Peranan Bidang Usaha Dalam Kemandirian Masjid Ittihadul Muhajirin Pamulang

PERANAN BIDANG USAHA DALAM KEMANDIRIAN MASJID
ITTIHADUL MUHAJIRIN PAMULANG

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam ( S.Kom.I )

Oleh :
IBNU BANYU ARDI
108053000022

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013/1433

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S - 1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Januari 2013

Ibnu Banyu Ardi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. Yang telah melimpahkan Rahmat dan karunianya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Peranan Bidang

Usaha dan Pengaruhnya Terhadap Kemandirian Masjid Ittihadul
Muhajirin” tepat waktu.
Sholawat dan Salam, barokah yang seindah-indahnya, mudahmudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam Ilmiah yaitu Dinul Islam.
Penulisan Skripsi ini dimaksud untuk memenuhi salah satu
persyaratan

dalam

menyelesaikan

program

Sarjana

Dakwah

&

Komunikasi UIN Jakarta sebagai wujud serta partisipasi penulis dalam

mengembangkan dan mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang telah penulis
peroleh selama dibangku kuliah.
Penulis

mengucapkan

terimakasih

yang

sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah menbantu penulisan skripsi ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih kepada:

iii

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah &
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Cecep Castrawijaya, MM dan Bapak Mulkanasir, S.Pd, MM
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Bapak M. Hudri, MA selaku Dosen Pembimbing, yang telah
membimbing dan mengarahkann penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama 4 tahun.
5. Kedua Orang tua tercinta yang senantiasa berdoa dan memberikan
semangat juang tak kenal lelah, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Dr. H. Khamim, M.Pd selaku Ketua DKM Masjid Ittihadul Muhajirin,
yang telah menberikan izin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian di Masjid Ittihadul Muhajirin
7. Bapak H. Widodo, Selaku Koordinator Bidang Usaha Masjid yang telah
memberi arahan agar peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan
baik.
8. Segenap pengurus Masjid Ittihadul Muhajirin yang telah meluangkan

iv

waktunya untuk membantu penulis mendapatkan informasi yang

dibutuhkan.
9. Teman-teman Fosma UIN (Abe, Dion, Andi, Giri, Luthfi, Rushdi, Fiki,
Riky, Ismet ,Ozie,Wildan,Ka Rezki, dll) seangkatan seperjuangan.
10. Teman-teman Naml Foundation (Deasy, Nurul, Gita, Ifa, Angga, Lela,
Meta, Isty, Rara, Lulut, Monic,dll) yang telah memberikan spirit untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman- teman seangkatan Manajemen Dakwah yang telah setia
bersama selama empat tahun ( Hilman, Syahrully, Adul, Fauzi,Husin,
Papua, Ipin, Sidiq,Dito, Ade, Sofyan Moza, dll.)
12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
Semoga Allah SWT, melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada
kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didunia ini tidak ada
yang sempurna. Begitu juga dari penulisan skripsi ini, yang tidak luput
dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat kontruktif
demi penyempurnaan skripsi ini.

v


Akhirnya dengan segala bentuk kekurangan dan kesalahan,
penulis berharap sungguh dengan rahmat dan izin-Nya mudah-mudahan
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak
yang bersangkutan.

Jakarta, 26 Oktober 2012

Penulis

vi

ABSTRAKSI

Ibnu Banyu Ardi, 2012. Peranan Bidang Usaha dan Pengaruhnya di Masjid
Ittihadul Muhajirin, Pamulang. Skripsi Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas
Dakwah & Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta. M. Hudri, MA.
Kata Kunci: Bidang Usaha, Kemandirian Masjid.

Salah satu pilar kemajuan peradaban Islam adalah amwal (wealth) atau ekonomi.
Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan “Ekonomi adalah tiang dan pilar paling

penting untuk membangun peradaban Islam ( Imarah ). Tanpa kemapanan ekonomi,
maka kejayaan Islam sulit dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting
untuk membangun negara dan menciptakan kesejahteraan umat. Salah satu yang dapat
dilakukan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat ialah dengan menggiatkan
kegiatan-kegiatan ekonomi yang berbasis masjid.
Pekerjaan yang tidak mudah untuk bisa memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat sekitar masjid apabila dari masjid itu sendiri belum mampu mandiri
secara ekonomi. Oleh karena itu setiap pengurus masjid harus terlebih dahulu
menjadikan masjidnya mandiri, mandiri dalam arti tidak lagi hanya mengandalkan
bantuan-bantuan dari para donatur, akan tetapi pengurus masjid mampu menciptakan
unit-unit usaha yang dapat dikembangkan oleh masjid. Bisa berupa koperasi, BMT,
usaha sewa menyewa dsb. Dengan adanya kegiatan usaha yang dilakukan maka
setidaknya dapat mengurangi beban-beban yang harus dikeluarkan masjid dalam
setiap kegiatannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif-Kualitatif. Diharapkan
dengan menggunkan pendekatan tersebut penulis mendapatkan gambaran yang
objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang ada di obyek
penelitian. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan interview dan observasi.
Kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis dengan tahapan reduksi data, penyajian
data dan yang terakhir adalah verifikasi atau menarik kesimpulan

Hasil dari penelitian ini adalah : pertama: kegiatan usaha yang dilakukan oleh
MIM sudah mampu memberikan kontribusi baik kegiatan syiar maupun kegiatan
operasionalnya, kedua : posisi masjid yang strategis dan memiliki manajemen yang
dikelola secara profesional.

