ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K.)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K.)

Oleh

ANDRIE SAPUTRA

Indonesia Sebagai suatu Negara Merdeka yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sangat Menentang adanya Tindak Pidana Khususnya Tindak Pidana Pencurian, Siapapun Pelakunya harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku sekalipun tindak Pidana Pencurian itu dilakukan oleh anak. Kejahatan anak semakin dirasakan sebagai masalah yang cukup serius ditengah-tengah masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas kejahatan yang dilakukan oleh anak, misalnya pencurian, pembunuhan, perkosaan, penganiyayaan dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dan Apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan seperti ini digunakan untuk menemukan sumber data yang bersifat teori yang digunakan untuk memecahkan masalah di dalam penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi berbagai macam literatur, peraturan perundang-undangan, serta dokumen resmi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti seperti Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/ PN.T.K. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian lapangan berupa wawancara dengan para responden. Pendekatan ini bertujuan memperoleh data konkrit mengenai masalah yang akan diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak Pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K. dikenakan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 7 (tujuh) bulan, hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak


(2)

Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak Pidana pencurian yang dilakukan oleh anak sebagaimana yang dimaksud dalam putusan hakim dalam perkara nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K. yaitu hakim mempertimbangkan unsur delik pada Pasal 363, karena pelakunya adalah anak dibawah umur maka anak tetap harus dipidana, akan tetapi hukuman yang harus diberikan kepada anak ½ dari masa tahanan orang dewasa, dan selama anak menjalani masa tahanannya anak dibimbing dan dibina sesuai aturan yang berlaku, dan apabila dalam kasus anak ini anak tidak dikenakan sangsi berupa pidana penjara maka masyarakat akan geram dengan kasus-kasus lainnya yang pelakunya anak, Hakim mempertimbangkan hal yang tidak akan memicu perbuatan main hakim sendiri dengan cara anak dipidana dengan Hukum yang berlaku akan tetapi hukumannya diringankan.

Saran dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencurian yang pelakunya anak, hakim sebaiknya lebih mengarahkan kepada program diversi atau restorative justice terhadap kasus serupa. Pemberian pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku harus mempertimbangkan perkembangan dan kepentingan terbaik anak di masa yang akan datang. Penanganan yang salah dapat menyebabkan rusak bahkan musnahnya bangsa di masa depan, karena anak adalah generasi penerus bangsa.


(3)

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai suatu Negara merdeka yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang dasar 1945 sangat menentang adanya Pidana khususnya Tindak Pidana Pencurian, siapapun Pelakunya harus ditindak sesuai dengan Hukum yang berlaku sekalipun kejahatan atau Tindak Pidana Pencurian itu dilakukan oleh anak.

Kejahatan yang dilakukan oleh Anak semakin dirasakan sebagai masalah yang cukup serius di tengah tengah Masyarakat, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas Kejahatan yang dilakukan oleh Anak misalnya Pencurian dan lain-lain.

Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia di hari mendatang, dan dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang.

Anak sebagai bagian dari generasi muda mempunyai peranan yang penting dalam suatu Negara. Anak merupakan salah satu sumber daya manusia yang merupakan Potensi dan penerus cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia yang di kemudian hari diharapkan dapat menjadikan Bangsa Indonesia menjadi Negara yang lebih maju Dan makmur. Dalam rangka Mewujudkan sumber daya Manusia Indonesia yang


(4)

berkualitas diperlukan Pembinaan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, Pertumbuhan dan Perkembangan fisik, mental dan sosial, serta Perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan diri dan bangsa di masa depan.

Anak berdasarkan hukum yang berlaku di Negara Indonesia Memiliki definisi yang sedikit berbeda satu dengan yang lainnya di dalam Peraturan-Peraturan yang berlaku Pada umumnya. Di dalam Pasal 20-21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan anak yaitu: ”Orang yang dalam perkara anak nakal telah berusia 12tahun namun belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah kawin”. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dinyatakan bahwa yang disebut anak adalah sampai pada batas usia sebelum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin, sedangkan menurut Undang-Undang Pemilihan Umum yang dikatakan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 17 tahun, namun lain halnya menurut hukum Islam, di mana untuk menentukan apakah seseorang bisa dikatakan sebagai anak tidak ditentukan berdasarkan usia, tetapi seseorang yang telah mulai mengalami adanya tanda-tanda perubahan pada badaniah baik pria maupun wanita.

Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak bahwa anak yang dalam Perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun dan belum mencapai 18(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, sedangkan anak nakal itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 UU Pengadilan Anak, Anak yang malakukan tindak Pidana termasuk anak dalam kategori anak nakal. Karena Pelaku Tindak Pidana Pencurian ini dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur. Tidak dapat dipungkiri di dalam Masyarakat sering terjadi anak dibawah usia 18 (delapan


(5)

belas) tahun melakukan kejahatan dan Pelanggaran, sehingga harus Mempertanggungjawabkan secara Hukum Positif melalui Proses Sidang Pengadilan.

