Studi Pemakaian Serat Sabut Kelapa Hibrida Dengan Polyester Resin BQTN 157 Sebagai Matriks Material Komposit

(1)

LAMPIRAN A

GAMBAR SPESIMEN

GAMBAR SPESIMEN 100% resin : 0% Serat


(2)

GAMBAR SPESIMEN 80% resin : 20% Serat


(3)

GAMBAR SPESIMEN HASIL PENGUJIAN

GAMBAR SPESIMEN 100% resin : 0% Serat


(4)

GAMBAR SPESIMEN 80% resin : 20% Serat


(5)

LAMPIRAN B

HITUNGAN

1kgf=9,807N.

Sampel A1100% resin : 0% Serat adalah : Fmaks = 146,948 x 9,807N

= 1441,119036 N σmaks = �����

��

=

1441,119036

84

=

17,156179 Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,33562

83 � 100% = 4,0188%

E=σmaks ε =

17,156179

0,0418 = 426,89805 ���

Sampel A2100% resin : 0% Serat adalah : Fmaks =154,573 x 9,807 N

= 1515,89741 N σmaks = �����

��

=

1515,89741

84,12

=

18,02065 Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,42970

82 � 100% = 4,18256%

E=σmaks ε =

18,02065

0,04182 = 490,90985 ���

Sampel A3100% resin : 0% Serat adalah : Fmaks = 161,586x 9,807N

= 1584,673902 N σmaks = ������� =1584 ,673902

79,32 = 19,97823 Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,57132


(6)

E=σmaks ε =

19,97823

0,0420115 = 475,49687 ���

Sampel B1 90% resin : 10% Serat adalah : Fmaks = 116,713 x 9,807 N

= 1144,604391 N σmaks = �����

��

=

1144,604391

81

=

14,13091 Mpa

ε = ΔL

���100% =

4,38815

86 � 100% = 5,1025%

E=σmaks ε =

14,13091

0,051025 = 276,94091 ���

Sampel B2 90% resin : 10% Serat adalah : Fmaks = 106,009 x 9,807N

= 1039,63026 N σmaks = �������

=

1039,63026

88,92

=

11,69174 Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,63945

85 � 100% = 4,2817 %

E=σmaks ε =

11,69174

0,042817 = 57,907 ���

Sampel B390% resin : 10% Serat adalah : Fmaks = 102,474 x 9,807 N

= 1004,96251 N σmaks = �������

=

1004,96251

90,84

=

11,06299 Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,71873

85 � 100% = 4,374%

E=σmaks ε =

11,06299


(7)

Sampel C180% resin : 20% Serat adalah : Fmaks = 44,361 x 9,807N

= 435,04832N σmaks = �������

=

435,04832

83,59

=

5,20454 Mpa

ε = ΔL

���100% =

4,38608

85 � 100% = 5,16009%

E=σmaks ε =

5,20454

0,0516 = 100,8631 ���

Sampel C280% resin : 20% Serat adalah : Fmaks = 87,401 x 9,807 N

= 857,141607 N σmaks = �������

=

857,141607

84,5

=

10,14368 Mpa

ε = ΔL

���100% =

4,05658

85 � 100% = 4,772 %

E=σmaks ε =

10,14368

0,0477 = 1210,7414 ���

Sampel C380% resin : 20% Serat adalah : Fmaks =73,597 x 9,807N

= 721,765779 N σmaks = �������

=

721,765779

72,24

=

9,99122 Mpa

ε = ΔL

���100% =

4,35928

90 � 100% =4,84364 %

E=σmaks ε =

9,99122


(8)

Sampel D1 70% resin : 30% Serat adalah : Fmaks = 10,572 x 9,807N

= 103,6796 N σmaks = �����

��

=

103,6796

79,56

=

1,3031Mpa

ε = ΔL

���100% =

3,94791

87 � 100% = 4,537%

E=σmaks ε =

1,3031

0,04537 = 28,7229 ���

Sampel D2 70% resin : 30% Serat adalah : Fmaks = 12,287 x 9,807N

= 120,4986 N σmaks = �����

��

=

120,4986

82,94

=

1,4528Mpa

ε = ΔL

���100% =

4,66591

87 � 100% = 5,363%

E=σmaks ε =

1,4528

0,05363 = 12,9229 ���

Sampel D3 70% resin : 30% Serat adalah : Fmaks = 9,24 x 9,807N

= 90,61668 N σmaks = �����

��

=

90,61668

81,12

=

1,11706 Mpa

ε = ΔL

���100% =

7,3475

85 � 100% = 8,644%

E=σmaks ε =

1,11706


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Gu H., “Tensile Behaviours of the Coir Fibre and Related Compsites after NaOH treatment”, Materials and Design, doi : 10.1016 / j.matdes.2009.01.035, 2009.

Joshi S.V., Drzal L.T., Mohanty A.K. Arora S, “Are natural fiber composites environmentally superior to glass fiber reinforced composites?”, Composites: Part A Vol. 35, 2004, pp. 371-376.

Rajaak F., 1999, Pengaruh Kandungan Fraksi Volume Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Serat Rami Polyester, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

ASTM, 1998. “Annual Book of ASTM Standar”, Section 4, Vol. 04.06, ASTM, West Conshohocken.

Gibson, 1994.Principle Of Composite Material Mechanics. New York : McGraw Hill,Inc.

Vlack,L,H, 2004 Edisi keenam. Elemen-elemen Ilmu Dan rekayasa Material.Erlangga. Jakarta.

Santafe Jr.H.P.G, Lopes F.P.D., Costa L.L., Monteiro S.N., Mechanical Properties of Tensile Tested Coir Fiber Reinforced Polyester Composite, Revista Materia Vol. 15 N.2, 2010, pp.113-11, 2010

Brahmakumar, M., Pavithran, C., and Pillai, R.M., Coconut fiber reinforced polyethylene composites such as effect of natural waxy surface layer of the fiber on fiber or matrix interfacial bonding and strength of composites, Elsevier, Composite Science and Technology,65 pp. 563-569, 2005.

http://www.kemahasiswaan.its.ac.id.pdf : 15 Juni 2016

Schawardz M.M., 1984, Composite Material Handbook Mc Graw-will, Singapura. Bakri, “Penentuan sifat mekanis serat sabut kelapa”, Jurnal Mekanikal Vol.1,


(10)

Shackeltord, 1992, “Introduction to Materials Science for Engineer,” Third Edition, Macmillan Publishing Company, New York.

Satyanarayana, K. G., dkk, Structure Property Studies of Fibres From Various Parts of The Coconut Tree. Journal of Material Science 17, India, 1982 Jamasri, Diharjo, K, Handiko, G. W., Studi Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Tarik

Komposit Limbah Serat Sawit – Polyester, Prosiding SNTTM IV, Universitas Udayana, Bali, 2005

Surdia, 1992, Pengetahuan Bahan Teknik, FT, Pradnaya Paramita, Jakarta.

Diharjo, K., dan Triyono, T., 2003, Buku Pegangan Kuliah Material Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sirait, D. H. (2010, September 22). Material Komposit Berbasis Polimer Menggunakan Serat Alami. Diakses 25 Februari 2013 dari

Suardana, N P G, Dwidiani Ni Made, Analisa Kekuatan Tarik dan Lentur Komposit Polyester Serat Tapis Kelapa Orientasi Acak dengan Variasi Waktu Perlakuan NaOH, 2007.


(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dapat dilihat dengan terperinci pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Waktu Lokasi dan Aktifitas Penelitian

No. Waktu Kegiatan Lokasi Penelitian

1. Maret Pengolahan Serat Lab. Foundry

T.Mesin USU

2. April Pembuatan Spesimen Lab. Foundry

T.Mesin USU

3. Mei Pengujian kekerasan Lab. Material

T.Mesin UNIMED

4. Mei Pengujian Tarik Lab. T.Kimia USU

5 Juni Pengolahan data uji

kekerasan dan tarik

Lab. Metalurgi T.Mesin USU

Waktu penelitian direncanakan selama enam bulan dimulai pada bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016.

3.2 Metode pembuatan spesimen 3.2.1 Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan spesimen adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Alat dan bahan inidigunakan mulai dari proses pembuatan serat sampai pada proses pembuatan spesimen uji. Bahan yang digunakan pada pembuatan spesimen dapat dengan mudah ditemukan di pasaran


(12)

dengan harga yang relatif murah. Untuk bahan baku serat sabut kelapa diperoleh sisa-sisa pengunaan kelapa dari pasar.

Tabel 3.2 Peralatan Dan Bahan Yang Digunakan

No. Nama Alat Jenis Jumlah Satuan Keterangan

1. Besi Pengaduk Besi 1 Buah

2. Cetakan 2 Buah

3 Plat Besi 2 Buah

4 Ragum/Penjepit 2 Buah

5. Timbangan digital 1 Unit

6. Spatula/Sendok plastik

1 Unit

7. Cawan tuang Kup

plasitk

20 Buah

8. Sarung Tangan Karet

20 Pasang

9 10

Mesin Penghalus Wax

1 1

Unit Kaleng

Bahan

1. Serat Sabut Kelapa - Gr


(13)

157 EX

4. Katalis - Gr

5 NaOH - Ml

6 Air Bersih - Ml

3.2.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan selama proses pembuatan spesimen adalah sebagai berikut :

1. Besi pengaduk

alat pengaduk ini terbuat dari bahan besi karbon dan berfungsi untuk mengaduk campuran .

2. Cetakan

Pengujian Tarik mengikuti standar ASTM E8 M-09.Cetakan ini berfungsi untuk membentuk spesimen.Cetakan dapat dilihat pada gambar 3.2.


(14)

3. Plat besi

Plat besi berfungi sebagi alas dan tutup cetakan yang sudah dituangkan campuran spesimen.

4. Ragum/Penjepit

Ragum/penjepit berfungsi untuk menjepit spesimen yang sudah dituang kedalam cetakan.Ragum/penjepit dapat dilihat pada gambar 3.4.

5. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untuk menghitung berat bahan penyusun yang akan digunakan sebagai campuran pembuat serat sabut kelapa. Kapasitas Timbangan yang digunakan 500gr.

6. Spatula/sendok plastik

Spatula/sendok plastik berfungsi sebagai alat bantu untuk menuang campuran serat kelapa kedalam cetakan. Gambar spatula/sendok plastik dapat dilihat pada gambar 3.6

7. Cawan tuang

Cawan tuang berfungsi sebagai tempat pengadukan material uji sebelum dituang kedalam cetakan.Cawan ini terbuat dari plastik dan bernilai ekonomis tinggi.Setelah digunakan untuk membuat spesimen, cawan tidak digunakan lagi demi menghindari terjadinya reaksi campuran spesimen lama dengan spesimen baru.Gambar cawan tuang dapat dilihat pada gambar 3.7.

8. Sarung tangan karet

Sarung tangan karet berfungsi sebagai pelindung tangan.Sarung tangan karet yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.8.


(15)

Mesin penghalus serat digunakan untuk menghaluskan serat TKKS yang masih berukuran besar menjadi berukuran kecil, yaitu diantara 1 – 5 mm. Gambar mesin penghalus serat dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.2 Mesin Penghalus

Spesifikasi mesin penghalus serat dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Spesifikasi Mesin Penghalus

No. Spesifikasi Satuan Besaran

1. Alat Pengaduk Induksi

2. Daya Keluaran HP/kW 1/0,75

3 Frekuensi Hz 50

4 Voltage V 220


(16)

6. Putaran Mesin Rpm 1450

7. Suhu Operasi ℃ 60

10. Wax

Wax berfungsi sebagai bahan pelapis antara cetakan dengan campuran dari bahan – bahan pembuatan komposit dimana juga untuk mempermudah mengeluarkan spesimen uji dari cetakan.

3.2.1.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan spesimen material komposit adalah sebagai berikut:

1. Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku Sabut kelapa, kulit kelapa yang terdiri dari serat yang terdapat diantara kulit dalam yang keras (batok), tersusun kira-kira 35 % dari berat total buah kelapa yang dewasa. Untuk varitas kelapa yang berbeda tentunya presentase di atas akan berbeda pula.


(17)

Gambar 3.3 Sabut Kelapa 2. Polyester Resin Tak Jenuh

Resin yang digunakandalampenelitianinimenggunakanUnsatured Polyester Resin BQTN 157-EX ataupoliester resin takjenuh. sepertidiperlihatkanpadagambar 3.12.

Gambar 3.4Unsaturated Polyester BQTN-157.

3. Katalis

Katalis merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Jenis katalis yang digunakan adalah metil etil keton peroksida (MEKP).Katalis ini biasanya digunakan dengan persentase yang sangat sedikit dibandingkan dengan berat total komposisi yang akan dicampurkan dengan bahan lain.


(18)

Gambar 3.5 Katalis MEKP

4. NaOH

Serat yang dibutuhkandalampembuatanspesimeniniadalahserat TKKS.Sebelumterjadipencampurandenganbahan yang lain, seratiniharusdirendamdenganNaOH,

dikeringkandandihaluskanuntukmendapatkanhasil yang terbaik. Sebagaimanadalamreaksikimia: Fibre - OH + NaOHFibre – O - Na +

H2O. Serat yang direndamdalamlarutan 5%

dengannatriumhidroksidaselama 48 jam.Seratdisapudenganbeberapasetetesasamasetatuntukmenetralkan alkali

residu.Serattersebutdicucidengan air bersih dandikeringkan


(19)

3.3 Proses Pembuatan Serat Sabut Kelapa

Proses persiapan serat sabut kelapa dikerjakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pembersihan serat sabut kelapa dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran besar yang menempel, seperti pasir, tanah, dll. 2. serat sabut kelapa direndam dalam larutan NaOH 1M 1% selama lebih

kurang satu hari untuk mengikat asam lemak yang masih tersisa pada permukaannya.

3. serat sabut kelapa dicuci dengan air bersih dan dicacah menjadi bagian-bagian kecil dengan ukuran 10 – 20 cm.

4. serat sabut kelapa dikeringkan selama lebih kurang satu hari pada suhu 50 s.d. 70℃. Tujuan proses ini ialah untuk menurunkan kadar air yang terkandung, sehingga kondisi serat sabut kelapa cukup kering untuk diolah menjadi serat.

5. Pemotongan serat sabut kelapa menjadi ukuran kecil dengan menggunakan mesin penghalus serat

3.4 Proses pembuatan spesimen

1. PenimbanganKomposisiBahanPembentukSpesimen

Sebelum menuju kearah pembuata spesimen, bahan baku ditimbang terlebih dahuluuntuk mendapatkan komposisi yang diinginkan. Dalam hal ini, penulis menggunakan 100 gram polimer, yaitu campuran resin poliester, serat Eichornia crassipes dan katalis. Alat yang digunakan adalah neraca analitik .

Komposisi formula tersebut adalah :

1. 0 % serat sabut kelapa + 100% Polyester Resin BQTN 157 2. 10 % serat sabut kelapa + 90% Polyester Resin BQTN 157


(20)

3. 20 % serat sabut kelapa + 80% Polyester Resin BQTN 157 4. 30 % serat sabut kelapa + 70% Polyester Resin BQTN 157

Gambar 3.7 Penimbangan Serat

2. Proses Pembuatan Cetakan

Pemberianlapisanpemisah( Pelumas Wax ) padacetakan. Oleskanlapisanpemisahpadabagiandalamcetakan agar tidakterjadiikatan yang kuatataulengketantarapermukaancetakandanproduk yang dibentuk. Hal inibertujuanuntukmempermudah proses pembongkaran.

3. Proses pencampuran polyester resin takjenuhdenganSerat

Campurkanterlebihdahulu polyester resin danseratsabut kelapa kemudianadukhinggamerata. Proses pencampuran antara Polyester resin dengan serat sabut kelapa diaduk selama ± 20 menit mengunakan bor yang sudah di modifikasi menjadi alat mixer.

4. Pencapuran Katalis

Campurankan katalis kedalam campuran polyester resi dan serat sabut kelapa.Campuran polyester resin dengan serat sabut kelapa yang sudah


(21)

dicampur dengan katalis diaduk kembali agar katalis tercampur secara merata di dalam campuran.

5. Penuangan ke dalam cetakan

Polyester resin dan serat sabut kelapa yang sudah dicampur kemudian dituang kedalam cetakan kemudian diberi press mengunakan ragum/penjepit sampai campuran serat sabut kelapa mengeras.

Gambar 3.8 Spesimen Sebelum Pengujian

3.5 Proses Pengujian

3.5.1 PengujianKekerasan (Hardness Test)

Percobaan uji kekerasan (Hardness Test) yang akan dilakukan adalah percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dan itu meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers. Ketiga cara tersebut diatas berdasarkan pada cara penekanannya (indentation) suatu benda yang tidak terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasannya,


(22)

sehingga terjadi suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian kekerasannya. Penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat tetap. Logam yang diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil.

Alat yang dipergunakan untuk melakukan uji kekerasan suatu logam yang dilakukandenganmenggunakanujikekerasan Rockwell digunakanalat yang bernama Rockwell Hardness Test.

Gambar 3.9 Alat Uji Rockwell Hardness

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Rockwell :

1. Spesimen dibersihkan permukaannya

2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.

3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik dikunci.

4. Tekan tombol Start pada mesin hingga skala pada panel menunjukkan angka 15 kg kemudian ditahan selama 15 detik.

5. Setelah 15 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi semula (0 kg).

6. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan RHN.


(23)

7. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 3 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya.

Gambar 3.10 Proses Pengujian Kekerasan Pada Spesimen

3.5.2 Pengujian Tarik (Tensile test)

Padapenelitianinimesinujitarik yang digunakanadalahGotech testing machine AI-7000 LA30.Mesininibekerjasecarakomputerisasisehingga data yang dimasukkandanhasilpengujiannyadapatdibacapada monitor komputer.

Gambar 3.11MesinUjiTarikGotech KeteranganGambar:

1. Pencekamatas 2. Pencekambawah


(24)

4. Komputer

SpesifikasimesinujitarikGotech testing machine model AI-7000 LA30:

• Kapasitas : 20kN

Stroke (termasukgrips) : 1100 mm

• Kecepatantarik : 0,0001-1000������

• Unit : kgf, lbf, N, kN, kPa, Mpa

• Motor : AC Servo Motor

Berikutiniadalahprosedurpercobaan yang dilakukanpadapengujiantarikdenganmenggunakanmesinujitarikGotech testing

machine model AI-7000 LA30:

1. SpesimendibentuksesuaiukuranmenurutstandarASTM.

2. Power dihidupkan (tombolmerah) di putarsearahjarum jam hinggalampuindikatormenyala.

3. Sampel yang telahdibentuksesuaistandartdiberikantandabatasanpada grip sebelumdimasukkanke unit penjepit

4. Setelahmasukke unit penjepit, input data ukuranspesimenke program komputer (U60) dandilakukanpengujian.

5. Setelahsampelputus, segeramengambilsampeltersebutdari unit penjepit, klik OK pada program.

6. Untuksampelselanjutnya, ulangiprosedurnomor 4.

3.6 Kerangka Kegiatan

Kegiatan penelitian dimulai dengan mempelajari segala literatur yang berkaitan dengan kompositseperti mengenai, komposit, polimer, dan proses pembuatan komposit.Selanjutnya kegitan penelitian dilanjutkan dengan persiapan serat sabut kelapa siap dipakai. Selanjutnya kegiatan penelitian mempersiapkan segala alat dan bahan yang diperlukan selama penelitian. Kegiatan penelitian berlanjut dengan proses pembuatan komposit. Setelah proses pembuatan komposit mendapatkan hasil yang baik, maka dilanjutkan dengan pengujian spesimen. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian keras dan tarik. Dari hasil pengujian diperoleh data hasil pengujian yang kemudian akan dianalisa dan dibahas


(25)

sehingga diperoleh hasil yang menjawab tujuan dari penelitian. Kemudian dapat disimpulkan hal-hal dari penelitian.

