Pola Inti Plasma Bentuk Kemitraan di Indonesia

diperhitungkan sebagai korbanan yang telah dikeluarkan dalam posisinya masing masing, apakah sebagai produsenpengolah maupun sebagai perantara. Hal yang pasti dari contract farming adalah dengan kesepakatan di awal maka setiap pihak bisa terhindar dari risiko kerugian. Ini menjadi ciri penting contract farming yang membedakannya dari mekanisme pembentukan harga melalui mekanisme penawaran dan permintaan on the spot. Dengan adanya kesepakatan penjualan sebelum produksi dipastikan bahwa harga yang disepakati akan memberikan tingkat keuntungan yang telah diperhitungkan. Mengikuti kaidah ekonomi kelembagaan yang diusung oleh Williamson, North, dan Coase dalam Yustika 2010 mengeksplorasi gagasan kelembagaan non pasar hak kepemilikan, kontrak sebagai jalan untuk mengompensasi kegagalan pasar. Dalam mekanisme kontrak ekonomi kelembagaan keputusan kontraktual berimplikasi pada biaya kelembagaan, yang disebut biaya transaksi sebagaimana dirumuskan sebelum ini. Secara singkat biaya transaksi merupakan semua korbanan yang perlu ditanggung oleh para pihak yang berkontrak yang diperlukan untuk menjamin bahwa kesepakatan berjalan. Berdasarkan pandangan North dalam Sirajuddin 2010 menyatakan bahwa kelembagaan yang dapat menurunkan biaya transaksi adalah kunci keberhasilan indikator ekonomi. Pada kontrak yang terjadi pada industri garam di daerah Kabupaten Sumenep, biaya transaksi yang mungkin adalah biaya pencarian, biaya negosiasi dan biaya pelaksanaan. Biaya transaksi besarnya sangat bervariasi, ditentukan oleh tingkat kepercayaan antar pihak yang bertransaksi. Dalam satu ekstrem biaya bisa sedemikian tinggi sehingga menjadi disinsentif bagi para pihak untuk berkontrak. Pada ekstrim yang lain, biaya ini bisa menjadi 0 nol karena adanya trust yang sempurna antar pihak yang berkontrak. Hadirnya trust secara teoretik bisa meniadakan biaya transaksi. Mengingat posisinya yang penting, maka pemahaman dan akurasi dalam menghitung biaya transaksi bisa memprediksi tingkat keberhasilan contract farming, maka analisis biaya transaksi menjadi penting dan diperlukan dalam membangun atau menginisiasi contract farming Sama halnya dengan prinsip ekonomi sebelum ekonomi kelembagaan kriteria kelayakan dalam hal ini kelayakan kelembagaan contract farming ditentukan oleh rasio manfaat dan biaya. Dengan demikian perhitungan BC rasio diperlukan sebagai kriteria kelayakan pola contract farming yang diusulkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan perhitungan BC. Karena fokus kajian ini adalah petani garam, untuk melihat tingkat biaya dan manfaat yang melibatkan petani garam digunakan analisis usahatani. Karena analisis ini juga akan memberi informasi mengenai nilai BC. Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional 4 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumenep, Madura Provinsi Jawa Timur dengan 4 Kecamatan, yaitu Gapura, Dungkek, Kalianget dan Pragaan. Pemilihan lokasi didasarkan pada fakta bahwa Kabupaten Sumenep merupakan daerah awal dimulainya industri garam di Indonesia dan juga merupakan daerah sentra produksi garam terbesar di Indonesia. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner secara langsung kepada sumber atau objek yang sedang diteliti. Informasifakta yang dikategorikan sebagai data primer adalah harga jual garam, jumlah pendapatan usahatani, biaya produksi, persepsi para pelaku usaha garam mengenai kerjasama yang ada, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha garam rakyat. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh antara lain melalui studi pustaka, data publikasi Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan dan sumber-sumber lainnya yang relevan. Informasifakta yang dikategorikan sebagai data sekunder adalah jumlah produksi Potensi Usaha Garam di Kabupaten Sumenep Persaingan dengan Produk Impor dan Informasi yang Asimetris Para Pelaku Industri Garam Pola Kemitraan Usaha Garam Rakyat Indikasi Adanya Kegagalan Pasar Pola Interaksi Kerjasama Antar Pelaku Rekomendasi Pola Kemitraan Usaha Garam Rakyat Yang dapat meningkatkan Posisi Tawar dan Kesejahteraan Petani Garam