PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP.

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS,

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan dalam Pendidikan Matematika

Promovenda ANI MINARNI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui dan Disahkan Oleh:

Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D Promotor

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed Co-Promotor

Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D Anggota

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D NIP. 196101121987031003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan,

Ani Minarni


(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada suami yang kucintai E. Elvis Napitupulu, belahan jiwaku Rizal Afif, Fajrul Malik, dan Haura Azra, ayahku Engkan Sukanda yang selalu memberiku motivasi untuk melanjutkan sekolah setinggi mungkin, ibuku

Susum Sumiati yang sangat menyayangiku, juga untuk ibu Ngadisem.

Untuk seluruh Bapak/Ibu guru dan Bapak/Ibu dosen yang telah memberiku pencerahan dan membekali aku dengan ilmu.

Untuk almamaterku, SD Negeri Pelesiran 1 Bandung

SMP Negeri 2 Bandung SMA Negeri 3 Bandung Universitas Negeri Padjadjaran Universitas Negeri Sumatera Utara


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, sholawat dan salam bagi Rasulullah Saw. Karena ijin Allah penulis berkesempatan menempuh studi S3 program pendidikan

matematika dan berhasil menyusun disertasi ini yang berjudul: “Pengaruh

Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa

SMP”. Disertasi ini merupakan sebagian syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Selama penulis menempuh studi maupun menyusun disertasi ini dukungan, dorongan, masukan, bimbingan, suntikan semangat dan motivasi senantiasa diberikan oleh tim pembimbing dan dosen-dosen pengampu mata kuliah, maka pada kesempatan ini penulis haturkan terimakasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D., sebagai promotor, yang telah dengan sungguh-sungguh, telaten dan sabar membimbing penulis dalam membuat instrumen penelitian, memberi pengarahan ketika pelaksanaan penelitian, berlanjut hingga menjelang ujian sidang terbuka; menyemangati, mengarahkan, dan memberi dorongan kepada penulis untuk tetap tekun menulis disertasi ini hingga selesai.

2. Bapak Prof. DR. H. Didi Suryadi, M.Ed., sebagai Direktur SPs UPI merangkap co-promotor yang telah membimbing, mengarahkan, memotivasi, memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun disertasi ini hingga selesai.

3. Bapak Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D., sebagai anggota tim pembimbing merangkap sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI, yang telah banyak meluangkan waktu untuk meneliti dan mengoreksi halaman demi halaman dari disertasi ini, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan penulis untuk benar-benar memahami apa yang penulis tulis dalam disertasi ini.


(6)

4. Bapak dan Ibu dosen pengampu mata kuliah pada Program S3 Pendidikan Matematika SPs UPI, yang telah membekali ilmu, memperluas wawasan, dan memberikan pencerahan yang berguna untuk penyusunan disertasi ini.

5. Bapak Dr. Jarnawi A. Dahlan, M.Kes. dan Ibu Dr. Siti Fatimah, M.Si. sebagai reviewer dari Komisi Pasca UPI, yang telah mereviu disertasi ini dengan cermat.

6. Bapak dan Ibu validator yaitu: Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S., Drs. Didi Suhaedi, M.Si., Dra. Lucy Karyati Basar, M.Si., Dra. Reviandari, M.Pd., dan Dr. Yani Ramdani, M.Pd., yang telah memberikan pertimbangan validitas muka dan validitas isi instrumen penelitian dan perangkat penelitian lainnya. 7. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 12, Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 15

Bandung, yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Bandung yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan ujicoba bahan ajar dan instrumen penelitian. 8. Ibu Dra. Rubina, M.Pd. dari SMP Negeri 3 Bandung, Ibu Dra. Ratnaningsih

dari SMP Negeri 12 Bandung, dan Ibu Dra. Lia Yuliani dari SMP Negeri 15 Bandung yang sangat membantu penulis selama penelitian.

9. Rektor dan Dekan FMIPA Universitas Negeri Medan beserta jajarannya, yang telah memberikan ijin dan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan studi. 10. Suamiku E. Elvis Napitupulu yang baik hati, yang terus menerus memberi

dukungan, pengertian, dan motivasi serta do’a.

11. Anak-anakku tercinta yang walaupun masih menampakkan sikap manja karena waktuku bercengkrama bersama mereka berkurang, tetapi tetap memberikan motivasi tersendiri kepadaku.

12. Orangtuaku yang menyayangiku sepenuh hati dan senantiasa mendoakanku hingga disertasi ini dapat diselesaikan.

13. Semua saudara iparku yang baik hati, saudaraku Didiek Cahyono dan Dedeh Fauziah, keluarga Mba Wanti, keluarga Mba Dwi, Kiki, teman-teman pengajian, dan seluruh teman seperjuanganku mahasiswa S3 Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI Bandung, terutama angkatan 2009/2010,


(7)

yang bersama penulis telah merasakan suka duka selama menempuh pendidikan.

Semoga segala bantuan dari semua pihak tersebut menjadi amal saleh dan mendapat balasan yang baik dari Allah Swt. Harapan penulis, hendaknya laporan disertasi ini memberikan sebanyak-banyaknya manfaat bagi yang berkepentingan.

Bandung, Juni 2013


(8)

ABSTRAK

Ani Minarni (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis,

dan Keterampilan Sosial Siswa SMP

Kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial sangat perlu dikuasai siswa SMP. Tetapi kenyataannya siswa masih lemah dalam ketiga hal tersebut. Untuk itu telah dilakukan penelitian quasi eksperimen perbandingan kelompok statis yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembelajaran berbasis masalah

(problem-based learning, disingkat PBL) terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM),

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS), dan Keterampilan sosial (KS) siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri di Kota Bandung. Sampel dalam penelitian diambil berdasarkan teknik sampling berstrata sederhana dan sampling purposif. Subjek sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 71 siswa di kelas PBL, dan 74 siswa di kelas biasa. Data dikumpulkan dari tes Kemampuan Awal Matematis (KAM), KPM, KPS, dan angket KS. Temuan dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan KPM, KPS dan KS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (2) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan KAM terhadap capaian KPM, KPS, maupun KS siswa, (3) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian KPS, maupun terhadap KS siswa, (4) Pada kategori KAM (tinggi, sedang) dan pada level sekolah (atas, tengah), KPM siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, hal tersebut tidak terjadi pada kategori KAM rendah (5) Pada masing kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dan pada masing-masing level sekolah (atas, tengah), KPS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (6) Pada masing-masing kategori KAM (sedang, rendah), KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada kategori KAM tinggi, (7) Pada sekolah level tengah, KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada sekolah level atas. Berdasarkan hasil penelitian ini, guru disarankan menggunakan pendekatan PBL dalam rangka memberi siswa kesempatan meraih kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Keterampilan Sosial.


(9)

ABSTRACT

Ani Minarni (2013). The Effect of Problem-Based Learning towards Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, and Social Skills of Student of Middle Secondary School.

Mathematical understanding ability (MUA), mathematical problem solving ability (MPS), and social skills (SS) must be achieved by student of middle secondary school. In fact, students’ achievement of MUA, MPS, and SS is low. So, this static-group comparison research design was conducted to investigate the effect of problem-based learning (PBL) towards MUA, MPS, and SS of student of middle secondary school. Sample was taken from public middle secondary school by using simple stratified random sampling technique and purposive sampling. The number of students included in the research was 71 in PBL classroom, and 74 students in conventional one. Data was collected by the instruments that consist of a set of non-routine essays tests related to MUA and MPS, a set of questionnaire for classifying student’s social skills, an interview guide, and the observation sheets for student’s activities during the lesson. Data was analyzed by one and two ways analyses of variance, t-test for independent sample, and nonparametric test. Besides the learning approach, mathematical prior ability (MPA) of students was also taken as independent variable.The research found that: (1) Overall students in PBL classroom get better MUA, MPS, and SS than students in conventional one, (2) There’s no interaction between instruction and MPA (high, middle, low) towards MUA, MPS, and SS of the student (3) There’s no interaction between instruction and school level towards MPS and SS of the students, (4) The students with high and middle MPA in PBL classroom get better MUA than the students in conventional one, but it is not for the students with low MPA, (5) Not only at each MPA (high, middle, low), but also at each school level (upper, middle), the students in PBL classroom get better MPS than the students in conventional one, (6) The students with middle and low MPA in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students with high MPA, (7) At middle level school, the student in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students at upper level school. Based on the result of the research, the teacher is suggested to use PBL in their teaching learning so that the student may achieve better MUA, MPS, and SS.

Key Words: Problem-based Learning (PBL), Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, Social Skills.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR DIAGRAM ... xxii

DAFTAR ISTILAH……….xxiii BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Domain Pengetahuan dan Proses Mental ... Error! Bookmark not defined. B. Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. C. Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined. D. Pembelajaran Berbasis Masalah ... Error! Bookmark not defined. E. Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. F. Penelitian yang Relevan ... Error! Bookmark not defined. G. Meraih Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis, dan Keterampilan Sosial melalui PBL ... Error! Bookmark not defined. H. Hipotesis Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Desain dan Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Waktu dan Tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.


