Perancangan film dokumenter permainan tradisional Sunda
ii SURAT KETERANGAN
(2)
(3)
(4)
64
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Adi Susanto
Tempat & Tanggal Lahir : Sungai Tambang 08-Maret-1988 Pendidikan : SDN 07 Sungai Tambang (1994-2000)
: SMPN 11 Sijunjung (2000-2003)
:SMAN 6 Sijunjung (2003-2006)
: UNIKOM (2009- Sekarang) Nomor Handphone :085364744888
(5)
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PERMAINAN TRADISIONAL SUNDA
DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2012-2013
Oleh : Adi Susanto 51909052
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(6)
iv KATA PENGANTAR
(7)
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
SURAT KETERANGAN PENYERAHAN HAK EKSLUSIF ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Identifikasi Masalah 3
I.3 Rumusan Masalah 3
I.4 Batasan Masalah 3
I.5 Tujuan Perancangan 4
BAB II
MEDIA INFORMASI PERMAINAN TRADISIONAL SUNDA 5
II.1 Permainan Tradisional 5
II.2 Permainan Tradisional Sunda 5
II.2.1 5 Jenis Permainan Tradisional Sunda yang Jarang Dimainkan 6 II.2.2 Nilai, Makna & Manfaat Permainan Tradisional Sunda 11
II.3 Tinjauan Umum Film 15
II.3.1 Unsur- Unsur Pembentuk Film 15
II.3.1.1 Unsur Naratif 15
II.3.1.2 Unsur Sinematik 16
(8)
viii
II.3.1.4 Struktur Film 19
II.4 Jenis- Jenis Film 19
II.4.1 Film Cerita 19
II.4.2 Film Dokumenter 21
II.5 Analisa Masalah 21
II.5.1 Penyebab Permainan Tradisional Jarang Dimainkan
Dilingkunagan masyarakat / Anak 21
II.6 Penyeleseian Masalah 23
BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
FILM DOKUMENTER PERMAINAN TRADISIONAL SUNDA 25
III.1 Strategi Perancangan 25
III.1.1 Pendekatan Komunikasi 25
III.1.2 Segmentasi 26
III.1.3 Strategi Kreatif 27
III.1.4 Strategi Media 27
III.1.5 Strategi Distribusi 28
III.1.5.1 Jalur Distribusi 28
III.2 Konsep Visual 29
III.2.1 Format Desain 29
III.2.2 Tata Letak/ Layout 30
III.2.3 Tipografi 30
III.2.4 Ilustrasi 31
III.2.5 Musik 32
III.2.6 Warna 32
III.2.7 Sinopsis 33
III.2.8Storyboard 33
(9)
ix BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA
IV.1 Media Utama 41
IV.1.1 Teknis Pembuatan Film 41
IV.1.1.1 Pembuatan Sinopsis 41
IV.1.1.2 Pembuatan Storyline 41
IV.1.1.3 Pembuatan Storyboard 42
IV.1.1.4 Pemilihan lokasi Syuting 42
IV.1.1.5 Pemilihan Crew 43
IV.1.1.6 Pemilihan Kostum 43
IV.1.1.7 Pemilihan Kamera 44
IV.1.2 Teknis Editing 45
IV.1.2.1 Setting Frame 45
IV.1.2.2 Import Frame 45
IV.1.2.3 Pemotongan Frame 46
IV.1.2.4 Penambahan Efek Warna 47
IV.1.2.5 Penambahan Efek Video Transition 47 IV.1.2.6 Penambahan Teks judul Film 48 IV.1.2.7 Penambahan Ilustrasi musik 49
IV.1.2.8 Proses Rendering 49
IV.1.3 Media Pendukung 50
IV.1.3.1 Baliho 50
IV.1.3.2 Poster 51
IV.1.3.3 Kalender 52
IV.1.3.4 Stiker 54
IV.1.2.5 Cover DVD 54
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN 56
(10)
56 DAFTAR PUSTAKA
Alif, Zaini. (2006). Perubahan Dan Pergeseran Bentuk Mainan Anak Masyarakat Sunda. Jurnal Rekacipta Volume II No. 2. Kelompok Keilmuan Desain & Budaya Visual-ITB. Bandung
Disparbud Jabar. (2010). Wisata Permainan Tradisional. Diakses 3 Desember 2012, http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/cat-det.