Gambar 3.12 Diagram alirpenelitian Mulai

Studi literatur

Mempersiapkan serat sabut kelapa

Alat dan Bahan

Pembuatan Spesimen

Pengujian Tarik dan kekerasan

Hasil dan Pembahasan


(26)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis dari material komposit yang divariasikan dengan komposisi serat sabut kelapa dengan matriks resin dengan jenis BQTN 157. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik (tensile strenght), pengujian kekerasan (hardness). Dan pada bab IV ini akan di bahas hasil dari pengujian yang di lakukan

4.2 Hasil Pengujian

Hasil pengujian pada penelitian ini meliputi hasil pengujian dari sifat mekanisnya seperti pengujian tarik, dan pengujian kekerasan.

4.2.1 Hasil Uji Tarik

Berikut ini adalah hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk tegangan, regangan dan modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik:

Tegangan (σ)

Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (P) dibagi dengan luas penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:

σ =

……….. (1) Dimana : σ = Tegangan (N/mm2)

A = Luas penampang (mm2)

P = Beban pada Maksimal (N) Regangan (

ε

)

Regangan pada uji tarik merupakan perpanjangan (ΔL) dibagi dengan


(27)

perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:

ε

=

∆�

��

×100%……….. (2)

Dimana:

ε

= Regangan (%)

ΔL = Perpanjangan (mm)

Lf = Panjang Akhir (mm)

L0 = Panjang Awal (mm)

Modulus elastis (E)

Modulus elastisitas pada uji tarik merupakan tegangan (σ) dibagi dengan regangan (ε) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:

E=

σ

ε……….. (3)

Dimana: E = Modulus Elastisitas (N/mm2) σ = Tegangan (N/mm2)

ε = Regangan (%)

Tabel 4.1 Data hasil uji tarik/mulur spesimen

%

Serat Sampel Tebal (mm) Lebar (mm) Luas(Ao) (mm²) Gaya pada saat putus (kg.f) Panjang spesimen (L0) (mm) Pertambahan panjang (ΔL) (mm) 0 %

A1 7 12 84 146,948 83 3,33562


(28)

A3 6,61 12 79,32 161,586 85 3,57132

10 %

B1 6,75 12 81 116,713 86 4,38815

B2 6,84 13 88,92 106,009 85 3,63945

B3 7,57 12 90,84 102,474 85 3,71873

20 %

C1 6,43 13 83,59 44,361 85 4,38608

C2 6,5 13 84,5 87,401 85 4,05658

C3 6,02 12 72,24 73,597 90 4,35928

30 %

D1 6,12 13 79,56 10,572 87 3,94791

D2 6,38 13 82,94 12,287 87 4,66591

D3 6,24 13 81,12 10,24 85 7,34755

Dari hasil pengujian tabel 4.1 diperoleh beban tarik maksimum pada campuran serat 0% dengan resin 100% sebesar 161,586 kgf, sedangkan beban tarik minimum pada campuran serat 30% dengan resin 70% sebesar 9,24 kgf.

Perhitungan

Berdasarkan tabel di atas, maka kekuatan tarik, kemuluran dan modulus elastis spesimen dapat dicari berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

1kgf=9,807N.

Luas penampang awal (Ao) 0% serat : 100% Resin ( Sampel A1 ) adalah : Ao = 7mm x 12mm

= 84mm²

Fmaks = 146,948 x 9,807N = 1441,119036N


(29)

Maka kekuatan tarik maks σ(stress) spesimen adalah :

σmaks = �����

��

=

1441 ,119036

84

= 17,156179Mpa

Regangan ε merupakan perbandingan antara pertmabhan panjang dengan panjang mula-mula Lo dimana panjang mula-mula spesimen 83mm dan pertambahan panjang spesimen 3,33562mm maka di peroleh :

ε = ΔL

���100% = 3,33562

83 � 100% = 4,0188%

Modulus elastis (E) merupakan konstanta dari perbandingan lurus antara tegangan dan regangan. Besarnya modulus ini sama dengan angka kemiringan dari kurva tegangan – regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat ke titik 0.

E=σmaks

ε =

17,156179

0,04188 = 426,89805

Untuk spesimen selanjutnya dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang sama seperti di atas, dan hasilnya terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Hitungan/Olah Data

% W Serat

Sampel Kekuatan

Tarik (Mpa) Elongasi (%) Modulus Elastisitas (Mpa) 0%

A1 17,15617 4,1088 426,89805

A2 18,02065 4,1825 430,9085

A3 19,97823 4,2015 475,49687


(30)

Dari hasil perhitungan uji tarik yang telah dilakukan, maka diperoleh 4 sampel yang memiliki kondisi optimum, yaitu :

1. Sampel A3 dengankomposisi 0% serat : 100% Resin 2. Sampel B1 dengankomposisi 10% serat : 90% Resin 3. Sampel C2 dengankomposisi 20% serat : 80% Resin 4. Sampel D2 dengankomposisi 30% serat :70% resin

Berikut adalah kurva stress vs strain dari spesimen pada kondisi optimum: 1. Sampel A3 dengan komposisi 0% serat : 100% Resin

10% B2 11,69174 4,2817 273,06303

B3 11,06299 4,374 252,92615

20%

C1 5,20454 5,61 100,8631

C2 10,14368 4,772 210,7414

C3 9,99122 4,843 206,3022

30%

D1 1,30316 4,537 28,72294

D2 1,45284 5,363 27,09006


(31)

Gambar 4.1 Kurva stress vs strainsampel A3 dengan komposisi 0%serat : 100% resin.

Penjelasan Gambar :

Gambar merupakan gambar dari kurva hasil pengujian tarik kondisi optimum pada komposisi 0%serat : 100% resinsampel A3 yang sudah dilakukanpengujian. Dimulai dari titik nol yang merupakan awal dari penarikan spesimen, pergerakan garis menuju keatas menunjukkan kenaikan tarik yang diberikan pada spesimen hingga putus, sedangkan pergerakan garis menuju kekanan menunjukkan kenaikan nilai regangan.garis bergerak perlahan dari titik nol menuju titik kekuatan tarik maksimal. Sampai dititik maksimalyang merupakan titik puncak dan diketahui sebesar 19,97823MPayang kemudian garis pada kurva turun secara vertikal kebawah yang artinya spesimen yang diuji putus dengan regangan sebesar 4,2015%.


(32)

Gambar 4.2 Kurva stress vs strain sampel B1 dengan komposisi 10%serat :90% resin.

Penjelasan Gambar :

Gambar merupakan gambar dari kurva hasil pengujian tarik kondisi optimum pada komposisi 10%serat : 90% resinsampel B1 yang sudah dilakukanpengujian. Dimulai dari titik nol yang merupakan awal dari penarikan spesimen, pergerakan garis menuju keatas menunjukkan kenaikan tarik yang diberikan pada spesimen hingga putus, sedangkan pergerakan garis menuju kekanan menunjukkan kenaikan nilai regangan.garis bergerak perlahan dari titik nol menuju titik kekuatan tarik maksimal. Sampai dititik maksimalyang merupakan titik puncak dan diketahui sebesar 14,13091MPayang kemudian garis pada kurva turun secara vertikal kebawah yang artinya spesimen yang diuji putus dengan regangan sebesar 5,1025%.


(33)

3. Sampel C2 dengan komposisi 20% serat : 80% Resin

Gambar 4.3 Kurva stress vs strainsampel C2 dengan komposisi 20%serat : 80% resin.

Penjelasan Gambar :

Gambar merupakan gambar dari kurva hasil pengujian tarik kondisi optimum pada komposisi 20%serat : 80% resinsampel C2 yang sudah dilakukanpengujian. Dimulai dari titik nol yang merupakan awal dari penarikan spesimen, pergerakan garis menuju keatas menunjukkan kenaikan tarik yang diberikan pada spesimen hingga putus, sedangkan pergerakan garis menuju kekanan menunjukkan kenaikan nilai regangan.garis bergerak perlahan dari titik nol menuju titik kekuatan tarik maksimal.Sampai dititik maksimalyang merupakan titik puncak dan diketahui sebesar 10,14368MPayang kemudian garis pada kurva turun secara vertikal kebawah yang artinya spesimen yang diuji putus dengan regangan sebesar 4,772%.


(34)

4. Sampel D2 dengan komposisi 30% serat :70% resin

Gambar 4.4 Kurva stress vs strain sampel D2 dengan komposisi 30%serat :70% resin.

Penjelasan Gambar :

Gambar merupakan gambar dari kurva hasil pengujian tarik kondisi optimum pada komposisi 30%serat : 70% resinsampel D2 yang sudah dilakukanpengujian. Dimulai dari titik nol yang merupakan awal dari penarikan spesimen, pergerakan garis menuju keatas menunjukkan kenaikan tarik yang diberikan pada spesimen hingga putus, sedangkan pergerakan garis menuju kekanan menunjukkan kenaikan nilai regangan.garis bergerak perlahan dari titik nol menuju titik kekuatan tarik maksimal.Sampai dititik maksimalyang merupakan titik puncak dan diketahui sebesar 1,45284MPayang kemudian garis pada kurva turun secara vertikal kebawah yang artinya spesimen yang diuji putus dengan regangan sebesar 5,363%.

4.2.2 Hasil Uji Kekerasan

Kekerasan merupakan ukuran ketahanan beban terhadap deformasi tekan.Sebuahindentor yang keras di tekankan kepermukaan spesimen yang di uji.


