Uji Efektifitas Semut Amblyopone Sp.(Hymenoptera : Formicidae) Sebagai Pemangsa Penggerek Pucuk Kelapa Sawit Oryctes Rhinoceros L. (Coleoptera:Scarabaidae)

(1)

UJI EFEKTIFITAS SEMUT Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae)

SEBAGAI PEMANGSA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT

Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae)

SKRIPSI

OLEH :

JIMAN SILALAHI

070302013

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI EFEKTIFITAS SEMUT Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae)

SEBAGAI PEMANGSA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT

Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae)

SKRIPS

OLEH :

JIMAN SILALAHI

070302013

HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Sarjana Di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ir. Marheni, MP

Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

Jiman Silalahi,” Test of effectiveness Amblyopone sp. ant as predator of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaidae)”. The objective of this research was to know the effectiveness of Amblyopone ant with different number application to Rhinoceros beetle in Laboratory. This research was held from October to December 2010 with height 25 m above sea level in Pest Laboratory in Agriculture Faculty of University of Sumatera Utara. This research used Factorial Randomize Completly Design with 8 treatments and 4 remedials.

The result showed that the highest larval mortility was 100 % in two days. The highest consumtion of second instar larval was in J3S1 (20 ants investation) able to consume 14 larval within three weeks and the lowest was in J1S1 (10 ants investation) consumed 8 larval within three weeks. The highest consumtion of pra pupae was in J3S2 (20 ants investation) consumed four pra pupae and the lowest was in J1S2 (10 ants investation) consumed one pra pupae within three weeks.


(4)

ABSTRAK

Jiman Silalahi “ Uji efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabasidae)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. dalam memangsa O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010 dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan delapan 8 perlakuan dan 4 ulangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi yaitu sebesar 100 % dalam interval waktu 2 hari. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua paling tinggi yaitu pada perlakuan J3S1(investasi 20 ekor semut Amblyopone) mampu memangsa 14 ekor larva instar dua dalam selang waktu 3 minggu dan terendah pada perlakuan J1S1 (investasi 10 ekor semut Amblyopopne) yaitu mampu mengkonsumsi 8 ekor larva dalam selang waktu 3 minggu. Daya konsumsi semut Amblyopone sp. paling tinggi terhadap pra pupa yaitu pada perlakuan J3S2 (investasi 20 ekor semut Amblyopone) mampu memangsa 4 ekor pra pupa dalam selang waktu 3 minggu dan terendah pada perlaukan J1S2 (investasi 10 ekor semut Amblyopopne) yaitu hanya mengkonsumsi 1 ekor pra pupa O. rhinoceros L.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Jiman Silalahi lahir tanggal 03 Desember 1987 di Sidikalang Kab. Dairi Prov. Sumatera Utara dari Ayah Alm. Asdin Silalahi dan Ibunda Nurinah Limbong. Penulis Merupakan anak ke-6 dari 8 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh:

- Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar Yayasan Pembangun Didikan Islam medan - Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 10 di Medan - Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Sidikalang di

Dairi

- Diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 2007 melalui jalur Pengembangan Minat dan Prestasi (PMP).

Pendidikan informal yang pernah di tempuh di antaranya :

- Tahun 2007 mengikuti Pelatihan Dauroh Intelektual Muslim di Jl. Dr. Mansyur Medan.

- Tahun -2009 menjadi asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman di Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2010 Mengikuti seminar ”How do We Feed a Growing Population” di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara medan

- Tahun 2010 mengikuti seminar Implementasi Praktikum Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara

- Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Dinas Pertanian Kabupaten Dairi


(6)

- Tahun 2010-2011 melaksanakan penelitian di Fakultas Pertanian Univeristas Sumatera Utara, Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dimana atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Efektifitas Semut Amblyopone

sp. (Hymenoptera: Formicidae) Sebagai Pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabidae)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS., selaku ketua dan Ir. Marheni, MP selaku anggota yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2011


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAC ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros L.) ... 5

Gejala Serangan O. rhinoceros ... 8

Metode Pengendalian ... 8

Semut Predator (Amblyopone sp.) ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Perlakuan ... 20

Penyediaan Larva Serangga Uji ... 20

Penyediaan Pra pupa Serangga Uji ... 20

Penyediaan Semut Predator Amblyopone sp. ... 21

Pengaplikasian ... 21


(9)

Gejala Serangan Amblyopone sp. pada larva ... 21

Gejala Serangan Amblyopone sp. pada pra pupa ... 21

Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa ... 22

Waktu kematian larva dan pupa O. rhinoceros ... 22

Daya Konsumsi Semut Terhadap Larva dan pra pupa ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Serangan Semut Terhadap Larva Instar 2 O. rhinoceros .... 23

Gejala Serangan Semut Terhadap Pra pupa O. rhinoceros ... 24

Persentase Mortalitas larva dan Pra pupa O. rhinoceros ... 24

Waktu Kematian larva dan Pra pupa ... 28

Daya Konsumsi Semut Terhadap Larva dan Pra pupa ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Judu Halaman

1. Mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros ... 25 2. Daya Konsumsi Semut terhadap larva dan pra pupa ... 29 3. Waktu Kematian larva Instar dua O. rhinoceros ... 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Telur O. rhinoceros ... 5

2. Larva O. rhinoceros ... 6

3. Pupa O. rhinoceros ... 7

4. Imago O. rhinoceros ... 7

5. Gejala Serangan O. rhinoceros ... 8

6. Larva Amblyopone sp. ... 13

7. Kepompong dan imago semut Amblyopone sp. ... 14

8. Kasta Pekerja Amblyopone sp. ... 14

9. Ratu semut Amblyopone sp. ... 15

10. Rahang kasta pekerja semut Amblyopone sp. ... 16

11. Gejala Serangan Semut Terhadap larva Instar dua ... 23

12. Gejala Serangan Semut Terhadap Pra pupa ... 24

13. Histogram Pengaruh Inokulasi Terhadap Mortalitas Larva ... 27

14. Daya Konsumsi Amblyopone sp. Terhadap Larva dan Pra pupa ... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Bagan Percobaan ... 35

2. Data Persentase Mortalitas 1 hsi ... 36

3. Data Persentase Mortalitas 2 hsi ... 38

4. Data Persentase Mortalitas 3 hsi ... 40

5. Data Persentase Mortalitas 4 hsi ... 42

6. Data Persentase Mortalitas 5 hsi ... 44

7. Waktu Kematian Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros ... 46

8. Objek Percobaan ... 47


(13)

ABSTRACT

Jiman Silalahi,” Test of effectiveness Amblyopone sp. ant as predator of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaidae)”. The objective of this research was to know the effectiveness of Amblyopone ant with different number application to Rhinoceros beetle in Laboratory. This research was held from October to December 2010 with height 25 m above sea level in Pest Laboratory in Agriculture Faculty of University of Sumatera Utara. This research used Factorial Randomize Completly Design with 8 treatments and 4 remedials.

The result showed that the highest larval mortility was 100 % in two days. The highest consumtion of second instar larval was in J3S1 (20 ants investation) able to consume 14 larval within three weeks and the lowest was in J1S1 (10 ants investation) consumed 8 larval within three weeks. The highest consumtion of pra pupae was in J3S2 (20 ants investation) consumed four pra pupae and the lowest was in J1S2 (10 ants investation) consumed one pra pupae within three weeks.


(14)

ABSTRAK

Jiman Silalahi “ Uji efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabasidae)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. dalam memangsa O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010 dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan delapan 8 perlakuan dan 4 ulangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase mortalitas larva tertinggi yaitu sebesar 100 % dalam interval waktu 2 hari. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua paling tinggi yaitu pada perlakuan J3S1(investasi 20 ekor semut Amblyopone) mampu memangsa 14 ekor larva instar dua dalam selang waktu 3 minggu dan terendah pada perlakuan J1S1 (investasi 10 ekor semut Amblyopopne) yaitu mampu mengkonsumsi 8 ekor larva dalam selang waktu 3 minggu. Daya konsumsi semut Amblyopone sp. paling tinggi terhadap pra pupa yaitu pada perlakuan J3S2 (investasi 20 ekor semut Amblyopone) mampu memangsa 4 ekor pra pupa dalam selang waktu 3 minggu dan terendah pada perlaukan J1S2 (investasi 10 ekor semut Amblyopopne) yaitu hanya mengkonsumsi 1 ekor pra pupa O. rhinoceros L.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra -sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi dan Irian Jaya terus dilakukan. Data di lapangan menunjukkan luas areal perkebunan kelapa sawit cendrung meningkat, khususnya perkebunan rakyat (Fauzi dkk, 2002).

Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting disamping kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, dan sebagainya. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Minyak kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan

manusia seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Kelapa sawit merupakan komoditas yang cukup penting berperan dalam kancah perekonomian nasional. Mengingat masih lemahnya sistem informasi pada waktu itu, kapan tanaman tersebut mulai berperan di indonesia maupun berbagai aspek yang lain seperti asal – usul, jenis serta suplemen belum begitu jelas. Tanaman ini merupakan tanaman daerah tropis yang telah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia (Syamsulbahri, 1996).

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor -faktor


(16)

tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor teknis - agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal (Fauzi dkk, 2002).

Oryctes rhinoceros (L.) merupakan salah satu hama utama kelapa sawit.

Kumbang O. rhinoceros menggerek pucuk tanaman dan menyebabkan kerusakan di sekitar titik tumbuh, sehingga kerap kali menyebabkan malformasi pada pupus. Pada areal serangan berat, hampir semua tanaman diserang oleh kumbang ini, bahkan satu tanaman dapat digerek beberapa kali, sehingga dapat menyebabkan kematian tanaman (Purba, 1999).

Kumbang O. rhinoceros merusak tanaman kelapa sawit khususnya tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada beberapa kasus luka yang disebabkan oleh kumbang ini akan menjadi jalan masuknya kumbang sagu (Rhynchophorus ferrugineus) dan Phytophthora palmivora yang dapat mematikan tanaman kelapa

sawit (Suhardiyono, 1988).

Pestisida kimia, khususnya insektisida, mempunyai dampak yang sangat merugikan bagi keanekaragaman hayati serangga termasuk artropoda predator dan parasit, terutama insektisida yang berspektrum luas. Resurgensi serangga hama sasaran setelah aplikasi insektisida disebabkan karena tertekannya musuh alami serangga hama itu. Serangga lain yang mempunyai fungsi ekologi penting seperti serangga penyerbuk juga ikut punah. Dampak buruk ini dapat meluas sampai di Iuar ekosistem pertanian jika pestisida itu persisten (Sasromarsono, 2000).


(17)

Sebagai metode, pengendalian hayati merupakan salah satu metode pengendalian hama yang diminati akhir- akhir ini karena memiliki keunggualan. Diantaranya adalah sifatnya yang ramah lingkungan, dapat menghemat biaya dan diharapkan dapat mencegah peledakan populasi hama (Susilo, 2007).

Untuk mencegah perkembangan hama Oryctes, kebersihan di sekitar tanaman harus dijaga baik. Sampah-sampah atau pohon yang mati dibakar agar larva hama ini mati. Pemberantasan secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan cendawan Metarhizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes (Darmadi, 2008).

De Bach (1979) memperkirakan di bumi ini terdapat sekitar 1.000.000 spesies serangga, termasuk spesies-spesies serangga yang menjadi musuh alam. Ditaksir baru 15% dari seluruh spesies serangga musuh alam yang ditemukan dan diidentifikasi. Musuh-musuh alam yang mewakili dunia serangga dapat digolongkan menjadi dua yaitu predator dan parasitoid (Oka, 1995).

Program pengendalian hayati yang telah berhasil dilakukan adalah program pengendalian hayati terhadap kumbang Brontispa sp. pada perkebunan kelapa di Sulawesi Selatan dengan menggunakan parasitoid larva- pra pupa Tetrastichus brontispae (Hymenoptera: Euploidae) (Susilo, 2007).

Beberapa spesies musuh alami yang pernah diintroduksikan ke Malaysia dalam menekan perkembangan hama O. rhinoceros adalah Scolia ruficornis (Hymenoptera: Scoliidae), Platymeris laevicolis Distant (Hemiptera: Reduviidae), Holoeptra quadriedentata (Fabricius) (Coleopteran: Histeridae) dan


(18)

Sehubungan dengan berkembangnya pemanfaatan musuh alami dalam menekan populasi hama, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang pengujian efektifitas semut predator (Amblyopone sp.) terhadap O. rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) di Laboratorium.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai predator terhadap O. rhinoceros L. (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

Hipotesis Penelitian

1. Semut predator Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae) diduga efektif dalam mengendalikan larva dan pra pupa O. rhinoceros L.

2. Diduga serangan semut Amblyopone sp. menunjukkan gejala berupa mengeringnya kutikula larva dan pra pupa O. rhinoceros

3. Diduga semut Amblyopone sp. mampu mengkonsumsi mangsanya dalam jumlah yang banyak

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian universitas Sumatera Utara, Medan


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi O. rhinoceros L.

Klasifikasi kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insekta Ordo : Coleoptera Family : Scarabaidae Genus : Oryctes

Spesies : O. rhinoceros L.

Telur O. rhinoceros berbentuk lonjong, ketika diletakkan telur berwarna putih. Setelah beberapa hari kemudian telur menjadi berwarna agak kelam dan mendekati penetasan berwarna coklat. Stadia telur berlangsung selama 12 hari. Panjang telur lebih kurang 3 mm (Gambar 1) (Kartasapoetra, 1993).


(20)

Larva O. rhinoceros berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi dengan rahang yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos, dan hampir semua bahan organik yang membusuk. Batang kelapa sawit dan kelapa adalah tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini (Winarto, 2005).

Larva memiliki tiga pasang tungkai. Larva akan segera memakan bagian tanaman yang masih ada serta bahan sampah atau kotoran yang ada di dekatnya. Larva terdiri dari tiga instar. Masa larva instar pertama 12-21 hari, instar kedua 21-60 hari dan instar ketiga 60-165 hari. Warna larva keputih-putihan dengan kepala yang berwarna kehitaman. Larva sering tampak melengkung membentuk setengah lingkaran (Gambar 2) (Kartasapoetra, 1993).

Gambar.2. Larva O. rhinoceros

Kumbang tanduk O. rhinoceros L. termasuk ke dalam ordo Coleoptera dengan family Scarabaidae. Kumbang tanduk bertelur pada bahan-bahan organik seperti tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang, batang kelapa, kompos, dan lain-lain. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan, namun pada umumnya 4-7 bulan. Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir dan menetas setelah ± 12 hari (Vandaveer, 2004).


(21)

Pra pupa berada dalam kokon yang terbuat dari bahan-bahan organik disekitar tempat hidupnya. Masa pra pupa biasanya berlangsung selama 8 – 13 hari. Selanjutnya pra pupa akan menjadi pupa. Periode pupa lebih kurang 2-3 minggu. Warna pupa putih kekuningan dengan panjang 5-9 cm (Gambar 3) (Prawirosukarto dkk, 2003).

Gambar.3. Pupa O. rhinoceros

Kumbang badak berwarna coklat tua mengilap. Panjangnya bisa mencapai lebih kurang 5-6 cm. Kumbang badak betina bertelur di tempat sampah, batang kelapa dan daun-daunan yang telah membusuk. Cula yang terdapat pada kepala menjadi ciri khas kumbang ini. Cula kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina (Gambar 4a dan 4b) (Prawirosukarto dkk, 2003).


(22)

Gejala Serangan

Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat mengakibatkan kerusakan pada titik tumbuh. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka cirri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga (Suhardiyono, 1988).

Kumbang dewasa masuk ke dalam daerah titik tumbuh dan memakan bagian yang lunak. Bila serangan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati, tetapi bila memakan bakal daun hanya menyebabkan daun dewasa rusak dan tampak guntingan-guntingan/ potongan-potongan pada daun yang baru terbuka seperti huruf “V”. Gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk pertumbuhan. Serangan ini dapat dilakukan oleh serangga jantan maupun betina. Akibatnya adalah mahkota daun tampak compang-camping, tidak teratur, serta tidak indah lagi. Kadang pelepah daun dapat menjadi putus (Gambar 5) (Darmadi, 2008).

Pelepah daun putus


(23)

Metode Pengendalian O. rhinoceros

Upaya mendeteksi hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak harus dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan dan pengendalian, keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi ledakan serangan yang tak terkendali (Pahan, 2006).

Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang. Ambang toleransi O. rhinoceros adalah apabila 20% tajuk terserang dengan 20% tanaman sekitar pohon contoh pengamatan terserang (Suhardiyono, 1988).

Pengendalian terhadap hama O. rhinoceros dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pengumpulan O. rhinoceros secara langsung dari lubang gerekan pada kelapa sawit dengan menggunakan alat kait berupa kawat. Tindakan ini dilakukan setiap tiga bulan bila populasi 3-5 ekor/ ha, tiap dua minggu jika populasi 5-10 ekor, dan tiap minggu pada populasi O. rhinoceros lebih dari 10 ekor. b. Penghancuran tempat peletakan telur dan dilanjutkan dengan pengumpulan

larva untuk dibunuh.

c. Larva O. rhinoceros pada mulsa tandan kosong kelapa sawit di areal tanaman menghasilkan dapat dikendalikan dengan jamur Metarhizium anisopliae sebanyak 20 g/ m2.

d. Penggunaan perangkap berupa feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang digantung pada ember plastik kapasitas 12 liter.

e. Secara kimiawi dengan menaburkan insektisida Karbosulfan sebanyak 0,05– 0,10 g bahan aktif/ pohon setiap 1-2 minggu (Prawirosukarto dkk, 2003).


