BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 59
5.2. Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
24 Tabel 2.2. Keunggulan PBM dan Pembelajaran Ekspositori
30 Tabel 2.3. Kelemahan PBM dan Pembelajaran Ekspositori
31 Tabel 2.4. Perbedaan Pedagogi PBM dan Pembelajaran Ekspositori
32 Tabel 3.1. Perincian Jumlah Siswa
40 Tabel 3.2. Desain Penelitian Randomized Control Group Only
41 Tabel 3.3. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
45 Tabel 3.4. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
46 Tabel 4.1. Data Hasil Tes Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
52 Tabel 4.2. Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Ekspositori 54 Tabel 4.3. Data Hasil Uji Homogenitas
55
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Bagian-bagian Balok
33 Gambar 2.2. Bagian-bagian Kubus
33 Gambar 2.3. Diagonal Balok dan Kubus
34 Gambar 2.4. Jaring-jaring Kubus
35 Gambar 2.5. Jaring-jaring Balok
35 Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian
43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I Eksperimen
62 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Eksperimen
68 Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I Kontrol
74 Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Kontrol
77 Lampiran 5. Lembar Aktivitas Siswa I
80 Lampiran 6. Lembar Akivitas Siswa II
87 Lampiran 7. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
93 Lampiran 8. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
95 Lampiran 9. Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 98
Lampiran 10. Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol 102
Lampiran 11. Lembar Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 106
Lampiran 12. Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen 109
Lampiran 13. Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol 110
Lampiran 14. Perhitungan Nilai Rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang sangat penting di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hal ini disebabkan matematika dapat
melatih seseorang siswa berfikir logis, bertanggung jawab, memiliki kepribadian baik dan keterampilan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ada
banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut Cornelius dalam Abdurrahman 2003:
253 bahwa: “Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan
1 sarana berpikir yang jelas dan logis, 2 sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, 3 sarana mengenal pola-pola hubungan
dan generalisasi pengalaman, 4 sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5 sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya”.
Turmudi 2009:29 menyatakan bahwa problem solving atau pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan bagian tak terpisahkan
dalam pembelajaran matematika. Untuk mencari penyelesaian dari pemecahan masalah dalam matematika para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan
melalui proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru. Sehingga dengan menggunakan pemecahan masalah dalam
matematika, siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, dan keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang
akan melayani mereka para siswa secara baik di luar kelas matematika. Permasalahan dalam proses belajar mengajar dewasa ini adalah siswa
cenderung menggunakan sebagian kecil saja dari potensi atau kemampuan berpikirnya. Permasalahan ini juga diungkapkan oleh Wina Sanjaya 2008:
“Dalam proses
pembelajaran, anak
kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam
kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, oleh karena itu anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari”.
Dalam kesempatan lain, Arends dalam Trianto 2009: 90 juga mengemukakan bahwa dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar
dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Terdapat banyak pemahaman tentang masalah matematik. Salah satunya mengutip pendapat Yasakerta 2012:
“Masalah matematik adalah suatu soal atau pertanyaan ataupun fenomena yang memiliki tantangan yang dapat berupa bidang aljabar,
geometri, logika, permasalahan sosial ataupun gabungan satu dengan lainnya yang membutuhkan pemecahan bagi yang menghadapinya.”
Dengan kata lain, masalah matematik ialah suatu soal atau pertanyaan di bidang matematik yang tidak ada prosedur atau algoritma yang bisa langsung
dapat dipakai atau digunakan oleh siswa untuk menyelesaikan soal tersebut, dan pertanyaan tersebut memang harus dipecahkan oleh siswa.
Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang merupakan
faktor penting dalam matematika. Slameto 2003: 94 mengemukakan bahwa : “Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberikan
kebebasan kepada siswa, untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri. Hal ini akan
menimbulkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang akan dikerjakannya, dan kepercayaan kepada diri sendiri, sehinggga siswa
tidak selalu menggantungkan diri kepada orang lain”.
Menurut Polya dalam Sujono 1988: 216 strategi dalam kemampuan pemecahan masalah terdiri dari empat langkah yaitu:
1 Memahami masalah. Dalam langkah ini siswa harus mengetahui apa yang diketahui dan ditanya dalam soal dan bagaimana syaratnya jika ada.
2 Membuat rencana penyelesaian. Dalam langkah ini siswa harus dapat menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan dan memilih teorema-
teorema atau konsep-konsep yang telah dipelajari untuk dikombinasikan sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
3 Melaksanakan rencana. Dalam langkah ini rencana penyelesaian masalah yang sudah direncanakan itu dilaksanakan.