KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR
13 Tujuan tahap penelitian ini adalah untuk memperoleh data dasar
karakteristik CPO yang mencakup data mutu dan data sifat fisik terkait proses transportasi moda pipa; beserta data korelasi dan persamaan matematika untuk
memprediksi parameter sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutunya.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga bulan November 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; serta Laboratorium South East Asian Food and Agricultural
Science and Technology SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah lima sampel CPO yang diperoleh dari beberapa perusahaan kelapa sawit yang dimiliki perusahaan Badan Usaha Milik
Negara BUMN maupun perusahaan swasta nasional dan internasional, yang berlokasi di Riau, Kalimantan Barat, Banten, dan Jakarta. Sampel CPO tersebut
diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap mutu dan sifat fisik CPO yang dihasilkan produsen CPO di Indonesia. Dalam penelitian ini juga digunakan
bahan-bahan kimia pro analyses p.a. untuk analisis mutu CPO. Peralatan utama yang digunakan adalah piknometer untuk mengukur
densitas atau bobot jenis , HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 Karlsruhe,
Jerman untuk mengukur parameter sifat reologi, Differential Scanning
Calorimetry DSC tipe DSC-60 Shimadzu Corp., Jepang yang dikendalikan dengan software Thermal Analysis System TA-60WS untuk memperoleh kurva
profil entalpi thermogram, serta Gas Chromatography GC Shimadzu GC-2100 Series Shimadzu Corp., Jepang untuk penentuan komposisi asam lemak. Selain
14 itu digunakan penangas air, pompa vakum, penyaring buchner, hot plate, oven
pengering, desikator, dan peralatan gelas untuk analisis mutu CPO.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pengujian mutu lima sampel CPO berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01-2901-2006
mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006, dan pengumpulan data sifat fisiknya.
Dilakukan pula pembandingan dengan standar CPO yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian RI untuk PKS di Indonesia
Ditjenbun 1997, dan standar PORAM The Palm Oil Refiners Association of Malaysia PORAM 2011. Berdasarkan data mutu dan sifat fisik yang diperoleh,
diamati adanya variasi antar sampel CPO. Selain itu dilakukan pula uji korelasi antara atribut mutu CPO dengan parameter sifat fisiknya, dan disusun persamaan
matematika untuk prediksi sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutu. Bagan alir pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir penelitian kajian mutu dan sifat fisik minyak sawit kasar CPO.
Analisis mutu CPO berdasarkan SNI 01-2901-2006
Warna
Kadar air dan kotoran
Kadar asam lemak bebas
Bilangan iod
Uji korelasi antara atribut mutu dengan parameter sifat fisik CPO Analisis sifat fisik CPO
Densitas pada suhu 25 dan 55
o
C
Reologi n, K, pada shear rate
400 s
-1
pada suhu 25 dan 55
o
C
T
O
dan T
M
dari thermogram DSC
Penyusunan persamaan matematika untuk prediksi sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutu
Analisis komposisi asam lemak sampel CPO
15 Analisis mutu lima sampel CPO dilakukan berdasarkan metode analisis
yang tercantum dalam SNI 01-2901-2006 BSN 2006, dengan atribut mutu mencakup warna visual jingga kemerah-merahan, kadar air dan kotoran, kadar
asam lemak bebas, dan bilangan iod. Sebagai data pendukung, dilakukan pula analisis komposisi asam lemak CPO melalui tahap pembentukan metil ester asam
lemak sesuai metode AOCS Ce 2-66 AOCS 2005 yang dilanjutkan dengan analisis menggunakan Gas Chromatography.
Pengumpulan data sifat fisik lima sampel CPO dilakukan pada suhu 25
o
C dan 55
o
C. Suhu 25
o
C merupakan suhu sesuai standar metode pengukuran yang juga menggambarkan kondisi suhu kamar, sedangkan suhu 55
o
C merupakan suhu maksimum proses pengisian tangki dan bongkar muat CPO sesuai rekomendasi
Codex Alimentarius Commission CAC dalam CACRCP 36 CAC 2005 sebesar 50-55
o
C. Sifat fisik yang diukur pada dua suhu tersebut adalah densitas , sifat reologi, suhu onset kristalisasi onset crystallization temperature, T
O
dan suhu offset pelelehan offset melting temperature, T
M
. Densitas diukur dengan piknometer mengikuti metode AOCS Cc 10a-25
AOCS 2005. Pengukuran sifat reologi mencakup viskositas terukur apparent viscosity atau
pada shear rate 400 s
-1
serta nilai indeks tingkah laku aliran flow behavior index atau n dan indeks konsistensi concistency index atau K, yang
ditentukan dengan HAAKE Viscometer. Penentuan T
M
dan T
O
dilakukan berdasarkan kurva profil entalpi thermogram yang dihasilkan melalui analisis
kalorimetri dinamis menggunakan DSC, sesuai prosedur Saberi et al. 2011. Prosedur analisis sifat fisik CPO secara lengkap dapat dilihat pada bagian
prosedur analisis. Setiap analisis dilakukan dengan minimal dua ulangan. Berdasarkan data mutu, komposisi asam lemak, dan sifat fisik yang
diperoleh, dilakukan pengujian one-way analysis of variance ANOVA one-way untuk melihat perbedaan antar sampel CPO dengan program statistik SPSS
Statistics 17.0. Uji Duncan multiple-range dilakukan untuk menentukan perbedaan yang nyata antara data rata-rata pada P0.05. Selanjutnya data mutu
CPO sesuai SNI dan data sifat fisiknya ditentukan korelasinya dengan uji korelasi Pearson two-tailed dan dilanjutkan dengan analisis regresi untuk parameter yang
memiliki koefisien korelasi yang nyata P0.05.
16 Prosedur Analisis
Penentuan warna CPO secara kasat mata BSN 2006
Penentuan warna CPO dilakukan berdasarkan SNI 01-2901-2006 mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006 pada sub
bab 5.1, melalui pengamatan secara visual dengan kasat mata.
Penentuan kadar air dengan metode pemanasan hot plate BSN 2006,
AOCS 1998
Penentuan kadar air CPO dilakukan berdasarkan SNI 01-2901-2006 mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006 pada sub
bab 5.2.2, melalui metode pemanasan hot plate. Metode yang digunakan SNI tersebut mengacu pada AOCS 1998.
Contoh uji CPO ditimbang dengan teliti sebanyak 10 – 20 g di dalam
gelas piala 100 mL yang telah diketahui bobotnya. Contoh uji dipanaskan sambil digoyang-goyang perlahan-lahan sampai tidak ada percikan air lagi. Suhu
pemanasan tidak boleh lebih dari 130
o
C. Bila titik akhir telah tercapai, contoh uji dipanaskan sebentar hingga mengeluarkan asap. Selanjutnya contoh uji
dimasukkan dan didiamkan lagi dalam desikator selama ± 15 menit, lalu ditimbang bobotnya. Perlakuan pemanasan dan pendinginan diulangi lagi
beberapa kali sampai selisih bobot antara dua kali penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0.02 dari bobot contoh uji. Kadar air dihitung berdasarkan
Persamaan 1 dan dinyatakan dalam 3 desimal.
Kadar air = 100
W W
W W
1 2
1
1
Keterangan: W
adalah bobot wadah g; W
1
adalah bobot wadah dengan contoh uji sebelum dikeringkan g; W
2
adalah bobot wadah dengan contoh uji setelah dikeringkan g.
