Perancangan Film Dokumenter Pagelaran Tarawangsa
Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir
PERANCANGAN FILM DOKUMENTER
PAGELARAN TARAWANGSA
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011
Oleh : Rijallulhaq NIM : 51907179 Program Studi
Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(2)
i KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Proyek Tugas Akhir yang berjudul Perancangan Film Dokumenter Pagelaran Tarawangsa. Laporan ini guna memenuhi persyaratan sidang akhir.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak yang membantu sebagai referensi sehingga laporan ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan .
Bandung, 21 Juli 2011
(3)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai masyarakat Sunda yang sangat perhatian dalam pemeliharaan alam dan sekitarnya, seperti halnya masyarakat di Rancakalong yang juga masih aktif melakukan hubungan spiritual terhadap alam baik yang berupa fisik, maupun yang bersifat ghaib. Oleh karena itu, kesenian di Rancakalong pun tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi kebudayaan yang hidup dalam masyarakat penyangganya. Salah satu kesenian khas Rancakalong adalah kesenian Jentreng atau Tarawangsa.
Seni Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dari pola kehidupan bertani masyarakat Rancakalong. Seni Tarawangsa adalah upacara ritual yang bersifat magis dan religius untuk menghormati dewi kesuburan yaitu Dewi Sri. Walaupun keberadaannya sebagai salah satu tokoh dalam mitologi, masyarakat Rancakalong yang menyebutnya dengan nama Kersa Nyai masih melakukan penghormatan tersebut hingga saat ini dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di Rancakalong. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menempatkan Seni Tarawangsa sebagai media pokok dalam penyelenggaraan upacara panen padi atau biasa disebut juga seren taun.
(4)
2 Ritual dari bumi Rancakalong membawa pesan-pesan dalam hubungan manusia dengan alam. Dalam seni Tarawangsa terdapat hal–hal yang sangat unik dan juga menarik, dimana adanya interaksi antara manusia dan leluhur yang dapat dilihat dengan bahasa tubuh yang mempunyai maksud–maksud tertentu. Untuk dapat melakukan seni Tarawangsa ini maka ada alat yang wajib dan harus dimainkan, yaitu Tarawangsa dan Kacapi Jentreng. Tarawangsa merupakan alat musik gesek yang bentuknya mirip dengan alat musik rebab resonatornya terbuat dari kayu berleher panjang dan bersenar 2 utas. Sedangkan jentreng adalah instrumen musik petik yang memiliki 7 utas senar dan mempunyai bentuk persegi panjang.
Di dalam seni Tarawangsa ini terdapat ritual–ritual yang di lakukan untuk menghormati leluhur mereka. Tidak hanya Tarawangsa dan jentreng saja yang mengisi ritual ini, tapi ada beberapa orang yang akan mengikuti ritual ini. Dikarenakan seni Tarawangsa ini berbentuk pagelaran dan terdapat urutan–urutan ritual di dalamnya. Maka visualisasi akan sangat dibutuhkan, supaya orang yang melihatnya dapat merasakan ritual yang bersifat religius begitu kental didalamnya sehingga memahami apa pesan–pesan yang terdapat pada ritual seni Tarawangsa ini.
Visualisasi dalam seni Tarawangsa ini, akan berbentuk film dokumenter yang menceritakan seni Tarawangsa dari awal pagelaran ini dimulai sampai pada pagelaran ini di tutup. Pentingnya visualisasi dalam bentuk film dokumenter karena untuk upaya melestarikan,
(5)
3 membudidayakan dan mempublikasikan kebudayaan seni Tarawangsa ini kepada masyarakat luas.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka diidentifikasi terdapat beberapa permasalahan:
- Minimnya informasi yang didapat masyarakat tentang kesenian alat musik Tarawangsa.
- Pandangan masyarakat yang masih mengidentikan alat musik Tarawangsa dengan Rebab.
- Pengetahuan masyarakat yang masih awam terhadap kesenian Tarawangsa yang didalamnya terdapat pesan penghormatan terhadap leluhur.
- Kurang pedulinya lembaga terkait (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) terhadap kesenian Tarawangsa.
- Berkurangnya pelaku dari kesenian tersebut sehingga kurangnya informasi tentang sejarah kesenian Tarawangsa.
- Belum adanya media Audio visual.
1.3 Fokus Masalah
Dari identifikasi yang telah dipaparkan, maka terdapat fokus masalah:
- Bagaimana memperkenalkan seni Tarawangsa melalui film dokumenter ?
(6)
4 - Bagaimana konteks budaya yang mendampinginya (penghormatan
terhadap leluhur) melalui perancangan videogarafi ?
1.4 Batasan Masalah
Masalah tersebut dibatasi menjadi menampilkan pagelaran Tarawangsa melalui film dokumenter dengan menyajikan berbagai ritual yang terdapat di dalamnya.
1.5 Tujuan Perancangan
- Memvisualisasikan sebuah alur film dokumenter pagelaran Tarawangsa.