Keswara, Ratih. (2013). Permainan tradisional jadi sarana belajar anak. Diakses 6 April 2013, http://nasional.sindonews.com/read/2013/03/27/15/731502/ Kurniati, Euis. (2011). Peran permainan tradisional jawa barat
dalam-mengembangkan kemampuan motorik kasar anak usia dini. Diakses 3 Desember 2012, http://kumpulanskripsipaud.wordpress.com
Misbach, Ifa H. (2006) Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang Pembentukan Karakter Dan Identitas Bangsa. Diakses 20 Oktober 2012, http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/
Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka Rivki. (2010). Komunitas Hong, Surga Mainan dan Permainan Sunda. diakses 20
Oktober 2012, http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/33/2106/
Semiawan,Conny. (2008). Belajar dan pembelajaran pra Sekolah dan Sekolah dasar. Jakarta: Indeks.
Tim Wacana Nusantara. (2009). Permainan dan Mainan Masyarakat Sunda. Diakses 10 November 2012, http://wacananusantara.org/
Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta. Perpustakan Nasional Republik Indonesia
(11)
1 BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Permainan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya lokal, jenis-jenis permaian tradisional seperti ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun lembur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini termasuk jenis permainan tradisional Sunda lama yang ada di Jawa Barat, ini merupakan suatu bukti bahwa masyarakat suku Sunda sangat menghargai dan mencintai permainan tradisional. Seiring dengan berkembangnya jaman jenis-jenis permainan tradisional Sunda semakin bertambah di lingkungan masyarakat dan anak-anak saat ini seperti Hong-hongan atau Petak umpet, Parempet jengkol, Oray-orayan, Oray bungka dan juga Sondah.
Permainan tradisional tidak hanya sekedar sarana untuk bermain bagi anak-anak, namun digunakan sebagai media untuk belajar. Bila digali lebih dalam, makna dan nilai-nilai dari permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan budaya lokal (local wisdom). Permainan tradisional banyak menanamkan nilai-nilai sosial terhadap pelaku permainannya, pemain belajar bersosialisasi dan berinteraksi langsung baik dengan lawan bermain maupun lingkungan disekitarnya, manfaat lainnya adalah anak-anak menjadi lebih sehat dan kreatif karena dalam permainan tradisional melakukan aktifitas bergerak, berlari dan melompat serta alat permainan tradisional dibuat dari bahan yang menggunakan dari alam hal ini, membuat anak-anak menjadi kreatif. Seperti dalam permainan tradisional Sunda Hong-hongan yang menggunakan bambu dan tempurung kelapa sebagai medianya, dalam permainan Hong-hongan mengandung makna bentuk kepasrahan diri terhadap Tuhan.
Dewasa ini semakin jarang terlihat anak-anak bermain permainan tradisional karena perubahan sosial budaya yang terjadi dilingkungan masyarakat, munculnya media-media dan sarana permainan baru yang berbasis game digital
(12)
2 seperti play station, psp, game online dan time zone serta adanya perubahan media pada permainan tradisional seperti pada permainan Jongbal atau Tajong bola (Tendang bola) yang dikenal anak-anak saat ini, menggunakan bola sebagai medianya yang pada dasarnya permainan ini tetap menggunakan cara bermain dan peraturan yang biasa digunakan pada permainan tradisional Hong-hongan. Permainan ini dianggap baru dilingkungan anak, hal ini terjadi karena anak-anak tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang jenis-jenis dan cara bermain permainan tradisional Sunda, anak-anak tidak diajarkan oleh orang tuanya karena sibuk dengan pekerjaannya dan juga lupa dengan cara bermain permainan tradisional Sunda serta kurangnya sumber daya manusia yang bisa dan mau mengajarkan permainan tradisional Sunda kepada anak-anak dan peduli akan keberlangsungan permainan tradisional Sunda di Kota Bandung.
Pesatnya pembangunan dan sempitnya pemukiman yang ada di Kota Bandung khususnya Kiaracondong membuat berkurangnya lahan terbuka yang digunakan untuk bermain bagi anak-anak, padahal permainan tradisional membutuhkan lahan yang cukup luas untuk melakukan kegitan bermain seperti berlari, melompat, berputar dan berkejar-kejaran.