(35)

Depormasi yang terjadi merupakan kombinasi perilaku elastis dan plastis, akan tetapi kekerasan umumnya hanya berkaitan dengan sifat plastis dan hanya sebagian kecil bergantung pada sifat elastis. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan agar dapat di ketahui pengaruh pencampuran serat serat sabut kelapa terhadap Polyester Resin BQTN 157

Penghitungan nilai kekerasan dari benda uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Rockwell dengan nilai RHN(Rockwell Hardness Number) disesuaikan dengan tabel kekerasan.

Tabel nilai RHN material komposit dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 tabel nilai RHN

Spesimen Sampel Rockwell Hardness Number (RHN)

Nilai Rata-rata

Spesimen A (100% resin) A1 A2 A3 78,77 77,51 76,61 77,63

Spesimen B (90% resin) B1 B2 B3 13,65 11,94 13,44 13,01

Spesimen C (80% resin) C1 C2 C3 10,97 10,53 10,93 10,81

Spesimen D (70% resin)

D1 D2

9,03


(36)

D3 9,77

Pada tabel 4.3 diperoleh nilai hasil uji kekerasan maksimum pada spesimen A (100% resin) nilai RHN 78,77 sedangkan nilai hasil uji tarik minimum pada spesimen D (70% resin) nilai RHN 8,36.

Grafik nilai RHN rata-rata material komposit dengan persen serat pembentuk material komposit dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.5 grafik nilai RHN

4.3 DISKUSI HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian didapat 2 jenis material yang berbeda, yaitu material resin murni dan material komposit serat sabut kelapa.

5.1 Spesimen Material Resin Murni 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90

100% 90% 80% 70%

Jumlah persen serat

Nilai RHN rata-rata


(37)

Material resin murni yang dimaksud pada penelitian ini adalah spesimen A, dimana bahan penyusunya hanya campuran polyester resin dan katalis. Secara fisis resin murni ini keras dan trasnparan plastis.

Gambar 5.1 Spesimen resin murni sebelum pengujian

Gambar 5.2 Spesimen resin murni setelah pengujian

Pada pengujian tarik dan dapat gaya paling maksimal pada spesimen resin murni ini. Dan pada pengujian kekerasan spesimen resin murni memiliki angka kekerasan yang sangat jauh dibandingkan dengan spesimen yang dicampur serat sabut kelapa.

5.2 Spesimen Material Komposit Serat Sabut Kelapa

Material komposit serat sabut kelapa yang dimaksud pada penelitian ini adalah spesimen B,C dan D dimana bahan penyusun dari material ini terdiri dari campuran Polyester resin yang dicampurkan katalis dengan serat sabut kelapa.


(38)

Spesimen komposit serat sabut kelapa tidak transparan seperti spesimen resin murni.

(1) (2) (3)

Gambar 5.2 (1) Spesimen B bahan penyusun 10% serat:90% resin, (2) Spesimen C bahan penyusun 20%serat:80% resin, (3) Spesimen D bahan

penyusun 30%serat:70% resin

Pada spesimen campuran serat sabut kelapa didapat sifat yang berbeda dengan spesimen resin murni. Adapun spesimen yang sifat kekuatan dan regangan paling baik dapat kita lihat pada Tabel 4.2 Hasil Hitungan/Olah Data dimana nilai kekuatan tarik paling baik terdapat pada spesimen B sebesar 14,13091 Mpa dan regangan paling baik pada spesimen C sebesar 8,086%.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian, pengujian dan analisis terhadap spesimen campuran Serat Sabut Kelapa, maka dapat disimpulkan:

1. Dihasilkan spesimen baru antara campuran Polyster Resin dan serat sabut kelapa

2. Penambahan serat sabut kelapa (fraksi berat) menurunkan kekuatan tarik dan kekerasan komposit serat sabut kelapa.

3. Dari hasil perhitungan uji tarik pencampuranPolyester Resindan Serat sabut kelapadiperoleh 4 sampel yang memiliki kondisi optimal, yaitu sampel A3, sampel B1, sampel C2 dan sampel D2

4. Dari hasil kekuatan tarik didapat variabel komposisi paling baik pada spesimen B1 (10% serat) yaitu 14,13091 Mpa. Regangan yang paling baik pada spesimen D3 (30% serat) yaitu 8,086%

5. Dari hasil perhitungan uji kekerasan campuranPolyester Resindan Serat sabut kelapa, diperoleh 4 nilai rata-rata sampel: sampel A 77,63 sampel B 13,01 sampel C 10,81 sampel D 9,053

6. Sifat mekanik pada material komposit menggunakan pengisi serat sabut kelapa dan polyester resin menghasilkan nilai optimum kekuatan tarik sebesar 14,13091 Mpa pada komposisi 10% serat : 90% resin, dan nilai RHN(Rockwell Hardness Number) sebesar 13,01 pada komposisi 10% serat : 90% resin.

5.2. Saran

1. Pada waktu melakukan cetak spesimen komposit sering terjadi void, hal ini mengakibatkan menurunnya kekuatan komposit tersebut. Dengan


(40)

demikian maka diusahakan semaksimal mungkin jangan terjadi adanya void.

2. Untuk meningkatkan interaksi antara polyester resin dengan serat sabut kelapa, perlu penambahan senyawa pengikat agar karakteristik bahan campuran yang dihasilkan dapat lebih meningkat

3. Perlu adanya variasi baru guna menjawab tantangan masa depan untuk memanfaatkan limbah industri, sehingga mengurangi pencemaran lingkungan dan menaikan harga jual dari limbah serat sabut kelapa.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Umum Tanaman Kelapa Hibrida

Kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu anggota tanaman palma yang paling dikenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Tinggi pohon kelapa dapat mencapai 10 - 14 meter lebih, daunnya berpelepah dengan panjang dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian.Tanaman ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir.Tanaman ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera Hindia di sisi Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika dunia.

Gambar 2.1 Pokok Kelapa Hibrida

Kelapa Hibrida yang merupakan persilangan antara kelapa dalam dan kelapa genjah. Dalam hal berbisnis Kelapa Hibrida merupakan jenis kelapa yang


(42)

tepat untuk mendapatkan pemanenan buah kelapa yang jauh lebih banyak dan berkualitas. Dengan buahnya yang lebat, Kelapa Hibrida ini ternyata mampu untuk menghasilkan buah setelah 4-5 tahun setelah masa tanam. serta pohonnya yang tidak terlalu tinggi menjadi kelebihan jenis kelapa hibrida ini, dengan pohon yang rendah tentunya lebih memperkecil resiko dan mempermudah dari pemanenan buah kelapa ini.

Bibit Kelapa Hibrida yang masih kecil rentan terhadap hama penyakit. Diantaranya yaitu Cendana Phytophthora yang dapat menyebabkan busuk tanaman.Namun hama tersebut bisa kita kendalikan dengan fungisida Alliete yang di injeksikan melalui akar. Perawatan bibit kelapa hibrida ini meliputi Penyiraman, pemupukan dan pengendalian gulma tanaman. pemupukan kelapa hibrida ini, idealnya di lakukan dua kali dalam setahun. Pemupukan sebaiknya di lakukan pada awal dan akhir musim hujan. Jika pemeliharaan dan perawatan

tanaman kelapa hibrida baik, tentunya juga hasilnya akan membuat anda puas.

Berikut merupakan beberapa keunggulan yang di miliki oleh pohon kelapa hibrida :

1. Lebih cepat berbuah, dalam jangka waktu 3-4 tahun sudah dapat dipanen buahnya.

2. Produktivitas sekitar 140 butir/ pohon/ tahun

3. Produksi kopra tinggi sekitar 6-7 ton per Hektar setiap tahunnya pada umur tanaman 10 tahun.

4. Daging tebal, keras dan kandungan minyaknya tinggi.

5. Produktivitas tandan buah, sekitar 12 tandan dan berisi sekitar 10-20 butir buah kelapa. sedangkan daging buah mempunyai ketebalan sekitar 1,5 c

2.2Komposit

2.2.1 Defenisi Komposit

Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih yang tetap terpisah dan menghasilkan sebuah material baru yang memiliki sifat-sifat berbeda dengan material penyusunnya. Komposit berasal dalam kata kerja


(43)

to compose” yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang di gabung secara makroskopis. Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal di mana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja sama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya.

+

Gambar 2.2Fasa-fasa pembentuk komposit

Keterangan gambar :

1. Matriks berfungsi sebagai penyokong, pengikat fasa, pelindung permukaan filler, dan media transfer tegangan.

2. Penguat/ serat merupakan unsur penguat kepada matriks.

3. Komposit merupakan gabungan dua atau lebih bahan yang terpisah.

2.2.2 Klasifikasi Material Komposit

Sesuai dengan definisinya, maka bahan material komposit terdiri dari unsur-unsur penyusun.Komponen ini dapat berupa unsur organik, anorganik ataupun metalik dalam bentuk serat, serpihan, partikel dan lapisan.


(44)

Gambar 2.3 Komposit Dengan Unsur-Unsur Penyusun Yang Berbeda-Beda (Gibson, 1994).

Jika ditinjau dari unsur pokok penyusun suatu bahan komposit, maka komposit dapat dibedakan atas beberapa bagian antara lain :

a. Komposit Serat (Fibrous Composites Material)

Komposit serat, yaitu komposit yang terdiri dari serat dan matriks (bahan dasar) yang diproduksi secara fabrikasi, misalnya serat ditambahkan resin sebagai bahan perekat.

Gambar 2.4 Komposit Serat (Gibson, 1994)

Komposit serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber).Fiber yang digunakan bisa berupa glass fiber, carbon fibers, armid fibers (poly 17

aramide), dan sebagainya.Fiber ini bisa disusun secara acak (chopped strand mat) maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang


(45)

lebih kompleks seperti anyaman. Berdasarkan penempatannya terdapat bebarapa jenis serat pada komposit, yaitu :

1. Continous Fibre Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya.Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.