(7)
5 BAB II
UPACARA RITUAL TARAWANGSA
2.1 Tradisional
2.1.1 Pengertian Tradisional
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. (Julius Hr, 2009, H.40)
Tradisi merupakan ciri dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh, bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya
Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam
(8)
6 merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
2.2 Musik Tradisional
2.2.1 Pengertian Musik Tradisonal
Julius (2009) menjelaskan “musik daerah atau musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di daerah- daerah di seluruh Indonesia” (h.57). Ciri khas pada jenis musik ini teletak pada isi lagu dan instrumen (alat musiknya). Musik tradisi memiliki karakteristik khas, yakni syair dan melodinya menggunakan bahasa dan gaya daerah setempat. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Papua hingga Aceh. Dari sekian banyaknya pulau beserta dengan masyarakatnya tersebut lahir, tumbuh dan berkembang. Seni tradisi yang merupakan identitas, jati diri, media ekspresi dari masyarakat pendukungnya.
Hampir diseluruh wilayah Indonesia mempunyai seni musik tradisional yang khas. Keunikan tersebut bisa dilihat dari teknik permainannya, penyajiannya maupun bentuk/organologi instrumen musiknya. Hampir seluruh seni tradisional Indonesia mempunyai semangat kolektivitas yang tinggi sehingga dapat
(9)
7 dikenali karakter khas orang/masyarakat Indonesia, yaitu ramah dan sopan. Namun berhubung dengan perjalanan waktu dan semakin ditinggalkanya spirit dari seni tradisi tersebut, karekter kita semakin berubah dari sifat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan menjadi individual/egoistis. Begitu banyaknya seni tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia, maka untuk lebih mudah mengenalinya dapat di golongkan menjadi beberapa kelompok yaitu alat musik/instrumen perkusi, petik dan gesek.
2.3 Sunda
2.3.1 Pengertian Sunda
Herwig Zahorka (2007) berpendapat bahwa :
Kata Sunda artinya Bagus/Baik/Putih/Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak/karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun. (h.128)
(10)
8 Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dan lain-lain.
2.4 Kesenian Sumedang
Sumedang adalah sebuah kota kecil yang terdapat di antara dua kota besar, yaitu Bandung dan Cirebon. Kota ini sering dikenal sebagai tempat persinggahan bagi mereka yang tengah melakukan perjalanan darat antara Bandung dan Cirebon. Ke khasan tempat ini adalah makananya, yaitu tahu Sumedang yang terkenal memiliki cita rasa yang berbeda dengan makanan sejenis yang terdapat di kota-kota lain.
Khusus di daerah Rancakalong, Kabupaten Sumedang kesenian Tarawangsa terjaga turun temurun di dusun Cijere Desa
(11)
9 Nagarawangi. Masyarakat yang berpenduduk muslim ini mempunyai rumah adat dan seni tradisional yang tetap terjaga. Di tempat ini lagu-lagu Tarawangsa jauh lebih banyak dibandingkan lagu-lagu-lagu-lagu yang ada di daerah Cibalong dan Banjaran.
Tarawangsa merupakan kesenian tradisi upacara adat yang biasa dilakukan untuk peringatan muludan (Maulid Nabi), ngabubuy pare (panen padi) sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas panen padi yang melimpah, mubur Syuro maupun syukuran-syukuran yang lainnya. Jentreng adalah perpaduan antara tujuh buah kecapi dan dua buah rebab yang dimainkan secara bersamaan.
Harmonisasi yang ditimbulkan dari kedua alat musik ini diaktualisasikan melalui tarian/ngibing dari seorang laki-laki dilanjutkan oleh lima orang perempuan. Dan setelah tarian ini diteruskan dengan hiburan yakni semua orang ikut menari bersama-sama mengikuti irama jentreng.
Menurut ketua Adat Desa Cijere tarian Jentreng ini merupakan tarian leluhur sebagai wujud syukur kepada sang Maha Kuasa atas nikmat yang telah diberikan dan menjadi bagian ritual dari leluhur untuk bersyukur secara bersama-sama. Biasanya seni Jentreng ini dimulai sekitar pukul 7 malam hingga jam 4 subuh. Seperti perayaan Muludan, mereka merayakannya pada hari ke 14 Mulud.
Pada umumnya Tarawangsa atau jentreng ini dilakukan di rumah masing-masing maupun di lingkungan keluarga besar. Namun
(12)
10 kini Tarian Tarawangsa mulai diadakan secara bersama di rumah adat.
2.5 Tarawangsa
Tarawangsa (seperti dikutip Abah Aso, 2011) merupakan bagian ritus dan upacara suatu sistem religi bagi warga Rancakalong. Kuntjoroningrat dalam buku teori-teori antropologi 1 mengungkapkan bahwa sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud dalam tindakan dan aktivitas manusia dalam melaksanakan kebaktian kepada Tuhan dan roh leluhur sebagai bentuk rasa syukur dan usaha berkomunikasi dengan mereka. Hal itu senada dengan yang diungkapkan oleh Asep Nata kalau kesenian Tarawangsa bisa disebut sebagai ritus suatu sistem religi.
Hal yang berubah dari penyelenggaraan Tarawangsa sejak dulu hingga sekarang hanya dalam bentuk teknis pendukung saja, seperti contohnya dahulu rebab dan kecapi Tarawangsa berukuran besar untuk menghasilkan suara yang keras, namun sekarang dengan adanya pengeras suara, ukuran rebab dan kecapi Tarawangsa menjadi lebih kecil. Selain itu, nilai-nilai dalam kesenian ini masih dianut oleh sebagian masyarakat Rancakalong.