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
ABSTRAKSI .................................................................................................vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9
D. Tinjauan Pustaka ...........................................................................10
E. Sistematika Penulisan ................................................................... 11

BAB II

Tinjauan Teoritis
A. Pengertian Peranan ....................................................................... 13
B. Pengertian Masjid ......................................................................... 17
C. Peran dan Fungsi Masjid ............................................................. 19
D. Pengertian Kemandirian ............................................................... 23
1. Komponen Kemandirian ........................................................... 24
2. Faktor yang mempengaruhi Kemandirian ................................. 26
E. Peranan Ekonomi Masjid.................................. ............................ 27
F. Langkah-Langkah Menuju Masjid Mandiri .................................. 29

BAB III

Metodologi Penelitian
A. Metode Penelitian ....................................................................... 33

B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 34
C. Sumber Data ................................................................................ 34
viii

D. Teknik Pengambilan Data ........................................................... 36
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 36
F. Analisis Data ................................................................................ 39
G. Pengecekan Keabsahan Data ........................................................41
H. Tahapan Penelitian .......................................................................42

BAB IV Sekilas Tentang Masjid Ittihadul Muhajirrin
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................... 44
B. Visi dan Misi .............................................................................. 45
C. Lokasi Masjid ............................................................................ 46
D. Struktur Kepengurusan ............................................................. 47
E. Program Kerja ........................................................................... 50
BAB V

Analisis dan Pembahasan
A. Pengembangan Bidang Usaha Masjid .................................... 57

B. Analisis Potensi Bidang Usaha Masjid ................................... 60
C. Analisa Peranan Bidang Usaha dalam Kemandirian
Masjid...................................................................................... 70

BAB VI

Penutup
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................75
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masjid memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting bagi
Umat Islam, dalam membentuk karakter masyarakat yang islami.
Karena penting itulah, masjid harus difungsikan dengan sebaik-baiknya.
Menurut Ahmad Yani,

masjid

yang

fungsinya dapat dioptimalkan

secara baik adalah masjid yang didirikan atas dasar taqwa.1

Pada masa awal Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
bangunan masjid sangat sederhana, seperti Masjid Nabawi di Madinah
yang hanya berupa sebuah tanah berpagar batu bata yang digunakan
untuk mengatur semua urusan umat. Masjid itu terbuka dan dilindungi
oleh batang

pohon

kurma, salah satu

serambi digunakan untuk

melindungi orang-orang yang shalat dari sinar matahari, dan serambi
yang

lain

merupakan rumah orang-orang

Makkah yang berhijrah

bersama Rasulullah. Beliau sendiri tinggal di bangunan sederhana yang
dibangun berlawanan dengan sisi luar sebelah timur dinding masjid.
Setelah

1

Rasulullah

meninggal

dunia,

barulah

orang-orang

Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid (Jakarta: Dea Perss, 2000), h. 11

1

Islam

2

membangun

masjid

secara

ekslusif

sebagai

tempat

ibadah.2

Masjid memiliki fungsi yang sangat istimewa sebagai penguatan
keyakinan kepada Allah SWT dan juga sebagai budaya islam. Ada dua
yang berkaitan dengan hal tersebut, Pertama, ialah yang berkaitan
dengan sisi historis, ketika Nabi SAW hijrah ke kota Yastrib langkah
pertama yang dilakukan ialah membangun Masjid Quba yang terletak
sebelum kota yatsrib dan kemudian

Masjid Nabawi di kota Yatsrib.

Kedua, berkaitan tentang fungsi masjid, pada masa Rasulullah SAW
masjid tidak hanya menjadi tempat shalat tetapi digunakan sebagai
pusat

kegiatan sosial

kemasyarakatan,

politik,

pendidikan, militer,

ekonomi dan lain sebagainya. Sejarah mencatat tidak kurang dari
sepuluh yang menjadi peran Masjid Nabawi, yaitu sebagai: (1) Tempat
ibadah (shalat & Dzikir ), (2) Tempat Konsultasi dan komunikasi (
masalah sosial, politik, ekonomi ), (3) Tempat Pendidikan (4) Tempat
santunan sosial (5) Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya
(6) Tempat pengobatan tawanan perang (7) Tempat perdamaian

dan

pengadilan sengketa (8) aula dan tempat menerima tamu (9) Tempat
menahan tawanan (10) Pusat penerangan dan pembelaan agama.3

2

Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islam), “ Memfungsikan Masjid Sebagai
Pusat Pengembangan Ekonomi Umat," terbit 4 November 2007, (diakses pada tanggal 12
Juni 2012 dari http://tauziyah.com/2007/11/04/,
3

Fauziah,Harmoni, “Jurnal Multikultural dan Multireligius,” (Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Badan Diklat & Diklat Depag RI Vol VII, Januari-Maret, 2009), h 28-29,
(diakses pada 12 Juni 2012 dari Balitbangdiklat.kemenag.go.id)

3

Dari penjelasan di atas bahwasannya peran masjid sangatlah
luas sebagai pusat kegiatan orang-orang muslim. Quraish Shihab
mengatakan hal tersebut dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab, di
antaranya; 1) keadaan masyarakat yang masih berpegang teguh kepada
nilai, norma, dan jiwa agama; 2) kemampuan Pembina-pembina masjid
menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian
dan

kegiatan

masjid; 3) manifestasi pemerintah terlaksana di dalam

masjid, baik dalam pribadi

pemimpin

pemerintahan

yang menjadi

khatib/imam maupun dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan
tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah).4
Pada masa sekarang, pembangunan masjid sangat pesat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya ibadah shalat, sehingga masjid

selalu ada di setiap

tempat baik itu di pedesaan maupun perkotaan yang meliputi kantor
swasta, kantor pemerintahan, lembaga pendidikan, tempat rekreasi, mall
atau pasar dan tempat-tempat publik lainnya di sediakan tempat untuk
shalat.5
Beberapa tahun terakhir

di Indonesia, sudah terlihat sebagian

masjid telah mampu berfungsi selain sebagai tempat ibadah (shalat) juga
merupakan tempat pengembangan pendidikan, tempat pemberdayaan
4
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; “Tafsir Maudhu’I atas pelbagai persoalan umat
,( T.tp.:Mizan, 1996), cet ke-2, h. 459
5

Moh. E. Ayub, dkk., Manajemen Masjid ( Jakarta : Gema Insani Press, 1996), h. 17

4

ekonomi umat, dan tempat kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Dengan
demikian, keberadaan masjid memberikan manfaat bagi jamaah dan
masyarakat lingkungannya. Fungsi masjid yang seperti itu, perlu terus
dikembangkan dengan pengelolaan yang baik dan teratur, sehingga dari
masjid lahir insan-insan muslim yang berkualitas dan masyarakat yang
sejahtera.

Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, di wilayah kota,
pinggiran kota dan pedesaan dapat dilakukan dengan menggiatkan masjidmasjid untuk berperan alami dalam kehidupan jamaah dan masyarakat di
lingkungan masjid dengan ajaran Islam sebagai agama yang dianut oleh
masyarakat

setempat

sebagai mekanisme perubahan sosial dan

peningkatan motivasi dalam berusaha sehingga dapat mempercepat
perubahan sosial-ekonomi di wilayah-wilayah masjid tersebut berada.6

Salah satu pilar kemajuan peradaban Islam adalah amwal (wealth)
atau ekonomi. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan “Ekonomi adalah
tiang dan pilar paling penting untuk membangun peradaban
( Imarah ). Tanpa kemapanan ekonomi,

maka

Islam

kejayaan Islam sulit

dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting untuk

6

Merza Gamal ( Pengakaji Sosial Ekonomi Islam ),“ Memfungsikan Masjid Sebagai
Pusat Pengembangan Ekonomi Umat," terbit 4 November 2007, (diakses pada tanggal 12 Juni
2012 dari http://tauziyah.com/2007/11/04/, )

5

membangun negara dan menciptakan kesejahteraan umat. (Ringkasan dari
Muqaddimah Ibnu Khaldun, Bab 3,4 dan 5)7

Al-Ghazali, Asy-Syatibi dan seluruh ulama ushul yang membahas
maqashid syari’ah, senantiasa memasukkan
maqashid. Shah Waliullah

amwal sebagai pilar

Ad-Dahlawy, ulama terkemuka dari India,

(1703-1762).berkata, “Kesejahteraan ekonomi merupakan
untuk suatu

kehidupan

yang

baik. Tingkat

prasyarat

kesejahteraan ekonomi

sangat menentukan tingkat kehidupan seseorang, semakin tinggi tingkat
kesejahteraan ekonominya, akan semakin mudah untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik (hayatan thayyibah). Para ulama Islam
sepanjang sejarah, khususnya sampai abad 10 Hijriyah senantiasa
melakukan kajian ekonomi Islam. Karena itu kitab-kitab Islam tentang
muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan berlimpah. Para ulama
tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fikih
mereka dan dalam halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka.8
Sehingga tradisi keilmuwan ekonomi yang eksis di masa silam, harus
dihidupkan kembali di mesjid-mesjid, agar fungsi mesjid sebagaimana
zaman Rasulullah

dapat diwujudkan kembali khususnya masalah

ekonomi.
7

Agustianto, “Peran Masjid dalam Edukasi Syariah”, (diakses pada 12 Juni 2012 dari
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1093&Itemi
d=5 )
8

Agustianto, “Peran Masjid dalam Edukasi Syariah”, (diakses pada 12 Juni 2012 dari
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1093&Itemid=
5)

6

Fakta penting yang terjadi adalah masjid dibangun sedemikian
banyak. Menurut

rekapitulasi

masjid dan mushala di DKI Jakarta,

jumlah masjid yang berada di wilayah DKI sebanyak 2.831 unit Masjid
dan 5.661 mushalla. Sedangkan di Indonesia, diperkirakan ada 700 ribu
masjid. Kendala terbesarnya, masjid baru menjadi bangunan megah,
tetapi sepi dari roh umat, kosong, dan hanya untuk kegiatan-kegiatan
ibadah mahdah.9

Bangunan masjid sekarang banyak yang mempunyai arsitektur
indah dan megah dengan konstruksi yang sangat mahal. Namun, tidak
jarang, keindahan dan kemegahan bangunan masjid yang tersebar di
berbagai penjuru negeri tidak menunjukkan tingkat kesejahteraan para
jamaahnya, bahkan beberapa masjid

untuk membayar

biaya

pemeliharaan masjid tersebut seringkali dilakukan dengan memintaminta di pinggir jalan, sehingga menurunkan citra Umat Islam secara
keseluruhan.10
Mewujudkan

masjid

yang

makmur

dan

mengoptimalkan

fungsinya dengan baik, tentu menjadi tanggung jawab seluruh Umat
Islam, karena

9

kita

mengetahui

bahwa

sebagai

baitullah,

masjid

Juni Supriyanto, “Tak Sebatas Pelatihan,” Dialog Jumat Republika, 9 September 2011,

h.3.
10

Merza Gamal ( Pengkaji Sosial Ekonomi Islam ),“ Memfungsikan Masjid Sebagai
Pusat Pengembangan Ekonomi Umat," terbit 4 November 2007. (diakses pada tanggal 12 Juni
2012 dari http://tauziyah.com/2007/11/04/)

7

merupakan

tempat

suci

bagi

Umat Islam.11 Pemeliharaan dan

pemakmuran citra masjid terpikul sepenuhnya dipundak Umat Islam.
Baik sebagai pribadi maupun komunitas, umat harus menjaga agar citra
masjid tidak buruk dan tidak rusak dalam pandangan dan gangguan dari
pihak

luar.

