,00

2 3,01 60,70 7,60 6,00

3 2,82 31,66 7,50 6,00

Jumlah 8,08 140,23 22,40 18,00

Rata-rata 2,69 46,74 7,47 6,00

3

1 3,25 31,45 7,70 8,00

2 3,70 49,72 7,30 6,00

3 2,97 60,83 7,20 6,00

Jumlah 9,93 142,00 22,20 20,00

Rata-rata 3,31 47,33 7,40 6,67

4

1 3,32 49,00 7,60 6,00

2 2,83 48,48 7,80 7,00

3 3,22 48,00 7,40 7,00

Jumlah 9,37 145,48 22,80 20,00

Rata-rata 3,12 48,49 7,60 6,67

5

1 3,18 32,06 7,50 6,00

2 2,81 48,57 7,70 6,00

3 3,48 48,91 7,60 6,00

Jumlah 9,46 129,54 22,80 18,00


(53)

Tabel 23. Data suhu dan kelembapan ruangan pada saat penelitian

No. Tanggal

Suhu (oC) Kelembapan (%) Pukul (WIB)

02.00 06.00 13.00 18.00 02.00 06.00 13.00 18.00 (oC) (oC) (oC) (oC) (%) (%) (%) (%)

1 25/09/2013 29 29 29 30 66 66 57 58

2 26/09/2013 29 30 30 30 68 67 64 60

3 27/09/2013 30 30 30 31 59 57 60 60

4 28/09/2013 30 30 31 31 59 55 60 59

5 29/09/2013 30 30 30 30 59 59 58 60

6 30/09/2013 30 30 29 30 57 58 58 60

7 1/10/2013 29 29 29 30 58 55 60 60

8 2/10/2013 30 30 29 29 57 62 65 65

9 3/10/2013 29 29 29 30 58 64 62 61

10 4/10/2013 29 29 29 30 59 62 60 60

11 5/10/2013 29 29 30 30 55 68 67 66

12 6/10/2013 29 30 30 29 50 67 67 68

13 7/10/2013 29 30 30 31 58 59 58 56

14 8/10/2013 30 30 30 31 53 55 57 55

15 9/10/2013 29 29 30 30 57 65 67 66

Jumlah 441 444 445 452 873 919 920 914 Rata-rata 29,40 29,60 29,67 30,13 58,20 61,27 61,33 60,93


(1)

Tabel 17. Data rata-rata tinggi putih telur

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

mm

1 8,67 4,33 3,67 3,00

2 8,67 5,00 3,67 3,00

3 7,67 4,67 3,83 3,00

4 8,67 4,67 3,33 3,00

5 8,67 4,00 4,00 2,67

Jumlah 42,33 22,67 18,50 14,67

Rata--rata 8,47 4,53 3,70 2,93

Tabel 18. Data rata-rata berat awal telur

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

g

1 55,93 56,27 56,87 57,36

2 56,81 57,53 57,33 57,31

3 56,94 56,50 56,48 56,76

4 56,24 56,98 56,46 57,33

5 57,71 57,82 56,04 56,86

Jumlah 283,63 285,09 283,17 285,63


(2)

Ulangan P0 Nilai HU pH telur Warna kuning telur

Tebal kerabang (mm) 1

1 90,37 6,90 6,00 0,24

2 90,61 6,90 6,00 0,23

3 100,17 7,10 7,00 0,20

Jumlah 281,15 20,90 19,00 0,67

Rata-rata 93,72 6,97 6,33 0,22

2

1 95,13 6,80 7,00 0,25

2 90,49 6,90 7,00 0,24

3 95,44 6,80 6,00 0,20

Jumlah 281,05 20,50 20,00 0,70

Rata-rata 93,68 6,83 6,67 0,23

3

1 95,59 7,10 6,00 0,23

2 84,43 6,90 6,00 0,24

3 84,11 6,80 6,00 0,21

Jumlah 264,12 20,80 18,00 0,68

Rata-rata 88,04 6,93 6,00 0,23

4

1 95,51 6,80 7,00 0,23

2 95,55 6,80 6,00 0,23

3 90,39 6,90 6,00 0,20

Jumlah 281,45 20,50 19,00 0,67

Rata-rata 93,82 6,83 6,33 0,22

5

1 99,87 6,70 7,00 0,24

2 84,16 6,60 7,00 0,25

3 95,07 7,10 7,00 0,24

Jumlah 279,11 20,40 21,00 0,73


(3)

Tabel 20. Data lengkap telur umur 5 hari

Ulangan P1 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 0,90 60,61 6,90 6,00