(11)

E. Bahan Ajar ... Error! Bookmark not defined. F. Kegiatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Analisis Data Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

4. Analisis Keterampilan Sosial Siswa ... Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Faktor Pendekatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. 2. Faktor Kemampuan Awal Matematis ... Error! Bookmark not defined. 3. Faktor Level Sekolah ... Error! Bookmark not defined. 4. Faktor Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 5. Faktor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

6. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined.

7. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

8. Analisis Faktor Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. 9. Hasil Observasi, Wawa cara, da Proses Belajar………. . Ke dala dala Melaksa aka PBL………. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Implikasi ... Error! Bookmark not defined. C. Reko e dasi……… DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2

2.1 Langkah-langkah guru dalam PBL 53

3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

68

3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

68

3.3 Hasil Uji Normalitas Data Nilai UN SMPN Se-Kota Bandung

70

3.4 Hasil Uji Tanda Peringkat Wilcoxon Nilai UN 70

3.5 Kriteria Penentuan Kategori Sekolah 70

3.6 Kategori SMP Negeri Se-Kota Bandung 71

3.7 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa pada tiap Kelas 75

3.8 Hasil Uji Homogenitas Data KAM Subjek Sampel 76

3.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Siswa Antar Kelas 76

3.10 Hasil Uji Homogenitas Data Skor KAM Antar Kelas 76

3.11 Sebaran Siswa Berdasarkan Skor KAM 77

3.12 Uji Hasil Timbangan Validitas Isi Soal Pemahaman Matematis

80

3.13 Uji Hasil Timbangan Validitas Muka Soal Pemahaman Matematis


(13)

Tabel Judul Halaman

3.14 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemahaman Matematis 81

3.15 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPM 83

3.16 Rubrik Skor untuk Pemahaman Matematis 84

3.17

Hasil Uji Timbangan Validitas Isi Soal Pemecahan

Masalah Matematis 88

3.18 Hasil Uji Timbangan Validitas Muka Soal Pemecahan Masalah Matematis

88

3.19 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

89

3.20 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPS 90

3.21 Teknik Penskoran untuk Tes KPS 91

3.22 Kriteria Pengelompokan Kualitas Kinerja Siswa dalam KPM dan KPS

92

3.23 Kriteria Penentuan Kategori Keterampilan Sosial 94

3.24 Perbandingan Model Pembelajaran 99

4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 104

4.2 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM 105

4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM 106

4.4 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Pembelajaran

106

4.5 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM


(14)

Tabel Judul Halaman

4.6 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

109

4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

109

4.8 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPM

110

4.9 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

111

4.10 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

112

4.11 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

112

4.12 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Level Sekolah

113

4.13 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

114

4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

114

4.15 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas

116

4.16 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

117

4.17 Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1)

berkenaan dengan KPM

118

4.18 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 119 4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan

Faktor Pembelajaran


(15)

Tabel Judul Halaman

4.20 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

121

4.21 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

121

4.22 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

122

4.23 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

123

4.24 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

124

4.25 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPS

124

4.26 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

126

4.27 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

126

4.28 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

126

4.29 Data Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

127

4.30 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

128

4.31 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

129

4.32 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KPS

129

4.33 Hasil Uji Beda Rata-rata KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas


(16)

Tabel Judul Halaman

4.34 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

133

4.35 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KPS

133

4.36 Deskripsi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135 4.37 Hasil Uji Normalitas Skor KS Berdasarkan Faktor

Pembelajaran

135

4.38 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

136

4.39 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

136

4.40 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

138

4.41 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

139

4.42 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

139

4.43 Hasil Uji Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KS

140

4.44 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

141

4.45 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

142

4.46 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

142

4.47 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

143

4.48 Hasil Uji Normalitas Data KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah


(17)

Tabel Judul Halaman

4.49 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

144

4.50 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KS

145

4.51 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas

146

4.52 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

147

4.53 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KS

148

4.54 Rata-rata Skor tiap Indikator KPM berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

159

4.55 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPM

162

4.56 Rata-rata Skor tiap Indikator KPS berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

164

4.57 Rata-rata Skor tiap Aspek KPS berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran

166

4.58 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPS

167

4.59 Rata-rata Skor KPM dan KPS Tiap Nomor Soal berdasarkan Faktor Pembelajaran

168

4.60 Kategori Kinerja Siswa dalam KPM pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

175

4.61 Kategori Kinerja Siswa dalam KPS pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

181

4.62 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran


(18)

Tabel Judul Halaman

4.63 Korelasi antara KPM, KPS dan KS Siswa 184

4.64 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

186

4.65 Kategori KS Siswa pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

187

4.66 Proses Belajar melalui PBL 193

4.67 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Kategori KAM

194

4.68 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Level Sekolah

194

4.69 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap KAM pada tiap Level Sekolah

195


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Domain Pengetahuan 20

3.1 Alur Penelitian 101

4.1 Perbandingan KPM Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran

107 4.2 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor

Pembelajaran dan KAM

110

4.3 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

115

4.4 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran

120

4.5 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

125

4.6 Rata-rata KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

130

4.7 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran

137

4.8 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

140

4.9 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

146

4.10 Grafik Rata-rata Skor KPM Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran

161

4.11 Grafik Rata-rata Skor KPS Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran


(20)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Judul Halaman

4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 105

4.2 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

108

4.3 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

113

4.4 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 120 4.5 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

dan KAM

123

4.6 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

128

4.7 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135

4.8 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

138

4.9 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

143

4.10 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

184

4.11 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah


(21)

DAFTAR SINGKATAN

KPM Kemampuan Pemahaman Matematis

KPS Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

KS Keterampilan Sosial

PBL Problem-based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)

KAM Kemampuan Awal Matematis

KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

UN Ujian Nasional

Anava Analisis Varians

TIMSS Trends in Mathematics and Science Study

NCTM National Council for Teaching Mathematics

PSSM Principle and Standard for School Mathematics

NCSM National Council of Supervisors of Mathematics

CIDR Center for Instructional Development Researches

CTLS Center for Learning Teaching and Scholarship

HOTS High Order Thinking Skills


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sehubungan dengan pentingnya pemahaman dalam belajar matematika, di dalam Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), ditegaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah ialah agar peserta didik memahami konsep-konsep dalam matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Belajar dengan pemahaman merupakan suatu keniscayaan. Hal ini disebabkan karena tujuan orang belajar adalah untuk memahami. Terlebih untuk matematika yang bersifat hierarkhis, pemahaman kian penting karena menjadi syarat perlu agar dapat terjadi proses belajar yang berkelanjutan. Banyak penelitian pendidikan matematika ditujukan untuk mendorong guru supaya siswa belajar dengan pemahaman, sebab kebanyakan siswa sangat sulit meraih hal tersebut (Hiebert dan Carpenter, dalam Grouws, 1992: 65).

Dari pengamatan dan pembicaraan dengan guru matematika di SMPN 3, SMPN 12, dan SMPN 15 Bandung terekam kenyataan bahwa sedikit sekali siswa yang belajar matematika disertai pemahaman. Hal inipun terlihat saat siswa diberikan soal atau masalah yang (sedikit) berbeda dari contoh soal yang diberikan gurunya, kinerja mereka menunjukkan seolah-olah belum pernah belajar materi atau contoh soal yang mirip dengan soal tersebut. Apalagi jika soal itu mengharuskannya mengaitkan berbagai fakta atau konsep atau prinsip dan sekaligus menerapkannya. Kenyataan ini memberi kesan bahwa sebagian siswa belajar dengan cara menghafal dan kurang memiliki kemauan keras dan sungguh-sungguh untuk belajar matematika disertai pemahaman.

Pemahaman matematis memiliki peran teramat penting karena mendasari semua proses bermatematika. Namun demikian, pemahaman tidaklah berdiri sendiri, ia ditopang oleh dan berjalin erat dengan semua proses matematika.


(23)

Misalnya, representasi konsep atau masalah dari berbagai sudut pandang akan membantu pemahaman seseorang atas kedua hal itu. Kemampuan mengaitkan berbagai ide dalam matematika yang saling mendukung juga turut berperan terhadap pencapaian pemahaman mendalam atas ide tersebut (Hiebert & Carpenter,1992).

Jadi, sebenarnya pemahaman adalah suatu proses bermatematika yang tidak bisa ditawar lagi dan harus dimiliki setiap siswa yang belajar matematika. Belajar dengan pemahaman akan memfasilitasi siswa melihat (menyadari) keterkaitan antar topik dalam matematika atau bahkan dengan pelajaran lain. Oleh karena itu, dalam belajar matematika juga sangat penting agar pembelajarannya ditekankan terlebih dahulu pada upaya meraih pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari.

