EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (NHT - PS) DAN TIPE ROUNDTABLE DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK ( ROUNDTABLE - PS) PADA MATERI FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VIII SMP N

(1)

commit to user i

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

NUMBERED HEAD TOGETHER DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

(NHT-PS) DAN TIPE ROUNDTABLEDENGAN PENDEKATAN

SAINTIFIK (ROUNDTABLE -PS) PADA MATERI FUNGSI DITINJAU

DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SUKOHARJO

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:

YOLAN KUSUMANINGTYAS S851308061

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv


(5)

commit to user v MOTO

”Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,

dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap” (Q. S. Insyirah: 6-8)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.


(6)

commit to user vi

PERSEMBAHAN

Ibu dan Bapak ku tercinta (Mulyono dan Sugeng Panuwun, S.Pd) yang tiada henti-hentinya atas doa, kasih sayang, motivasi, pengorbanan, serta perjuangan yang tak

henti sehingga ananda mampu menyelesaikan studi ini dengan baik.

Kakakku tersayang Henry Endaryoko, ST dan Chatia Hastasari, S,Sos, M.Kom., adikku tersayang Wildhan Bramasta, serta keponakanku tersayang Irsyad Habibie terima kasih atas perhatian, semua nasihat, dukungan yang selalu diberikan.


(7)

commit to user vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini.Selama penyusunan tesis ini, dapat terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan ucapan banyak terima kasih yang tak berhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin penelitian ini. 2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta FKIP sekaligus Pembimbing Akademik yang telah menyetujui permohonan penyusunan tesis ini.

3. Dr. Mardiyana, M.Si, Dosen Pembimbing I yang begitu sabar dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama ini.

4. Dr. Budi Usodo, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang juga begitu sabar dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama ini.

5. Dr. Riyadi M.Si, Ketua Penguji yang telah memberi bimbingan dan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Dewi Retno Sari Saputro, M.Kom, Sekretaris Penguji yang telah memberi bimbingan dan motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak/ Ibu dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta FKIPyang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah peneliti menyelesaikan tesis ini.

8. Dra. Sri Sutarni, M.Pd, M. Noor Kholid, M. Pd dan Sutiyem, S.Pd, validator instrumen tes prestasi yang begitu sabar dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam memperbaiki instrumen penelitian tesis ini.

9. Anniez Rachmawati M, M.Psi, Psi., Nur Fauziah, S.Psi, Psi., Prilya Shanty Andrianie, M.Psi, Psi., validator instrumen tes kecerdasan emosional yang begitu


(8)

commit to user viii

sabar dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam memperbaiki instrumen penelitian tesis ini.

10. Prihatin Budi Rahayu, S.Pd., Sutanto Widayat, S.Pd., dan Dra. Eny Widayati, kepala sekolah SMP N 1 Kartasura, SMP N 2 Baki dan SMP N 2 Gatak yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di sekolah masing-masing. 11. Heni Kustati, S.Pd., Sri Suparti, M.Pd., Nanik Wahyuni, S.Pd., guru Matematika

SMP N 1 Kartasura, SMP N 2 Baki dan SMP N 2 Gatak yang begitu sabar dalam memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian di sekolah.

12. Keluargaku yang selalu mendoakan dan memberi dukungan tiada hentinya. 13. Teman-teman Pendidikan Matematika Pascasarjana UNS angkatan 2013 yang

selalu memberi semangat, semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga, dan semoga kesuksesan menyertai kita semua.

14. Segenap pihak yang telah membantu peneliti dari pembuatan proposal, penelitian, sampai penelitian tesis ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca umumnya.

Surakarta, Februari 2015 Peneliti


(9)

commit to user ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Prestasi Belajar Matematika ... 12

2. Model Pembelajaran……… 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 15

4. Pendekatan Saintifik ... 17

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) ... 20

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dengan Pendekatan Saintifik (NHT-PS) ... 22


(10)

commit to user x

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable dengan

Pendekatan Saintifik (Roundtable-PS)... 26

9. Model Pembelajaran Klasikal ... 28

10.Model Pembelajaran Klasikal dengan Pendekatan Saintifik ... 29

11.Kecerdasan Emosional ... 30

B. Penelitian Yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis……… ………... 39

BAB III : METODE PENELITIAN ... 42

A. Tempat, Subjek,dan Waktu Penelitian ... 42

B. Jenis Penelitian ... 42

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 55

1. Uji Prasyarat ... 55

2. Uji Keseimbangan ... 57

3. Uji Hipotesis ... 59

4. Uji Komparasi Ganda... 61

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Hasil Pengembangan Instrumen ... 65

1. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 65

2. Angket Kecerdasan Emosional ... 67

B. Deskripsi Data Penelitian ... 69

C. Hasil Analisis Data... 73

1. Uji Keseimbangan ... 73

2. Uji Prasyarat Anava Dua Jalan ... 75


(11)

commit to user xi

D. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 80

E. Keterbatasan Penelitian ... 87

BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan Penelitian ... 89

B. Implikasi... 89

C. Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(12)

commit to user xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Faktorial Penelitian ... 43

Tabel 3.2 Pengelompokan SMP ... 45

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa ... 70

Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masing Model Pembelajaran ... 70

Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masing Kategori Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa ... 71

Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Masing- masingModel Pembelajaran dan Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa... 72

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Analisis Uji NormalitasPopulasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 73

Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Populasi Terhadap Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 74