17
Penentuan kadar kotoran dengan metode gravimetri BSN 2006, AOCS 1998
Penentuan kadar kotoran CPO dilakukan berdasarkan SNI 01-2901-2006 mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006 pada sub
bab 5.3, melalui metode gravimetri. Metode yang digunakan SNI tersebut
mengacu pada AOCS 1998.
Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam CPO yang tidak larut dalam n-heksana atau light petroleum. Pengujian menggunakan contoh
uji hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui bobotnya. Kertas saring Whatman No. 41 yang akan dipakai dicuci dengan n-heksana, dikeringkan dalam
oven pada suhu 103
o
C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang. Sementara itu ke dalam contoh uji ditambahkan 50 mL n-
heksana dan dipanaskan pada penangas air sambil digoyang-goyang sampai minyak terlarut semua. Contoh uji selanjutnya disaring melalui alat penyaring
yang telah disiapkan sebelumnya. Pencucian dilakukan beberapa kali dengan menggunakan n-heksana setiap kalinya 10 mL sampai alat penyaringnya bersih
dari minyak. Kertas saring dikeringkan dengan seluruh isinya dalam oven pada suhu 103
o
C ± 2
o
C selama 30 menit, dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang bobotnya. Tahap pengeringan, pendinginan dan
penimbangan diulangi hingga selisih dua kali penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0.01 dari bobot contoh uji. Hasil uji dihitung berdasarkan Persamaan
2 dan dinyatakan dalam 3 desimal.
Kadar kotoran = 100
W W
W W
1 2
1
2
Keterangan : W
adalah bobot kertas saring g; W
1
adalah bobot kertas saring tanpa contoh uji setelah dikeringkan g; W
2
adalah bobot kertas saring dengan contoh uji setelah dikeringkan g.
18 Penentuan kadar asam lemak bebas metode titrasi volumetri BSN 2006,
AOCS 1998
Penentuan kadar asam lemak bebas CPO dilakukan berdasarkan SNI 01- 2901-2006 mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006
pada sub bab 5.4, melalui metode titrasi volumetri. Metode yang digunakan SNI tersebut mengacu pada AOCS 1998.
Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai persentase bobot ww dari asam lemak bebas yang terkandung dalam CPO dimana bobot molekul asam lemak
bebas tersebut dianggap sebesar 256 sebagai asam palmitat. Sampel CPO dipanaskan pada suhu 60
o
C sampai 70
o
C dan diaduk hingga homogen. Contoh uji ditimbang sebanyak 10 g ke dalam erlenmeyer 250 mL, dan
ke dalamnya ditambahkan 50 mL pelarut isopropanol atau etanol 95 yang sudah dinetralkan. Contoh uji dipanaskan di atas penangas air atau pemanas dan
diatur suhunya pada 40
o
C sampai contoh uji larut semuanya. Ke dalamnya ditambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes, kemudian dititrasi
dengan larutan titar NaOH 0.1 N atau NaOH 0.25 N atau KOH 0.1 N yang telah distandardisasi sambil digoyang-goyang hingga mencapai titik akhir yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda merah jambu yang stabil untuk minimal selama 30 detik. Volume mL larutan titar yang digunakan
dicatat dan dilakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, dengan perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0.05. Persentase asam lemak dihitung
sebagai asam palmitat berdasarkan Persamaan 3, dan dinyatakan dalam 2 desimal.
Asam lemak bebas = W
V x
N x
6 .
25 3
Keterangan: V
adalah volume larutan titar yang digunakan mL; N
adalah normalitas larutan titar; W
adalah bobot contoh uji g; 25.6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam
palmitat.
19
Penentuan bilangan iod dengan metode titrasi volumetri BSN 2006, AOCS 1998
Penentuan bilangan iod CPO dilakukan berdasarkan SNI 01-2901-2006 mengenai Minyak Kelapa Sawit Mentah crude palm oil BSN 2006 pada sub
bab 5.5, melalui metode titrasi volumetri. Metode yang digunakan SNI tersebut mengacu pada AOCS 1998.
Bilangan iod dinyatakan sebagai gram g iod yang diserap per 100 gram g sampel. Sampel dilelehkan pada suhu 60
o
C sampai 70
o
C, dan diaduk hingga rata. Contoh uji kemudian ditimbang sebanyak 0.4 g sampai 0.6 g di dalam
erlenmeyer bertutup asah 250 mL. Ke dalamnya ditambahkan 15 mL sikloheksana untuk melarutkan contoh uji tersebut, kemudian ditambahkan 25 mL
larutan Wijs dengan menggunakan pipet gondok, dan erlenmeyer tersebut ditutup dengan penutupnya. Campuran dikocok kemudian disimpan dalam tempat atau
ruang gelap selama 30 menit, atau 3 menit bila ditambahkan merkuri asetat. Selanjutnya ditambahkan 10 mL larutan KI 10 dengan pipet gondok dan 50 mL
air suling. Erlenmeyer tersebut kemudian ditutup, dikocok, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sampai terjadi perubahan
warna dari biru tua menjadi kuning muda. Setelah itu ditambahkan 1-2 mL indikator kanji, dan titrasi dilanjutkan sampai warna birunya hilang setelah
dikocok kuat-kuat. Pengujian tersebut dilakukan sekurang-kurangnya duplo dengan perbedaan
antara kedua hasil uji tidak boleh besar lebih dari 0.5. Dilakukan pula penetapan blanko dengan cara yang sama. Bilangan iod dihitung berdasarkan
Persamaan 4 dan dinyatakan dalam 1 desimal.
Bilangan iod g iod 100 g sampel =
W V
V x
N x
1 2
69 .
12
4
Keterangan : N
adalah normalitas larutan natrium tiosulfat 0.1 N; V
2
adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan blanko mL;
20 V
1
adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan contoh mL;
W adalah bobot contoh uji g;
12.69 adalah konstanta untuk menghitung bilangan iod.
Penentuan komposisi asam lemak dengan Gas Chromatography AOCS 2005
Komposisi asam lemak di dalam sampel CPO ditentukan dengan melakukan tahap pembentukan metil ester asam lemak sesuai metode AOCS Ce 2-66 AOCS
2005 yang dilanjutkan dengan analisis menggunakan Gas Chromatography GC. Metil ester asam lemak yang diperoleh dianalisis dengan Shimadzu GC-
2100 Series menggunakan kolom DB-23 30 m x 0.25 mm dengan ketebalan 0.25 m. Detektor yang digunakan adalah Flame Ionization Detector FID, dengan
carrier gas helium. Larutan metil ester asam lemak diinjeksikan sebanyak 1
L ke dalam GC dengan menggunakan syringe SGE microliter syringe 10
L. Suhu injektor dan suhu detektor ditetapkan 250
o
C dan 260
o
C. Gas helium sebagai gas pembawa, gas hidrogen, dan udara dialirkan. Suhu kolom ditetapkan pada suhu 120
o
C ditahan selama 6 menit, kemudian suhunya dinaikkan dengan laju 3
o
Cmenit hingga suhu kolom mencapai 260
o
C dan ditahan selama 25 menit. Jenis asam lemak pada contoh uji ditentukan dengan membandingkan wajtu retensi retention
time atau RT asam lemak pada contoh uji, dengan RT asam lemak standar eksternal.
Penentuan densitas minyak dan lemak cair dengan piknometer AOCS 2005
Penentuan densitas minyak dan lemak pada suhu tertentu dilakukan berdasarkan metode AOCS Cc 10a-25 AOCS 2005 dengan menggunakan botol
piknometer bervolume 100 mL yang telah dikalibrasi. Prosedur pengukuran densitas CPO dimodifikasi pada penerapan perlakuan suhu menggunakan
penangas air yang dipertahankan pada suhu tersebut selama 30 menit untuk
meyakinkan suhu contoh uji yang seragam.