Di lingkungan masyarakat dan anak-anak sendiri permainan tradisional bukanlah sesuatu yang penting untuk tetap dimainkan dan dibudayakan anak-anak bermain sesuai dengan musimnya, bila musim layang-layang maka anak-anak akan ramai bermain layang-layang, musim kelereng maka anak-anak pun ramai bermain kelereng tidak ada hal yang tetap untuk dimainkan bagi anak-anak. Tidak adanya media-media pembelajaran tentang permainan tradisional Sunda dilingkungan anak-anak di Kota Bandung khususnya Kiaracondong, semakin membuat anak-anak menjauh dari budaya bermain dengan permainan tradisional Sunda. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka permainan tradisional Sunda akan terlupakan. keberadaan permainan tradisional Sunda akan hilang dimasa yang akan datang dilingkungan anak-anak di Jawa Barat khususnya Kota Bandung karena jarang dimainkan.
(13)
3 I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan diatas, terdapat beberapa masalah yang muncul, antara lain:
• Anak-anak tidak tahu jenis-jenis permainan tradisional Sunda dan cara
memainkannya.
• Kurangnya peran serta orang tua dalam mengajarkan permainan tradisioanal.
• Kurangnya media pembelajaran tentang permainan tradisional Sunda yang
diberikan kepada anak-anak.
• Ketidaktahuan masyarakat akan nilai-nilai dan manfaat dari permainan
tradisional.
• Munculnya media-media permainan baru yang berbasis game digital di lingkungan anak seperti play station, psp dan game online . sehingga anak-anak jarang memainkan permainan tradisional
• Pesatnya pembangunan yang membuat berkurangnya lahan terbuka bagi anak-anak untuk bermain.
I.3 Rumusan Masalah
Bagaimana agar anak-anak dan masyarakat di Kota Bandung khususnya Kiaracondong mengetahui cara bermain permainan tradisional Sunda dan juga memiliki nilai-nilai dan makna dalam kehidupan sehari-hari.
I.4 Batasan Masalah Permasalahan dibatasi pada:
• Cara bermain permainan tradisional Sunda.
• Keberadaan permaian tradisional Sunda yang saat ini jarang dimainkan di
lingkungan anak-anak Kota Bandung.
(14)
4 I.5 Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan anak-anak bahwa dalam permainan tradisional memiliki nilai dan makna dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak anak-anak untuk memainkan kembali permainan tradisional Sunda yang saat ini jarang dimainkan.
(15)
5 BAB II
MEDIA INFORMASI PERMAINAN TRADISIONAL SUNDA
II.1 Permainan Tradisional
Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Semiawan, 2008, hal.22)
Menurut Misbach dalam James Danandjaja (1987), menyebutkan bahwa permainan tradisional adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan. Jadi menurut Misbach permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
II.2 Permainan Tradisional Sunda
Permainan tradisional di suku Sunda memiliki kedudukan yang tinggi, seperti dalam permainan ceta nirus jeung ceta maceuh yaitu permainan adu kekuatan batin, tatapukan adalah membuat belalang dari dedaunan, Babarongan adalah bermain topeng yang dibuat dari akar bambu, Babakutrakan dan ubang-ubangan adalah permainan sulap, Neureuy panca adalah mempersembahkan sesuatu terhadap leluhur, Munikeun lembur adalah memperbaiki tatanan kampung,
(16)
6 Ngadu lesung adalah mengadu domba tetapi lesung antar daerah yang beradu dengan kekuatan batin, Asup kana lantar dan Nagadu nini adalah sebuah permainan ilmu “kanuragan” kekuatan ilmu. (Zaini alif, 2006, hal.9)
II.2.1 5 Jenis Permainan Tradisional Sunda yang Jarang Dimainkan
Dari banyaknya jenis-jenis permainan tradisional Sunda, ada 5 jenis permainan yang cukup dikenal dikalangan anak-anak saat ini namun jarang dimainkan diantaranya yaitu:
1. Hong-hongan ( Petak Umpet)
Gambar II.1. Permainan Hong (Sumber : dokumen Pribadi)
Permainan hong dimulai dengan “hompimpa” untuk menentukan siapa
yang menjadi “kucing” pertama. Kucing berperan sebagai pencari teman -temannya yang bersembunyi, permainan hong ini menggunakan media batok
(tempurung kelapa) dan awi (bambu) berukuran diameter 3 cm dan panjang sekitar 30 cm yang digunakan kucing bila menemukan temannya yang bersembunyi untuk memukul tempurung sambil mengatakan hong, ataupun bisa menggunakan media lainya seperti pohon dan dinding/ tembok, bila menggunakan
(17)
7
media pohon atau tembok pada saat kucing menemukan temannya maka kucing akan menepuk pohon atau tembok tersebut.
