commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia SDM yang berkualitas. Pendidikan senantiasa berkenaan dengan manusia,
dalam pengertian sebagai upaya sadar untuk membina dan mengembangkan kemampuan dasar manusia seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitasnya.
Peningkatan kualitas pendidikan bisa dilihat dari beberapa faktor, antara lain mutu pendidik, peserta didik, sarana prasarana dan lain–lain. Pendidik dan peserta didik
merupakan faktor yang dominan, karena mereka terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, peningkatan kualitas pendidikan harus sejalan dengan
peningkatan kualitas proses pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas proses pembelajaran, siswa akan termotivasi dalam belajar, semakin bertambah jenis pengetahuan,
bertambah keterampilan dan semakin paham terhadap materi yang dipelajari. Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian yang lebih dalam
peningkatan mutu adalah mata pelajaran matematika. Walaupun belajar matematika ada di setiap jenjang pendidikan bukan berarti bahwa anak didik menguasai matematika dengan
baik. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematikanya. Hal ini didukung dengan
kenyataan yang terjadi pada nilai rata-rata Ujian Nasional SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo terutama pada mata pelajaran matematika masih dibawah rata-rata provinsi dan
rata-rata Nasional. Nilai rata-rata UN Matematika SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo
5,01. Sedangkan nilai rata-rata provinsi yaitu 5,28 dan nilai rata-rata nasional 5,74. BSNP :
2013 Berdasarkan data tersebut, menurut peneliti perlu ditindaklanjuti mengenai faktor-
faktor terkait yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di Kabupaten Sukoharjo. Salah satunya yang berhubungan langsung dengan nilai Ujian
Nasional adalah dapat ditinjau dari daya serap siswa pada tingkat penguasaan materi. Rendahnya prestasi belajar matematika ternyata tidak menyeluruh untuk semua materi
commit to user
2
dalam mata pelajaran matematika. Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan, analisis daya serap hasil Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun 20122013 siswa
dalam materi fungsi, yaitu Kabupaten Sukoharjo 50,16, provinsi 53,63, dan nasional 59,63. Menurut Nuralam 2001: 72 terdapat beberapa kesulitan siswa dalam memahami
materi relasi dan fungsi yaitu kesulitan membedakan fungsi dan bukan fungsi, kesulitan dalam membuat contoh fungsi, serta kesulitan dalam membedakan fungsi korespondensi satu-satu
atau bukan korespondensi satu-satu. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu dari dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar. Salah satu faktor internal yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah kemampuan dalam diri siswa yaitu tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam proses dan
keberhasilan belajar. Hal ini karena belajar tidaklah semata-mata persoalan intelektual, tetapi juga emosional. Belajar tidak sekedar interaksi dengan sumber belajar buku dan
lingkungan mati, akan tetapi juga melibatkan hubungan manusiawi antara sesama siswa dan antara siswa dengan guru.
Kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan dalam kehidupan. Dengan kecerdasan
emosional individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Menurut
Goleman 2001:35 keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif. Orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa
kecerdasan emosional, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi maksimumnya.
Menurut Cooper dan Sawaf 1997 kecerdasan emosional dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan-hambatan psikologis yang ditemuinya dalam belajar.
Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa yang dihadapinya. Seperti halnya
dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dalam Risky Apriyani 2004 yang menyimpulkan bahwa pada siswa dengan tingkatan emosional tinggi mempunyai
commit to user
3
kemampuan dalam mengatur emosinya cenderung lebih bertanggung jawab terhadap tugas- tugas akademik dan memiliki performa yang lebih baik dalam tes yang sedang dihadapinya.
Kecerdasan emosional berperan penting saat siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, misalnya saat mengerjakan soal-soal matematika. Keadaan emosi yang
dibutuhkan adalah suasana yang tenang dan merasa yakin dapat mengerjakan. Apabila keadaanya seperti itu, maka siswa akan dengan mudah mengerjakan soal tersebut. Berbeda
dengan siswa yang sebelumnya sudah merasa gugup dan percaya tidak bisa mengerjakan. Hal ini mengganggu konsentrasinya, akibatnya siswa akan merasa kesulitan mengerjakan
soal tersebut. Apapun permasalahan yang dihadapi, yang dibutuhkan adalah keadaan emosi yang baik. Keadaan emosi diri seseorang, hanya orang itu sendiri yang mengetahuinya,
maka dari itu menjaga emosi diri sendiri adalah hal yang sangat penting. Menurut penelitian Salovey dan Mayer 1990 menyatakan bahwa “emotional
intelligence as the ability to monitor one’s own and others’ feelings, to discriminate among them, and to use this information to guide one’s thinking and action” yang artinya
kecerdasan emosional mampu memonitor perasaan diri sendiri maupun orang lain, untuk memisahkan antara keduanya, dan dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan
tindakan. Kemudian dalam penelitian Nwadinigwe dan Obieke 2012 menyatakan bahwa ada sebuah hubungan positif antara kecerdasan emosi dan keterampilan prestasi akademik
sehingga kecerdasan emosi mengembangkan keterampilan seorang siswa untuk peningkatan prestasi akademisnya.
