Perbedaan Tingkah Laku Anak Prasekolah Dengan Ibu Bekerja Dan Tidak Bekerja Di Lingkungan IXX Dan XX Kelurahan Kwala Bekala

PERBEDAAN TINGKAH LAKU ANAK PRASEKOLAH DENGAN IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA DI LINGKUNGAN IXX DAN XX KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR
SKRIPSI
Oleh Veronika Boangmanalu
121121039
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
i

i

i

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkah Laku Anak Prasekolah dengan Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja di Lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut: 1. Bapak dr. Dedi Ardinata,M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, 2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNs selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, 3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNs selaku Pembantu Dekan 2 Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, 4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNs Pembantu Dekan 3 Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara 5. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Ali Sitepu, S.E, S.Sos, M.IP selaku lurah Kwala Bekala yang telah membantu memberikan data tentang jumlah ibu yang mempunyai anak balita.
iii


7. Ibu-ibu di lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala yang mempunyai anak usia prasekolah yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian.
8. Teristimewa kepada orang tua penulis, Osmar Boangmanalu dan Elmin Cibro yang selalu memberikan motivasi, dukungan moral maupun material serta yang tiada henti mendoakan penulis.
9. Saudara- saudara saya Septo Boangmanalu, Lolo Ardy Boangmanalu dan Enny Boangmanalu yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.
10. Teman-teman angkatan 2012 yang saling memberikan dukungan dan berjuang bersama dalam pengerjaan skripsi, dan
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan profesi keperawatan.
Medan, Januari 2014
Penulis
iv

DAFTAR ISI
Prakata ................................................................................................iii Daftar Isi ............................................................................................... v Bab 1. Pendahuluan................................................................................. 1
1. Latar Belakang ......................................................................... 1 2. Rumusan Masalah ................................................................... 4 3. Tujuan Penelitian...................................................................... 4 4. Manfaat Penelitian ................................................................... 5 Bab 2. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6 1. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah ........................................ 6
1.1 Pengertian Tumbuh Kembang......................................... 6 1.2 Tumbuh Kembang Anak Prasekolah ............................... 6 2. Tingkah Laku ........................................................................ 11 2.1 Pengartian Tingkah Laku .............................................. 11 2.2 Jenis Tingkah Laku ....................................................... 12 2.3 Faktor Pembentukan Tingkah Laku .............................. 12 2.4 Pembentukan Tingkah Laku ......................................... 15 2.5 Proses Pembentukan Tingkah Laku .............................. 16 3. Ibu ......................................................................................... 17 3.1 Ibu Bekerja ................................................................... 19 3.2 Ibu Tidak Bekerja ........................................................ 23 Bab 3. Kerangka Konsep ....................................................................... 25 1. Kerangka Konsep ................................................................... 25 2. Defenisi Operasional .............................................................. 26 3. Hipotesa penelitian ................................................................ 27 Bab 4. Metodologi Penelitian................................................................. 28 1. Desain Penelitian.................................................................... 28 2. Populasi dan Sampel............................................................... 28 3. Lokasi Penelitian ................................................................... 30 4. Waktu Penelitian ................................................................... 30 5. Pertimbangan Etik ................................................................. 30 6. Instrumen Penelitian .............................................................. 31 7. Uji Validitas .......................................................................... 32 8. Uji Relibilitas ........................................................................ 32 9. Pengumpulan data ................................................................. 33 10. Analisa Data .......................................................................... 34
v

Bab 5. Hasil dan Pembahasan .............................................................. 36 1. Hasil Penelitian ....................................................................... 36 1.1 Karakteristik demografi responden ............................... 36 1.2 Tingkah laku anak usia prasekolah ................................. 38 1.3 Perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja .......................... 42 2. Pembahasan .............................................................................. 43 2.1 Karakteristik responden ................................................ 43 2.2 Tingkah laku anak ........................................................ 44 2.3 Perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja .......................... 46
Bab 6. Kesimpulan dan Saran .............................................................. 48 1. Kesimpulan ............................................................................. 48 2. Saran ....................................................................................... 49 2.1 Ibu ................................................................................ 49 2.2 Pelayanan kesehatan ..................................................... 49 2.3 Penelitian selanjutnya .................................................... 50
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

1. Lembar persetujuan responden 2. Kuisioner penelitian 3. Tabel uji relibilitas 4. Surat uji validitas 5. Surat survey 6. Surat ijin penelitian 7. Surat persetujuan komite etik 8. Lembar pengesahan terjemahan 9. Daftar riwayat hidup
vi

DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi .............. 37 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan koesioner
tingkah laku anak dengan ibu bekerja ............................................. 38 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan koesioner
tingkah laku anak dengan ibu bekerja ............................................. 40 Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan kategori tingkah laku anak ......... 41 Tabel 5.5 Perbedaan tingkah laku anak prasekolah
dengan ibu bekerja dan tidak bekerja .............................................. 42
vii

DAFTAR SKEMA Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 25
viii

Judul
Nama Mahasiswa NIM Jurusan Tahun

: Perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja di Lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor
: Veronika Boangmanalu : 121121039 : Sarjana Keperawatan : 2014

