Model pengembangan pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari

MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PETANI
DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI
(Kasus di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

YUMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya

menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan


Pembelajaran Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari: Kasus di
Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
oleh Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor,

April 2011

YUMI
NIM. I 361070131

ii

ABSTRACT
YUMI. 2011. Model of Farmers’ Learning Development in implementing


Sustainable Private Forest Management (Cases in Gunung Kidul District in
Yogyakarta and Wonogiri District in Central Java). Under Advisory Committee
by SUMARDJO as chairperson, DARWIS S GANI and BASITA GINTING
SUGIHEN as members.
Forest Management is facing the challenge of implementing the
sustainable forest management which includes private forest. Successfully gained
the Ecolabel Certificate, some private forest management units in Central Java
and Yogyakarta’s districts prove that the small units run by farmers are able to
implement the sustainable forest management. The farmers’ success in
implementing the sustainable forest management must have been gained through
learning process. How the learning process was and what determinant factors
influencing the farmers’ learning process of the sustainable private forest
management were, were the research questions of this study. The study used
explanatory survey method on 200 farmers in Gunung Kidul and Wonogiri who
had succeeded in gaining the Ecolabel Certificate and 60 farmers who had not got
certification for their private forestry as comparison. Data collection was
conducted from December 2009 to February 2010. The data were analyzed by
using descriptive technique and Structural Equations Model (SEM). The
conclusions are : (1) farmers’ learning intensity is low. It was influenced by
farmers’ learning-support institutions, local institutions, extension agents’

competences, and farmers’ individual characteristic; (2) learning-support
institutions and the informal local institutions have an important role in the
farmers’ learning process; (3) farmers’ learning intensity can be improved by
strengthening collaboration of the learning-support institutions and improving the
extension agents’ competences.
(Keyword: sustainable private forest management, farmers’ learning process,
support system of learning-support institutions, local institutions)

iii

RINGKASAN
YUMI. 2011. Model Pengembangan Pembelajaran Petani dalam Pengelolaan
Hutan Rakyat Lestari (Kasus di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah).
Dibimbing oleh: SUMARDJO, DARWIS S GANI, dan BASITA GINTING
SUGIHEN.
Hutan rakyat merupakan salah satu alternatif penting dalam pembangunan
kehutanan berkelanjutan, khususnya dalam rehabilitasi hutan dan lahan serta
peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan hutan rakyat ialah berkaitan dengan adanya issue global

warming dan ekolabel, yang mensyaratkan kayu-kayu bersertifikat sebagai
ketentuan untuk dapat masuk pasar kayu internasional. Unit manajemen
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonogiri,
yang dikelola oleh masyarakat setempat telah membuktikan bahwa rakyat telah
mampu mengelola hutan secara lestari dan mendapatkan sertifikat Ekolabel.
Keberhasilan tersebut melewati suatu proses belajar, yang pada dasarnya
merupakan kegiatan penyuluhan. Perubahan perilaku masyarakat ke arah
kemandirian dalam pengelolaan hutan merupakan salah satu tujuan penyuluhan
kehutanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar petani
dan bagaimana mengembangkan pembelajaran petani tersebut, merupakan
permasalahan yang ingin diperoleh jawabannya dalam penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis faktor penentu intensitas
belajar petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari; (2) Menganalisis
kelembagaan yang berperanan penting dalam pembelajaran petani dalam
pengelolaan hutan rakyat lestari; (3) Merumuskan konsep model pengembangan
pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari.
Desain penelitian adalah survey, dan penelitian bersifat penelitian
penjelasan (Explanatory Survey) yaitu menjelaskan hubungan kausalitas antara
peubah-peubah penelitian melalui pengujian hipotesis. Lokasi penelitian
ditentukan secara purposive yaitu di lokasi yang terdapat unit pengelolaan Hutan

Rakyat Lestari (sertifikasi). Populasi adalah petani pengelola Hutan Rakyat
Lestari (sertifikasi) di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonogiri. Teknik
pengambilan sampel ialah dengan metode stratified random sampling dengan
strata tingkat keaktivan dalam kelompok (pengurus dan bukan pengurus).
Disamping itu di masing-masing kabupaten dipilih satu kelompok tani non
sertifikasi pada satu desa sebagai perbandingan. Jumlah keseluruhan responden
dalam penelitian ini adalah 200 orang petani sertifikasi dan 60 orang petani non
sertifikasi sebagai pembanding. Pengumpulan data dilakukan pada bulan
Desember 2009 sampai dengan Februari 2010. Pengumpulan data sekunder dan
data primer menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dan observasi.
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif
dan statistik inferensial. Statistik deskriptif menggunakan program SPSS 16.0
sedangkan statistik inferensial menggunakan analisa Structural Equation Model
(SEM) program LISREL 8.70.

