PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DI SMP NEGERI 8 TANJUNGBALAI.
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
DI SMP NEGERI 8 TANJUNGBALAI
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
ROPINUS SIDABUTAR NIM : 8146171077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
(2)
i ABSTRAK
ROPINUS SIDABUTAR. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Di SMP Negeri 8 Tanjungbalai.Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan (2) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen, populasi penelitian ini adalahsiswakelas VII SMP Negeri 8 Tanjungbalai yang berakreditasi B. Kemudian secara acak dipilih dua kelas.Kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol diberi perlakuan model pengajaran biasa.Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis, (2) tes kemampuan komunikasi matematis.
Analisis data dilakukan dengan analisis kovarian (Anacova).Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini terlihat dari hasil Anacova untuk Fhitung =4,255lebih besar Ftable adalah 3,99. Konstanta persamaan regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah yaitu 58,739 lebih besar dari model pembelajaran biasa yaitu56,595.(2) terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.Hal ini terlihat dari hasil Anacova untuk Fhitung =5,349 lebih besar Ftabel adalah 3,99. Konstanta persamaan regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah yaitu 52,786 lebih besar dari model pembelajaran biasa yaitu 41,062.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
(3)
ii ABSTRACT
Ropinus Sidabutar. The Effect of Problem Based Learning on Problem Solving Ability and Mathematical Communication of Students at SMP Negeri 8 Tanjungbalai. Thesis. Medan. Mathematics ducation Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2016.
The objectives of this research are: (1) to determine whether there is effect of problem based learning on students’ mathematical problem solving ability and, (2) to determine whether there is effect of problem based learning on students’ mathematical communication ability. This research is quasi experiment, and the population of this research is the students of class VII SMP NegeriTanjungBalai which accredited B. And then there are two classes selected randomly. xperimental class treated problem based learning model and control class treated regular teaching. The instrument which applied are: (1) Mathematical problem solving ability test, (2) mathematical communication ability test.
ata analysis was performed with covarian analysis (Anacova). The results of this research showed that (1) there is effect of problem based learning on students’ mathematical problem solving ability. This evidence is showed from Anacova result for F observe = 4,255 is higher than F table = 3.99. Regression equality onstanta of problem based learning model is 58,739higher than the regular learning 56,595.(2) there is effect of problem based learning on students’ mathematical communication ability. This evidence is showed from Anacova result for F observe = 5,349is higher than F table = 3.99. Regression equality onstanta of problem based learning model is 52,786 higher than the regular learning 41,062.
Keywords: Problem Based Learning, Problem Solving Ability and Mathematical ommunication.
(4)
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis saya yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Di SMP Negeri 8 Tanjungbalai ” dapat diselesaikan.
Sejak mulai dari persiapan sampai dengan selesaimya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.Semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut.
Terimakasih dan penghargaan khususnya penulis sampaikan kepada :
1. Ayahanda tercinta A.Sidabutar, BA (+) dan Ibunda K br Siagian, istrri Y br Laowa, S.Pd. Kons, ananda Reydonaldo Thomas Sidabutar dan semua sanak keluarga yang selalu memberikan doa, rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan penuh dalam setiap langkah dalam menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dian Armanto,M.Pd., M.A, M.Sc., Ph.D dan Bapak
Dr. Waminton Rajagukguk M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
3. Bapak Prof.Dr.Hasratuddin, M.Pd, Drs. Zul Amri, M.Si., Ph.D dan Prof.Dr.Maratua Manullang, M.Pd, selaku narasumber yang telah banyak
(5)
iv
memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan dan menjadi motivator dalam penyelesaian tesis ini.
. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr.Mulyono, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed serta Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si, Cand Dr selaku staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed.
. Bapak Prof. Dr.Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Unimed serta Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II Program Pascasarjana Unimed
. Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penuis selama menjalani pendidikan.
. Kepada Ibu Naomi Pakpahan, S.Pd selaku kepala sekolah dan guru-guru serta pegawai SMP Neeri Tanjungbalai yang telah memberikan dukungan, kesempatan dan izin kepada penulis selama melakukan penelitian.
Medan, 1 September 201 Penulis,
Ropinus Sidabutar NIM : 8 4
(6)
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 26
1.3 Batasan Masalah ... 27
1.4 Rumusan Masalah ... 27
1.5 Tujuan Penelitian ... 27
1.6 Manfaat Penelitian ... 28
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masalah Dalam Matematika ... 29
2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 31
2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 36
2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 46
2.4.1.Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49
2.4.2.Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 52
2.4.3.Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 53
2.5 Model Pembelajaran Biasa ... 53
2.6 Teori Yang Mendasari Pembelajaran Berbasis Masalah ... 56
2.7 Hasil Penelitian Yang Relevan Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 60
2.8 Kerangka Konseptual ... 62
2.8.1.Kemampuan pemecahan masalah siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran biasa ... 69
2.8.2.Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran biasa ... 67
2.9 Hipotesis Penelitian ... 72
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 73
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 73
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 75
(7)
vi
3.5 Definisi perasional ariabel Penelitian ... 80
3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 81
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 82
3.8 Teknik Analisis Data... 83
3.9 Prosedur Penelitian ... 93
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 96
4.1.1.Analisis Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah ... 96
4.1.1.1.Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 97
4.1.2.Analisis Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis... 105
4.1.2.1.Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 105
4.1.3.Analisis Statistik Inferensial Anacova Kemampuan Pemecahan Masalah ... 113
1. ji ormalitas Data ... 113
2. ji Homogenitas Data ... 115
3. Model Regresi Linier ... 117
4. ji Independensi dan ji Linieritas ... 115
a. ji Independensi Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 118
b. ji Linieritas Persamaan Regresi Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 116
c. ji Independensi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 121
d. ji Linieritas Persamaan Regresi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 123
e. ji Kesamaan Dua Model Regresi ... 125
f. ji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 126
g. Analisis Kovarian Pemecahan Masalah ... 128
4.1.4. Analisis Statistik Inferensial Anacova Kemampuan Komunikasi Matematis ... 130
1. ji ormalitas Data ... 131
2. ji Homogenitas Data ... 133
3. Model Regresi Linier ... 135
4. ji Independensi dan ji Linieritas ... 135
a. ji Independensi Kelas Model Pembelajaran Biasa .... 135
b. ji Linieritas Persamaan Regresi Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 137
c. ji Independensi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 138
d. ji Linieritas Persamaan Regresi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 140
e. ji Kesamaan Dua Model Regresi ... 141