Memelihara citra masjid tidak terbatas pada aspek fisik

bangunannya, tetapi juga menyangkut gairah kegiatannya. Dalam konteks
ini, faktor penentunya tidak lain adalah sumber daya manusia, yaitu
pengurus dan jamaah. 12

Pemberdayaan ekonomi masjid merupakan salah satu jawaban
yang dapat dilakukan untuk membantu orang-orang yang mengalami
kesulitan secara ekonomi dan diharapkan dengan bantuan tersebut
diberikan itu mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Namun pemberdayaan ekonomi berbasis masjid ini pun tidak bisa
berjalan dengan baik jika tidak didukung dengan kondisi ekonomi
masjid yang kuat. Oleh karenanya jika sebuah masjid berkeinginan
untuk memberdayakan ekonomi umat, maka hal pertama yang harus
dilakukan oleh dewan kemakmuran masjid (DKM)

ialah menguatkan

perekonomian masjid terlebih dahulu, dengan menciptakan unit-unit
usaha

yang

mampu

memberikan

kontribusi

tidak hanya

untuk

kegiatan - kegiatan yang sifatnya peribadatan dan operasional, namun

11

12

Moh. E. Ayub, dkk., Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani press, 1996), h. 25
Ibid, h. 25

8

masjid juga mampu memberikan kesejahteraan bagi umatnya melalui
pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh masjid tersebut. Semisal
dengan mendirikan sebuah lembaga pinjaman yang berbasis syariah
atau yang disebut dengan Baitul Maal Wat Tamwil atau juga koperasi
yang tentunya berbasis syariah, masjid pun juga bisa mendirikan sebuah
bangunan-bangunan atau kios yang

nantinya bangunan tersebut

disewakan atau dikontrakan, dan masih banyak lagi unit-unit usaha
berpotensial

yang

keuntungannya

dapat

tentu

dikembangkan

oleh DKM Masjid. Yang

saja dapat digunakan untuk berbagai kegiatan

pemakmuran masjid.

Upaya-upaya inilah yang akan menjadikan sebuah masjid memiliki
kemandirian secara ekonomi , dimana masjid tidak hanya mampu
menghidupkan

masjid itu sendiri, tetapi juga mampu memberikan

kesejahteraan dan kemakmuran untuk umat.

Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis menggangap penting
untuk mengangkat judul skripsi tentang “Peranan Bidang Usaha dalam
Kemandirian Masjid Ittihadul Muhajirrin, Pamulang Barat, Tangsel.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, penulis merasa perlu
membuat batasan masalah yaitu Peranan Bidang Usaha
membangun Kemandirian Masjid Ittihadul Muhajirrin Pamulang

dalam

9

Sedangkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah peranan Bidang Usaha dalam membangun kemandirian
Masjid Ittihadul muhajrrin Pamulang ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pengelola masjid
ittihadul muhajirin dalam mengelola potensi ekonomi masjid?
3. Kendala-kendala apa saja yang di alami oleh Ta’mir Masjid Ittihadul
Muhajirrin dalam membangun kemandirian Masjid?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan

utama

dari

penelitian

ini

adalah

mengoptimalkan fungsi dan peran Bidang Usaha

bagaimana

dalam kemandirian

Masjid Ittihadul Muhajirrin, Pamulang, dimana hasilnya dapat dijadikan
sebagai bahan

perbandingan bagi

pengembangan

tujuan sejenis di

tempat lain, baik dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat.
2. Manfaat Penelitian :
a. Segi Akademis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
khazanah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa khususnya jurusan
Manajemen

Dakwah agar dapat

mengetahui

bahwasannya begitu

banyak potensi-potensi ekonomi yang dapat di gali melalui kegiatankegiatan keMasjidan.

10

b. Segi Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pertimbangan untuk bisa menjadi pendorong bagi Masjid-Masjid lainnya
untuk melakukan hal yang sama dalam membangun Kemandirian
Masjid
c. Manfaat Masjid Ittihadul Muhajirrin : Sebagai bahan evaluasi bagi
manejemen

Masjid

Ittihadul

Muhajirrin

Pamulang

dalam

pengembangan Masjid untuk kedepannya
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan
penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah,
maka langkah awal yang penulis tempuh dengan mengkaji

terhadap

penelitian terdahulu.
Pemberdayaan Masjid sebagai sarana pendidikan Islam bagi siswa
di MAN 3 Malang Penelitian tersebut menekankan tentang bagaimana
memberdayakan

siswa

dengan

mengoptimalkan

kegiatan

masjid

khususnya pendidikan islam. kinerja dari manajemen Manajemen
Pemberdayaan Ekonomi pada Masjid Sunda Kelapa skripsi yang ditulis
oleh Tina Afriani mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
tahun 2005 mentikberatkan pembahasannya pada bagaimana mengelola
dana-dana yang terkumpul untuk dijadikan kegiatan-kegiatan usaha
masjid.

11

E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis
membuat sistematika dengan pengelompokkan berdasarkan

kesamaan

dan hubungan masalah yang ada.
Skripsi ini tediri dari enam bab :
BAB I

Merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini penulis
menguraikan masalah teknik penulisan yang berisikan
Latar

Belakang,

Perumusan

dan

Pembatasan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian
terdahulu, sistematika penulisan.
BAB II

Tinjauan Teoritis terdiri dari pengertian dari Peranan,
Masjid dan kemandirian

BAB III

Membahas tentang Metodologi Penelitian yang terdiri
dari Jenis Penelitian, kehadiran peneliti, metode
penentuan sampel, teknik pengumpulan data, metode
pengumpulan data.

BAB IV

Gambaran

umum tentang Masjid

ITTIHADUL

MUHAJIRRIN.
BAB V

Memaparkan Hasil analisis dan temuan-temuan
tentang peranan Bidang Usaha dalam Kemandirian
Masjid Ittihadul Muhajirin

12

BAB VI

Bab

ini merupakan akhir dari pembahasan yang

berisi
data-data

tentang kesimpulan terhadap pembahasan
yang telah di analisis

sebagai bahan pertimbangan.

dan

saran-saran

13

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Peranan
1. Teori Peranan
Peranan adalah berasal dari kata “peran” yang ditambahkan akhiran
“an”. Peran memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki
oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah
bagian dari tugas utama yang dilaksanakan.13

Menurut Gross Masson dan A.W. Mc. Eachen yang dikutip oleh
David Berry mendefinisikan bahwa “peranan sebagai seperangkat
harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati
kedudukan sosial tertentu”.14

Masih dari David Berry, harapan-harapan merupakan hubungan
dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peranan
itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di
dalam pekerjaannya”.
13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), Cet Ke-1, h. 667.
14

N. Grass W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, dikutip oleh
David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),
Cet. Ke-3, h. 99.