(24)

Semut Predator Amblyopone sp.

Menurut Erichson (1982), klasifikasi semut Amblyopone sp. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Hymenoptera Family : Formicidae Subfamily : Amblyoponinae Tribe : Amblyoponini Genus : Amblyopone Spesies : Amblyopone sp.

Di habitat alaminya, hama mempunyai predator, parasitoid dan patogen yang secara kolektif dikenal sebagai musuh alami atau agens (pengendalian) hayati. Predator atau pemangsa adalah organisme yang membunuh dan mengkonsumsi banyak hewan mangsa dalam hidupnya. Hewan predator umumnya berukuran lebih besar dan lebih kuat daripada mangsanya sehingga

mereka mampu menaklukkan mangsa sebelum dibunuh dan dikonsumsi (Susilo, 2007).

Anggota- anggota Ordo Hymenoptera yang bersifat predator antara lain adalah dari Famili Formicidae (semut), Vespidae (tawon kepala), dan Sphecidae. Dalam sejarah pengendalian hayati semut telah digunakan sebagai agens hayati terhadap hama buah-buahan terutama jeruk di Cina sejak berabad-abad lalu (Susilo, 2007).


(25)

Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae, dan semut termasuk dalam ordo Hymenoptera bersama dengan lebah dan tawon. Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka.

mereka yang membentuk sebuah kesatuan (Sativa, 2011).

Setiap koloni semut, tanpa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat. Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni. Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan koloni berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu mengemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati setelah kawin (Yahya, 2004).

Anggota kasta kedua adalah prajurit. Kasta prajurit mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu (Yahya, 2004). Semut prajurit merupakan satuan pengaman atau "Satpam" bagi kelompoknya. Setiap saat mereka akan memberikan peringatan kepada semut lainnya apabila ada pengacau memasuki daerah kekuasaannya. Ketika mereka menemukan mangsa, semut prajurit menyebarkan bau dan menyentuh semut lainnya dengan cara-cara tertentu untuk menunjukkan dimana mereka menemukan mangsa dan seberapa besar mangsa yang ditemukan.


(26)

Beberapa semut 'mengeksekusi' mangsa tersebut dengan cara menjepitnya (Suhara, 2009).

Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Semut pekerja merawat semut induk dan bayi-bayinya, membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Semut pekerja membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka. Semut mencari makanan dan terus- menerus membersihkan sarang (Yahya, 2004).

Setiap individu dalam koloni semut melakukan bagian pekerjaannya sepenuhnya. Tak ada yang mencemaskan posisi atau jenis tugasnya. Ia hanya melakukan apa yang diwajibkan. Yang penting adalah keberlanjutan koloninya (Yahya, 2004).

Semut menggunakan sinyal akustik tertentu yang dilepaskanya saat marah. Seekor semut memberi peringatan, lalu ia mengeluarkan panggilan yang bisa diterima, dipahami, dan direspon kawannya dengan segera untuk mendengarkan suara semut yang sedang memberi peringatan kepada kawannya. Beda lagi dengan suara semut dalam keadaan normal dan saat bekerja, memindahkan sesuatu, dan mengumpulkan makanan (Suhara, 2009).

Semut Amblyopone merupakan spesies yang menyukai kelembaban. Amblyopone banyak terdapat di hutan, daerah beriklim sedang, atau di daerah

tropis. Pada daerah panas, semut Amblyopone tinggal di dalam tanah dan biasanya hanya ditemukan pada waktu banjir atau melalui penggalian yang dibuat manusia (William, 1960).


(27)

Seluruh anggota dari suku Amblyopone sp. sejauh ini diketahui sebagai predator obligat terhadap arthropoda. Hampir semua spesies mencari makanan di tanah, sampah daun atau kayu yang membusuk. Hasil observasi terhadap Amblyopone sp. menunjukkan bahwa kasta pekerja Amblyoponini umumnya

menyerang mangsa yang hidup ( dalam bentuk chilopoda, larva kumbang atau arthropoda lainnya) dengan menggunakan rahang yang keras dan menyengatnya dalam waktu yang lama hingga mati (William, 1960).

Koloni semut Amblyopone sp. terbatas dalam ukuran (puluhan atau ratusan). Larva semut Amblyopone sp. terdiri dari lima instar yang sederhana dan berada di bawah tanah. Pengamatan koloni di laboratorium mengindikasikan larva instar pertama dan instar kedua yang bersifat kanibal menyebabkan pengurangan jumlah telur. Instar pertama dan kedua mampu memakan 66-75 % telur di sarang dimana setiap larva memakan 2-3 telur sebelum pergantian ke instar ketiga. Larva memiliki segmen- segmen dan berwarna keputihan (Gambar 6) (Masuko, 2003).

Gambar. 6. Larva Semut Amblyopone sp.

Sumbe

Dalam beberapa kasus, kepompong ditempatkan pada ruangan yang tersembunyi. Kepompong hanya ditemani oleh beberapa pekerja dewasa atau adakalanya beberapa serangga betina yang steril. Sarangnya yang bercabang


(28)

kemudian dikenal sebagai ruangan kokon. Ruang kokon biasanya digali dalam sarang dengan kedalaman yang hampir sama dengan sarang utama, namun dikhususkan untuk meng-rearing di musim panas. Imago keluar dari sarang beberapa waktu setelah sang semut jantan keluar. Biasanya pupa berada di dalam tanah dan siap untuk bermetamorfosis menjadi imago dewasa. Kepompong semut Amblyopone sp. cendrung berwarna oranye (Gambar 7) (Masuko, 2003).

Gambar. 7. Kepompong dan imago semut Amblyopone sp.

Sumbe

Imago semut Amblyopone sp. panjangnya mencapai 5 mm. Kasta pekerja merupakan predator di dalam tanah dan sampah daun. Semut Amblyopone sp. jarang terlihat mencari makanan di permukaan tanah. Kasta pekerja berwarna pucat sampai coklat gelap (Gambar 8) (Shattuck, 1999).

Gambar. 8. Kasta pekerja semut Amblyopone sp.


(29)

Ukuran tubuh ratu semut Amblyopone sp. tergolong besar. Kasta pekerja menunjukkan variasi ukuran tubuh yaitu dengan lebar kepala 1,48- 2,18 mm dan jumlah ovariole antara 6 hingga 22 sedangkan ukuran lebar kepala ratu 3,0 mm dengan ovariole berjumlah 24 hingga 32 (Gambar 9) (Ito, 2010).

Gambar. 9. Ratu semut Amblyopone sp.

Sumbe

Dalam genus Amblyopone telah dilaporkan bahwa reproduksi terutama dilakukan oleh ratu yang jelas. Sebagai contoh telah dilaporkan bahwa ratu yang bersayap dapat bereproduksi dalam koloni Mystrium, Myopopone dan Prionopelta (Brown, 1960, Moffet 1985, Holldobler dan Wilson 1985). Dalam

genus Amblyopone koloni A. pallipes, A. silvestrii dan A. pullto terdapat ratu yang bersayap yang dapat langsung bereproduksi (Traniello 1982, Masuko 1986, Gotwald dan Levieux 1972). Ratu yang bersayap juga telah dilaporkan dalam spesies Amblyopone yang lain yang sudah dipelajari dalam taksonomi (Brown 1960, Taylor 1978). Penemuan dari spesies primitif tanpa ratu sepertinya menekankan bahwa tidak adanya kasta ratu dapat terjadi tergantung garis pilogenik dalam Ponerine (Ito, 1991).


(30)

Semut menggunakan rahang untuk mengangkat makanan. Rahang juga digunakan untuk memproses makanan dan memotong-motong mangsa mereka. Semut predator juga menggunakan rahang untuk merobek, menusuk dan menggiling makanan mereka. Rahang penting bagi keberhasilan berburu semut predator (Gambar 10) (Schmidt, 2004).

Gambar 10. Rahang kasta pekerja semut Amblyopone sp. Keterangan :

a. Occiput

b. Mata majemuk c. Mandible d. Antena

Saat merasakan kehadiran mangsanya, semut Amblyopone sp. cendrung menghadapinya tanpa ragu, dengan menggunakan rahangnya, mangsa langsung disengat. Perilaku ini berlaku sama berapapun jumlah semut yang menyerang mangsanya. Semut Amblyopone sp. dapat merasakan apakah mangsanya telah lumpuh atau belum. Semut Amblyopone sp. akan mengamati isyarat dari mangsanya apakah mangsa tersebut sudah dapat untuk dikonsumsi (Masuko, 2003).