f. ji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 143
g. Analisis Kovarian Kemampuan Komunikasi Matematis ... 144
4.2 TemuanPenelitian ... 146
(8)
vii
4.3.1.Faktor Pembelajaran ... 149
4.3.2.Kemmapuan Pemecahan Masalah Matematis ... 153
4.3.3.Kemampuan Komunikasi Matematis ... 154
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 154
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 156
5.2 Saran ... 157
DAFTAR PUSTAKA ... 161
(9)
viii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 57 Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Biasa ... 59 Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan Pembelajaran Biasa ... 60 Tabel 3.1 Hasil Evaluasi SMP Negeri 8 Tanjungbalai ... 80 Tabel 3.2 Rancangan Uji Coba ... 81 Tabel 3.3 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 83 Tabel 3.4 Rancangan Analisis Data untuk Anakova ... 84 Tabel 3.5 Weiner Tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan
VariabelTerikat ... 85 Tabel 3.6 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data,
Alat Uji dan Uji Statistik ... 93 Tabel 4.1 Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Model Pembelajaran Biasa Secara Kuantitatif ... 97 Tabel 4.2 Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 98 Tabel 4.3 Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Model Pembelajaran Biasa Secara Kuantitatif ... 99 Tabel 4.4 Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 100 Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 103 Tabel 4.6 Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Kelas
Model Pembelajaran Biasa Secara Kuantitatif ... 105 Tabel 4.7 Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Kelas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 106 Tabel 4.8 Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik Kelas
Model Pembelajaran Biasa Secara Kuantitatif ... 108 Tabel 4.9 Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Kelas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 109 Tabel 4.10 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 111 Tabel 4.11 Deksripsi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Model Pembelajaran Biasa ... 115 Tabel 4.12 Deskripsi Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Model Pembelajaran Biasa ... 115 Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Pemecahan Masalah
Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Model Pembelajaran Biasa ... 117 Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Pemecahan Masalah
(10)
ix
Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 117 Tabel 4.15 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 117 Tabel 4.16a Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 119 Tabel 4.16b Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model
Pembelajaran Biasa ... 119 Tabel 4.17 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 120 Tabel 4.18 Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 123 Tabel 4.19 Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas
Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 123 Tabel 4.20 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 124 Tabel 4.21 AnalisisVarians untuk Uji Linieritas Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 125 Tabel 4.22 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah... 125 Tabel 4.23a Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah... 126 Tabel 4.23b Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua
Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 126 Tabel 4.24 Analisis Kovarians Kemampuan Pemecahan Masalah
untuk Kesejajaran Model Regresi ... 127 Tabel 4.25 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap
Kemampuan PemecahanMasalah... 129 Tabel 4.26 Deksripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas
Model Pembelajaran Biasa ... 132 Tabel 4.27 Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Kelas Model Pembelajaran Biasa... 132 Tabel 4.28 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Komunikasi
Matematis Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah
dan Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 134 Tabel 4.29 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Komunikasi
(11)
x
dan Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 134 Tabel 4.30 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 135 Tabel 4.31 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 136 Tabel 4.32 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Model
Pembelajaran Biasa ... 136 Tabel 4.33 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Model
Pembelajaran Biasa ... 137 Tabel 4.34 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 139 Tabel 4.35 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 139 Tabel 4.36 Koefisien AnalisisVarians untuk Uji Independensi
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 140 Tabel 4.37 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 140 Tabel 4.38 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 141 Tabel 4.39 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 142 Tabel 4.40 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua
Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 142 Tabel 4.41 Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi Matematis
untuk Kesejajaran Model Regresi ... 143 Tabel 4.42 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap
(12)
xi
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 3.1 Rangkuman Alur Penelitian ... 95 Gambar 4.1 Tingkat Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 97 Gambar 4.2 Tingkat Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 98 Gambar 4.3 Tingkat Kemampuan Tes Akhir Pemecahan Masalah
Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Biasa... 97 Gambar 4.4 Tingkat Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 97 Gambar 4.5 Diagram Hasil Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah dan Biasa ... 102 Gambar 4.6 Tingkat Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa
pada Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 106 Gambar 4.7 Tingkat Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa
pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 107 Gambar 4.8 Tingkat Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa
pada Kelas Model Pembelajaran Biasa ... 108 Gambar 4.9 Tingkat Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa
pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 110 Gambar 4.10 Diagram Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa pada Kelas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah dan Biasa ... 107 Gambar 4.11 Grafik Linieritas Tes Awal (Pretest) dengan
Tes Akhir (postest) Kemampuan Pemecahan Masalah
Model Pembelajaran Biasa ... 121 Gambar 4.12 Grafik Linieritas Tes Awal (Pretest) dengan
Tes Akhir (postest) Kemampuan Pemecahan Masalah
(13)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat akan selalu mengalami berbagai perubahan, dimana perubahan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendidikan sebagai salah satu faktor terpenting membuat perubahan didalam kehidupan masyarakat, idealnya tidak hanya berorientasi pada jangka pendek, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membekali peserta didik untuk jangka panjang. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang.
Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan handal untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya serta dapat membentuk karakter manusia Indonesia yang baik, dan diharapkan menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, maju, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan juga berguna bagi pengembangan siswa agar kelak menjadi sumber daya manusia yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka, paling tidak sejajar dengan negara-negara lain, baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan
(14)
menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat berguna bagi kebutuhan dirinya serta kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang seperti pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Hal ini memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Di sisi lain kita tidak mungkin untuk mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang tersedia karena sangat banyak dan tidak semuanya berguna dan diperlukan Dikti Hidayat, 010 : 8 .
Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh orang-orang terdidik dan mempunyai kemampuan dalam memperoleh, memilih, mengelola, dan menindaklanjuti informasi itu untuk dimanfaatkan dalam kehidupan yang dinamis, sarat tantangan, dan penuh kompetisi. Ini semua menuntut kita memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, dan sistematis. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika, karena pembelajaran matematika di sekolah bertujuan :
1 Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,tabel,diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Depdikbud Hasratuddin 01 :
(15)
Menurut Johnson dan ising uherman dkk, 00 :1 bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefenisiskan secara cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”.
Lebih lanjut uherman dkk 00 : mengemukakan matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa:
Matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Dengan perkataan lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. ebagai contoh, banyak teori-teori dan cabang-cabang dari isika dan Kimia yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep Kalkulus, khususnya tentang Persamaan Diferensial; Penemuan dan pengembangan eori Mendel dalam iologi melalui konsep Probabilitas; eori konomi mengenai Permintaan dan Penawaran yang dikembangkan melalui konsep ungsi dan Kalkulus tentang Diferensial dan Integral. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena matematika adalah sarana atau cara menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi; menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting memikirkan dalam diri manusia itu sendiri untuk melihat dan menggunakan hubungan-hubungan Hasratuddin 01 : 8 , di samping itu matematika juga merupakan faktor pendukung dalam laju perkembangan dan persaingan di berbagai bidang. National esearch ouncil N ,1989:1 menyatakan:”Mathematics is the key to oppurtunity.” Matematika adalah kunci kearah peluang-peluang keberhasilan. Matematika lahir karena dorongan kebutuhan manusia. Menurut nsari 009: 1 , matematika merupakan alat bantu yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang
(16)
sifatnya abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi, untuk memudahkan pemecahan masalah, karena cara berpikir yang dikembangkan dalam matematika menggunakan kaidah-kaidah penalaran yang konsisten dan akurat sehingga matematika dapat digunakan sebagai alat berpikir yang sangat efektif untuk memandang berbagai permasalahan termasuk diluar matematika sendiri. Dengan bantuan matematika, banyak peristiwa atau kejadian alam semesta ini dapat dipelajari. da banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut ockroft bdurrahman 009: mengemukakan : Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena 1 elalu digunakan dalam segi kehidupan; emua bidang studi memerlukan keterampilan yang sesuai; Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran, keruangan dan Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika. Hasratuddin 01 : menyatakan bahwa: problem solving sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika dan jantungnya matematika. Dalam problem solving, tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. uatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. pabila kita menerapkan pengetahuan matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan masalah. ntuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa
(17)
membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.
Namun kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan pada saat ini belum memenuhi harapan dari para guru sebagai pengembang strategi pembelajaran di kelas. iswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika, sebagaimana diungkapkan umarmo 010 : bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada umumnya belum memuaskan. Kesulitan yang dialami siswa paling banyak terjadi pada tahap melaksanakan perhitungan dan memeriksa hasil perhitungan.
elama ini pembelajaran matematika terkesan belum mengarah kepada substansi pemecahan masalah. uru pada umumnya cenderung menyajikan proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran biasa yang berpusat kepada guru teacher center . Karena kegiatan pembelajaran berpusat pada guru, maka sistem belajar seperti ini merupakan sistem belajar satu arah yang membuat kegiatan belajar jadi monoton. elanjutnya siswa juga menjadi bosan sehingga tidak mengherankan jika banyak siswa yang kurang mengerti dalam menyelesaikan tugas dan memahami materi. iswa cenderung diarahkan untuk menghafalkan kosep-konsep matematika sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang.
paya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di Indonesia telah lama dilakukan, namun kenyataannya, matematika
(18)
masih dipandang sebagai suatu pelajaran yang sulit bahkan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa sehingga menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika.
Hal ini dapat dilihat dari hasil survei rends in International Math and cience tahun 00 , yang dilakukan oleh lobal Institute Mulyasa, 01 : 0 menunjukkan hanya % peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi; padahal peserta didik Korea dapat mencapai 1 persen. ebaliknya 8 persen peserta didik Indonesia dapat mengerjakan soal hapalan berkategori rendah, sementara siswa Korea 10 persen. Data lain diungkapkan oleh Programme for International tudent ssessment PI , hasil studinya tahun 009 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah 10 besar, dari negara peserta PI , dalam kerangka inilah perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum, yang dimulai dengan penataan terhadap empat elemen standar nasionaal, yaitu standar kompetensi kelulusan KL , standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Dalam hal itu dilakukan penataan terhadap empat mata pelajaran, yakni: agama, PPKN, matematika, dan bahasa Indonesia.
Data tersebut di atas mengisyaratkan adanya permasalahan yang sangat mendasar, dimana kondisi prestasi belajar siswa yang memprihatinkan tersebut harus terus diupayakan untuk diperbaiki dimana kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh kesulitan yang bersumber dari diri siswa sendiri. Kemampuan siswa dalam matematika harus memasukkan pengetahuan tentang konsep matematika, prosedur matematika, kemampuan problem solving, reasoning dan komunikasi. ntuk mencapai kemampuan siswa dalam matematika mengalami
(19)
perubahan kearah yang lebih baik, siswa dituntut berperan aktif selama proses pembelajaran.
elain itu menurut rianto 009: bahwa “masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik”. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memperihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat biasa konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Pembelajaran biasa konvensional mengakibatkan suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.
ejalan dengan hal di atas bahwa menurut rends rianto, 009: :
“it is strange that we expect students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving,” yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
erdasarkan hal tersebut, guru memfokuskan pembelajaran matematika pada upaya penuangan pengetahuan matematika sebanyak mungkin kepada siswa. Dengan adanya beberapa kelemahan di atas, terlihatlah bahwa pembelajaran matematika selama ini baik di ekolah Dasar maupun ekolah Menengah MP dan M , sepertinya kurang bermakna dan kurang memberikan kemandirian belajar kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan matematika sehingga mereka lebih tergantung pada guru. Padahal yang diinginkan adalah manusia Indonesia yang mandiri, mampu untuk memunculkan gagasan dan
(20)
8
ide yang kreatif serta dapat menggunakan matematika dan pola berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tujuan pendidikan matematika bagi pendidikan dasar dan menengah. Kelemahan-kelemahan pembelajaran di atas tentulah sangat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa terutama dalam kemampuan pemahaman konsep matematika dan kemandirian belajar siswa.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Hal ini disebabkan kurangnya pendekatan guru terhadap siswa akan penggunaan matematika dimasa yang akan datang terutama bagi mereka yang akan melanjutkan pendidikan ke Perguruan inggi. Oleh karena itu perlu ada perubahan strategi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang.