iv

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran petani hutan rakyat
lestari (sertifikasi) dan non sertifikasi berbeda nyata pada tujuh peubah penelitian.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan antara petani hutan rakyat

sertifikasi di Gunung Kidul dan Wonogiri, terutama dalam hal kompetensi
penyuluh/pendamping, pendekatan pembelajaran, kelembagaan pendukung
pembelajaran, intensitas belajar petani dan perilaku petani. Analisa Structural
Equation Model (SEM) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara nyata
mempengaruhi intensitas belajar petani yaitu: Kelembagaan pendukung
pembelajaran petani (X5), Kelembagaan masyarakat (X4), Karakteristik petani
(X1), dan Kompetensi Penyuluh dan Pendamping (X2), yang dituliskan dengan
persamaan : Y1= 0,26*X1 + 0,17*X2 + 0,26*X4 + 0,31*X5, R2= 0,78.
Sedangkan perilaku petani dalam mengelola Hutan Rakyat Lestari (Y2)
dipengaruhi secara langsung oleh peubah: Intensitas Belajar (Y1) dan
Karakteristik petani (X1), yang dituliskan dengan persamaan: Y2= 0,51*Y1
+0,40*X1, R2= 0,72.
Kelembagaan yang berperan penting dalam pembelajaran petani HRL
dalam penelitian ini ialah kelembagaan pendukung pembelajaran petani
(eksternal) dan kelembagaan masyarakat (internal). Kelembagaan pendukung
pembelajaran petani yang terintegrasi dan berkolaborasi dengan baik
menghasilkan intensitas belajar petani Hutan Rakyat Lestari yang lebih baik.
Kelengkapan unsur pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya, dan
masyarakat terbukti menghasilkan peningkatan intensitas belajar. Kelengkapan
fungsi pendidikan, penelitian, penyuluhan dan pemasaran dalam kelembagaan

pendukung berperan dalam peningkatan pembelajaran petani pengelola Hutan
Rakyat Lestari. Kelembagaan masyarakat, baik dari sisi aturan maupun organisasi
berperan penting dalam pembelajaran petani sertifikasi. Adanya aturan mengenai
penebangan dan penanaman kembali yang diwariskan turun temurun, kepercayaan
terhadap pemimpin, budaya gotong royong dan bekerja keras, lembaga informal
dalam masyarakat seperti: arisan, kelompok pengajian kelompok tani sangat
berperan dalam pembelajaran petani sertifikasi. Aturan dan organisasi formal
yang dibentuk untuk memenuhi persyaratan dalam proses sertifikasi (seperti
pembentukan Forum Komunitas Petani Sertifikasi-FKPS, Koperasi) belum
sepenuhnya dapat diterima dan dijalankan dengan baik oleh petani sertifikasi,
karena petani belum sepenuhnya menyadari peranan dan merasakan manfaat
keberadaan organisasi tersebut.
Model pengembangan pembelajaran petani Hutan Rakyat Lestari
(sertifikasi) perlu dijabarkan ke dalam strategi pengembangan pembelajaran
petani Hutan Rakyat Lestari yaitu: (1) Strategi penguatan dan pengembangan
kelembagaan pendukung pembelajaran yang kolaboratif dan sistemik melalui
dukungan kegiatan berkelanjutan dan dukungan personil yang kompeten serta (2)
Strategi peningkatan kompetensi penyuluh dan pendamping, terutama
kemampuan
menganalisa

permasalahan,
meningkatkan
kapasitas
penyuluh/pendamping, dan meningkatkan wawasan teknis petani dalam
pengelolaan Hutan Rakyat Lestari.

v

@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vi


MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PETANI
DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI
(Kasus di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

YUMI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

vii

Penguji pada Ujian Tertutup :


Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA.
(Fakultas Kehutanan IPB)
Prof.(Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto,SKM.APU
(Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM.
(Kementerian Kehutanan RI)
Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.
(Fakultas Kehutanan IPB)

viii

Judul Penelitian

: Model Pengembangan Pembelajaran Petani dalam
Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari (Kasus di Kabupaten
Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

Nama
: Yumi
NRP
: I.361070131
Program Studi/Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S
Ketua

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA.
Anggota

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA.
Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 14 Maret 2011

Tanggal Lulus :

ix

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 6 Agustus 1968, sebagai
puteri kedua dari tiga bersaudara, dari ayah Memet Krisna Sukarno (Alm) dan ibu
Yoshie Kuwabara Sukarno, menikah dengan Martino Anderias Therik.
Pendidikan sarjana ditempuh Penulis pada tahun 1987 di Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 1992. Penulis mendapatkan
kesempatan melanjutkan program master di Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan pada Program Pascasarjana IPB tahun 1999, dengan beasiswa
pendidikan dari Kementerian Kehutanan dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun
2007 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan program Doktor pada Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana IPB, dengan beasiswa
dari Kementerian Kehutanan, dan menyelesaikannya pada tahun 2011.
Saat ini penulis bekerja di Pusat Pengembangan Penyuluhan Kehutanan,
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan,
Kementerian Kehutanan. Pada tahun 1995 sampai dengan 2010 penulis bekerja di
Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Sebelumnya pada
tahun 1993-1994 penulis sempat bekerja di Proyek Environmental Management in
Indonesia (EMDI), proyek bantuan Pemerintah Kanada pada Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.

x

PRAKATA
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Kasih karena hanya atas karunia dan
kemurahan-Nya disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi yang berjudul “Model
Pengembangan Pembelajaran Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari”
disusun berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Sumardjo, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Darwis
Gani, M.A. dan Bapak Dr. Ir. Basita Sugihen Ginting, M.A. selaku anggota
komisi pembimbing, yang dengan sabar dan tulus ikhlas mengarahkan dan
membimbing sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. dan Bapak
Prof.(Ris). Dr. Ign.Djoko Susanto, SKM.APU selaku penguji pada ujian tertutup,
serta Bapak Dr.Ir. Eka Widodo Soegiri, MM dan Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.
selaku penguji pada ujian terbuka.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Kehutanan,
Ibu Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan

SDM Kehutanan, Bapak

Sekjen Kementerian Kehutanan, Bapak Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan
Kehutanan, Bapak Kepala Biro Kepegawaian, Bapak Kepala Pusat Diklat
Kehutanan, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti
tugas belajar ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dekan Fakultas
Ekologi Manusia beserta jajarannya, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat beserta jajarannya, Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.,
selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Staf Pengajar di
Program Studi PPN, dan staf sekretariat

Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan yang telah mendukung selama perkuliahan dan penyelesaian studi
di IPB.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Kepala Dinas, pejabat dan
staf di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Gunung Kidul, Bapak Kepala
Dinas, pejabat dan staf di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Wonogiri,

xi

khususnya kepada Bapak Sunyoto dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.
Gunung Kidul, dan Bapak Agus Tri dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.
Wonogiri. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peneliti/staf
pengajar di Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR)–Universitas Gajah Mada
terutama Ibu Wahyu Tri Widayanti, Ibu Bariatul Himmah. Ucapan dan terima
kasih juga kepada para penyuluh kehutanan di BP2KP Kabupaten Gunung Kidul
(Bapak Supriadi, Bapak Diyarno, Bapak Mulyadi, Bapak Widyanto), penyuluh
kehutanan di Dishutbun Kab. Wonogiri (Bapak Eko Kadarmanto dan Bapak
Kusnanto), Bapak Senen dan keluarga, Bapak Prambudi dan keluarga, Bapak
Siman dan keluarga, Adik Milla, Vyta dan Laeli, yang telah sangat membantu
dalam proses pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Mbak Nana, Diani, adik Ganjar Samiaji (alm), beserta keluarga yang
telah memberi bantuan selama pengambilan data di lapangan.
Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada orang
tua terkasih (Alm. Papa Memet Krisna Sukarno dan Mama Yoshie Kuwabara),
mertua terkasih (Alm. Papa Yohanes L. Therik dan Mama Mieke Therik-Rotti),
kakak Hanako H. Sukarno dan adik Yoshino M. Sukarno beserta keluarga, serta
keluarga lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kepada para sahabat,
terutama teman-teman seperjuangan Angkatan 2007 Program Studi PPN-IPB
(Adi Riyanto, Yunita, Tin Herawati, Ibu Puji Winarni, Rayuddin, Bapak Ramli
Toha, Bapak Narso, Bapak Dwi Sadono, M. Ikbal, Sapar, beserta keluarga), para
sahabat di Kementerian Kehutanan (Ibu Djunaida Hak, Ibu Ryke, Endang
D.Hastuti, Suwandi, Victor, Hendro Asmoro, Sri Ramadoan, Ristianasari,
Kusdamayanti, Maya Ambinari), Forum Karyasiswa Kementerian Kehutanan,
Pelayan Teruna, Gerakan Pemuda, Pengurus UP2M, sahabat di GPIB Zebaoth
Bogor (Yanti, Haryani, Hapsari, Didi, beserta keluarga), alumni PMK IPB
(Pemter, Ade Dewiana, David Tobing, beserta keluarga), yang dengan tulus
senantiasa mendoakan, membantu dan memberikan semangat kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Yumi

xii

April 2011

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR …………………………….....……………… ............

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

…...............................................................................

1

Perumusan Masalah ..............................................................................

4

Tujuan Penelitian ...................................................................................

4

Manfaat Penelitian ..............................................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA
Teori belajar ……................................................................................

6

Pembelajaran dan Proses belajar ...........................................................

10

Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar ............…………............

13

Karakteristik Individu Pembelajar ..................................................

15

Kompetensi Penyuluh dalam Proses Belajar

...............................

16

Pendekatan Pembelajaran ................................................................

20

Kelembagaan Masyarakat ................................................................

23

Kelembagaan Pendukung Proses Belajar ........................................

28

Perubahan Perilaku Sebagai Hasil Proses Belajar ...............................

34

Penyuluhan Merupakan Pembelajaran Masyarakat ………...................

42

Hutan Rakyat ……………………………………………....................

44

Sistem Sertifikasi Ekolabel Pengelolaan Hutan Lestari …….............

49

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpiikir …………………………………………..............

54

Hipotesis Penelitian …………………………….......………...............

64

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ...................................................................................

66

Lokasi dan Waktu

..............................................................................

67

Populasi dan Sampel..............................................................................

67

Pengumpulan Data ..............................................................................

68

Jenis Data ............................................................................................

69

xiii

Halaman
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian…………….................

69

Pengolahan dan Analisis Data

...........................................................

72

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian……............

77

DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri

.....................

87

Hutan Rakyat di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri ..........................

87

Sejarah Hutan Rakyat .........................................................................

87

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ......................................................

90

Deskripsi Peubah Penelitian ................................................................

96

Karakteristik Individu Petani...........................................................

96

Kompetensi penyuluh .....................................................................

102

Pendekatan pembelajaran ................................................................

112

Kelembagaan Masyarakat ................................................................

118

Kelembagaan Pendukung Pembelajaran ........................................

127

Intensitas Belajar Petani ................................................................

138

Perilaku Petani dalam Mengelola Hutan Rakyat ..........................

145

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN
PEMBELAJARAN PETANI
Faktor Yang Mempengaruhi Intensitas Belajar Petani ..........................

155

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani Mengelola HRL............ ..

171

Peran Penting Kelembagaan dalam Proses Pembelajaran Petani..........

180

Model Pengembangan Pembelajaran Petani dalam Pengelolaan HRL..

187

Strategi Pengembangan Pembelajaran Petani dalam Pengelolaan HRL

198

KESIMPULAN DAN SARAN
........................................................................................

204

Saran ......................................................................................................