Tabel 4.7 Rangkuman Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 75

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 76

Tabel 4.9 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 76

Tabel 4.10 Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal ... 77

Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris ... 78


(13)

commit to user xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 100

Lampiran 2 Pengkategorian Sekolah ... 123

Lampiran 3 Keterangan Pengambilan Sampel ... 124

Lampiran 4 Data Nilai Uas ... 125

Lampiran 5 Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Siswa…………..………. 127

Lampiran 6 Soal Ujicoba Tes Prestasi Belajar ……….………... 128

Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Prestasi Belajar Siswa ……….…..……. 140

Lampiran 8 Kisi-Kisi Tes Kecerdasan Emosional ... 141

Lampiran 9 Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 142

Lampiran 10 Lembar Validasi Instrumen ... 144

Lampiran 11 Daya Pembeda Ujicoba Tes Prestasi ... 174

Lampiran 12 Indeks Kesukaran Ujicoba Tes Prestasi ... 176

Lampiran 13 Rangkuman Hasil Ujicoba Tes Prestasi ... 178

Lampiran 14 Reliabilitas Ujicoba Tes Prestasi Belajar ... 179

Lampiran 15 Soal Tes Prestasi Belajar ... 181

Lampiran 16 Konsistensi Internal Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 191

Lampiran 17 Reliabilitas Ujicoba Angket Kecerdasan Emosional ... 192

Lampiran 18 Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 194

Lampiran 19 Uji Homogentitas Kemampuan Awal ... 203

Lampiran 20 Uji Keseimbangan Kemampuan Awal ... 204

Lampiran 21 Hasil Tes Kecerdasan Emosional ... 206

Lampiran 22 Kategori Kecerdasan Emosional ... 214

Lampiran 23 Data Amatan Hasil Penelitian ... 220

Lampiran 24 Uji Normalitas Data Amatan ... 224

Lampiran 25 Uji Homogenitas Data Amatan ... 242


(14)

commit to user xiv

Lampiran 27 Uji Lanjut Anava (Uji Komparasi Ganda) ... 250 Lampiran 28 Surat Izin Penelitian ... 252


(15)

commit to user xv

Yolan Kusumaningtyas. S851308061. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Dengan Pendekatan Saintifik (NHT-PS) Dan Tipe Roundtable Dengan Pendekatan Saintifik (Roundtable-(NHT-PS) Pada Materi Fungsi Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015.Pembimbing I:Dr. Mardiyana, M.Si. Pembimbing II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Tesis : Program Studi Magister Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2015.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik (Roundtable-PS) atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik, (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah, (3) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah, (4) pada masing-masing tingkat kecerdasan emosional, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik(NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3´3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri di Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 283 siswa.Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angketkecerdasan emosional. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20. Daya pembeda tes menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dariKarl Pearson.Uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus alpha. Uji keseimbangan menggunakan uji ANAVA satu jalan. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett.Teknik analisis data yang digunakan adalah uji ANAVA dua jalan dengan sel tak sama.

Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran Roundtable-PS lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran NHT-PS dan Klasikal-NHT-PS pada materi fungsi, prestasi belajar matematika pada siswa yang


(16)

commit to user xvi

dikenai model pembelajaran NHT-PS lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran Klasikal-PSpada materi fungsi, (2) siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama. Dan siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan emosional rendah, (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi yang yang sama baiknya. Dan siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional rendah, (4) pada masing-masing kategori kecerdasan emosional, model pembelajaran Roundtable-PS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT-PS, sedangkan model pembelajaran NHT-PS dan Roundtable-PS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan model pembelajaran Klasikal-PS.

Kata kunci: Numbered Head Together (NHT) Saintifik,Rountable Saintifik, Klasikal Saintifik, Pendekatan Saintifik, Kecerdasan Emosional.


(17)

commit to user xvii

Yolan Kusumaningtyas. S851308061.The Experimentation of Cooperative Learning of Numbered Head Together (NHT) Type and Roundtable Type with Scientific Approach on The Subject of FunctionViewed fromStudents’ Emotional Intelligences of Eight Grade of Public Junior High Schools in Sukoharjo Regency in The Academic Year of 2014/2015.THESIS. Supervisor I: Dr. Mardiyana, M.Si., II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Program Study of Mathematics Education, Post-graduate Program, Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.

ABSTRACT

The purposes of this study were to determine: (1) which group had better learning achievement between students who were given thescientific Numbered Head Together (NHT)cooperative learning model, scientific Roundtable, or students who were given scientific classical, (2) which group had better achievement, among students with emotional intelligence of high, middle, or low, (3) in each emotional intelligence category, which group had better achievement, whether students who were given thescientific Numbered Head Together (NHT), scientific Roundtable, or students who were given scientific classical, (4) on each learning model, which group had better achievement, among students with emotional intelligence of high, middle or low.

The type of this study was a quasi-experimental study with a 3x3 factorial design. The study population was all grade VIII students of Junior High School in Sukoharjo Regency. Sample was collected by stratified cluster random sampling. The size of the samples was 283 students. Instruments used for data collection were mathematics achievement test and emotional intelligence questionnaire. Before used for data collection, the instrument test was tried out.The content validity assessment of tests was conducted by the related experts. Instrument reliability test of achievement test used the formula KR-20. Discrimination power of item test used the product moment correlation formula of Karl Pearson. Internal Consistention of item questionnaire used the product moment correlation formula of Karl Pearson. Instrument reliability test of questionnaire used the formula alpha. Balance test used one way ANOVA test. It was concluded that the experimental and control group in the balanced state. Test requirements include the normality tests by using Lilliefors test methods and homogeneity test used the Bartlett method. It was concluded that the samples come from populations that are normally distributed and homogeneous. The data analysis techniqueused was thetwo-way ANOVAwith unequalcell.