Abstrak
Tingkah laku merupakan aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perkembangan tingkah laku anak usia prasekolah memiliki kebutuhan sosial, belajar mengenal bahaya, mengetahui peraturan sosial dan kebersihan, belajar tentang adanya reward dan punishment serta mampu menggunakan konsep berbahasa, dan mulai menghindari celaan dan hukuman. Salah satu faktor pembentukan tingkah laku adalah adanya peran ibu yang selalu medidik anak dalam setiap tumbuh kembangnya. Dengan memberikan tanggung jawab pengasuhan kepada orang lain sering menimbulkan penyimpangan tingkah laku pada anak. Penelitian ini adalah penelitian komparatif yang bertujuan untuk melihat adanya perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja di Lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Tehknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling sehingga dimperoleh jumlah sampel 96 orang yang terdiri dari 48 ibu bekerja dan 48 ibu tidak bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden berada pada kelompok umur 20- 39 tahun 35 orang (73%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 20 orang (42%), memiliki pekerjaan wiraswasta sebanyak 20 orang (42%), bersuku batak sebanyak 19 orang (40%) dan berjenis kelamin anak perempuan sebanyak 29 orang (60%). Pada ibu tidak bekerja mayoritas responden berada pada kelompok ummur 20-39 tahun sebanyak 41 orang (85%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 34 orang (71%), bersuku batak sebanyak 43 orang (90%), anak mayoritas berusia 5 tahun 21 orang (44%) dan memiliki jumlah yang sama antara anak perempuan dan laki- laki. Berdasarkan hasil penelitian tingkah laku anak pada ibu bekerja mayoritas baik sebanyak 44 orang (91,7%) dan pada ibu tidak bekerja mayoritas baik sebanyak 47 orang (97,9%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0,362 maka dapat disimpulkan tidak ada beda proporsi tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja di Lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Penelitian membuktikan bahwa tidak ada beda yang signifikan antara tingkah laku anak dari ibu bekerja dan tidak bekerja maka disarankan kepada ibu bekerja yang membagi waktu antara pekerjaan dan mengasuh anak sebaiknya menjaga dan meningkatkan kualitas waktu kebersamaan ibu dan anak.

Kata kunci : ibu bekerja, ibu tidak bekerja, tingkah laku anak prasekolah.

ix

Title
Name Student Number Program Year

: The Differences of Behavior of Preschool Children With Working and Non- Working Mothers in The IXX and XX Area Kwala Village Bekala District Medan Johor
: Veronika Boang Manalu : 121121039 : Bachelor of Nursing : 2014

ABSTRACT

The behavior is the action and reaction of the organism to its environment. The development of preschool children's behavior have social needs, learn to recognize danger, know the social rules and sanitation, learn about the existence of reward and punishment and be able to use the concept of language, and begin to avoid reproach and punishment. One of the factors forming behavior is the role of a mother who always educates every child in the growth. By giving the caregiving responsibilities to others often cause deviations in the behavior of child. It is a comparative research that aims to see the differences of behavior of preschool children with working and non-working mothers in IXX and XX Area Kwala Village Bekala District Medan Johor.The sampling technique using simple random sampling obtaining samples of 96 people consisting of 48 working mothers and 48 non-working mothers. The results of this research showed the majority of respondents were in the age group of 20-39 years were 35 people (73%), level of high school education were 20 people (42%), have the selfemployed work as many as 20 people (42%), Batak ethnics as many as 19 people (40%) and girls sex were 29 people (60%). The majority of non-working mothers respondents were in the 20-39 age group were 41 people (85%), high school education level as many as 34 people (71%), Batak ethnics as many as 43 people (90%), the majority of children were 5 years old namely 21 people (44%) and girls and boys have the same number. Based on the results of the research the behavior of children of working mothers were good in majority as many as 44 persons (91.7%), and children of non-working mothers good as a majority of 47 persons (97%). Test results obtained from the statistical, value of P value is 0.362, it can be concluded no different proportions behavior of preschool children with working and non- working mothers in IXX and XX Area Kwala Village Bekala District Medan Johor. The research has shown that there is no significant difference of children behavior of working and non- working mothers, it is suggested that working mothers who divide their time between work and caring for children should maintain and improve the quality of mother and child time together.
Key words : working mother, non-working mother, preschool children behavior.

x

BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Anak prasekolah merupakan anak dengan rentang usia tiga sampai enam
tahun (Wong, 2009). Anak di usia ini mempunyai ciri perkembangan seperti anak mulai cerewet, banyak bertanya, dan rasa ingin tahu yang disebabkan perkembangan kognitif anak (Hidayat, 2009). Apabila rasa ingin tahu ini mendapat tanggapan yang baik dari orang tuanya, anak akan berkembang dengan kepercayaan diri dan memiliki tingkat pemahaman yang baik terhadap dunia sekitar (Hidayat, 2009).

Tingkah laku atau perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri, apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung dan tidak langsung (Notoatmodjo, 2003). Tingkah laku dapat muncul karena adanya rangsangan atau dorongan dari luar diri manusia tersebut (Purwanto, 2003).
Masa prasekolah, anak mulai mengalami perubahan sikap atau perilaku seiring dengan perkembangan kognitifnya dimana di satu sisi anak membutuhkan orang tua, tapi di sisi lain mulai tumbuh sikap keakuannya, dan terlihat arah perkembangan anak berubah dari sikap otonomi ke inisiatif, yang sering ditandai dengan timbulnya keinginan-keinginan baru dan mengikuti keinginannya sendiri. Anak sering membantah sehingga masa prasekolah disebut sebagai masa negativistis (Hidayat, 2009).
1

2
Pada anak rangsangan pertama kali diperoleh dari keluarga, terutama ibu. Lingkungan keluarga terutama orang tua memberi pengaruh terbesar dalam pembentukan perilaku pada anak (Olweus, 2003 dalam Anisa, 2012). Ibu memiliki peran sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Ibu memiliki tanggung jawab lebih dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis anak. Dengan adanya emansipasi wanita, para wanita mulai mengembangkan dirinya dengan meniti karir dan bekerja di luar rumah sehingga waktu untuk keluarga terutama anak menjadi berkurang. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat secara signifikan. Selama Agustus 2006 – Agustus 2007 jumlah pekerja perempuan bertambah 3,3 juta orang.
Ibu yang bekerja di luar rumah harus membagi waktunya dalam mengasuh anak dan meniti karirnya. Biasanya ibu yang bekerja melimpahkan tugas mengasuh anak kepada inang pengasuh ataupun kepada anggota keluarga yang lain. Dengan memberikan tanggung jawab pengasuhan anak kepada orang lain sering sekali menimbulkan penyimpangan tingkahlaku anak seperti suka jahil, iri hati, mencela, rewel, agresif, gagap, takut, protes dan malas belajar yang membuat orang tua marah dengan tingkah laku anak yang seperti ini. Karena semua orang tua tentu berharap anak mereka dapat menunjukkan perilaku yang manis, patuh, cerdas, mampu berempati, mampu menyesuaikan diri, tidak banyak menuntut, punya pengertian, mandiri, kreatif, punya sikap hormat dan ramah (Surya, 2004 dalam Purba, 2011).