Memulai permainan si kucing akan menghitung dari satu sampai sepuluh atau dua puluh (tergantung kesepakatan) sambil menutup matanya, setelah itu kucing mulai mencari teman-temannya yang bersembunyi sampai menemukan semua teman-teman yang bersembunyi, bila sudah menemukan semua teman yang bersembunyi maka orang yang pertama yang akan menjadi kucing begitu seterusnya, agar kucing terus menjadi kucing harus ada yang bisa menendang
batok (tempurung kelapa) tanpa diketahui oleh kucing untuk membebaskan teman yang sudah diketahui oleh kucing mereka akan bersembunyi kembali dan kucing akan mulai mencari lagi dari awal, begitu seterusnya.
2. Parempet Jengkol
Gambar II.2. Parempet Jengkol (Sumber : Dokumen Pribadi)
Permainan ini dimainkan paling sedikit oleh 3 – 4 anak perempuan atau laki-laki. Pemain berdiri saling membelakangi, berpegangan tangan, dan salah satu kaki saling berkaitan di arah belakang. Dengan berdiri sebelah kaki, pemain harus menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh, bergerak berputar ke arah kiri atau kanan menurut aba-aba dalang sambil bertepuk tangan melantunkan kawih
(18)
8 “Perepet jengkol jajahean, Kadempet Kohkol jejeretean”. Lagu ini terus dinyanyikan berulang-ulang sampai anak-anak kelelahan atau ada anak yang terjatuh.
3. Oray-Orayan
Gambar II.3. Oray-orayan (sumber : Dokumen Pribadi)
Permainan untuk anak-anak dengan jumlah anak sekitar 10 sampai 20 orang, dilakukan di tempat terbuka yang luas. Sebelumnya, pada awal permainan akan ditentukan siapa yang menjadi indung, dua orang indung akan memilih nama yang berbeda seperti bulan dan bintang tanpa diketahui sang anak. Memulai permainan, kedua indung akan saling mengepal tangannya hingga membentuk sebuah terowongan, sang anak berbaris saling memegang pundak satu sama lainnya sambil menyanyikan kawihan “oray-orayan luar leor kasawah, tong kasawah pare na keur ceudeum beukah,oray-orayan luar leor ka kebon tong ka kebon di kebon loba nu ngangon mending ge ka leuwi di leuwi loba nu mandi saha nu mandi nu mandi na paneuri” sambil bernyanyi sang indung akan menangkap sang anak, anak yang tertangkap akan memilih nama yang telah ditentukan sebelumnya oleh indung, sang anak tidak mengetahui ikut indung yang mana sebelum anak yang bermain tertangkap semua. Akhir dari permainan ini
(19)
9 kedua indung akan saling tarik menarik seperti tarik tambang menggunakan tangannya.
4. Oray Bungka
Gambar II.4. Oray Bungka (Sumber : Dokumen Pribadi)
Permainan tradisional Sunda Oray bungka diawali dengan memilih kucing dengan Hompimpa atau sutder, permainan ini terdiri dari dua kelompok masing masing kelompok dipimpin oleh Indung, Indung bertugas melindungi anaknya dari kucing. setelah terpilih yang menjadi kucing harus berusaha mengambil anak yang dilindungi dari Indung dari masing-masing kelompok, biasanya kucing akan mengambil anak dari kelompok yang paling lemah sehingga mudah untuk direbut. Setiap anak yang berhasil direbut oleh kucing maka anak tersebut akan membantu kucing untuk merebut anak-anak yang lainnya. Oleh karena itu setiap tim dituntut untuk bekerjasama agar dapat bertahan dari serangan kucing, permainan ini berakhir jika kucing berhasil mencuri semua anak dari masing-masing kelompok teesebut dan kucing akan menjadi pemenang dalam permainan ini. Tidak ada batas waktu dalam permainan ini hingga pemain kelelahan, jika hingga permainan berakhir dan kucing tidak berhasil mencuri anak-anak dari setiap indung maka kucing yang kalah.