The results could be concluded as follows. (1) Scientific Roundtable got better achievement than scientific NHT and with scientific classical, scientific NHT got better achievement than scientific classical. (2) Students with high emotional intelligence gave the same achievement with the students who had middle emotional intelligence. In addition, students who had high and middle emotional intelligence


(18)

commit to user xviii

have better achievement than students who had low emotional intelligence. (3) In each learning models, student with high emotional intelligence gave the same achievement with the students who had middle emotional intelligence, then students who had high and middle emotional intelligence have better achievement than students who had low emotional intelligence. (4) In each category of emotional intelligence, scientific Roundtable got better achievement than scientific NHT and scientific classical, scientific NHT got better achievement than scientific classical.

Keywords : Numbered Head Together (NHT), Roundtable, Classical, Scientific Approach, Emotional Intelligence.


(19)

commit to user 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan senantiasa berkenaan dengan manusia, dalam pengertian sebagai upaya sadar untuk membina dan mengembangkan kemampuan dasar manusia seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitasnya.

Peningkatan kualitas pendidikan bisa dilihat dari beberapa faktor, antara lain mutu pendidik, peserta didik, sarana prasarana dan lain–lain. Pendidik dan peserta didik merupakan faktor yang dominan, karena mereka terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, peningkatan kualitas pendidikan harus sejalan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas proses pembelajaran, siswa akan termotivasi dalam belajar, semakin bertambah jenis pengetahuan, bertambah keterampilan dan semakin paham terhadap materi yang dipelajari.

Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian yang lebih dalam peningkatan mutu adalah mata pelajaran matematika. Walaupun belajar matematika ada di setiap jenjang pendidikan bukan berarti bahwa anak didik menguasai matematika dengan baik. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematikanya. Hal ini didukung dengan kenyataan yang terjadi pada nilai rata-rata Ujian Nasional SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo terutama pada mata pelajaran matematika masih dibawah rata-rata provinsi dan rata-rata Nasional. Nilai rata-rata UN Matematika SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo 5,01. Sedangkan nilai rata-rata provinsi yaitu 5,28 dan nilai rata-rata nasional 5,74. (BSNP : 2013)

Berdasarkan data tersebut, menurut peneliti perlu ditindaklanjuti mengenai faktor-faktor terkait yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di Kabupaten Sukoharjo. Salah satunya yang berhubungan langsung dengan nilai Ujian Nasional adalah dapat ditinjau dari daya serap siswa pada tingkat penguasaan materi. Rendahnya prestasi belajar matematika ternyata tidak menyeluruh untuk semua materi


(20)

commit to user

analisis daya serap hasil Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun 2012/2013 siswa dalam materi fungsi, yaitu Kabupaten Sukoharjo 50,16%, provinsi 53,63%, dan nasional 59,63%. Menurut Nuralam (2001: 72) terdapat beberapa kesulitan siswa dalam memahami materi relasi dan fungsi yaitu kesulitan membedakan fungsi dan bukan fungsi, kesulitan dalam membuat contoh fungsi, serta kesulitan dalam membedakan fungsi korespondensi satu-satu atau bukan korespondensi satu-satu.

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu dari dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar. Salah satu faktor internal yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah kemampuan dalam diri siswa yaitu tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam proses dan keberhasilan belajar. Hal ini karena belajar tidaklah semata-mata persoalan intelektual, tetapi juga emosional. Belajar tidak sekedar interaksi dengan sumber belajar buku dan lingkungan mati, akan tetapi juga melibatkan hubungan manusiawi antara sesama siswa dan antara siswa dengan guru.

Kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan dalam kehidupan. Dengan kecerdasan emosional individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Menurut Goleman (2001:35) keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif. Orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa kecerdasan emosional, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi maksimumnya.

Menurut Cooper dan Sawaf (1997) kecerdasan emosional dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan-hambatan psikologis yang ditemuinya dalam belajar. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa yang dihadapinya. Seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dalam Risky Apriyani (2004) yang menyimpulkan bahwa pada siswa dengan tingkatan emosional tinggi mempunyai


(21)

commit to user

tugas akademik dan memiliki performa yang lebih baik dalam tes yang sedang dihadapinya. Kecerdasan emosional berperan penting saat siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, misalnya saat mengerjakan soal-soal matematika. Keadaan emosi yang dibutuhkan adalah suasana yang tenang dan merasa yakin dapat mengerjakan. Apabila keadaanya seperti itu, maka siswa akan dengan mudah mengerjakan soal tersebut. Berbeda dengan siswa yang sebelumnya sudah merasa gugup dan percaya tidak bisa mengerjakan. Hal ini mengganggu konsentrasinya, akibatnya siswa akan merasa kesulitan mengerjakan soal tersebut. Apapun permasalahan yang dihadapi, yang dibutuhkan adalah keadaan emosi yang baik. Keadaan emosi diri seseorang, hanya orang itu sendiri yang mengetahuinya, maka dari itu menjaga emosi diri sendiri adalah hal yang sangat penting.