Masalah yang melatar belakangi penelitian ini adalah adanya salah satu kasus yang ditemukan diwilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang dimana Pelaku bernama Jan Aldino berusia 16 tahun bertindak oleh dua orang atau bersekutu dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum bersama dengan Hadi Als Leng (hingga saat ini belum tertangkap) dan Sobi (disidang dalam perkara terpisah) Bahwa terdakwa Jan Aldino Bin Efendi Djondi bersama sama dengan Hadi Als Leng (hingga saat ini belum tertangkap) dan Sobi (disidang dalam perkara terpisah),

pada hari sabtu tanggal 17 DESEMBER 2011 sekitar jam 09:00 wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu masih dalam bulan Desember tahun 2011 bertempat didepan stadion sumpah pemuda komplek pekor wayhalim kel. Perumnas wayhalim kec. Bandar Lampung atau pada suatu tempat yang masih dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Bandar Lampung, telah mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) buah kunci mobil Honda jazz, 2 (dua) buah hp blackberry, yang didalamnya berisi 1(satu) unit laptop warna hitam berikut tasnya, 1 (satu) buah tas warna hitam, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan saksi korban Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:

Bahwa terdakwa Jan Aldino Als Dino Bin Efendi Djondi bersama-sama dengan Hadi Als Leng (hingga saat ini belum tertangkap) dan Sobi (Disidang dalam perkara terpisah) pada hari jumat datang ke Gor saburai dari padang cermin untuk menonton konser Julia perez lalu Jan Aldino Als Dino bin Efendi Djondi melihat


(6)

satu unit mobil hoanda jazz yang baru datang dan diparkir didepan pintu masuk stadion, Hadi dan Sobi menunggu diluar Stadion yang jaraknya 5 meter, dan pada saat itu tidak ada orang disekitar tas milik korban diletakkan lalu terdakwa mengambil kunci mobil serta dua unit hp Blackberry yang berada dalam tas korban, setelah terdakwa berhasil mengambil kunci mobil Honda jazz tersebut terdakwa menemui Hadi dan Sobi.

Berdasarkan prariset yang dilakukan penulis, di Pengadilan Negeri Tanjung Karang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jan Aldino Bin Efendi Djondi yang bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) Ke-4 KUHP jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.. (Sumber Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK).

Berdasarkan pasal 363 KUHP dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak dan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK tersebut, terlihat bahwa vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa yaitu 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan Menurut Penulis sangat memberatkan terdakwa yang masih Anak-Anak karena sanksi pidana berupa kurungan penjara yang terlalu lama akan merusak mental dan jiwa Anak, karna penanganan yang salah dan Bahkan musnahnya Bangsa dimasa mendatang karna anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dibina dan diarahkan jika anak di pidana berupa kurungan anak bukan akan baik bahkan bisa benar-benar menjadi penjahat, Seharusnya Hakim memberikan sanksi berupa tindakan.


(7)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul: “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Terhadap Tindak Pidana Pencurian yang dilkukan oleh anak (Studi Putusan Pengadilan Negri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka Permasalahan yang akan dibahas dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid. B (A)/2012/PN.TK.) ?

b. Apakah dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Tanjung Karang dalam menjatuhkan Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid. B (A)/2012/PN.TK.)?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, khususnya yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku tindak Pidana Pencurian dan dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap Pelaku Pencurian Sebagaimana terdapat Pada Putusan Pengadilan Negeri Tanjung karang Nomor: 46/Pid. B(A)/2012/PN.TK. Ruang lingkup waktu Penelitian adalah tahun 2011 sampai tahun 2012 dan ruang lingkup lokasi Penelitian adalah pada Pengadilan Negeri Tanjung karang.


(8)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak

b. Untuk mengetahui dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap Pelaku tindak Pidana Pencurian

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian Hukum Pidana, khususnya yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak dan dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap Pelaku tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak.

b. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan Hukum, serta dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi para pihak yang ingin mengetahui dan memahami tentang tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak.


(9)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil Pemikiran atau kerangka acuan yang Pada dasarnya mengadakan identifikasi terhadap Dimensi-Dimensi Sosial yang dianggap relevan oleh Peneliti .1Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam Penelitian ini adalah:

a. Pertanggungjawaban Pidana

Berkenaan dengan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana menganut asas Tiada Pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum isi mens sit rea). Walaupun dirumuskan di dalam Undang-Undang, akan tetapi dianut dalam Praktik Hukum Pidana.

Tidak dapat dipisahkan antara kesalahan dan Pertanggungjawaban atas Perbuatan. Orang yang melakukan dengan kesalahan saja yang dibebani Tanggunjawab atas Tindak Pidana yang dilakukanya2

Kemampuan Bertanggungjawab ditentukan oleh 2 (dua) Faktor, yang pertama Faktor akal, yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan. Faktor kedua adalah kehendak, yaitu sesuai dengan tingkah lakunya dan keinsyafannya atas mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.

1Soerjono Soekanto, 1983: 124-125. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

2Adami Chazawi, 2007:151.Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Raja Grafindo.Jakarta.


(10)

Syarat-syarat untuk menjatuhkan Pidana adalah seseorang harus melakukan Perbuatan yang aktif atau pasif seperti yang ditentukan oleh Undang-Undang Pidana, yang melawan Hukum, dan tidak adanya alasan Pembenaran serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan Bertanggungjawab, sengaja atau kelalaian) dan tidak adanya alasan pemaaf. Jika kita telah dapat membedakan antara Perbuatan Pidana (yang menyangkut segi objektif) dan Pertanggungjawaban Pidana (yang menyangkut segi subyektif, jadi menyangkut sikap batin si pembuat), maka mudahlah kita menentukan diPidana atau dibebaskan ataupun dilepaskan dari segala tuntutan delik.

Berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana diatas, maka terhadap anak sebagai Pelaku tindak Pidana mengenai Pertanggungjawaban Pidana tersebut telah dicantumkan di dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, bahwa terhadap Anak hanya dapat dijatuhi Pidana dikenakan tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan. adalah sebagaimana diuraikan di dalam Pasal 71-81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 berikut :

Pasal 71 menentukan:

(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan sarat:

1. Pembinaan diluar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; atau 3. Pengawasan.


(11)

d. Pembinaan dalam lembaga; dan e. 3Penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau

b. Pemenuhan kewajiban adat.

(3) Apabila dalam Hukum materiil diancam Pidana komulatif berupa penjara dan denda, Pidana denda, digati dengan Pelatihan kerja.

(4) Pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 81 ayat (2) menentukan:

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak anak pling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman Pidana bagi orang Dewasa.

Sebagaimana tercantum pada Pasal 69 ayat (1), Pasal 71 ayat (1, 2, 3, 4, dan 5) Dan Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, penjatuhan pidana baik penjara, kurungan, maupun denda yang ditetapkan terhadap pelaku tindak pidana di bawah umur adalah (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa.

3

Andi Zainal Abidin,1987:72. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni. Bandung


(12)

Pemberian pertanggungjawaban pidana terhadap anak harus mempertimbangkan perkembangan dan kepentingan terbaik anak di masa yang akan datang. penanganan yang salah dapat menyebabkan rusak bahkan musnahnya bangsa di masa depan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan merupakan cita-cita bangsa.

b. Dasar pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Hakim dalam melaksanakan tugasnya harus bebas dan tidak boleh terpengaruh atau memihak kepada siapapun. Jaminan kebebasan ini juga diatur dalam berbagai peraturan, yaitu dalam pasal 24 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan: “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”

Menurut Moelyatno, proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagaimana berikut : 1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana

Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana.

2. Tahap Menganalisi Tanggungjawab Pidana

Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya. Yang dipandang primer adalah orang itu sendiri.


(13)

Hakim dapat menggunakan Pasal 44 sampai dengan 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang orang-orang yang dinyatakan tidak dapat bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya tersebut.

3. Tahap Penentuan Pemidanaan

Dalam hal ini, jikalau hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan yang melawan hukum, sehingga ia dinyatakan bersalah atas perbuatannya, dan kemudian perbuatannya itu dapat pertanggungjawabankan oleh si pelaku, maka hakim akan menjatuhkan terhadap pelaku tersebut, dengan melihat pasal-pasal, Undang-Undang yang dilanggar oleh si pelaku.

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus bertanya kepada diri sendiri, jujurkah ia dalam mengambil keputusan ini, atau sudah tepatkah putusan yang diambilnya itu, akan dapat menyelesaikan suatu sengketa, atau adilkah putusan ini, atau seberapa jauh manfaat dari putusan yang dijatuhkan oleh seorang hakim bagi para pihak dalam perkara atau bagi masyarakat pada umumnya. Ada 2 faktor pertimbangan hakim, yaitu :

a. Faktor Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya.

1. Dakwaan jaksa penuntut umum; 2. Keterangan saksi;

3. Keterangan terdakwa; 4. Barang-barang bukti;


(14)

5. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana.

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana kerena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

b. Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus diasampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir E keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukrti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentantang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri.

d. Barang-barang Bukti

Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

e. Pasal-pasal dalam Undang-Undangtindak pidana. Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh terdakwa.


(15)

b. Faktor non yuridis

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satupun pihak yang dapat mengintervesi hakim dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa keadilan masyarakat.

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut :4

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksid dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. 2. Teori pendekatan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana.

4

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam perspektif Hukum Progresif,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 94.


(16)

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari tiori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pedana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka dalam menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputusnya.

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. TeoriRatio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengkatakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.


(17)

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian .5Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya)6Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 11 KUHAP).

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. .7

c. Pencurian adalah perbuatan “mengambil” barang. Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari jari memegang barangnya dan mengalihkannya ketempat lain dengan maksud untuk memiliki atau menguasai dengan cara melawan hukum.

d. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang dalam kandungan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002). Sementara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak adalah orang yang

5

Soerjono Soekanto, 1983: 112. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

6

Sudarsono, 1992: 32.Kamus Hukum.Rineka Cipta. Jakarta. 7


(18)

dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 12 (tahun) tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika yang disajikan agar memperoleh dalam penulisan proposal skripsi ini secara keseluruhan diuraikan sebagai berikut:

1. PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan proposal skripsi yang terdiri dari latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi beberapa pengertian serta pemahaman terhadap objek penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian di dalam skripsi ini. III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara-cara yang dipakai penulis untuk menjabarkan hasil penelitian, meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data yang digunakan di dalam penelitian, populasi dan sampel yang diperlukan, prosedur pengumpulan dan pengolahan data hasil penelitian, serta metode analisis terhadap data yang telah diperoleh.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dalam penelitian, terdiri dari deskrpsi dan analisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak serta pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku.


(19)

V. PENUTUPAN

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang diajukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.


(20)

A. Pertanggungjawaban Pidana

Hukum pidana menganut asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum isi mens sit rea), walaupun tidak dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dianut dalam praktik.