Salah satu ukuran yang dapat dijadikan rujukan tentang hasil capaian belajar matematika siswa SMP Indonesia khususnya tentang pemahaman ialah hasil evaluasi yang dilakukan TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study). Sepanjang sejarah TIMSS, Indonesia telah mengikutsertakan siswa kelas 8 pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Dalam setiap keikutsertaannya capaian siswa Indonesia termasuk kategori low (skor 400), yang berarti siswa hanya memiliki sebagian pengetahuan dasar matematika. Untuk tahun 2007 misalnya, Tabel 1.1 memperlihatkan perolehan skor siswa Indonesia untuk bidang Aljabar dalam tiga ranah kompetensi.

Tabel 1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2007

Knowing Applying Reasoning

398,328 398,328 405,061

Catatan: Kategori nilai 400 = low, 475 = intermediate, 525 = high, 575 = advance.

Gambaran pemahaman siswa dalam bidang Aljabar dapat dilihat dari persentase siswa dalam menyelesaikan soal yang tercakup dalam evaluasi TIMSS tahun 1999 (soal 2) dan tahun 2003 (soal 1).


(24)

Soal 1. Jika 4(x + 5) = 80, maka x = . …

Rata-rata internasional untuk soal ini adalah 45% (Gonzales, et al., 2004: 64), sedangkan Indonesia hanya 25%. Artinya, hanya 25% dari siswa Indonesia yang dapat menyelesaikan soal ini dengan benar. Kompetensi yang dituntut soal ini ialah kemampuan menyelesaikan persamaan linear satu variabel.

Soal ini sebenarnya dapat menjadi media untuk melihat lancar tidaknya peralihan pengetahuan dari aritmetika ke aljabar dalam diri siswa. Dalam konteks aritmetika dan jika siswa dapat membuat representasi internal, soal ini tidak lain hanyalah meminta siswa untuk menentukan 4 kali berapa supaya jadi 80. Seyogianya siswa telah memiliki kemampuan mengaitkan ruas kiri dengan ruas kanan untuk melihat hal itu. Hampir dapat dipastikan seluruh siswa SMP kelas 8 mengetahui jawaban atas pertanyaan itu, yaitu 20. Selanjutnya, bila siswa mampu mengaitkan bahwa jawaban 20 itu sekarang digantikan oleh ( +5), ia mestinya dapat merepresentasikannya ke dalam persamaan + 5 = 20 meskipun itu dilakukan secara informal. Dari persamaan terakhir, mestinya siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Namun demikian, seperti telah dikatakan di awal, hanya seperempat dari peserta yang menjawabnya dengan benar. Ini memperlihatkan pengetahuan relasional yang dimiliki siswa sangat minim. Selain itu, kemampuan siswa menyelesaikan soal yang sebenarnya dapat dilakukan secara informal juga sangat minim.

Soal 2. Cari nilai dari 12 – 10 = 6 + 32

Rata-rata internasional untuk soal nomor 2 ini adalah 44%, sedangkan Indonesia hanya 18% (Mullis, et. al., 2000: 76), sangat jauh di bawah rata-rata internasional. Dibandingkan soal nomor 1, tugas yang termuat dalam soal nomor 2 lebih kompleks. Soal ini menuntut keterampilan lebih lanjut yaitu melakukan additive

inverse suku sehingga suku yang memuat varibel dikumpulkan di satu ruas dan

suku konstanta di ruas lain. Itulah sebabnya mengapa capaian siswa untuk soal ini lebih rendah ketimbang untuk soal nomor 1.


(25)

Untuk soal nomor 2 ini dapat dipastikan hampir tak mungkin diselesaikan dengan cara informal dan kalaupun itu dilakukan akan lebih sulit dibandingkan melalui manipulasi aljabar. Cara lain yang mungkin dilakukan siswa ialah dengan coba & ralat (trial and error), yaitu dengan mencobakan bilangan yang mungkin memenuhi persamaan, tetapi hal tersebut berpeluang menghabiskan waktu cukup lama. Sementara itu prosedur yang ditempuh siswa yang sudah duduk di kelas 8 adalah langkah rutin aljabar seperti di bawah.

Untuk dapat melakukan langkah manipulasi aljabar seperti di atas, diperlukan pemahaman siswa bahwa tugasnya yang pertama ialah mengelompokkan variabel dengan variabel dan konstanta dengan konstanta. Selain itu diperlukan pengetahuan siswa tentang perubahan tanda operasi sewaktu melakukan additive inverse dan multiplicative inverse. Hasil yang dicapai menunjukkan 82% siswa yang mewakili Indonesia tidak memiliki pemahaman dalam aspek manipulasi aljabar untuk soal ini.

Soal bidang aljabar nomor 3 dari TIMSS yang mengukur kemampuan pemahaman juga cukup menarik. Rata-rata internasional untuk soal nomor 3 ini adalah 65% (Gonzales, et al., 2004: 82), sedangkan Indonesia hanya 37%. Soal ini dikemas dalam cerita tetapi pilihan jawabannya berbentuk pilihan ganda sehingga mestinya relatif mudah bagi siswa untuk menyelesaikannya, akan tetapi kenyataannya persentase siswa yang berhasil menyawabnya dengan benar jauh di bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan kebanyakan sekolah. Hal ini tampaknya berakar pada minimnya kemampuan siswa memahami kalimat verbal


(26)

dan membuat representasi internal dari situasi eksternal yang ditampilkan dalam masalah.

Soal 3. adalah sebuah bilangan. Bila n dikali 7 kemudian ditambah 6 maka hasilnya 41. Pilih persamaan yang mengungkap hubungan di atas.

Sebernarnya ketiga soal di atas masuk pada kategori rutin karena dapat langsung diselesaikan dengan prosedur yang sudah ada namun tetap saja capaian siswa Indonesia untuk soal-soal tersebut rendah, bahkan sangat rendah. Hasil yang rendah ini diduga kuat dikarenakan minimnya pemahaman siswa terhadap obyek-objek matematis, yaitu fakta, prosedur, konsep, dan prinsip. Rendahnya pemahaman siswa pada gilirannya diduga disebabkan kurang atau tidak terampilnya siswa membangun representasi internal (mental image) dari obyek matematis dan sebaliknya menuangkan representasi internal ke dalam representasi eksternal (sketsa, gambar, grafik, tabel, persamaan matematis), sedangkan lemahnya kemampuan representasi adalah karena lemahnya kemampuan melakukan integrasi dan simbolisasi (Marzano & Kendall, 2007). Selain itu, diduga pula siswa tidak terampil mengaitkan antara satu representasi dengan yang lainnya, baik internal maupun eksternal (Hiebert & Carpenter, 1992).

Memahami merupakan salah satu kemampuan yang harus dicapai siswa dalam kegiatan belajar. Dari sudut pandang ini, pemahaman berfungsi sebagai tujuan belajar. Namun, di samping sebagai tujuan belajar, pemahaman juga berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah. Sebab segala konsep, prosedur, dan prinsip yang dipelajari siswa dalam matematika pada akhirnya diperuntukkan bagi pemecahan masalah, baik masalah yang muncul dari


(27)

matematika sendiri maupun yang muncul dari luar matematika. Kebanyakan ahli dan para pendidik sependapat bahwa tujuan sebenarnya dari belajar adalah memecahkan masalah (Savery & Duffy, 1995).

Sejak tahun delapan puluhan kemampuan memecahkan masalah matematis sudah menjadi tumpuan perhatian para ahli dan praktisi pendidikan matematika. Hal ini terjadi karena memecahkan masalah dianggap sebagai intinya bermatematika (doing math). Bahkan sebagai jantungnya. Kenyataannya memang apa yang dipelajari dalam matematika semuanya ditujukan bagi penyelesaian masalah. Artinya muara dari beragam kegiatan orang bermatematika adalah memecahkan masalah. Dan sebaliknya, melalui kegiatan memecahkan masalah matematis, siswa mengembangkan pengetahuannya serta keterampilan bermatematika lainnya seperti koneksi, komunikasi, penalaran, dan representasi matematis.

Modal utama bagi siswa dalam memecahkan masalah adalah kemampuan memahami karena dengan memahami siswa akan mampu membuat representasi baik internal maupun eksternal dan sekaligus mengaitkan antar representasi tersebut satu sama lain. Jika kemampuan koneksi dan representasi tersebut kemudian didukung daya nalar yang baik maka pekerjaan memecahkan masalah menjadi mudah, demikian juga dalam mengkomunikasikan penyelesaian masalah yang diperoleh. Dengan demikian seluruh daya matematis saling mendukung dalam menyelesaikan tugas-tugas matematis yang dihadapi.

