DOA SEBAGAI PERTAHANAN PERERTAMA DAN UTAMA ORANG BERIMAN

B I N A

A K I D A H

DO
A SEBAGAI P
ER
TAHANAN P
ER
TA MA
DOA
PER
ERT
PER
ERT
DAN UT
A MA O
RANG BERIM
AN
UTA
OR

BERIMAN
MOHAMMAD DAMAMI

fsp

pd

w.

htt
p:/
/w
w

De
mo
(

40


10 - 25 RABIULAKHIR 1432 H

seharusnya bagi orang beriman dalam
suasana seperti itu?
Al-Qur’an menyatakan, orang
beriman itu “berteman dekat” dengan Allah
SwT. Karena memang, Allah SwT itu
sangat dekat dengan manusia (Al-Baqarah
[2]: 186; Qaf [50]: 16; Al-Waqi’ah [56]: 85).
Orang beriman sangat yakin bahwa Allah
SwT senantiasa “siap memberi kalau ada
permohonan” (aplikasi sifat Rahman-Nya)
dan senantiasa “telah memberi walaupun
tidak ada permohonan” (aplikasi sifat
Rahim-Nya). Orang beriman makin
bertambah-tambah rasa yakinnya untuk
benar-benar berteman dekat dengan Allah
SwT, sebab Allah SwT menyatakan sendiri
bahwa Dia siap memberi kalau ada
permohonan atau doa, tentu saja doa yang

bersungguh-sungguh yang dibarengi
dengan ketaatan kepada-Nya secara
sungguh-sungguh dan memperdalam
keimanannya terhadap-Nya secara
bersungguh-sungguh pula (Al-Baqarah
[2]: 186).
Hingar bingar kehidupan zaman
komunikasi saat ini gampang sekali
menyebabkan seseorang merasa
“tersingkir” (tereliminasi), “kehilangan
teman”, “kesepian”, “terasing”, “dingin”,
“tidak berdaya”, “tidak bermasa depan”,
“bingung”, “frustrasi”, “buntu”, dan
“pesimis”. Dengan berteman dekat dengan
Allah SwT, seseorang dapat berdialog lewat
membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya
bertaburan dengan nasihat, petunjuk,
pengarahan, dan kabar gembira, yang
dengan demikian itu orang beriman akan
merasa “diorangkan”, “punya teman”, “di

tengah keramaian”, “seperti di rumah
sendiri”, “hangat”, “penuh kemampuan”,
“bermasa depan cerah”, “mantap”,
“tenang”, “mampu memecahkan masalah”, dan “optimis”. Begitulah, kira-kira
gambarannya. Apakah penghayatan
keimanan kita telah kita pertahankan lewat
doa yang manfaatnya seperti itu?
Wallaahu a’lam bishshawaab.l

litm
erg
er.
co
m)

menjadi makin menebal. Orang
berkecenderungan untuk bersikap cuek
(apriori) kepada nasib orang lain dan kalau
perlu berusaha menghalangi orang lain
agar tidak menjadi besar serta menjadi rival.

Karena itu, diduga, zaman seperti ini akan
mudah menyebabkan manusianya
menjadi sakit kejiwaannya, yang satu pihak
menjadi manusia penindas dengan segala
macam atribut dan sifat buruknya, di pihak
yang lain menyebabkan munculnya
manusia yang merasa tertindas dengan
segala akibat dan sifat negatifnya pula.
Kecenderungan untuk tiru-meniru bukan
lagi sekedar untuk mencukupi kebutuhan
hidup secara wajar, melainkan justru
berusaha saling mengintai untuk
menjatuhkan lawan atau saingannya dan
memenangkan persaingan untuk dirinya
sendiri. Muncullah symbol-simbol
kemewahan hidup dan budaya mercusuar
sebagai tanda kesuksesan dalam
persaingan.
Zaman komunikasi yang ditopang oleh
zaman teknologi merupakan “zaman

instrumen” yang dapat dimanfaatkan oleh
zaman pertanian dan zaman perdagangan.
Tetapi dalam praktiknya ternyata zaman
perdagangan
yang
lebih
memanfaatkannya. Oleh karena itu wajar
kalau persaingan makin mengeras dan
makin masif di satu sisi, di sisi lain daya
tindas yang dibarengi meluasnya simbolsimbol kemewahan dan budaya mercusuar juga tampak nyata serta masif pula.
Dalam zaman perdagangan yang ditopang
zaman komunikasi seperti saat ini, tampak
dengan jelas makin tidak sehatnya kejiwaan
rnanusianya. Bagi pihak yang kaya-kuatuntung besar-menang, hampir-hampir
makin tak terkendali ketidaksehatan
jiwanya. Seperti, mengunci, mengintervensi, memblokade, memboikot, membatasi, dan sebagainya terhadap pihak yang
dianggap musuh atau rivalnya. Sebaliknya,
pihak yang miskin-lemah-rugi-kalah,
makin terluka dan frustrasi. Bagaimana


Vi
sit

D

ewasa ini, bahkan kapan saja dan
di mana saja, sering dijumpai
manusia yang mengalami depresi
kejiwaan. Sebab-sebab luar yang menekannya bermacam-macam, searah dengan problem-problem hidup yang dihadapi
oleh setiap person orang. Sebenarnya,
kejiwaan manusia itu cenderung sehat dan
kuat. Apalagi agama, terutama agama
Islam, telah memberikan bekal-bekal
mental untuk mempertahankan kesehatan
dan kekuatan kejiwaan manusia itu.
Kalau dilacak ke belakang, zaman
yang pernah dijalani umat manusia meliputi
zaman pertanian, zaman perdagangan,
dan yang terakhir zaman komunikasi.
Demikian secara umum pendapat Alvin

Toffler. Zaman pertanian dibarengi dengan
zaman nelayan dan peternakan. Zaman
pertanian ini ditandai dengan kehidupan
yang diwarnai serba guyub, rukun, berkumpul, dan bekerjasama. Dalam zaman
seperti ini diduga kecenderungan
mementingkan diri sendiri yang berujung
pada kecenderungan sifat menindas relatif
sangat tipis. Justru, kecenderungan saling
memperhatikan kepentingan bersama dan
saling melindungi adalah yang sangat tebal.
Diduga pula, pada zaman seperti ini
kesehatan kejiwaan manusianya relatif
baik. Kebutuhan tiru-meniru untuk memperbaiki kehidupan masih setimbang dengan kebutuhan hidup sederhana menurut
zaman itu.
Zaman perdagangan dimulai dari model
barter (tukar barang), berlanjut pada
perniagaan (jual-beli beralat tukar uang),
dan berujung pada kegiatan industri
(produksi barang dan jasa). Zaman
perdagangan ini ditandai dengan kehidupan

yang diwarnai serba pamrih, kerja-upah,
untung-rugi, kaya-miskin, kuat-lemah,
menang-kalah, dan penuh dengan
persaingan. Dalam zaman seperti ini
diduga kecenderungan mementingkan diri
sendiri (individualisme) yang berujung
pada kecenderungan sifat menindas