Menurut penelitian Salovey dan Mayer (1990) menyatakan bahwa “emotional intelligence as the ability to monitor one’s own and others’ feelings, to discriminate among them, and to use this information to guide one’s thinking and action” yang artinya kecerdasan emosional mampu memonitor perasaan diri sendiri maupun orang lain, untuk memisahkan antara keduanya, dan dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan tindakan. Kemudian dalam penelitian Nwadinigwe dan Obieke (2012) menyatakan bahwa ada sebuah hubungan positif antara kecerdasan emosi dan keterampilan prestasi akademik sehingga kecerdasan emosi mengembangkan keterampilan seorang siswa untuk peningkatan prestasi akademisnya.

Peserta didik dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya memiliki pikiran yang jernih. Akibatnya prestasi belajar kurang baik, dapat dipahami bahwa hubungan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa dan memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik, di sekolah peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat untuk meningkatkan prestasi belajar di sekolah.


(22)

commit to user

satunya yaitu proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan oleh guru. Peran seorang guru bukanlah untuk mentransfer pengetahuan yang telah ia punya kepada siswa, tetapi lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar dapat mengkonstruksikan pengetahuan mereka secara cepat dan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemilihan model pembelajaran. Matematika yang memiliki objek yang abstrak, menuntut guru untuk dapat membelajarkannya dengan model tertentu agar dapat dipahami dengan mudah. Untuk dapat memilih model yang tepat, guru hendaknya mempelajari dan memahami serta mengimplementasikan teori-teori belajar.

Pada Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 (2013 : 185) menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses alamiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan melalui kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dipandang mampu membuat peserta didik mencapai keterampilan berpikir, merasa, dan melakukan.

Pada kenyataan yang terjadi, masih terdapat guru yang kurang tepat dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan belajar matematika. Banyak guru yang masih menerapkan pembelajaran monoton yang dapat dikatakan cara belajar kurang bermakna. Guru hanya berbicara di depan kelas, murid menyalin rumus serta menjawab atau mengerjakan apa yang guru perintahkan. Guru hanya ingin menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target waktu tanpa mau memperhatikan, apakah murid-muridnya telah memahami sepenuhnya materi yang diajarkan. Siswa di kelas hanya menjadi seorang pendengar yang pasif. Ketika siswa menerima ataupun menemukan dan menggali sendiri pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari saat itu, mungkin siswa hanya menghafalkan materi-materi yang baru diperolehnya.


(23)

commit to user

sebagai pusat pembelajaran (student centered active learning), memberikan kesempatan sebesar-besarnya pada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif adalah metode pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Artz dan Newman dalam Miftahul Huda (2011: vii) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai kelompok-kelompok kecil peserta didik yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan tugas, atau mencapai tujuan bersama. Hal ini didukung oleh pendapat Kemp dalam Made Wena (2008: 189) yang menyatakan bahwa perlu adanya pendorong bagi siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kegiatan belajar menjadi bermakna. Pembelajaran kooperatif memberi kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk mengembangkan kecerdasan emosial siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Pengkondisian anak dalam belajar dan bekerja secara berkelompok, akan merangsang anak untuk berlatih mengendalikan emosi, mengembangkan keterampilan kerja sama, berpikir kreatif, nyaman dalam berinteraksi, percaya diri, keberanian mengambil keputusan dan kemampuan memahami orang lain. Selain itu kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan mata pelajaran akan lebih nampak dan terarah pada saat menggunakan model pembelajaran kooperatif. Karena selain mereka bisa berkomunikasi di dalam kelompoknya, mereka juga akan mengkomunikasikan hasil belajar kelompok mereka pada kelompok lain ketika mereka diberikan kesempatan mempersentasikan hasilnya maupun menanggapi kelompok lain. Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil belajarnya akan meningkatkan kecerdasan emosional mereka karena hal ini akan mendorong mereka lebih dewasa dalam menanggapai berbagai persoalan, termasuk dalam mengatur kelompok mereka dalam belajar yang lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar mereka.


(24)

commit to user

prestasi belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya pada materi fungsi masih diperlukan model pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan siswa untuk bekerjasama atau berinteraksi di dalam kelompok, lebih menjadikan siswa berani bertanya kepada gurunya dan tidak ragu-ragu lagi jika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Seperti model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan Roundtable.

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Model pembelajaran ini lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber sehingga bersifat student centered. Penekanan pada tanggung jawab individu dalam kelompok dan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dapat meningkatkan semangat belajar siswa dalam belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang bisa digunakan untuk memaksimalkan kinerja kelompok, mendengarkan aktif, berpikir dan berpartisipasi. Model pembelajaran Roundtable sering juga disebut pembelajaran kelompok keliling, atau meja bundar. Siswa bergantian dalam berkontribusi di kelompoknya masing-masing. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik dengan lebih mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang lebih baik. Pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan akademik, keterampilan sosial, serta menjadikan siswa lebih aktif dan komunikatif.

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan Roundtable adalah model pembelajaran yang sama-sama membentuk kelompok kecil yang


(25)

commit to user

merupakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Dalam artikelnya, Kagan (1990) membandingkan NHT dan Roundtable dalam fungsinya di akademik dan sosial. NHT cenderung untuk meninjau ulang, mengecek pengetahuan, pemahaman dan bimbingan. Sedangkan Roundtable cenderung menilai pengetahuan yang sebelumnya, melatih keterampilan, mengingat kembali informasi, menciptakan seni bekerjasama, membangun kelompok dan partisipasi keseluruhan.