21 Contoh uji dilelehkan dan disaring dengan kertas saring untuk
menghilangkan kotoran dan sisa-sisa kadar air. Selanjutnya contoh uji dan botol piknometer dipanaskan hingga suhu pengukuran di dalam water bath. Contoh uji
dimasukkan ke dalam botol piknometer secara berlebih dengan mengatur posisinya untuk mencegah terbentuknya gelembung. Botol piknometer ditutup
dan direndam seluruhnya di dalam penangas air pada suhu pengukuran selama 30 menit. Secara hati-hati, botol piknometer diangkat, dan minyak yang menempel
di bagian luar botol dihilangkan, kemudian dilap hingga kering. Selanjutnya botol piknometer beserta isinya ditimbang dan densitasnya dihitung dengan Persamaan
5.
Densitas gmL =
2
−
1 3
1 + 0.000025 � ∆�
5
Keterangan: W
1
adalah bobot botol piknometer g; W
2
adalah bobot piknometer dan contoh uji minyak pada suhu pengukuran g; W
3
adalah bobot air pada suhu 25
o
C g; T adalah selisih suhu antara suhu pengukuran dengan suhu 25
o
C.
Penentuan sifat reologi CPO dengan HAAKE Viscometer HAAKE 1991,
1992
Penentuan sifat reologi CPO dilakukan menggunakan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 dengan sistem pengukuran M5 dan sistem sensor NV yang
terdiri atas sebuah silinder ko-aksial dengan dua celahgap celah dalam = 0.35 mm; celah luar = 0.4 mm HAAKE 1991. Sebelumnya, dilakukan
penyetimbangan suhu contoh uji CPO pada suhu pengukuran selama 30-35 menit dengan penangas air. Suhu instrumen dikontrol oleh thermocontroller yang diatur
melalui program Rotoviscometer HAAKE 1992. Setelah suhu tercapai, terlebih dahulu contoh uji ditahan selama 10 menit pada suhu pengukuran, kemudian
dikenai shear rate laju geser pada kisaran 0-400 s
-1
sehingga diperoleh data shear stress gaya geser pada suhu tersebut. Berdasarkan data hubungan shear
22 rate dan shear stress, dapat ditentukan model fluida sampel CPO dengan
parameter model fluida n indeks tingkah laku aliran atau flow behaviour index dan K indeks konsistensi atau concistency index tertentu. Berdasarkan model
fluida yang diperoleh dapat ditentukan viskositas terukur sampel CPO pada
shear rate 400 s
-1
.
Penentuan thermogram kristalisasi dan pelelehan dengan analisis kalorimetri
dinamis Saberi et al. 2011
Contoh uji CPO dimasukkan sekitar 10 mg ke dalam pan aluminium yang ditutup hermetis. DSC dikalibrasi dengan Indium pro analyses p.a. bertitik leleh
156
o
C dan digunakan pembanding berupa pan aluminium bertutup yang kosong. Pengukuran DSC dimulai pada contoh uji bersuhu 25
o
C. Kurva eksotermik diperoleh dengan menahan contoh uji pada suhu 80
o
C selama 10 menit, yang dilanjutkan dengan pendinginan ke suhu -50
o
C pada laju pendinginan 5
o
Cmenit. Untuk memperoleh kurva endotermik, contoh uji ditahan pada suhu -50
o
C selama 10 menit dan kemudian dipanaskan ke suhu 80
o
C pada laju pemanasan 5
o
Cmenit. Melalui analisis ini dapat diperoleh kurva profil entalpi thermogram selama kristalisasi dan pelelehan sampel CPO, serta dapat ditentukan suhu onset
kristalisasi onset crystallization temperature, T
O
dan suhu offset pelelehan offset melting temperature, T
M
. T
O
ditentukan pada kurva eksotermik kurva kristalisasi berdasarkan suhu ketika mulai terjadi pelepasan entalpi, sedangkan
T
M
ditentukan pada kurva endotermik kurva pelelehan berdasarkan suhu ketika penyerapan entalpi telah selesai.
Hasil dan Pembahasan
Sebagai dasar penerapan prinsip rekayasa proses dalam pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa, data mutu dan sifat fisik CPO beserta variasi
data antar sampel perlu diketahui. Untuk memberikan gambaran umum karakteristik CPO yang diproduksi oleh pengolah kelapa sawit Indonesia,
dilakukan analisis pada lima sampel CPO yang berasal dari lokasi yang berbeda. Sampel CPO yang digunakan merupakan sampel yang baru dihasilkan industri
23 pengolah CPO, serta belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan
dalam waktu yang lama. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kode sampel CPO A, CPO B, CPO C, CPO D dan CPO E.
Mutu CPO
CPO yang digunakan dalam penelitian ini diuji mutunya berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-2901-2006 tentang Minyak Kelapa Sawit Mentah
Crude Palm Oil dan dibandingkan pula dengan standar CPO dari Ditjenbun untuk PKS di Indonesia Ditjenbun 1997 dan standar PORAM PORAM 2011.
Hasil pengujian lima sampel CPO tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dengan data selengkapnya pada Lampiran 1. Terdapat perbedaan yang nyata antar sampel
CPO P0.05 pada atribut mutu KAK, ALB, dan BI dengan hasil uji ANOVA one-way serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1 Hasil analisis mutu lima sampel CPO
Sampel Atribut mutu
Warna Kadar air dan
kotoran Asam lemak
bebas Bilangan iod
g iod100 g sampel
CPO A Jingga kemerah-
merahan 0.6840 c
3.88 b 51.3 a,b
CPO B Jingga kemerah-
merahan 0.6710 c
4.58 c 54.6 c
CPO C Jingga kemerah-
merahan 0.3304 a
5.80 d 50.4 a
CPO D Jingga kemerah-
merahan 5.3888 d
4.60 c 50.8 a
CPO E Jingga kemerah-
merahan 0.4911 b
3.34 a 52.6 b
Spesifikasi standar mutu CPO: a Berdasarkan SNI 01-2901-2006 BSN 2006: warna jingga
kemerah-merahan, kadar air dan kotoran maksimal 0.5, bilangan iod 50-55 g iod100 g sampel; b Berdasarkan PORAM 2011: asam lemak bebas maksimal 5; c Berdasarkan
Ditjenbun 1997: kadar air dan kotoran maksimal 0.17, asam lemak bebas maksimal 2.5- 3.5, dan bilangan iod min.51 g iod100 g sampel;
Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata P0.05.
24 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa secara umum mutu lima
sampel CPO yang diuji berada pada kisaran spesifikasi standar yang ditetapkan dalam standar SNI, Ditjenbun, maupun PORAM. Terdapat beberapa sampel CPO
yang belum memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan dalam standar tersebut. Berdasarkan definisi minyak sawit menurut CODEX STAN 210-1999
CAC 2009, minyak sawit adalah minyak makan yang diperoleh dari bagian mesokarp daging buah sawit, yang saat belum diproses berwarna coklat
kemerahan dan memiliki konsistensi semisolid pada suhu kamar. Menurut Ong et al. 1995, komponen utama dari minyak sawit adalah TAG 94, asam lemak
3-5, dan komponen minor 1 yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon
alifatik, serta elemen sisa lainnya. Warna sampel CPO yang jingga kemerah- merahan, disebabkan oleh kandungan komponen pigmen karotenoid di dalamnya
yang menurut Basiron 2005 konsentrasinya berkisar antara 500-700 ppm. CODEX STAN 210-1999 CAC 2009, menentukan spesifikasi standar kadar
total karotenoid sebagai beta-karoten untuk minyak sawit yang belum mengalami pemucatan sebesar 500-2000 ppm. Secara visual intensitas warna
jingga kemerah-merahan yang dimiliki setiap sampel CPO berbeda-beda, namun spesifikasi standar mutu warna yang digunakan dalam SNI tidak membedakan
intensitas warna jingga kemerah-merahan tersebut. Kenampakan lima sampel CPO yang diuji dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kenampakan lima sampel CPO yang digunakan.
