Badai Politik dan Masa Depan PKS

Badai Politik dan Masa Depan PKS
Oleh. Afrianto Daud
(Anggota presidium Monash Indonesian Islamic Society-MIIS, Monash University Australia)

Dunia persilatan politik dan hukum Indonesia geger. Demikian kira-kira situasi yang dirasakan oleh
mayoritas masyarakat saat mengetahui penetapan Luthfi Hasan Ishaq (LHI), presiden PKS, sebagai
tersangka dalam kasus suap impor sapi oleh KPK pada Selasa malam, 30/1/2013. Betapa tidak, berita
yang beredar sangat cepat ini bak petir di siang bolong, yang membuat banyak orang terkaget-kaget.
Tidak ada angin dan tidak ada hujan, KPK kemudian tiba-tiba menetapakan presiden partai yang
dikenal anti korupsi ini sebagai tersangka.
Gerakan KPK dalam berburu koruptor ibarat langkah kuda dalam permainan catur yang kadang sulit
diprediksi. Sebelum penangkapan LHI, publik setengah menunggu dan menduga-duga bahwa
kemungkinan yang akan ditetapkan sebagai tersangka adalah beberapa nama yang sudah lama
disebut dan beredar cukup lama di media, yaitu mereka yang tersangkut beberapa kasus besar
sebelumnya, seperti kasus Century, kasus Hambalang, atau korupsi pengadaan Al-Quran. Faktanya,
justru bidak catur KPK menyasar nama lain, yang kemudian jadi berita besar.
Penetapan LHI sebagai tersangka berawal dari tertangkap tangannya tiga orang (satu orang kurir dan
pihak dari PT Indoguna Utama yang diduga akan melakukan suap kepada LHI dalam kasus impor
daging sapi). Mereka ditangkap di Hotel Le Meridien bersama beberapa alat bukti berupa uang
sejumlah hampir satu milyar. Luthfi sendiri tidak ikut tertangkap tangan saat tim dari KPK membekuk
tiga orang ini. Namun, penyidik KPK kabarnya telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk

menyimpulkan bahwa LHI ikut terkait dengan dugaan penyuapan ini. Akhirnya keluarlah pengumuman
penetapan tersangka yang membuat heboh dan mangagetkan banyak pihak itu.
Tidak hanya diumumkan sebagai tersangka, KPK bahkan juga langsung menjemput (baca:
menangkap) LHI yang sedang melakukan jumpa pers di markas DPP PKS pada Rabu malamnya.
Setelah menjalani pemeriksaan lebih kurang 20 jam oleh penyidik KPK, LHI kemudian langsung
ditahan oleh KPK setelah sebelumnya sempat menyampaikan permohonan pengunduran dirinya
sebagai presiden PKS. Majelis Syuro PKS kemudian bergerak cepat mencari pengganti jabatan

presiden partai yang ditinggalkan LHI. Akhirnya hanya dua hari berselang, Anis Matta kemudian
ditunjuk sebagai presiden PKS yang baru.
Super Spesial?
Seluruh keluarga besar PKS tentu terguncang menerima kabar buruk ini. Meskipun tetap dengan
menegaskan bahwa PKS konsisten mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi, para elit PKS
menyorot cara KPK memberlakukan LHI. KPK ditenggarai seperti telah memberlakukan ‘standar
ganda’ dalam penetapan LHI sebagai tersangka. Dibanding dengan beberapa orang tersangka lain
yang sudah ditetapkan KPK, penanganan terhadap LHI sepertinya memang ‘super spesial’. Proses
penangkapan kepadanya berlangsung sangat cepat. KPK menjemput LHI ke kantor DPP PKS hanya
beberapa jam setelah penetapan dirnya sebagai tersangka. Walaupun, dia sendiri bukanlah termasuk
orang yang tertangkap tangan oleh KPK di hotel Le Meredien itu.
Lebih jauh Tim Pengacara LHI menyebut bahwa KPK telah diskriminatif dalam melakukan penahanan

seseorang. Kepada LHI, KPK melakukannya secepat kilat, dengan alasan hak subjeketif dan
kewenangan yang dimiliki KPK untuk menahan seseorang. Sementara, ada beberapa nama tokoh lain
yang sudah lama ditetapkan KPK sebagai tersangka, Andi Mallaranggeng, misalnya, masih bebas
berkeliaran di luar. Menurut PKS, ini adalah fakta yang berpotensi mengganggu rasa keadilan publik.
Melalui juru bicaranya, Johan Budi, KPK berkali-kali membantah anggapan perlakuan khusus ini. KPK
menegaskan bahwa bahwa penetapan LHI sebagai tersangka telah memenuhi prosedur yang diatur
dalam KUHP. Melalui wawancara live pada acara Indonesia Lawyers Club di stasiun TV One semalam
(5/2/2013), ketua KPK bahkan mempersilahkan tim kuasa hukum LHI untuk mempraperadilkan KPK
jika memang ditemukan indikasi kesalahan prosedur itu. Apapun itu, sejarah telah mencatat bahwa LHI
adalah satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tanpa pemeriksaan, tanpa
proses menjadi saksi terlebih dahulu.
Tentu adalah menarik bagi kita menunggu proses hukum LHI ini bisa berjalan dan selesai secepatnya,
agar kemudian publik bisa tahu bagaimana ending ceritanya di pengadilan. Di satu sisi kita percaya
bahwa sejauh ini PKS adalah diantara sedikit partai yang relatif bersih dan komit dengan
pemberantasan korupsi. Di sisi lain, sampai hari ini KPK adalah lembaga (ad hoc) yang memperoleh
kepercayaan paling tinggi oleh masyarakat dalam memberantas korupsi. Akan menjadi kontra produktif
jika dua lembaga ‘putih’ yang menjadi aset nasional dalam perang melawan korupsi harus berpolemik
dan menghabiskan energinya untuk saling serang. Karenanya, keputusan PKS untuk kemudian