(20)
10 5. Sondah
Gambar II.5. Sondah (sumber : Dokumen Pribadi)
Permainan sondah ini umumnya dimainkan oleh anak-anak perempuan, namun tidak jarang anak laki-laki pun ikut memainkannya, permainan ini menggunakan pecahan genteng atau batu yang pipih sebagai medianya dan membuat pola kotak-kotak ditanah. Setiap pemain memegang sepotong pecahan genteng atau batu pipih, yang kemudian dilemparkan ke dalam kotak permainan. Pemain melompat- lompat dari kotak ke kotak berikutnya. Kotak yang berisi pecahan genteng tidak boleh diinjak, jika diinjak pemain tersebut harus diganti dengan pemain berikutnya sesuai dengan urutannya pelanggaran lainnya adalah jika pemain menginjak garis dan melemparkan batu tidak sesuai urutan maka pemain tidak bisa meneruskan permainannya diganti oleh pemain berikutnya. Permainan berakhir ketika semua kotak sudah terisi bintang dan pemenang dalam permainan sondah adalah yang paling banyak mendapatkan bintak di setiap kotaknya. Pemain pertama disebut mi-hiji, kedua mi-dua, ketiga mi-tilu, dan seterusnya.
(21)
11 II.2.2 Nilai, Makna & Manfaat Permainan Tradisional Sunda
Permainan tradisional tidak hanya sekedar bermain, mengisi waktu luang dan bersenang-senang semata, di balik permainan tradisional memiliki nilai-nilai yang luhur dalam tatanan hidup bagi orang Sunda, dalam permainan Hong-hongan memiliki nilai bahwa mengajarkan kepasrahan diri terhadap Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, Parempet jengkol memiliki nilai dan makna tanggung jawab, Oray-orayan dan Oray bungka memiliki nilai kebersamaan dalam hidup, Sondah memiliki nilai bahwa dalam kehidupan sehari-hari harus bekerja keras agar mendapatkan apa yang diinginkan. Empul adalah orang yang tahu tentang segala macam permainan. Dalam permainan tradisional sunda sebelum bermain ada kalimat pembuka hompipa alaihom gambreng , makna dari hompipa alaihom gambreng itu sendiri adalah Hom menunjukan Tuhan, Hompimpa Alaihom maksudnya dari Tuhan kembali ke Tuhan, gambreng peringatan yang menjelaskan bahwa diri kita berasal dari Tuhan akan kembali ke Tuhan. Jadi nilai yang terkandung dalam hompimpa alaihom gambreng adalah bentuk kepasrahan diri kita kepada tuhan dalam menjalani hidup. nilai luhur dalam permainan tradisional seperti yang tercantum dalam Naskah SangHyang Siksa Kanda Ng Karesian bahwa anak pun bisa menjadi teladan untuk orang dewasa ungkapannya, (Saleh Danasasmita, 1987: 104) yaitu:
Mendapat ilmu dari anak disebut guru rare Mendapat pelajaran dari kakek disebut guru aki Mendapat pelajaran dari kakak disebut guru kakang Mendapatkan pelajaran dari toa disebut guru ua
Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak disebut guru kamulan
Mendapat pelajaran di tempat bepergian, di kampung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru hawan
tersedia dalam http://wacananusantara.org/permainan-dan-mainan-masyarakat-sunda/, yang diakses pada tanggal (24 November 2012).
Manfaat lainnya terhadap anak adalah a. Menjadi Kreatif.
Permainan tradisional pada umumnya menggunkan benda-benda, tumbuh-tumbuhan yang ada disekitar lingkungan para pemainnya, salah satu
(22)
12 contohnya adalah permainan Kerkeran, kelom batok peermainan ini terbuat dari tempurung kelapa kemudian di beri tali untuk pegangannya.
b. Menjadi Pribadi yang Aktif
Dalam permainan tradisional permainan dilakukan oleh lebih dari dua orang, hal ini membuat semua pelaku permainan menjadi aktif dalam bergerak, berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lainnya dalam melakukan permainan, salah satunya contohnya adalah bermain galah asin, dan Hong.