Tipe struktural menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dimana siswa dituntut untuk bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Kedua model ini melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan melakukan diskusi dalam kelompok. Perbedaan yang terjadi adalah pada saat proses mengkonstruksikan gagasan. Pada NHT, siswa cenderung menyatukan pendapat dari hasil diskusi yang mungkin hanya dari pendapat beberapa anggota saja. Sedangkan Roundtable, setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi yang sama dalam mencari penyelesaian dan memecahkan permasalahan karena setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya. Kedua model pembelajaran tersebut dianggap dapat mengatasi kesulitan siswa pada pembelajaran matematika khususnya pada materi fungsi yang tidak hanya disajikan pada soal prosedural saja tetapi disajikan dalam bentuk soal cerita.

Sebagaimana dalam pernyataan yang dikemukakan oleh Haydon et al. (2010) dapat diperoleh bahwa NHT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang lebih baik daripada pembelajaran tradisional dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan sains. Menurut Kagan dalam Maheady, L. ( 2006: 27) :

“One teaching strategy that incorporates many of these elements of effective questioning is Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) is another instructional strategy designed to actively engage more pupils during lessons and, thereby, improve their academic performance”.

Artinya salah satu strategi pengajaran yang menggabungkan banyak elemen dari pertanyaan yang efektif adalah Numbered Heads Together (NHT). NHT adalah bentuk model pembelajaran yang mengajak lebih banyak siswa, lebih aktif selama pengajaran dan dengan demikian meningkatkan penampilan akademik mereka. Hal ini didukung oleh penelitian


(26)

commit to user

menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together menghasilkan prestasi belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share.

Model pembelajaran NHT perlu dimodifikasi dengan pendekatan saintifik. Siswa diberikan permasalahan yang nyata dan menantang sehingga menimbulkan rasa ingin tahu siswa untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran NHT-PS diharapkan dapat memudahkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya, karena dengan adanya pendekatan saintifik siswa akan melakukan beberapa tahapan yang dapat memperdalam pemahaman tentang materi yang dipelajari. Siswa diharapkan akan lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu peristiwa di sekitarnya.

Kaitan antara model pembelajaran tipe NHT dengan kecerdasan emosional adalah dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki siswa, akan dapat membantu siswa saat terjadi diskusi kelompok. Sifat mengendalikan emosi dan kemampuan memahami orang lain berperan penting dalam keberhasilan model pembelajaran ini. Model pembelajaran ini menuntut adanya tanggung jawab individual untuk kelompok. Oleh karena itu aspek motivasi diri sendiri untuk mencapai keberhasilan demi kelompok juga akan berpengaruh selama proses pembelajaran. Sedangkan kaitan antara model pembelajaran tipe Roundtable dengan kecerdasan emosional adalah dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki siswa, saat terjadi proses sumbang saran (brainstorming) kemampuan siswa untuk mengendalikan diri jika ternyata saran yang dikemukakan tidak terpakai berperan besar. Inti dari model pembelajaran Roundtable adalah proses sumbang saran tersebut, jadi apabila siswa dapat mengendalikan emosinya dan mengenali emosi orang lain selam proses itu, maka diharapkan pembelajaran akan berhasil.

Hasil penelitian Arra et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa siswa lebih menyenangi model pembelajaran Roundtable daripada Think-Pair-Share dan Three-Step Interview. Sedangkan penelitian Elisa Putri Anjarsari (2013) menyatakan model pembelajaran Roundtable menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran Roundtable juga perlu dimodifikasi dengan


(27)

commit to user

approach). Nantinya peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya.

Penelitian-penelitian yang dilaksanakan sebelumnya menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe Roundtable lebih unggul daripada model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dua model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Roundtable.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dirasa perlu untuk dilakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran NHT-PS dan Roundtable-PS pada materi fungsi terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kecerdasan emosional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik (Roundtable-PS) atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik?

2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah?

3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah?

4. Pada masing-masing tingkat kecerdasan emosional, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable denganpendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik?

C. Tujuan Penelitian


(28)

commit to user

kooperatif tipe Numbered Head Together denganpendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik.

2. Prestasi belajar siswa yang lebih baik, di antara siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah.

3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik di antara siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang atau rendah.

4. Pada masing-masing kategori kecerdasan emosional, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik di antara siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik atau pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan pendekatan saintifik (NHT-PS), tipe Roundtable dengan pendekatan saintifik dan pembelajaran Klasikal dengan pendekatan saintifik terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari kecerdasan emosional.

2. Manfaat Praktis a. Bagi guru

Memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang pemilihan model pembelajaran yang tepat dengan memperhatikan tingkat kecerdasan emosional siswa dalam proses pembelajaran.


(29)

commit to user

memahami konsep dan lebih merangsang siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran seperti bertanya, menjawab dan memberi komentar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Bagi sekolah

Memberikan masukan kepada kepala sekolah dalam usaha untuk perbaikan proses belajar mengajar para guru dalam menambah sarana dan prasarana sehingga kualitas pembelajaran di sekolah lebih baik. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pemikiran bahwa perlu adanya perubahan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

d. Bagi peneliti lain

Memberi masukan kepada peneliti lain, apabila ingin melakukan penelitian dalam bidang pendidikan matematika khususnya untuk model pembelajaran kooperatif dan bahan pertimbangan untuk penelitian dengan variabel sejenis.