14

Didalam buku Psikologi Sosial, Abu Ahmadi menerangkan bahwa
“peranan adalah suatu pengharapan manusia terhadap caranya individu
harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan
fungsi sosialnya”.15 Ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan
seseorang menyesuaikan sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya
serta menjalankan hak dan kewajibannya.

Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama
bahwa harapan tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogyanya
ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peranan tertentu. Peranan
adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama
dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.16

Dalam teorinya Biddle dan Thomas yang dikutip oleh Sarlito
Wirawan membagi peristilahan teori peran dalam empat golongan, yaitu
istilah-istilah yang menyangkut:17
a) Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
b) Perilaku yang muncul dalam interaksi sosial
c) Kedudukan orang-orang dalam perilaku
d) Kaitan antara orang dan perilaku

15

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), ed revisi, h. 106

16

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV Rajawali, 1984),
Cet, ke-1, h. 135.
17

Ibid , h. 215.

15

Masih menurut Biddle dan Thomas, ada lima istilah tentang
perilaku dalam kaitannya dengan peran, yakni:
a) Expectation (harapan)
b) Norm (norma)
c) Performance (wujud perilaku)
d) Evaluation (penilaian)
e) Sanction (sanksi)

Dalam perspektif ilmu sosiologi, peranan didefinisikan dengan
suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari
seseorang yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu.18

Peranan merupakan fungsi yang bisa terwujud jika seseorang
berada di dalam satu kelompok sosial tertentu. Peranan juga merupakan
sebuah perilaku yang memiliki suatu status dan bisa terjadi dengan atau
tanpa adanya batasan job description bagi para pelakunya.19

Menurut Soerjono Soekanto peranan merupakan aspek dinamis dari
kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.20

18

W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Eresso, 1998), h. 135.

19

Ibid, h. 135.

20

Onong Uchjana Efendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 108.

16

Di dalam peranannya sebagaimana dikatakan David Berry terdapat
dua macam

harapan, yaitu: harapan-harapan masyarakat terhadap

pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki si pemegang
peranan terhadap masyarakat.21

Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri
dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam
masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal,
yaitu:22
a. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
Contoh: Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan
suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut
terdapat aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
b. Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat.
Contoh: Seorang ulama, Guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik
hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.

21

David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995), Cet. Ke-3, h. 101.
22

A. Sutarmadji dan Al Tirmidzi, Peranan dan Pengembangan Hadits dan Fiqih,
(Ciputat: Logoso Wacana Ilmu, 1998), h. 27.

17

Dengan pengertian dan penjelasan diatas terlihat suatu gambaran
bahwa peranan adalah kewajiban-kewajiban dan keharusan yang dilakukan
oleh seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu
masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

B. Pengertian Masjid
Kata masjid berasal dari bahasa arab, masjid secara etimologis
berarti tempat sujud. Jika dilihat dari segi harfiah, kata pokoknya:
sujudan, fi’il madinya sajada. Fi’il sajada diberikan awalan ‘ma’, sehingga
terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk
dari sajada

menjadi masjidu.23 Sedangkan secara terminologi, masjid

adalah tempat atau bangunan untuk melakukan ibadah dalam makna
luas.24
Berdasarkan pengertian diatas , maka sebenarnya kata masjid tidak
terbatas kepada suatu bangunan besar seperti dalam pengertian saat ini ,
namun mencakup semua tempat dimana terjadi peristiwa sujud.25
Sedangkan pengertian masjid menurut istilah adalah sebagai
berikut : “Tempat Sujud, yaitu tempat umat islam mengerjakan shalat dzikir

23
Sidi Gazalba, Masjid Pusat ibadah dan kebudayaan islam ( Jakarta : Pustaka Antara,
1962) h. 112
24

Ahmad Yani, dkk., Panduan Mengelola Masjid ( Jakarta : Pustaka Intermasa, 2007), h.3

25

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998) cet, ke-8, h.460.)

18

kepada Allah SWT dan untuk hal-hal yang berhubungan dengan dakwah
islamiyah”. 26
Menurut Yusuf Qardhawi yang dimaksud dengan Masjid adalah
rumah, seperti makna yang tersirat dalam Firman Allah SWT :

            
            
         
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan
untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi
dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu
hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.(Qs. An-Nur:
36-37)
Masjid adalah rumah Allah (Baitullah) yang dibangun sebagai
sarana bagi umat islam untuk mengingat, mensyukuri dan menyembah
Allah SWT dengan baik, selain itu juga masjid merupakan tempat
melaksanakan

berbagai

aktivitas

amal

shaleh,

seperti

tempat

bemusyawarah, pernikahan, benteng dan strategi perang, mencari solusi
permasalahan yang terjadi di tengah-tengah umat dan sebagainya. Sejalan
dengan arti penting keberadaan masjid di tengah-tengah masyarakat

26

Abdul Mujieb, et al., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994), h.201

19

muslim inilah, Al-Qur’an banyak menyebut kata Masjid di dalam beberapa
ayatnya seperti di surat Al-Baqarah 114 surat At-Taubah 107-108 surat
An-Nur 36-37.27

C. Peran & Fungsi Masjid

Masjid, sebagaimana telah kita ketahui berasal dari kata sajadayasjudu yang berarti “merendahkan diri”, menyembah atau sujud. Masjid
mempunyai peranan penting bagi umat islam. K.H. Anwar Sanusi
mengatakan “Kalau Masjid diperuntukkan hanya untuk shalat, umat islam
bisa shalat dimana saja. Sebab bumi Allah itu semuanya adalah masjid.
Umar bin Khatab ketika masuk palestina, ia melakukan ibadah shalat di
samping gereja. Jadi, shalat dapat dilakukan dimanapun yang dianggap
tidak ada halangan sama sekali,” ujarnya.28