3
Hasil penelitian Hikmah (2005) diperoleh hasil, 4,20% responden menunjukkan pola asuh anak usia balita mempengaruhi perkembangan tingkah laku anak. Pembentukan watak anak juga sangat dipengaruhi oleh peran ibu meskipun ibu bekerja di luar rumah, karena bagaimanapun juga ibu adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap anak meski anak telah diasuh oleh orang lain (Hurlock, 2007).
Pola asuh yang diberikan ibu kepada anak akan mempengaruhi tingkah laku anak di dalam keluarga atau di luar keluarga. Anak yang kurang mendapat perhatian orang tua kebanyakan menjadi anak pemurung, pembantah dan daya tangkapnya kurang baik (Purwanto, 2003). Selain itu anak yang kurang perhatian dari orang tua khususnya ibu biasanya mengalami keterlambatan, seperti keterampilan berbahasa. Hasil penelitian Munir.M (2012) hubungan antara pola asuh ibu terhadap perkembangan bahasa anak usia toddler (1-3 tahun) diperoleh data dengan karakteristik perkembangan bahasanya baik dengan pola asuh demokratis sebanyak 36 (75,0 %), otoriter sebanyak 6 (12,5 %), permisif sebanyak 2 (4,2 %). Responden yang karakteristik perkembangan bahasanya baik dengan pola asuh demokratis sebanyak 3 (20,0 %), otoriter sebanyak 1 (6,7 %), permisif sebanyak 6 (40%), menunjukkan adanya pola asuh ibu yang kurang baik menyebabkan keterlambatan berbahasa pada anak. Penelitian epedemiologi di beberapa Negara seperti di Kanada, Queensland, dan Selandia Baru menunjukkan sekitar 5-7 % anak-anak mengalami gangguan perilaku (Grainger, 2003). Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada angka yang pasti, namun dari jumlah anak

4
yang terlibat kejahatan hukum dan kenakalan dapat diprediksikan bahwa cukup banyak anak yang mengalami gangguan perilaku.
Peran orang tua khususnya ibu sebagai orang terdekat anak memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pola tingkah laku anak serta kepribadian anak yang akan membangun sebuah perilaku sosial diluar keluarga. Ibu tidak akan terlepas dari tugas utamanya mengasuh anak walaupun ibu bekerja di luar rumah.
Dengan meningkatnya jumlah ibu yang bekerja perlu dikaji dampak positif dan negatif dari ibu bekerja dan tidak bekerja terhadap tingkah laku anak. Oleh karena itu peneliti mengambil judul perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja.
2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
3. Tujuan penelitian 3.1 Tujuan umum: Untuk mengetahui perbedaan tingkah laku anak dengan ibu bekerja dan tidak bekerja. 3.2 Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui karakteristik responden. b. Untuk mengetahui tingkah laku anak masa prasekolah dengan ibu bekerja.

5

c. Untuk mengetahui tingkah laku anak masa prasekolah dengan ibu tidak bekerja.
d. Untuk menguji perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja.
4. Manfaat Penelitian 4.1 Bagi orang tua Memberikan informasi kepada orang tua khususnya ibu tentang perbedaan tingkah laku anak usia prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja. 4.2 Bagi pendidikan keperawatan Sebagai pengembangan ilmu, khususnya bidang keperawatan anak tentang tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja. 4.3 Bagi pelayanan keperawatan Memberikan informasi tentang perbedaan tingkah laku anak usia prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja. 4.4 Bagi penelitian Hasil penelitian digunakan sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti yang melakukan penelitian tentang perbedaan tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Tumbuh kembang anak prasekolah 1.1 Pengertian tumbuh kembang Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat membelah diri dan mensintesis protein baru, menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel (Wong, 2009). Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh, seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Masa perkembangan anak merupakan suatu hal yang khusus, sebagai masa bertumbuh dan berkembangnya semua aspek dan fungsi yang ada dalam diri anak, termasuk perkembangan fisik, intelektual dan sosial yang berlangsung secara serentak dan seimbang (multidimensional) dalam Pedodonsia dasar, 2008.
1.2 Tumbuh kembang anak prasekolah a. Pertumbuhan fisik
Masa prasekolah adalah anak-anak dengan rentang usia 3- 6 tahun (Wong, 2009). Pada masa prasekolah berat badan rata- rata pada usia 3 tahun adalah 14, 6 kg, pada usia 4 tahun adalah 16, 7 kg, dan pada usia 5 tahun adalah 18,7 kg. Rata- rata tinggi badan anak pada usia 3 tahun adalah 95 cm, pada usia 4 tahun adalah 103 cm, dan pada usia 5 tahun adalah 110 cm.
6