25 Pada atribut mutu KAK, hanya sampel CPO C dan E yang memenuhi
spesifikasi standar SNI, dan tidak ada sampel yang mampu memenuhi spesifikasi standar Ditenbun 1997. Kadar air yang rendah sangat penting untuk
meminimalkan terjadinya reaksi hidrolisis lemak pada CPO saat penyimpanan dan transportasi Hilder 1997. Sampel CPO A dan CPO B mengandung KAK sedikit
lebih tinggi dibandingkan spesifikasi standar SNI, akan tetapi untuk sampel CPO D, nilai KAK-nya sangat tinggi, yaitu mencapai 5.39. Bila ditelusuri lebih
lanjut pada sampel CPO D, diperoleh data kadar air sebesar 0.55 dan kadar kotoran sebesar 4.84. Kadar kotoran sampel CPO D yang sangat tinggi dapat
terlihat secara visual berupa partikel-partikel kotoran pasir dan kerak berwarna hitam. Tingginya kadar kotoran dapat disebabkan oleh kurang terjaganya
kebersihan peralatan dan wadah selama pengolahan dan penanganan CPO. Untuk atribut mutu kadar ALB, terdapat satu sampel CPO yang tidak
memenuhi spesifikasi standar PORAM sebesar maksimal 5. Tingginya kadar ALB dalam sampel CPO dapat dipengaruhi oleh kadar ALB awal dalam sampel,
kadar air, dan suhu selama penanganan dan transportasi Hilder 1997, serta mengindikasikan penanganan bahan baku tandan buah sawit TBS yang kurang
baik sebelum ekstraksi CPO. Spesifikasi standar BI CPO menurut SNI 01-2901-1992 berada pada kisaran
50-55 g iod100 g sampel, dan kelima sampel CPO yang diujikan memenuhi spesifikasi standar tersebut. Spesifikasi standar Ditjenbun 1997 untuk bilangan
iod lebih ketat, yaitu minimal 51 g iod100 g sampel. Menurut Basiron 2005, BI CPO sekitar 53 menggambarkan kesetimbangan antara jumlah asam lemak jenuh
dan asam lemak tidak jenuh, dan menghasilkan sifat minyak yang stabil terhadap reaksi oksidasi dibandingkan minyak nabati lainnya.
Sebagai data pendukung terhadap mutu CPO, dilakukan pula analisis komposisi asam lemak pada lima sampel CPO, untuk melihat keragaman mutu
kimia sampel CPO yang dihasilkan beberapa produsen CPO di Indonesia. Data komposisi asam lemak sampel CPO dapat dilihat pada Tabel 2 dengan data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Komposisi asam lemak sampel CPO secara umum memenuhi kisaran kadar asam lemak yang umumnya
terkandung di dalam CPO sesuai CODEX STAN 210-1999 CAC 2009.
26 Tabel 2 Komposisi asam lemak lima sampel CPO dan standar menurut CODEX
STAN 210-1999 CAC 2009, beserta bilangan iod hasil perhitungan berdasarkan komposisi asam lemaknya.
Jenis asam lemak area
Komposisi asam lemak dalam CPO CODEX
STAN 210 CPO A
CPO B CPO C
CPO D CPO E
C8:0 0.01
0.02 0.02
0.07 0.01
ND C10:0
0.01 0.01
0.01 0.04
0.01 ND
C12:0 0.09
0.15 0.12
0.51 0.08
ND-0.5 C14:0
0.98 1.06
1.07 1.18
1.03 0.5-2.0
C15:0 0.04
0.04 0.05
0.04 0.05
C16:0 43.78 a
43.71 a 44.43 c
44.09 b 44.62 d 39.3-47.5
C18:0 4.65
4.24 3.87
4.25 4.08
3.5-6.0 C20:0
0.35 0.38
0.36 0.37
0.37 ND-1.0
C22:0 0.06
0.07 0.06
0.07 0.07
ND-0.2 Total asam
lemak jenuh 49.96 b 49.68 a
49.99 b 50.61d
50.33 c -
C16:1 0.15
0.15 0.16
0.15 0.16
ND-0.6 C18:1
34.62 a 37.40 d 38.28 e
36.68 b 37.09 c
36.0-44.0 C20:1
0.11 0.13
0.13 0.14
0.13 ND-0.4
Total asam lemak tidak
jenuh tunggal 34.88 a 37.68 d
38.57 e 36.97 b
37.38 c -
C18:2 14.74
12.18 10.97
11.83 11.83
9.0-12.0 C18:3
0.36 0.39
0.39 0.40
0.39 ND-0.5
Total asam lemak tidak
jenuh jamak 15.10 d 12.57 c
11.37 a 12.23 b 12.22 b
- Total asam
lemak tak jenuh
49.98 c 50.25 d 49.94 c
49.20 a 49.60 b
- Bilangan iod
g iod100 g sampel
56.5 54.5
53.2 53.3
53.6 50-55
Huruf yang berbeda di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata P0.05.
ND: non-detectable tidak terdeteksi. Hasil perhitungan berdasarkan komposisi asam lemak.
27 Menurut Basiron 2005, CPO mengandung asam lemak dalam TAG
dengan panjang rantai pada kisaran yang sempit yaitu antara 12-20 atom karbon. Jenis asam lemak terbanyak yang dimiliki sampel CPO adalah asam palmitat
C16:0 sebesar 43.71-44.62, diikuti dengan asam oleat C16:1 sebesar 34.62- 38.28. Variasi komposisi asam lemak antar sampel CPO diperkirakan karena
adanya variasi pada sumber bahan baku TBS yang digunakan oleh masing- masing industri pengolah CPO. Hasil pengujian tersebut hampir sama dengan
pengujian yang dilakukan oleh Tangsathitkulchai et al. 2004 pada sampel CPO dengan kadar asam palmitat sebesar 45.8 dan asam oleat sebesar 39.0.
Bila dibandingkan dengan komposisi asam lemak sampel minyak sawit yang telah dimurnikan RBDPO pada penelitian Azis 2011 terdapat sedikit
perbedaan komposisi, dengan kadar asam palmitat sebesar 44.9 dan kadar asam oleat sebesar 38.3. Narvaez et al. 2008 juga telah melakukan analisis
komposisi asam lemak pada sampel RBDPO dengan bilangan iod 53.3 yang menghasilkan komposisi asam lemak utama berupa asam lemak palmitat
sebanyak 44.2 dan asam lemak oleat sebanyak 39.6. Terjadinya perbedaan komposisi asam lemak CPO dan RBDPO disebabkan oleh berubahnya komposisi
asam lemak pada RBDPO yang salah satunya disebabkan akibat berkurangnya ALB selama pemurnian CPO menjadi RBDPO.