c. Mengasah Kecerdasan
Permainan tradisional Gagarudaan adalah salah satunya, permainan ini melatih pengetahuan pemainnya dalam menebak pertanyaan yang telah di sepakati bersama di awal permainan. Hal ini mampu membantu pelaku permainan dalam mengembangkan kecerdasan intelektualnya karena permainan ini dapat menggali wawasan dalam berbagai ilmu pengetahuan. d. Melatih Kerja sama
Dalam permainan tradisional dilakukan oleh lebih dari dua orang, atau secara berkelompok, seperti permainan parempet jengkol ,permainan ini melatih para pelaku peminnya untuk bekerja sama agar tidak saling terjatuh ketika dalam posisi berdiri dengan satu kaki.
e. Melatih Keseimbangan
Dalam permainan tradisional Enggrang melatih pelaku pemainnya dalam keseimbangan, karena pelaku permainan harus berjalan di atas sebuah tumpuan enggrang yang terbuat dari bambu.
f. Menyehatkan
Dalam permainan tradisional menuntut pelaku permainan untuk bergerak, seperti melompat dan berlari. Contohnya dalam permainan galah asin, hal ini secara tidak langsung pelaku permainan sedang berolah raga yang dapat menyehatkan bagi para pelaku permainan.
g. Melatih Bersosialisasi
Dalam permainan tradisional yang dilakukan oleh beberapa orang, secara tidak langsung pelaku permainan melakukan interaksi dengan pelaku permainan yang lainnya dan lingkungan sekitarnya, hal ini akan membuat pelaku pemainan terbiasa bersosialisasi dengan lingkungan di sekitanrnya.
Dalam setiap permainan tradisional Sunda pada umumnya memiliki unsur-unsur bermain, bertanding dan mendidik serta memiliki filosofi hidup masyarakat
(23)
13 suku Sunda di Kota Bandung, Jawa Barat. Namun dalam tabel matrikulasi kategori permainan dan filosofi hidup suku Sunda hanya yang dominan.
Tabel I : Filosofi hidup suku Sunda
Nama permainan Filosofi Hidup Suku Sunda
Silih Asah Silih Asuh Silih Asih
Hong (Petak Umpet)
Dalam permainan ini pemain saling mengasuh untuk menemukan pemain lainnya Balap Enggrang mengasah keterampilan pemainnya dalam mengatur keseimbangan Parempet Jengkol Saling menjaga dan melindungi antar pemainnya agar tidak terjatuh Sorodot Gaplok
Permainan ini saling mengasah keterampilan pemainya dalam ketepatan membidik sebuah objek Oray-Orayan Permainan ini saling melindungi dan menjaga pemain lainnya agar tidak terpisah dari
(24)
14 kelompoknya Gatrik Permainan ini mengasah keterampilan ketepatan memukul dan melempar bambu Sondah Permainan ini pemain saling mengasah keterampilan dalam menjaga keseimbangan Lompat Karet
Permainan ini saling melatih
keterampilan dalam melompat
Babancakan
Permainan ini saling mengasah
keterampilan,kegesit an dan kekompakan
Sur-Ser Menjaga dan melindungi serta mendekatkan hubungan antar pemainnya Ker-keran Permainan ini saling
mengasah kreatifitas
Galah Asin
Permainan ini saling mengasah dalam mengatur strategi bermain dan melatih kekompakan
Gagarudaan Permainan ini saling menambah
(25)
15 Wawasan/
pengetahuan
II.3 Tinjauan Umum Film
Secara harfiah, film (sinema) adalah cinematographie yang berasal dari kata cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya), dan graphie atau grhap (tulisan, gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya harus menggunakan alat khusus yang biasa disebut kamera. Sedangkan menurut Undang-Undang perfilman No. 6 tahun 1992, Bab I, Pasal 1, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat bedasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektrinik dan atau lainnya.
II.3.1 Unsus-unsur Pembentuk Film
II.3.1.1 Unsur Naratif
Naratif adalah suatu rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu.
Elemen Pokok Naratif – Pelaku cerita
Karakter tokoh utama dan pendukungsebagai motivator yang menjalankan alur naratif dari awal hingga akhir cerita.
– Permasalahan atau Konflik
Hal-hal yang dipicu oleh pelaku sehingga memunculkan pertentangan/ permasalahan
(26)
16 – Tujuan
Harapan yang ingin dicapai dalam menyelesaikan segala permasalahan dan konflik yang terjadi.