Gambar 2.5 Continous Fiber Composite (Gibson, 1994)

2. Woven Fibre Composite (Bi-Rectional)

Komposit jenis ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan.Susunan seratnya memanjang yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.

3. Discountinous Fibre Composite

Discontinous fibre composite adalah tipe serat pendek. Komposit yang diperkuat oleh serat pendek pada umumya menggunakan resin sebagai matriksnya. Dalam pembuatan komposit serat pendek ini dipotong-potong pendek 20-100 mm panjangnya.

4. Hybrid fiber composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak.Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.


(46)

Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik sifat sendiri.

Gambar 2.6Laminated Composites (Gibson, 1994)

Komposit yang terdiri dari lapisan serat dan matriks, yaitu lapisan yang diperkuat oleh resin sebagai contoh plywood, laminate glass yang sering digunakan bahan bangunan dan kelengkapannya. Pada umumnya manipulasi makroskopis yang dilakukan terhadap ketahanan korosi, kuat dan tahan terhadap temperatur.Komposit ini terdiri dari bermacam-macam lapisan material dalam satu matriks. Bentuk nyata dari komposit lamina adalah :

1) Bimetal

Adalah lapis dari dua buah logam yang mempunyai koefisien ekspansi termal yang berbeda. Bimetal akan melangkung dengan seiring berubahnya suhu sesuai dengan perancangan, sehingga jenis ini sangat cocok dengan alat ukur suhu.

2) Pelapisan Logam

Adalah pelapisan yang dilakukan antara logam yang satu dengan yang lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan sifat terbaik dari keduanya.

3) Kaca Yang Dilapisi

Konsep ini sama dengan pelapisan logam, kaca yang dilapisi akan lebih tahan terhadap cuaca.

4) Komposit Lapis Serat

Dalam hal ini lapisan dibentuk dari komposit serat dan disusun dalam berbagai orientasi serat.Komposit jemis ini biasa dipakai pada panel sayap pesawat dan badan pesawat.


(47)

c. Komposit Partikel (Particulate Composites Materials)

Merupakan jenis komposit yang menggunakan pertikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya. Komposit ini biasanya mempunyai bahan penguat yang dimensinya kurang lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serat bentuk-bentuk lainnya yang memiliki sumbu hampir sama yang disebut partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih material yang dibenamkan dalam suatu matriks dengan material yang berbeda. Partikelnya bisa logam atau non logam seperti halnya matriks.Selain itu adapula polimer yang mengandung partikel yang hanya dimaksudkan untuk memperbesar volume material dan bukan untuk kepentingan sebagai bahan penguat.

Gambar 2.7 Komposit Partikel (Gibson, 1994)

Pada umumnya komposit dibagi dalam tiga kelompok adalah :

1. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix composite – PMC) bahan ini merupakan bahan komposit yang sering digunakan yang biasa disebut dengan Polimer Berpenguat Serat (FRP – Fiber Reinforced Polymers or Plastis), bahan ini menggunakan suatu polimer berdasar resin sebagai matriknya, seperti kaca, karbon dan aramid (Kevlar) yang digunakan sebagai penguatnya.

2. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composite – MMC) ditemukan berkembang pada industri otomotif, bahan ini menggunakan suatu logam seperti alumnium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida.

3. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composite – CMC) digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, bahan ini


(48)

menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut (Whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida.

Gambar 2.8 diagram komposit berdasarkan bahan penyusunnya

d. Flake Composite (Komposit serpihan)

terdiri atas serpihan - serpihan yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan ke dalam matriks. Pengertian dari serpihan adalah partikel kecil yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang khusus dengan orientasi serat sejajar permukaannya.Sifat - sifat khusus yang dapat diperoleh dari serpihan adalah bentuknya besar dan datar sehingga dapat disusun dengan rapat untuk menghasilkan suatu bahan penguat yang tinggi untuk luas penampang lintang tertentu.Pada umumnya serpihan - serpihan saling tumpang tindih pada suatu komposit sehingga dapat membentuk lintasan fluida ataupun uap yang dapat mengurangi kerusakan mekanis karena penetrasi atau perembesan.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sifat-Sifat Mekanik Komposit

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa komposit, baik dari faktor serat penyusunnya, maupun faktor matriksnya, yaitu:


(49)

Serat panjang lebih kuat dibandingkan dengan serat pendek.Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit.Serat panjang (continous fibre) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek.Bentuk serat tidak mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Semakin kecil diameter serat, maka akan menghasilkan kekuatan komposit yang tinggi.

2. Faktor Matriks

Matriks sangat berpengaruh dalam mempengaruhi performa komposit. Tergantung dari matriks jenis apa yang dipakainya, dan untuk tujuan apa dalam pemakaian matriks tersebut.

3. Katalis

Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan (curring) pada bahan matriks suatu komposit. Penggunaan katalis yang berlebihan akan semakin mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akan menyebabkan bahan komposit yang dihasilkan semakin getas.

2.2.4 Keuntungan Komposit

Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan bahankonvensional seperti logam.Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihatdari beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanikal dan fisikal, biaya.Beberapa keuntungan komposit dibawah ini :

• Gabungan matriks dan serat dapat menghasilkan komposit yangmempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahankonvensional.

• Bahan komposit mempunyai density yang jauh lebih rendah dibanding dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasiyang penting dalam konteks penggunaannya karena kompositmempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi daribahan konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yangdihasilkan akan mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam.Pengurangan berat adalah satu aspek yang penting


(50)

dalam industripembuatan seperti automobile dan penerbangan. Ini karenaberhubungan dengan penghematan bahan bakar.

• Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi versatility(berdaya guna) yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifatyang menarik yang dapat dihasilkan dengan mengubah sesuai jenismatriks dan serat yang digunakan. Contoh dengan menggabungkanlebih dari satu serat dengan matriks untuk menghasilkan komposithibrid.

• Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam;kekakuan jenis (modulus Young/density) dan kekuatan jenisnyalebih tinggi dari logam.

• Dibanding dengan material konvensional keunggulan kompositantara lain yaitu memiliki kekuatan yang dapat diatur (tailorability),tahanan lelah (fatigue resistance) yang baik, tahan korosi, danmemiliki kekuatan jenis (rasio kekuatan terhadap berat jenis) yangtinggi.

• Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yangringan. Dengan memilih kombinasi material serat dan matriks yang tepat, kita dapat membuat suatu material komposit dengan sifat yang tepat sama dengan kebutuhan sifat untuk suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu pula

2.3 Matriks

Menurut Gibson (1994), bahwa matrik dalam strukturkomposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupunkeramik.Syarat pokok matrik yang digunakan dalam kompositadalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehinga seratharus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara seratdan matrik. Umumnya matrik dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi (Triyono & Diharjo, 2000).Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harusmampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekatpada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinyatidak ada reaksi yang mengganggu. Menurut Diharjo (1999)pada bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitusebagai berikut :


(51)

• Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.

• Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat.

• Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical insulation

Menurut Diharjo (1999), bahan matrik yang sering digunakan dalam komposit antara lain :

a. Polimer.

Polimer merupakan bahan matrik yang paling seringdigunakan. Adapun jenis polimer yaitu:

• Thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah karena panas (tidak bisa di daur ulang). Misalnya :epoxy, polyester, phenotic.

• Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus menerus dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan bisa berubah karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya :Polyamid, nylon, polysurface, polyether.

b. Keramik.

Pembuatan komposit dengan bahan keramik yaitu Keramik dituangkan pada serat yang telah diatur orientasinya dan keramik merupakan matrik yang tahan pada temperatur tinggi.Misalnya :SiC dan SiN yang sampai tahan pada temperatur 1650 C.

c. Karet.

Karet adalah polimer bersistem cross linked yangmempunyai kondisi semi kristalin dibawah temperatur kamar.

d. Matrik logam

Matrik cair dialirkan kesekeliling sistem fiber, yang telahdiatur dengan perekatan difusi atau pemanasan.


(52)

e. Matrik karbon.

Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadikarbonisasi. Pemilihan matrik harus didasarkan pada kemampuan regangan saat patah yang lebih besar dibandingkan denganfiller. Selain itu juga perlunya diperhatikan berat jenis,viskositas, kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring, penyusutan dan voids.

Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena pada bagian tersebut fiber tidak didukung oleh matriks, sedangkan fiber selalu akan mentransfer tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi penyebab munculnya crack, sehingga komposit akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit terkait dengan void adalah berbanding terbalik yaitu semakin banyak void maka komposit semakin rapuh dan apabila sedikit void komposit semakin kuat.

Dalam pembuatan sebuah komposit, matriks berfungsi sebagai pengikat bahan penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan.Beberapa bahan matriks dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan sebagai keliatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah polimer termoset dengan jenis resin polyester.

Matriks polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi konstruksi ringan, selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik yang khas yaitu dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester dapat digunakanpada suhu kerja mencapai 79°C atau lebih tergantung partikel resin dan keperluannya (Schward, 1984). Keuntungan lain matriks polyester adalah mudah dikombinasikan dengan serat dan dapat digunakan untuk semua bentuk penguatan plastik


(53)

2.4 Serat

Serat atau fiber dalam bahan komposit berperansebagai bagian utamayang menahan beban, sehinggabesar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantungdari kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil bahan(diameter serat mendekati ukuran kristal) maka semakinkuat bahantersebut, karena minimnya cacat pada material(Triyono,& Diharjo k, 2000).Selain itu serat (fiber) juga merupakan unsur yangterpenting, karena seratlah nantinya yang akan menentukansifat mekanik komposit tersebut seperti kekakuan, keuletan,kekuatan dsb. Fungsi utama dari serat adalah:

• Sebagai pembawa beban. Dalam struktur komposit 70% - 90% beban dibawa oleh serat.