Sebagaimana pada aspek pemahaman, gambaran kinerja (capaian) siswa Indonesia dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari evaluasi yang dilaporkan TIMSS (Mullis, et al., 2007). Sebagai contoh, berikut ini disajikan capaian siswa kelas VIII dalam pemecahan masalah bidang geometri (soal nomor 1) dan bidang aljabar (soal nomor 2).

Soal nomor 1 ini menuntut siswa menggunakan pengetahuannya tentang sifat-sifat segitiga siku-siku dan segitiga sama kaki untuk menentukan ukuran sudut. Dari representasi masalah, siswa diharapkan mampu menyambungkan pengetahuannya tentang segitiga siku-siku dengan segitiga , sehingga berdasarkan data tersebut, siswa kemudian hendaknya menyimpulkan bahwa


(28)

besar sudut ACB pada segitiga itu ialah 400. Selanjutnya siswa diharapkan dapat mengaitkan pengetahuannya tentang sifat sudut yang saling bertolak belakang dengan sudut sehingga dapat menyebutkan besar sudut DCE pada segitiga

. Berikutnya, siswa dapat mengetahui bahwa segitiga adalah segitiga sama kaki yang oleh karenanya kedua sudut di kaki segitiga itu yaitu sudut C dan sama besarnya. Terakhir, dengan mengaitkan bahwa jumlah sudut suatu segitiga adalah 1800, besar sudut adalah 400, maka seyogianya siswa dapat menyimpulkan besar sudut CDE dan CED adalah 700.

Soal 1. Berdasarkan gambar ini, hitunglah nilai

Rata-rata internasional untuk soal ini ialah 32%. Capaian tertinggi diraih siswa Singapura yaitu 75%, sedangkan siswa Indonesia hanya 19%. Soal ini jelas menuntut kemampuan pemahaman yang baik. Lebih jauh, diperlukan keterampilan siswa untuk terus menjaga kesinambungan informasi dan simpulan sementara yang ia buat untuk dapat terus bergerak maju menuju selesaian akhir. Tampaknya lemahnya kemampuan pemahaman serta kemampuan mengaitkan informasi (koneksi) inilah yang menyebabkan capaian siswa Indonesia dalam soal pemecahan masalah lainnya juga rendah.

Soal 2. Joe knows that a pen costs 1 zed more than a pencil. His friend bought 2 pens and 3 pencils for 17 zeds. How many zeds will Joe need to buy 1 pen and 2 pencils? Show your work.

Soal nomor 2 ini menuntut keterampilan siswa memodelkan soal cerita ke dalam sistem persamaan linier dua variabel lalu menyelesaikannya. Banyak


(29)

negara yang siswanya memperoleh hasil yang rendah untuk soal ini, sehingga capaian rata-ratanya secara internasional hanya 18%. Soal ini dapat diselesaikan dengan benar oleh sebanyak 8% siswa Indonesia. Dapat dilihat dalam laporan TIMSS bahwa pada soal-soal pemahaman (aspek representasi dan koneksi) dan pemecahan masalah lainnya (terutama aspek membuat model matematis), capaian siswa Indonesia rendah. Soal nomor 3 berikut merupakan soal pemecahan masalah dalam laporan TIMSS terbaru (Mullis et.al., 2011).

Soal 3. A piece of wood was 40 cm long. It was cut into 3 pieces. The lengths in cm are 2x – 5, x + 7, x + 6. What is the length of the longest piece? Show your work. If you use calculator, you still must describe all the steps you used to obtain your answer.

Dalam TIMSS 2011 tersebut dilaporkan bahwa rata-rata internasional untuk soal ini ialah 41`%. Capaian tertinggi diraih negara tetangga kita Singapura, sama dengan Korea yaitu 74%, sedangkan siswa Indonesia hanya 23%, Thailand 30%. Soal ini jelas menuntut kemampuan pemecahan masalah yang baik. Diperlukan setidaknya tiga langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama, menyatakannya dalam persamaan matematis yang tepat. Ke-dua, menghitung solusi untuk persamaan yang diperoleh tersebut. Ke-tiga, menghitung panjang masing-masing potongan kayu. Nampaknya kelemahan siswa Indonesia dalam menyelesaikan masalah ini adalah dalam melakukan manipulasi aljabar.

Ujicoba tes pemecahan masalah matematis sebanyak 5 butir soal yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 3 Bandung yang diikuti oleh 36 siswa kelas IX pada bulan September 2011, menunjukkan rata-rata skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa hanya 19% . Sementara itu, rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah dari dua kelas VIII siswa SMPN 12 yang dilibatkan dalam penelitian berturut-turut 56,52 dan 55,56, dua kelas VIII siswa SMPN 15 berturut turut 50,95 dan 58,57 (Minarni, 2011). Tes tersebut diberikan pada saat tes kemampuan awal matematis berbentuk pilihan ganda. Lebih spesifik lagi, siswa menunjukkan kemampuan yang rendah dalam aspek menyatakan


(30)

masalah ke dalam model matematis dan aspek penggunaan strategi pemecahan masalah yang merupakan aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah matematis. Nampak bahwa capaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas IX lebih rendah dari capaian kelas VIII. Hal tersebut mungkin dikarenakan materi persamaan linier satu variabel dan masalah perbandingan yang diujikan masih segar dalam ingatan siswa kelas VIII, sedangkan bagi siswa kelas IX hal tersebut sudah terlupakan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis telah menarik perhatian banyak peneliti di berbagai belahan dunia. Sebagian peneliti menemukan kesulitan siswa memecahkan masalah diakibatkan oleh minimnya pengetahuan dasar matematis yang seharusnya dimiliki siswa, serta tidak terampilnya siswa memilih dan menerapkan pengetahuan (applying knowledge) yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas memecahkan masalah.

Sehubungan dengan rendahnya kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia, para peneliti menduga hal itu tidak lepas dari sistem pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah. Secara umum, ditemukan pola pembelajaran masih didominasi model atau pendekatan pembelajaran biasa. Pembelajaran di kelas didominasi oleh guru melalui metoda ceramah dan ekspositori. Guru jarang mengajak siswa untuk menganalisis secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti membuktikan suatu prinsip (Wahyudin, 1999). Shadiq (2007: 2) menyatakan penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar, namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Di Singapura juga, guru sering kembali ke pembelajaran biasa setelah mendapat pengetahuan tentang pembelajaran berbasis konstruktivisme (Kaur & Har, 2009). Sementara itu, Ratnaningsih (2007: 6) menduga bahwa kesulitan siswa menyerap dan memahami matematika adalah karena cara guru mengajar di kelas yang kurang bervariasi.


(31)

Pendekatan pembelajaran yang terus-menerus dilaksanakan seperti demikian tentu saja tidak sejalan dengan tuntutan yang menginginkan agar siswa membangun pengetahuan disertai pemahaman melalui pemecahan masalah. Hampir dapat dipastikan, siswa yang mendapat pembelajaran seperti itu akan kesulitan dan tak dapat bergerak maju sewaktu dihadapkan pada soal cerita atau masalah tak rutin terutama yang rumit, siswa cenderung nyaman dengan gaya belajar selama ini yaitu duduk manis mendengarkan penjelasan guru, untuk kemudian mengerjakan tugas-tugas matematis setelah guru selesai memaparkan materi pelajaran lengkap dengan sejumlah contoh soal dan penyelesaiaanya.

Cara belajar siswa dan pembelajaran yang diterapkan guru seperti ini tidak akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi seperti pemahaman dan pemecahan masalah karena menekankan pada hapalan, malah dapat menyebabkan siswa hanya mampu menyerap sedikit informasi (Bok dalam CLTS, 2006), menyebabkan (maha)siswa mudah mengalami kegamangan dalam kehidupan bermasyarakat dan tak mampu berkerja sama dan kolaboratif (Arends, 2008).