207

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...

211

LAMPIRAN .................................................................................................

220

Kesimpulan

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Perbandingan Perangkat Kelembagaan Pembelajaran Lama Dan Baru..

31

2.

Klasifikasi Jenjang Perubahan Perilaku ...............................................

36

3.

Lima Ragam Kapabilitas Belajar, Kinerja Unjuk Kerja dan Contoh......

38

4.

Perbandingan Pendekatan Cetak Biru dan Proses Belajar

..................

44

5.

Perbandingan Intensitas Belajar ”Tinggi yang Memberdayakan
Petani” dan ”Rendah yang Memperdayakan Petani” …..............

56

Perbandingan Ciri Penyuluh sebagai ”Insider” yang bekerja sama dan
Penyuluh sebagai ”Outsider” yang bekerja untuk masyarakat........

57

Perbandingan Pendekatan Pembelajaran (Learning) dan “Pengajaran”
(Teaching) .......................................................................................

59

8.

Ciri Kelembagaan Masyarakat Yang ”Dinamis” dan ”Statis” ..............

60

9.

Ciri Kelembagaan Pendukung ”Kolaboratif” dan ”Non Kolaboratif”....

61

10.

Perbandingan Karakteristik Petani “Responsif” dengan Petani
”Tidak Responsif” terhadap Proses Belajar ....................................

62

Perbandingan Perilaku ”Pro Lestari” dan ”Kontra Lestari” dalam
Pengelolaan Hutan Rakyat .............................................................

63

12.

Perincian Jumlah Responden Penelitian ...............................................

68

13.

Reliabilitas Peubah Penelitian

.............................................................

72

14.

Indikator dan Parameter Peubah Karakteristik Petani …........................

77

15.

Indikator dan Parameter Kompetensi Penyuluh……………...…...........

78

16.

Indikator dan Parameter Kompetensi Peubah Pendekatan
Pembelajaran……......................................…................................

80

17.

Indikator dan Parameter Peubah Kelembagaan Masyarakat…...............

81

18.

Indikator dan Parameter Peubah Kelembagaan Pendukung
Pembelajaran..................................................................................

83

19.

Indikator dan Parameter Peubah Intensitas Belajar Petani…..................

84

20.

Indikator dan Parameter Peubah Perilaku Petani ……..…..................

85

21.

Perbandingan Karakteristik Petani Hutan Rakyat Lestari (sertifikasi)
dan Hutan Rakyat Non Sertifikasi di Kab.Gunung Kidul dan
Wonogiri .........................................................................................

97

6.

7.

11.

xv

Halaman
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Perbandingan Kompetensi Penyuluh/Pendamping di Kab. Gunung
Kidul dan Wonogiri.........................................................................

103

Perbandingan Pendekatan Pembelajaran pengelolaan Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

113

Perbandingan Kelembagaan Masyarakat pengelolaan Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

119

Perbandingan Kelembagaan Pendukung Pembelajaran Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

128

Perbandingan Intensitas Belajar petani dalam pengelolaan Hutan
Rakyat Lestari di Kab.Gunung Kidul dan Wonogiri .......................

139

Perbandingan Perilaku Petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

146

Perbandingan Pengetahuan Petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

149

Perbandingan Sikap Petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat Lestari
di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...............................................

151

Perbandingan Keterampilan Petani dalam pengelolaan Hutan Rakyat
Lestari di Kab. Gunung Kidul dan Wonogiri...................................

153

xvi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka Konseptual penelitian .............................................................

55

2.

Bagan Kerangka Berpiikir ......................................................................

65

3.

Model Hipotetik Persamaan Struktural

...............................................

75

4.

Model Y1. Model Intensitas Belajar Petani HRL ................................

76

5.

Model Y2. Model Perilaku Petani HRL ...............................................

76

6.

Model Lengkap Pembelajaran Petani Hutan Rakyat Lestari.................

154

7.

Model Pengembangan Pembelajaran Petani Hutan Rakyat Lestari........

187

8.

Strategi Pengembangan Pembelajaran Petani HRL................................

198

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan aset nasional,
bahkan aset dunia yang harus dipertahankan keberadaannya secara optimal.
Menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Pasal 3 penyelenggaraan kehutanan
bertujuan

sebesar-besarnya

kemakmuran

rakyat

yang

berkeadilan

dan

berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan, mengoptimalkan aneka fungsi
hutan, meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; meningkatkan
kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan, serta menjamin distribusi
manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan (Kemenhut, 2010).
Penjabaran Undang-Undang dimaksud dalam pelaksanaannya masih
kurang optimal. Masih banyak ditemukan pemanfaatan hutan yang berlebihan
dengan mengabaikan keberadaan dan fungsi hutan secara ekologis dan sosial,
yang mengakibatkan peningkatkan laju deforestasi dan kemiskinan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan. Berdasarkan data Kemenhut (2010) laju deforestasi
antara tahun 2000 – 2005 mencapai 1,08 juta hektar/tahun. Hutan dan lahan kritis
di Indonesia mencapai 77,8 juta hektar, terdiri dari lahan sangat kritis: 6,9 juta
hektar, 23,3 kritis dan 47,6 agak kritis. Kerusakan hutan dan lahan semakin
memperburuk kondisi masyarakat miskin di dalam dan sekitar hutan, yang saat ini
diperkirakan sebanyak 30-35% dari jumlah masyarakat yang tinggal di dalam dan
sekitar hutan (48,8 juta penduduk).
Di sisi lain kebutuhan kayu untuk memenuhi stok industri kehutanan
dalam maupun luar negeri masih sangat kurang. Kebutuhan kayu nasional
diprediksi dalam 20 tahun ini 50-60 juta m3 per tahun dengan kemampuan hutan
alam dan hutan tanaman untuk menyediakannya sebesar 25-30 juta m3 per tahun.
Dengan kondisi tersebut, defisit kebutuhan kayu sebesar 25-30 juta m3 per tahun
(CIFOR, 2005). Kebutuhan kayu tersebut tidak dapat dipenuhi dengan
mengandalkan hutan alam, yang kondisinya semakin kritis dan hutan tanaman
industri semata. Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Rakyat saat ini menjadi salah
satu alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut. Hutan Rakyat, yang