• Memberikan sifat kekakuan, kekuatan, stabilitas panas dan sifat-sifat lain dalam komposit.

• Memberikan insulasi kelistrikan (konduktivitas) pada komposit, tetapi ini tergantung dari serat yang digunakan.

2.5 Material komposit serat sabut kelapa

Material komposit serat sabut kelapa terdiri dari serat sabut kelapa yang sudah mendapat perlakuan alkali ( NaOH ) dan polyester resin tak jenuh. Sementara untuk mempercepat proses polymerisasi digunakan katalis jenis MEKP.

2.5.1Polyester Resin Tak Jenuh

Polyester resin tak jenuh merupakan polimer kondensat yang terbentukberdasarkan reaksi antara polyol yang merupakan organik gabungan dengan alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic, yang mengandung ikatanganda.Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol.Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah


(54)

asam phthalic dan asam maleic.Polyester resin tak jenuh adalah jenis polimer

thermoset yang memilikistruktur rantai karbon yang panjang. Matrik yang berjenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukan. (Schwarts, 1983).

Desain struktur dilakukan dengan cara pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Dalam desain struktur ini jenis matriks yang akan digunakan adalahPolyester resin tak jenuh diperkuat dengan serat sabut kelapa. Matriks initergolong jenis polimer thermoset yang memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak.Hal tersebut disebabkan oleh molekul yang dimiliki bahan dalam bentuk rantai molekul raksasa, atom-atom karbon yang saling mengikat satu dengan lainnya mengakibatkan struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan. (Agus Pramono, 2008).

Data karakteristik mekanik material polyester resin tak jenuh seperti terlihat pada tabel.

Tabel 2.1. Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh.

Sifat Mekanik Satuan Besaran

Berat jenis (ρ) kg/mm3 1,215.10-6

Modulus Elastisitas N/mm2 2941.8


(55)

Kekuatan Tarik (σT) N/mm2 54

Elongasi % 1,6

Sumber: PT. Justus Kimia Raya, 2007

Umumnya material ini digunakan dalam proses pembentukan dengan cara penuangan antara lain perbaikan body kenderaan bermotor, pengisi kayu dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat yang baik, dan dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda.Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan terhadap sinar Ultraviolet (UV), dan daya tahan yang baik terhadap serapan air. Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak kedalam bentuk komposit, dimana material-material penguat, seperti serat kaca, karbon dan lain-lain, akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut sementara ketika dalam keadaan tunggal material ini bersifat rapuh dan kaku. (Hull, 1992)

2.5.2 Katalis

Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar laju reaksi.Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen. Dengan kata lain, pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Katalis dapat bekerja dengan membentuk senyawa antara atau mengabsorpsi zat yang direaksikan.

Katalis dapat digunakan dalam pengaktifan reaksi yang akan mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktifasi. Jika energi pengaktifan reaksi tinggi, maka untuk temperatur normal, hanya akan terjadi sebagian kecil pertemuan molekul yang nantinya dapat menghasilkan reaksi. Katalis dapat


(56)

menurunkan energi pengaktifan dengan menghindari tahap penentu laju yang lambat dari reaksi yang tidak dapat di katalisa. Dengan menurunnya energi aktifasi maka pada temperatur yang sama didapatkan laju reaksi yang tidak dapat di katalisa. Fungsi utama dari katalis ini adalah menyediakan reaksi alternatif dalam suatu reaksi kimia.

Pada temperatur tetap, fungsi katalis dalam reaksi kimia adalah sebagai berikut:

1. Katalis dapat digunakan dalam pengaktifan reaksi yang akan mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktifasi

2. Katalis menyediakan reaksi alternatif dalam suatu reaksi kimia. 3. Katalis mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan reaksi. 4. Katalis mempercepat reaksi maju dan reaksi balik sama besar.

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivitas yang lebih rendah.Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

2.5.3 Perlakuan Alkali ( NaOH )

NaOH atau sering disebut alkali digunakan untuk menghilangkan kotoran atau lignin pada serat dengan sifat alami serat adalah Hyrophilic, yaitu suka terhadap air.berbeda dengan polimer yang hydrophilic. Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan serat alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hyrophilic serat dapat memberikan ikatan interfacial dengan matrik secara optimal (Bismarck dkk 2002).

NaOH merupakan larutan basa yang tergolong mudah larut dalam air dan termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Menurut teori


(57)

arrhenius basa adalah zat yang dalam air menghasilkan ion OH negatif dan ion positif. Larutan basa memiliki rasa pahit, dan jika mengenai tangan terasa licin (seperti sabun).Sifat licin terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa.Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukkkankebasaan adalah lakmus merah. Bila lakmus merahdimasukkan ke dalam larutan basa maka berubah menjadi biru

2.5.4 Serat sabut kelapa hibrida

Serat sabut kelapa adalah serat alami alternatif dalam pembuatan komposit, yang pemanfaatannya terus dikembangkan agar dihasilkan komposit yang lebih sempurna dikemudian hari.Serat kelapa ini mulai dilirik penggunannya karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dari banyaknya serat kelapa yang tidak dimanfaatkan, serta tidak membahayakan kesehatan.

Gambar 2.9 Serat Sabut Kelapa

Pengembangan serat kelapa sebagai material komposit ini sangat dimaklumi mengingat ketersediaan bahan baku di Indonesia cukup melimpah.


(58)

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) banyak terdapat di daerah beriklim tropis.Pohon kelapa diperkirakan dapat ditemukan di lebih dari 80 negara.Indonesia merupakan negara agraris yang menempati posisi ketiga setelah Pilipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Pohon ini merupakan tanaman yang sangat produktif, dimana dari daun hingga akarnya dapat diolah menjadi produk teknologi maupun bahan bangunan atau keperluan sehari-hari sehingga pohon kelapa dijuluki sebagai TheTree of Life (pohon kehidupan) dan A Heavenly Tree (pohon surga)

Sifat mekanis serat sabut kelapa sudah banyak dipublikasikan. Kondisi fisik permukaan dan penampang serat sabut kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 dimana penampang dari serat sabut kelapa tidak berbentuk bulat tapi berbentuk oval.

(a)


(59)

Gambar 2.10 Analisis SEM serat sabut kelapa (a) permukaan serat (b) penampang serat ( Bakri, 2009)

Sifat mekanis telah dievaluasi sebagai fungsi dari perlakuan diameter serat, dimensi panjang dan strain rate (Kulkurani, dkk ,1998). Kemudian, Silva dkk, 1999 telah menguji sifat mekanis dan termal dari serat kelapa yang dipengaruhi oleh perlakuan alkali.Tomczak dkk (2008) juga telah meneliti bahwa semakin besar diameter serat sabut kelapa, kekuatan dan modulus Young semakin kecil (turun). Lebih lanjut, sifat mikromekanik deformasi serat sabut kelapa dengan menggunakan Raman spectroscopytelah didapatkan oleh Bakri dkk,(2010). Bakri (2010) telah menentukan sifat mekanis serat sabut kelapa dengan meninjau dari dimensi panjang spesimen.Beberapa sifat mekanis serat alam yang dibandingkan dengan salah satu serat konvensional (serat gelas) yang biasa digunakan dalam material adalah seperti pada Tabel 1. Serat sabut kelapa memiliki kekuatan tarik dan modulus yang lebih rendah dibanding dengan serat lainnya, namun elongasinya yang paling tinggi mencapai 30%

Tabel 2.2 Sifat mekanis beberapa serat alam (Taj dkk, 2007)

Serat Densitas (g/cm3) Kekuatan Tarik (MPa) Elongasi (%) Modulus Elastis (MPa)

Rami - 400-938 3.6-3.8 61.4-128 Sisal 1.5 511 -635 2.0-2.5 9.4-22.0

Sabut Kelapa

1.2 175 30 4.0-6.0

Flax 1.5 345-1035 2.7-3.2 27.6 E-glass 2.5 2000-3500 2.5 70.0


(60)

2.6 Aplikasi komposit serat kelapa

Komposit serat alam telah diaplikasikan diberbagai bidang industri seperti automotif, alat-alat olahraga dan sebagainya. Produsen mobil Daimler-Bens telah memanfaatkan serat alam seperti flax, sisal, serat kelapa, kapas, dan hemp pada 10 tahun terakhir sebagai penguat bahan komposit untuk interior kendaraan Daimler Chrysler (dalam upholstery, panel pintu). Yuhazri dkk (2007) telah memanfaatkan serat sabut kelapa untuk memperkuat epoxi resin dalam membuat helm, namun belum dalam skala industri. Beberapa produk yang mungkin dapat dibuat dari komposit serat sabut kelapa menurut laporan dari Industrial Technology Institute, Colombo Sri Lanka dan the Delft University of Technology, Netherlands tahun 2003 adalah badan perahu nelayan, sandaran kursi, kursi stadion dan penutup bak sampah. Potensi produk ini dapat dikembangkan pula di Sulawesi Tengah mengingat daerah ini merupakan penghasil kelapa.

2.7 Teknik pembuatan material komposit

Pembuatan material komposit pada umumnya tidak melibatkan penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi.Hal ini disebabkan material ini mudah menjadi lembut atau melebur. Proses

Pencampuran ini dilakukan pada saat matriks dalam keadaan cair. Ada beberapa metode pembuatan material komposit diantaranya adalah:

1. Metode penuangan secara langsung 2. Metode pemampatan atau tekan 3. Metode pemberian tekanan dan panas

Pada metode penuangan secara langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan perlahan - lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan dari luar. metode ini cocok untuk jenis serat kontinyu,


(61)

pada metode pemampatan atau dengan menggunakan tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode ini umumnya berupa injeksi, mampatan atau semprotan.Material yang cocok untuk jenis ini adalah penguat partikel. Metode selanjutnya adalah metode pemberian panas dan tekanan, dimana metode ini menggunakan tekanan dengan pemberian panas awal yang bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil

2.8 Teori pengujian 2.8.1 Uji tarik

Pengujian Tarik mengikuti standar ASTM E8 M-09 , dengan ukuran diperlihatkan pada gambar 2.11

Gambar 2.11 Spesimen uji tarik standar ASTM E8 M-09

Prosespengujiantarikbertujuanuntukmengetahuikekuatantarik bendauji.Pengujiantarikuntukkualitas

kekuatantarikdimaksudkanuntukmengetahuiberapanilaikekuatannya.Pembebana ntarikadalah pembebananyangdiberikanpadabendadenganmemberikangayatarik berlawananarahpadasalahsatuujungbenda.