Menyikapi keharusan akan perlunya proses pembelajaran matematika yang mendorong dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk turut terlibat dalam membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan bernalar, memahami dan menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah (Depdiknas, 2006; KTSP 2006; Kilpatrick, et al., 2001; NCTM, 2000; Schoenfeld, 1994), beberapa peneliti telah mencobakan model, pendekatan, strategi, dan atau metoda yang diduga kuat dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut. Di tingkat SMP, Dahlan (2004) menggunakan pembelajaran dengan pendekatan open-ended. Kemudian, Suryadi (2005) menggunakan pembelajaran langsung, tidak langsung, dan gabungan langsung dengan tak langsung. Herman (2006) menggunakan 2 model pembelajaran berbasis masalah, yaitu terbuka dan terstruktur. Ratnaningsih (2007) menggunakan pembelajaran kontekstual, Nanang (2009) menggunakan pendekatan kontekstual dan metakognitif. Kadir (2010) menerapkan pembelajaran berbasis potensi pesisir pantai, Yonandi (2011) dan Napitupulu (2011) mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah. Di


(32)

Malaysia, Abdullah et. al. (2010) meneliti pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kinerja matematis dan aspek afektif siswa dalam pelajaran statistika di SMP. Semua model atau pendekatan pembelajaran yang digunakan para peneliti tersebut ternyata secara umum telah berhasil dalam mendorong siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning, disingkat PBL) yang telah digunakan para peneliti di atas merupakan salah satu pendekatan pembelajaran inovatif selain pendekatan Open-ended, RME, pendekatan kontekstual dan yang lainnya (Sumarmo & Nishitani, 2009), yang berdasarkan karakteristiknya mendorong siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan apa yang telah dimilikinya. Hal ini karena dalam PBL, pembelajaran selalu diawali dan dipicu oleh konflik kognitif dalam bentuk masalah yang disajikan guru, dan siswa mempelajarinya secara individual untuk beberapa saat dilanjutkan dengan mendiskusikannya secara berkelompok dan kolaboratif untuk kemudian memecahkannya. Guru berperan sebagai fasilitator membantu siswa memanggil dan mengaitkan pengetahuan serta pengalamannya pada masalah yang dihadapi. Melalui pertanyaan menggugah sebagai teknik scaffolding, guru juga memainkan perannya merangsang siswa menggunakan pemahaman dan beragam bentuk penalaran untuk melihat berbagai kemungkinan yang dapat digunakan siswa sebagai jalan menuju selesaian antara maupun selesaian akhir dari masalah tersebut.

Hasil penelitian Barrow & Tablyn (1980) di sekolah medis McMaster Ontario di Kanada menunjukkan keberhasilan PBL dalam transfer of knowledge

ability mahasiswa (Baden & Major, 2004). Hasil penelitian VanSledright (dalam

Arends, 2008) menunjukkan bahwa PBL telah berhasil meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah siswa sekolah dasar kelas 5 di Negara yang terletak di Atlantik; hasil penelitian Rowe (Arends, 2008) di berbagai tingkat kelas yang terletak di beberapa pedesaan dan beberapa perkotaan menunjukkan PBL dapat membuat siswa mau terlibat dalam pemikiran berorientasi penyelidikan dan menurunkan kegagalan siswa dalam merespon pertanyaan. Hasil penelitian Abdullah et.al. (2010) di Malaysia menunjukkan


(33)

bahwa pendekatan PBL telah mampu menggiring siswa SMP menerapkan strategi pemecahan masalah dari Polya secara lebih efektif, kemampuan komunikasi matematis lebih baik dan kerja team yang lebih solid dibanding pembelajaran biasa. Hasil reviu riset di Singapura oleh Foong (dalam Kaur & Har, 2009) menunjukkan bahwa pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah telah menumbuhkan kebiasaan siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah matematis.

Di dalam negeri, beberapa peneliti (Herman, 2005; Dewanto, 2007; Noer, 2010; Napitupulu, 2011) mencatat keberhasilan PBL menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis tingkat tinggi (HOTS) seperti kemampuan pemahaman, penalaran, dan pemecahan masalah matematis. Meskipun para peneliti tersebut tidak mengkaji secara rinci (detail) pada indikator pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang mana siswa unggul ketika diberi pendekatan PBL, dan capaian HOTS tersebut masih belum sepenuhnya berhasil, tetapi dugaan bahwa pendekatan PBL memberi pengaruh positif terhadap capaian HOTS mendapat dukungan teoritis yang cukup kuat.

Selanjutnya, mengingat aspek-aspek afektif seperti keterampilan sosial juga penting dikembangkan siswa maka perlu kiranya diselidiki apakah pendekatan PBL dapat mengembangkan aspek ini pada siswa SMP karena kenyataannya aspek ini belum dikembangkan dengan baik di banyak sekolah (Arends, 2008; Webe, 2010). Keterampilan sosial (social skills) meliputi kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar, membangun jaringan pertemanan, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat ataupun keluhan orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, mengatasi konflik dengan teman, dengan saudara dan keluarga serta bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Terdapat hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial siswa dengan berbagai kemampuan lainnya seperti prestasi akademik (Christensen, 2011), kurangnya keterampilan sosial siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan menampakkan


(34)

menurut Muijs dan Reynolds (dalam Kadir, 2010). Seperti jenis keterampilan lainnya, keterampilan sosial dapat dikembangkan baik melalui latihan maupun melalui suatu pembelajaran di sekolah (Cartledge & Milburn, 1986). Hasil penelitian Kadir (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual berbasis potensi pesisir dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa SMP secara umum. Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa beberapa indikator keterampilan sosial dapat dikembangkan melalui pendekatan PBL karena salah satu aspek PBL adalah kerja kolaboratif yang mendorong siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi multi arah (Arends, 2008).

Faktor kemampuan awal matematis siswa menunjang kemampuan pemecahan masalah matematis sebab menurut Marzano & Kendall (2007), yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah adalah siswa mampu menggunakan pengetahuan dan kemampuan matematis yang dimilikinya untuk menyelesaikan suatu masalah. Faktor kemampuan awal matematis (KAM), yaitu kemampuan matematis siswa sebelum penelitian dimulai, dan faktor level sekolah turut diperhatikan dalam penelitian ini agar diperoleh kajian yang komprehensif. KAM dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kategori KAM tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan ini berguna untuk membuat komposisi kelompok belajar seheterogen mungkin sesuai dengan yang disyaratkan PBL, dan dilihat juga pengaruh pendekatan PBL pada masing-masing kategori KAM tersebut.

Di sisi lain, faktor peringkat (level sekolah) berkaitan dengan kemampuan matematis siswa dan diperlukan untuk menentukan tingkat intervensi (scaffolding atau bantuan) dari guru (Suryadi, 2005). Level sekolah yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah level atas dan level tengah dengan harapan pembelajaran dapat berjalan lancar karena menurut hasil penelitian-penelitian terdahulu, pada kedua level tersebut PBL selalu memberikan pengaruh positif terhadap capaian kemampuan pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis (Napitupulu, 2010). Level sekolah ditetapkan berdasarkan rata-rata nilai Ujian Nasional yang diperoleh suatu sekolah.

Berdasarkan paparan di atas, tanpa mengesampingkan daya matematis lainnnya penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh PBL terhadap capaian


(35)

kemampuan pemahaman matematis, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa SMP karena dalam kedua kemampuan ini, terutama pada indikator-indikator tertentu capaian siswa Indonesia rendah padahal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis penting karena kemampuan pemahaman sangat menunjang pada tugas pemecahan masalah, sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah inti bermatematika.

Dalam penelitian ini aspek-aspek keterampilan sosial yang diselidiki diadaptasi dari Stephens (dalam Cartledge & Milburn, 1986) dan Kadir (2010), meliputi kemampuan berhubungan dengan orang lain (relationship), kemampuan mengatur diri (self-regulation) dan merespon kritik,kemampuan yang berkaitan dengan sisi akademis, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan pendapat. Hal-hal tersebut secara implisit mencakup kemampuan berkomunikasi (verbal maupun nonverbal) yang merupakan inti dari keterampilan sosial.

Aspek kualitatif lainnya dalam penelitian ini yang didokumentasikan dalam lembar observasi dan hasil wawancara turut dianalisis, terutama dalam hal jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman dan pemecahan masalah matematis, dinamika yang terjadi di dalam kelas selama pembelajaran berlangsung, serta proses belajar (learning process) melalui PBL yang memfasilitasi siswa dalam meraih kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan sosial.

Agar dapat memberi sumbangan pada penyelesaian permasalahan yang telah dipaparkan di atas telah dilaksanakan penelitian dengan tema sebagai berikut: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan

Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Rumusan utama penelitian ini yang disarikan dari latar belakang masalah di atas adalah apakah pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh signifikan terhadap capaian kemampuan pemahaman matematis, pemecahan


(36)

masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa? Rumusan masalah secara lebih terperinci:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM (tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas, tengah).

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM (tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas, tengah)?

3. Apakah keterampilan sosial siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM (tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas, tengah)?

4. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan KAM, antara faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa?

5. Kesalahan-kesalahan apa saja yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis.

6. Pada indikator KPM dan pada aspek KPS manakah kelemahan maupun keunggulan siswa pada saat mengerjakan tes pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis.

7. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa terlibat aktif ataupun menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama kelompoknya.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan khusus dalam penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pendekatan PBL terhadap


(37)

kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa. Tujuan lebih rinci sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh pendekatan PBL terhadap ketercapaian kemampuan pemahaman matematis siswa ditinjau dari keseluruhan siswa, pada masing-masing kategori KAM, dan pada masing-masing level sekolah.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pendekatan PBL terhadap ketercapaian kemampuan pemecahan masalah matematis ditinjau dari keseluruhan siswa, pada masing kategori KAM, dan pada masing-masing level sekolah.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh pendekatan PBL terhadap keterampilan sosial siswa ditinjau secara keseluruhan, pada masing kategori KAM, dan pada masing-masing level sekolah.

4. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh interaksi antara faktor pembelajaran dan KAM, antara faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.

5. Menganalisis kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal tes pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis.

6. Menginventarisir indikator-indikator KPM dan KPS, dan KS dimana siswa lemah (masih mengalami kesulitan) atau sudah unggul.

7. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan siswa tetap terlibat aktif ataupun menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama kelompoknya, serta mendeskripsikan proses belajar melalui PBL dan dinamika kelas untuk menyusun implikasi teoritis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, penerapan pendekatan PBL dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis, keberanian


(38)

mengemukakan pendapat, menerima saran dan kritik dari orang lain, serta mengembangkan keterampilan sosial secara keseluruhan.

2. Bagi guru, pengalamannya dalam menerapkan PBL dapat menjadikan PBL sebagai pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswanya dalam pemahaman dan pemecahan masalah matematis serta keterampilan sosial.

3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dan dapat menjadi cermin untuk membimbing skripsi ataupun tesis mahasiswa di tempat peneliti bertugas, serta dapat dijadikan panduan dalam penelitian-penelitian berikutnya.

4. Bagi pemangku kebijakan pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan kajian yang penting untuk dianalisis dan dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan secara luas di seluruh sekolah menengah pertama di Indonesia yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik SMP Negeri di Kota Bandung.

5. Bagi kepentingan perkembangan ilmu, hasil penelitian ini merupakan suatu sumbangan yang dapat memperkaya khazanah pengetahuan mengenai pengaruh pendekatan PBL terhadap kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi: 1. Kemampuan pemahaman matematis (KPM):

KPM adalah kemampuan siswa dalam membangun makna (construct meaning) dari pesan pembelajaran yang meliputi komunikasi lisan, tulisan, dan grafik dalam bentuk apapun sewaktu disajikan di kelas, LKS, buku, atau di internet. Siswa memahami jika mereka mampu membangun hubungan antara pengetahuan yang hendak diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya (awalnya). Indikator kemampuan pemahaman meliputi menafsirkan, memberi contoh, mengklasifikasikan, meringkas (mengabstraksi), menyimpulkan


(39)

(ekstrapolasi, interpolasi, menentukan relasi maupun pola/pattern), membandingkan, dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan matematika. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS):

KPS adalah kemampuan siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam situasi atau masalah yang baru dan tak dikenal (new and unfamiliar

problems). Aspek-aspek pemecahan masalah matematis meliputi:

a. Membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari. Indikator untuk aspek pertama KPS ini meliputi kemampuan menyajikan (merepresentasikan) masalah ke dalam bentuk persamaan matematis atau bentuk lainnya.

b. Memilih dan menerapkan strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.

Indikator untuk aspek ke-2 KPS meliputi kemampuan siswa memilih strategi pemecahan masalah persamaan linear satu variabel dan masalah sistem persamaan linear dua variabel.

c. Menjelaskan atau menafsirkan solusi sesuai dengan masalah awal, dan memeriksa kebenaran solusi.

Indikator untuk aspek ke-3 KPS meliputi kemampuan siswa menafsirkan solusi masalah gradien garis dan masalah persamaan garis sesuai masalah awal, dan kemampuan siswa menuliskan langkah-langkah kerja dalam penyelesaian masalah.

3. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning, disingkat PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan masalah kehidupan sehari-hari (real-life problem) untuk diselesaikan siswa melalui tahapan kegiatan menentukan (mendefinisikan) masalah dengan bahasa sendiri, menunjukkan fakta yang diketahui, membuat pertanyaan dan dugaan, menginvestigasi informasi yang diperlukan, menggunakan strategi untuk menyusun solusi, membuat alternatif solusi dan merefleksi.

4. Keterampilan sosial (KS) adalah kemampuan berkomunikasi (verbal maupun nonverbal), berelasi dan berinteraksi dengan orang lain. Aspek-aspek keterampilan sosial meliputi kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain


(40)

(relationship), kemampuan manajemen diri (self-regulation), kemampuan akademik, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan pendapat. Indikator untuk mengukur kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, antara lain meliputi kemampuan berempati (peka pada keadaan atau perasaan orang lain), kemampuan memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan, kemampuan menerima kritik dengan baik. Indikator untuk mengukur kemampuan manajemen diri antara lain meliputi kemampuan untuk tetap tenang ketika menghadapi masalah rumit, kemampuan mengendalikan emosi ketika tersinggung, kemampuan bernegosiasi ketika terjadi perselisihan. Indikator untuk mengukur kemampuan yang berkaitan dengan sisi akademik meliputi kemampuan melaksanakan tugas hingga tuntas, kemampuan mengajukan pertanyaan pada guru jika ada yang tidak dimengerti. Indikator untuk mengukur kemampuan mematuhi aturan meliputi kemampuan menyelesaikan tugas sesuai aturan guru, dan kemampuan menyelesaikan setiap tugas yang diberikan. Indikator untuk mengukur kemampuan menyatakan pendapat antara lain meliputi kebiasaan menyapa teman yang dijumpai, dan kemampuan memberi pujian pada teman yang berprestasi.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Prosedur Penelitian

Kelompok sampel yang terlibat dalam penelitian ini merupakan kelas yang telah ada di sekolah dengan kelompok kontrol dan hanya ada postes di akhir pembelajaran sehingga jenis penelitian yang digunakan termasuk quasi eksperimen kelompok statis (Ruseffendi, 2005). Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan pembelajaran, kemampuan awal matematika (KAM) siswa, dan level sekolah. Faktor KAM dibedakan ke dalam tiga kategori: tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran berbasis masalah (X) dan pembelajaran biasa. Setelah pembelajaran selesai, kelas yang mendapat pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem-based

Learning, disingkat PBL) disebut kelas eksperimen dan kelas yang mendapat

pembelajaran biasa disebut kelas kontrol, diberi tes akhir (O) yaitu tes kemampuan pemahaman dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemudian, seluruh siswa dalam penelitian ini diminta mengisi angket keterampilan sosial. Dengan demikian disain eksperimen untuk penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

X O --- O Dengan X: Pendekatan PBL

O: Tes akhir.

Data KAM digunakan sebagai dasar untuk memeriksa kesetaraan kelas PBL dan kelas biasa (konvensional), serta mengelompokan siswa ke dalam kategori KAM tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini berguna untuk membentuk komposisi kelompok kerja siswa benar-benar heterogen.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman


(42)

matematis (KPM), kemampuan pemecahan masalah matematis (KPS) dan keterampilan sosial (KS).

Selain itu, dalam penelitian ini KAM (tinggi, sedang dan rendah) serta level sekolah (atas, tengah) ditetapkan sebagai variabel kendali. Keterkaitan antara variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kendali disajikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

Pembelajaran KAM KPM

(H)

KPS (S)

KS

PBL (L) T HTL STL KSTL

S HSL SSL KSSL

R HRL SRL KSRL

Biasa (B) T HTB STB KSTB

S HSB SSB KSSB

R HRB SRB KSRB

Keterangan:

HTL: Kemampuan pemahaman matematis (H) siswa dengan KAM tinggi (T) yang mendapat pendekatan PBL.

KSRB: Keterampilan sosial (KS) siswa yang memiliki kemampuan awal matematis (KAM) rendah (R) yang mendapat pembelajaran biasa (B).

Tabel 3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

Pembelajaran Level Sekolah KPM (H)

KPS (S)

KS

PBL (L) Atas (A) HAL SAL KSAL

Tengah (Te) HTeL STeL KSTeL

Biasa (B) Atas (A) HAB SAB KSAB


(43)

Keterangan:

HAL: Kemampuan pemecahan masalah (S) siswa yang berasal dari sekolah level atas (A) yang mendapat pendekatan PBL.

KSTeB: Keterampilan sosial siswa yang berasal dari sekolah level tengah (Te) yang mendapat pembelajaran biasa (B).

B. Subyek Penelitian

Populasi penelitian ialah seluruh siswa SMP Negeri di Kota Bandung. Pemilihan siswa SMP sebagai subyek populasi didasarkan pada pertimbangan bahwa kemampuan pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis harus sudah mulai diasah dan mendapat perhatian lebih serius di jenjang ini. Lagipula, konsep dan prinsip matematika di jenjang ini sudah mulai disajikan secara formal dan simbolis sehingga wajar saja jika sebagian siswa perlahan mulai menjauhi dan bahkan memandang matematika sebagai sesuatu yang ditakuti. Padahal, pemahaman matematis yang kuat di jenjang ini sangat berperan untuk menunjang keberlanjutan siswa mempelajari matematika di jenjang yang lebih tinggi.