Menurut Ahmad Sutarmadi, masjid bukan sekedar memiliki peran
dan fungsi sebagai sarana peribadatan saja bagi jamaahnya, namun
masjid memiliki
agama

27

28

dan

misi yang

pengetahuan,

lebih luas mencakup bidang pendidikan
bidang

peningkatan

hubungan

sosial

Cecep Castrawijaya, Manajemen Masjid, 2010, h 3-4

Anwar Sanusi, “Fungsi Masjid dalam pemberdayaan Ekonomi Umat” , artikel di akses
pada 29 Juli 2012 dari http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=262712&kat_id=147

20

kemasyarakatan bagi para anggota jamaah, dan peningkatan ekonomi
jamaah, sesuai dengan potensi lokal yang tersedia.29
Untuk optimalisasi peran dan fungsi masjid tersebut dapat
diturunkan menjadi langkah-langkah strategis sebagai berikut;
Misi

pertama; meningkatkan

iman

dan

taqwa.

Langkah-langkah

strategisnya meliputi:
1. Menyelenggarakan pengajian berbagai ilmu-ilmu Islam yang bertujuan
menyempurnakan kemampuan jamaah, sehingga dalam kehidupan
kesehariannya akan lebih teratur dan terarah, selalu berpedoman pada
ajaran Islam. Penyelenggaraannya disesuaikan dengan kemampuan dan
kehendak para anggota jamaah.
2. Menyelenggarakan berbagai macam shalat mulai dari shalat wajib,
shalat sunnah dan juga shalat fardhu kifayah.
3. Meyelenggarakan berbagai kegiatan sosial keagamaan seperti
peringatan ataupun penyambutan hari-hari besar Islam dan tahun baru
hijriyah, pelepasan dan penyambutan jamaah haji dan lainnya.

29

Ahmad Sutarmadi, Visi, misi, dan langkah Strategis; Pengurus Dewan Masjid Indonesia
dan Pengelola Masjid, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 19

21

Misi kedua; meningkatkan pendidikan. Kegiatan-kegiatan strategisnya
meliputi:
1. Menyelenggarakan pendidikan formal mulai taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi sesuai dengan kepentingan anggota jamaah masjid
yang bersangkutan.
2. Menyelenggarakan pendidikan non formal, seperti pengajian yang di
ikuti oleh berbagai kelompok umur.
3. Menyelenggarakan kursus-kursus untuk meningkatkan keterampilan
khusus, seperti bahasa, otomotif, komputer, menjahit, yang tentunya
disesuaikan dengan kebutuhan jamaah.
4. Meningkatkan kemampuan seni bagi jamaah seperti seni membaca AlQuran, nasyid, beladiri, sesuai keperluan jamaah.
5. Meningkatkan kualitas perpustakaan masjid secara terus menerus.
Misi ketiga; meningkatkan ekonomi jamaah. Kegiatan strategisnya
meliputi:
1. Menyelenggarakan kursus dan bimbingan usaha ekonomis produktif
dari hal-hal yang sederhana sampai pada urusan ekonomi kelas atas
sesuai dengan keadaan jamaah.
2. Memanfaatkan sumber alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan. Seperti bagi nelayan, perlu memelihara terumbu
karang agar nelayan dapat tetap memperoleh hasil tangkapan yang
memadai.

22

3. Mengusahakan permodalan melalui koperasi dan lembaga keuangan
yang menguntungkan seperti membangun Baitul Maal Wa Tamwil
dengan dukungan pengelolaan zakat, kerjasama dengan perbankan
mencari modal dari luar negeri dan usaha lain yang halal.
4. Membangun kerjasama anggota jamaah masjid dalam menumbuhkan
ekonomi dengan memanfaatkan tenaga ahli sesuai dengan situasi
setempat, seperti membuat sentra usaha ekonomi dan menciptakan
hubungan kerja ekonomis yang saling menguntungkan.
5. Menjalin hubungan dengan pemerintah yang secara langsung
menangani pengembangan ekonomi, seperti Kemenperin, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM.
6. Menjadikan masjid sebagai pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah.
Karena pengelola masjid lebih mengetahui kondisi masyarakat sekitar
sehingga pemungutan dan distribusi menjadi lebih merata.
7. Mengajak para ahli ekonomi membantu pengembangan ekonomi
jamaah dengan memberikan bimbingan secara terus menerus serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anggota jamaah masjid
pada hal-hal yang diperlukan.
Misi keempat; meningkatkan hubungan sosial kemasyarakatan. Kegiatan
strategisnya meliputi:
1. Pertemuan silaturahiim antar pengelola masjid dengan seluruh anggota
jamaah. Untuk itu diperlukan data jamaah masjid yang valid dan akurat.

23

2. Menjadikan masjid sebagai pelaksanaan kegiatan seperti pernikahan,
syukuran,

pelepasan dan penyambutan jamaah haji, termasuk

penyelenggaraan jenazah.
3. Menggiatkan dan menggairahkan shalat jamaah dengan bimbingan
imam secara teratur.
Berbagai macam peran dan fungsi masjid yang telah disebutkan,
maka telah kita ketahui bahwa kedudukan masjid sangatlah penting bagi
umat islam. Oleh karena itu dalam pemakmuran masjid sendiri perlu
adanya perhatian khusus dari semua pihak. Dari penjelasan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa masjid adalah tempat yang dijadikan
pembinaan umat islam, baik mengenai aqidah, ibadah, muamalah maupun
akhlak.

D. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Kata kemandirian berasal dari
kata dasar diri yang mendapat awalan ‘ke’ dan akhiran ‘an’ yang
kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda.30
Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan
mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu
sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang
30

128

Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, ( Bandung : CV Wacana Prima, 2009) h.