Penarikangayaterhadapbebanakanmengakibatkanterjadinya perubahanBentuk(deformasi)bahantersebut.Prosesterjadinyadeformasi padabahanujiadalahprosespergeseranbutirankristallogamyang


(62)

mengakibatkanmelemahnyagayaelektromagnetiksetiapatomlogamhingga terlepasikatantersebutolehpenarikangayamaksimum.

Gambar 2.12 Grafik hubungan strain-tensile test dari beberapa komposit Sumber:

Sebelum pengujian tarik dilakukan, kita melakukan uji keras pada spesimen yang akan diuji. Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan spesimen sebelum diberi beban tarik. Selain itu, kita dapat memperkirakan nilai kekuatan tarik suatu material dari nilai kekerasannya.. Hal ini dapat diketahui karena umumnya harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan material. Kekerasan suatu material didefinisikan sebagai ketahanan material untuk didefomasi plastis secara lokal.Sedangkan kekuatan tarik didefinisikan sebagai ketahanan material dideformasi plastis pada satu kesatuan material. Dari pengertian ini, kekuatan dan kekerasan sama-sama diartikan dengan kemampuan material untuk dideformasi plastis. Oleh karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa kekerasan suatu material berbanding lurus dengan kekuatan tariknya. Berdasarkan data yang didapat akan terlihat adanya peningkatan kekerasan akibat strain hardening.

Pada patahan spesimen uji tarik, terdapat dua macam jenis patahan yaitu patah getas dan patah ulet.Patah getas memiliki ciri pada patahannya tidak terdapat cup dan cone.Pada patah getas, tidak terjadi adanya necking sehingga

spesimen langsung patah jika diberi beban diatas σu nya.Selain itu, patahannya

membentuk sudut 900 terhadap sumbu normal spesimen.Patah getas terjadi karena adanya pengaruh dari tegangan normal.Berbeda dengan patah ulet, pada patah ulet


(63)

disebabkan karena adanya tegangan geser.Sudut patahan membentuk sudut 450 terhadap sumbu normal spesimen.Patahan seperti ini diakibatkan oleh tegangan geser yang maksimum.Dimana beban tarik yang bekerjalah yang berperan dalam menimbulkan tegangan ini.

Apabila tegangan yang diberikan terhadap spesimen melebihi batas luluhnya, maka pergerakan dislokasi ini akan mencapai permukaan. Pergerakan dislokasi hingga mencapai permukaan inilah yang dinamakan deformasi plastis. Deformasi plastis inilah yang menyebabkan pertambahan panjang pada spesimen bersifat tetap. Apabila besarnya tegangan yang diberikan terhadap spesimen mencapai titik Ultimate, maka spesimen mulai mengalami pengecilan setempat pada bagian tengahnya. Pengecilan setempat inilah yang dikenal dengan fenomena necking.Fenomena ini terjadi karena deformasi plastis yang terjadi pada material tidak lagi homogen.

Ketika material ditarik dengan beban tarik yang besarnya melebihi batas luluhnya, maka material tersebut akan mengalami pertambahan panjang sifatnya tetap. Pertambahan panjang material ini apabila dibagi dengan panjang awal menghasilkan perpanjangan atau elongation yang disimbolkan dengan e. Atau secara matematis dapat ditulis:

�= �

� ...(2.1)

� =∆�

0�100%

...(2.2) Dimana: � = Tegangan (MPa)

P = Gaya (Kgf)

A = Luas Penampang (cm2)

� = Regangan

∆� = Pertambahan Panjang (cm) L0= Panjang mula-mula (cm)


(64)

Pada saat beban tarik dikenakan pada spesimen melebihi batas luluhnya, maka perpanjangan yang terjadi pada material adalah perpanjangan totalnya. Besarnya perpanjangan total merupakam hasil penjumlahan antara perpanjangan plastis dengan perpanjangan elastis. Apabila beban tersebut dihilangkan, maka perpanjangan totalnya sama dengan perpanjangan plastisnya saja, karena perpanjangan elastis pada saat beban tersebut dihilangkan sama dengan nol.

Nilai perpanjangan plastis inilah yang dijadikan sebagai dasar dalam menentukan keuletan suatu material. Semakin besar perpanjangan plastis dari suatu material, maka keuletan suatu material akan semakin tinggi. Namun, pada beberapa kasus, dimana kurva tegangan dan regangan teknis yang dihasilkan memiliki kemiringan yang cukup tajam, maka untuk menentukan keuletan suatu material yang perlu dilihat adalah perpanjangan totalnya. Hal ini dilakukan karena penentuan perpanjangan plastisnya melalui grafik sangat sulit untuk dilakukan, dan besarnya perpanjangan total hampir sama dengan perpanjangan plastisnya sebagai akibat dari kemiringan kurva yang sangat tajam.

Spesimen hasil pengujian tarik juga mengalami pengecilan setempat pada bagian tengahnya yang disebut juga dengan istilah necking.Besarnya reduction of area ini dapat pula dijadikan sebagi dasar dalam penentuan keuletan suatu material. Semakin besar reduction of area yang dihasilkan maka keuletan material tersebut akan semakin tinggi. Reduction of area ini terjadi karena beban yang diterapkan pada material melebihi batas ultimatenya, sehingga deformasi plastis yang terjadi pada material tidak lagi homogen.

2.8.2 Uji kekerasan ( Hardness test )

Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut


(65)

sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula.

Tabel 2.3. Macam – Macam Teknik Pengujian Kekerasan (Wiliam D. Calister,Jr.)

Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Uji kekerasan terdiri dari :

1. Brinnel ( HB/BHN )

Pengujian dengan metode brinell adalah untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja ( indentor ) yang di tekankan pada permukaan material uji tersebut ( spesimen )


(66)

Gambar 2.13 Pengujian Brinell

��= � 2�

2�(�−��2−�2)

...(2.3)

Dimana :

D = Diameter bola ( mm )

d = Impression diameter ( mm ) F = load ( beban ) ( kgf )

HB = Brinell Result ( HB )


(67)

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.12, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat load F0.

Gambar 2.15 Pengujian rockwell

Gambar 2.16Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.

HR = E – e ...( 2.4 )


(68)

F0 = Beban Minor (Minor Load) (kgf) F1 = Beban Mayor (Major Load) (kgf) F = Total beban (kgf)

e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda

HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan range uji dalam skala Rockwell. Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.4 Rockwell Hardness Scales

Scale Indentor F0 (kgf)

F1 (kgf)

F (kgf) E

Jenis Material Uji

A Diamond cone

10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides, dll

B 1/16" steel ball

10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll

C Diamond cone

10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered alloys

D Diamond cone

10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga

E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll

F 1/16" steel ball


(69)

G 1/16" steel ball

10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys

H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah

K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale

M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale

P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale

S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale

V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 2.13. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu


(70)

Gambar 2.17Pengujian Vikers

Gambar 2.18 Bentuk indicator vikers (Callister, 2001) Pengujian Vickers dapat dirumuskan :

……….(2.5)

……….………....(2.6)


(71)

Dimana,

HV = Angka kekerasan Vickers F = Beban (kgf)

d = diagonal (mm)

4. Uji Kekerasan Mikro ( Knoop Hardness)

Metode ini menggunakan prinsip indentasi yang digunakan untuk mengukur kekerasan benda-benda mikro. Penetratornya adalah intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek sekitar 7:1. Intan tersebut berupa intan kasar yang dibentuk sedemikian menjadi bentuk piramida.

Gambar 2.19 Bentuk indentor knoop (Callister, 2001)

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.

Dimana :

HK = Angka kekerasan knoop F = Beban (kgf)


(72)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan serat alam sebagai penguat komposit dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.Salah satunya adalah serat sabut kelapa.Potensi sabut kelapa yang begitu besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomis. Dengan tidak adanya pemanfaatan yang optimal, sabut kelapa ini hanya akan menjadi limbah dan menimbulkan masalah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat mekanis melalui pengujian mekanik ( bending ) dari komposit yang diperkuat dengan serat sabut kelapa.

Sebagai negara kepulauan serta kondisi argoklimat yang mendukung Indonesia merupakan penghasil kelapa utama di dunia.Kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan areal terluas, lebih luas dibandingkan dengan tanaman karet dan kelapa sawit dan menempati urutan teratas untuk tanaman budidaya setelah padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total areal perkebunan di Indonesia. Selain daging buahnya, bagian lain dari kelapa juga memiliki nilai ekonomis seperti tempurung, batang pohon dan daun kelapa, tetapi sabut kelapa (coco fiber) kurang mendapat perhatian. Menurut Budisuari, 2007 [1], sabut kelapa hampir mencapai 1,7 juta ton dari hasil produksi buah kelapa sekitar 5,6 juta ton pertahun. Potensi limbah sabut kelapa yang begitu besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomis. Dengan tidak adanya pemanfaatan yang optimal, limbah ini hanya akan menimbulkan masalah lingkungan.

Sabut kelapa mengandung serat yang merupakan material serat alami alternatif dalam pembuatan komposit. Serat kelapa ini mulai dilirik penggunannya karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan


(73)

(biodegradability) sehingga penggunaan sabut kelapa sebagai serat dalam komposit akan mampu mengatasi permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dari banyaknya sabut kelapa yang tidak dimanfaatkan. Komposit ini ramah lingkungan serta tidak membahayakan kesehatan sehingga pemanfaatannya terus dikembangkan agar dihasilkan komposit yang lebih sempurna dan lebih berguna.

