1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengetahui agihan keruangan luapan banjir lahar di daerah penelitian,
2. melakukan penilaian tingkat kerusakan permukiman yang terkena banjir lahar
pasca erupsi gunungapi Merapi 2010 di daerah penelitian, dan 3.
analisis pola sebaran kerusakan permukiman akibat banjir lahar di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu : 1.
bagi pengembang ilmu pengetahuan, memberi gambaran daya jangkau banjir lahar yang terjadi pasca erupsi Gunungapi Merapi 2010.
2. bagi pemerintah dan masyarakat, sebagai informasi tingkat kerusakan akibat
banjir lahar. Selain itu, dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat atau mengembangkan permukiman.
1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1. Gunungapi Merapi
Gunungapi Merapi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua Wirakusumah, 1989 dalam Rovicky, 2011. Menurut
Berthommier 1990 dalam Rovicky, 2011 berdasarkan studi stratigrafinya, Gunungapi Merapi dapat dibedakan menjadi empat yaitu Pra Merapi, Merapi Tua, Merapi
Pertengahan dan Merapi Baru, hal tersebut lebih didasari oleh proses pembentukan Gunungapi Merapi yang diketahui mulai lebih dari 400.000 tahun yang lalu hingga hari
ini. Selama masa perkembangannya, Gunungapi Merapi terus menerus melakukan
erupsi. Menurut Rovicky 2011 kronologi erupsi yang lebih rinci baru diketahui pada akhir abad 19. Erupsi yang dihasilkan oleh Gunungapi Merapi termasuk pada kelas Sub
Plinian, yaitu erupsi eksplosif dari magma asamriolitik dari gunungapi strato, memiliki
tahap erupsi efusif yang menghasilkan kubah lava riolitik
Volcanological Survey of Indonesia,
2011. Menurut Hadmoko dkk 2011 Gunungapi sejak erupsi pada tahun 2006 mempunyai kecenderungan yang unik, yaitu erupsi efusif pada tahun 2006 dan
sebelumnya dan kemudian menjadi explosif pada letusan 2010 bahkan dengan magnitude yang lebih besar.
Erupsi Gunungapi Merapi yang terjadi secara terus menerus tersebut mengakibatkan berbagai bahaya seperti jatuhan piroklastik, awan panas, hujan abu,
hilangnya mata air dan banjir lahar. Penelitian ini akan memfokuskan kepada kerusakan yang diakibatkan oleh banjir lahar yang menimpa permukiman.
1.5.2. Banjir Lahar
Terminologi lahar, berasal dari Bahasa Jawa, yang mana istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Scrivenor 1929 dalam Lavigne, 2000 pada penelitiannya mengenai
aliran dinamis yang berasal dari semburan kawah Gunungapi Kelut di Jawa Timur. Kemudian Van Bemmelen 1949 dalam Lavigne, 2000 juga membuat definisi
mengenai lahar, yakni sebagai
mudflow
, yang berisi bongkahan batuan berasal dari gunungapi.