24

menyelaraskan dan mengkordinasikan seluruh aspek kepribadian.31
Kemandirian, dari kata dasar "mandiri" di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai suatu keadaan dapat berdiri sendiri; tidak
bergantung pada orang lain.32

Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti
Autonomy, Independency dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian
dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab
sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan.33
Menurut Emile Durkheim yang dikutip oleh Mohammad Asrori
dalam bukunya, kemandirian adalah keadaan sesorang yang dapat
menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau
perilaku seseorang yang dapat dinilai. Berangkat dari definisi tersebut,
maka dapat diambil pengertian kemandirian adalah keadaan seseorang
yang dapat berdiri sendiri, tumbuh dan berkembang karena disiplin dan
komitmen sehingga dapat menetukan diri sendiri yang dinyatakan dalam
tindakan dan perilaku yang dapat di nilai.34

31

http://digilib.unimus.ac.id, diakses tanggal 16 Mei 2012

32

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia ( Jalarta: Balai Pustaka, 1988), Cet Ke 1, h. 555
33

Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian ( Buletin Perpustakaan UGM edisi
Desember 1997), h. 20
34

129

Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, ( Bandung : CV Wacana Prima, 2009) h.

25

1. Komponen Kemandirian
Menurut Green dan Torensen Mereka menyebutkan istilah Self
Relience bagi individu mandiri dengan ciri-ciri antara lain tidak adanya
kebutuhan yang menonjol untuk memperoleh pengakuan dari orang lain,
mereka mampu mengontrol tindakannya sendiri dan penuh inisiatif.35
Menurut Beller kemandirian atau kesiapan dan kemampuan
individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil
inisiatif , mencoba mengatasi masalah tanpa minta bantuan orang lain,
memperoleh kekuatan dari usaha-usaha, berusaha dan mengarahkan
tingkah laku menuju kesempurnaan.36
Masrun

menyatakan bahwa lima komponen kemandirian yang

utama yaitu bebas progresif, ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam
(internal focus of control) dan kemantapan diri (self esteem, self
confidence).37
Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan kemandirian
dari dua sudut yang berpusat pada masyarakat. Dengan menggunakan

35

Masrun, dkk. Studi mengenai Kemandirian pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa
( Jawa, Batak, Bugis ), dalam Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian ( Buletin
Perpustakaan UGM edisi Desember 1997), h. 20
36
Ibid, h. 20
37
Ibid, h. 20

26

sudut pandang ini. Durkheim berpendirian bahwa kemandirian merupakan
elemen esensial dari moralitas yang bersumber pada masyarakat.38
Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang
menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap
kelompok. Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah individu yang
berani

mengambil

keputusan

yang dilandasi oleh pemahaman akan

segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga kemandirian merupakan
suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses
individualisasi yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju
kesempurnaan.39
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Parker, faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
adalah sebagai berikut :40
1. Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti memilik tugas untuk menyelesaikan
sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Anak-anak
sebaiknya tumbuh dengan pengalaman tanggung jawab yang sesuai dan
terus meningkat, misalnya anak-anak diberi tanggung jawab untuk

38

ht t p:/ / digilib.unimus.ac.id, diakses t anggal 16 M ei 2012

39

http://digilib.unimus.ac.id, diakses tanggal 16 Mei 2012

40

Parker, Qualitative Psychology. (New York: McGraw-Hill, 2005)

27

mengurusi dirinya sendiri. Anak-anak yang diberi tanggung jawab sesuai
dengan usianya akan merasa dipercaya, berkompeten dan dihargai.
2. Mandiri
Percaya diri dan mandiri adalah dua hal yang saling menguatkan.
Semakin anak dapat mandiri, dia akan semakin mampu mengelola
kemandirian, kemudian mengukuhkan kepercayaan diri dan keterampilan
untuk mengembangkan kemandirian.
3. Pengalaman Praktis dan Akal Sehat yang Relevan
Akal yang sehat berkembang melalui pengalaman yang praktis dan
relevan. Seseorang yang memiliki kemandirian akan memahami
diantarannya mampu untuk :
a. Memenuhi kebutuhan makan untuk dirinya sendiri, lebih-lebih tahu
bagaimana cara memasaknya.
b. Membuat keputusan rasional bagaimana membelanjakan uang
sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
c. Menggunakan sarana transportasi umum dan menyebrang jalan.
d. Bereaksi secara cepat dan tepat dalam berbagai situasi darurat.

4. Otonomi
Merupakan kemampuan untuk menentukan arah sendiri (self
determination) yang berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi
apa yang terjadi pada dirinya.

28

5. Kemampuan Memecahkan Masalah
Dengan adanya dukungan dan arahan yang memadai, anak-anak
akan terdorong untuk mencari jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang
praktis dan berhubungan dengan mereka sendiri.

E. Peranan Ekonomi Masjid
Krisis keuangan

dirasakan oleh banyak

masjid. Ini membuat

masjid tidak hanya sulit mengembangkan kegiatan, untuk pembangunan
sarana masjid terpaksa harus meminta dari pinggir jalan, di perempatan
lampu merah, dan lain-lain. Minimnya dana masjid karena umumnya
masjid hanya mengandalkan pendapatannya dari

tromol jum’at.

Karenanya perlu dilakukan usaha-usaha lain yang halal dan tidak mengikat
seperti menangani jasa pembayaran rekening listrik, telepon, Pam dll.41

Pengelolaan dan pemakmuran masjid secara baik tentu saja
memerlukan dana yang tidak sedikit. Bila masjid hanya mengandalkan
dana dari tromol jum’at, maka hal itu tidak mencukupi, sementara biaya
operasional masjid, baik untuk perawatan bangunan honor pelaksana
harian maupun aktivitasnya cukup besar. Karena itu pengurus masjid
perlu mengupayakan

usaha-usaha guna menopang

biaya yang

dibutuhkan masjid. Usaha yang dapat dilakukan antara lain : Pertama,
mengupayakan adanya donatur tetap yang di ambil setiap bulannya.
41

Ahmad Yani dan Achmad Satori Ismail, Menuju Masjid Ideal, (Jakarta : LP2SI Al
Haramain, 2001), cet 1, h. 92