Di Laboratorium, kasta pekerja Amblyopone sp. sering meninggalkan sarang sendirian. Ketika semut Amblyopone sp. menemukan mangsanya, mangsa

a .

b

d c


(31)

langsung disengat dan mangsa yang telah lumpuh dibawa ke sarang. Jika mangsa dalam ukuran besar diberikan, semut Amblyopone sp. akan menyerangnya sendiri- sendiri. Kasta pekerja yang ada di dekatnya kemudian akan membantu menyerang. Salah satu pekerja akan kembali ke sarang dan menggetarkan tubuhnya untuk mendapatkan perhatian dari pekerja lainnya. Setelah itu satu atau dua pekerja meninggalkan sarang dan menemui mangsanya untuk mencari makan. Kasta pekerja tersebut kemudian bekerja sama membawa mangsanya tersebut. Mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk pengambilan mangsa (Ito, 2010).

Dalam 14 jam pengamatan dari sebuah koloni dengan 25 kasta pekerja, perilaku memakan cairan larva (larval hemolymph feeding) (LHF) dapat dilakukan sebanyak 38 kali. 12 dari 25 kasta pekerja memakan cairan larva. Satu kasta pekerja memonopoli lebih dari 50% LHF (21 kali) dan yang lainnya hanya mengkonsumsi cairan larva satu sampai tiga kali. Perilaku agresif antar kasta pekerja tidak pernah diamati (Ito, 2010).


(32)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai selesai

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut Amblyopone sp., larva O. rhinoceros, pra pupa O. rhinoceros, tandan kosong kelapa sawit, batang kelapa sawit dan bahan pendukung lainnya.

Alat-alat yang digunakan adalah stoples, kain kasa, tisu, karet gelang, mikroskop, kertas label, kuas, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, dengan 2 faktor yaitu :

Faktor 1: Jumlah semut yang diinfestasikan (J) J0 : Kontrol

J1 : Diaplikasikan 10 ekor semut predator Amblyopone sp. J2 : Diaplikasikan 15 ekor semut predator Amblyopone sp. J3 : Diaplikasikan 20 ekor semut predator Amblyopone sp.


(33)

Faktor 2 yaitu stadia O. rhinoceros L. yang diuji (S) yaitu : S1 : Larva instar dua O. rhinoceros

S2 : Pra pupa O. rhinoceros

Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi perlakuan yaitu : J0S1 : Kontrol terhadap larva instar dua

J0S2 : Kontrol terhadap pra pupa

J1S1 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros J1S2 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros J2S1 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros J2S2 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros J3S1 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros J3S2 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros

- Tiap-tiap koloni semut terdiri dari satu kasta ratu dan sisanya adalah kasta prajurit dan kasta pekerja (dengan perbandingan 1:3:5)

- Larva yang diujikan adalah larva instar kedua O. rhinoceros Jumlah kombinasi Perlakuan : 8 Perlakuan

Jumlah ulangan : 4 Ulangan

Jumlah unit Percobaan : 32 Unit Percobaan

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj +αβij + τijk

Yij = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j. µ = Nilai tengah umum

αi = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i


(34)

αβij = Interaksi dari faktor a pada taraf ke I dan faktor b pada taraf ke j

τijk = Efek eror karena pengaruh perlakuan pada taraf ke-I, factor b pada taraf ke j dan pada ulangan ke-k

yijk = Hasil pengamatan dari factor a pada taraf ke I, factor b pada taraf ke j Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan nilai berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Media Perlakuan

Media yang digunakan berupa stoples ukuran sedang yang telah diisi dengan makanan O. rhinoceros yaitu berupa serbuk dari batang kelapa sawit yang telah membusuk yang diambil dari lapangan. Media disediakan sebanyak 32 stoples. Bersama dengan stoples disediakan juga kain kasa dan karet gelang yang digunakan untuk menutup bagian atas stoples.

b. Penyediaan Larva Serangga Uji

Larva O. rhinoceros diambil dari lapangan sebanyak 80 larva instar dua yang sehat. Kemudian larva dimasukkan ke dalam stoples, dimana tiap stoples berisi 5 larva O. rhinoceros.

c. Penyediaan Pra pupa Serangga Uji

Larva instar akhir O. rhinoceros diambil dari lapangan sebanyak 16 larva instar akhir yang sehat. Kemudian larva direaring hingga menjadi pra pupa, kemudian dimasukkan ke dalam stoples, dimana setiap stoples berisi 1 ekor pra pupa O. rhinoceros L.


(35)

d. Penyediaan Semut Predator Amblyopone sp.

Semut predator Amblyopone sp. diambil dari lapangan dari batang kelapa sawit yang telah melapuk pada areal penanaman kelapa sawit. Semut kemudian di bawa ke laboratorium untuk selanjutnya dikembangbiakkan dalam beberapa stoples dengan meletakkan ratu semut di dalam sarangnya yang berupa batang kelapa sawit yang telah melapuk, semut kasta prajurit, semut kasta pekerja, batang kelapa sawit, beserta pakan semut berupa larva instar kedua dan pra pupa O. rhinoceros. Kelembaban tetap dijaga dengan menyemprotkan air secukupnya.

e. Pengaplikasian

Pengaplikasian semut predator Amblyopone sp. dilakukan dengan cara

menginfestasikankan semut predator pada stoples yang telah berisi larva O. rhinoceros dan pra pupa O. rhinoceros beserta pakannya. Semut Predator

diinfestasikan dengan menggunakan kuas dimana jumlah semut yang diinfestasikan sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.

Parameter Pengamatan

a. Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Pada Larva O. rhinoceros L.

Larva O. rhinoceros yang dimangsa oleh semut Amblyopone sp. diamati. Pengamatan terhadap gejala dilakukan setiap hari dibawah mikroskop.

b. Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Pada Pra pupa O. rhinoceros L.

Gejala serangan semut Amblyopone sp terhadap pra pupa O. rhinoceros diamati secara langsung. Pengamatan terhadap gejala dilakukan mulai dari satu hari setelah aplikasi. Pengamatan dilakukan setiap hari


(36)

c. Persentase Mortalitas Larva Instar dua dan pra pupa O. rhinoceros L.

Pengamatan mortalitas larva dan pra pupa dilakukan setiap hari setelah aplikasi. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah larva dan pra pupa yang mati dan kemudian dihitung mortalitas larva dan pra pupa. Persentase mortalitas larva dan pra pupa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = ×100% b

a

Keterangan:

P = Persentase mortalitas larva dan pra pupa a = Jumlah larva dan pra pupa yang mati

b = Jumlah larva dan pra pupa yang diamati (Wahyono dan Tarigan, 2007).

d. Waktu Kematian Larva dan Pra pupa O. rhinoceros L.

Pengamatan dilakukan mulai dari satu hari setelah aplikasi (hsa) terhadap larva dan pra pupa O. rhinoceros yang telah diinfestasikan semut predator Amblyopone sp. sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.

e. Daya Konsumsi Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva dan Pra pupa

Daya konsumsi semut terhadap larva dan pra pupa dapat diketahui dengan menghitung banyaknya larva dan pra pupa yang dimangsa. Apabila larva dan pra pupa yang diinfestasikan pada tahap awal habis dimangsa maka diberikan pakan tambahan dan diamati berapa banyak larva dan pra pupa yang mampu dimangsa dalam selang waktu tertentu.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva Instar dua O. rhinoceros

Hasil penelitian menunjukkan semut Amblyopone menyerang mangsanya

dengan menyengat mengsanya hingga mati. Gejala awal terhadap larva instar dua O. rhinoceros tampak berubah warna menjadi kecoklatan, larva yang di sengat

akan tampak lemas dan mengeluarkan kotoran. Hal ini sesuai dengan pernyataan William (1960) yang menyatakan bahwa hasil observasi terhadap Amblyopone sp. menunjukkan bahwa kasta pekerja amblyoponini umumnya menyerang mangsa yang hidup (dalam bentuk chilopoda, larva kumbang atau arthropoda lainnya) dengan menggunakan rahang yang keras dan menyengatnya dalam waktu yang lama hingga mati. Pada bagian kulit larva tampak bekas gigitan semut yang selanjutnya akan menghitam. Cairan tubuh larva kemudian dihisap sehingga yang tinggal hanya kulitnya saja (Gambar 11).

