c. Fungsi yang diemban oleh kota akan mempengaruhi pada kehidupan ekonomi,
sosial politik, sifat-sifat dan bahkan tata ruang kota. d.
Sejarah dan kebudayaan, mempengaruhi karakter fisik dan sifat fisik masyarakatnya.
Chappin dan Keiser 1979: 32 mengemukakan bahwa tiga kategori untuk melakukan pembahasan mengenai alokasi struktur tata ruang guna lahan kota,
yaitu economic base employment tenaga kerja yang bergerak dalam kegiatan ekonomi yang menjadi basis utama pertumbuhan ekonomi kota, bisnis
berorientasi regional, dan fasilitas pendidikan regional, fasilitas rekreasi dan fasilitas pelayanan umum. Selanjutnya kegiatan yang paling banyak
membangkitkan timbulnya permukiman baru adalah penggunaan lahan yang berorientasi pada timbulnya peluang kerja, yang pada akhirnya akan membantu
terbentuknya struktur ruang kota. Selain lokasi tempat kerja, struktur kota akan lebih mudah terbentuk dengan adanya jaringan transportasi. Adanya jaringan
transportasi yang mempermudah pencapaian ke tempat kerja akan membantu menentukan lokasi kawasan perumahan penduduk adalah perdagangan regional
perkantoran regional, industri, pelayanan regional. Dari beberapa faktor yang diuraikan di atas, dapat disusun teori baru
tentang perkembangan kota, mengingat dari teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut di atas ada beberapa perbedaan, tetapi
perbedaan ini sesungguhnya bukan merupakan perbedaan yang bersifat dikotomi atau terciptanya polarisasi dan pendapat-pendapat tersebut, bahkan kalau
disatukan teori-teori tersebut di atas akan saling melengkapi satu sama lainnya.
2.3.4 Struktur Tata Ruang Kota
Sesuai dengan Undang-undang No. 24 tahun 1992 mengenai tata ruang, yang dimaksud dengan struktur ruang kota adalah: tatanan komponen, pembentuk
zona a. Hayati, b. Lingkungan alam non komponen hayati, c. Lingkungan buatan, d. Lingkungan sosial, yang secara hirarkis dan fungsional berhubungan
satu sama lain yang membentuk tata ruang kota.
Menurut Bouqe 1969: 81 menjelaskan bahwa suatu tata guna tanah adalah rumusan distribusi spasial kegiatan perkotaan dan penduduknya.
Sedangkan model Harris Ullman menunjukan bahwa kota-kota besar akan mempunyai struktur yang terbentuk atas sel-sel dimana penggunaan lahan yang
berbeda akan berkembang disekitar titik-titik pertumbuhan growing points sebagai bangkitan aktifitas perkotaan.
Mc Kenzie dalam Yunus, 2000: 25. Struktur kota “kota” dipandang sebagai suatu objek studi dimana didalam terdapat masyarakat manusia yang
komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan dengan lingkungan. Produk hubungan tersebut mengakibatkan terciptanya pola keteraturan dari pada
penggunaan lahanruang “struktur ruang kota”. Lebih lanjut Park dalam Yunus, 2000: 3 mengatakan, kebutuhan akan
ruanglahan untuk aktifitas-aktifitas manusia, proses itu sangat jelas terlihat pada suatu kota melalui sistem sosial yang ada activity system, yang ada akhirnya
kemudian mengahasilkan pola-pola deferensiasi penggunaan lahan “struktur ruang”.
Konsep ini dipertegas oleh Burgess dalam Yunus, 2000 : 5 bahwa adanya keteraturan pola penggunaan lahan yang tercipta sebagai produk dan sekaligus
proses interelasi antar elemen-elemen wilayah kotanya, dan menurut Burgess sesuatu kota terdiri dari zona-zona yang kosentris dan masing-masing zona ini
sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. Dengan konsep inilah Burges akhirnya terkenal dengan Teori Struktur Tata Ruang Kota
Konsentris.
Berdasarkan uraian mengenai struktur tata ruang kota di atas. Di dalam Penelitian ini, konsep struktur kota merupakan bagian kehidupan masyarakat yang
komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan antar manusia dengan lingkungan. Produk hubungan tersebut mengakibatkan terciptanya pola
keteraturan dari penggunaan lahan “struktur tata ruang kota”. Dengan pengertian lain struktur tata ruang kota merupakan defensiasi pesebaran pemanfaatan
ruanglahan yang ditandai dengan gejala spesialisasi penggunaan lahan serta membentuk persebaran zona-zona keruangan yang tertentu.
2.4 Landasan Kebijakan RUTRK