7
Sebagian sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stress dan perubahan moderat ( Wong, 2009).
Perkembangan motorik terjadi pada sebagian besar peningkatan kekuatan dan penghalusan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya seperti berjalan, berlari, dan melompat. Namun perkembangan otot dan pertumbuhan tulang masih jauh dari matur. Aktivitas berlebihan dan kelebihan berolahraga dapat mencederai jaringan yang masih halus. Postur yang baik, latihan yang tepat dan nutrisi yang adekuat serta istrahat sangat penting untuk perkembangan sistem muskuloskeletal yang optimal (Wong, 2009). b. Perkembangan motorik kasar dan motorik halus
Berjalan, berlari, memanjat dan melompat telah tercapai dengan baik pada usia 36 bulan. Penghalusan koordinasi mata- tangan dan otot jelas terbukti di beberapa area. Pada usia 3 tahun anak prasekolah mampu mengendarai sepeda roda tiga, berjalan jinjit, berdiri dengan satu kaki selama beberapa detik dengan seimbang dan lompat jauh. Pada usia 4 tahun anak mampu melakukan lompat dengan satu kaki dengan lancar. Pada usia 5 tahun anak melompat tali dengan kaki bergantian, dan mulai bermain di papan luncur dan berenang (Wong, 2009). c. Perkembangan psikososial
Tugas psikososial utama masa prasekolah adalah menguasai rasa inisiatif. Anak berada dalam stadium energik, dimana anak bermain, bekerja, dan hidup serta merasakan rasa pencapaian dan kepuasan yang sebenarnya

8
dalam kemampuan aktivitas yang dilakukan. Konflik yang timbul ketika anak melampaui batas kemampuan yang dimilikinya sehingga anak akan mengalami rasa bersalah. Pada masa ini akan timbul rasa persaingan antara anak dengan orang tua tau teman sebaya yang jenis kelaminnya sama dengan anak tersebut dan berusaha untuk menyingkirkan sainganya (Wong, 2009). d. Perkembangan kognitif
Salah satu tugas perkembangan anak prasekolah adalah kesiapan untuk sekolah dan ditentukan bahwa usia anak mulai sekolah pada usia 5 dan 6 tahun. Salah satu transisi utama dalam pola pikir anak adalah perpindahan dari pikiran egosentris total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
Bahasa terus berkembang selama periode ini. Berbicara masih menjadi pembawa komunikasi egosentris. Anak prasekolah beranggapan bahwa setiap orang berpikir seperti yang mereka pikirkan dan penjelasan singkat mengenai pikirannya membuat pemikirannya dipahami orang lain. Untuk anak kelompok usia prasekolah metode yang paling menyenangkan dan efektif untuk memahami, menyesuaikan, dan mengembangkan pengalaman hidup adalah melalui bermain (Wong, 2009). e. Perkembangan moral

Perkembangan penilaian moral anak berada pada tingkat paling dasar. Anak berperilaku sesuai dengan kebebasan atau batasan yang berlaku pada suatu tindakan. Pada orientasi hukuman dan kepatuhan, anak (berusia sekitar

9
2 sampai 4 tahun) menilai apakah suatu tindakan baik atau buruk bergantung pada hasilnya berupa hukuman atau penghargaaan.
Pada usia 4 sampai 7 tahun segala tindakan anak ditujukan ke arah pemuasan kebutuhan sendiri dan jarang ditujukan kepada orang lain. Pada masa ini anak memiliki rasa keadilan yang sangat konkret ( Wong, 2009). f. Perkembangan sosial
Selama periode prasekolah proses individualisasi, perpisahan sudah konkret. Anak prasekolah telah mengatasi banyak ansietas yang berhubungan orang asing dan ketakutan akan perpisahan. Anak dapat berhubungan dengan orang yang tidak dikenal dengan mudah dan menoleransi perpisahan singkat dari orang tua dengan sedikit atau tanpa protoes. Perpisahan yang lama yang diakibatkan hospitalisasi, sudah dapat direspon anak dengan mudah.
Anak dapat mengalami perubahan rutinitas harian lebih baik, anak memperoleh kenyamanan dari benda-benda yang sudah dikenal seperti mainan, boneka, atau foto anggota keluarga. Anak dapat mengatasi ansietas, ketakutan, dan fantasi yang tidak terselesaikan melalui bermain (Wong, 2009). g. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa pada masa ini sudah lebih kompleks. Baik kemampuan kognitif maupun lingkungan, terutama model peran yang konsisten, mempengaruhi pembendaharaan kata, percakapan dan pemahaman (Huttenlocher, 1998 dalam Wong, 2009).

10
Bahasa menjadi model komunikasi dan interaksi sosial yang utama. Peningkatan pembendaharaan kata mulai dari 300 kata pada usia 2 tahun, menjadi 2100 kata pada akhir tahun kelima. Struktur kalimat, penggunaan tata bahasa, dan inteligibilitas juga meningkat sampai ke tingkat yang lebih dewasa.
Anak berusia antara 3 dan 4 tahun membentuk kalimat yang terdiri dari sekitar tiga samapai empat kata dan hanya memasukkan kata- kata terpenting dalam menyampaikan sebuah makna yang diistilahkan telegrafik karena kalimatnya singkat. Anak berusia tiga tahun banyak bertanya dan menggunakan bentuk jamak, kata ganti yang benar. Anak dapat menyebutkan nama objek nama objek yang dikenal seperti bintang, bagian tubuh, kerabat, dan teman.
Anak dapat mengikuti perintah sederhana, dan berbicara berulangulang tanpa memperhatikan apakah ada orang yang mendengarkan, dan anak juga sering menirukan kata-kata baru dengan fasih. Dari usia 4 sampai 5 tahun anak prasekolah menggunakan kalimat yang lebih panjang dan menggunakan lebih banyak kata untuk menyampaikan pesan, seperti kata depan, kata sifat, dan bermacam-macam kata kerja. Pada usia ini anak sudah mematuhi perintah dan arahan sederhana. Pada akhir usia 5 tahun anak dapat menggunakan semua bentuk percakapan dengan benar dan mendefenisikan hal-hal yang sederhana dengan menjelaskan kegunaan, bentuk, atau kategori klasifikasi yang umum (Wong, 2009).