Dalam menentukan pengertian yang baku mengenai lahar, peneliti menggunakan pengertian yang telah disepakati dalam konsensus internasional yakni lahar adalah
aliran yang sangat cepat berisi campuran bongkahan batu dan air yang berasal dari gunungapi Smith dan Fritz, 1989 dalam Lavigne, 2000. Lahar dapat dikelompokkan
ke dalam
debris flow
Lavigne, et al 2000, dimana
debris flow
diartikan sebagai campuran antara zat padat dan zat cair
solid and fluids
, dengan konsentrasi sedimen umumnya berkisar 60 dari volume dan 80 dari bobot. Konsentrasi sedimen pada
aliran yang sangat pekat adalah sekitar 20 - 60 dari volume dan 40 – 80 dari bobot
Beverage dan Culbertson, 1964 dalam Lavigne, 2000. Sumintadiredja 2000 membagi lahar ke dalam dua jenis lahar, yakni lahar
panas dan lahar dingin. Lahar panas hanya terjadi pada gunungapi yang memiliki danau kawah. Sedangkan lahar hujan, bisa terjadi pada gunungapi yang memiliki maupun
tidak memiliki danau kawah. Perbandingan antara lahar panas dan lahar dingin dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan Lahar Panas dan Lahar Dingin
Suhu Asal Air
Danau Kawah Hujan Lebat
Panas Erupsi lahar primer, langsung
berasal dari kawah Lahar hujan panas lahar
sekunder Dingin
Lahar berhenti, akibat dinding kawah roboh
Lahar hujan dingin, lahar sekunder
Sumber : Sumintadireja 2000 Lahar mempunyai berat jenis antara 2
– 2,5 grcc, sehingga jika mengalir sangat deras dapat berbahaya, karena mampu menyeret berbagai macam batuan dan merusak
berbagai infrastruktur bangunan yang ada. Lahar erupsi terjadi sangat mendadak bersamaan dengan proses terjadinya erupsi volkanik. Lahar hujan terjadi karena
pengumpulan air hujan yang terjadi pada endapan abu volkanik yang sangat tebal. Pada Gunungapi Merapi, terdapat dua macam lahar yang masing masing dipicu
oleh dua proses utama yaitu ; 1 lahar primer lahar erupsi yang berasal dari
pyroclastic flows
, bongkahan batu dan air, 2 lahar sekunder berasal dari hujan lebat yang melarutkan hasil letusan Gunungapi Merapi batu dan pasir, biasanya terjadi pada
musim hujan November – April. Letusan Gunungapi Merapi ada kalanya berlangsung
bersamaan dengan hujan, sehingga mengakibatkan lahar mengalir semakin besar, hal ini pernah terjadi pada 9 sungai yang berada diantara Sungai Pabelan dan Sungai Woro
pada 19 Desember 1930 dan 7 – 8 Januari 1969 Schmidt, 1934; Asmanu, 1969;
Hadikusumo, 1970; Siswowidjojo, 1971 dalam Lavigne, 2000. Lahar di Gunungapi Merapi mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dan
material yang dilarutkan pun sangat banyak. Kecepatan maximum yang pernah diukur adalah mencapai 15 mdetik, pada tahun 1995 di Sungai Boyong yang berjarak 7 km
dari puncak Gunungapi Merapi, dengan gradien sungai sebesar 4,1 ⁰ Lavigne et al,
2000. Sedangkan material yang dilarutkan adalah sebanyak 2000 m
3
pada tahun 1985 di Sungai Putih
Volcanic Technical Sabo Centre
, 1990 dalam Lavigne, 1999.
1.5.3. Permukiman
Permukiman menurut UU No. 4 th 92 diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Secara garis besar, rumah
sebagai tempat bermukim memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi manusia, yaitu : 1 rumah harus memenuhi kebutuhan pokok
jasmani manusia, 2 rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia, 3 rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit, dan 4 rumah harus
melindungi manusia dari gangguan luar Kurniasih, 2007. Pengembangan dan pembuatan permukiman hendaknya berpedoman kepada
empat fungsi pokok rumah di atas. Selain itu, permukiman yang berada di daerah bencana juga akan lebih baik manakala berkesesuaian dengan karakteristik bencana
yang terdapat pada daerah tersebut.
Volcanological Survey of Indonesia
2011, telah membuat ketentuan bagi rumah yang berada di sekitar gunungapi agar tahan terhadap
bencana gunungapi. Model rumah di sekitar gunungapi dibuat untuk mengantisipasi letusan
gunungapi atau yang disebut dengan
ashfall
yang berisi pasir, abu vulkan, dan kerikil. Rumah di sekitar gunungapi dibuat dengan atap yang mempunyai kemiringan 45
⁰ atau lebih curam lagi, kemudian tiang penopang atap dibuat lebih kerap dibantu dengan tiang
diagonal, dan atap terbuat dari seng agar tahan panas dan tahan lontaran batu pijar
Volcanological Survey Indonesia
, 2011. Gambar 1.2. di bawah ini menampilkan model rumah di sekitar gunung api.
Gambar 1.2. Model Rumah di Sekitar Gunungapi
Volcanological Survey of Indonesia, 2011
1.5.4. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai analisis kerusakan permukiman akibat banjir lahar di sebagian Kabupaten Magelang ini merupakan penelitian yang pertama dilakukan.