Peserta didik dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk
berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya memiliki pikiran yang
jernih. Akibatnya prestasi belajar kurang baik, dapat dipahami bahwa hubungan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa
dan memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik, di sekolah peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi terampil
dalam menenangkan dirinya dengan cepat untuk meningkatkan prestasi belajar di sekolah.
commit to user
4
Faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor eksternal. Salah satunya yaitu proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan oleh guru. Peran seorang
guru bukanlah untuk mentransfer pengetahuan yang telah ia punya kepada siswa, tetapi lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar dapat mengkonstruksikan
pengetahuan mereka secara cepat dan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan model pembelajaran. Matematika
yang memiliki objek yang abstrak, menuntut guru untuk dapat membelajarkannya dengan model tertentu agar dapat dipahami dengan mudah. Untuk dapat memilih model yang tepat,
guru hendaknya mempelajari dan memahami serta mengimplementasikan teori-teori belajar.
Pada Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 2013 : 185 menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses alamiah.
Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan melalui kegiatan mengamati,
menanya, mengumpulkan
informasi, menalarmengasosiasi
associating, dan
mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu membuat peserta didik mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan.
Pada kenyataan yang terjadi, masih terdapat guru yang kurang tepat dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan belajar
matematika. Banyak guru yang masih menerapkan pembelajaran monoton yang dapat dikatakan cara belajar kurang bermakna. Guru hanya berbicara di depan kelas, murid
menyalin rumus serta menjawab atau mengerjakan apa yang guru perintahkan. Guru hanya ingin menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target waktu tanpa mau
memperhatikan, apakah murid-muridnya telah memahami sepenuhnya materi yang diajarkan. Siswa di kelas hanya menjadi seorang pendengar yang pasif. Ketika siswa
menerima ataupun menemukan dan menggali sendiri pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari saat itu, mungkin siswa hanya menghafalkan materi-materi
yang baru diperolehnya.
commit to user
5
Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran yang menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran student centered active learning, memberikan kesempatan
sebesar-besarnya pada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif adalah metode pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Artz dan Newman dalam Miftahul Huda 2011:
vii mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai kelompok-kelompok kecil peserta didik yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan
tugas, atau mencapai tujuan bersama. Hal ini didukung oleh pendapat Kemp dalam Made Wena 2008: 189 yang menyatakan bahwa perlu adanya pendorong bagi siswa untuk aktif
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kegiatan belajar menjadi bermakna. Pembelajaran kooperatif memberi
kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk mengembangkan kecerdasan emosial siswa baik di dalam maupun di luar kelas.
Pengkondisian anak dalam belajar dan bekerja secara berkelompok, akan merangsang anak untuk berlatih mengendalikan emosi, mengembangkan keterampilan kerja sama, berpikir
kreatif, nyaman dalam berinteraksi, percaya diri, keberanian mengambil keputusan dan kemampuan
memahami orang
lain. Selain
itu kemampuan
siswa dalam
mengkomunikasikan mata pelajaran akan lebih nampak dan terarah pada saat menggunakan model pembelajaran kooperatif. Karena selain mereka bisa berkomunikasi di dalam
kelompoknya, mereka juga akan mengkomunikasikan hasil belajar kelompok mereka pada kelompok lain ketika mereka diberikan kesempatan mempersentasikan hasilnya maupun
menanggapi kelompok lain. Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil belajarnya akan meningkatkan kecerdasan emosional mereka karena hal ini akan mendorong mereka
lebih dewasa dalam menanggapai berbagai persoalan, termasuk dalam mengatur kelompok mereka dalam belajar yang lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar mereka.