ntuk memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dibutuhkan kemampuan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, sebab pendekatan pembelajaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam suatu proses belajar mengajar.
oedjadi 001:1 menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah kita selama ini terbiasa dengan urutan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : 1 diajarkan teori/definisi/teorema; diberikan contoh-contoh;
(21)
9
diberikan latihan soal. Lebih lanjut oedjadi menyatakan bahwa perkembangan intelektual siswa pada umumnya bergerak dari “konkret ke abstrak”. Dengan demikian, langkah-langkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan oleh para guru di sekolah adalah kurang tepat, mengingat objek kajian matematika sebenarnya adalah abstrak. Oleh karena itu seharusnya urutan sajian bahan ajar disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. ajian bahan ajar itu, hendaknya dapat memotivasi siswa untuk lebih tertarik terhadap pemebelajaran matematika. Mengingat peranannya yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas DM, maka upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika, khususnya pada tingkat pendidikan dasar, memerlukan perhatian yang serius. endahnya hasil yang dicapai dalam evaluasi nasional matematika ini, menunjukkan bahwa kualitas pemahaman siswa dalam matematika masih relatif rendah.
Pemahaman dalam matematika sudah sejak lama menjadi isu penting. idak sedikit hasil riset dan pengkajian dalam pembelajaran matematika berkonsentrasi dan berupaya menggapai pemahaman, namun sudah diyakini oleh kebanyakan bahwa untuk mencapai pemahaman dan pemaknaan matematika tidak segampang membalik telapak tangan. alah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa di D dan MP adalah karena dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada pengertian. Dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan menberikan soal-soal latihan.
(22)
10
Menurut rmanto 010 : 1 tradisi mengajar seperti ini merupakan karakteristik umum bagaimana guru melaksanakan pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran matematika biasa bercirikan: berpusat pada guru, guru menjelaskan matematika melalui metode ceramah chalk-and-talk , siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar, dan aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat atau menyalin. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis. kibatnya, kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa sangat lemah karena kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan hanya mendorong siswa untuk berpikir pada tataran tingkat rendah.
Kondisi ini secara kasat mata ditunjukkan oleh hasil survey internasional
he hird International Mathematics and cience tudy IM bahwa kemampuan siswa MP kelas dua Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin masalah matematis sangat lemah, namun relatif baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur Mullis, Martin, onzales, regory, arden, O’ onnor, Krostowski, & mith, 000 . Hal ini membuktikan bahwa terhadap masalah matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa MP kelas dua Indonesia jauh di bawah rata-rata internasional, bahkan dengan beberapa negara tetangga sekalipun, seperti Malaysia, ingapura, dan hailand. Melihat keadaan seperti ini, upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran ter-utama dalam pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa menjadi penting dan esensial. ntuk menjawab permasalahan di atas, pemerintah, dalam
(23)
11
hal ini Depdiknas, telah memperbaharui kurikulum sekolah. Perubahan dilakukan tidak saja dalam restrukturisasi substansi matematika yang dipelajari, namun yang sangat mendasar adalah pergeseran paradigma dari bagaimana guru mengajar ke bagaimana siswa belajar
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika sekolah kita, salah satu alternatif solusi adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah. okus utama dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran ini adalah memposisikan peran guru sebagai perancang dan organisator pembelajaran sehingga siswa mendapat kesempatan untuk memahami dan memaknai matematika melalui aktivitas belajar.
Pembelajaran berbasis masalah P M merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dengan masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika.
Menurut Nurhadi 00 : 109 bahwa Problem Based Learning P L merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran.
Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
(24)
1
Pembelajaran berbasis masalah adalah pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Masalah yang diberikan bertujuan untuk memotivasi siswa, membangkitan gairah belajar siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa tertarik untuk belajar, menemukan konsep yang sesuai dengan materi pelajaran, dan dengan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk aktif dalam pembelajaran.
alah satu ciri utama model pembelajaran berbasis masalah yaitu berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu tetapi siswa bisa meninjau masalah tersebut dari banyak segi atau mengaitkan dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan diajarkannya model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar secara aktif, penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari.
Penerapan model pembelajaran ini diupayakan untuk peningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa karena siswa mulai bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaitkan masalah yang akan diselidiki dengan komunikasi matematis, melakukan penyelidikan autentik untuk
(25)
1
mencari penyelesaian terhadap masalah nyata, membuat produk berupa laporan, model fisik untik didemonstrasikan kepada teman-teman lain, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika dengan berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah memahami masalah; merencanakan pemecahan masalah; melaksanakan rencana pemecahan masalah dan memeriksa kembali solusi yang dikemukakan oleh Polya Hasratuddin, 01 : 0 .
hadiq 008 : 8 menyebutkan bahwa : “Pemecahan masalah problem solving adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal atau proses berpikir untuk menentukan apa yang harus dilakukan ketika kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan”. Dari pernyataan tersebut, . inaga 1999:8 menyatakan bahwa “kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan atau kompetensi strategis yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah”.
Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dibandingkan tipe belajar lainnya. Menurut lameto Pamungkas, 01 : 119 pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menentukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang
(26)
1
studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk dapat memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, dan memeriksa kembali hasil dari suatu matematika yang diberikan.
Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Dalam pemecahan masalah diperlukan kesiapan-kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Polya Hasratuddin 01 : mengemukakan masalah matematika terdiri atas masalah rutin dan masalah tidak rutin. Lebih lanjut min uyitno 00 : : masalah bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat yaitu 1 iswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut; iswa belum tahu algoritma atau cara pemecahan soal tersebut; iswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut; dan iswa diperkirakan mampu menyelesaikan soal tersebut.
Pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual sebagaimana dikatakan oleh Gagne dan kawan-kawan, lebih tinggi
(27)
1
derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagne dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dalam menyelesaikan pemecahaan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi, dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan atau konsep terdefinisi. Demikian juga aturan dan konsep terdefinisi dapat tercapai apabila ditunjang dengan pemahaman konsep yang konkrit. etelah itu untuk memahami konsep konkrit juga diperlukan keterampilan dalam membedakan pemecahan masalah.
Oleh karena itu, pemecahan masalah dapat dilihat dari berbagai pengertian, yaitu sebagai upaya mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai suatu tujuan. Disamping itu, pemecahan masalah merupakan persoalan-persoalan yang belum diketahui atau dikenal, serta mengandung pengertian sebagai suatu proses berpikir tinggi dan penting dalam proses pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah merupakan kemajuan mendasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. ahkan hal ini tercemin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi. untutan akan kemampuan pemecahan masalah juga dipertegas dalam kurikulum tersebut, yaitu sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintegrasikan ke dalam sejumlah materi yang sesuai.
Menurut Wilson etiawati, 00 : : dalam kemampuan pemecahan masalah matematik, siswa harus mengembangkan proses kognitif dan meta kognitifnya dengan memakai ide, contoh sebelumnya untuk memahami masalah yang sedang dihadapi, mengeneralisasi pendekatan yang mungkin dapat dilakukan
(28)
1
dan memilihnya, memonitor sendiri kemajuan yang dicapainya dan menyeleksi masalah dengan cukup hati-hati.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dikemukakan oleh ussefendi, 01 : bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dalam kehidupan sehari-hari. erdasarkan beberapa pendapat di atas, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk melatih agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan, baik masalah dalam matematika, masalah dalam bidang studi lain, ataupun masalah dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks. Oleh sebab itu, kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga ia dapat memecahkan masalah yang ia hadapi.
Individuals learn to create new strategies and to solve new types of problems by regulating the old strategies by working during problem situations lkun & oluk, 00 : . At the same time, since the problem solving is a scientific method, it re uires the use of critical thinking, the creative and reflecting thinking, the skills of analysis and synthesis oylu & oylu, 006 . Individuals learn to put forward their thoughts, which develop when they are solving problems, in a systematic way through solving problems and find new ways of thinking. Hence, they gain self confidence when they are faced with events that they are not accustomed to ational Council of eachers of Mathematics- C M, 000 .
iswa yang terlatih dengan pemecahan masalah akan menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya. Keterampilan itu akan menimbulkan pula kepuasan intelektual dalam diri siswa, meningkatkan potensi intelektual siswa, dan melatih siswa bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan.
(29)
1
Dalam Kurikulum 00 Kurikulum erbasis Kompetensi dan Kurikulum ingkat atuan Pendidikan K P dinyatakan beberapa tujuan pembelajaran matematika di sekolah, antara lain:
1 Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan; Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah; dan Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
ujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National ouncil of eacher of Mathematics 000 yaitu : 1 belajar untuk berkomunikasi mathematical comminication , belajar untuk bernalar mathematical reasoning , belajar untuk memecahkan masalah mathematical problem solving , belajar untuk mengaitkan ide mathematical connections , pembentukan sikap positif terhadap matematika positive attitudes toward mathematics . endahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek pembelajaran umum matematika yang dirumuskan oleh ational Council of
eacher of Mathematic C M : 000 :
Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. ntuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu : pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika.
Pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan kemampuan berkomunikasi dan pemecahan masalah matematika. Padahal, kedua kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang
(30)
18
harus dipecahkan dan menuntut kemampuan komunikasi siswa untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. erkomunikasi dan kemampuan pemecahan masalah memungkinkan kita untuk mengatasi tantangan hidup.
Dari keseluruhan aspek yang ditekankan dalam kurikulum dan N M adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil belajar matematika siswa MP N 8 anjungbalai masih belum memperlihatkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata rapor dan nilai rata-rata jian Nasional Matematika sebesar 8, . elain itu dari fakta yang diperoleh di lapangan menyatakan bahwa siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan bangun datar, ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal, yang mungkin disebabkan karena metode yang digunakan tidak cocok atau metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga kebanyakan siswa kurang mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut.
Dari hasil survei peneliti tanggal Maret 01 berupa pemberian tes diagnostik kepada siswa kelas VII MPN 8 anjungbalai menunjukkan bahwa 8 , % dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal penerapan rumus-rumus bangun datar, ,1% dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal cerita bentuk aplikasi rumus bangun datar yang terkait dunia nyata,sedangkan 8,9% dari jumlah siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah terkait dunia nyata.
ebagai contoh, salah satu persoalan pemecahan masalah yang diajukan kepada siswa yaitu Pak udi mempunyai sepetak tanah di kota Langsa, beliau
(31)
19
ingin membangun sebuah kolam renang didalamnya yang berbentuk belah ketupat. Luas kolam renang yang ingin dibangun m dan penjang salah satu diagonal persegi kolam renang adalah 1 m. Gunakan konsep yang kamu temukan untuk menyelesaikan masalah panjang diagonal yang lain.
ebagian siswa mengetahui polanya yaitu menghitung panjang diagonal yang lain tetapi masih banyak yang bingung apabila dikaitkan dengan kolam renang. ahkan ada sebagian siswa tidak bisa memahami masalah, yaitu mengetahui apa yang diketahui dan yang ditanya, atau mengubah soal ke dalam model matematika. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan jumlah siswa yang memahami masalah adalah orang dari siswa atau 9, % dari jumlah siswa, merencanakan penyelesaian berjumlah 1 orang atau , 1 %, melaksanakan penyelesaian 19 orang atau , % serta yang melakukan pengecekan kembali hanya 10 orang atau ,81 %. Dari permasalahan di atas siswa akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut yaitu menghitung diagonal yang lain. ehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa memecahkan masalah masih sangat rendah.