Beberapa penelitian sejenis telah dilakukan, namun masing – masing memiliki lokasi
dan atau sudut pandang penelitian yang berbeda – beda. Penelitian terdahulu dilakukan
oleh Deliana 2011 di lapangan golf merapi, kemudian Satrio 2011 di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman, kemudian Kumalawati, Lisditya dan Rijal 2012
mengenai zonasi lahar, persepsi masyarakat terhadap lahar dan valuasi ekonomi di Sub DAS Putih.
Deliana 2011 melakukan penelitian di lapangan golf merapi, Kabupaten Sleman, dengan tujuan melakukan kajian terhadap arah lahar dan tingkat bahaya yang
ditimbulkan. Metode yang digunakan adalah klasifikasi dan skoring. Teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu
purposive sampling
. Analisis dengan pendekatan spasial, temporal, kompleks wilayah dan geomorfologi. Hasil penelitian
berupa peta tingkat bahaya lahar yang mengancam lapangan golf dan sekitarnya. Satrio 2011 mengambil daerah penelitian di Desa Argomulyo, Cangkringan,
Sleman bertujuan melakukan kajian terhadap arah luberan banjir lahar dan melakukan penilaian kerusakan lahan dan analisis daerah yang terkena resiko banjir lahar. Metode
yang digunakan adalah
overlay
peta dengan skoring dan pembobotan. Analisis hasil dengan pendekatan spasial, temporal, kompleks wilayah dan resiko banjir lahar. Hasil
penelitian adalah peta luberan banjir lahar, penilaian kerusakan lahan dan peta resiko banjir lahar di Desa Argomulyo.
Kumalawati, Lisditya dan Rijal 2012 mengambil daerah penelitian di Sub DAS Putih. Penelitian dilakukan guna mengetahui zonasi lahar, persepsi masyarakat terhadap
lahar dan valuasi ekonomi. Metode yang digunakan adalah zonasi bahaya lahar dengan
cross section
,
tracking
area terdampak dan interpolasi kontur. Penilaian persepsi dengan menggunakan korelasi produk momen. Valuasi ekonomi dampak kerusakan akibat
banjir lahar dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling.
Hasil dari penelitian adalah Peta tingkat
bahaya banjir lahar, tabel nilai indeks korelasi, dan tabel valuasi ekonomi jumlah kerugian.
Rijal 2012 melakukan penelitian di sepuluh desa di sebagian Kecamatan Magelang yang terkena banjir lahar. Sepuluh desa tersebut adalah Gulon, Sucen,
Jumoyo, Seloboro, Sirahan Kecamatan Salam, Blongkeng Kecamatan Ngluwar, Ngrajek Kecamatan Mungkid, Adikarto, Tamanagung, Gondosuli Kecamatan
Muntilan. Penelitian ditujukan untuk mengetahui luapan banjir lahar, penilaian tingkat kerusakan permukiman, dan analisis pola sebaran kerusakan permukiman akibat banjir
lahar didaerah penelitian. Metode yang digunakan untuk mengetahui luapan banjir lahar di masing
– masing desa adalah dengan
gps tracking
, sedangkan metode yang digunakan untuk menilai kerusakan rumah adalah dengan wawancara dan pengampilan
sampel dengan teknik
stratified random sampling
. Hasil yang diharapkan dari penelitian berupa peta luapan banjir lahar per desa, tabel penilaian tingkat kerusakan rumah, dan
peta sebaran kerusakan permukiman akibat banjir lahar di masing – masing desa.
Analisis yang digunakan adalah pola spasial yang dapat menjelaskan sebaran kerusakan permukiman yang terkena banjir lahar. Perbandingan penelitian sebelumnya dan
penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.3. di bawah ini.
12 Tabel 1.3. Penelitian Sebelumnya
Nama dan Tahun Penelitian
Judul Tujuan
Metode Hasil
Risky Nurwidiati
Deliana A. S. 2011 Tingkat Bahaya Lahar Gunung
Merapi Terhadap Lapangan Golf
Merapi, Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kajian arah lahar dan tingkat bahaya yang ditimbulkan
Metode klasifikasi dan pemberian skor melalui sistem skoring.
Teknik sampling yangdigunakan dalam pengambilan sampel yaitu
purposive sampling
. Analisis
hasil dengan
pendekatan spasial, temporal, kompleks wilayah dan geomorfologi.