(13)
11 Gambar 2.1. Ritual Kesenian Tarawangsa
Sumber: Majalah Nusantara
2.6 Filosofi Tarawangsa
Filosofi Tarawangsa (seperti dikutip Abah Aso, 2011) alat musik Tarawangsa yang hanya memiliki dua senar dan Jentreng atau Kecapi yang juga hanya memiliki tujuh senar. Tujuh senar pada kacapi Tarawangsa melambangkan jumlah hari dan di ikat oleh dua senar Tarawangsa yang memiliki makna filosofis kalau segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan berpasangan seperti siang dan malam juga laki-laki dan perempuan.
(14)
12 Gambar 2.2. Alat Musik Tarawangsa
Sumber: Majalah Nusantara 2.7 Alat Musik Tarawangsa
Alat musik Tarawangsa adalah instrumen musik gesek yang bentuknya mirip dengan alat musik rebab. Resonatornya terbuat dari kayu berleher panjang dan bersenar 2 utas.alat musik ini merupakan pengiring dalam acara ritual yang diadakan oleh masyarakat Rancakalong untuk memperingati leluhur mereka sebagai ungkapan rasa syukur yang telah diberikan atas hasil panen padi yang diperoleh.
2.8 Segmentasi a. Geografis
Ditunjukan untuk wilayah Bandung dan Sumedang. b. Fsikografis
(15)
13 Sangat mudah dipengaruhi lingkungan disekitarnya dan juga isu-isu yang beredar disekitarnya,minat,mengapresiasikan seni budaya.
c. Demografis - Dewasa awal.
- Jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia 19 – 25 tahun.
- Profesi sebagai mahasiswa dan pekerja.
2.9 Videografi
2.9.1 Pengertian Videografi
Videografi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang proses merencanakan, merekam, dan menyunting rangkaian peristiwa (gambar). Dalam videografi ini juga ada hal penting yang harus dilakukan sebelum proses produksi dilakukan diantaranya :
- Ide dan tema cerita - Sinopsis
- Skenario - Script - Hunting
- Hunting report ( pemain, property, wardrobe, lokasi, transportasi, logistik, akomodasi )
(16)
14 - Storyboard
- Desain proses & jadwal - Desain budget
- Konsep penyutradaraan, art, kamera, sound, editing - Crew list
a. Berdasarkan Format - Analog
- Digital
b. Berdasarkan Media Rekam - Betamax
- VHS - 8mm - VHS-C
- DV(Digital Video) - Mini DV
- Betacam - Memori stick - Mini Disc
c. Aksesoris tambahan : - Tripod
- Michrophone
- Lighting (pencahayaan) - Dolly
(17)
15 - Clapperboard
Sebuah karya videografi yang selesai dan siap ditonton umumnya melewati tahap-tahap berikut ini:
1. Pra Produksi: Proses perencanaan dan persiapan produksi sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan khalayak sasaran yang dituju. Meliputi persiapan fasilitas dan teknik produksi, mekanisme operasional dan desain kreatif ( riset, penulisan outline, skenario, storyboard, dsb.).
2. Produksi: Proses pengambilan gambar di lapangan (shooting).
3. Pasca Produksi: Proses penyuntingan di ruang editing, memadukan hasil rekaman video dengan berbagai elemen audio visual lainnya.
4. Presentasi: Menyajikan hasil penyuntingan (editing) dalam format siap tonton (kaset, VCD, DVD, dsb.)
5. Distribusi: Penyebarluasan karya videografi (screening, penjualan, broadcasting, webcasting, dsb.).
2.10 Film
2.11.1 Pengertian Film
Film, sinema, movie atau gambar bergerak, (dalam bahasa inggris disebut motion picture adalah serangkaian
(18)
16 gambar-gambar yang diproyeksikan pada sebuah layar agar tercipta ilusi (tipuan) gerak yang hidup. Gambar bergerak, movie, film atau sinema adalah salah satu bentuk hiburan yang populer, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu.
2.11 Film Dokumenter
2.11.1 Pengertian Film Dokumenter
Film Dokumenter adalah perkembangan dari konsep film non fiksi. Dimana dalam dokumenter, selain mengandung fakta, film dokumenter mengandung subyektivitas si pembuatnya. Artinya, apa yang kita rekam memang berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajiannya juga dimasukan pemikiran–pemikiran dan ide–ide sudut pandang pembuatnya.
(19)
17 BAB III
STRATEGI PERANCANGAN
3.1 Strategi Perancangan
Pada strategi perancangan dibutuhkan gagasan yang cukup untuk menyampaikan media informasi audiovisual yang baik dan menghasilkan karya yang maksimal. Tahapan strategi perancangan terlebih dahulu kemudian mengacu pada konsep visual.
3.1.1 Pendekatan Komunikasi
Sebuah media informasi lewat videografi yang dilakukan dengan baik yang dihasilkan, haruslah memiliki tujuan, pesan yang disampaikan dan positioning terhadap media informasi tersebut.seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, alat musik Tarawangsa telah menjadi simbol ucapan syukur kepada sang ghaib (leluhur) atas hasil panen yang telah di berikan. Dan dalam rasa syukur tersebut banyak warisan leluhur dan pesan-pesan yang terdapat dalam kesenian alat musik Tarawangsa tersebut.
