Resensi Buku Istighfar

Judul Buku

: Istighfar (Ahammiyah wa Hajatul – ‘Abd Ilaihi)

Penulis

: Ibnu Taimiyah

Penerbit Asli

: Dar Ibnu Hazm, Beirut

Penerjemah

: Kathur Suhardi

Penerbit

: DARUL FALAH

Tahun Terbit


: Shafar 1423 H / Mei 2002 M

Tebal Buku

: 104 Halaman

Buku ini merupakan risalah dari Majmu’ Al-Fatawa karangan Syaikhul-Islam, Ibnu
Taimiyah, jilid 11, dari halaman 670-702 (p. 11). Pada bagian pertama dimulai dengan Kata
Pengantar oleh Abu Abdurrahman Fawwaz Ahmad Zamrily (p. 9-12). Kemudian Biografi
Singkat Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah (p. 13-15), dan Definisi Istighfar, Kedudukannya
dalam Islam, Syarat, Buah dan Faidah-Faidahnya (p. 16-25) yang dikutip oleh editor dari
penerbit.
Memasuki pembahasan pertama, yaitu Taubat dan Istighfar karena Meninggalkan
yang Wajib dan Mengerjakan yang Haram (p. 28-39) beserta ayat-ayat Al-Quran yang
berhubungan dengannya. Meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram merupakan
dua hal yang saling kait-mengait. Karena itulah orang yang mengerjakan apa yang dilarang
disebut juga sebagai orang yang mendurhakai perintah. Jenis meninggalkan yang wajib lebih
besar dosanya daripada jenis mengerjakan yang haram, karena yang demikian itu bisa berarti
meninggalkan iman dan tauhid. Maka untuk istighfar dan taubatnya dijelaskan dalam QS.

Muhammad ayat 19 yang artinya:
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah kecuali Allah dan mohonlah ampunan
bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mukmin.”
Bagian kedua, membahas tentang Taubat dan Istighfar Karena Mengerjakan dan
Meninggalkan (p. 40-46). Salah satu pembahasannya yaitu bahwa pada dasarnya, istighfar
dan taubat bisa terjadi dari sesuatu yang dikerjakan dan yang ditinggalkan seseorang ketika
dalam keadaan jahil (bodoh), sebelum pelakunya mengetahui bahwa itu merupakan jenis
keburukan, atau sebelum Rasul diutus kepadanya atau sebelum adanya hujjah.

Lanjut pada bagian ketiga, Pengabaran Allah Tentang Keburukan Perbuatan Orangorang Kafir Sebelum Kedatangan Para Rasul (p. 47-49). Pada bab ini diceritakan tentang
kedatangan Nabi Musa ketika Fir’aun berbuat sewenang-wenang di muka bumi yang
dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 4 sampai 6.
Bagian keempat, pembahasan tentang Allah Memerintahkan Agar Manusia Bertaubat
dari

Dosa yang Mereka Kerjakan (p. 50-81). Pada bab ini dijelaskan jika orang yang

mengerjakan keburukan belum mendengar seruan yang menjelaskan pelanggarannya, lalu dia
bertaubat, maka Allah menerima taubatnya dan menyayanginya (p. 66). Selain itu juga
membahas tentang Nabi terdahulu, seperti Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Luth, Nabi Luth, dan

Nabi Ibrahim dalam menyeru kaumnya untuk meninggalkan perbuatan keji dan menyembah
Allah semata.
Bagian kelima, membahas Perkara-Perkara yang Harus Dimohonkan Ampunan dan
Taubat (p. 82-92). Berdasarkan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 135, yang berbunyi:
“dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri...” maka yang dimaksud dengan fahisyah (perbuatan keji) disini yaitu zina, namun
ada yang berpendapat bahwa ia adalah semua perbuatan kedurhakaan (p. 85). Selain itu
pembahasan pada bab ini, yaitu Allah mengampuni orang yang menarik kembali apa yang
terbesit dalam hatinya dan tidak mengucapkan atau mengamalkannya, seperti orang yang
hendak melakukan keburukan, namun mengurungkannya. Jika dia meninggalkannya karena
Allah, maka Alla memberinya pahala satu kebaikan.
Bagian keenam, Istighfar Merupakan Kebutuhan Hamba Secara Berkelanjutan (p. 9396) karena merupakan kebutuhan pokok dalam perkataan dan keadaan, karena di dalamnya
ada banyak kemaslahatan, mendatangkan kebaikan dan menyingkirkan mudharat, menuntut
tambahan kekuatan dalam amal hati dan badan serta keyakinan iman.
Kemudian buku ini ditutup dengan pembahasan tentang Istighfar Dengan Hati dan
Lisan (p. 97-104). Yang dimaksud dengan istighfar dengan hati dan lisan yaitu bertaubat
dengan sebenar-benarnya taubat secara dzahir dan batin, sebagaimana perkataan Umar bin
khaththab: “Taubatan Nashuhan artinya bertaubat dari dosa dan tidak mengulanginya lagi.
Inilah taubat yang wajib dan sempurna” (HR. Ath-Thabrany).


Maka dari sini dapat diketahui bahwa istighfar memiliki banyak manfaat, diantaranya:
diampuni dosa-dosa, memperoleh rahmat Allah, istighfar mendatangkan kebaikan yang
banyak dan juga barakah, dan sebagainya.
Kekurangan yang ada pada buku ini yaitu tidak menyebutkan nama asli SyaikhulIslam, Ibnu Taimiyah yang merupakan nama kuniyah. Ini merupakan hal penting bagi
pembaca untuk mengetahui Syaikhul-Islam yang terkenal ini. Maka nama asli beliau adalah
Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani.
Selain itu juga, terdapat kekurangan dalam mendefinisikan setiap bab dalam buku ini,
sehingga pembaca harus merumuskan sendiri apa yang akan disampaikan pada pembahasan
selanjutnya.
Keunggulan buku ini memaparkan tentang keutamaan istighfar, menjadikan Al-Quran
dan Hadits sebagai landasannya. Dan juga pemakaian bahasa yang mengikat antara satu bab
ke bab selanjutnya dan seterusnya, sehingga dapat memudahkan pembaca memahami
kesimpulan yang ada pada buku ini. Hal yang menarik dalam buku ini adalah contoh cerita
dalam setiap bab berasal dari Al-Quran dan Hadits yang memaknai bahwa ia merupakan
pokok penting. Kemudian dengan ukuran buku ini yang kecil, memudahkan untuk dibawa
kemana saja oleh pembaca.