Komposit serat sabut kelapa dapat dibuat dengan berbagai ukuran dan ketebalan sesuaidengan kebutuhan. Proses pembuatan menggunakan teknologi sederhana sehingga produk yangdihasilkan lebih murah, ramah lingkungan dan memiliki sifat mekanis yang baik sehingga bisa digunakan sebagai penggati bahan lain yang lebih mahal.

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini sesuai dengan yang diinginkan dan tidak meluas pada pembahasan yang lain, maka dilakukan batasan masalah antara lain :

1. Bahan

Bahan yang digunakan untukpembuatan pada material komposit adalah serat sabut kelapadengan pengikat Polyester Resin BQTN 157

2. Perbandingan komposisi bahan yang digunakan sebagai berikut: 1. 0 % serat sabut kelapa + 100% Polyester Resin BQTN 157 2. 10 % serat sabut kelapa + 90% Polyester Resin BQTN 157 3. 20 % serat sabut kelapa + 80% Polyester Resin BQTN 157 4. 30 % serat sabut kelapa + 70% Polyester Resin BQTN 157 3. Pengujian yang dilakukan adalah :

a. Pada penelitian ini bahan yang dipergunakan adalah serat sabut kelapa fraksi volume berbeda dengan perlakuan alkali (NaOH) selama dua jam dan menggunakan Polyester BQTN 157 sebagai matriknya. Pembuatan


(74)

dengan cara dicetak di cetakkan, pengujian tarik yang dilakukan dengan acuan standar ASTM E8 M-09.

b. Pengujian kekerasan menggunakan alat uji kekerasan dengan jenis alat uji

hardness tester dengan skala Rockwell.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui sifat mekanis dari material komposit yang divariasikan dengan komposisi serat sabut kelapa dengan resin sebagai matrix.

2. Menentukan variabel komposisi yang terbaik untuk material komposit 3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat pada material komposit

sabut kelapa

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dengan adanya penelitian ini adalah berkembangnya pengetahuan dan wawasan dalam bidang komposit polimer terutama dengan pengunaan serat sabut kelapa. 2. Hasil dari percobaan ini dapat dijadikan sebagai referensi dasar maupun tambahan. Sehingga bisa menjadi alternatif baru dalam suatu pembuatan material komposit yang akan datang dalam penelitian berikutnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

• BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang yang menentukan pengambilan penelitian dan dilanjutkan dengan tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi ini.


(75)

• BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tentang ulasan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini baik dari teori dasar maupun teori penunjang lainnya. Dasar teori didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya berasal dari: buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, e-book, dan e-news.

• BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan, dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat.

• BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan hasil yang didapat dari hasil percobaan yang diperoleh dari hasil uji langsung di lapangan dan hasil penganalisaan data.

• BAB VDISKUSI HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan hasil yang didapat dari hasil percobaan yang diperoleh dari hasil uji langsung di lapangan dan hasil penganalisaan data.

• BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini dan saran yang mendukung kedepannya.

• DAFTAR PUSTAKA

Berisi seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan tugas akhir ini.


(76)

ABSTRAK

Penggunaan serat alam sebagai penguat komposit dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan tidak adanya pemanfaatan yang optimal, sabut kelapa ini hanya akan menjadi limbah dan menimbulkan masalah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki sifat mekanis yaitu kekuatan tarik, impact dan lentur dari komposit polyester yang diperkuat dengan serat sabut kelapa. Di masa depan, komposit ini dapat digunakan sebagai asesoris kendaraan, plafon ataupun papan sebagai pengganti kayu, eternit, bambo dan gipsun yang harganya mahal dan relatif tidak tahan air. Komposit dibuat dengan memanfaatkan serat sabut kelapa dan matriks resin Unsaturated-Polyester resin BQTN 157, campuran 1 % hardener jenis MEKPO (Methyl Ethyl Ketone Peroxide) dan perendaman serat dalam larutan alkali NaOH 5%.Desain komposit dengan variasi fraksi volume serat 0, 10, 20 dan 30%. Pengujian sifat mekanik dari kekuatan tarik komposit menggunakan standart ASTM E8 M-09


(1)

2.2.4 Keuntungan Komposit ... 13

2.3Matriks ... 14

2.4 Serat... 16

2.5Material komposit serat sabut kelapa ... 17

2.5.1 Polyester Resin Tak Jenuh ... 17

2.5.2 Katalis ... 19

2.5.3 Perlakuan Alkali (NaOH) ... 20

2.5.4 Serat Sabut Kelapa Hibrida ... 20

2.6Aplikasi Komposit Serat Sabut Kelapa ... 23

2.7.Teknik Pembuatan Material Komposit ... 24

2.8. Teori Pengujian ... 24

2.8.1 Uji Tarik ... 24

2.8.2 Uji Kekerasan ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Tempat dan Waktu ... 35

3.2Metode Pembuatan spesimen ... 35

3.2.1 Persiapan Alat Dan Bahan ... 35

3.2.1.1 Peralatan ... 36

3.2.1.2 Bahan ... 39


(2)

3.4 Proses Pembuatan Spesimen ... 42

3.5.Proses Pengujian ... 4 4 3.5.1 Pengujian Kekerasan (hardness Test) ... 44

3.5.2 Pengujian Tarik (tensile test) ... 46

3.6 Kerangka kegiatan ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Pendahuluan ... 49

4.2 Hasil pengujian ... 49

4.2.1 Hasil uji tarik ... 49

4.2.2 Hasil uji kekerasan ... 56

4.3 Diskusi Hasil Penelitian………... ... 58

4.3.1Spesimen Material Resin Murni……….... 58

4.3.2Spesimen Material Komposit Serat Sabut Kelapa .... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 61

5.1 Kesimpulan ………. 6 1 5.2 Saran ……… 62

DAFTAR PUSTAKA ... xii


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh. ... 19

Tabel 2.2Sifat mekanis beberapa serat alam (Taj dkk, 2007). ... 23

Tabel 2.3 Macam-Macam Teknik Pengujian Kekerasan ... 28

Tabel 2.4 Rockwell Hardness Scales ... 31

Tabel 3.1 Waktu Lokasi Dan Aktivitas Penelitian ... 35

Tabel 3.2Peralatan Dan Bahan Yang Digunakan ... 36

Tabel 3.3Spesifikasi Mesin Penghalus ... 39

Tabel 4.1 Data hasil uji tarik/mulur spesimen ... 50

Tabel 4.2 Hasil Hitungan/olah data ... 52


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pokok Kelapa Hibrida ... 5

Gambar 2.2 Fasa-fasa pembentuk komposit ... 7

Gambar 2.3Komposit dengan unsur-unsur penyusun yang berbeda ... 7

Gambar 2.4Komposit serat (Gibson, 1994) ... 8

Gambar 2.5Continous fiber (Gibson, 1994) ... 8

Gambar 2.6Laminated composites (Gibson, 1994) ... 9

Gambar 2.7 Komposit partikel (Gibso, 1994) ... 11

Gambar 2.8Diagram Komposit Berdasarkan Bahan Penyusunnya... 11

Gambar 2.9Serat Sabut Kelapa ... 21

Gambar 2.10 Analisis SEM serat sabut kelapa (a) permukaan serat (b) Penampang serat ( Bakri, 2009) ... 22

Gambar 2.11Spesimen uji tarik standar ASTM E8 M-09 ... 25

Gambar 2.12Grafik hubungan strain-tensile test dari beberapa komposit ... 25

Gambar 2.13Pengujian Brinell ... 29

Gambar 2.14Perumusan untuk pengujian brinell ... 29

Gambar 2.15Pengujian rockwell ... 30

Gambar 2.16Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell... 30

Gambar 2.17Pengujian Vikers ... 32

Gambar 2.18Bentuk indicator vikers (Callister, 2001) ... 33

Gambar 2.19 Bentuk Indentor Knoop (Callister, 2001) ... 34


(5)

Gambar 3.2Mesin Penghalus ... 38

Gambar 3.3Sabut Kelapa ... 40

Gambar 3.4Unsaturated Polyester BQTN-157... 40

Gambar 3.5Katalis MEKP ... 41

Gambar 3.6NaOH ... 41

Gambar 3.7Penimbangan Serat ... 43

Gambar 3.8Spesien Sebelum Pengujian ... 44

Gambar 3.9Alat Uji Rockwell Hardness ... 45

Gambar 3.10Proses Pengujian Kekerasan Pada Spesimen ... 46

Gambar 3.11Mesin Uji Tarik Gotech... 46

Gambar 3.12 Diagram Alir penelitian ... 48

Gambar 4.1 Kurva stress vs strainsampel A3 dengan komposisi 0%serat : 100% resin. ... 53

Gambar 4.2 Kurva stress vs strain sampel B1 dengan komposisi 10%serat : 90% resin. ... 54

Gambar 4.3 Kurva stress vs strainsampel C2 dengan komposisi 20%serat : 80% resin. ... 55

Gambar 4.4 Kurva stress vs strain sampel D2 dengan komposisi 30%serat : 70% resin. ... 56

Gambar 4.5 grafik nilai RHN ... 58

Gambar 5.1 Spesimen Resin Murni Sebelum Pengujian ... 58

Gambar 5.2 Spesimen Resin Murni Setelah Pengujian ... 59


(6)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama Keterangan Satuan

A - luas penampang m2

m - massa kg

g - grafitasi (9,81) m/s2

ρ rho massa jenis kg/m3

E - modulus elastisitas N/m2

σ sigma tegangan N/m2

F - gaya N

L - panjang m

ε ebsilon penguluran m

Δ delta perubahan -