(30)

commit to user 12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Prestasi Belajar Matematika

a. Pengertian Prestasi

Menurut Winkel (2007: 391) prestasi adalah keberhasilan usaha yang dapat dicapai. Dalam hal ini Winkel memaknai prestasi sebagai suatu hasil usaha yang telah dilaksanakan. Sedangkan nenurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43) prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai dalam periode tertentu.

Menurut Clark (2003: 9) dalam Report of the Student Achievement Task Force mengatakan student achievement is an improvement in learning that develops both the individual and the individual’s ability to contribute to society. Artinya prestasi siswa adalah suatu peningkatan pembelajaran yang mengembangkan individu dan kemampuan individu untuk dapat berkontribusi dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah pencapaian dari hasil usaha dalam pembelajaran berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mengembangkan kemampuan individu untuk dapat berkontribusi dalam masyarakat.

b. Pengertian Belajar

Menurut pandangan konstruktivis, belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya (Asri Budiningsih, 2012:64). Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.


(31)

commit to user

konstruktivisme, belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Belajar bukanlah proses teknologisasi (robot) bagi siswa, lainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan.

Menurut Cooperstein dan Kocevar-Weidinger (2004) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa :

learners construct their own meaning; new learning builds on prior knowledge; learning is enhanced by social interaction; and learning develops through “authentic” tasks; constructivist learning moves from experience to knowledge and not the other way around. In a constructivist classroom, the activities lead to the concepts; the students construct the meanings. Learning happens! Abstract concepts become meaningful, transferable, and retained because they are attached to the performance of a concrete activity.

Maksudnya peserta didik membangun pengertian mereka sendiri; pembelajaran baru dibangun di atas pengetahuan sebelumnya; belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial; dan belajar berkembang melalui tugas asli; belajar konstruktivis bergerak dari pengalaman ke pengetahuan dan bukan sebaliknya. Dalam kelas konstruktivis, kegiatan mengarah pada konsep-konsep siswa membangun makna. Di sanalah belajar, abstrak konsep menjadi bermakna, dipindahtangankan, dan dipertahankan karena mereka terlibat dengan aktivitas nyata.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata, serta interaksi sosial yang mengarah pada konsep abstrak menjadi bermakna. c. Pengertian Matematika

Menurut Russefendi (1980 :148) matematika adalah ilmu struktur yang terorganisasi dan meliputi 4 wawasan, yaitu aritmatika (teori bilangan dan statistika), aljabar, geometri, dan analisis. Selain itu, matematika merupakan ilmu


(32)

commit to user

(induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif. Menurut Paling dalam Mulyono (2009: 252) matematika merupakan cara untuk menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang berhitung.

Menurut Soedjadi (2000:4) matematika adalah ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik tentang penalaran, logika dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan yang membantu orang lain dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.

Dari berbagai pendapat ahli tersebut disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan, ruang, bidang, dan metodologi yang dapat digunakan untuk membantu orang lain dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan serta cara untuk menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia.

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika merupakan pencapaian dari hasil usaha dalam proses membangun pengetahuan terhadap mata pelajaran matematika yang berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat.

2. Model Pembelajaran

Menurut Arends dalam Trianto (2010:51) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Kemudian Arends dalam Iif dkk (2011) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan sistem pengelolaannya sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur.


(33)

commit to user

konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar tertentu dan berfungi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Kardi dan Nur dalam Iif dkk (2011:14) menyebutkan bahwa model pembelajaran mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur, yaitu :

a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

c. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di kelas agar tujuan pembelajaran tercapai.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya dalam Hamdani (2011:30), model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif ini merupakan pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis.

Zakaria dan Iksan (2006) dalam jurnalnya menyatakan bahwa :

Cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective when students are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks. Cooperative learning has been used as both an instructional method and as a learning tool at various levels of education and in various subject areas.


(34)

commit to user

pembelajaran paling efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif juga telah digunakan baik sebagai metode instruksional

dan sebagai sarana belajar di berbagai tingkat pendidikan dan

di berbagaibidang studi.

Macpherson (2000) menyatakan bahwa :

Cooperative Learning is part of a group of teaching/learning techniques where students interact with each other to acquire and practise the elements of a subject matter and to meet common learning goals. It is much more than just putting students into groups and hoping for the best. Cooperative Learning is a very formal way of structuring activities in a learning environment that includes specific elements intended to increase the potential for rich and deep learning by the participants.

Artinya pembelajaran kooperatif adalah bagian dari kelompok teknik pengajaran / pembelajaran dimana siswa berinteraksi satu sama lain untuk memperoleh dan mempraktekkan unsur-unsur materi pelajaran dan untuk memenuhi tujuan pembelajaran umum. Hal ini jauh lebih dari sekedar menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok dan berharap untuk yang terbaik. Pembelajaran kooperatif merupakan cara yang sangat formal kegiatan penataan dalam lingkungan belajar yang mencakup unsur-unsur tertentu yang dimaksudkan untuk meningkatkan potensi belajar yang kaya dan mendalam oleh para peserta.

Hal ini didukung oleh Johnson dan Johnson (2009) dalam jurnalnya yaitu : Formal cooperative learning consists of students working together, for one class period to several weeks, to achieve shared learning goals and complete jointly specific tasks and assignments (such as problem solving, completing a curriculum unit, writing a report, conducting an experiment, or having a dialogue about assigned text material).