29

Kedua, menghimpun dan mengelola dana zakat, infaq dan shadaqah.
Ketiga, Baitul maal wat Tamwil yang menggunakan sistem syariah guna
menghimpun

dana umat dan mengembangkannya untuk kepentingan

umat. Keempat, penyewaan ruang aula untuk berbagai kegiatan. Kelima,
membuka mini market atau koperasi masjid yang menjual berbagai
keperluan rumah tangga. Keenam, Penyewaan Inventaris masjid seperti
sound system kursi, tenda dan sebagainya. 42

D. Langkah-Langkah Menuju Masjid Mandiri
Dalam upaya menjadikan sebuah masjid yang mandiri, adapun
beberapa langkah-langkah di bawah ini yang mungkin dapat membantu
pengurus masjid dalam mengatur aktifitas pemakmuran masjid, antara
lain:43

1. Konsolidasi pengurus
Pengurus masjid tentu sangat besar perannya dalam pemakmuran
masjid. Karena itu, pengurus masjid harus solid, mulai dari jumlah yang
cukup, memiliki semangat kerja, memiliki pemahaman tentang masjid,
memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengurus. Disamping
itu, konsolidasi pengurus masjid juga bisa dilakukan dengan rapat-rapat
rutin agar selalu terpantau perkembangan kerja pengurus dan komunikasi
42

Ahmad Yani dan Achmad Satori Ismail, Menuju Masjid Ideal, (Jakarta : LP2SI Al
Haramain, 2001), cet 1, h. 25-27
43

Ibid, h. 93-97

30

yang intensif antar sesama pengurus dalam mengemban amanah
kepengurusan masjid.

2. Konsolidasi jamaah
Usaha yang dapat dilakukan dalam konsolidasi jamaah antara lain:
pertama, memberikan pemahaman kepada jamaah tentang

pentingnya

masjid bagi umat islam. Kedua, melakukan pendekatan secara pribadi
guna berpartisipasi aktif dalam kegiatan masjid. Ketiga, memberikan
kesempatan kepada jamaah untuk

sumbang saran dan kritik

tentang

kegiatan-kegiatan kemasjidan.

3. Perumusan Program Kerja
Perumusan program ini sangat penting dilakukan mengingat
banyak jamaah bahkan pengurus masjid yang masih beranggapan bahwa
kegiatan masjid hanya yang bersifat ibadah saja. Pengurus masjid bisa
merumuskan program yang bervariasi, sesuai dengan tingkat kebutuhan
jamaah dan kemampuan pelaksanaannya. Oleh karena itu, program yang
hendak dilaksanakan oleh pengurus agar dapat berjalan efektif, maka
perlu adanya masukan dari jamaah baik jenis kegiatan, waktu pelaksanaan,
penanggung jawab, tujuan dan target yang ingin dicapai hingga perkiraan
biaya yang diperlukan.

4. Memperbaiki mekanisme kerja
Salah satu faktor utama terlaksananya program kegiatan masjid
adalah mekanisme kerja pengurus yang baik. Upaya yang dapat ditempuh

31

antara lain : memberikan atau membentuk persepsi yang baik tentang tata
cara kerja kepengurusan masjid, menumbuhkan tanggung jawab kerja
yang harus dilaksanakannya, membagi tugas kerja sesuai dengan bidang
dan kemampuannya masing-masing serta melakukan kontrol dan evaluasi
terhadap pelaksanaan program. Dalam kaitan ini, penyelenggaraan rapat
rutin pengurus menjadi sangat penting guna mengevaluasi pelaksanaan
program dan mencanangkan rencana-rencana baru.

5. Menumbuhkan sense of belonging terhadap masjid
Rasa memiliki terhadap masjid dapat ditumbuhkan dengan
memberikan pemahaman tentang bagaimana tanggung jawab seorang
muslim terhadap masjid, melibatkan dan memanfaatkan potensi jamaah
dalam kegiatan masjid dan mencanangkan program yang menunjukan
perhatian masjid terhadap kondisi atau persoalan yang dihadapi jamaah
sehingga apabila jamaah memiliki masalah dalam hidup, aktivitas masjid
dapat membantu mengatasinya. Untuk itu, pengurus masjid perlu mendata
jamaahnya, baik nama,alamat, tempat tanggal lahir, suku, pendidikan,
pekerjaan, kemampuan atau keahlian yang dimiliki hingga masalah yang
dihadapi.

6. Melengkapi fasilitas masjid
Terselenggaranya kegiatan yang membuat masjid menjadi makmur
diperlukan fasilitas fisik masjid yang memadai. Oleh karena itu, secara

32

bertahap pengurus masjid perlu melengkapi sarana yang dibutuhkan agar
memungkinkan dilaksanakannya berbagai kegiatan masjid.

7. Menggalang pendanaan masjid
Daya dukung yang tidak bisa dipisahkan dari upaya memakmurkan
masjid adalah dana yang cukup. Agar masjid memiliki dana yang cuku, di
samping melalui tromol jumat, penggalangan dana juga dapat dilakukan
dengan mencari dan menetapkan donatur tetap setiap bulan, penyewaan
sarana masjid seperti aula, dan usaha-usaha lain yang memungkinkan dan
tidak mengikat.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Ahmad Sutarmadi, SH, yang penulis
kutip dari skripsi Tina Afriani barometer kemandirian masjid secara
ekonomi dapat di uraikan sebagai berikut :44
1. Memiliki sumber dana yang bersifat produktif
2. Menerapkan manajemen sumber dana yang profesional sehingga
menghasilkan return sado surplus setiap periode laporan keuangan atau
minimal break even point (impas)
3. Dapat menyelenggarakan ri’ayah (pemakmuran) yang meliputi
pembinaan masyarakat yaitu dakwah, keimanan, keilmuan, pembinaan
moral, dan pelayanan sosial secara berkesinambungan dan terarah
sesuai dengan target perencanaan dalam upaya mengembalikan masjid
44

Tina Afriani, “ Manajemen Pemberdayaan Ekonomi pada Masjid Sunda Kelapa,”
( Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2005), h. 70

33