Sampel penelitian dipilih kelas VIII (kelas 2) SMP dengan pertimbangan hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan siswa kelas ini masih lemah dalam pemecahan masalah, diperkuat oleh hasil ujicoba pada jenjang ini yang dilakukan peneliti sendiri menunjukkan kemampuan pemecahan masalah aljabar dan bangun datar masih lemah, serta laporan TIMSS. Pertimbangan lainnya adalah karena siswa kelas VIII telah memiliki kemampuan dasar yang homogen (Suryadi, 2005).

SMP Negeri di Kota Bandung dikelompokkan Diknas Bandung ke dalam tiga kluster yaitu kluster 1, kluster 2, dan kluster 3. Salah satu pertimbangan pengelompokan tersebut adalah nilai UN untuk empat mata pelajaran (Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA). Akan tetapi, data nilai UN yang diperoleh peneliti dari Diknas menunjukkan peringkat suatu SMP Negeri berubah-ubah dalam periode 2009 hingga 2011. Karena peringkat sekolah tidak konsisten maka untuk keperluan pengambilan sampel peneliti membuat


(44)

sendiri pengelompokan sekolah didasarkan pada rata-rata nilai UN dari tahun 2009 hingga 2011. Sebelum melakukan pengelompokan, rata-rata nilai UN tersebut diuji terlebih dahulu normalitasnya. Tabel 3.3 menunjukkan bahwa data nilai UN tahun 2009, 2010 dan 2011 masing-masing berdistribusi normal.

Tabel 3.3 Hasil Uji Normalitas Data Nilai UN SMPN Se-Kota Bandung

Tahun N KS-Z Sig. Hipotesis 2009 52 0,75 0,631 Diterima 2010 52 0,44 0,991 Diterima 2011 52 0,42 0,995 Diterima

Konsistensi peringkat sekolah diuji melalui uji peringkat Wilcoxon (Tabel 3.4). Hasil uji Wilcoxon pada Tabel 3.4 menunjukkan nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa peringkat SMPN di Kota Bandung antara tahun 2009 dengan tahun 2010, antara tahun 2009 dengan tahun 2011, maupun antara tahun 2010 dengan tahun 2011 tidak konsisten.

Tabel 3.4 Hasil Uji tanda peringkat Wilcoxon Nilai UN

Tahun 2009--2010 2009-2011 2010-2011

Z -5,419 -4,859 -5,523

Sig. 0,000 0,000 0,000

Kemudian peneliti mengelompokan 52 SMPN di Kota Bandung ke dalam

tiga level yaitu sekolah level atas, level tengah, dan level bawah (Tabel 3.5).

Tabel 3.5 Kriteria Penentuan Kategori Sekolah Kriteria Kategori Sekolah Keterangan

G > + 0,7 s Level Atas

: Rata-rata Nilai UN

52 SMPN di Kota Bandung s : Simpangan baku G: Nilai UN Sekolah

- 0,7 s ≤ G ≤ + 0,7 s Level Tengah

G < – 0,7 s Level Bawah Catatan: = 32,85; s = 1,895


(45)

Hasil pengelompokan sekolah berdasarkan kriteria pada Tabel 3.5 disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kategori SMP Negeri Se-Kota Bandung

No Kategori SMP Negeri N

1 Atas 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 17, 34 13 2 Tengah 6, 10, 11, 15, 16, 18, 21, 22, 24, 25, 27, 28,

30, 31, 33, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 45, 48, 50, 51, 52 26 3 Bawah 19, 20, 23, 26, 29, 32, 38, 39, 40, 44, 46, 47,49 13

Dari proses pengambilan dua sekolah secara acak di Kota Bandung untuk penelitian ini diperoleh SMP Negeri 12 dari sekolah level atas dan SMP Negeri 15 dari sekolah level tengah. Dari SMPN 12 terpilih dua kelas, yaitu kelas VIII-f (sebagai kelas eksperimen) dan kelas VIII-c (sebagai kelas kontrol), dari SMPN 15 terpilih kelas VIII-a (sebagai kelas eksperimen) dan kelas VIII-e (sebagai kelas kontrol). Kelas-kelas yang terpilih merupakan kelas yang sudah ada dan dibentuk oleh pihak sekolah.

C. Waktu dan Tahap Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, pertama tahap persiapan komponen pembelajaran, tahap ke-2 implementasi pembelajaran, dan ke-3 adalah tahap pengolahan data dan penulisan hasil penelitian.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan penyiapan komponen-komponen pembelajaran yang diperlukan, antara lain:

a. Meminta data nilai UN siswa sekolah menengah pertama (SMP) tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 ke Dinas Pendidikan dan Pengajaran kota Bandung. Mengelompokan 52 SMPN di Kota Bandung ke dalam tiga level. Mengambil secara acak satu sekolah dari kelompok sekolah level atas dan satu sekolah dari


(46)

kelompok sekolah level tengah untuk kemudian mengambil dua kelas secara acak dari tiap sekolah yang terpilih.

b. Merancang bahan ajar untuk kelas PBL dan pembelajaran biasa serta menyusun instrumen kengetahuan awal matematis (KAM) siswa yang diambil dari soal-soal UAN Tahun 2008 hingga 2011 sebanyak 20 butir soal.

c. Dengan mencermati standar kompetensi yang dibuat KTSP, peneliti menurunkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. Berdasarkan kompetensi dasar dan indikatornya inilah kemudian peneliti mengembangkan masalah dan tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran menurut PBL. Rancangan pembelajaran ini kemudian didiskusikan dengan tim pembimbing sehingga dapat diimplementasikan dengan sebaik mungkin pada saat uji-coba. Uji-coba pembelajaran dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 3 Bandung pada tanggal 24-29 September 2011.

d. Bersamaan dengan pengembangan bahan ajar, juga dikembangkan instrumen lain seperti materi tes kemampuan pemahaman, tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dan angket keterampilan sosial. Validasi terhadap instrumen tes dan angket dilakukan oleh empat orang yaitu Didi Suhaedi, Elvis Napitupulu, Lucy Karyati Basar, Yani Ramdani, dan Reviandari. Kelima orang tersebut adalah kandidat doktor Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Ujicoba instrumen tes dan angket dilakukan di SMP Negeri 3 Bandung pada tanggal 24 hingga 29 September 2011.

e. Oleh karena guru reguler di sekolah sasaran nantinya mungkin belum biasa menggunakan PBL, maka untuk itu peneliti dan guru yang bersangkutan mendiskusikan pelaksanaan pembelajaran menurut PBL selama empat hari pada saat jam istirahat mengajar, dimulai dari tanggal 1 Oktober 2011. Hal ini dilakukan untuk menjamin guru yang bertindak sebagai fasilitator kompeten melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PBL. Setelah itu diskusi dianggap cukup karena guru telah memahami dan menguasai prosedur inti PBL dan memahami landasan teoritis PBL. Guru cepat memahami pendekatan pembelajaran berbasis masalah karena sebelumnya telah menjalankan


(1)

ke dalam bentuk representasi lainnya. Jika sebagian besar siswa diam saja, guru sebaiknya memancing siswa untuk mengingat kembali pelajaran tentang fungsi. Tetapi jika sebagian besar siswa dapat bekerja dalam upaya memahami masalah, guru tidak perlu memberikan intervensi.

Jika siswa bertanya apa yang harus mereka lakukan, mintalah agar mereka berusaha mengubah masalah di atas ke dalam bentuk lain (melakukan translasi atau parafrase) atau ke bentuk apapun yang mereka pahami. Setelah siswa berhasil membuat hal tersebut, mintalah mereka berdiskusi dan bekerja secara berkelompok. Guru terus memantau kelompok-kelompok belajar, dan memberikan bantuan tak langsung (scaffolding) sebagai stimulus lanjutan hanya jika diminta siswa. Jika kerja siswa belum menunjukkan kemajuan, ingatkan siswa untuk mencari bahan dari sumber belajar yang ada (melakukan investigasi) yang dapat membantu siswa mengatasi kendala dalam upaya mereka menyelesaikan masalah. Pada kegiatan kerja kelompok, siswa diharapkan dapat mengubah sketsa, gambar atau parafrase masalah ke dalam bentuk persamaan secara informal untuk selanjutnya membuat representasi aljabar. Dari bentuk aljabar tersebut siswa dapat menentukan berapa ongkos taksi yang harus dibayarkan Nina untuk sampai di Pasar Baru.