Pembelajaran kooperatif formal terdiri dari siswa yang bekerja bersama-sama, untuk satu periode kelas untuk beberapa minggu, untuk mencapai bersama tujuan pembelajaran dan lengkap tugas dan tugas bersama-sama spesifik


(35)

commit to user

laporan, melakukan percobaan, atau berdialog tentang materi teks ditugaskan).

Menurut Slavin dalam Hamdani (2011:32) ada tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu :

a. Penghargaan kelompok

Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota

b. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelopmpok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi siswa. Siswa yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu dan siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik sehingga dapat meningkatkan potensi belajar yang mendalam oleh siswa.

4. Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Permendikbud


(36)

commit to user

tentang perlunya proses pembelajaran yang didasari dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik (Scientific Approach). Beberapa ahli meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik, dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Selain itu juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu kejadian.

Pada kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan melalui kegiatan mengamati, menanyai, mengasosiasi (menalar), mengumpulkan informasi (experimenting), dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Pemilihan pendekatan ini dipandang mampu mencapai tujuan pendidikan yaitu keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam diri peserta didik.

Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 81A tahun 2013 proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri dari lima pengalaman belajar pokok yaitu:

1) Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Metode ini sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak dapat disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang. Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu mengamati fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan objek matematika tertentu dan mengamati objek matematika yang abstrak.

2) Menanya

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berkaitan dengan obyek yang diberikan. Pertanyaan harus membangkitkan rasa ingin tahu, minat dan perhatian siswa tentang suatu topik pembelajaran. Pada tahap ini siswa dan guru dituntut terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara bertahap, dari yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak) sehingga akhirnya pengetahuan diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan guru. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah


(1)

commit to user

Saekhan Muchith (2008:71) mengungkapkan bahwa menurut cara pandang

konstruktivisme, belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui

pengalaman nyata dari lapangan. Siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika

pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat.

Belajar bukanlah proses teknologisasi (robot) bagi siswa, lainkan proses untuk

membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan.

Menurut Cooperstein dan Kocevar-Weidinger (2004) dalam jurnalnya

mengemukakan bahwa :

learners construct their own meaning; new learning builds on prior

knowledge; learning is enhanced by social interaction; and learning

develops through “authentic” tasks; constructivist learning moves from

experience to knowledge and not the other way around. In a constructivist

classroom, the activities lead to the concepts; the students construct the

meanings. Learning happens! Abstract concepts become meaningful,

transferable, and retained because they are attached to the performance of

a concrete activity.

Maksudnya peserta didik membangun pengertian mereka sendiri;

pembelajaran baru dibangun di atas pengetahuan sebelumnya; belajar dapat

ditingkatkan dengan interaksi sosial; dan belajar berkembang melalui tugas asli;

belajar konstruktivis bergerak dari pengalaman ke pengetahuan dan bukan

sebaliknya. Dalam kelas konstruktivis, kegiatan mengarah pada konsep-konsep

siswa membangun makna. Di sanalah belajar, abstrak konsep menjadi bermakna,

dipindahtangankan, dan dipertahankan karena mereka terlibat dengan aktivitas

nyata.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata,

serta interaksi sosial yang mengarah pada konsep abstrak menjadi bermakna.

c.

Pengertian Matematika

Menurut Russefendi (1980 :148) matematika adalah ilmu struktur yang

terorganisasi dan meliputi 4 wawasan, yaitu aritmatika (teori bilangan dan

statistika), aljabar, geometri, dan analisis. Selain itu, matematika merupakan ilmu


(2)

commit to user

deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi

(induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.

Menurut Paling dalam Mulyono (2009: 252) matematika merupakan cara

untuk menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara

menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,

menggunakan pengetahuan tentang berhitung.

Menurut Soedjadi (2000:4) matematika adalah ilmu pengetahuan yang

eksak dan terorganisasi secara sistematik tentang penalaran, logika dan

masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan yang membantu orang lain dalam

menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.

Dari berbagai pendapat ahli tersebut disimpulkan bahwa matematika adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan, ruang, bidang, dan

metodologi yang dapat digunakan untuk membantu orang lain dalam

menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan serta cara untuk

menentukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia.

d.

Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah

diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika merupakan

pencapaian dari hasil usaha dalam proses membangun pengetahuan terhadap mata

pelajaran matematika yang berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat.

2.

Model Pembelajaran

Menurut Arends dalam Trianto (2010:51) model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Kemudian Arends dalam Iif

dkk (2011) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu

pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan

sistem pengelolaannya sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih

luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur.


(3)

commit to user

Trianto (2010:53) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar tertentu dan berfungi sebagai pedoman bagi perancang

pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Kardi dan Nur dalam Iif dkk (2011:14) menyebutkan bahwa model

pembelajaran mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode

atau prosedur, yaitu :

a.

Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

b.

Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

c.

Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan

pembelajaran itu dapat tercapai.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran

adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran di kelas agar tujuan pembelajaran tercapai.

3.

Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya dalam Hamdani (2011:30), model pembelajaran kooperatif

adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,

setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif ini merupakan pembelajaran

yang berdasarkan paham konstruktivis.

Zakaria dan Iksan (2006) dalam jurnalnya menyatakan bahwa :

Cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective

when students are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to

complete academic tasks.

Cooperative learning has been used as both an

instructional method and as a learning tool at various levels of education and

in various subject areas.