Komposisi asam lemak pada lima sampel CPO memiliki kisaran distribusi asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh
jamak berturut-turut sebesar 49.58-50.61, 34.88-38.57, dan 11.37-15.10. Data tersebut sedikit berbeda dengan hasil Tan dan Che Man 2000 pada sampel
RBDPO yang memiliki distribusi asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh jamak berturut-turut sebesar 54.7, 37.1,
dan 8.1. Komposisi asam lemak CPO diduga memiliki korelasi yang erat dengan
sifat kimia CPO yaitu BI Tabel 1, karena BI merupakan gambaran kandungan asam lemak tidak jenuh di dalam sampel CPO. Terjadinya variasi komposisi
asam lemak di dalam sampel CPO, akan menghasilkan perbedaan BI pada lima sampel CPO. Walaupun secara statistik variasi komposisi asam lemak dan BI
antar kelima sampel CPO tersebut berbeda nyata pada P0.05 Lampiran 4, akan
28 tetapi kelima sampel CPO yang seluruhnya memenuhi kisaran standar CPO sesuai
SNI sebesar 50-55 g100 g sampel, memiliki komposisi asam lemak pada kisaran yang hampir sama.
Selain menggunakan metode titrasi volumetri data pada Tabel 1, BI juga dapat ditentukan berdasarkan data komposisi asam lemak yang diperoleh pada
Tabel 2, dengan menggunakan Persamaan 6 O’Keefe Pike 2010.
Bilangan Iod = asam heksadekanoat x 0.950 + asam oktadekanoat x 0.860
+ asam oktadekadienoat x 1.732 + asam oktadekatrienoat x 2.616
+ asam eikosaenoat x 0.785 + asam dokosaenoat x 0.723
6
Data pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa BI sampel CPO hasil pengujian dengan metode titrasi volumetri nilainya sedikit berbeda dibandingkan
BI yang dihitung berdasarkan komposisi asam lemaknya. Terjadinya perbedaan tersebut diduga dapat disebabkan oleh derajat ketelitian tahap titrasi yang kurang
baik, karena titik akhir titrasi ditentukan secara visual. Akan tetapi pengujian dengan metode titrasi volumetri tersebut merupakan praktek analisis yang umum
digunakan dalam menentukan standar CPO, sehingga data BI hasil pengujian dengan titrasi volumetri yang akan digunakan dalam analisis data berikutnya.
Sifat Fisik CPO
Data sifat fisik lima sampel CPO yang dikumpulkan dalam penelitian ini terutama yang terkait dengan parameter proses pengaliran dalam pipa, diukur pada
suhu 25
o
C Tabel 3 dan 55
o
C Tabel 4. Data lengkap sifat fisik CPO disajikan pada Lampiran 5. Untuk melihat adanya variasi parameter sifat fisik antara lima
sampel CPO yang diuji, dilakukan uji ANOVA one-way dan uji lanjut Duncan Lampiran 6 dan Lampiran 7.
29
Densitas CPO
Densitas atau bobot jenis merupakan parameter penting dari sudut
pandang komersial, karena digunakan untuk konversi volume terhadap bobot bahan, serta merupakan indikator kemurnian minyak dan lemak Basiron 2005.
CPO pada suhu 25
o
C Tabel 3 berkisar antara 0.909-0.917 gmL, sedangkan pada suhu 55
o
C Tabel 4, nilai menurun menjadi berkisar antara 0.888-0.892
gmL.
Tabel 3 Data sifat fisik lima sampel CPO pada suhu 25
o
C. Sampel
CPO Parameter sifat fisik
Densitas gmL
Indeks tingkah laku aliran n
Indeks konsistensi
K, Pa.s
n
Viskositas terukur pada
400 s
-1
mPa.s CPO A
0.909 a 0.534 b
2.519 b 153.3 b
CPO B 0.912 a
0.781 d 0.369 a
98.9 a CPO C
0.917 a 0.545 b
2.452 b 159.3 b
CPO D 0.917 a
0.457 a 4.530 c
174.5 b
CPO E 0.916 a
0.673 c
1.057 a 120.2
a
Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata P0.05.
Tabel 4 Data sifat fisik lima sampel CPO pada suhu 55
o
C. Sampel
CPO Parameter sifat fisik
Densitas gmL
Indeks tingkah laku aliran n
Indeks konsistensi
K, Pa.s
n
Viskositas terukur pada
400 s
-1
mPa.s CPO A
0.891 a 0.987 a
0.027 a 25.0 a
CPO B 0.888 a
0.968 a 0.027 a
22.2 a CPO C
0.890 a 1.004 a
0.026 a 25.9 a
CPO D 0.892 a
0.936 a 0.031 a
21.1 a CPO E
0.891 a 0.948 a
0.030 a 22.0 a
Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata P0.05.
30 Bila dibandingkan dengan data
RBDPO pada suhu 50
o
C seperti yang disajikan oleh Ong et al. 1995 yaitu sebesar 0.891 gmL, maka nilai
CPO yang dihasilkan dalam penelitian ini hampir sama. Ong et al. 1995 juga
mengemukakan bahwa suhu berpengaruh pada minyak sawit, dimana suhu
yang semakin tinggi akan menurunkan nilai densitasnya. Nilai kelima sampel
CPO baik pada suhu 25
o
C maupun 55
o
C, tidak berbeda nyata antar sampel P0.05. Dengan demikian, walaupun pada beberapa parameter mutu dan sifat
fisik CPO terdapat perbedaan yang nyata secara statistik Tabel 1, 3 dan 4, hal tersebut ternyata tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap nilai
CPO.
Sifat reologi CPO
Seperti yang dijelaskan oleh Steffe dan Daubert 2006, sifat reologi suatu fluida dapat ditentukan melalui percobaan pengukuran pengaruh shear rate laju
geser, -dVdr atau terhadap shear stress gaya geser, �, dan menghasilkan
kurva rheogram seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Shear stress adalah stress yang terjadi saat molekul-molekul fluida bergeser satu sama lain sepanjang
permukaan tertentu, sedangkan shear rate adalah ukuran seberapa cepatnya suatu molekul untuk saling bergeser. Pada suhu standar 25
o
C, bentuk rheogram kelima sampel CPO
adalah
convex cekung ke bawah yang merupakan ciri dari fluida yang bersifat non-Newtonian pseudoplastic Rao 1999. Pada shear rate
yang meningkat, nilainya tidak berbanding lurus linier dengan kenaikan shear stress, dan menghasilkan kenaikan viskositas terukur
yang semakin rendah. Terdapat perbedaan bentuk rheogram antar sampel CPO, dan perbedaan
tersebut dapat dikuantifikasi dengan menggunakan model fluida. Model fluida adalah persamaan matematika yang menggambarkan sifat aliran fluida, yang
ditentukan dari penepatan kurva secara statistik umumnya dengan analisis regresi linier dari data percobaan Steffe Daubert 2006. Persamaan power law
menggunakan penyederhanaan model matematika dengan linierisasi hubungan antara shear rate dengan shear stress. Hubungan antara nilai ln shear rate dan ln
shear stress berbentuk kurva yang linier yang dapat ditentukan slope serta intercept-nya, untuk menghasilkan parameter model fluida dari persamaan power
31 law berupa nilai n atau indeks tingkah laku aliran flow behaviour index dan nilai
K atau indeks konsistensi concistency index. Pada Gambar 5 dapat dilihat contoh penentuan nilai n dan K berdasarkan
linierisasi hubungan shear rate dan shear stress sampel CPO. Data lengkap persamaan regresi linier hubungan shear rate dan shear stress lima sampel CPO
dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan model fluida tersebut dapat ditentukan pula viskositas terukur
pada shear rate tertentu, yang dalam penelitian ini digunakan data
pada shear rate 400 s
-1
. Hasil penentuan nilai n dan K pada suhu 25
o
C Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai n sampel CPO berkisar antara 0.457-0.781 sedangkan nilai K berada
pada kisaran 0.369-4.530 Pa.s
n
. Menurut Steffe dan Daubert 2006, model fluida dengan nilai 0n1 mengindikasikan sifat shear thinning atau pseudoplastic yang
sangat umum terjadi pada bahan pangan. Dengan demikian pada suhu 25
o
C CPO merupakan fluida yang bersifat non-Newtonian pseudoplastic.