commit to user
6
Beberapa model pembelajaran didesain untuk membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya pada
materi fungsi masih diperlukan model pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan siswa untuk bekerjasama atau berinteraksi di dalam kelompok, lebih menjadikan siswa berani
bertanya kepada gurunya dan tidak ragu-ragu lagi jika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Seperti model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together NHT
dan Roundtable. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together NHT merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Model pembelajaran ini lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan
informasi dari berbagai sumber sehingga bersifat student centered. Penekanan pada tanggung jawab individu dalam kelompok dan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya dapat meningkatkan semangat belajar siswa dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang bisa digunakan untuk memaksimalkan kinerja kelompok, mendengarkan aktif, berpikir dan berpartisipasi. Model pembelajaran Roundtable sering juga disebut
pembelajaran kelompok keliling, atau meja bundar. Siswa bergantian dalam berkontribusi di kelompoknya masing-masing. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik dengan lebih mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang lebih baik. Pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan akademik, keterampilan sosial, serta menjadikan siswa lebih aktif dan komunikatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together NHT dan Roundtable adalah model pembelajaran yang sama-sama membentuk kelompok kecil yang
commit to user
7
mengutamakan aktivitas siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan. Keduanya merupakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe struktural yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan. Dalam artikelnya, Kagan 1990 membandingkan NHT dan Roundtable dalam fungsinya di akademik dan sosial. NHT cenderung untuk meninjau ulang, mengecek
pengetahuan, pemahaman dan bimbingan. Sedangkan Roundtable cenderung menilai pengetahuan yang sebelumnya, melatih keterampilan, mengingat kembali informasi,
menciptakan seni bekerjasama, membangun kelompok dan partisipasi keseluruhan. Tipe struktural menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dimana siswa dituntut untuk bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Kedua model ini melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran dengan melakukan diskusi dalam kelompok. Perbedaan yang terjadi adalah pada saat proses mengkonstruksikan gagasan. Pada NHT, siswa cenderung menyatukan
pendapat dari hasil diskusi yang mungkin hanya dari pendapat beberapa anggota saja. Sedangkan Roundtable, setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi yang sama dalam
mencari penyelesaian dan memecahkan permasalahan karena setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya. Kedua model pembelajaran
tersebut dianggap dapat mengatasi kesulitan siswa pada pembelajaran matematika khususnya pada materi fungsi yang tidak hanya disajikan pada soal prosedural saja tetapi
disajikan dalam bentuk soal cerita. Sebagaimana dalam pernyataan yang dikemukakan oleh Haydon et al. 2010 dapat
diperoleh bahwa NHT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang lebih baik daripada pembelajaran tradisional dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan
sains. Menurut Kagan dalam Maheady, L. 2006: 27 : “One teaching strategy that incorporates many of these elements of effective
questioning is Numbered Heads Together NHT. Numbered Heads Together NHT is another instructional strategy designed to actively engage more pupils during
lessons and, thereby, improve their academic performance”.
Artinya salah satu strategi pengajaran yang menggabungkan banyak elemen dari pertanyaan yang efektif adalah Numbered Heads Together NHT. NHT adalah bentuk model
pembelajaran yang mengajak lebih banyak siswa, lebih aktif selama pengajaran dan dengan demikian meningkatkan penampilan akademik mereka. Hal ini didukung oleh penelitian
commit to user
8
yang dilakukan oleh Anik Lestari 2009, menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menghasilkan prestasi
belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share.
Model pembelajaran NHT perlu dimodifikasi dengan pendekatan saintifik. Siswa diberikan permasalahan yang nyata dan menantang sehingga menimbulkan rasa ingin tahu
siswa untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran NHT-PS diharapkan dapat memudahkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya, karena dengan adanya pendekatan
saintifik siswa akan melakukan beberapa tahapan yang dapat memperdalam pemahaman tentang materi yang dipelajari. Siswa diharapkan akan lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu peristiwa di sekitarnya.
Kaitan antara model pembelajaran tipe NHT dengan kecerdasan emosional adalah dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki siswa, akan dapat membantu siswa saat
terjadi diskusi kelompok. Sifat mengendalikan emosi dan kemampuan memahami orang lain berperan penting dalam keberhasilan model pembelajaran ini. Model pembelajaran ini
menuntut adanya tanggung jawab individual untuk kelompok. Oleh karena itu aspek motivasi diri sendiri untuk mencapai keberhasilan demi kelompok juga akan berpengaruh
selama proses pembelajaran. Sedangkan kaitan antara model pembelajaran tipe Roundtable dengan kecerdasan emosional adalah dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki
siswa, saat terjadi proses sumbang saran brainstorming kemampuan siswa untuk mengendalikan diri jika ternyata saran yang dikemukakan tidak terpakai berperan besar.
Inti dari model pembelajaran Roundtable adalah proses sumbang saran tersebut, jadi apabila siswa dapat mengendalikan emosinya dan mengenali emosi orang lain selam proses
itu, maka diharapkan pembelajaran akan berhasil. Hasil penelitian Arra et al. 2011 yang menyimpulkan bahwa siswa lebih
menyenangi model pembelajaran Roundtable daripada Think-Pair-Share dan Three-Step Interview. Sedangkan penelitian Elisa Putri Anjarsari 2013 menyatakan model
pembelajaran Roundtable menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada Think Pair Share TPS. Model pembelajaran Roundtable juga perlu dimodifikasi dengan
commit to user
9
pendekatan saintifik yang berorientasi atau berpusat pada siswa student centered approach. Nantinya peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta,
membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Penelitian-penelitian yang dilaksanakan sebelumnya menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe Roundtable lebih unggul daripada model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dua model
pembelajaran kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together NHT dan Roundtable. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dirasa perlu untuk dilakukan
penelitian dengan menerapkan model pembelajaran NHT-PS dan Roundtable-PS pada materi fungsi terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kecerdasan emosional.
B. Rumusan Masalah