2

dikembangkan di lahan-lahan milik masyarakat, bertujuan selain untuk
merehabilitasi hutan dan lahan kritis, memenuhi permintaan pasar terhadap
kebutuhan kayu, juga meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai pengelola.
Kayu rakyat mampu memberikan kontribusi bagi penurunan defisit
kebutuhan kayu yang sedang dihadapi oleh dunia kehutanan saat ini. Penggunaan
bahan baku dari hutan rakyat meningkat dari tahun ke tahun. Penggunaan bahan
baku dari hutan rakyat pada tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai 50%,
meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 40% (BRIK, 2010). Hutan
rakyat dan industri pengolahan hasilnya merupakan pilihan teknologi budidaya
dan industri yang tepat guna bagi wilayah-wilayah yang berlahan marjinal dengan
kondisi sosio budaya tradisional (Darusman, 2002).
Peluang pengembangan hutan rakyat dan industri pengolahannya di
Indonesia masih terbuka luas. Sejak tahun 2002 hingga sekarang Hutan Rakyat
berkembang pesat, Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL,
yang sering disebut GERHAN), yang dicanangkan oleh Pemerintah, sejak 2002
telah meningkatkan luas Hutan Rakyat di daerah-daerah kritis seluas 1.102.912
hektar, termasuk di Gunung Kidul dan Wonogiri (Kemenhut, 2010).
Pengembangan

hutan

rakyat

secara

umum

menghadapi

permasalahan-

permasalahan yang dikelompokan ke dalam empat sub sistem, yaitu: produksi,
pengolahan hasil, pemasaran, kelembagaan dan kebijakan serta peraturan
perundangan

(Mindawati

et.al., 2006).

Permasalahan

pada

sub

sistem

kelembagaan, kebijakan dan peraturan perundangan adalah : (a) sumber daya
manusia masih rendah, intervensi pemerintah dalam pembentukan kelompok
sifatnya top down dan pembinaan tidak berkelanjutan atau bersifat keproyekan;
(b) kebijakan pembangunan kehutanan masih mengacu pada penanaman dan
belum dirancang secara terpadu dengan komoditi yang lain agar pemanfaatan
lahan lebih optimal; dan (c) kurang komunikasi baik antar multipihak.
Selain itu pengembangan hutan rakyat menghadapi tantangan yaitu adanya
tuntutan dunia internasional yang memberlakukan sertifikat “Ekolabel” bagi kayukayu yang diperoleh dari hutan yang dikelola secara lestari, dan isu global
warming

yang

menghendaki

adanya

pengelolaan

hutan

secara

berkelanjutan/lestari. Sertifikasi Ekolabel selain menjadi tantangan bagi

3

pengembangan hutan rakyat di masa mendatang, juga mempunyai nilai strategis.
Dengan adanya sertifikat Ekolabel bagi pengelolaan hutan oleh masyarakat, yang
oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dinamakan Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat Lestari (PHBML), diharapkan harga jual kayu meningkat dan dapat
menembus pasar internasional sehingga berdampak positif terhadap kehidupan
masyarakatnya.
Pengelolaan Hutan Rakyat oleh masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul
dan Kabupaten Wonogiri, telah berhasil membuktikan bahwa Hutan Rakyat dapat
diandalkan sebagai pemasok kayu bagi pasaran nasional dan internasional
sekaligus menjadi contoh pengelolaan hutan secara lestari dan dapat mempercepat
rehabilitasi hutan dan lahan. Sertifikat ekolabel juga diharapkan dapat berdampak
pada kesejahteraan masyarakat, karena diharapkan kayu bersertifikat ekolabel
memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunung Kidul dan Wonogiri
merupakan teladan keberhasilan suatu proses pembelajaran petani dengan kearifan
tradisionalnya dalam pengelolaan hutan secara lestari, serta pengelolaan hutan
yang kolaboratif karena melibatkan proses kerja sama berbagai pihak, yaitu
Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat serta
organisasi pemerhati pengembangan hutan rakyat. Kegiatan pendampingan yang
dilakukan oleh berbagai pihak telah meningkatkan kapasitas kelembagaan petani,
yang saat ini merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan hutan rakyat,
khususnya di Indonesia.
Keberhasilan-keberhasilan

pengelolaan

hutan

berbasis

masyarakat,

termasuk di Kabupaten Gunung Kidul dan Wonogiri dapat dijadikan teladan
bahwa masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan kehutanan, lebih khusus lagi dalam pengelolaan hutan rakyat secara
lestari. Tetapi kemampuan masyarakat tersebut perlu terus didukung oleh suatu
proses belajar berkelanjutan sehingga masyarakat dapat menyadari permasalahan
dan potensi yang dimilikinya, termotivasi untuk melatih dan meningkatkan
kapasitas dirinya sehingga mampu mengatasi permasalahannya, menghadapi
tantangan dan mengembangkan potensinya.