oal tersebut merupakan contoh kasus kemampuan pemecahan masalah siswa yang serupa pada MP Negeri anjungbalai pada kelas VII yang berjumlah 8 orang pada tahun pelajaran 01 / 01 . Dari soal yang diberikan ternyata masih diperoleh hasil yang kurang memuaskan. Dari data hasil tes diperoleh 10 orang sama sekali tidak menjawab soal atau . 1% dari jumlah siswa, kemampuan memahami masalah orang 1 .1 % , merencanakan hanya
(32)
0
orang .89% , melaksanakan masalah dengan jawaban benar 1 orang 9. % , sedangkan kegiatan memeriksa kembali keabsahan jawaban tidak ada sama sekali. elain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematis juga diperlukan dalam pembelajaran matematika. Menurut he Intended Learning utcomes rmiati, 009 , komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui kemampuan komunikasi matematis ini siswa dapat mengembangkan pemahaman matematika bila menggunakan bahasa matematika yang benar untuk menulis tentang matematika, mengklarifikasi ide-ide dan belajar membuat argumen serta merepresentasikan ide-ide matematika secara lisan, gambar dan simbol. Kemampuan komunikasi matematis merupakan syarat untuk memecahkan masalah Hasratuddin 01 :11 aroody hap am dan heng Meng, 00 mengemukakan bahwa ada dua alasan untuk fokus pada komunikasi matematis : pertama, matematika merupakan bahasa yang esensial bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya sebagai alat berpikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan memberikan kesimpulan, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, memvariasikan ide secara jelas, tepat dan singkat.Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan suatu aktifitas sosial yang melibatkan sekurangnya dua pihak yaitu guru dan siswa. erkomunikasi dengan teman adalah kegiatan yang penting untuk mengembangkan keterampilan
(33)
1
komunikasi, sehingga siswa dapat belajar seperti seorang ahli matematika dan mampu menyelesaikan masalah dengan sukses.
Kemampuan komunikasi matematika mathematical communication dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena komunikasi matematika dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan aragih, 00 : . pabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan membawa siswa kepada pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari. ecara umum, matematika dalam ruang lingkup komunikasi mencakup keterampilan/kemampuan menulis, membaca, discussing and assessing, dan wacana discourse . Komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh siswa, karena akan membantu siswa dan guru dalam setiap proses pembelajaran. he ational Council of eachers of Mathematics C M 000: 0 : komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Komunikasi ini merupakan salah satu dari lima standar proses yang ditekankan dalam N M. Kelima standar proses tersebut adalah pemecahan masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi, dan representasi C M, 000: .
Menurut Brenner 1 : 10 dalam www.wordpress.com , peningkatan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan matematika adalah satu dari tujuan utama pergerakan reformasi matematika. Lebih lanjut renner 1998: 10
(34)
menyatakan bahwa penekanan atas komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika berasal dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif di dalam suatu konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematika. Dari pendapat ini jelas bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik, siswa membutuhkan kemampuan komunikasi matematik.
Lubienski 000 dalam www.wordpress.com , kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa Hulukati, 00 : 18 . ahkan menurut Komunikasi matematika merefleksikan pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. he Common Core of Learning dalam epartment of ducation,1 6 : , menyarankan, semua siswa seharusnya “ …justify and communicate solutions to problems”. iswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk merepleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri. Membaca apa yang siswa tulis adalah cara yang istimewa untuk para guru dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari siswa.
(35)
Peressini dan Bassett dalam C M, 000 berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Ini berarti, komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan sisiwa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari .
Lind uist C M, 000 berpendapat, Jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika.
Pada draft “Kurikulum 00 ” tandar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika MP/M s 00 :1 dinyatakan bahwa siswa dikatakan mampu berkomunikasi dalam matematika jika mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikannya. Kemampuan komunikasi siswa mengacu pada indikator yang telah diuraikan di atas, yaitu menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis,gambar,dan diagram.
Ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan. espon yang diberikan komunikan merupakan interpretasi komunikan tentang informasi tadi. Dalam matematika, kualitas interpretasi dan respon itu seringkali menjadi masalah istimewa. Hal ini sebagai salah satu akibat
(36)
dari karakteristik matematika itu sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol. Karena itu, kemampuan berkomunikasi dalam matematika menjadi tuntutan khusus.
ebagai contoh soal yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika masih rendah dapat kita lihat dari salah satu persoalan berikut: . Pak mir mempunyai sawah berbentuk jajargenjang yang akan dibuat pagar dan ditanami padi seperti gambar dibawah ini.
Dari gambar sawah Pak mir diatas:
i. uatlah model panjang alas sawah Pak mir dan hitunglah panjang alas sawah Pak mir.
ii. uatlah model keliling panjang pagar sawah yang akan dibuat Pak mir dan hitunglah keliling panjang pagar sawah Pak mir ?
Dari masalah di atas terlebih dahulu siswa dapat menghubungkan masalah secara lisan maupun tulisan melalui gambar untuk memudahkan siswa memahami masalah. Kemudian diharapkan siswa melalui gambar dapat memikirkan langkah seterusnya yaitu menghitung model panjang alas sawah Pak mir. Dari gambar di atas siswa diharapkan dapat menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, dan informasi matematika atau menyatakan situasi yang ada dalam permasalahan ke dalam model matematika, menyusun prosedur penyelesaian yaitu menghitung panjang pagar sawah dan melaksanakan pemecahannya. etapi
B'
D'
1 M
M
൛ ൜
൝ ൞
(37)
siswa bahkan jarang yang memulai pekerjaannya dengan menuangkan informasi atau data ke dalam gambar, pengubahan model matematika sehingga dalam penyelesaiannya siswa banyak yang tidak mampu melaksanakannya.