Setelah melakukan penelaahan terhadap alat musik Tarawangsa dan masyarakat Rancakalong sendiri maka tampak bahwa musik Tarawangsa memiliki karakter magis dan budaya yang kuat. Dengan musik yang instrumen dan mistik, maka dari itu image yang dibutuhkan adalah unsur-unsur yang bersifat
(20)
18 pekat dan misterius. Sehingga pesan yang dimunculkan pada kesenian alat musik Tarawangsa ini memiliki ciri khas dan bentuk penghargaan terhadap leluhur mereka.
3.1.2 Strategi Kreatif
Untuk menampilkan kesenian Tarawangsa yang terlihat magis, misterius dan memiliki makna-makna penghargaan terhadap leluhur, maka visualisasi dalam videografi ini akan banyak menampilkan keaslian dari kesenian Tarawangsa tersebut sesuai dengan peninggalan leluhur mereka.
Mengambil setting indoor dalam rumah sehingga nuansa buhun (dahulu) yang sering leluhur mereka lakukan akan sangat terasa. Dengan suasana yang dipenuhi dengan asap kemenyan maka nuansa magis dan misterius akan semakin kuat ditambah alunan musik Tarawangsa dan Jentreng.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) misterius adalah sesuatu yang belum jelas atau sulit untuk diterka.sedangkan magis adalah sesuatu hal yang bersifat ghaib atau diluar akal pikir manusia.
Hubungan misterius dan magis terhadap Tarawangsa adalah ritual yang dilakukan sebelum kesenian musik Tarawangsa ini dimainkan. Setelah memperdalam dari
(21)
19 keseluruhan hal–hal mengenai kesenian alat musik Tarawangsa telah disimpulkan beberapa hal dibawah ini :
- Warna gelap yang merupakan warna yang identk dengan magis dan misterius, dan coklat kehitaman yang ditampilkan pada alat musik Tarawangsa.
- Penggunaan strok tebal memakai font viner hand ITC - Musik yang instrumental dipadukan dengan nuansa ritual
untuk menghasilkan sebuah makna-makna penghargaan terhadap leluhur.
3.1.3 Strategi Media
Media yang dipilih untuk media informasi pada videografi pada kesenian alat musik Tarawangsa ini harus tepat pemilihannya. Ada beberapa media yang layak untuk dijadikan sebagai alat yang tepat untuk menginformasikan kesenian Tarawangsa tersebut.
Media-media yang telah ditentukan adalah sebagai berikut:
1. Poster
Baiknya penempatan poster itu sendiri di tempatkan di sekolah-sekolah, kampus dan tempat nongkrong anak muda.
(22)
20 2. Website
Media ini di akses pada jaringan internet http://www.tarawangsa.com yang dapat diakses oleh siapapun.
3. Kalender Sunda
Media ini bukan sekedar kalender biasa akan tetapi sebuah kalender yang memiliki tanggal dan bulan penting dalam kebudayaan Sunda.
3.1.4 Strategi Distribusi
Media informasi ini dapat di distribusikan oleh Dinas Pariwisata dan Budaya (DISPARBUD) kota Bandung dan Sumedang yang mana masyarakat dapat melihat informasi pendistribusian tersebut melalui media-media pendukung yang telah disediakan.
3.2 Konsep Visual
Untuk menghasilkan media informasi atau visual informasi yang baik maka dibutuhkan konsep visual yang matang untuk mengindari kesalahan dalam menyampaikan pesan dari kesenian alat musik Tarawangsa. Konsep visual adalah awal dari sebuah gagasan yang didapat melalui sebuah proses pendekatan dan pendalaman materi dari semua permasalahan.
(23)
21 Dengan menyatukan kesenian musik Tarawangsa ini telah diperkuat dengan visual dari nuansa magis dan misterius, maka didapatkanlah sebuah konsep videografi yang menampilkan pesan– pesan penghargaan terhadap leluhur lewat kesenian alat musik Tarawangsa itu sendiri.
3.2.1 Format Desain
Pada media informasi ini telah ditemukan gaya yang akan dipakai untuk memudahkan penyampaian bahasa visual sehingga mudah dimengerti oleh para penonton. Dengan menggunakan gaya original yang menggunakan tulisan sebagai logo, judul dan tampilan dengan nuansa gelap karena hitam merupakan warna yang menjadi ciri khas warna kesenian musik Tarawangsa, dengan menggunakan gaya-gaya tersebut akan memberikan kesan yang menyatakan kesenian Tarawangsa ini selalu identik dengan unsur magis dan misterius.
Media-media informasi yang dibuat dengan format seolah-olah memberikan bahasa visual yang digunakan melalui warna layout dan tipografi yang digunakan.
3.2.2 Layout
Pembuatan media utama videografi ini menggunakan background kain batik yang menjadi media pendukung
(24)
22 kesenian musik Tarawangsa dan setting dalam rumah yang merupakan ciri khas leluhur mereka yang akan membantu suasana misterius dalam penyajian media informasi videografi kesenian musik Tarawangsa.
3.2.3 Tipografi
Penggunaan huruf pada media informasi musik Tarawangsa harus diperhatikan karena antara konsep dan tipografi yang akan dibuat untuk media informasi harus memiliki kekuatan yang seimbang dalam menyampaikan pesan visual. Penggunaan huruf jenis Viner hand ITC :
ABCDEFGAHIJKLMNOPQRSTUVXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890,.:”?><{}@#$%^
Huruf yang digunakan mendekati huruf kuno atau sering ada dalam naskah kuno, yang menerangkan bahwa kesenian merupakan turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Huruf ini akan digunakan sebagai headline, subheadline dan judul film dalam cover dvd, cover film, keterangan nara sumber, poster dan kebutuhan media lainnya.
(25)
23 Gambar 3.1. Jenis huruf pada media pendukung
Huruf sans serif ( Arial) :
ABCDEFGHAIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890./;’{};1!@#
Sedangkan untuk pemilihan jenis huruf sans serif memiliki kesan tidak formal dan netral. Huruf ini digunakan untuk teks pada narasi atau tejemahan bahasa dalam film.
Huruf sans serif (Vijaya): ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890,./:’{}!@#$
Untuk jenis huruf vijaya digunakan untuk synopsis dalam cover cd, poster, dan manual book.
3.2.4 Ilustrasi
Penggunaan material pada media informasi ini sangat mempengaruhi tampilan dari media informasi itu sendiri. Penggunaan warna hitam, coklat gelap dan antara
(26)
24 pengambilan gambar eye level akan menujukkan kesan penghargaan mereka terhadap leluhur yang sering masyarakat rancakalong sering lakukan dengan tidak melupakan kebiasan leluhur mereka.
3.2.5 Warna
Warna yang dominan digunakan untuk media ini adalah warna hitam dan coklat gelap. warna-warna ini diambil karena mendukung sekali akan hasil media ini yang bisa menyampaikan pesan visual. Warna yang dipilih juga menentukan sifat dari konsep visual media ini.
R = 0 C = 0 G = 0 M = 0 B = 0 Y = 0 K = 0
R = 45 C = 57
G = 30 M = 68
B = 15 Y = 79
K = 76
(27)
25 BAB IV
TEKNIS PRODUKSI
4.1 Gagasan – Tema
Gagasan atau tema dari film ini adalah Tarawangsa yang merupakan budaya turun menurun dan dilakukan sebelum dan sesudah panen padi. Budaya ini dikemas dalam ritual-ritual yang mempunyai nilai-nilai moralitas yang tinggi dengan mengajarkan selalu bersyukur terhadap panen padi yang melimpah. Dalam ritual ini masyarakat terus berharap supaya Kersa Nyai atau Dewi Kesuburan tetap tinggal dan terus memberikan kesuburan terhadap padi-padi yang ditanam.
4.2 Sinopsis
Seni Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dari kehidupan bertani masyarakat Rancakalong. Seni Tarawangsa adalah upacara ritual yang berhubungan dengan magis religius untuk menghormati Dewi Kesuburan, yaitu Dewi Sri. Walaupun keberadaanya sebagai salah satu tokoh dalam mitologi masyarakat Rancakalong yang menyebutnya dengan nama Kersa Nyai, masih melakukan penghormatan tersebut hingga saat ini dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di Rancakalong. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menempatkan seni Tarawangsa sebagai media pokok dalam penyelenggaraan upacara panen padi atau yang biasa disebut juga seren taun.
(28)
26 4.3 Riset – Studi Lapangan
4.3.1 Studi Pustaka
a. Baksin Askurifai. 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang, Bandung : Katarsis
b. Hr Julius, (2009) Seni Musik Tradisional, Padang : Gramedia Pustaka Utama
c. Nugroho Fajar. 2007. Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Galangpress
d. Herwig Zahorka, The Sunda Kingdoms of West Java, From Taruma Nagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, tahun 2007.
4.3.2 Studi Indikator a. Geografis
Film Dokumenter ini ditunjukan untuk wilayah Bandung dan Sumedang.
b. Fsikografis
Pemikiran yang sangat mudah dipengaruhi lingkungan sekitarnya dan isu-isu yang berkembang di sekitarnya. c. Demografis
Ditunjukkan kepada mahasiswa dan pekerja. d. Target Audience
Dewasa awal, jenis kelamin laki-laki dan perempuan usia 19-25 tahun.
(29)
27 e. Warna
Warna yang dominan digunakan untuk media ini adalah warna hitam dan coklat gelap. warna-warna ini diambil karena mendukung sekali akan hasil media ini yang bisa menyampaikan pesan visual. Warna yang dipilih juga menentukan sifat dari konsep visual media ini.
R = 0 C = 0 G = 0 M = 0 B = 0 Y = 0 K = 0
R = 45 C = 57
G = 30 M = 68 B = 15 Y = 79
K = 76
Gambar 4.1 Pemilihan warna pada media produksi
f. Tipografi
Penggunaan huruf pada media informasi musik Tarawangsa harus diperhatikan karena antara konsep dan tipografi yang akan dibuat untuk media informasi harus memiliki kekuatan yang seimbang dalam menyampaikan pesan visual. Penggunaan huruf jenis Viner hand ITC :
ABCDEFGAHIJKLMNOPQRSTUVXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
(30)
28 Huruf yang digunakan mendekati huruf kuno atau sering ada dalam naskah kuno, yang menerangkan bahwa kesenian merupakan turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Huruf ini akan digunakan sebagai headline, subheadline dan judul film dalam cover dvd, cover film, keterangan nara sumber, poster dan kebutuhan media lainnya Huruf sans serif ( Arial):
ABCDEFGHAIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890./;’{};1!@#
Sedangkan untuk pemilihan jenis huruf sans serif memiliki kesan tidak formal dan netral. Huruf ini digunakan untuk teks pada narasi atau tejemahan bahasa dalam film. Huruf sans serif (Vijaya) :
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890,./:’{}!@#$
Untuk jenis huruf vijaya digunakan untuk synopsis dalam cover cd, poster, dan manual book.
4.3.3 Wawancara
a. Tavip S Ginting, Dewan Pembina Lentera Nusantara b. Hesti, Penasehat P3K (Pendidikan Pemberdayaan
(31)
29 c. Abah Aso, selaku Sesepuh Tarawangsa
4.4 Storyline
Dibuka dengan beberapa kilasan-kilasan singkat dari ritual Tarawangsa diantaranya nayaga yang sedang memainkan Tarawangsa, saehu laki-laki sedang melakukan ijab atau bubuka, para ibu duduk berjajar yang sedang mengayunkan selendang di tangannya, patung Dewi Sri dan saehu laki-laki yang memberikan sambutan kepada tamu yang datang sebelum acara Tarawangsa dimulai. Peta Indonesia yang menunjukkan letak pulau Jawa dan ditandai dengan titik hitam yang bertuliskan Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang. Suasana Desa Cimanglid, Rancakalong, Sumedang.
Wawancara dengan Abah Aso selaku sesepuh Tarawangsa di desa Cimanglid Rancakalong. Pagelaran Tarawangsa dimulai oleh saehu laki-laki dengan di ikuti penjelasan singkat dalam bentuk narasi oleh Abah Aso yang menceritakan sejarah Tarawangsa secara singkat. Dilanjutkan dengan saehu laki-laki yang sedang bersiap-siap untuk melakukan ijab sesepuh atau bubuka. Sampai berjalannya rentetan ritual-ritual yang dipersingkat dan pada setiap ritual terdapat penjelasan-penjelasan mengenai makna-makna yang terkandung dalam setiap ritual dan diakhiri dengan para saehu perempuan menyimpan sesaji (pangkon) ketempat semula, yang pertanda pagelaran Tarawangsa sudah selesai.
(32)
30 4.5 Scene Plot / Struktur Cerita
Dibuka dengan beberapa kilasan-kilasan singkat dari ritual Tarawangsa diantaranya nayaga yang sedang memainkan Tarawangsa, saehu laki-laki sedang melakukan ijab atau bubuka, para ibu duduk berjajar yang sedang mengayunkan selendang di tangannya, patung Dewi Sri dan saehu laki-laki yang memberikan sambutan kepada tamu yang datang sebelum acara Tarawangsa dimulai. Peta Indonesia yang menunjukkan letak pulau Jawa dan ditandai dengan titik hitam yang bertuliskan Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang. Suasana Desa Cimanglid, Rancakalong, Sumedang.
Wawancara dengan Abah Aso selaku sesepuh Tarawangsa di desa Cimanglid Rancakalong. Pagelaran Tarawangsa dimulai oleh saehu laki-laki dengan di ikuti penjelasan singkat dalam bentuk narasi oleh Abah Aso yang menceritakan sejarah Tarawangsa secara singkat. Dilanjutkan dengan saehu laki-laki yang sedang bersiap-siap untuk melakukan ijab sesepuh atau bubuka. Sampai berjalannya rentetan ritual-ritual yang dipersingkat dan pada setiap ritual terdapat penjelasan-penjelasan mengenai makna-makna yang terkandung dalam setiap ritual, dan diakhiri dengan para saehu perempuan menyimpan sesaji (pangkon) ketempat semula, yang pertanda pagelaran Tarawangsa sudah selesai.
(33)
31
4.6 Director’s Treatment
Untuk warna yang digunakan adalah colorfull (penuh warna) dengan pencahayaan yang cukup dengan menggunakan tempo yang sesuai dengan apa yang direkam kamera. Untuk pengambilan gambar kamera menggunakan tiga kamera
(34)
32 4.7 Studi Karakter
a. Abah Aso
Memiliki karakter yang senang berbicara, selalu memberikan nasehat kepada yang muda, memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan sangat menghargai tradisi dari nenek moyangnya.
Gambar 4.3. Abah Aso Sumber: Dokumentasi pribadi b. Pak Dodo
Memiliki karakter yang bijaksana, pemimpin dan yang sangat dituakan sebagai saehu laki-laki.
Gambar 4.4. Pak Dodo Sumber: Dokumentasi peribadi
(35)
33 c. Aki Bekong
Memiliki karakter yang pendiam dan karismatik, tapi sangat dituakan lebih dari Pak Dodo dikarenakan usianya lebih dari 85 tahun.
Gambar 4.5. Aki Bekong Sumber: Dokumentasi pribadi d. Uyut Selon
Memiliki karakter sangat keibuan, sangat baik dan karismartik sehingga sangat dituakan di kalangan saehu istri (perempuan).
Gambar 4.6. Uyut Selon sumber: Dokumentasi pribadi
(36)
34 e. Bu Yoyo
Memiliki karakter yang ramah, selalu senyum pada setiap orang yang melihatnya, dan juga termasuk saehu istri yang dituakan.
Gambar 4.7. Bu Yoyo sumber: Dokumentasi pribadi
4.8 Shooting List
Pengambilan gambar diambil secara berurutan, seperti perencanaanya sebagai berikut :
a. Pengambilan gambar suasana sore hari di Desa Cimanglid Rancakalong.
b. Pengambilan gambar untuk wawancara dengan Abah Aso di kediamannya.
c. Pengambilan gambar pada waktu memulai pegelaran Tarawangsa. d. Pengambilan gambar pagelaran Tarawangsa dari sisi kiri depan. e. Pengambilan gambar pegelaran Tarawangsa dari sisi kiri belakang. f. Pengambilan gambar pegelaran Tarawangsa dari sisi kanan
(37)
35 g. Pengambilan gambar pegelaran Tarawangsa dari sisi depan
sebagai penutup.
h. Pengambilan gambar saehu laki-laki sedang menutup pagelaran Tarawangsa.
4.9 Storyboard
Storyboard dibuat untuk membantu pengambilan gambar dan memandu sutradara, cameramen dan editor film. Storyboard berfungsi memberikan pengarahan pengambilan gambar yang sesuai cerita dan kategori shoot yang akan diambil supaya lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
(38)
36 Tabel 4.1. Storyboard pagelaran Tarawangsa
NO CERITA SHOOT GAMBAR
1 Pemain Tarawangsa Eye level
2 Saehu laki – laki melakukan Ijab sesepuh
Eye level
3 Sehu laki – laki mengusap Daun hanjuang
Eye level
4 Para ibu yang sedang mengayunkan selendang
Low angle
5 Patung Dewi Sri/ Nyai Pohaci
(39)
37
NO CERITA SHOOT GAMBAR
6 Saehu laki – laki
mengayunkan selendang
Eye level
7 Saehu laki – laki ngibing Long shoot
8 Saehu laki – laki ngibing Long shoot
9 Sambutan Saehu laki - laki
Close up
10 Selendang di atas parukuyan
(40)
38
NO CERITA SHOOT GAMBAR
11 Peta Indonesia Zoom out & Zoom in
12 Peta Indonesia Zoom out & Zoom in
13 Suasana desa Cimanglid Rancakalong
Long shoot
14 Kediaman Abah Aso Long shoot
15 Wawancara dengan Abah Aso
(41)
39
NO CERITA SHOOT GAMBAR
16 Sesajen Long shoot
17 Saehu laki – laki yang sedang bersiap - siap
Medium Close up
18 Tangan saehu laki – laki yang sedang memegang kemenyan
Ekstreme Close up
19 Para saehu dan pemain Tarawangsa
Long shoot
20 Saehu laki – laki sedang melakukan ijab sesepuh
(42)
40
NO CERITA SHOOT GAMBAR
21 Saehu laki – laki sedang mengusap daun hanjuang
Medium Close up
22 Para ibu yang sedang mengayunkan selendang
Low angle
23 Saehu bersujud ke empat penjuru mata angin
Medium Close up
24 Saehu laki – laki ngibing Long shoot
25 Para saehu dan pemain Tarawangsa
(43)
41
NO CERITA SHOOT GAMBAR
26 Saehu laki – laki ngibing Close up
27 Saehu laki – laki ngibing Close up
28 Saehu laki – laki ngibing Long shoot
29 Saehu laki – laki ngibing Long shoot
(44)
42
NO CERITA SHOOT GAMBAR
31 Saehu laki – laki memegang pangkon dengan para ibu
Meduim Close up
32 Para ibu memegang pangkon
Medium Close up
33 Para ibu berputar dengan membawa pangkon
Medium Close up
34 Para ibu berputar dengan membawa pangkon
Close up
35 Para ibu berputar dengan membawa pangkon
(45)
43
NO CERITA SHOOT GAMBAR
36 Para ibu berputar dengan membawa pangkon
Long shoot
37 Para ibu mengembalikan pangkon ke tempatnya
Close up
38 Nayaga sedang
memainkan Tarawangsa
Long shoot
39 Saehu perempuan yang sedang berdoa
Ekstreme Clos up
40 Sesepu yang sedang melakukan ijab kabul
(46)
44
NO CERITA SHOOT GAMBAR
41 Saehu perempuan
mengusap daun hanjuang
Close up
42 Saehu perempuan
menebarkab bunga melati
Medium Close up
43 Saehu perempuan melakukan doa
Close up
44 Saehu laki – laki besalaman bersamaan dengan ngibing laki - laki
Long shoot
45 Saehu perempuan membawa pangkon
(47)
45
NO CERITA SHOOT GAMBAR
46 Sehu laki – laki dan saehu perempuan berputar membawa pangkon untuk menutup pagelaran
Close up
47 Saehu laki – laki akan menutup acara
Close up
48 Saehu laki – laki menutup acara dengan berdoa
Close up
4.10 Dokumentasi Produksi / Behind The Scene
Dokumentasi produksi ini berfungsi untuk mendokumentasikan proses persiapan dan pengerjaan saat pembuatan film berlangsung. Sebagai arsip karya yang dibuat oleh pembuat film dan crew.
4.11 Studi Pasca Produksi 4.11.1 Metode Editing
Metode editing yang digunakan adalah cutting, penggabungan adegan, pemberian transisi audio, video pencahayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan editing.
(48)
46 4.11.2 Teknik Editing
a. Teknik editing yang pertama adalah cutting atau pemotongan adegan satu dengan adegan yang akan dihubungkan.
Gambar 4.8. Teknik pemotongan video adegan yang berbeda
b. Teknik editing yang kedua adalah penggabungan adegan satu dengan adegan yang lainnya supaya mendapatkan adegan yang pas dan tidak jumping shoot atau adegan yang kurang pas.
(49)
47 c. Teknik editing yang ketiga adalah pemberian transisi gelap
terang untuk mengatur mucul dan hilangnya gambar.
Gambar 4.10. Pemberian efek transisi pada video
d. Teknik editing yang keempat adalah pemberian transisi besar kecilnya suara yang dihasilkn audio.
Gambar 4.11.Pemberian efek transisi pada audio.
4.11.3 Tahapan Editingnon Digital
a. Logging
Logging ini merupakan proses editing non digital yang berfungsi untuk mempermudah seorang editor untuk
(50)
48 mengedit gambar yang sudah diambil dan supaya dapat diketahui jelas alurnya
(51)
49 b. Editing Script
Editing script ini merupakan proses editing manual yang memiliki fungsi yang sama seperti storyboard yaitu sebagai penentu dalam menyusun gambar bagi seorang editor gambar bagi seorang editor film supaya dalam penyusunan gambar sesuai dengan alur dan cerita yang ditentukan.
4.11.4 Tahapan Editing Digital
Tahapan editing digital yaitu melalui software Sony Vegas Pro 10 yang sangat mudah digunakan juga dalam proses editing menggunakan tools yang simple dan proses rendering yang
(52)
50 cukup bagus, sehingga tidak mengurangi kualitas pada video yang sudah dirender.
4.12 Media Produksi dan Distribusi a. Label DVD
- Material : Sticker Art paper - Ukuran : 11,7 x 11,7
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
Gambar 4.12.Label DVD
b. Cover Depan Kemasan DVD
- Material : Art paper 180 laminasi Dop - Ukuran : 16,5 X 12,5
(53)
51 Gambar 4.13. Cover depan kemasan DVD
c. Kalender
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
(54)
52 d. Poster
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
Gambar 4.15. Poster e. Website
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : PHP dan MySQL
(55)
53 DAFTAR PUSTAKA
Baksin, Askurifai. (2003). Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung: Katarsis.
Hr, Julius. (2009). Seni Musik Tradisional. Padang: Gramedia Pustaka Utama.
Nugroho, Fajar. (2007). Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta: Galangpress.
(56)
RIWAYAT HIDUP
NIM : 51907179
NAMA LENGKAP : RIJALLULHAQ
TEMPAT/TGL LAHIR : SUKABUMI/13 NOVEMBER 1988
AGAMA : ISLAM
JENIS KELAMIN : PRIA
ALAMAT : JL. PASIR SENTOSA III NO 134 PERUM – NANGGELENG
SUKABUMI
KODE POS : 44151
TELP : 0865 .592 .90 .692
SEMINAR
- OPERA (BROWSER)
- CETAK DIGITAL VS KONVENSIONAL
PEMERAN
(1)
49 b. Editing Script
Editing script ini merupakan proses editing manual yang
memiliki fungsi yang sama seperti storyboard yaitu sebagai
penentu dalam menyusun gambar bagi seorang editor gambar bagi seorang editor film supaya dalam penyusunan gambar sesuai dengan alur dan cerita yang ditentukan.
4.11.4 Tahapan Editing Digital
Tahapan editing digital yaitu melalui software Sony Vegas Pro
10 yang sangat mudah digunakan juga dalam proses editing
(2)
50 cukup bagus, sehingga tidak mengurangi kualitas pada video yang sudah dirender.
4.12 Media Produksi dan Distribusi a. Label DVD
- Material : Sticker Art paper - Ukuran : 11,7 x 11,7
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
Gambar 4.12.Label DVD
b. Cover Depan Kemasan DVD
- Material : Art paper 180 laminasi Dop - Ukuran : 16,5 X 12,5
(3)
51 Gambar 4.13. Cover depan kemasan DVD
c. Kalender
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
(4)
52 d. Poster
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset)
Gambar 4.15. Poster e. Website
- Material : Art paper 360 gsm - Ukuran : 42 x 29,5
- Teknis Produksi : PHP dan MySQL
(5)
53 DAFTAR PUSTAKA
Baksin, Askurifai. (2003). Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung: Katarsis.
Hr, Julius. (2009). Seni Musik Tradisional. Padang: Gramedia Pustaka Utama.
Nugroho, Fajar. (2007). Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta: Galangpress.
(6)
RIWAYAT HIDUP
NIM : 51907179
NAMA LENGKAP : RIJALLULHAQ
TEMPAT/TGL LAHIR : SUKABUMI/13 NOVEMBER 1988
AGAMA : ISLAM
JENIS KELAMIN : PRIA
ALAMAT : JL. PASIR SENTOSA III NO 134 PERUM – NANGGELENG
SUKABUMI
KODE POS : 44151
TELP : 0865 .592 .90 .692
SEMINAR
- OPERA (BROWSER)
- CETAK DIGITAL VS KONVENSIONAL
PEMERAN