Pertanggung jawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawaban .1Pertanggungjawaban pidana dalam KUHP secara umum disimpulkan dalam BAB III buku ke-1 KUHP, dan juga terdapat pula pada peraturan perundang-undangan lainnya.

Ditinjau dari sudut pandang terjadinya, suatu tindakan yang terlarang seorang akan dipertanggungjawabkan pidananya atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau alasan pembenar). Namun dilihat dari alasan kemampuan bertanggungjawab maka seseorang yang mampu bertanggungjawab dapat dipertanggungjawabkan pidananya.

1

Roeslan Saleh, 1981: 75. Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Aksara Baru. Jakarta.


(21)

Ada beberapa alasan seseorang tidak dapat bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan, baik itu yang terletak pada diri orang tersebut atau yang terletak di luar diri orang itu.

Alasan-alasan yang terletak pada diri orang adalah sebagai berikut:

1. Keadaan jiwa yang cacat pertumbuhannya, misalnya gila atau idiot. Jadi merupakan cacat biologis. Dalam hal ini termasuk juga orang yang gagu, tuli, dan buta apabila hal itu mempengaruhi keadaan jiwanya.

2. Keadaan jiwa yang terganggu karena penyakit, ada pada mereka yang disebutpsychose, yaitu orang yang normal yang mempunyai penyakit jiwa yang sewaktu-waktu bisa timbul, sehingga membuat ia tidak menyadari apa yang dilakukannya. Misalnya: kleptomanie (keinginan untuk mengambil barang orang lain) atau pyromanie (keinginan untuk melakukan pembakaran tanpa alasan sama sekali). Dalam keadaan tersebut di atas, mereka yang dihinggapi penyakit tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya, yang berhubungan dengan penyakitnya tersebut. Namun jika antara penyakit dan perbuatanya tidak ada hubungannya maka mereka tetap dapat dipidana.

3. Umur yang masih muda (dasar hukumnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan pidana Anak).2

Alasan yang terletak di luar diri orang adalah sebagai berikut: 1. Daya paksa/overmarcht (Pasal 48 KUHP);

2. Pembelaan terpaksa/noodweer (Pasal 49 KUHP); 3. Melaksanakan undang-undang (Pasal 50 KUHP); 4. Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).3

B. Pengertian Putusan Pengadilan

Pasal 1 angka 11 Bab I tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa: “Putusan Pengadilan adalah

pernyataan hakim yang diucapkan dalam siding pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan, atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Apabila ketentuan 2

moeljatno, 2000: 115.Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

3

Tri Adrisman, 2008:54-55 & 61-62. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(22)

tersebut dijabarkan secara lebih rinci maka dapat dilihat bahwa setiap keputusan hakim (putusan pengadilan) merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu: .4Putusan bebas;

1. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; 2. Pemidanaan atau penjatuhan pidana.

Berkenaan dengan putusan bebas (vrijspraak) adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, yaitu: “Jika pengadilan berpendapat bahwa

dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa

diputus bebas”. Kemudian mengenai penjatuhan putusan lepas dari segala

tuntutan hukum dicantumkan pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan

“Jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada

terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka

terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Adapun mengenai kapan suatu putusan pemidanaan atau penjatuhan pidana dijatuhkan, telah diatur di dalam Pasal 193 ayat (1)KUHAP sebagai berikut: “Jika

pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Hak terdakwa setelah putusan pemidanaan diucapkan oleh hakim ketua sidang diatur di dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP adalah sebagai berikut:

4

Saleh, Roeslan. 1981: 135.Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Aksara Baru. Jakarta.


(23)

a. Hak segera menerima atau menolak putusan ( Pasal 196 ayat (3) butir a KUHAP;

b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 196 ayat (3) butir b jo. Pasal 233 ayat (2) KUHAP);

c. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (Pasal 196 ayat (3) butir c KUHAP);

d. Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaiman dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2) KUHAP (Pasal 196 ayat (3) butir d jo. Pasal 233 ayat (2) KUHAP);

e. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir a (menolak putusan) dalam waktu seperti yang ditentukan dalam Pasal 235 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi (Pasal 196 ayat (3) butir e KUHAP).

Pada Pasal 197 KUHAP diatur formalitas yang seharusnya dipenuhi suatu putusan hakim, ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Surat putusan pemidanaan memuat:

a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi penentuan kesalahan terdakwa;

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah dipenuhi semua unsur dalam rumusan delik disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;


(24)

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus, dan nama panitera.

2. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

3. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

Ada hal-hal khusus yang terdapat dalam proses penjatuhan sanksi terhadap Anak Nakal sesuai dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, yaitu:

Pasal 60 menentukan:

(1) Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/wali dan /atau pendamping untukmengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak.

(2) Dalam hal tertentu anak korban diberi kesempatan oleh hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan.

(3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. (4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagai mana dimaksud

pada ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum.

C. Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbaar Feit yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Atau perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan


(25)

perundang-undangan .5Menurut pandangan Monisme dalam pendekatan terhadap

tindak pidana terdapat empat rumusan yakni “dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan, yang pelakunya dapat dikenakan hukuman, asal dilakukan oleh seseorang yang karena itu dapat disalahkan, dan dilakukan oleh

seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya”. Penganut

pandangan ini adalah JE Jonkers, Wirjono Prodjodikoro, Simons, Van Schravendijk. Sedangkan menurut pandangan Dualisme menurut Pompe merumuskan bahwa suatuStrafbaar Feititu sebenarnya adalah tidak lain daripada

suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan

sebagai tindakan yang dapat dihukum” 6dan menurut Vos Merumuskan bahwa Strafbaar Feit adalah “suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan perundang-undangan, melawan hukum, yang patut dipidana dan

dilakukan dengan kesalahan”.7

Menurut; Moeljatno unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut : a. Unsur subjek,

b. Unsur kesalahan,

c. Unsur bersifat melawan hukum (dari tindakan yang bersangkutan),

d. Unsur tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh perundangan yang atas pelanggarannya diancamkan suatu pidana, dan

e. Unsur waktu, tempat dan keadaan.

5

Wirjono Prodjodikoro, 1989:55. Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama

6Lamintang, 1990 : 174.Delik-Delik Khusus.Bandung: Sinar Baru

7

Martiman Prodjohamidjojo. 1996:16. Sistem Pembuktian dan Alat Bukti. Jakarta: Ghalia Indonesia


(26)

2. Pengertian pencurian

Tindak pidana pencurian adalah bentuk kejahatan harta benda yang paling sering terjadi dalam masyarakat. Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)tentang pencurian ini diatur dalam pasal 362, 363, 364, 365, 366, dan 367, sebagai salah satu bentuk tindak pidana pencurian memiliki kriteria yang dibagi atas 5 macam yaitu:

a. Pencurian biasa (pasal 362) b. Pencurian berat (pasal 363) c. Pencurian ringan (pasal 364)

d. Pencurian dengan kekerasan (pasal 365)

e. Pencurian dalam keluarga ( pasal 367).8 Kecuali pasal 362 KUHP, pasal pasal lainnya mempunyai prinsip prinsip yang sama dengan pasal 362, hanya saja lebih menekankan aspek pidananya, yaitu pada unsure unsure yang dapat memberatkan atau meringankan hukuman (pidananya). Sedangkan mengenai bentuk pokok tindak pidana pencurian adalah seperti bunyi pasal 362, yaitu:

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu , yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan Hukum, diancam karna pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.

8


(27)

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut menunjukan bahwa elemen-elemen atau unsur-unsur pendukungnya adalah yaitu :

a. Unsur Objektif : Mengambil, Barang, Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

b. Unsure Subjektif: dengan maksud, Untuk memiliki, Secara melawan hukum

Pengertian “mengambil” dalam pasal tersebut adalah dikuasainya, yaitu pada

waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada kekuasaannya, apabila waktu memiliki benda atau barang tersebut sudah ada ditangannya, maka perbuatan ini bukan disebut sebagai perbuatan mencuri .

Berdasarkan konsep diatas , terlihat adanya maksud untuk dikuasai dan adanya usaha membawa suatu benda dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata. Pencurian (pengambilan) dapat dikatakan apabila barang tersebut berpindah tempat. Maka belum dikatakan perbuatan mencuri, tetapi baru dikatakan percobaan pencurian.

Sedangkan pengertian “barang” dalam konsep tersebut adalah segala sesuatu yang

berwujud termasuk binatang (manusia tidak termasuk), misalnya, uang, pakaian,

kursi, perhiasan, dan sebagainya. Dalam pengertian barang ini masuk pula “daya listrik” dan gas, meskipun tidak berwujud akan tetapi dialirkan lewat kawat atau pipa.

Berdasarkan konsep pengertian barang tersebut juga terdapat adanya unsur barang bergerak (roerend) dan barang tak bergerak (onroerend), hal ini dimaksudkan karena pencuri hanya terjadi jika barang tersebut dapat dipindahkan, jadi tidak mungkin jika barang tersebut tidak dapat bergerak .


(28)

Disamping itu pengertian barang dalam hal ini tidak perlu harus bernilai ekonomis, karena dalam hal-hal tertentu barang-barang tersebut bukan nilai ekonomisnya tetapi unsure sejarahnya , misalnya kenang-kenangan dan sebagainya.

“Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”, disini dimaksudkan bahwa suatu barang yang buka kepunyaan seseorang ( ren nullius) tidak menimbulkan pencurian, misalnya binatang liar yang hidup dihutan, dan sebagainya

“Dengan maksud untuk memiliki”, mengandung arti bahwa dengan sengaja untuk

dapat menguasai atau bertindak sebagai orang yang mempunyai 9disini terlihat bahwa sipelaku dalam bertindak hanya atas kekuasaan sendiri dan ia sadar bahwa benda atau barang yang diambilnya adalah milik orang lain.

Sedangkan dalam ketentuan Pasal 363 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ke-1. Pencurian ternak;

Ke-2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan dan bahaya perang ;

Ke-3.Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

9

R.Soesilo,1947 : 118. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia,Bogor


(29)

Ke-4.Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara bersekutu;

Ke -5.pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan, atau sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau memakai jabatan palsu.

(2) Jika pencuri yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

Sedangkan mengenai pencurian ringan, seperti yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP, yang rumusnya sebagai berikut :

Perbuatan yang diterapkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang diterapkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karna pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.

Selanjutnya pencurian yang disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan diatur dalam ketentuan Pasal 365 KUHP yang rumusannya sebagai berikut :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk tetap menguasai barang yang dicuri.