Langkah selanjutnya, guru meminta seorang siswa menuliskan setiap langkah kerja kelompok dalam menyelesaikan masalah pada white-board karton yang telah disediakan (tiap kelompok mendapat satu white-board karton). Setelah kerja kelompok berjalan sekitar 30 menit, guru dapat menanyakan apakah ada kelompok yang sudah mendapatkan solusi untuk masalah di atas. Jika ada, persilahkan mereka menampilkannya di depan kelas. Sepanjang kerja kelompok berjalan hingga saat presentasi, disamping memberikan scaffolding guru juga harus senantiasa memberikan suntikan motivasi, dan mendorong siswa untuk mengembangkan komunikasi yang baik, bersikap lapang dada ketika mendapat kritik, sopan, toleran yang termasuk dalam aspek keterampilan sosial. Pada tingkat tertentu siswa telah memiliki hal ini, peran guru adalah memberi penekanan pada aspek yang baik dan mendorong siswa untuk mempertahankannya.


(2)

9

Ani Minarni, 2013

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari proses belajar melalui pendekatan PBL seperti yang diuraikan di atas, pendekatan PBL membawa implikasi pada padatnya aktivitas siswa, serta mengeluarkan siswa dan guru dari zona nyaman. Hal tersebut dapat menyebabkan siswa maupun guru merasa lebih terbebani dan tertekan (underpresure) untuk kemudian menyerah dan kembali ke pembelajaran biasa. Untuk mengatasi hal tersebut guru sendiri harus terus menerus menyadari dan menyadarkan siswa bahwa dengan kemauan, kesungguhan dan ketekunan menyelesaikan masalah demi masalah matematis siswa dapat meraih kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis yang termasuk dalam kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (HOTs), juga dapat mengembangkan keterampilan sosial (KS), bahwa HOTs dan KS jelas-jelas sangat diperlukan siswa dalam mengahadapi masalah-masalah dunia nyata kelak atau sebagai bekal untuk melanjutkan studi lebih lanjut. Kesadaran tersebut diharapkan dapat juga menjaga keterlibatan siswa dalam kerja kelompoknya ketika semangat mereka sedang menurun.

Diterapkannya pendekatan PBL mengakibatkan tugas guru menjadi bertambah berat karena guru diharuskan merancang skenario masalah yang baik yang sesuai dengan karakteristik masalah dalam PBL. Skenario masalah perlu dirancang sedemikian sehingga dapat mengembangkan aspek-aspek keterampilan sosial siswa serta memaksa siswa untuk tekun berpikir dan berupaya memecahkannya. Dengan kata lain, aspek-aspek keterampilan sosial harus dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran melalui masalah yang diajukan.

Guru harus bekerja ekstra dalam memberikan nilai terhadap kinerja siswa dalam pemecahan masalah, karena penilaian dalam PBL dilakukan sepanjang pembelajaran berlangsung dan secara menyeluruh (holistik), tidak hanya berdasarkan pencil and paper test saja. Guru juga harus lebih banyak belajar bagaimana menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak langsung mengarahkan pada jawaban soal tetapi dapat membuka pikiran siswa terhadap bagaimana menangani soal.

Selanjutnya, oleh karena pengaruh pendekatan PBL pada siswa yang berasal dari kategori KAM rendah ternyata tidak lebih baik dari pengaruh pembelajaran


(3)

biasa dalam upaya menggiring siswa mencapai kemampuan KPM, maka guru sebaiknya memberikan scaffolding yang lebih banyak pada siswa dari kategori KAM ini dan hendaknya mengupayakan agar masalah yang diajukan pada setiap pembelajaran hendakn bersifat rich and appropriate (kaya konsep dan sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa). Misalnya masalah hendaknya dibuat dengan tingkat kesulitan bertahap dimulai dari masalah yang tingkat kesulitannya rendah ke yang tingkat kesulitannya tinggi, dapat dikerjakan dengan banyak cara atau banyak solusi, dimulai dari masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang menarik ke masalah yang tidak lagi dikaitkan dengan kehidupan nyata. C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pendekatan PBL terhadap kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa SMP dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan pendekatan PBL memberikan pengaruh lebih baik terhadap capaian KPM, KPS, dan KS siswa. Dengan demikian, pendekatan PBL sebaiknya digunakan guru ketika pembelajaran ditujukan dalam rangka siswa meraih kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial.

2. Dalam menggunakan pendekatan PBL, sebaiknya guru benar-benar memahami karakteristik pendekatan pembelajaran tersebut seperti membuat masalah yang baik atau rich and appropriate problems, memandu jalannya diskusi, memberi bantuan hanya jika diperlukan, memastikan tersedianya buku dan sumber belajar lainnya sebagai pendukung, memperhatikan faktor waktu yang tersedia sehingga proses pembelajaran berjalan lancar dan diperoleh hasil yang baik, dan melakukan evaluasi terhadap kerja siswa secara holistik.

3. Selama proses pembelajaran berlangsung dengan pendekatan PBL, guru hendaknya benar-benar mengamati kegiatan kelompok dengan cermat, bersegera memberi respon (masukan maupun umpan balik) terhadap pertanyaan siswa, mentolerir kegaduhan karena diskusi, menyemangati siswa


(4)

11

Ani Minarni, 2013

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk sabar, ulet, jujur, memiliki tenggang rasa, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, bertanggungjawab terhadap tugas pemecahan masalah yang diberikan, serta memotivasi siswa untuk berani mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas sehingga siswa mampu membangun pengetahuan baru secara bermakna dan membawa siswa ke zona perkembangan potensialnya, serta membuka jalan bagi siswa meraih perkembangan lanjutan (advanced development).

4. Guru hendaknya benar-benar menyadari bahwa penggunaan pendekatan PBL tidak hanya ditujukan untuk menggiring siswa mencapai kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis dengan baik tetapi juga untuk mengembangkan kesadaran pentingnya berinteraksi, berkomunikasi dengan sesama secara baik. Karena itu, selama proses pembelajaran berlangsung, guru perlu memberi penguatan akan pentingnya aspek-aspek keterampilan sosial sehingga dapat semakin berkembang.

5. Peneliti lain selanjutnya perlu mengkaji apakah pendekatan PBL memberi pengaruh signifikan terhadap capaian kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi lainnya dan terhadap aspek afektif lainnya.


(5)

Daftar Pustaka

Abdullah, N.,I., Tarmizi, R.,A., & Abu, R. (2010). The Effects of Problems Based Learning

on Mathematics Performance and Affective Atributes in Learning Statistics at Form Four Secondary Level [Online]. Tersedia: www.sciencedirect.com. [2010].

Anderson, L.W., Krathwoll, D. R., Airasian, P.,W., Cruickshank, K.A., Mayer, R. E., Pintrich, P., R., Raht, J., & Wittrock, M., C. (2001). A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach, 6th Edition. Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Baden, S., M., & Major, C., H. (2004). Foundation of Problem-Based Learning. Buckinghum: SRHE and OU Press.

Cartledge, G., & Milburn, J.F. (1986). Teaching Social Skills to Children. New York: Pergamon Press.

Christensen, T.E. (2011). What are Social Skills?. WiseGREEK. Last Modified Date: November, 28 2011.

Depdiknas. (2006). Permendiknas No.22 tahun 2006. Jakarta : Depdiknas.

Dewanto, S. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis

Mahasiswa Melalui Belajar Berbasis Masalah. Disertasi pada PPS UPI: Tidak

diterbitkan.

Glass, G., V., & Hopkins, K., D. (1996). Statistical Methods in Education and Psychology, 3rd ed. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.

Henningsen, M., & Stein, M.K. (1997). Mathematical Tasks and Student Cognition: Classroom-based factors that support and inhibit high level mathematical thinking and reasoning. Journal for Research in Mathematics Education, 28, 534-549.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Ke-mampuan

Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi

pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kadir. (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir Sebagai

Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematika, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi pada PPS UPI: Tidak

diterbitkan.

Kaur, B., & Har, Y.,B. (2009). Mathematical Problem Solving in Singapore Schools. Dalam Kaur, B., Har, Y.B., & Kapur, M. (Eds), Mathematical Problem Solving Yearbook. Singapore: World Scientific.


(6)

Ani Minarni, 2013

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Minarni, A. (2011). Jenis-jenis Kesalahan Yang Dilakukan Siswa SMP Negeri 3 Bandung

dalam Memecahkan Masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).

Makalah: Belum Diterbitkan.

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston: VA.

Napitupulu, E., E. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah atas Kemampuan

Penalaran Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Sikap terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPS UPI: Tidak

diterbitkan.

Noer, S., H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R)

Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada PPS

UPI: Tidak diterbitkan.

Ronis, D., L. (2008). Problem-based Learning for Mathematics & Science; Integrating

Inquiry and the Internet. California: Corwin Press.

Ruseffendi, H. E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung: Penerbit “Tarsito”.

Slavin, R., E. (2008). Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Tan, O., S. (2008). Problem-based Learning Innovation. Singapore: Thomson Learning. Wilson, et.al. (2011). TIMSS 2011 International Results In Mathematics. Boston: TIMSS &