11
h. Perkembangan tingkah laku anak Pola tingkah laku dan perkembangan kepribadian di masa ini, perlu
perhatian khusus dalam memperkuat sifat, sikap, kebiasaan, dan perilaku baik, cara berbicara sopan, agar memasuki masa sekolah lebih menyenangkan, sehingga terbentuk suatu pola tingkah laku yang sesuai dengan moral yang ada di masyarakat dan sikap serta pola sosial yang baik di luar lingkungan keluarga. Tingkah laku yang timbul mengarah ke moral (baik dan buruk) serta sikap dan cara berbicara dan bersosialisasi (Robert, 2000 dalam Anisa, 2012 ).
Pada umur 1,5 – 3 tahun, tingkah laku anak yaitu anak mempunyai kebutuhan sosial, belajar atau mengenal bahaya, mengetahui peraturan dan disiplin, belajar mematuhi peraturan sosial dan mengetahui kebersihan, anak belajar adanya hadiah atau hukuman (Reward and Punishment).
Pada umur 4 – 5 tahun, tingkah laku anak yaitu sudah dapat menggunakan konsep bahasa, mengenal lingkungan diluar rumah/ bermain dengan anak lain, membedakan laki-laki dan perempuan, berkembang kebutuhan akan pujian dan hadiah, tingkah lakunya mulai menghindarkan celaan dan hukuman. Sikap yang pemurung akan membuat anak sulit untuk bergaul dengan lingkungannya dan terus berlanjut sampai anak tumbuh dewasa (Asrori, 2004).


12
2. Tingkah laku 2.1 Pengertian tingkah laku Tingkah laku merupakan suatu bentuk aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Tingkah laku sebagai respon terhadap stimulus akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya (Suryani & Widyasih, 2005). Bentuk perilaku manusia terdiri dari perilaku yang tidak tampak (covert behavior) dan perilaku tampak (overt behavior). Perilaku yang tidak tampak dapat berupa: berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi, pengetahuan. Sedangkan perilaku tampak misalnya berjalan, berbicara, bereaksi, berpakain, dan lain sebagiannya (Suryani & Widyasih, 2005). 2.2 Jenis tingkah laku Skinner (1997) dalam (Suryani & Widyasih, 2005) membedakan perilaku menjadi 2 yaitu perilaku yang alami (innate behavior) yaitu perilaku yang dibawa organisme semenjak dilahirkan, yaitu berupa refleks-refleks dan insting dan perilaku operan (operant behavior) yaitu, perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku refleks merupakan perilaku yang spontan muncul ketika adanya stimulus yang mengenai organisme. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Pada perilaku non refleks atau operan merupakan perilaku yang diperintah dan diatur oleh otak. Proses yang terjadi diotak disebut proses psikologis, dimana terjadinya proses pembelajaran di dalam otak. Pada manusia

13
perilaku psikologis ialah yang dominan, sebagian besar perilaku manusia yang dibentuk, perilaku yang dipelajari melalui proses belajar. 2.3 Faktor pembentukan tingkah laku
2.3.1 Perkembangan psikologis Perkembangan psikologis anak merupakan suatu tahapan
yang rumit dan sulit dipahami, walaupun manifestasinya terlihat dari luar berupa aksi, sikap dan kepribadian anak. Perkembangan psikologis juga erat hubungannya dengan usaha untuk memiliki pengetahuan, keahlian dan kebutuhan emosional.
Suasana pematangan psikologis dan fisik disusun menurut suatu rencanan dan urutan yang sesuai dengan bawaan dan tidak mudah dipengaruhi oleh faktor yang dapat mempercepat perkembangan itu. Seorang anak tidak dapat dilatih untuk mempunyai tingkah laku tertentu, sebelum anak cukup matang atau sebelum ia sampai pada suatu taraf tertentu yang memungkinkan latihan itu dapat berhasil.
Meskipun urutan dan kecepatan proses pematangan ditentukan oleh faktor-faktor keturunan, keadaan sekitarnya lingkungan juga mempunyai peranan sebagai pendorong dan penyesuaian dari tahap-tahap perkembangan. Perkembangan psikologis merupakan hasil perpaduan antara kekuatan faktor keturunan yang ada pada diri anak dan lingkungannya. Keadaan lingkungan yang baik akan mencapai hasil yang optimal dari

14
kekuatan yang diperoleh dari segi keturunan dari seorang anak. Sebaliknya bila suasana lingkungan tidak baik dapat menghambat bakat-bakat yang ada. 2.3.2 Pengaruh orang tua
Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua akan sangat mempengaruhi pembentukan tingkah laku anak (Sunarti, 2004 dalam Purba.H.I, 2011). Dalam keluarga orang tua mengajarkan anak untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah, dengan mengajarkan aturan baik dan buruk yang dimulai dari lingkungan dalam rumah. 2.3.3 Keadaan fisik anak
Keadaan fisik anak seperti sehat sakit. Anak yang sakit cenderung lebih manja dan membutuhkan perhatian yang lebih dari orang tuanya. 2.3.4 Rasa takut.
Kekhawatiran atau ketakutan yang didapat pada orang dewasa awalnya dibentuk pada masa kanak-kanak. Rasa takut merupakan salah satu emosi primer dari bayi yang baru lahir, berupa reaksi yang mengejutkan dan merupakan salah satu dari kekuatan pokok yang terus mendorong dalam membentuk tingkah laku anak. Akan tetapi si anak tidak menyadari bentuk perangsang yang menimbulkan rasa takut. Jika anak bertambah besar dan kekuatan jiwa yang bertambah, maka ia