2 1,09 70,44 7,00 6,00

3 1,01 60,62 6,80 6,00

Jumlah 3,00 191,68 20,70 18,00

Rata-rata 1,00 63,89 6,90 6,00

2

1 0,78 84,32 7,10 6,00

2 0,77 60,30 7,10 6,00

3 1,00 59,81 7,10 6,00

Jumlah 2,55 204,42 21,30 18,00

Rata-rata 0,85 68,14 7,10 6,00

3

1 0,82 60,69 6,80 6,00

2 0,89 60,79 7,00 5,00

3 0,68 77,74 6,90 6,00

Jumlah 2,39 199,21 20,70 17,00

Rata-rata 0,80 66,40 6,90 5,67

4

1 0,82 69,93 6,80 6,00

2 1,27 60,11 7,00 5,00

3 0,83 70,22 7,00 6,00

Jumlah 2,93 200,26 20,80 17,00

Rata-rata 0,98 66,75 6,93 5,67

5

1 0,92 60,07 6,70 5,00

2 0,92 47,42 7,00 6,00

3 0,84 69,32 6,90 6,00

Jumlah 2,68 176,81 20,60 17,00


(4)

Ulangan P2 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 1,84 60,26 7,40 6,00

2 1,79 48,23 7,60 6,00

3 1,75 61,03 7,40 6,00

Jumlah 5,38 169,53 22,40 18,00

Rata-rata 1,79 56,51 7,47 6,00

2

1 1,81 60,04 7,60 6,00

2 2,75 55,14 7,40 7,00

3 1,81 54,83 7,10 5,00

Jumlah 6,37 170,01 22,10 18,00

Rata-rata 2,12 56,67 7,37 6,00

3

1 1,78 60,71 7,40 6,00

2 0,55 54,48 7,70 6,00

3 2,18 61,24 7,60 6,00

Jumlah 4,51 176,44 22,70 18,00

Rata-rata 1,50 58,81 7,57 6,00

4

1 1,70 61,10 7,50 6,00

2 1,98 48,17 7,50 7,00

3 1,86 48,69 7,10 6,00

Jumlah 5,54 157,95 22,10 19,00

Rata-rata 1,85 52,65 7,37 6,33

5

1 1,90 49,02 7,30 7,00

2 1,98 61,16 7,40 6,00

3 2,36 70,61 7,50 6,00

Jumlah 6,24 180,80 22,20 19,00


(5)

Tabel 22. Data lengkap telur umur 15 hari

Ulangan P3 Penurunan berat Nilai HU pH telur Warna

telur (%) kuning telur

1

1 3,53 48,87 7,60 7,00

2 3,35 48,22 7,50 7,00

3 2,71 48,42 7,40 6,00

Jumlah 9,59 145,51 22,50 20,00

Rata-rata 3,20 48,50 7,50 6,67

2

1 2,25 47,87 7,30 6,00

2 3,01 60,70 7,60 6,00

3 2,82 31,66 7,50 6,00

Jumlah 8,08 140,23 22,40 18,00

Rata-rata 2,69 46,74 7,47 6,00

3

1 3,25 31,45 7,70 8,00

2 3,70 49,72 7,30 6,00

3 2,97 60,83 7,20 6,00

Jumlah 9,93 142,00 22,20 20,00

Rata-rata 3,31 47,33 7,40 6,67

4

1 3,32 49,00 7,60 6,00

2 2,83 48,48 7,80 7,00

3 3,22 48,00 7,40 7,00

Jumlah 9,37 145,48 22,80 20,00

Rata-rata 3,12 48,49 7,60 6,67

5

1 3,18 32,06 7,50 6,00

2 2,81 48,57 7,70 6,00

3 3,48 48,91 7,60 6,00

Jumlah 9,46 129,54 22,80 18,00


(6)

No. Tanggal

Suhu (oC) Kelembapan (%) Pukul (WIB)

02.00 06.00 13.00 18.00 02.00 06.00 13.00 18.00 (oC) (oC) (oC) (oC) (%) (%) (%) (%)

1 25/09/2013 29 29 29 30 66 66 57 58

2 26/09/2013 29 30 30 30 68 67 64 60

3 27/09/2013 30 30 30 31 59 57 60 60

4 28/09/2013 30 30 31 31 59 55 60 59

5 29/09/2013 30 30 30 30 59 59 58 60

6 30/09/2013 30 30 29 30 57 58 58 60

7 1/10/2013 29 29 29 30 58 55 60 60

8 2/10/2013 30 30 29 29 57 62 65 65

9 3/10/2013 29 29 29 30 58 64 62 61

10 4/10/2013 29 29 29 30 59 62 60 60

11 5/10/2013 29 29 30 30 55 68 67 66

12 6/10/2013 29 30 30 29 50 67 67 68

13 7/10/2013 29 30 30 31 58 59 58 56

14 8/10/2013 30 30 30 31 53 55 57 55

15 9/10/2013 29 29 30 30 57 65 67 66

Jumlah 441 444 445 452 873 919 920 914