4

Proses belajar masyarakat tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan
penyuluhan, sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Dalam
Undang-Undang

tersebut

dinyatakan

bahwa

penyuluhan

adalah

proses

pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi,

permodalan

dan

sumberdaya

lainnya,

sebagai

upaya

untuk

meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup
(Dephut, 2006).
Perumusan Masalah Penelitian
Proses belajar masyarakat di dalam dan sekitar hutan pada dasarnya
merupakan kegiatan penyuluhan. Perubahan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan hutan merupakan salah satu tujuan penyuluhan kehutanan.
Penyuluhan kehutanan terus berupaya mengembangkan paradigma penyuluhan ke
arah pemberdayaan masyarakat. Namun, sampai dengan saat ini belum memiliki
acuan yang jelas bagaimana pendekatan pembelajaran masyarakat yang baik,
khususnya pada petani hutan, yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat.
Program-program penyuluhan kehutanan sampai dengan saat ini masih lebih
banyak bersifat sekedar kegiatan pemberian bantuan (filantropi), yang tidak
memberdayakan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas belajar petani merupakan
permasalahan yang ingin diperoleh jawabannya dalam penelitian ini. Diharapkan
penelitian ini dapat menyumbangkan suatu konsep awal acuan model penyuluhan
kehutanan yang dapat memberdayakan petani sehingga petani dapat mandiri
dalam mengelola hutan secara lestari.
Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menganalisis dan menjawab
permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor manakah yang menjadi penentu intensitas belajar petani dalam
pengelolaan hutan rakyat secara lestari?
2. Seberapa jauh aspek kelembagaan berperan penting dalam pembelajaran

petani dalam pengelola hutan rakyat lestari?

5

3. Bagaimanakah model dan strategi penyuluhan kehutanan yang dapat
mengembangkan pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis faktor penentu intensitas belajar petani dalam pengelolaan hutan
rakyat lestari;
2. Menganalisis seberapa jauh aspek kelembagaan berperan penting dalam
pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari;
3. Merumuskan konsep model dan strategi penyuluhan kehutanan dalam
pengelolaan hutan rakyat lestari.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan dan
manfaat

praktis.

menyumbangkan

Manfaat

keilmuan

dalam

hal

ini

adalah

penelitian

perkembangan dalam kajian ilmu penyuluhan khususnya

pendidikan non formal berkaitan dengan pembelajaran orang dewasa dalam
pembangunan kehutanan berkelanjutan. Sedangkan manfaat praktis ialah
penelitian ini memberikan masukan bagi instansi terkait di Pusat, daerah, dan
pihak lainnya yang berkepentingan dalam pengembangan pembangunan
kehutanan

berkelanjutan

yang

berbasis

masyarakat,

khususnya

dalam

pengembangan pengelolaan hutan rakyat lestari. Diharapkan konsep model
penyuluhan kehutanan yang didapatkan dari penelitian ini dapat menjadi masukan
dalam penyusunan kebijakan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan.
Nilai kebaruan atau novelty penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
model penyuluhan kehutanan dan pengelolaan hutan rakyat lestari. Selama ini
penelitian dalam bidang penyuluhan kehutanan belum ada kajian yang mendalam
terhadap model pembelajaran petani, khususnya pada aspek kelembagaan. Dalam
bidang kehutanan, penelitian mengenai pengelolaan hutan rakyat secara lestari
(sertifikasi) belum banyak dilakukan, khususnya penelitian yang difokuskan pada
proses pembelajaran petani.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Belajar
Menurut Soemanto (2006) teori belajar berkembang sejalan dengan
perkembangan teori psikologi pendidikan. Tiga aliran psikologi pendidikan yang
mendasari teori belajar yaitu :
(1) Teori belajar dari psikologi behavioristik
Tokoh-tokoh aliran ini sering disebut contemporary behaviorists atau S-R
psychologists. Menurut teori ini tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran
(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian
dalam tingkah laku belajar terhadap jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioral dengan stimulasinya. Pandangan ini mempercayai bahwa tingkah laku
murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu
dan sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar.
Jadi kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut. Aliran
behavioristik

dipelopori

oleh

Thorndike.

Selanjutnya

tokoh-tokoh

yang

mengembangkan aliran behavioristik ialah Pavlov, Watson, Skinner, Wabon, dan
Ghuthrie.
(2) Teori belajar dari psikologi kognitif
Menurut teori ini, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada
kognisis, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku
itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Kaum kognitis berpandangan
bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung pada insight terhadap hubunganhubungan yang ada di dalam suatu situasi. Mereka memberi tekanan pada
organisasi pengamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor
yang mempengaruhi pengamatan. Tokoh pelopor aliran ini ialah Mex Werheimer,
yang dikenal dengan teori belajar Gestalt. Tokoh selanjutnya pada aliran kognitif
ialah Kurt Koffka, Wolfgang Kohler, teori belajar Cognitive-Field Lewin, teori
belajar cognitive development Piaget, dan Jerome Bruner dengan Discovery
Learning.