15
sadar akan perangsang-perangsang yang menimbulkan rasa takut dan dapat mengenalnya satu demi satu. Seorang anak berusaha menyesuaikan diri terhadap pengalaman yang berbeda-beda dan mencoba menghindarkan diri jika ia tidak mengupas masalahnya secara lain. Jika anak merasa tak sanggup untuk mengatasi keadaan dan melarikan diri dari masalah tersebut, maka rasa takut menjadi sensitif. Anak memperoleh rasa takut yang baru sedangkan yang lama belum terpecahkan. 2.4 Pembentukan tingkah laku
2.4.1 Pembentukan perilaku dengan kebiasaan (kondisioning) Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang
diharapkan, akhirnya terbentuk perilaku. Pembentukan perilaku ini didasarkan teori belajar kondisioning yang dikemukakan oleh Pavlov maupun Thorrndike dan Skinner bahwa pemberntukan perilaku dilaksanakan dengan kondisioning atau kebiasaan. 2.4.2 Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Cara ini berdasarkan atas teori kognitif, yaitu belajar dengan disertai pengertian. Pembentukan perilaku ini didukung eksperimen Kohler yang mengatakan bahwa hal penting dalam proses belajar adalah pengertian atau insting. 2.4.3 Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan model atau contoh. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang

16
dipimpinnya. Teori yang mendukung pembentukan perilaku ini adalah teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Badura (1997) dalam (Suryani & Widyasih, 2005). 2.5 Proses pembentukan tingkah laku Tingkah laku bukanlah warisan orang tua, namun terjadi setelah melalui interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku sebagai sesuatu yang baru, terbentuk melalui proses panjang. Menurut Krathwohl (Hikmah, 2004) bahwa proses pembentukan sikap yang merupakan permulaan terbentuknya tingkah laku melalui tahapan-tahapan: a) Penerima, pada taraf ini anak akan menyadari nilai-nilai tersebut dalam menerimanya. b) Memberikan jawaban atau respon, pada taraf ini anak tidak hanya menerimanya saja, tetapi telah memberi jawaban. c) Menilai, pola taraf ini akan mulai membentuk suatu sistem nilai pada dirinya, kemudian sistem ini dijadikan bagian dari dunianya. d) Organisasi, anak mengorganisasikan sistem nilainya sehingga menjadi keutuhan yang bulat. Ini meneliti semua nilai yang telah diambilnya tadi mungkin ada yang ditambah atau yang dibuang, sehingga dengan demikian sikap yang menjadi teguh dan konsisten, tidak akan digoyahkan. Taraf perbuatan atau pengalaman-pengalaman pada taraf ini terlihat tingkah laku sebagai penjelmaan sikap mental atau pendiriannya. Selain itu, terdapat pendapat lain menurut teori Operant Conditioning (Hikmah, 2004) mengatakan bahwa proses pembentukan tingkah laku meliputi : a) Menentukan hadiah bagi tingkah laku yang diinginkan. b) Mengidentifikasi

17
komponen-komponen yang dianggap bisa membentuk tingkah laku tersebut. c) Menyusun komponen-komponen tersebut secara sistematis. d) Mengidentifikasi hadiah (penguat) tiap-tiap komponen secara sistematis. e) Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan memakai urutan komponenkomponen yang telah disusun.
Pembentukan tingkah laku ini timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu kemudian timbulnya respon. Respon ini bersifat memperkuat, misalnya anak melakukan perbuatan belajar menyanyi setelah selesai lalu diberi hadiah, maka saat-saat berikutnya akan lebih giat menyanyi. Cara pemberian hadiah tidak berlaku terus menerus, melainkan terbatas sampai terbentuknya komponen tingkah laku. Tetapi ada juga bagi anak, bahwa pembentukan dengan jalan pembiasaan dan pengalaman hidup yang ditanamkan sejak kecil dengan cara pembiasaan pada diri anak dan pemberian keteladanan, merupakan faktor yang paling dominan dalam pembentukan pribadi anak pada kehidupan kelak. Ross (1908) dalam Hikmah (2004) mengatakan faktor situasional dan sosial merupakan faktor utama pembentuk perilaku. 3. Ibu
Manusia dilahirkan dalam keadaaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan dirinya pada orang lain, terutama ibunya. Dalam keluarga ibu merupakan jantung keluarga, tanpa jantung seseorang tidak akan dapat hidup. Begitu juga ibu, tanpa ibu tidak akan ada kehidupan (Singgih

18
1995, dalam Purba.H.I, 2011). Dalam keluarga ibu memiliki banyak peran. Peran ibu dalam keluarga adalah:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis Manusia dilahirkan dalam keadaan seutuhnya tidak berdaya dan harus
menggantungkan diri kepada orang lain terutama ibu (Purwanto, 2003). Kedudukan ibu dikeluarga sangat penting , pentingnya seorang ibu terlihat sejak kelahiran anaknya, ibu harus memberikan susu untuk kelangsungan hidup anaknya. Singgih mengemukakan bahwa ibu berperan sebagai pusat logistik di awal kelahiran anak, untuk memenuhi kebutuhan fisik, fisiologis, agar anak dapat bertahan hidup. Seiiring tumbuh kembang anak, peran ibu juga berkembang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik dan fisiologis semata, tetapi berkembang untuk memenuhi kebutuhan sosial dan psikis. b. Peran ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan
anak Ibu berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan kerpibadiannya. Dalam menerapkan disiplin pada anak, ibu harus konsisten dengan peraturan dan kebiasaan yang telah dilakukan. c. Peran ibu sebagai teladan Dalam mengembangkan kepribadaian dan membentuk sikap-sikap anak, seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima. Dalam pengembangan kepribadian, anak belajar dari melalui peniruan terhadap orang lain.