Peta tingkat bahaya lahar yang mengancam lapangan
golf dan sekitarnya.
Dinky Satrio P. 2011 Zonasi Luberan Banjir Lahar
untuk Analisis Resiko Bencana Pasca Erupsi Merapi 2010 di
Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman, DIY
Kajian arah luberan banjir lahar, melakukan penilaian terhadap
kerusakan lahan dan analisis daerah yang terkena resiko
banjir lahar di Desa Argomulyo. Overlay peta dengan metode skoring
dan pembobotan. Analisis hasil dengan pendekatan spasial, temporal, kompleks
wilayah dan resiko banjir lahar. Peta luberan banjir lahar,
penilaian kerusakan lahan dan peta resiko banjir lahar
di Desa Argomulyo.
Rosalina Kumalawati,
Afrinia Lisditya
P., Seftiawan Samsu Rijal
2012 Pengelolaan
Daerah Bahaya
Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi 2010 di Kali Putih
Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah
Kajian zonasi bahaya lahar, penilaian
terhadap persepsi
masyarakat tentang
lahar, valuasi
ekonomi dampak
kerusakan akibat banjir lahar Zonasi bahaya lahar ditentukan dengan
cross section
,
tracking
area terdampak dan
interpolasi kontur.
Penilaian persepsi dengan menggunakan korelasi
produk momen. Valuasi ekonomi dampak kerusakan akibat banjir lahar
dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengambilan sampel menggunakan
teknik
purposive sampling.
1. Peta tingkat bahaya
banjir lahar 2.
Tabel nilai indeks korelasi
3. Tabel valuasi ekonomi
jumlah kerugian
Seftiawan Samsu Rijal 2012
Analisis Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar Pasca
Erupsi Gunungapi Merapi 2010 di
Sebagian Kabupaten
Magelang Mengetahui luapan banjir lahar,
penilaian tingkat
kerusakan permukiman, dan analisis pola
sebaran kerusakan permukiman akibat banjir lahar didaerah
penelitian Mengetahui luapan banjir lahar di
masing – masing desa dengan
gps tracking
, menilai
kerusakan rumah
dengan wawancara dan pengampilan sampel
per tingkat bahaya dengan teknik
stratified random sampling
1. Peta luapan banjir
lahar 2.
Tabel penilaian tingkat kerusakan rumah
3. Peta sebaran kerusakan
permukiman akibat
banjir lahar di masing – masing desa
1.6. Kerangka Penelitian
Erupsi Gunungapi Merapi mempunyai tiga tipe bahaya, yakni bahaya primer, bahaya sekunder dan bahaya tersier. Bahaya primer berupa jatuhan
piroklastik, hujan abu dan awan panas terjadi beberapa saat setelah letusan. Bahaya sekunder berupa banjir lahar dan bahaya tersier berupa rusaknya
lingkungan seperti hilangnya mata air. Banjir lahar akibat erupsi Gunungapi Merapi pada tahun 2010 mengalir ke
beberapa sungai di bagian baratdaya Gunungapi Merapi, sungai – sungai tersebut
antara lain Sungai Bebeng, Sungai Krasak, Sungai Putih, Sungai Pabelan, dan Sungai Blongkeng. Banjir lahar yang mengalir pada sungai
– sungai tersebut melebihi luas penampang sungai sehingga meluber hingga menghancurkan tebing
sungai, kebun, dan sawah, bahkan banjir lahar yang terjadi pada Sungai Putih dan Pabelan melimpas hingga merusak permukiman. Penelitian ini dilakukan pada
banjir lahar yang berasal dari Sungai Putih dan Pabelan karena banjir lahar yang terjadi pada kedua sungai tersebut telah merusak permukiman.
Banjir lahar yang menimpa permukiman telah mengakibatkan kerusakan yang berbeda - beda pada tiap rumah. Kerusakan rumah dapat diketahui dengan
melakukan penilaian
assessment
pada setiap rumah. Penilaian kerusakan rumah dapat dilakukan dengan menilai fisik rumah pra dan pasca banjir lahar dan juga
dengan memperhatikan luas
existing
luapan banjir lahar. Untuk lebih jelasnya terkait kerangka penelitian maka dapat melihat gambar 1.14. yang menampilkan
diagram alir penelitian.
1.7. Metode Penelitian