7

(3) Teori belajar dari psikologi humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang terutama pada masalah bagaimana
tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang
mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Tujuan
utama pada pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada pada mereka. Psikologi humanistik ini timbul pada akhir tahun 1940-an dan
masuk dalam dunia pendidikan pada tahun 1960-1970-an. Beberapa tokoh
humanistik antara lain Comb, Maslow dan Rogers.
Penggolongan teori belajar yang lain menurut Tan et. al. (2001), selain
teori belajar kognitif dan behavior, dikenal teori belajar neo-behavior atau sering
juga disebut neo-kognitif. Teori ini mempercayai bahwa perubahan perilaku dapat
diamati dan dipengaruhi oleh proses internal. Salah satu teori yang termasuk
golongan ini ialah teori belajar sosial yang dicetuskan oleh Albert Bandura.
Menurut teori belajar sosial, tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal-balik
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku dan faktor lingkungan.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan
secara timbal balik (Bandura, 1977).
Selanjutnya dalam perkembangan teori belajar, muncul teori yang
menjelaskan bahwa peserta didik merupakan pelaku yang aktif dalam
merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya. Rogers (1969) sebagai
pencetus teori ini, melakukan percobaan belajar yang non-direktif dengan
menggunakan prinsip “self determination” dan “self-directions” dengan
pendekatan “learner centered”. Menurut Rogers, pembelajaran memberikan
kebebasan yang luas kepada peserta didik untuk menentukan apa yang ingin ia
pelajari sesuai dengan sumber-sumber belajar yang tersedia atau yang dapat
disediakan. Menurut teori ini, perilaku merupakan perwujudan diri peserta didik
melalui upaya mereka dalam mengembangkan dirinya. Adanya perkembangan diri
peserta didik memberi kemungkinan kepada mereka untuk meningkatkan
kemandirian dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

8

Teori lainnya berkaitan dengan permasalahan sosial, Freire (1984)
mengungkapkan

bahwa

pembelajaran

perlu

menggunakan

konsep

“conscientization” dan konsep “praxis”. “Conscientization” menekankan
pengembangan kesadaran diri peserta didik untuk memahami lingkungannya
melalui pendidikan “membebaskan”, yaitu pendidikan yang memperlakukan
peserta didik sebagai subyek yang aktif. “Praxis” menekankan cara berfikir
reflektif sebagai kunci keberhasilan dalam belajar dan merupakan fungsi manusia
sebagai subyek yang memiliki kemampuan menelaah dengan kritis, berinteraksi,
dan mengubah dunia kehidupannya.
Freire mengemukakan bahwa proses penyadaran dapat dilakukan dengan
pendidikan yang humanis dan dialogis (interaktif). Freire mendobrak pendidikan
sistem gaya bank dan mengubahnya menjadi pendidikan ”hadap masalah”
(problem-posing education), dimana guru dan murid dijadikan sebagai subjek dan
menjadikan

dialog

sebagai

unsur

terpenting

dalam

pendidikan.

Freire

mengemukakan bahwa pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam
hubungan dialektisnya yang ajeg, yaitu pengajar dan pelajar sebagai subyek yang
sadar (cognitive), dan realitas dunia sebagai obyek yang tersadari (cognizable).
Metode pendidikan yang di kemukakan oleh Freire mendasarkan diri pada dialog,
yang merupakan hubungan horizontal antar pribadi.
Selain teori belajar di atas, dikenal juga teori belajar orang dewasa
(andragogi), Knowles (1980) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu
dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar. Teori andragogi
yang pertama dikembangkan oleh Knowles, didukung oleh para pakar pendidikan
lainnya, seperti Darkenwald dan Meriam, Patricia Gross dan Jarvis. Inti teori
andragogi adalah teknologi keterlibatan diri peserta didik. Artinya bahwa kunci
keberhasilan dalam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan
diri mereka dalam proses pembelajaran. Asumsi yang dijadikan landasan dalam
teori andragogi adalah : (1) orang dewasa mempunyai konsep diri; (2) orang
dewasa memiliki akumulasi pengalaman; (3) orang dewasa mempunyai kesiapan
untuk belajar; (4) orang dewasa berharap dapat segera menerapkan perolehan
belajarnya; dan (5) orang dewasa memiliki kemampuan untuk belajar.

9

Belajar bagi orang dewasa mengarah pada proses pemenuhan kebutuhan
belajar dan pencapaian tujuan belajar. Orang dewasa merasakan adanya
kebutuhan untuk belajar dan melihat tujuan pribadinya akan tercapai melalui
belajar. Proses belajar akan terpusatkan pada pengalaman sendiri melalui interaksi
antara dirinya dengan lingkungannya. Kualitas belajar akan dipengaruhi oleh
kuantitas dan kualitas interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian seni
membelajarkan orang dewasa merupakan upaya mengelola lingkungan dan
interaksinya dengan peserta didik melalui proses pembelajaran. Implikasinya
dalam proses pembelajaran diperlukan penggunaan metode dan teknik
pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara intensif dalam mendiagnosis
kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, merangsang dan melaksanakan
kegiatan belajar, serta menilai proses, hasil dan dampak pembelajaran (Sudjana,
2000).
Dalam perkembangan teori belajar muncul pembelajaran partisipatif.
Menurut teori ini kegiatan pembelajaran akan efektif apabila peserta didik merasa
butuh belajar, menyadari bahwa belajar itu penting bagi perubahan dirinya, serta
ikut ambil bagian secara aktif dalam merancang apa yang akan dipelajari,
menentukan cara-cara dalam mempelajari dan merasakan manfaat dapat diperoleh
dari kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya prinsip pembelajaran partisipatif
adalah : (1) berdasarkan kebutuhan belajar. Pentingnya kebutuhan belajar
didasarkan asumsi bahwa peserta didik akan belajar secara efektif apabila semua
komponen program pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk memenuhi
kebutuhan belajarnya; (2) berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learner
centered). Kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan belajar
disusun berdasarkan kebutuhan belajar dengan mempertimbangkan pengalaman
peserta didik, potensi yang dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada
lingkungan kehidupan mereka. Oleh karena itu, untuk dapat merumuskan tujuan
belajar secara tepat dan proses belajar dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan
identifikasi potensi, sumber-sumber bahkan hambatan yang akan dihadapi; (3)
berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran didasarkan atas dan
disesuaikan dengan latar belakang kehidupan peserta didik. Peserta didik