– Pola Struktur Naratif
Permulaan Pertengahan Penutupan
Aspek Ruang dan Waktu para pelaku Masalah
Konflik Konfrontasi Pengembangan Masalah
Konfrontasi Akhir Tujuan Resolusi
Tujuan akhir sebuah film dapat memberikan akhir yang menyenangkan (Happy Ending), menyedihkan (Sad Ending) atau menimbulkan persepsi penonton (Open Ending)
II.3.1.2 Unsur Sinematik
a. Penulisan dan Penyutradaraan
Menjabarkan dasar – dasar penulisan cerita untuk pembuatan film, penyusunan riset untuk film dokumenter, dan penerapan pembuatan synopsis, director treatment, shotlist, scrip breakdown dan shooting schedule. Materi mencakup penulisan, penyutradaraan pada tahap pra produksi, produksi, dan paska produksi.
b. Sinematografi
Menjelaskan tentang pengoprasian kamera dengan baik serta cara pemeliharannya, proses perekaman yang dapat menghasilkan gambar dan suara dengan baik, dan mengasah inisiatif untuk menyesuaikan diri dengan keterbatasan alat. Materi mencakup dasar-dasar sinematografi, pengenalan teknologi kamera, teknik pengambilan gambar, tata cahaya, dan penataan kamera saat produksi.
c. Editing
Tahap pasca produksi: pemilihan serta penyambungan shot-shot yang telah diambil; tahap setelah filmnya selesai teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot-nya.
(27)
17 d. Tata Suara
Dalam film dapat kita pahami sebagai seluruh suara yang keluar dari gambar, yakni dialog, musik, dan efek suara.
e. Tata Artistik
Menjelaskan tuga-tugas yang harus dilakukan oleh departemen artistik dan mengaplikasikan sinopsis dan director treatment menjadi breakdown artistik. Materi mencakup : tata busana, tata rias, bagian set, properti, dan efek spesial.
II.3.1.3 Unsur-unsur Dalam Film
a. Produser
Unsur paling utama dalam suatu tim kerja produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produser adalah penggagas dari lahirnya sebuah film yang menyandang atau mempersiapkan dana, dipergunakan untuk pembiayaan produksi film. Produser merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi film. b. Sutradara
Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai “orang penting kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi.
c. Penulis Skenario
Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis
(28)
18 skenario itu yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara menjadi sebuah karya film.
d. Kameraman
Kameraman bertugas sebagai perekam unsur visual dengan kamera, baik mekanik maupun elektronik dalam pembuatan film serta bertanggung jawab atas kualitas teknik, artistik dan dramatik dari rekaman tersebut.
e. Penata Artistik
Penata artistik (art director) adalah seorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat penjelasan dari sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi adegan di dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan para pelaku (pemeran) film dan lainnya. f. Penata Musik
Penata musik adalah seorang yang bertugas atau bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar menguasai musik, tetapi juga harus memiliki kemampuan atau kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh film.
g. Editor
Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Editor adalah seorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar.
h. Pemeran/ Tokoh
Pemeran film (aktor atau aktris) adalah mereka yang memerankan atau membintangi sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada. Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan sesuai dengan tuntutan skenario
(29)
19 (cerita film), terutama dalam menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama) dan pemeran pembantu (piguran).
II.3.1.4 Struktur Film
a. Shot
Merupakan serangkaian gambar hasil rekaman kamera. Tiap shot adalah take, apabila terjadi pengambilan gambar beberapa kali atau beberapa take dalam satu shot dalam satu set up yang sama dinamakan re-take. Apabila set up nya berubah atau kamera berpindah itu dinamakan shot baru bukan re-take.
b. Scane
Merupakan tempat adegan atau setting yang dilakukan dimana kejadian berlangsung. Satu scene bisa terdiri dari satu shot atau beberapa shot yang menggambarkan peristiwa atau kejadian yang berkesinambungan. Misalnya shot satu ketika adegan seseorang bangun tidur, melihat jam wekernya lalu bangun dan keluar kamar untuk mandi. Shot dua diruang keluarga ketika dia baru keluar dari kamar mandi. Shot ketiga diruang makan ketika dia sedang sarapan pagi.
c. Sequence
Terdiri dari beberapa scene atau adegan yang utuh. Satu sequence bisa berlangsung pada satu setting atau beberapa setting. Sequence dalam sebuah film biasanya memperlihatkan kejadian yang berlangsung tiap babak yang dipisahkan dalam alur cerita yang dibangun. Misalnya sebuah sequence dimulai dari aktifitas seseorang waktu pagi di dalam rumah dengan kegiatan menjelang pergi kuliah. Pergi ke kampus dan kegiatan dikampus sampai sore hari. Akhirnya pulang menjelang magrib sampai hari sudah gelap.