19
d. Pemberi rangsangan dan pelajaran Seorang ibu juga memberi rangsangan sosial bagi perkembangan anak.
Sejak bayi pendekatan ibu dan percakapan ibu memberi rangsangan bagi perkembangan anak, kemampuan berbicara, dan pengetahuan lainnya. e. Sebagai istri

Selain peran utama ibu dalam keluarga, ibu juga memiliki peran mencari nafkah untuk penghasilan tambahan bagi keluarga (Effendy, 2000). Selain bekerja di luar rumah, ibu juga harus mengasuh anak dengan memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. 3.1 Ibu bekerja
Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan di luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah untuk keluarga. Selain itu salah satu tujuan ibu bekerja adalah suatu bentuk aktualisasi diri guna menerapkan ilmu yang telah dimiliki ibu dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Santrock, 2007). Alasan yang mendorong ibu untuk bekerja (Gunarsa, 2000) adalah: a) Karena keharusan ekonomi, untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga yang menuntut ibu untuk bekerja. Misalnya saja bila kehidupan ekonomi keluarganya kurang, penghasilan suami kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari keluarga sehingga

20
ibu harus bekerja, b) karena ingin mempunyai atau membina pekerjaan. Hal ini terjadi sebagai wujud aktualisasi diri ibu, misalnya bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih bekerja untuk membina pekerjaan, c) proses untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang lain dan menambah pengalaman hidup dalam lingkungan pekerjaan, d) karena kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga kerja baik tenaga kerja pria maupun wanita. Hal ini terjadi karena ibu mempunyai kesadaran nasional yang tinggi bahwa negaranya memerlukan tenaga kerja demi melancarkan pembangunan, e) pihak orang tua dari ibu yang menginginkan ibu untuk bekerja, f) karena ingin memiliki kebebasan finansial, dengan alasan tidak harus bergantung sepenuhnya pada suami untuk memenuhi kebutuhan sendiri, misalnya membantu keluarga tanpa harus meminta dari suami, g) bekerja merupakan suatu bentuk penghargaan bagi ibu, h) bekerja dapat menambah wawasan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pola asuh anak.
Dengan adanya peran ganda ibu dalam keluarga, akan memberi pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, karena waktu ibu telah terbagi antara mengasuh anak dan pekerjaannya. Seorang ibu yang bekerja di luar rumah harus pandai mengatur waktu untuk keluarga karena pada umumnya tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga. Peran ibu dalam menerapkan pola asuh pada anak merupakan hal yang berpengaruh pada sikap keseharian anak. Menurut Child dan Whiting (Purba H.I, 2011) yang harus diperhatikan dalam proses mengasuh anak

21
adalah orang – orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam tetapi, prinsipnya adalah cara pengasuhan anak harus mengandung sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting) (Sunarti, 2004 dalam Purba, H.I, 2011).
Pengaruh ibu yang bekerja pada hubungan anak dan ibu, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai bekerja. Jika ibu mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya, yaitu sebelum suatu hubungan tertentu terbentuk, maka pengaruhnya akan minimal. Tetapi jika hubungan yang baik telah terbentuk, anak itu akan menderita akibat deprivasi maternal, kecuali jika seorang pengganti ibu yang memuaskan tersedia, yaitu seorang pengganti yang disukai anak dan yang mendidik anak dengan cara yang tidak akan menyebabkan kebingungan atau kemarahan di pihak anak (Hurlock, 2007).
Dampak ibu bekerja terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, status ibu bekerja tentu saja memilki dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya anak balita. Dampak tersebut dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. a. Dampak positif ibu bekerja
Dampak positif ketika ibu menjalankan dua pekerjaan sekaligus dengan sebaik- baiknya dan tanpa keluhan, sebenarnya akan mengajarkan rasa tanggung jawab kepada anak (Rezky, 2012).

22
Ibu yang bekerja akan memiliki penghasilan yang dapat menambah pendapatan rumah tangga. Essortment, 2002 dalam McIntosh dan Bauer (2006), mengatakan bahwa dengan pendapatan rumah tangga yang ganda (suami dan istri bekerja), banyak wanita lebih mampu menentukan banyak pilihan untuk keluarga mereka di dalam hal nutrisi dan pendidikan. b. Dampak Negatif Ibu Bekerja
Akibat jam kerja, waktu kebersamaan (quality time) antara ibu dan anak pun akan berkurang (Glick, 2002). Sehingga perkembangan mental dan kepribadian anak akan terganggu, mereka lebih sering mengalami cemas akan perpisahan (separation anxiety) merasa dibuang dan cenderung mencari perhatian di luar rumah serta kenakalan remaja. (Mehrota, 2011). Hal ini dikarenakan akibat jadwal kerja yang terlalu sibuk, mengakibatkan para ibu tidak dapat mengawasi dan ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan anak. Menurut penelitian yang dilakuka n oleh Soekirman dalam Glick (2002), ibu yang bekerja selama lebih dari 40 jam perminggunya memiliki dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.
Selain kualitas, kuantitas interaksi antara ibu dan anak juga akan berkurang. Menurunnya frekuensi waktu kebersamaan ibu dan anak juga disebabkan oleh tipe kerja ibu. Ibu yang memiliki pekerjaan yang dikategorikan berat dapat mengalami kelelahan fisik. Akibatnya sesampainya ibu di rumah terdapat kecenderungan mereka lebih memilih untuk berisitirahat daripada mengurus anaknya terlebih dahulu.

23
3.2 Ibu tidak bekerja Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk mengatur

rumah tangga. Dalam konteks inilah peran seorang ibu berlaku, yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Santrock, 2007).
Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memahami bagaimana sifat dari anak - anaknya. Karena sebagian besar waktu yang dimiliki ibu yang tidak bekerja dihabiskan di rumah sehingga bisa memantau kondisi perkembangan anak. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah meliputi membersihkan, memasak, merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian, dan mendisiplinkan. Dan kebanyakan ibu yang tidak bekerja seringkali harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sekaligus (Santrock, 2007). Namun, karena ikatan kasih sayang dan melekat dalam hubungan keluarga pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh ibu memiliki arti yang kompleks dan juga berlawanan (Villiani, 1997 dalam Santrock, 2007). Banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga itu tidak cerdas namun penting. Mereka biasanya senang memenuhi kebutuhan orang - orang yang mereka kasihi dan mempertahankan kehidupan keluarga, karena mereka merasa aktivitas tersebut menyenangkan dan memuaskan.
Pekerjaan keluarga bersifat positif dan negatif bagi perempuan. Mereka tidak diawasi dan jarang dikritik, mereka merencanakan dan

24
mengontrol pekerjaan mereka sendiri, dan mereka hanya perlu memenuhi standart mereka sendiri. Namun, pekerjaan rumah tangga perempuan sering kali menyebalkan, melelahkan, kasar, berulang-ulang, mengisolasi, tidak terselesaikan, tidak bisa dihindari dan sering kali tidak di hargai (Santrock, 2007)
Namun semua perempuan secara kodrat harus menerima peran yang harus dijalankan, yaitu sebagai istri sekaligus ibu dari anak- anaknya dan menjalankan perannya sebagai ibu dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab penuh untuk megatur rumah tangga.

