Mengenalkan Anak kepada Allah SWT
1. Mengenalkan Anak kepada Allah SWT
Anak atau bahkan manusia secara umum diciptakan dengan membawa bakat iman kepada Allah SWT. Hal itu kita buktikan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di benaknya tentang asal-muasal dunia. Dari mana ia datang? Siapakah yang menciptakan kedua orang tuanya? Dari manakah asalnya mereka yang berada di sekelilingnya? Anak, dengan kemampuan berpikirnya yang sangat terbatas, siap untuk menerima teori adanya Tuhan yang menciptakan alam.
Kewajiban ayah dan ibu adalah memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mengenalkannya pada Allah SWT, Tuhan yang Maha pencipta. Tentu saja, pengenalan tersebut sebatas kemampuan sang anak dalam mencerna pembicaraan dan permasalahan yang ada di hadapannya. Pengenalan anak pada keimanan kepada Allah SWT sama-sama ditekankan, baik oleh para ulama agama maupun para pakar ilmu jiwa.
“(Teori keimanan kepada Tuhan) merupakan nilai terpenting yang harus ditanamkan pada anak sejak usia dini....Hal itu akan memberinya semangat dalam menempuh kehidupan di dunia dan membuatnya percaya akan kemurahan dan kemampuan Tuhan. Selain itu, sang anak yang memiliki bekal agama akan terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan nista”. [1]
Pendidikan pada masa ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,
ﷲا ءﺎﺸﻧإ ﮫﯾﺪﻟاﻮﻟو ﮫﻟ ﻞﺟو ّﺰﻋ ﷲا ﺮﻔﻏ ةﻼﺼﻟاو Artinya: Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “ Laa ilaaha illallah”
(tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “ Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “ Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan.
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan.
Setelah ia berumur tujuh tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan.
Saat ia berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang
tuanya, Insya Allah. [2]
Para pakar psikologi mendukung kebenaran teori yang diberikan oleh Imam Baqir di atas. Mereka mengatakan, “Saat berusia dua sampai tiga tahun, anak mulai menunjukkan kemampuannya menyebutkan benda-benda dan hubungan yang dilihatnya…Di akhir tahun ketiga, anak mulai bisa menggunakan kata-kata dan merangkainya sesuai dengan tata bahasa yang benar dan saat itulah ia telah dapat menyusun kalimat-kalimatnya yang masih sangat sederhana dengan baik dan benar”. [3]
Menanamkan benih-benih keimanan di hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting dalam program pendidikannya. Anak di usianya yang dini tertarik untuk meniru semua tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah keimanan.
Dr Spock mengatakan, “Yang mendasari keimanan anak kepada Allah dan kecintaannya pada Tuhan Yang Maha Pencipta sama dengan apa yang mendasari kedua orang tuanya untuk beriman kepada Allah dan mencintai-Nya.
Antara umur tiga sampai enam tahun, anak selalu berusaha untuk menirukan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Ketika mereka berdua mengenalkannya kepada Allah, ia akan mengenal Allah sejauh kemampuan orang tuanya menuangkan pengenalan ini dalam bentuk kata-kata”. [4]
Anak pada masa ini sangat membutuhkan hubungan cinta, kasih sayang dan kelembutan. Karena itu, sebaiknya orang tua mencurahkan cinta dan kasih sayang mereka kepada anak sebesar-besarnya dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang bersifat kekerasan. [5]
Dengan demikian, gambaran yang akan terukir di benak sang anak adalah bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang baik dan penyayang yang membuatnya tertarik untuk mencintai Allah dan berkeyakinan bahwa Allahlah yang memberinya rasa kasih sayang.
Jika kita hendak mengenalkan sang anak kepada hari kiamat, maka sebaiknya kita menitikberatkan keterangan pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang shaleh karena hal itu sangat sesuai dengan tabiatnya yang menyukai makanan, minuman, permainan dan lainnya. Kita katakan bahwa mereka akan mendapatkan semua kesenangan itu jika berbuat baik dan taat pada agama. Tetapi jika tidak, maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pengenalan terhadap api neraka dan siksaan yang ada di dalamnya dapat diberikan saat anak menginjak usia yang lebih matang.