(30)

(2). Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :

1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan, dipingirjalan.

2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

3. Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakai jabatan palsu.

4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3). Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4). Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan melakukan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.

Berdasarkan Pasal 367 KUHP ketentuan mengenai pencurian dalam keluarga yang rumusannya sebagai berikut:

(1). Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami ( istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mugkin diadakan tuntutan pidana.


(31)

(2). Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang terpisah harta kekayaan, ataau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua maka terhadap orang itu hanya mugkin diadakan penuntutan jika ada yang terkena kejahatan.

(3).Jika menurut lembaga matriarchal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak kandung ( sendiri), maka ketentuan ayat diatas berlaku juga bagi orang itu.

D. Pengertian Anak

Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak di dalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pada Pasal 45 KUHP, anak adalah seseorang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pada Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum genap mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin.

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.


(32)

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak

Pada Pasal 1 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak

Pada Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012, anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delpan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pada Pasal 1 ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pada Pasal 1 ayat (1) UU. No. 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Batasan umur anak menurut dokumen internasional yaitu sebagai berikut:

a. Task Force on juvenlie Delinquency Prevention, menentukan bahwa seyogyanya batas usia penentuan seseorang sebagai anak dalam konteks pertanggungjawaban pidana ditetapkan usia terendah 10 tahun dan batasan usia atas antara 16-18 tahun;


(33)

b. Resolusi PBB No.40/33 tentang UN standrad Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) menetapkan batasan usia anak adalah seseorang yang berusia 7-18 tahun (Commentary Rule 2.2); serta Resolusi PBB No. 45/113 menentukan batasan atas yaitu 18 tahun (Rule{a}).10

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang akan penulis gunakan sebagai acuan mengenai pengertian dan batasan umur anak di dalam penelitian ini adalah pengertian anak di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SistemPeradilan Pidana Anak.

E. Jenis-jenis Sanksi yang dapat Dijatuhkan terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana

Menjatuhkan pidana mensyaratkan bahwa sesorang harus melakukan perbuatan yang aktif atau pasif seperti yang ditentukan oleh undang-undang pidana, yang melawan hukum, dan takadanya alasan pembenar serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan bertanggung jawab, sengaja atau kelalaian) dan tidak adanya alasan pemaaf. Terpenuhinya syarat-syarat tersebut mengakibatkan si pembuat atau pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman atas perbuatannya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak Pidana di bawah umur meliputi Pidana, baik Pidana Pokok maupun Pidana Tambahan, dan Tindakan. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 71-81 ayat (2) berikut:

Pasal 71 menentukan:

Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Pasal 71 menentukan:

10

Tri Andrisman, 2011:42. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(34)

(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan sarat:

1. Pembinaan diluar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; atau 3. Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga; dan e. Penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau b. Pemenuhan kewajiban adat.

(3) Apabila dalam hukum materiil diancam Pidana komulatif berupa penjara dan denda, pidana denda, digati dengan pelatihan kerja.

(4) Pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 81 ayat (2) menentukan:

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak anak pling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman Pidana bagi orang Dewasa.


(35)

Tindakan ataumaatregelsering dikatakan berbeda dengan Pidana, maka Tindakan bertujuan melindungi masyarakat sedangkan Pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi kepada pelaku suatu perbuatan. Tetapi secara teori sukar dibedakan dengan cara demikian, karena pidanapun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan memperbaiki terpidana. Perbedaan tindakan dengan Pidana agak samar karena Tindakanpun bersifat merampas kemerdekaan, misalnya memasukkan orang tidak waras ke rumah sakit jiwa.11

Selanjutnya pembagian sanksi berdasarkan kriteria Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terdapat pada Pasal 21 yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 21 menentukan:

(1) Dalam hal anak belu berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja social Profesional mengambil keputusan untuk:

a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau

b. Mengikutsertakannya dalam prongram pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan diinstansi pemerintahan atau LPKS diinstansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat pusat maupun didaerah, paling lama 6 (enam) bulan.

(2) Keputusan sebagaimana pada ayat (1) diserahkan kepengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prongram pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada anak sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

(5) Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada bapas secara berkala setiap bulan.

11

Andi Hamzah, 1994: 198-199.Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.


(36)

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Syarat penjatuhan sanksi berupa Pidana terhadap Anak Nakal tercantum dalam Pasal 73, 77, 79, Dan 81 yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal menentukan:

(1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.

(3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat. (4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan

hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.

(5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dengan masa pidana paling lama daripada Pidana dengan syarat umum.

(6) Jangka waktu masa Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.

(7) Selama menjalani masa Pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan.

(8) Selama anak menjalani Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud dengan ayat (7), anak harus mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun.


(37)

Pasal 77 menentukan:

(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dal hal anak dijatuhi Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak ditempatkan dibawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan.

Pasal 79 menentukan:

(1) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal anak melakukan tindak Pidana berat atau tindak Pidana yang disertai dengan kekerasan.

(2) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.

(3) Minimum khusus Pidana Penjara tidak berlaku terhadap anak.

(4) Ketentuan mengenai Pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Pasal 81 menentukan:

(1) Anak dijatuh pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan mayarakat.

(2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

(4) Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

(5) Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terahir.