Gambar 4 Hubungan shear rate dan shear stress atau kurva rheogram lima sampel CPO pada suhu 25
o
C.
10 20
30 40
50 60
70 80
50 100
150 200
250 300
350 400
S h
ear s
tr es
s P
a
Shear rate s
-1
CPO A CPO B
CPO C CPO D
CPO E
32
Gambar 5 Hubungan ln shear rate dan ln shear stress sampel CPO dan penepatan model fluidanya menampilkan data CPO C.
Nilai CPO pada suhu 25
o
C berkisar antara 98.9-174.5 mPa.s dimana variasi nilai
tersebut sangat ditentukan oleh sifat fluida pseudoplastic sampel
CPO yang memiliki kisaran nilai n dan K yang cukup lebar. Menurut Singh dan Heldman 2001, saat fluida pseudoplastic mengalami shear stress, partikel-
partikel yang terdistribusi secara acak akan mengatur dirinya sejajar dengan arah aliran, sehingga
menurun. Munson et al. 2001, menyatakan bahwa pada umumnya minyak dan lemak memiliki sifat pseudoplastic yang mengalami
penurunan viskositas saat shear rate meningkat shear thinning. Selain itu CPO juga merupakan minyak yang masih kasar belum dimurnikan yang menurut
Sathivel et al. 2003 dapat dianggap sebagai sistem dispersi karena campuran kompleks turunan hidrokarbon cair akan berperan sebagai media dispersi, dan
agregat kotoran akan berperan sebagai fase terdipersi. Interaksi antara minyak dan kotoran akan menyebabkan pembentukan sistem dispersi koloid teragregasi,
yang biasanya menghasikan karakteristik shear thinning saat shear rate diterapkan pada sistem, dimana integritas struktural minyak kasar akan terganggu.
y = 0.545x + 0.897 R² = 0.994
2 2,5
3 3,5
4 4,5
5
3 3,5
4 4,5
5 5,5
6 6,5
7
ln s
h ear
s tr
es s
P a
ln shear rate s
-1
5.0 4.5
4.0 3.5
3.0 2.5
2.0 3.0 3.5
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
33 Sifat reologi CPO pada suhu 25
o
C berbeda dengan sifat reologi tujuh minyak nabati yang telah diteliti oleh Kim et al. 2010, dimana pada suhu 25
o
C, diketahui bahwa minyak canola, jagung, grapeseed, hazelnut, zaitun, kedelai, dan
biji bunga matahari memperlihatkan sifat fluida Newtonian. Demikian juga pada penelitian Fasina et al. 2006 yang menguji sifat reologi 12 sampel minyak nabati
yaitu minyak almond, canola, jagung, grapeseed, hazelnut, zaitun, kacang tanah, safflower, wijen, kedelai, biji bunga matahari, dan walnut pada kisaran suhu 5-95
o
C, dan diperoleh sifat fluida Newtonian. Fluida Newtonian adalah fluida yang menunjukkan sifat yang tidak tergantung pada waktu, menampilkan hubungan
linear antara shear stress dan shear rate, dan tidak memiliki yield stress Steffe Daubert 2006. Perbedaan sifat reologi CPO dibandingkan minyak nabati lain
terjadi karena pada suhu 25
o
C terdapat perbedaan fase TAG akibat perbedaan komposisi asam lemak penyusunnya dengan titik leleh yang berbeda-beda. Selain
itu CPO merupakan minyak yang masih kasar belum mengalami pemurnian. Sathivel et al. 2003 mengemukakan bahwa sifat reologi minyak dipengaruhi
oleh tahap pemurnian, dimana nilai indeks konsistensi K akan menurun pada setiap tahap pemurnian yang dialaminya.
Bila dibandingkan dengan data pada suhu 25
o
C, pengukuran pada suhu 55
o
C Tabel 4 menghasilkan nilai n sampel CPO yang meningkat menjadi 0.936- 1.004, sedangkan nilai K menurun pada kisaran 0.0266-0.031 Pa.s
n
. Perubahan nilai n yang mendekati 1 dan nilai K yang mendekati 0 pada sampel CPO bersuhu
55
o
C, menunjukkan bahwa CPO telah mengalami perubahan sifat reologi menjadi fluida Newtonian. Menurut Steffe dan Daubert 1996, fluida Newtonian
memiliki hubungan linier antara shear stress dengan shear rate yang dihasilkan, dengan nilai
yang relatif tetap. Pada suhu 55
o
C tersebut, nilai sampel CPO
relatif tetap berkisar antara 21.1-25.9 mPa.s, lebih rendah dibandingkan pada
suhu 25
o
C yang berkisar antara 53.6-174.5 mPa.s. Menurut Singh dan Heldman 2001, viskositas fluida ditentukan oleh sifat fisiko kimia alami bahan dan suhu,
dan menurut Rao 1999 viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu.
34 Sifat fluida non-Newtonian pseudoplastic pada sampel CPO bersuhu 25
o
C diduga disebabkan adanya kandungan fraksi stearin yang berbentuk padat pada
suhu kamar. Menurut Azis 2011, kandungan stearin yang lebih tinggi pada sampel shortening menyebabkan peningkatan viskositas sampel dengan sifat
fluida pseudoplastic yang semakin kuat. Saat mengalami peningkatan suhu menjadi 55
o
C, fraksi stearin mengalami pelelehan sehingga CPO berada dalam fase cair sempurna dan tidak mengalami hambatan pengaliran dan menghasilkan
sifat fluida Newtonian. Menurut Ong et al. 1995 yang melakukan pengujian pada sampel RBDPO, sifat fluida RBDPO adalah Newtonian, namun terindikasi
sifat aliran turbulen non-Newtonian pada sampel yang bersuhu di bawah 30
o
C. Nilai n, K, dan
pada suhu 25
o
C dan shear rate 400 s
-1
berbeda nyata antar sampel CPO P0.05. Perbedaan sifat reologi kelima sampel CPO pada
suhu 25
o
C tersebut, secara umum menunjukkan adanya variasi sifat reologi dalam produk CPO yang dihasilkan produsen CPO di Indonesia. Hal yang berbeda
dapat diamati pada suhu 55
o
C, dimana besaran parameter sifat reologinya menghasilkan kisaran nilai yang relatif sempit. Sampel CPO pada suhu 55
o
C, memiliki sifat fluida yang hampir sama yaitu mendekati fluida Newtonian, dengan
nilai n, K, dan yang tidak berbeda nyata antar sampel P0.05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pemanasan CPO ke suhu 55
o
C akan menghasilkan sifat fluida yang relatif sama yaitu menjadi bersifat Newtonian
dengan nilai yang lebih rendah menjadi di bawah 26.0 mPa.s. Adanya
perbedaan sifat fluida CPO pada suhu yang berbeda akan berimplikasi terhadap
perhitungan teknik rekayasa proses dan penanganan CPO pada suhu tersebut.
Titik kristalisasi dan titik leleh CPO
Salah satu sifat fisik empiris minyak dan lemak adalah titik kristalisasi dan titik leleh yang ditentukan berdasarkan profil entalpi yang digambarkan dengan
thermogram hasil pengujian Differential Scanning Calorimetry DSC. Profil entalpi tipikal selama kristalisasi dan pelelehan sampel CPO menampilkan data
thermogram sampel CPO C hasil pengujian DSC dinamis digambarkan dalam thermogram kristalisasi Gambar 6 dan thermogram pelelehan Gambar 7.