A B C

Gbr. 11. Gejala serangan semut Amblyopone sp. terhadap larva instar dua

O. rhinoceros

Keterangan:

A. Larva tampak berubah warna menjadi kecoklatan B. Larva menghitam secara bertahap


(38)

Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Terhadap Pra pupa O. rhinoceros

Gejala awal yang timbul terhadap pra pupa tampak berupa bekas sengatan semut Amblyopone sp. dimana kutikula pra pupa akan tampak menghitam. Selanjutnya gejala ini akan meluas ke seluruh permukaan kulit sehingga warna pra pupa berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya menghitam secara keseluruhan. Semut Amblyopone sp memangsa pra pupa dengan mengkonsumsi bagian dalam tubuh pra pupa. Dalam selang waktu tujuh hari pra pupa akan tampak mengering dan yang tinggal hanya bagian kulitnya saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fuminori (2010) yang menyatakan bahwa kasta pekerja semut Amblyopone sp. mengambil makanan dari haemolymph mangsanya (Gambar 12).

A B C

Gbr.12. Gejala serangan semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa O. rhinoceros Keterangan:

A. Pra pupa yang baru di sengat B. Pra pupa tampak menguning

C. Pra pupa sudah menghitam dan tinggal kulitnya saja

Persentase Mortalitas Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros L.

Data pengamatan dan analisis sidik ragam persentase mortalitas larva dan pra pupa O. rhinoceros dapat dilihat pada lampiran 2 – 6. Dari hasil analisis sidik


(39)

ragam dapat dilihat bahwa perlakuan infestasi semut Amblyopone sp. pada pengamatan 1-5 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh infestasi semut Amblyopone sp. terhadap mortalitas (%) larva dan pra pupa O. rhinoceros pada pengamatan 1-5 hsi.

Perlakuan

Mortalitas (hari setelah infestasi (hsi))

1 2 3 4 5

J0S1 0 c 0 c 0 c 0 c 0 b

J1S1 20 b 35 b 55 ab 70 ab 85 a

J2S1 55 ab 75 ab 80 a 85 a 90 a

J3S1 90 a 90 a 90 a 100 a 100 a

J0S2 0 c 0 c 0 c 0 c 0 b

J1S2 0 c 0 c 0 c 25 b 75 a

J2S2 25 b 25 b 25 b 75 a 100 a

J3S2 25 b 50 b 75 a 100 a 100 a

Keterangan: Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata, pada taraf 5% uji jarak Duncan (UJD)

Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros tertinggi pada perlakuan J3S1 dan J3S2 sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros antar perlakuan pada pengamatan 5 hsi tidak berbeda nyata. Hal ini

karena semut Amblyopone sp. akan langsung menyerang mangsanya apabila terdapat mangsa di sekitar sarangnya. Mangsa diserang tanpa ragu karena semut Amblyopone sp. membutuhkan haemolymph yang terdapat pada mangsanya untuk

keberlangsungan hidupnya. Kasta pekerja semut Amblyopne dapat mengkonsumsi cairan mangsanya berkali- kali hingga cairan yang terdapat dalam tubuh mangsanya habis seluruhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ito (2010) yang


(40)

menyatakan bahwa dalam 14 jam pengamatan dari sebuah koloni dengan 25 kasta pekerja, perilaku memakan cairan larva (larval hemolymph feeding) (LHF) dapat dilakukan sebanyak 38 kali. 12 dari 25 kasta pekerja memakan cairan larva. Satu kasta pekerja memonopoli lebih dari 50% LHF (21 kali) dan yang lainnya hanya mengkonsumsi cairan larva sebanyak satu sampai tiga kali. Perilaku agresif antar kasta pekerja tidak pernah diamati.

Masuko (2003) juga menyatakan bahwa saat merasakan kehadiran mangsanya, semut Amblyopone sp. cendrung menghadapinya tanpa ragu, dengan menggunakan rahangnya, mangsa langsung disengat. Perilaku ini berlaku sama berapapun jumlah semut yang menyerang mangsanya. Semut Amblyopone sp. dapat merasakan apakah mangsanya telah lumpuh atau belum. Semut Amblyopone akan mengamati isyarat dari mangsanya sebelum mengkonsumsi mangsanya tersebut.

Dari hasil percobaan juga diperoleh persentase kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros paling cepat terdapat pada perlakuan J3S1 dan J3S2 yaitu dengan infestasi 20 ekor semut Amblyopone sp. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah semut dalam satu koloni, maka sistim koordinasi yang terdapat dalam koloni tersebut akan berjalan semakin baik sehingga kemampuan memangsanya juga akan bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ito (2010) yang menyatakan bahwa ketika semut Amblyopone sp. menemukan mangsanya, mangsa langsung disengat dan mangsa yang telah lumpuh dibawa ke sarang. Jika mangsa dalam ukuran besar diberikan, semut Amblyopone sp. akan menyerangnya sendiri- sendiri. Kasta pekerja yang ada di dekatnya kemudian akan membantu menyerang. Salah satu pekerja akan kembali ke sarang dan menggetarkan


(41)

tubuhnya untuk mendapatkan perhatian dari pekerja lainnya. Setelah itu satu atau dua pekerja meninggalkan sarang dan menemui mangsanya untuk mencari makan. Kasta pekerja tersebut kemudian bekerja sama membawa mangsanya tersebut. Mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk pengambilan mangsa

Persentase mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros pada setiap waktu pengamatan selalu mengalami kenaikan secara bertahap dari pengamatan 1-5 hsi. Hal ini menunjukkan bahwa semut Amblyopone sp. bersifat predator terhadap O. rhinoceros. Hal ini sesuai dengan pernyataan William (1960) yang menyatakan bahwa seluruh anggota dari suku Amblyopone sejauh ini diketahui predator obligat terhadap arthropoda. Untuk melihat peningkatan persentase mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram pengaruh infestasi semut Amblyopone sp. terhadap mortalitas (%) larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros pada pengamatan 1-5 hari setelah infestasi (hsi)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5

J0S1 J0S2 J1S1 J2S1 J3S1 J1S2 J2S2 J3S2 P e rs e n ta se M o rt a li ta s (% )


(42)

Waktu Kematian Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros

Dari hasil penelitian diketahui bahwa semut Amblyopone sp. mampu membunuh larva intar 1 O. rhinoceros dalam waktu yang relatif singkat. Semut Amblyopone sp. mampu membunuh 5 ekor larva instar dua O. rhinoceros dalam

waktu 2 hari setelah infestasi (hsi). Hal ini karena kasta pekerja semut Amblyopone sp. bersifat predator terhadap larva instar dua O. rhinoceros. Kasta

pekerja semut Amblyopone dapat mengkonsumsi mangsanya berkali- kali sehingga seluruh cairan tubuh mangsanya habis. Untuk melihat perbandingan waktu kematian larva instar dua dan pra pupa dapat dilihat pada lampiran 2.

Infestasi semut Amblyopone sp. pada perlakuan J3S1 (infestasi 20 ekor semut Amblyopone) mampu membunuh larva instar dua O. rhinoceros lebih cepat dibanding dengan perlakuan lainnya. Begitu juga dengan kemampuan semut Amblyopone sp. membunuh pra pupa O. rhinoceros diperoleh hasil bahwa

semakin banyak semut Amblyopone yang diinfestasikan maka semakin banyak proporsi mangsa yang dibutuhkan sehingga waktu kematian larva dan pra pupa O. rhinoceros juga semakin cepat

Daya Konsumsi Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros

Daya konsumsi Semut Amblyopone sp. tertinggi yaitu pada perlakuan J3S1 (20 ekor semut Amblyopone sp.) mampu mengkonsumsi rata- rata 12, 5 ekor larva instar dua dan rataan terendah pada perlakuan J1S1 yaitu sebanyak 8,25 ekor larva instar dua. Larva yang dikonsumsi dihisap cairan tubuhnya sehingga yang tinggal hanya kulitnya saja. Semut Amblyopone sp. lebih cendrung menghabiskan mangsanya satu demi satu dan mengkonsumsi bagian tubuhnya hingga


(43)

habis. Setelah mangsa tinggal kulitnya saja barulah semut Amblyopone menyerang mangsanya yang lain. Banyaknya larva yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros selama 24 hari pengamatan

Perlakuan rata rata (ekor)

J0S1 0

J1S1 8.25

J2S1 9.25

J3S1 12.5

J0S2 0

J1S2 1.25

J2S2 1.75

J3S2 2.75

Tabel 3. Rataan jumlah larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros L. yang dikonsumsi dalam 24 hari