(6) Jika tindak Pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatukan adalah pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Kepada Anak yang dijatuhi sanksi berupa Tindakan sebagiamana tercantum dalam Pasal 82 ayat (2) huruf d, e dan f, dan Pasal 84 dijelaskan lagi dengan lebih detail, yang menyatakan sebagai berikut:


(38)

Pasal 82 menentukan:

(1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi: a. Pengembalian kepada orang tua atau/wali;

b. Penyerahan kepada seseorang; c. Perawatan dirumah sakit jiwa; d. Perawatan di LPKS;

e. Kewajiban mengikuti Pendidiken formal dan/atau Pelatihan yang diaadakan oleh Pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. Perbaiakan akibat tindak PidanA.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pda ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama (satu) tahun.

(3) Tindakan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana Penjara Paling singkat 7 (tujuh) tahun.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengeni Tindakan sebagaimna dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraaturan Pemerintah.

Pasal 84 menenentukan:

(1) Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS.

(2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh Pelayanan, Perawatan, Pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, Serta hak lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

(3) LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan Pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (4) Pembimbing kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program Pendidikan sebagaimana dimaksud Pada ayat (3).


(39)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan seperti ini digunakan untuk menemukan sumber data yang bersifat teori yang digunakan untuk memecahkan masalah di dalam penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi berbagai macam literatur, peraturan perundang-undangan, serta dokumen resmi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti seperti Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang Nomor: 46/Pid. B (A)/2012/ PN.TK.

Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian lapangan berupa wawancara dengan para responden yang terdiri dari: Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang ; Hakim Anak di Pengadilan Negeri Tanjung Karang; Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pendekatan ini bertujuan memperoleh data konkrit mengenai masalah yang akan diteliti.


(40)

B. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data lapangan dan data kepustakaan.

2. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Data primer, adalah data yang berasal dari wawancara dengan para responden yang meliputi: Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang; Hakim Anak di Pengadilan Negeri Tanjung Karang; Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan, melalui pengkajian bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, meliputi:

1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, meliputi:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak;

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; d) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

2. Bahan Hukum sekunder, yaitu Rancangan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, serta Dokumen Hukum seperti putusan pengadilan yang dalam penelitian ini adalah


(41)

Putusan Pengadilan Negeri Tanjung karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK.

3. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan-bahan penjelas dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku literatur, karya ilmiah, hasil penelitian, kamus, surat kabar, serta data yang bersumber dari internet.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi atauuniverseadalah jumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang sama .1populasi di dalam penelitian ini meliputi: Jaksa pada Kejaksaan Negeri tanjung karang; Hakim Anak di Pengadilan Negeri tanjung karang; Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi tersebut .2Metode pengambilan sampel di dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan atas pertimbangan tujuan penelitian secara subyektif dari peneliti, pemilihan sampel atau responden disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi.3

Soerjono Soekanto, 1986:172. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Burhan Ashshofa, 2004:79. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.


(42)

Sampel di dalam penelitian ini diambil responden sebanyak 3 orang, yaitu sebagai berikut:

a. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 orang b. Hakim Anak di Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditentukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan ini dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada para responden yang telah ditentukan dimana pertanyaan tersebut telah disiapkan terlebih dahulu.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil penelitian, yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah bahan-bahan hukum dan literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Cara Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Editing Data, yaitu memeriksa data, memperbaiki data yang keliru, dan melengkapi data yang kurang lengkap;


(43)

b. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan yang sesuai;

c. Sistematisasi Data, yaitu penempatan data dalam tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga mudah dipahami.

E. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara kualitatif, data hasil penelitian diuraikan dalam bentuk kalimat dan dijelaskan secara terperinci (deskriptif). Setelah data dianalisis kemudian diambil kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berpikir yang dimulai dari fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian dari fakta-fakta khusus tersebut diambil kesimpulan secara umum.


(44)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di dalam skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan Oleh Anak dalam perkara Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK. dikenakan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tuju) bulan, hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian, Pelaku dinyatakan orang yang cakap dan mampu untuk mempertanggungjawabkan akibat dari segala perbuatannya.

2. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku pidana pencurian yang dilakukan oleh anak sebagaimana yang dimaksud dalam putusan hakim dalam perkara nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK. yaitu hakim dalam melaksanakan tugasnya menjatuhkan pidana kepada pelaku harus memperhatikan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP serta hakim juga harus mempertimbangkan unsur delik pada Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP, karena pelakunya adalah anak dibawah umur maka anak tetap harus dipidana, akan tetapi hukuman yang harus diberikan kepada anak ½ dari masa tahanan orang dewasa, dan selama anak menjalani


(45)

masa tahanannya anak dibimbing dan dibina sesuai aturan yang berlaku, dan apabila dalam kasus anak ini anak tidak dikenakan sangsi berupa pidana penjara maka masyarakat akan geram dengan kasus-kasus lainnya yang pelakunya anak, Hakim mempertimbangkan hal yang tidak akan memicu perbuatan main hakim sendiri dengan cara anak dipidana dengan Hukum yang berlaku akan tetapi hukumannya diringankan.

hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari diri terdakwa Jan Aldino Als Dino Bin Efendi Djondi sebagai berikut :

Hal-hal yang memberatkan:

1) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;

Hal-hal yang meringankan:

1) Terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya ; 2) Antara terdakwa dan korban sudah ada perdamaian ; 3) Terdakwa belum pernah dijatuhi Pidana ;

4) Terdakwa masih anak-anak ;

karena pelakunya adalah anak dibawah umur maka anak tetap harus dipidana, akan tetapi hukuman yang harus diberikan kepada anak ½ dari masa tahanan orang dewasa, dan selama anak menjalani masa tahanannya anak dibimbing dan dibina sesuai aturan yang berlaku, dan apabila dalam kasus anak ini anak tidak dikenakan sangsi berupa pidana penjara maka masyarakat akan geram dengan kasus-kasus lainnya yang pelakunya anak, Hakim mempertimbangkan hal yang tidak akan memicu perbuatan main hakim sendiri dengan cara anak dipidana dengan Hukum yang berlaku akan tetapi Hukumannya diringankan.