10

diikutkan dan memegang peranan penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan pembelajaran; (4) berangkat dari pengalaman belajar
(experiental learning). Pembelajaran partisipatif dilakukan dengan berangkat dari
pengetahuan, nilai dan ketrampilan yang telah dimiliki oleh peserta didik dan
lebih menitikberatkan pada pendekatan pemecahan masalah.

Pembelajaran dan Proses Belajar
Pembelajaran berasal dari kata dasar belajar. Pembelajaran adalah suatu
disiplin yang menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan dan
memperbaiki proses belajar. Sasaran utamanya adalah mempreskripsikan strategi
yang optimal untuk mendorong prakarsa dan memudahkan belajar. Dengan
demikian, pembelajaran adalah upaya menata lingkungan agar terjadinya proses
belajar pada diri pembelajar (Dwiyogo, 2008). Bruner (1964) membedakan antara
teori belajar dan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif, sedangkan
teori pembelajaran adalah preskriptif. Teori belajar mendeskripsikan adanya
proses belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan strategi atau metode
pembelajaran yang optimal, yang dapat mempermudah proses belajar.
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia.
Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup
manusia merupakan hasil dari proses belajar. Proses belajar dapat berlangsung
pada pendidikan formal, informal dan nonformal. Sehubungan dengan hal
tersebut, Coombs (1973) memberikan pengertian yang berbeda bagi ketiga jenis
pendidikan tersebut. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis,
berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari Sekolah Dasar sampai dengan
Perguruan Tinggi dan yang setaraf dengan itu, termasuk ke dalamnya kegiatan
studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan
profesional yang dilaksanakan secara terus menerus. Pendidikan informal adalah
proses belajar yang berlangsung sepanjang hayat sehingga setiap orang
memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari
pengalaman hidup sehari-hari. Pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah
pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, pekerjaan, permainan,

11

pasar, perpustakaan, dan media massa. Pendidikan nonformal adalah kegiatan
yang terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan,
dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya.
Winkel (1991) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan mental
yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seorang
yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan
mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan,
tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah
diperoleh melalui belajar. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan;
dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam menghadapi
peristiwa manusia belajar. Namun, tidak sembarang berada di tengah-tengah
lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri
melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Dengan
demikian Winkel (1991) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan
dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.
Perubahan-perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau pula
penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh.
Marzano (1992) mengungkapkan bahwa belajar merupakan upaya
pemberian makna oleh pembelajar kepada pengalamannya. Prosesnya mengarah
pada pengembangan struktur kognitif dan dilakukan baik secara mandiri maupun
secara sosial. Tujuan utama pembelajaran adalah membelajarkan pembelajar.
Kegiatan belajar akan efektif jika melalui lima dimensi belajar yaitu: (1) Memiliki
sikap dan persepsi positif terhadap belajar; (2) Mau dan mampu mendapatkan dan
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan serta membangun sikapnya; (3)
Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan ketrampilan
serta memantapkan sikapnya; (4) Mau dan mampu menerapkan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikapnya secara bermakna; dan (5) Mau dan mampu
membangun kebiasaan berpikir, bersikap dan bekerja produktif.

12

Menurut Sudjana (2000), belajar dapat merupakan suatu hasil dan sebuah
proses. Belajar sebagai hasil merupakan upaya yang disengaja oleh seseorang
yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan belajar sebagai proses
merupakan perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah
laku. Penyesuaian tingkah laku dapat terwujud melalui kegiatan belajar, bukan
karena akibat langsung

Dokumen yang terkait

Model pengembangan pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari (Kasus di kabupaten Gunung Kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten Wonogiri, provinsi Jawa Tengah)

0 4 2

Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat (Kasus pengelolaan hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung kabupaten Maros provinsi Sulawesi Selatan)

1 17 321

Model pengembangan pembelajaran petani dalam pengelolaan hutan rakyat lestari (Kasus di kabupaten Gunung Kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten Wonogiri, provinsi Jawa Tengah)

0 3 499

Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat (Kasus pengelolaan hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung kabupaten Maros provinsi Sulawesi Selatan)

3 44 628

Pengetahuan Petani Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat di Kecamatan Tajur Halang Bogor

0 7 71

Analisis kelembagaan dan dampak penerapan sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) terhadap petani hutan rakyat Kabupaten Wonogiri

2 31 129

Analisis Model Pendekatan Masyarakat Dalam Pengembangan Usaha Hutan Rakyat

0 4 24

Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari: Studi Kasus Di Desa Cikeusal Dan Desa Kananga Kabupaten Kuningan.

2 16 93

Modal sosial Petani dalam pengelolaan hutan rakyat Koperasi Wana Lestari Menoreh (Desa Pagerharjo, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta)

0 5 39

PERAN KOPERASI WANA LESTARI MENOREH (KWLM) DALAM SERTIFIKASI KAYU HUTAN RAKYAT DI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI DESA BANJARARUM KECAMATAN KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA.

2 3 18