Dari hasil penelitian diketahui bahwa daya konsumsi terendah pada perlakuan J1S2 dan tertinggi pada perlakuan J3S2. Semut Amblyopone terlebih dahulu melumpuhkan mangsanya dengan melakukan sengatan. Setelah pra pupa mati semut Amblyopone mengkonsumsi bagian dalam tubuh mangsanya secara perlahan. Pakan tambahan berupa larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros yang diberikan setelah mangsa yang diinfestasikan pada tahap awal habis dikonsumsi paling banyak terdapat pada perlakuan J3S2 yaitu dengan infestasi 20 ekor semut Amblyopone sp. mampu menghabiskan rata– rata 2- 3 ekor pra pupa O. rhinoceros. Dalam hal ini berat rata- rata dari satu ekor pra pupa setara dengan

berat lima hingga enam ekor larva instar kedua O. rhinoceros. Dari hasil penelitian diketahui bahwa semakin banyak jumlah semut Amblyopone sp. yang


(44)

diinfestasikan maka semakin banyak mangsa yang dihabiskan. Banyaknya larva dan pra pupa O. rhinoceros yang dimangsa dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Histogram rataan daya konsumsi semut Amblyopone sp. terhadap larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Semut Amblyopone sp. merupakan semut pemangsa larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros

2. Persentase mortalitas larva dan pra pupa tertinggi yaitu 100% dengan inokulasi 20 ekor semut Amblyopone sp. dan terendah sebesar 0%

3. Infestasi 20 ekor semut Amblyopone sp. mampu membunuh 5 ekor larva instar dua O. rhinoceros dalam selang waktu 2 hari dan juga mampu membunuh pra pupa O. rhinoceros dalam selang 2 hari

0 2 4 6 8 10 12 14

J0S1 J1S1 J2S1 J3S1 J0S2 J1S2 J2S2 J3S2


(45)

4. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua paling tinggi yaitu sebanyak 14 larva instar dua dan daya konsumsi terhadap pra pupa yaitu sebanyak 4 pra pupa O. rhinoceros

Saran

1. Semut Amblyopone sp. dapat digunakan sebagai musuh alami O. rhinoceros pada stadia larva instar dua dan pra pupa karena memiliki kemampuan membunuh mangsanya hingga 100% dalam selang waktu 5 hari.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas semut Amblyopone sp. dalam membunuh mangsanya di lapangan.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui biologi dan perkembangbiakan semut Amblyopone sp.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, W. L. Jr. 1960. Contribution Toward a Reclassification of the Formicidae III. Tribe Amblyoponini. Bull. Muss. Comp. Zool. Harvard. 122 : 145- 230

Chong, K. K., Ooi, P. A. C., dan Tuck, H.C. Crop Pest And Their Management In Malaysia, Tropical Press Sdn. Kuala lumpur, Malaysia

Darmadi, Didi Pertanian Pembanguan (SPP) N Kepahiang, Bengkulu. Diunduh dari kelapa-sawit. Diakses tanggal 30 Juni 2010.

Erichson. 1982. Amblyopone. http://www.google. Amblyopone /image.com. diakses 28 November 2010


(46)

Fauzi, Yan., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, Imam dan hartono, R. 2002. Kelapa Sawit. Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya: Jakarta

Gotwald, W. H dan Levieux, J. 1972. Taxonomy and Biology of a New West African ant Belonging to the Genus Amblyopone (Hymenoptera : Formicidae) Ann. Ent. Soc. Amer.65: 383- 396

Ito, F. 1991. Preliminary Report on Queenless Reproduction in a Primitive Ponerine Ant Amblyopone sp. (Reclinata group) in West Java Indonesia. Graduate School of environmental university Sapporo 060. Japan. Psyche : 319- 322

Ito, F. 2010. Notes on the Biology of the Oriental Amblyoponine ant Myopopone castanae: Queen- worker dimorphism, worker polymorphism and larval hemolymph feeding by workers (hymenoptera: Formicidae). Faculty of Agriculture, Kagana University, Miki, Kagawa, japan. Entomol. Society of Japan.

Kalshoven, L.G. E. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P. A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta

Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan perkebunan. Bumi Aksara : Jakarta

Masuko, K. 2003. Larval Oophagy In the Ant Amblyopone silvestrii (Hymenoptera : Formicidae). Insectes sociaux. http//:www. Google.com. Amblyopone sp as Predator. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.

Masuko, Keiichi. 2003. Analysis of brood development in the ant Amblyopone silvestrii with special reference to colony bionomics. Institute of Natural Sciences, Senshu University, Kawasaki, Kanagawa, Japan. www. Google.com. Diakses 05 Mei 2011

Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University press : Yogyakarta

Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya : Jakarta

Prawirosukarto, S., Y.P. Rocetha., U. Condro, dan Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. PPKS Medan Purba, Y.R.,Prawirosukarto, S. dan de Chenon, R.D. Pemanfaatan Tandan Kosong

Sawit Sebagai Perangkap O. rhinoceros (L.) Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. http//:www.google.com. Diakses tanggal 26 Juni 2010


(47)

Sasromarsono, S dan Untung, K. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda: Predator dan Parasit di Indonesia dan Pemanfaatannya. http//:www.Google.com. diakses tanggal 26 Juni 2010

Sativa, R. 2011. Prilaku Makan Semut Hitam. http: www. Gogle.co.id. Semut Serangga Sosial. Com. Diakses 29 Maret 2011

Schmidt, C.A. 2004. Morphological and Functional Diversity of Ant Mandibles. http//.www.Google.com.Amblyopone sp. Diakses tanggal 18 Agustus 2010

Shattuck, S dan Barnett, N.J. 1999. Australian Ants. Their Biology and Identification. http//www.Google.com. diakses tanggal 18 Agustus 2010 Suhara. 2009. Semut rangrang Oecophylla smaradigna.

http:www.google.komunikasi semut.com. diakses 30 Maret 2011

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman kelapa. Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius : Yogyakarta

Susilo, 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha ilmu: Yogyakarta

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM-Press, Yogyakarta.

Taylor, R. W. & Brown, D. R. 1985. Formicidae. In. Zoological Catalogue of Australia 2, Hymenoptera, eds. D. W. Walton, CSIRO

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya : Bandung

Trainello, J. F. A. 1982. Poopulation Structure and Social Organization in The Primitive Ant Amblyopone pallipes (Hymenoptera: Formicidae). Psyche 89: 65-80

Vandaveer, C. 2004. What is Lethal-Male Delivery Sistem. Diunduh dari pada 12 juni 2010, Medan.

Wahyono, T.E. dan N. Tarigan. 2007. Uji Patogenitas Beauveria basiana dan Metarizhium anisopliae Terhadap Ulat Serendang. deptan.go.id. diakses 12 Juni 2010

William, L and Jr. Brown. 1960. Contributions Toward a Reclasification of The Formicidae III. Tribe Amblyoponini (Hymenoptera). Bulletin of the Museum of Comparative Zoology. Cambridge Mass : USA


(48)

Winarto, L. 2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu. Medan.

Yahya, Harun. 2004. Menjelajahi Dunia Semut. http : www. Google.com. sistim kasta pada semut. Diakses 05 April 2011

Lampiran 1. Bagan Percobaan

J0S2

J0S2

J0S2

J0S2

J0S1 J0S1

J0S1

J1S1 J1S1

J1S2

J1S2

J1S2

J1S2 J3S2

J3S2

J3S1 J3S1

J2S1

J2S1

J2S1

J2S2

J2S2 J2S2


(49)

Keterangan :

J0S1 : Kontrol terhadap larva instar dua

J1S1 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua J2S1 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua J3S1 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua J0S2 : Kontrol terhadap pra pupa

J1S2 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa J2S2 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa J3S2 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa U : Ulangan

Lampiran 2. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 1 2 1 0 4 1

J2S1 3 3 3 2 11 2.75

J3S1 5 5 3 5 18 4.5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 1 0 0 0 1 0.25

J3S2 1 0 0 0 1 0.25

Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0


(50)

J1S1 20 40 20 0 80 20

J2S1 60 60 60 40 220 55

J3S1 100 100 60 100 360 90

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 100 0 0 0 100 25

J3S2 100 0 0 0 100 25

Total 380 200 140 140 860 215

Rataan 47.5 25 17.5 17.5 26.875

Data Mortalitas Larva dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J1S1 26.565051 39.2315 26.565 10.182 102.54 25.636

J2S1 50.76848 50.7685 50.768 39.232 191.54 47.884

J3S1 90 90 50.768 90 320.77 80.192

J0S2 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J1S2 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J2S2 90 10.1821 10.182 10.182 120.55 30.137