35
Gambar 6 Thermogram kristalisasi dinamis tipikal sampel CPO menampilkan thermogram sampel CPO C yang diperoleh
dengan instrumen Differential Scanning Calorimetry. Titik 1- 2: peak kristalisasi olein, titik 2-3: peak kristalisasi stearin.
Gambar 7 Thermogram pelelehan dinamis tipikal sampel CPO menampilkan thermogram sampel CPO C yang diperoleh
dengan instrumen Differential Scanning Calorimetry. Titik 1- 2: peak pelelehan olein, titik 2-3: peak pelelehan stearin.
-50 -40
-30 -20
-10 10
20 30
40
A li
ran p
an as
e n
d ot
er m
ik m
W
Suhu
o
C 1
3 2
1 mW
-5 -4
-3 -2
-1
1 -50
-40 -30
-20 -10
10 20
30 40
50 60
A li
r an
p an
as e
n d
ot e
r m
ik m
W
Suhu
o
C
1
2 3
1 mW
36 Thermogram kristalisasi yang mengalami proses eksotermik pelepasan
panas bentuknya lebih sederhana dibandingkan thermogram pelelehan yang mengalami proses endotermik penyerapan panas. Menurut Tan dan Che Man
2000, thermogram kristalisasi hanya dipengaruhi oleh komposisi kimia minyak dan bukan ditentukan oleh status kristalisasi, sehingga bentuk thermogram-nya
lebih sederhana. Thermogram kristalisasi kelima sampel CPO memiliki bentuk tipikal yang sesuai dengan thermogram sampel RBDPO hasil penelitian
Tarabukina et al. 2009 dan Ng Oh 1994. Komposisi TAG CPO dan RBDPO secara umum tidak berbeda, karena pada kedua sampel tersebut belum
dilakukan tahapan khusus untuk memisahkan fraksi-fraksi TAG di dalamnya. Pada thermogram kristalisasi dan pelelehan CPO, titik 1 sampai 2
merupakan peak kristalisasi dan pelelehan olein, sedangkan titik 2 sampai 3 menunjukkan peak kristalisasi dan pelelehan stearin. Menurut Chong et al.
2007, pada proses kristalisasi CPO dengan laju pendinginan lambat, terdapat dua peak eksotermik akibat kristalisasi fraksi bertitik leleh tinggi stearin dan fraksi
bertitik leleh rendah olein. Demikian juga Saberi et al. 2011 yang menguji thermogram kristalisasi RBDPO dan menghasilkan dua peak yang mewakili
fraksi dengan titik leleh tinggi dan fraksi dengan titik leleh rendah. Kurva pelelehan CPO menghasilkan dua puncak endotermik, yang sesuai
dengan penelitian Tarabukina et al. 2009 dan Siew Ng 1999 yang menunjukkan dua puncak endotermik pada kisaran suhu -23 hingga 43
o
C. Peak pelelehan pada suhu tinggi disebabkan oleh TAG dengan tiga asam lemak jenuh
trisaturated, sedangkan peak pelelehan pada suhu rendah terutama melibatkan TAG dengan satu asam lemak jenuh monosaturated Tarabukina et al. 2009.
Berdasarkan thermogram dinamis sampel CPO saat mengalami kristalisasi dan pelelehan, dapat ditentukan dua parameter sifat fisik yang terkait dengan
perubahan fase CPO saat dipanaskan dan didinginkan, yaitu suhu awal onset kristalisasi onset crystallization temperature, T
O
, dan suhu akhir offset pelelehan offset melting temperature, T
M
yang disebut juga titik leleh Saberi et al. 2011. Data T
O
dan T
M
lima sampel CPO yang diuji disajikan pada Tabel 5. Variasi data antar sampel CPO diuji dengan ANOVA one-way yang hasil
analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.
37 Tabel 5 Titik onset kristalisasi dan titik leleh lima sampel CPO hasil analisis
kalorimetri dinamis dengan DSC. Sampel CPO
Titik onset kristalisasi T
O o
C Titik leleh
T
M o
C CPO A
23.55 a 38.52 a
CPO B 23.17 a
39.16 a CPO C
21.12 a 39.53 a
CPO D 22.47 a
39.78 a CPO E
23.28 a 39.19 a
Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata P0.05.
Menurut Che Man et al. 1999, sumber dan kondisi ekstraksi dapat menyebabkan terjadinya perbedaan bentuk thermogram CPO. Pada kelima sampel
CPO yang dianalisis, nilai T
O
berkisar pada suhu 21.12-23.55
o
C. Pengujian T
O
pada sampel RBDPO oleh Saberi et al. 2011 menghasilkan T
O
di suhu 21.16
o
C, sedangkan Tan dan Che Man 2002 menghasilkan T
O
yang lebih rendah yaitu 17.0
o
C. T
M
sampel CPO saat telah mengalami pelelehan sempurna berkisar pada suhu 38.52-39.78
o
C. Pada sampel RBDPO, pengujian Saberi et al. 2011 memperoleh T
M
sebesar 42.5
o
C, sedangkan pengujian Tan dan Che Man 2002 memperoleh T
M
sebesar 40.59
o
C. Terdapat sedikit perbedaan data T
O
dan T
M
sampel CPO dibandingkan data sampel RBDPO, yang diduga terkait dengan proses pemurnian yang telah dialami RBDPO. Adanya komponen pengotor pada
CPO dapat mempercepat induksi kristalisasi lemak sehingga T
O
CPO lebih tinggi. Pada CPO juga masih terkandung pecahan dari TAG berupa DAG sekitar 5 Ng
Oh 1994, yang diketahui sangat mempengaruhi sifat kristalisasi minyak sawit. Selain itu Che Man et al. 1999 juga mengemukakan bahwa pergeseran peak
pada thermogram RBDPO dibandingkan CPO diakibatkan oleh proses deodorisasi suhu tinggi yang dialami RBDPO.
Kecenderungan terjadinya peningkatan titik leleh pada sampel RBDPO dibandingkan sampel CPO juga sesuai dengan data slip melting point SMP.
SMP adalah pengujian titik leleh minyak sawit dengan memanaskan minyak sawit padat dalam pipa kapiler, dan diukur suhunya saat meleleh. Ong et al. 1995
mengemukakan suatu survey di Malaysia yang mendapatkan kisaran nilai SMP
38 CPO antara 30.8-37.6
o
C, sedangkan nilai SMP RBDPO sedikit mengalami peningkatan menjadi 34.0-39.0
o
C. Parameter T
O
dan T
M
CPO nilainya tidak berbeda nyata antar sampel P0.05 yang menunjukkan bahwa sifat kristalisasi dan sifat pelelehan kelima
sampel CPO tersebut relatif sama. T
O
dan T
M
tidak dipengaruhi oleh kondisi awal sampel CPO sebelum pengujian, karena memori kristal lemak dalam sampel CPO
telah dihilangkan dengan pemanasan awal sampel CPO di suhu 80
o
C selama 10 menit. Bila terdapat perbedaan yang nyata pada T
O
dan T
M
sampel CPO, diperkirakan terutama dipengaruhi oleh perbedaan sifat kimia dan komposisi asam
lemak di dalamnya.
