Peningkatan kompetensi dan eksistensi profesi
24
sertifikasi berdasarkan pengetahuan mereka tentang sertifikasi guru, di mana yang paling banyak diberitakan tentang sertifikasi guru adalah berujung pada tunjangan.
Pemaknaan pustakawan tentang sertifikasi pun senada dengan pengertian sertifikasi yang
diterapkan dalam sertifikasi guru, yakni sebagai proses pembuktian bahwa seorang guru telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan. Proses pembuktian ini dapat saja melalui suatu uji kompetensi guru sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut. Sejalan pula
dengan pernyataan Carolyn H. Lindberg 1990 yang mengatakan bahwa istilah sertifikasi adalah proses untuk memverifikasi bahwa seorang individu memiliki
kualitas untuk melakukan praktek profesi yang ditekuninya.
Jika dikaitkan dengan pendapat para informan yang tertuang dalam coding di atas, dan pendapat Pendit 2001 tentang otonomi, dapat dikatakan bahwa konsep
pustakawan tentang pentingnya sertifikasi menjadi rancu dengan persoalan-persoalan kepustakawanan yang diungkapkan pustakawan sendiri. Persoalan kepustakawanan
didominasi masalah pengakuan dan profesionalisme, dan sertifikasi dianggap sebagai salah satu jalan keluar. Di sisi lain, sertifikasi justru merupakan gambaran otonomi
dan bukti pengakuan sebagai profesi. Dalam konteks ini, sertifikasi dapat sebagai alat, sekaligus sebagai tujuan.
Yang menarik dalam penelitian ini adalah tidak ada pustakawan yang mendasarkan pendapatnya pada UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, padahal
UU ini merupakan payung hukum yang menjadi dasar atau acuan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam membenahi berbagai persoalan kepustakawanan.
Fakta ini menggambarkan bahwa UU ini belum popular di kalangan pustakawan dan belum
menjadi acuan
pustakawan dalam
menanggapi isu-isu
seputar kepustakawanan.Berbeda dengan di negara yang telah menjalankan program
sertifikasi, di mana dasar hukumnya adalah mengacu ke UU tentang kepustakawanan di negara tersebut.
Kesimpulan 2:
Sertifikasi dimaknai sebagai alat dan proses uji kompetensi atau verifikasi atas kualitas seorang pustakawan untuk mendapatkan pengakuan sebagai
profesional. Walaupun diyakini sebagai salah satu cara untuk memastikan keprofesionalan pustakawan, konsep sertifikasi masih sesuatu yang rancu di
kalangan pustakawan.
Saran 2 :
Disarankan agar dalam mempersiapkan program sertifikasi ini, prioritas utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah melakukan sosialisasi awal
terkait pelaksanaan program ini. Sosialisasi ini perlu dilakukan secara merata dan simultan dengan memanfaatkan segala macam jalur komunikasi, termasuk
komunikasi interaktif di internet.