J3S2 90 10.1821 10.182 10.182 120.55 30.137

377.87973 230.91 179.01 190.32 978.13

47.234967 28.8638 22.377 23.79 30.566

Daftar Sidik Ragam

SK Db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 44164.7 6309.2 13.477

J 3 8150.43 2716.8 5.8031 * 3.01 4.72

S 1 14876.5 14876 31.776 ** 4.26 7.82

JxS 3 21137.8 7045.9 15.05 ** 3.01 4.72

Galat 24 11235.9 468.16

Total 31 55400.6 1787.1

FK : 1868.5913

KK : 1.1809344

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18

J1 25.64 10.18 35.82 17.91


(51)

J3 80.19 30.14 110.33 55.17

Total 163.89 80.64 244.53

Rataan 40.97 20.16 30.57

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 103.00 40.70 143.70 71.85

J2 192.00 121.00 313.00 156.50

J3 321.00 121.00 442.00 221.00

Total 656.70 323.40 980.10

Rataan 164.18 80.85 122.51

Uji Duncan

SY 7.65 -22.3 -23.4 24.10 -4.63 -0.09 -0.32 29.45 64.30

P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36

LSR 0.05 22.34 23.49 24.10 24.63 25.092 25.321 25.55 25.704

Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J1S1 J2S2 J3S2 J2S1 J3S1

Rataan 0.00 0.00 0.00 20.00 25.00 25.00 55.00 90

a

b

c

Lampiran 3. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 2

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 2 3 1 1 7 1.75

J2S1 3 4 3 5 15 3.75

J3S1 5 5 3 5 18 4.5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 1 0 0 0 1 0.25

J3S2 1 0 1 0 2 0.5

Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 2

Perlakuan Ulangan Total Rataan


(52)

Tabel Dwikasta Rataan

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 40 60 20 20 140 35

J2S1 60 80 60 100 300 75

J3S1 100 100 60 100 360 90

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 100 0 0 0 100 25

J3S2 100 0 100 0 200 50

Total 400 240 240 220 1100 275

Rataan 50 30 30 27.5 34.375

Data Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J1S1 39.23152 50.7685 26.565 26.565 143.13 35.783

J2S1 50.76848 63.4349 50.768 90 254.97 63.743

J3S1 90 90 50.768 90 320.77 80.192

J0S2 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J1S2 10.182067 10.1821 10.182 10.182 40.728 10.182

J2S2 90 10.1821 10.182 10.182 120.55 30.137

J3S2 90 10.1821 90 10.182 200.36 50.091

390.5462 255.114 258.83 257.48 1162

48.818275 31.8892 32.354 32.184 36.311

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 59373.9 8482 14.82

J 3 11525.3 3841.8 6.7125 * 3.01 4.72

S 1 20459.1 20459 35.747 ** 4.26 7.82

JxS 3 27389.5 9129.8 15.952 ** 3.01 4.72

Galat 24 13736 572.33

Total 31 73109.9 2358.4

FK 2636.8322

KK 1.0528638


(53)

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18

J1 35.78 10.18 45.96 22.98

J2 63.74 30.14 93.88 46.94

J3 80.19 50.09 130.28 65.14

Total 189.89 100.59 290.48

Rataan 47.47 25.15 36.31

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 143.00 40.70 183.70 91.85

J2 255.00 121.00 376.00 188.00

J3 321.00 200.00 521.00 260.50

Total 759.70 402.40 1162.10

Rataan 189.93 100.60 145.26

Uji Duncan

SY 8.46

-24.70 25.97 26.64 -2.24 7.26 22.00 46.75 61.58

P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36

LSR 0.05 24.70 25.97 26.64 27.24 27.743 28 28.25 28.42

Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J2S2 J1S1 J3S2 J2S1 J3SJ1

Rataan 0.00 0.00 0.00 25.00 35.00 50.00 75.00 90

a

b

c

Lampiran 4. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 3

Perlakuan Ulangan Total Rataan


(54)

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 3 4 2 2 11 2.75

J2S1 3 4 4 5 16 4

J3S1 5 5 3 5 18 4.5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 1 0 0 0 1 0.25

J3S2 1 0 1 1 3 0.75

Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 3

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 60 80 40 40 220 55

J2S1 60 80 80 100 320 80

J3S1 100 100 60 100 360 90

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 0 0 0 0 0 0

J2S2 100 0 0 0 100 25

J3S2 100 0 100 100 300 75

Total 420 260 280 340 1300 325

Rataan 52.5 32.5 35 42.5 40.625

Data Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.1821 10.182 10.182 10.18 40.728 10.182

J1S1 50.7685 63.435 39.232 39.23 192.67 48.167

J2S1 50.7685 63.435 63.435 90 267.64 66.91

J3S1 90 90 50.768 90 320.77 80.192

J0S2 10.1821 10.182 10.182 10.18 40.728 10.182

J1S2 10.1821 10.182 10.182 10.18 40.728 10.182

J2S2 90 10.182 10.182 10.18 120.55 30.137

J3S2 90 10.182 90 90 280.18 70.046

402.08316 267.78 284.163 349.96 1304


(55)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 74092.1 10584.6 21.297

J 3 14609 4869.66 9.798 * 3.01 4.72

S 1 25102.2 25102.2 50.507 ** 4.26 7.82

JxS 3 34380.9 11460.3 23.059 ** 3.01 4.72

Galat 24 11928.1 497.004

Total 31 86020.2 2774.84

FK 3321.125

KK 1.2844036

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18

J1 48.17 10.18 58.35 29.18

J2 66.91 30.14 97.05 48.53

J3 80.19 70.05 150.24 75.12

Total 205.45 120.55 326.00

Rataan 51.36 30.14 40.75

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 193.00 40.70 233.70 116.85

J2 268.00 121.00 389.00 194.50

J3 321.00 280.00 601.00 300.50

Total 822.70 482.40 1305.10

Rataan 205.68 120.60 163.14

Uji Duncan

SY 7.88 - 23.0 -24.2 -24.8 -0.38 29.15 48.91 53.67 63.52

P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36

LSR 0.05 23.02 24.20 24.83 25.38 25.853 26.09 26.33 26.483

Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J2S2 J1S1 J3S2 J2S1 J3S1

Rataan 0.00 0.00 0.00 25.00 55.00 75.00 80.00 90


(56)

b

c

Lampiran 5. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 4

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 3 4 4 3 14 3.5

J2S1 3 4 5 5 17 4.25

J3S1 5 5 5 5 20 5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 1 0 0 0 1 0.25

J2S2 1 0 1 1 3 0.75

J3S2 1 1 1 1 4 1

Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 4

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 60 80 80 60 280 70

J2S1 60 80 100 100 340 85

J3S1 100 100 100 100 400 100

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 100 0 0 0 100 25

J2S2 100 0 100 100 300 75

J3S2 100 100 100 100 400 100

Total 520 360 480 460 1820 455

Rataan 65 45 60 57.5 56.875

Data Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182

J1S1 50.7685 63.435 63.43 50.77 228.41 57.102

J2S1 50.7685 63.435 90 90 294.2 73.551

J3S1 90 90 90 90 360 90

J0S2 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182

J1S2 90 10.182 10.18 10.18 120.55 30.137


(57)

J3S2 90 90 90 90 360 90

481.90109 347.598 453.98 441.31 1724.8

60.237637 43.4498 56.748 55.164 53.9

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 117759 16823 37.111

J 3 24699 8233 18.162 ** 3.01 4.72

S 1 40880.1 40880 90.183 ** 4.26 7.82

JxS 3 52179.5 17393 38.37 ** 3.01 4.72

Galat 24 10879.3 453.3

Total 31 128638 4149.6

FK 5810.42

KK 1.6195847

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18

J1 57.10 30.14 87.24 43.62

J2 73.55 70.05 143.60 71.80

J3 90.00 90.00 180.00 90.00

Total 230.83 200.37 431.20

Rataan 57.71 50.09 53.90

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 228.00 121.00 349.00 174.50

J2 294.00 280.00 574.00 287.00

J3 360.00 360.00 720.00 360.00

Total 922.70 801.70 1724.40


(58)

Uji Duncan

SY 7.53 -21.9 -23.1 1.29 45.76 50.31 60.08 74.86 74.71

P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36

LSR 0.05 21.98 23.11 23.71 24.24 24.69 24.916 25.142 25.292

Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J1S1 J2S2 J2S1 J3S1 J3S2

Rataan 0.00 0.00 25.00 70.00 75.00 85.00 100.00 100

a

b

c

Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 4 4 5 4 17 4.25

J2S1 4 5 5 5 19 4.75

J3S1 5 5 5 5 20 5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 1 0 1 1 3 0.75

J2S2 1 1 1 1 4 1

J3S2 1 1 1 1 4 1

Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 80 80 100 80 340 85

J2S1 80 100 80 100 360 90

J3S1 100 100 100 100 400 100

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 100 0 100 100 300 75

J2S2 100 100 100 100 400 100

J3S2 100 100 100 100 400 100

Total 560 480 580 580 2200 550


(59)

Data Mortalitas Larva dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182

J1S1 63.4349 63.435 90 63.43 280.3 70.076

J2S1 63.4349 90 63.43 90 306.87 76.717

J3S1 90 90 90 90 360 90

J0S2 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182

J1S2 90 10.182 90 90 280.18 70.046

J2S2 90 90 90 90 360 90

J3S2 90 90 90 90 360 90

507.23403 453.981 533.8 533.8 2028.8

63.404254 56.7476 66.725 66.725 63.4

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 152800 21829 87.124

J 3 32070.4 10690 42.667 * 3.01 4.72

S 1 56292.1 56292 224.68 ** 4.26 7.82

JxS 3 64438 21479 85.729 * 3.01 4.72

Galat 24 6013.16 250.55

Total 31 158814 5123

FK 8039.437

KK 3.1780073

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18


(60)

J2 76.72 90.00 166.72 83.36

J3 90.00 90.00 180.00 90.00

Total 246.98 260.23 507.21

Rataan 61.75 65.06 63.40

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 280.00 280.00 560.00 280.00

J2 307.00 360.00 667.00 333.50

J3 360.00 360.00 720.00 360.00

Total 987.70 1040.70 2028.40

Rataan 246.93 260.18 253.55

Uji Duncan

SY 5.60

-16.34

-17.18 57.37 66.98 71.64 81.48 81.31 81.20

P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36

LSR 0.05 16.34 17.18 17.63 18.02 18.356 18.524 18.692 18.804

Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J1S1 J2S1 J3S1 J2S2 J3S2

Rataan 0.00 0.00 75.00 85.00 90.00 100.00 100.00 100

a

b


(61)

Lampiran 7. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros

Perlakuan

Ulangan (Hari)

I II III IV

J0S1 24 24 24 24

J1S1 6 6 5 6

J2S1 6 5 4 6

J3S1 2 2 4 2

J0S2 24 24 24 24

J1S2 5 6 6 6

J2S2 2 6 5 5

J3S2 2 5 3 4

Keterangan:

Perlakuan J0S1 yaitu kontrol terhadap larva instar dua tidak menunjukkan kematian. Larva mengalami pergantian kulit menjadi instar 3


(62)

Perlakuan J0S2 yaitu kontrol terhadap pra pupa juga tidak menunjukkan kematian. Dalam selang tiga minggu, pra pupa menjadi pupa Grafik waktu kematian larva dan pra pupa dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros 0

1 2 3 4 5 6

JIS1 J2S1 J3SI J1S2 J2S2 J3S2

Perlakuan I

Ulangan (Hari) II

Ulangan (Hari) III


(1)

J3S2 90 90 90 90 360 90 481.90109 347.598 453.98 441.31 1724.8

60.237637 43.4498 56.748 55.164 53.9

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 117759 16823 37.111

J 3 24699 8233 18.162 ** 3.01 4.72

S 1 40880.1 40880 90.183 ** 4.26 7.82

JxS 3 52179.5 17393 38.37 ** 3.01 4.72

Galat 24 10879.3 453.3

Total 31 128638 4149.6

FK 5810.42 KK 1.6195847

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18

J1 57.10 30.14 87.24 43.62

J2 73.55 70.05 143.60 71.80

J3 90.00 90.00 180.00 90.00

Total 230.83 200.37 431.20

Rataan 57.71 50.09 53.90

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 228.00 121.00 349.00 174.50

J2 294.00 280.00 574.00 287.00

J3 360.00 360.00 720.00 360.00

Total 922.70 801.70 1724.40


(2)

Uji Duncan

SY 7.53 -21.9 -23.1 1.29 45.76 50.31 60.08 74.86 74.71 P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36 LSR 0.05 21.98 23.11 23.71 24.24 24.69 24.916 25.142 25.292 Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J1S1 J2S2 J2S1 J3S1 J3S2 Rataan 0.00 0.00 25.00 70.00 75.00 85.00 100.00 100

a

b

c

Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 4 4 5 4 17 4.25

J2S1 4 5 5 5 19 4.75

J3S1 5 5 5 5 20 5

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 1 0 1 1 3 0.75

J2S2 1 1 1 1 4 1

J3S2 1 1 1 1 4 1

Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5 Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 0 0 0 0 0 0

J1S1 80 80 100 80 340 85

J2S1 80 100 80 100 360 90

J3S1 100 100 100 100 400 100

J0S2 0 0 0 0 0 0

J1S2 100 0 100 100 300 75

J2S2 100 100 100 100 400 100

J3S2 100 100 100 100 400 100

Total 560 480 580 580 2200 550


(3)

Data Mortalitas Larva dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

J0S1 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182 J1S1 63.4349 63.435 90 63.43 280.3 70.076 J2S1 63.4349 90 63.43 90 306.87 76.717

J3S1 90 90 90 90 360 90

J0S2 10.1821 10.182 10.18 10.18 40.728 10.182

J1S2 90 10.182 90 90 280.18 70.046

J2S2 90 90 90 90 360 90

J3S2 90 90 90 90 360 90

507.23403 453.981 533.8 533.8 2028.8 63.404254 56.7476 66.725 66.725 63.4

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.0.05 F.0.01

Perlakuan 7 152800 21829 87.124

J 3 32070.4 10690 42.667 * 3.01 4.72

S 1 56292.1 56292 224.68 ** 4.26 7.82

JxS 3 64438 21479 85.729 * 3.01 4.72

Galat 24 6013.16 250.55

Total 31 158814 5123

FK 8039.437 KK 3.1780073

Tabel Dwikasta Rataan

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 10.18 10.18 20.36 10.18


(4)

J2 76.72 90.00 166.72 83.36

J3 90.00 90.00 180.00 90.00

Total 246.98 260.23 507.21

Rataan 61.75 65.06 63.40

Tabel Dwikasta Total

J/S B1 B2 Total Rataan

J0 40.70 40.70 81.40 40.70

J1 280.00 280.00 560.00 280.00 J2 307.00 360.00 667.00 333.50 J3 360.00 360.00 720.00 360.00 Total 987.70 1040.70 2028.40

Rataan 246.93 260.18 253.55

Uji Duncan

SY 5.60

-16.34

-17.18 57.37 66.98 71.64 81.48 81.31 81.20 P 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 SSR 0.05 2.92 3.07 3.15 3.22 3.28 3.31 3.34 3.36 LSR 0.05 16.34 17.18 17.63 18.02 18.356 18.524 18.692 18.804 Perlakuan J0S1 J0S2 J1S2 J1S1 J2S1 J3S1 J2S2 J3S2 Rataan 0.00 0.00 75.00 85.00 90.00 100.00 100.00 100

a

b


(5)

Lampiran 7. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros

Perlakuan

Ulangan (Hari)

I II III IV

J0S1 24 24 24 24

J1S1 6 6 5 6

J2S1 6 5 4 6

J3S1 2 2 4 2

J0S2 24 24 24 24

J1S2 5 6 6 6

J2S2 2 6 5 5

J3S2 2 5 3 4

Keterangan:

Perlakuan J0S1 yaitu kontrol terhadap larva instar dua tidak menunjukkan kematian. Larva mengalami pergantian kulit menjadi instar 3


(6)

Perlakuan J0S2 yaitu kontrol terhadap pra pupa juga tidak menunjukkan kematian. Dalam selang tiga minggu, pra pupa menjadi pupa Grafik waktu kematian larva dan pra pupa dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros 0

1 2 3 4 5 6

JIS1 J2S1 J3SI J1S2 J2S2 J3S2

Perlakuan I Ulangan (Hari) II Ulangan (Hari) III Ulangan (Hari) IV


Dokumen yang terkait

Kajian Kemampuan Menyebar Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.) pada Musim Hujan di Kebun Rambutan PTPN III

7 84 51

Kajian Kemampuan Menyebar Kumbang Tanduk (Oryctes Rhinoceros L.) Pada Musim Hujan Di Kebun Rambutan PTPN III

8 63 50

Uji Efektifitas Jamur Cordycep militaris Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) di Laboratorium

4 83 57

Kajian Kemampuan Menyebar Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.) Berdasarkan Arah Mata angin (Utara-Selatan) pada Areal Pertanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.)

4 85 66

Kajian Penyebaran Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.) Pada Areal Pertanaman Kelapa Sawit(Elais guinensis Jacq.)

8 122 54

Tingkat Serangan Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros L.) Pada Areal Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Berdasarkan Umur Tanaman

18 132 50

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

5 24 68

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

0 2 11

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

0 0 2

Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium

0 0 3