Persamaan Matematika untuk Prediksi Parameter Sifat Fisik CPO berdasarkan Atribut Mutu
Hasil pengujian mutu dan sifat fisik lima sampel CPO secara umum menunjukkan adanya variasi produk CPO yang dihasilkan produsen CPO di
Indonesia. Perbedaan sifat fisik minyak sawit disebabkan oleh adanya variasi pada komposisi TAG dan posisi asam lemak penyusunnya Basiron 2005, yang
menurut Chong et al. 2007 juga berpengaruh pada tahapan kristalisasinya. Variasi sifat fisik akan menghasilkan perbedaan dalam perhitungan serta
penerapan rekayasa proses dan penanganan CPO selanjutnya. Pada penelitian ini, komposisi TAG dan posisi asam lemak penyusunnya tidak dipelajari pengaruhnya
secara khusus terhadap sifat fisik CPO. Sifat fisik CPO ingin dipelajari melalui pendekatan berdasarkan atribut mutu yang mudah dianalisis, sesuai spesifikasi
standar mutu yang ditentukan dalam SNI 01-2901-2006. Pada aplikasinya di lapangan, pengujian sifat fisik CPO menghadapi
beberapa kendala teknis, antara lain keterbatasan instrumen analisis, serta waktu pelaksanaan analisis sifat fisik yang cukup panjang. Dengan melakukan uji
korelasi antara data sifat fisik CPO dengan data atribut mutu sesuai spesifikasi standar SNI, diharapkan dapat diperoleh persamaan yang dapat memprediksi
parameter sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutunya. Berdasarkan pengujian korelasi Pearson two tailed antara sifat fisik CPO
dengan atribut mutunya Tabel 6 dan Lampiran 11, terdapat korelasi yang nyata antara n sampel CPO pada suhu 25
o
C n
25
dengan bilangan iod BI, dan antara
39 pada suhu 25
o
C
25
dengan BI. Tidak terdapat korelasi yang nyata antara parameter sifat fisik CPO pada suhu 55
o
C dengan atribut mutu CPO KAK, ALB, dan BI. Hal itu terjadi karena sampel CPO yang mengalami pemanasan ke suhu
55
o
C, akan mengalami pelelehan fraksi stearinnya sehingga menghasilkan parameter sifat fisik yang tidak berbeda nyata. Antar parameter sifat reologi CPO
yaitu n, K dan terdapat korelasi yang nyata, akan tetapi korelasi tersebut tidak
dilanjutkan untuk menyusun persamaan matematika yang mampu menduga parameter sifat fisik CPO karena ketiga parameter reologi tersebut
merepresentasikan sifat fisik yang sama. Berdasarkan hasil uji korelasi yang nyata pada P0.05, dapat ditentukan dua
persamaan regresi linier yang dapat digunakan untuk memprediksi sifat reologi CPO berdasarkan data mutu BI. Persamaan 7 dapat digunakan untuk
memprediksi nilai indeks tingkah laku aliran CPO pada suhu 25
o
C n
25
sedangkan Persamaan 8 dapat digunakan untuk memprediksi viskositas terukur sampel CPO pada suhu 25
o
C
25
. Persamaan regresi linier yang dihasilkan memiliki R
2
yang tinggi yaitu berturut-turut sebesar 0.879 dan 0.904 untuk Persamaan 7 dan 8. Persamaan regresi linier tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 6 Hasil uji korelasi Pearson two-tailed antara atribut mutu dan parameter sifat fisik lima sampel CPO.
25
n
25
K
25
400-25
KAK ALB
BI
25
-.261 .330
.310 .421
.370 -.364
n
25
-.261 -.572
-.244 .938
K
25
.330 .788
.260 -.814
400-25
.310 .559
.353
-.951
KAK .421
-.572 .788
.559 .077
-.322 ALB
.370 -.244
.260 .353
.077 -.361
BI -.364
.938 -.814
-.951 -.322
-.361
korelasi Pearson two-tailed nyata pada P0.05.
40 n
25
= 0.070 BI – 3.074
7
25
= -17.25 BI + 1037 8
BI berkorelasi dengan parameter sifat reologi CPO yaitu nilai n
25
dan
25
karena menurut Basiron 2005, BI mengindikasikan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang terkandung dalam sampel CPO, dan terkait langsung dengan
keberadaan fraksi padat dan cair di dalam sampel pada suhu 25
o
C. BI yang semakin tinggi mengindikasikan jumlah asam lemak berikatan rangkap yang
semakin banyak, sehingga menghasilkan n
25
CPO yang lebih tinggi yang semakin mendekati sifat fluida Newtonian, dan
25
CPO yang semakin rendah semakin encer. Sebaliknya bila BI sangat rendah asam lemak jenuh sangat tinggi, maka
sifat fluida non-Newtonian pseudoplastic akan semakin nyata dengan nilai n
25
yang semakin rendah, dan nilai
25
yang semakin tinggi. Hasil pengujian korelasi ini memperkuat pendapat Kim et al. 2009, yang
menyatakan bahwa ikatan rangkap dengan konfigurasi cis pada asam lemak tak jenuh memiliki bentuk rantai yang bengkok, yang menyulitkan untuk tersusun
rapat satu sama lain. Hal tersebut mengganggu penataan kristalin dan menyebabkan struktur lemak menjadi tidak kuat dan tidak kaku, dengan molekul
yang tersusun lebih longgar sehingga bersifat lebih cair. Selain itu menurut Wang dan Briggs 2002, adanya konfigurasi rantai asam lemak yang bengkok
mencegah terjadinya interaksi atau penataan antar molekul serta mengurangi friksi intermolekuler, sehingga mengakibatkan
menjadi lebih rendah. Melalui penggunaan persamaan regresi linier yang dihasilkan dan data
atribut mutunya, dapat diprediksi parameter sifat reologi CPO berdasarkan bilangan iod sampel CPO tersebut, yang akan menentukan pula parameter dalam
rekayasa proses pengaliran yang akan diterapkan pada sampel CPO.
41
Simpulan
Parameter sifat fisik CPO dipengaruhi oleh suhu pengukuran. Pada suhu 25
o
C, densitas CPO berkisar antara 0.909-0.917 gmL. CPO bersifat sebagai
fluida non-Newtonian pseudoplastic, dengan indeks tingkah laku aliran n 0.457- 0.781, dan indeks konsistensi K 0.369-2.519 Pa.s
n
. Nilai parameter sifat fisik CPO pada suhu 25
o
C tersebut berbeda nyata antar sampel, kecuali untuk parameter densitas. Suhu onset kristalisasi T
O
CPO berkisar antara 21.12-23.55
o
C, sedangkan titik leleh CPO T
M
berkisar antara 38.52-39.78
o
C, yang keduanya memiliki nilai yang tidak berbeda nyata antar sampel. Pada suhu 55
o
C, terjadi perubahan sifat fisik CPO dibandingkan sifat fisiknya pada suhu 25
o
C, dimana
CPO menurun menjadi berkisar antara 0.888-0.892 gmL. Sifat fluida CPO juga mengalami perubahan dengan nilai n sampel CPO meningkat menjadi 0.936-
0.994, sedangkan nilai K menurun pada kisaran 0.027-0.031 Pa.s
n
, yang menunjukkan sifat fluida mendekati Newtonian.
Diperoleh korelasi yang nyata antara parameter sifat fisik indeks tingkah laku aliran CPO pada suhu 25
o
C n
25
dan viskositas terukur sampel CPO pada suhu 25
o
C
25
dengan atribut mutu bilangan iod BI CPO. Persamaan regresi linier untuk memprediksi n
25
berdasarkan BI adalah n
25
= 0.070 BI – 3.074 R² =
0.879; sedangkan persamaan regresi linear untuk memprediksi
25
berdasarkan BI adalah
25
= -17.25 BI + 1037 R² = 0.904.
42