sepenuhnya menyerahkan kasus LHI kepada prosedur hukum yang berlaku adalah langkah bijak untuk

mengakhiri polemik ini.
Mampukah PKS Bertahan?
Walaupun proses hukum terhadap LHI masih berjalan dan kita tetap menghormati asas praduga tak
bersalah (pre-assumption of innocent), namun tentu kasus ini bisa berdampak kepada PKS sebagai
sebuah institusi politik. Penetapan LHI sebagai tersangka bisa dikatakan sebagai pukulan paling berat
yang pernah dialami oleh partai dakwah ini semenjak partai ini berdiri 1998 yang lalu. Betapa tidak,
gerakan kuda bidak catur KPK itu tidak hanya mengancam LHI sebagai pribadi, tetapi juga berpotensi
membawa ‘tsunami politik’ bagi PKS menjelang pemilu 2014.
Secara eksternal, akibat blow up media yang massif, tidak bisa dihindari jika publik sudah tergiring dan
opininya terlanjur terbentuk bahwa PKS, kata mereka, ternyata kurang lebih sama dengan partai lain.
Sikap anti korupsi yang selama ini menjadi jualan PKS dalam banyak pertarungan politik seperti
menemukan anti klimaks. Reaksi negatif masyarakat ini dengan mudah terlihat dari berbagai komentar
miring para pengguna social media di dunia maya pada satu minggu belakangan.
Secara internal, kasus ini juga berpotensi mendemoralisasi para kader di tingkat gassroot, walaupun
barangkali pengaruhnya tidak akan sebesar ke eksternal. Minimal, para kader di akar rumput akan
mengalami shocked dalam berapa jangka waktu. Namun, sepertinya orasi politik Anis Matta yang
menggelegar sesaat setelah ditunjuk menjadi presiden bisa dinilai cukup berhasil mengembalikan
semangat dan kepercayan diri para kader PKS yang sempat down itu.
Gerak cepat PKS mengganti presiden mereka, dan mundurnya Anis Matta dari DPR adalah satu
langkah yang baik dalam rangka menyelamatkan partai agar tidak tersandera oleh kasus LHI.

Meminjam bahasanya Rico Marbun, peneliti pada The Future Institute, pergantian presiden yang
kurang dari 24 jam itu memberi pesan kepada publik bahwa PKS tidaklah lumpuh setelah terjangan
badai itu; bahwa PKS memiliki ‘self healing mechanism’ (mekanisme pengobatan diri) yang baik, yang
siap dihidupkan kapan saja bahkan dalam situasi sesulit apapun.
Penunjukkan Anis Matta sebagai presiden yang nyaris tanpa gejolak (tidak seperti yang sering terjadi di
partai lain saat pergantian kepemimpinan partai) juga memberi sinyal positif ke masyarakat bahwa PKS
secara internal tetap solid. Tentu saja, aksi cepat seluruh pengurus di pusat dan di daerah dalam
melakukan pembenahan ke internal kader juga akan mampu kembali mengkonsolidasikan suasana
kebathinan mereka pasca musibah ini.

Tugas berat PKS adalah bagaimana meyakinkan kembali publik eksternal, terutama dari kalangan
pemilih terdidik dan melek informasi di perkotaan yang selama ini barangkali menjadi simpatisan PKS.
Ini tentu akan butuh waktu lama dan kerja lebih keras. PKS dintantang untuk mencari cara yang lebih
humanis dan kreatif untuk kembali bisa mengambil hati para pemilih terdidik ini.
Mengaca pada sejarah badai yang pernah mendera PKS sebelumnya dan bisa dilewati dengan baik,
seperti fitnah pada Yayasan Al Haramain milik Hidayat Nur Wahid yang dulu sempat dikabarkan terkait
dengan jaringan terorisme internasional oleh Amerika Serikat, kasus tersangkanya Soeripto, dan kasus
Misbakhun, PKS seharusnya bisa melewati ujian kasus LHI ini dengan baik. Atau memakai istilah Anis
Matta, PKS harus bisa menjadikan musibah ini sebagai rahmat. Tentu, PKS harus bekerja lebih keras
lagi untuk membuktikan bahwa pandangan beberapa pengamat politik yang menyebut PKS bakal

terjun bebas pada 2014 adalah tidak berdasar. Pemilihan gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara
yang akan dilakukan tidak lama lagi adalah contoh kasus yang paling dekat yang bisa dijadikan alat
untuk mengukur seberapa besar pengarus kasus LHI ini kepada elektabilitas PKS. Wallahu’alam.