(4)

commit to user

Maksudnya pembelajaran kooperatif didasarkan pada keyakinan bahwa

pembelajaran paling efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan

bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif

juga

telah digunakan baik sebagai metode instruksional

dan sebagai sarana belajar di berbagai tingkat pendidikan dan

di berbagaibidang studi

.

Macpherson (2000) menyatakan bahwa :

Cooperative Learning is part of a group of teaching/learning techniques where

students interact with each other to acquire and practise the elements of a

subject matter and to meet common learning goals. It is much more than just

putting students into groups and hoping for the best. Cooperative Learning is a

very formal way of structuring activities in a learning environment that

includes specific elements intended to increase the potential for rich and deep

learning by the participants.

Artinya pembelajaran kooperatif adalah bagian dari kelompok teknik

pengajaran / pembelajaran dimana siswa berinteraksi satu sama lain untuk memperoleh

dan mempraktekkan unsur-unsur materi pelajaran dan untuk memenuhi tujuan

pembelajaran umum. Hal ini jauh lebih dari sekedar menempatkan siswa dalam

kelompok-kelompok dan berharap untuk yang terbaik. Pembelajaran kooperatif

merupakan cara yang sangat formal kegiatan penataan dalam lingkungan belajar yang

mencakup unsur-unsur tertentu yang dimaksudkan untuk meningkatkan potensi belajar

yang kaya dan mendalam oleh para peserta.

Hal ini didukung oleh Johnson dan Johnson (2009) dalam jurnalnya yaitu :

Formal cooperative learning consists of students working together, for one

class period to several weeks, to achieve shared learning goals and complete

jointly specific tasks and assignments (such as problem solving, completing a

curriculum unit, writing a report, conducting an experiment, or having a

dialogue about assigned text material).

Pembelajaran

kooperatif

formal

terdiri

dari

siswa

yang

bekerja

bersama-sama, untuk satu periode kelas untuk beberapa minggu, untuk mencapai

bersama tujuan pembelajaran dan lengkap tugas dan tugas bersama-sama spesifik


(5)

commit to user

(seperti

pemecahan,

menyelesaikan

unit

kurikulum,

menulis

masalah

laporan, melakukan percobaan, atau berdialog tentang materi teks ditugaskan).

Menurut Slavin dalam Hamdani (2011:32) ada tiga konsep sentral karakteristik

pembelajaran kooperatif, yaitu :

a.

Penghargaan kelompok

Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang

ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai

anggota

b.

Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelopmpok bergantung pada pembelajaran individu dari semua

anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas

anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

c.

Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai

perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi siswa. Siswa yang berprestasi

rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan

melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok

tertentu dan siswa secara aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja sama untuk

menyelesaikan tugas-tugas akademik sehingga dapat meningkatkan potensi belajar

yang mendalam oleh siswa.

4.

Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep,

hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau

menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan

dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Permendikbud


(6)

commit to user

nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 telah mengemukakan

tentang perlunya proses pembelajaran yang didasari dengan kaidah-kaidah pendekatan

saintifik

(Scientific Approach)

. Beberapa ahli meyakini bahwa melalui pendekatan

saintifik, dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan

keterampilannya. Selain itu juga dapat mendorong siswa untuk melakukan

penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu kejadian.

Pada kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik yang dilaksanakan

melalui kegiatan mengamati, menanyai, mengasosiasi (menalar)

,

mengumpulkan

informasi (

experimenting

), dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran.

Pemilihan pendekatan ini dipandang mampu mencapai tujuan pendidikan yaitu

keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam diri peserta didik.

Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 81A tahun 2013 proses

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik

terdiri dari lima pengalaman

belajar pokok yaitu:

1)

Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Metode

ini sangat baik untuk memenuhi rasa ingin tahu dari siswa walaupun tak dapat

disangsikan memerlukan tenaga dan persiapan yang matang. Mengamati objek

matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang masing-masing

mempunyai ciri berbeda, yaitu mengamati fenomena dalam lingkungan kehidupan

sehari-hari yang berkaitan dengan objek matematika tertentu dan mengamati objek

matematika yang abstrak.

2)

Menanya

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berkaitan dengan obyek yang

diberikan. Pertanyaan harus membangkitkan rasa ingin tahu, minat dan perhatian

siswa tentang suatu topik pembelajaran. Pada tahap ini siswa dan guru dituntut

terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara

bertahap, dari yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak)

sehingga akhirnya pengetahuan diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan

guru. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK SISWA PADA POKOK BAHASAN FUNGSI KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN NGAWI

0 0 18

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL KELAS VII SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 19

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Saintifik pada Materi Operasi Aljabar Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa.

0 0 2

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN PAIRS CHECK (PC) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI FUNGSI DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 20

0 0 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STRUCTURED NUMBERED HEADS (SNH) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI PEMBELAJARAN HIMPUNAN DITINJAU DARI SELF-EFFICACY SISWA KELAS VII SMP NEGERI SE-KABUPATEN BANTUL TA

0 1 18

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN ROUNDTABLE

0 1 10

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI OPERASI ALJABAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII DI KABUPATEN KARANGANYAR | Cahyani | 8

0 0 8

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (TSTS-PS) DAN TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDULIZATION DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (TAI-PS) PADA MATERI HIMPUNAN DITINJAU DARI KECEMASAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA

0 0 11

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN TIPE ROUNDTABLE DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SUKOHARJO |

0 0 12

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL KELAS VII SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO | Fakhri Auli

0 0 12