Masalah–masalah di atas membutuhkan sebuah solusi pembelajaran yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi siswa. Model pembelajaran yang digunakan selayaknya dapat membantu siswa untuk dapat memecahkan masalahnya secara mandiri. Disini membutuhkan peran guru untuk dapat membawa anak didiknya mempunyai kemampuan tersebut. Guru haruslah dapat menciptakan suasana belajar yang mampu mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki siswanya dalam memecahkan masalahnya sendiri. Kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika yang dimiliki siswa ini nantinya diharapkan dapat memperbaiki prestasi belajar siswa sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan seperti yang tersebut diatas. ugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam belajar.
Hasil penelitian pendahuluan peneliti menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa ini masih rendah utamanya dalam menerjemahkan suatu masalah ke dalam model matematika. Kondisi ini memerlukan penanganan agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkan. ujuan akhirnya adalah agar siswa dapat memecahkan masalah matematika dan menggunakannya untuk memecahkan masalah di sekitarnya dengan menggunakan metode matematika.
ntuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika, guru harus berusaha mencari dan
(38)
menggunakan model-model belajar yang sesuai dan dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis.
Pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan di sekolah berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. erdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pem ela aran Ber as s Masalah erhada Kemam uan Peme ahan Masalah Dan K mun kas Matemat s swa d MP Neger 8
an ung ala .
1. Ident f kas Masalah
erdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
. iswa kurang mampu menyelesaikan masalah dan menerapkan konsep dalam memecahkan masalah matematika.
. Kemampuan siswa dalam memecahkan soal berbentuk pemecahan masalah masih rendah.
. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, serta belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika berbentuk masalah.
(39)
. Penggunaan model pembelajaran yang kurang efektif dengan karakteristik materi pelajaran
. Metode mengajar, model atau pendekatan yang kurang bervariasi sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.
8. Proses dalam menyelesaikan soal-soal matematika di kelas belum bervariasi.
1. Batasan Masalah
erdasarkan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, penelitian ini dibatasi agar lebih fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan maka peneliti membatasi masalah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada materi di kelas VII MPN 8 anjungbalai.
1. umusan Masalah
1. pakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?
. pakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?
1. u uan Penel t an
1. ntuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
(40)
8
. ntuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
1.6 Manfaat Penel t an :
dapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah : 1. agi siswa
Diharapkan dengan adanya pembelajaran berbasis masalah bisa mengembangkan kemampuan siswa terhadap pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa
. agi Guru matematika di sekolah
ebagai bahan masukan didalam pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
. agi Kepala ekolah
Memberikan kewenangan kepada setiap guru untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa
. agi peneliti
Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
(41)
156
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran biasa. Hal ini terlihat dari hasil analisis kovarians (ANACOVA) untuk Fhitung adalah 23,645 lebih besar dari Ftabel adalah 3,92 dan konstanta regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah adalah 50,11 lebih besar dari model pembelajaran biasa yaitu 42,909. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah adalah 72,89 dan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran biasa adalah 60,59. Bila ditinjau ketuntasan secara klasikal nilai kemampuan pemecahan masalah minimal kategori cukup pada model pembelajaran biasa sebesar 30,30%. Sedangkan pada model pembelajaran berbasis masalah sebesar 87,87%.
(42)
157
2. Terdapat pengaruh kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran biasa. Hal ini terlihat dari hasil analisis kovarians (ANACOVA) untuk Fhitung adalah 24,98 lebih besar dari Ftabel adalah 3,92 dan konstanta regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah adalah 15,11 lebih besar dari model pembelajaran biasa yaitu 9,00. Rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah adalah 75,06, dan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran biasa adalah 49,56. Bila ditinjau ketuntasan secara klasikal nilai kemampuan komunikasi matematik minimal kategori cukup pada kelas model pembelajaran biasa sebesar 13,63%. Sedangkan pada model pembelajaran berbasis masalah sebesar 80,30%.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan
(43)
158
pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi segi empat.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan segi empat.
c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
d. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, AS, RPP, media yang digunakan).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran konvensional secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
(44)
159
2. epada embaga terkait
a. Model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa.
b. Model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa pada pokok bahasan segi empat sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.
3. epada peneliti lanjutan
a) Dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis masalah yang dibandingkan adalah model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran biasa . Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membandingkan model pembelajaran yang lebih setara, misalnya model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi, seperti berbasis ICT.
b) Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan variabel yang lain seperti
(45)
160
kemampuan berpikir kreatif, kritis, penalaran dan lain-lain. Hasil penelitian atas tiap kelompok kategori AM siswa menunjukkan model pembelajaran berbasis masalah cocok digunakan di sekolah yang siswanya berkemampuan level tinggi dan sedang. Sebaliknya tidak sesuai untuk sekolah yang siswanya berkemampuan level rendah
(46)
161
161
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar
Jakarta : Rineka Cipta
Agustina, L. (2011). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
Ansari, Bunsu I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : yayasan Pena.
Atun, I (2006 ) Pembelajaran Matematika dengan Kooperatif Tipe Student Teams Achievment Division untuk Meningkatkan Kemampuan pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Bistari, B. (2010). Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi Matematik. Jurnal Pendidikan Matematika dan
IPA,(Online), Vol. 1 No. 1 Januari 2010:11-23,
(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/PMP/article/viewFile/148/148, diakses 29 Desember 2015).
Bobb, D, & Mike H. (2003). Quantum Learning. Bandung: Kaifa
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika. Jakarta.
Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta. Pusat kurikulum. Balitbang Depdiknas
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tenntang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas
Effendi, L, A. (2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP Jurnal penelitian pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012. Hal: 1-10.
Fajri, N, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA Vol. 6 No. 2 Desember 2013. Hal. 150
(47)
162
Hasratuddin. (2015). Mengapa Harus Belajar Matematika. Medan:Perdana Publishing.
Hirscfeld, K. (2008). Mathematical communication, Conceptual
Understanding, and Students’ Attitudes Toward mathematics. Math in the Middle Institute Partnership Action Research
Project Report. University of Nebraska-Lincoln.
Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Husna, R. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematik melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika
PARADIKMA Vol. 6 No. 2 Desember 2013. Hal: 177
Kantowski, M.G. (1981). Problem Solving. Mathematics Education Research:
Implication for the 0. Virginia: NCTM
Mckee, L. (2008). The Accelerated Trainer Revolusi Pelatihan Sukses Dengan Teknik Accelerated Laerning. Bandung: PT Mizan Pustaka
Meiere, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: kaifa
Murni, A, dkk. (2013). The Enhancement of Junior High School Student’sAbilities in Mathematical Problem Solving Using Softt Skill-Based Metacognitive Learning. Indo-MS Journal Mathematics Education (JME) Vol. 4 No. 2 July 2013 (ISSN 20 - 5). National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standard for School mathematics. Virginia: NCTM inc.
Nurdilah, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selata. Jurnal Pendidikan Matematika
PARADIKMA Vo. 6 Nomor 2 Edisi Desember 2013. Hal. 116
Nurhadi, dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pamungkas, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kreativitas Belajar Matematika dengan Pemanfaatan Software Core Math Tools (CMT). Prosiding: Seminar Nasional Pendidikan Matematika 15 Mei 2013. Surakarta
(48)
163
Rose, C & Malcolm J. N. (2012). Accelerated Learning or The 21 St Century. Bandung: Nuansa
Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada uru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung:Tarsito.
Sagala, S. (2009) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.
Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logisp dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.
, S. (2009). Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal matematika. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang. 10, (2).
Setiawati, Euis. (2005). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik SQ4R dan Peta Konsep Siswa Madrasah Aliyah. Tesis PPs UPI. Bandung: UPI (tidak diterbitkan)
Shadiq, Fajar. (2008). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi.
Yogjakarta: PPPG Matematika.
Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Pada Siswa Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian ungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana IKIP Surabaya
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada peserta didik. Bandung: FMIPA UPI Tugiman. (2013). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika
Menggunakan Adobe lash CS3 Proffesional dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Siswa SMP/MTs Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras. Skrispi Program Studi Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Yonandi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 2 Juli 2011
(1)
pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi segi empat.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan segi empat.
c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
d. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, AS, RPP, media yang digunakan).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran konvensional secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
(2)
2. epada embaga terkait
a. Model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa.
b. Model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa pada pokok bahasan segi empat sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.
3. epada peneliti lanjutan
a) Dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis masalah yang dibandingkan adalah model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran biasa . Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membandingkan model pembelajaran yang lebih setara, misalnya model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi, seperti berbasis ICT.
b) Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan variabel yang lain seperti
(3)
kemampuan berpikir kreatif, kritis, penalaran dan lain-lain. Hasil penelitian atas tiap kelompok kategori AM siswa menunjukkan model pembelajaran berbasis masalah cocok digunakan di sekolah yang siswanya berkemampuan level tinggi dan sedang. Sebaliknya tidak sesuai untuk sekolah yang siswanya berkemampuan level rendah
(4)
161
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar Jakarta : Rineka Cipta
Agustina, L. (2011). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
Ansari, Bunsu I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : yayasan Pena.
Atun, I (2006 ) Pembelajaran Matematika dengan Kooperatif Tipe Student Teams Achievment Division untuk Meningkatkan Kemampuan pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Bistari, B. (2010). Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi Matematik. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA,(Online), Vol. 1 No. 1 Januari 2010:11-23, (http://jurnal.untan.ac.id/index.php/PMP/article/viewFile/148/148, diakses 29 Desember 2015).
Bobb, D, & Mike H. (2003). Quantum Learning. Bandung: Kaifa
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika. Jakarta.
Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta. Pusat kurikulum. Balitbang Depdiknas
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tenntang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas
Effendi, L, A. (2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP Jurnal penelitian pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012. Hal: 1-10.
Fajri, N, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA Vol. 6 No. 2 Desember 2013. Hal. 150
(5)
Hasratuddin. (2015). Mengapa Harus Belajar Matematika. Medan:Perdana Publishing.
Hirscfeld, K. (2008). Mathematical communication, Conceptual
Understanding, and Students’ Attitudes Toward mathematics. Math in the Middle Institute Partnership Action Research
Project Report. University of Nebraska-Lincoln.
Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.
Husna, R. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematik melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika
PARADIKMA Vol. 6 No. 2 Desember 2013. Hal: 177
Kantowski, M.G. (1981). Problem Solving. Mathematics Education Research: Implication for the 0. Virginia: NCTM
Mckee, L. (2008). The Accelerated Trainer Revolusi Pelatihan Sukses Dengan Teknik Accelerated Laerning. Bandung: PT Mizan Pustaka
Meiere, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: kaifa
Murni, A, dkk. (2013). The Enhancement of Junior High School Student’sAbilities in Mathematical Problem Solving Using Softt Skill-Based Metacognitive Learning. Indo-MS Journal Mathematics Education (JME) Vol. 4 No. 2 July 2013 (ISSN 20 - 5). National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standard for School mathematics. Virginia: NCTM inc.
Nurdilah, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selata. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA Vo. 6 Nomor 2 Edisi Desember 2013. Hal. 116 Nurhadi, dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pamungkas, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kreativitas Belajar Matematika dengan Pemanfaatan Software Core Math Tools (CMT). Prosiding: Seminar Nasional Pendidikan Matematika 15 Mei 2013. Surakarta
(6)
Rose, C & Malcolm J. N. (2012). Accelerated Learning or The 21 St Century. Bandung: Nuansa
Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada uru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.
Sagala, S. (2009) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.
Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logisp dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.
, S. (2009). Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal matematika. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang. 10, (2).
Setiawati, Euis. (2005). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Teknik SQ4R dan Peta Konsep Siswa Madrasah Aliyah. Tesis PPs UPI. Bandung: UPI (tidak diterbitkan)
Shadiq, Fajar. (2008). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogjakarta: PPPG Matematika.
Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Pada Siswa Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian ungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana IKIP Surabaya
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada peserta didik. Bandung: FMIPA UPI Tugiman. (2013). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika
Menggunakan Adobe lash CS3 Proffesional dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Siswa SMP/MTs Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras. Skrispi Program Studi Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Yonandi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 2 Juli 2011 hal: 133