3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang merupakan flora
normal kulit dan mukosa bersifat fakultatif anaerob, berbentuk coccus, tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. S. aureus sering menyebabkan infeksi
terutama pada kulit dengan cara menghindari mekanisme pertahanan sel inang dengan adanya banyak faktor virulensi. S. aureus dapat menyebabkan infeksi pada
kulit yang terlokalisir seperti abses karena adanyan pembentukan dinding pada sekitar proses. S. aureus juga dapat menyebabkan endokartitis dan sepsis jika
mikroorganisme ini terbawa ke aliran darah Jawetz et al., 2010. Antibiotik golongan tetrasiklin dan makrolide seperti eritromisin merupakan
pilihan utama pengobatan infeksi akibat S. aureus dengan efektivitas yang cukup baik. Mekanisme kerja dari eritromisin adalah dengan blokade subunit ribosomal
50S dan menghambat translokasi dalam sintesis protein. Namun pengobatan dengan eritromisin sudah menjadi tidak efektif lagi karena meningkatnya kasus
resistensi. Resistensi yang terjadi diakibatkan modifikasi reseptor rRNA bakteri dan ekspresi peptida yang spesifik Webster dan Graber, 2008.
Lobak memiliki banyak efek farmakologi yang telah banyak diteliti
sebelumnya. Salah satu efeknya adalah antibakterial dan antifungi. Hal ini disebabkan adanya kandungan seperti raphanin, senyawa fenolik dan metabolit
sekunder. Raphanin, enzim yang aktif pada pH 6,5 - 7, merupakan substansi aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Raphanin banyak ditemukan di
daun, kulit dan akar dari lobak Sanaa T, 2001. Raphanin bekerja aktif pada Eschericia coli, Pseudomonas pyocyaneus, Salmonella typhi, Bacillus subtillis,
Staphylococcus aureus dan Pneumococci Shukla et al., 2011. Pada beberapa
penelitian lainnya, dikemukakan juga bahwa senyawa fenolik seperti ferulic acid dan caffeic acid dapat menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri Gram
positif maupun bakteri Gram negatif Pérez Gutiérrez dan Perez, 2004.
Universitas Kristen Maranatha
4 Kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid dan tanin juga bersifat
antibakterial Shukla et al., 2011; Ahmad et al., 2012.
1.5.2 Hipotesis