BAB 3 KERANGKA KONSEP

1. Kerangka konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan pengaruh pola

asuh ibu yang bekerja dan yang tidak bekerja terhadap tingkah laku anak serta

melihat apakah ada perbedaan tingkah laku antara anak dengan ibu yang bekerja

dan yang tidak bekerja.


Variabel independen yang memberi pengaruh dalam penelitian ini adalah

ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Dan variabel dependennya adalah tingkah laku

anak prasekolah.

Variabel independen AIbnuakbedkeenrgjaan ibu bekerja
Ibu tidak bekerja

Variabel dependen
Tingkah laku anak prasekolah

Covert (tidak tampak)
Overt (tampak)

Keterangan: : diteliti
Skema 1. Kerangka konsep penelitian. 25

26

2. Defenisi operasional

No. Variabel

Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Variabel independen:

Ibu bekerja

Ibu yang melakukan Kuesioner 1 = Ibu Nominal

suatu kegiatan di

tidak

luar rumah dengan

bekerja

tujuan

untuk

2 = Ibu

mencari nafkah

bekerja

untuk keluarga, yang

mempunyai anak

usia prasekolah di

lingkungan IXX dan

XX kelurahan

Kwala Bekala.

Ibu tidak bekerja

Ibu yang hanya

berperan mengurus

rumah tangga yang

mempunyai anak

usia prasekolah di

lingkungan IXX dan

XX kelurahan

Kwala Bekala.

2 Variabel dependen:

Tingkah laku anak Bentuk aksi anak Kuesioner 1 = Buruk, Ordinal

prasekolah

prasekolah terhadap gaya

jika

lingkungannya di perilaku jumlah

lingkungan IXX dan (BSQ), skore

XX Kelurahan yang dalam

Kwala Bekala.

terdiri dari pengisian

25 kuesioner

Meliput i:

pertanyaa 25 – 49

- berjalan

n 2 = Baik,

- berbicara

jika

- bereaksi.

jumlah

skore

dalam

pengisian

kuesioner

50 - 75

27
3. Hipotesa penelitian Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkah laku anak
prasekolah dengan ibu yang bekerja dan tidak bekerja di lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala Medan Johor.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif
komparatif yang bertujuan untuk mengeidentifikasi perbedaan pola tingkah laku anak prasekolah dengan ibu bekerja dan tidak bekerja di Kelurahan Kwala Bekala Medan Johor. 2. Populasi dan sampel
2.1 Populasi Populasi ibu yang mempunyai anak usia prasekolah di lingkungan IXX
dan XX kelurahan Kwala Bekala adalah 215 orang, ibu bekerja sekitar 95 orang dan ibu tidak bekerja adalah 120 orang (Lurah Kuala Bekala, data Desember 2012) 2.2 Sampel
Dari jumlah populasi yang ada maka ditentukan sampel dengan menggunakan rumus:
N n=
1 + N (d)²
Keterangan: N = Besar populasi n = Besar sampel
28

29
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)
Jumlah sampel ibu yang bekerja:
95 n=
1 + 95 (0,1)² 95
= 1 + 0,95 95
= 1,95
= 48 orang Jumlah sampel ibu yang tidak bekerja:
120 n=
1 + 120 (0,1)² 120
= 1 + 1,2 120
= 2,2
= 54 orang Berdasarkan perhitungan rumus diatas ditemukan total sampel 96 orang
yang terdiri dari 48 orang untuk ibu yang bekerja dan 54 orang ibu yang tidak
bekerja, maka untuk membandingkan kelompok ibu yang bekerja dan ibu
yang tidak bekerja perlu menyeimbangkan sampel masing- masing kelompok
dan ditentukan jumlah sampel 48 orang untuk setiap kelompok.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan cara simple
random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dengan cara
mengundi semua anggota populasi (Notoatmodjo, 2010).

30
Adapun kriteria inklusi sampel yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Ibu bekerja yang mempunyai anak usia prasekolah di lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala. b. Ibu tidak bekerja yang mempunyai anak usia prasekolah di lingkungan IXX dan XX Kelurahan Kwala Bekala. c. Dapat berkomunikasi dan mampu membaca dalam bahasa Indonesia d. Bersedia untuk menjadi responden yang dinyatakan secara tertulis dengan menandatangani surat perjanjian menjadi responden penelitian.
Kriteria ekslusi sampel yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Anak yang mengalami retardasi mental.
3. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di lingkungan IXX dan XX kelurahan Kwala Bekala
Medan Johor, dengan alasanlingkungan ini telah memenuhi kriteria sampel dan jarak antara kedua lingkungan yang berdekatan dan mudah di jangkau peneliti untuk melakukan penelitian. Dengan memilih dua lingkungan dari 20 lingkungan telah mencukupi jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian. 4. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari April 2013 sampai Februari 2014. 5. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data dari

31
kelurahan, maka dilakukan pendekatan kepada reponden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Nursalam (2003), ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada saat penelitian yaitu: 1) self determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk menjadi responden penelitian, 2) inform consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperk