BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2 . 1 . Plutell a x yl o st ella L. 2.1.1. Tanaman Inang dan Daerah Pencaran
Plutell a x yl o st ella Lepidopera ; Plutellidae adalah serangga yang bersifat oligophagus
dan akan hidup pada tumbuhan yang mengandung mustard glucocidcs yang banyak terdapat pada famili Crucifera Torsteinson, 1953 dalam Ooi, 1996. Menurut Sastrosiswojo 1987, tanaman
inang P. xylostella yang mempunyai arti ekonomi penting adalah dari genus Brassica Spp., diantaranya : Brassica olerceae var. Capitata L. kubis, B. Oleraceae var. Botrytis L kubis bunga, B.
Chinensis L. pak choy, B. junca L. sawi, dll. Penyebarannya dapat terjadi tanpa disadari melalui praktek budidaya tanaman. Penyebaran P.
Xylostella di Indonesia diduga ketika kubis mulai dibudidayakan di dataran tinggi oleh orang-orang Belanda yang membawa masuk hama ini dari benua Eropa Vos, 1953 dalam Sastrwijoyo, 1987. Saat ini P.xylostella
diduga telah terpencar luas di seluruh Nusantara.
2.1.2. Morfologi dan Biologi
Pada umumnya, larva P. Xylostella menyerang tanaman kubis yang muda atau sebelum membentuk krop. Gejala serangannya tanaman kubis sangat khas tergantung pada instar larva yang menyerang. Gejala
serangan oleh larva instar pertama, akan terlihat adanya liang korokan berwarna transparan pada bagian luar daun. Serangan larva instar kedua sampai instar keempat, menimbulkan gejala berupa ”jendela-jendela”
transparan pada daun dan gejala seperti ini adalah ciri khas dari serangan P. xylostella Sastrosiswojo, 1987. Menurut Kalshoven 1981, ’jendela - jendela tersebut lambat laun menjadi lubang-lubang dengan ukuran
lebihl dari 5 mm. Serangan yang hebat dari hama ini akan mengakibatkan daun hanya tinggal tulang¬tulang daunnya saja.
Telur P. Xylostella berbentuk oval, berwarna kekuning-kuningan. Ngengat betina meletakan telurnya secara tunggal atau dalam kelompok kecil Sekitar 2 - 4 butir. Telurnya diletakkan di sekitar tulang daun pada
permukaan daun bagian bawah Bhalla dan Bubey, 19Sb. Telur diletakkan pada malam hari yaitu di atas pukul 18.00 Chelliah pan Srirlwasan 1986. Menurut Salinas 1986, jumiah telur yang dihasilkan pada suhu
26 C berturut – turut sekitar 139,246 butir, dan 162 butir. Masa inkubasinya menurut Ho 1965 dalam Ooi
1986 sekitar 3 hari di dataran rendah, sedangkan di datarn tinggi berlangsung selama ± 6 hari. Larva-larva berbentuk silindris, relatif tidak berbuka dan mempunyai lima padang proleg Harcourt,
1954 dalam Sastrosisojo, 1987. Larva yang sudah dewasa berwarna kehijau-hijauan dan akan terlihat berbeda dengan kedua kubis-kubisan lainnya yakni tidak memiliki garis-garis longitudinal pada tubuhnya. Menurut Ooi
1986, panjang tubuh larva di dataran rendah ± 8 mm sedangkan di dataran tinggi dapat mencapai lebih dari 8 mm.
Salah satu karakter dari larva P. Xylostella adalah jika ada gangguan, maka larva akan menggeliat ke belakang dengan cepat atau menjatuhkan diri lalu gergelantungan dengan benang-benang sutra pada
permukaan daun. Selanjutnya, larva tersebut akan kembali le permukaan daun melalui benang-benang tersebut. Pupa P. Xylostella berada dalam kokon yang tebal dari benang-benang halus berwarna yang
dikeluarkan pada mase fase prepupa Chelliah dan Srinivasan 1986. Papa mulanya pupa berwarna kuning kehijauan, setelah satu atau dua hari warnanya berangsur-angsur berubah menjadi
kecoklatan sampai coklat gelap Bhalla dan Dubey, 1986. Menurut Koshihara {1986, lamanya hidup pupa dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, maka masa pupa akan
semakin singkat. Imago. Ngengat P. xylostelIa berwarna coklat keabu-abuan dengan panjang r entang
sayap ngengat jantan ± 1,97 mm dan yang betina ± 13,6 mm Bhalla dan Dubey, 1986. Menurut Hill 1975, pada sayap depannya terdapat tiga bentuk indulasi yang memanjang di
bagian tepi sayapnya. Dalam keadaan istirahat, toga bentuk indulasi tersebut akan membentuk pola yang menyerupai berlian, sehingga dengan adanya ciri-ciri ini maka P. xylostella dinamakan
Diamond Back Moth. Ngengat aktif pada senja atau malam hari. Kopulasi terjadi pada petting atau pagi hari
Salinas, 1986. Nisbah kelamin keturunanya adalah 1 : 1 Ho, 1965 dalam Sastrosiswojo, 1987. Menurut Salinas 1986, fekunditas P. xyloslella dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi pada fase
larva, kondisi lingkungan, tanaman inang, perkawinan, dan adanya inang sebagai tempat meletakkan telurnya. Cheliah dan Srinivasan 1986, berpendapat fekuditas akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya fotoferiod. Hasil penelitia awal 1955 dalam Chelliah dan Srinivasan 1986, menunjukan bahwa jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak pada suhu 7
C – 24 C
dibandingkan pada suhu 28 C – 35
C. Hasil pengamatan Jayarathman 1977 dalam Chelliah dan Srinivasan 1986, ngengat P. xylostelIa dapat bertahan hidup tanpa pakan selama ± 3 hari,
sedangkan bila tersedia pakan maka dapat hidup selama 11 – 16 hari.
2.2. Paecilomyces fumoso roseus Bainer 2.2.1. Morfologi Jamur P fumoso roseus
Paccilomyces furnoso roseus Bainer Monihales Moniliaceae memiliki konidiofor yang lurus dalam bentuk tunggal atau bercabang. Pada ujung konidiofor akan terlihat phialid dalam
bentuk tunggal, pasangan atau berkelompok. Bagian pangkai phialid membulat dan akan semakin meruncing pada Bagian ujungnya. Konidia dibentuk pada ujung phialid membentuk suatu rantai
konidia yang terdiri atas satu set, berwarna hialin atau hialin agak gelap. bentuknya bulat sampai lonjong derlgan ukuran ± 8 mikron Malioch, 1997
2.2.2. Mekanisme Penyerangan Jamur Entomapatngen