(46)

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencurian yang pelakunya anak, hakim sebaiknya lebih mengarahkan kepada program diversi atau restorative justice terhadap kasus serupa. Pemberian pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku harus mempertimbangkan perkembangan dan kepentingan terbaik anak di masa yang akan datang. Penanganan yang salah dapat menyebabkan rusak bahkan musnahnya bangsa di masa depan, karena anak adalah generasi penerus bangsa.

2. Dasar pertimbangan hukum yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku pencurianan yang dilakukan oleh anak harus mempertimbangkan sanksi berupa Pidana Penjara yang terlalu lama, karena sanksi berupa pidana penjara dapat merusak perkembangan mental dan jiwa anak selama didalam penjara.

3. Hendaknya pemerintah Indonesia lebih aktif memberikan penyuluh-penyuluhan baik kepada orangtua maupun anak-anak mengenai tindak pidana maupun hal-hal yang dinyatakan terlarang untuk dilakukan seorang anak yang marak terjadi di masyarakat beserta dampak dan akibatnya


(47)

(Studi Putusan Pengadilan Negri Nomor : 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK) (Skripsi)

Oleh

ANDRIE SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(48)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana ... 18

B. Pengertian Putusan Pengadilan ... 19

C. Tindak Pidana Pencurian ... 22

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 22

2. Pengertian Pencurian ... 24

D. Pengertian Anak ... 29

E. Jenis-jenis Sanksi yang dapat Dijatuhkan terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 38

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 40


(49)

B. Gambaran Umum Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK.Terhadap Tindak Pidana

Pencurian yang dilakukan Oleh Anak ... 43 C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pencurian yang dilakukan Oleh Anak………..46

D. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak .. 52

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58 B. saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(50)

(51)

Andrisman, Tri.2008. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam perspektif Hukum Progresif,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 94.

Chazawi, Adami. 2007. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Raja Grafindo.Jakarta.

Hamzah, Andi. 2008.Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Marlina. 2009.Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Mulyadi, Lilik. 2007.Kekuasaan Kehakiman. Bina Ilmu. Surabaya.

Moeljatno. 1993.Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

Prinst, Darwan. 1997.Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung ____________. 2007.KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta. Jakarta.

____________. 1994.Asas-asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta. RM, Suharto. 1996.Hukum Pidana Materiil.Sinar Grafika. Jakarta. Sudarsono. 1992.Kamus Hukum.Rineka Cipta. Jakarta.

Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Aksara Baru. Jakarta.

Zainal Abidin, Andi. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni. Bandung


(52)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


(1)

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Putusan Pengadilan Negri Nomor : 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK) (Skripsi)

Oleh

ANDRIE SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana ... 18

B. Pengertian Putusan Pengadilan ... 19

C. Tindak Pidana Pencurian ... 22

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 22

2. Pengertian Pencurian ... 24

D. Pengertian Anak ... 29

E. Jenis-jenis Sanksi yang dapat Dijatuhkan terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 38

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 40


(3)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 42 B. Gambaran Umum Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang

Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.TK.Terhadap Tindak Pidana

Pencurian yang dilakukan Oleh Anak ... 43 C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pencurian yang dilakukan Oleh Anak………..46 D. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang

Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak .. 52

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58 B. saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri.2008. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam perspektif Hukum Progresif,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 94.

Chazawi, Adami. 2007. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Raja Grafindo.Jakarta.

Hamzah, Andi. 2008.Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Marlina. 2009.Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Mulyadi, Lilik. 2007.Kekuasaan Kehakiman. Bina Ilmu. Surabaya.

Moeljatno. 1993.Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

Prinst, Darwan. 1997.Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung ____________. 2007.KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta. Jakarta.

____________. 1994.Asas-asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta. RM, Suharto. 1996.Hukum Pidana Materiil.Sinar Grafika. Jakarta. Sudarsono. 1992.Kamus Hukum.Rineka Cipta. Jakarta.

Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Aksara Baru. Jakarta.

Zainal Abidin, Andi. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni. Bandung


(6)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak. Undang-Undang nomor 27 Tahun 1999 tentang KUHP.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Studi Putusan Pengadilan Nomor: 08/Pid.B/2013/PN.GS)

0 23 111

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENADAHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 358/PID.B.A/2009/PN.JR)

0 5 15

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

2 18 16

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 780/PID/B/2010/PNTK TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

0 7 51

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K.)

0 45 52

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN TANAH PLTU (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.22/PID.TPK/2012/PN.TK )

0 8 49

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Nomor: 791/Pid.A/2012/PN.TK)

2 26 62

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

1 14 55

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns)

0 3 56

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.)

3 26 61