II.4 Jenis-jenis Film II.4.1 Film cerita
a. Drama
Cerita drama adalah cerita fiksi bercerita tentang kehidupan dan perilaku manusia sehari-hari. Tema ini mengangkat tema human interest
(30)
20 sehingga yang disasar adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya berkaitan dengan latar belakang kejadiannya (melodrama).
b. Tragedi
Tema film ini menitikberatkan pada nasib manusia. Sebuah kejadian yang menceritakan tentang duka lara, kematian, kesedihan, kekecewaan ataupun kejadian yang akhirnya membuat tokohnya selamat dan bahagia.
c. Komedi
– Komedi Situasi, cerita lucu yang muncul dari situasi yang dibentuk dalam alur ceritanya.
– Komedi Slapstic, adalah komedi yang memperagakan adegan konyol seperti dilempar kue, terpeleset kulit pisang,dan lainnya.
– Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi.
– Komedi farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan-kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu.
d. Misteri
– Kriminal, Misteri yang sangat terasa unsur ketegangannya/ suspense, dan biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan atau pemerkosaan. Pelaku biasanya akan menjadi semacam misteri karena diperkuat alibinya dalam cerita tersebut. Sering kali dalam cerita jenis ini, beberapa tokoh bayangan dimasukan untuk mengecoh penonton.
– Horor, Misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus atau mahluk yang menakutkan, semacam setan. Film ini memberikan suasana yang menakutkan dan menyeramkan. Suasana horor dalam sebuah film dapat dibuat dengan cara animasi atau special effect, atau dengan tokoh langsung.
– Mistik, Misteri yang bercerita tentang unsur gaib, seperti dunia lain, legend misteri,dan ekspedisi alam gaib.
(31)
21 e. Laga/ Action
Cerita yang menampilkan adegan perkelahian, tembak-tembakan, kebut-kebutan sehingga tema ini bisa dikatakan sebagai film yang berisi pertarungan atau pertempuran secara fisik.
f. Parodi
Tema parodi merupakan duplikasi dari film-film tertentu, tetapi dipelesetkan (disindirkan). Parodi mengulang film yang sudah ada (biasanya yang cukup terkenal yang pendekatannya secara komedi.
II.4.2 Film Dokumenter
a. Film Dokumenter (Documentary film)
Berisi kisah non-fiksi atau non-drama. Biasanya jenis ini menampilkan sebuah kisah nyata dan dibuat ditempat aslinya. Dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan baik itu dalam penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, Film Dokumenter berpijak pada hal-hal yang senyata mungkin.
b. Dokudrama (docudrama)
Dokudrama masih termasuk film dokumenter, namun dalam dokudrama terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Realita tetap menjadi pakem pegangan.
II.5 Analisa Masalah
II.5.1 Penyebab Permainan Tradisional Jarang Dimainkan Dilingkungan masyarakat dan Anak-anak
Banyak faktor yang menyebabkan permainan tradisional jarang dimainkan dilingkungan masyarakat / anak-anak dikota bandung, diantaranya adalah :
(32)
22 a. Munculnya media-media permainan baru yang berbasis game digital
dilingkungan anak-anak
Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak masyarakat/ anak-anak mulai meninggalkan kebudayaan lokal, salah satunya permainan tradisional. Saat ini anak-anak lebih akrab dengan media-media permainan baru yang berbasis game digital , hal ini terjadi karena menjamurnya permainan yang berbasis game digital dilingkungan masyarakat / anak-anak. Permainan game digital dinilai lebih cocok dimainkan saat ini karena selain teknologinya yang canggih, tampilan visual dan bentuknya yang menarik dan juga praktis, tanpa harus membutuhkan tempat yang luas.
b. Kurangnya Peran Serta Orang Tua Dalam Mengajarkan Anaknya Permainan Tradisional
Orang tua mempunyai peranan penting dalam mengajarkan anak-anaknya berbagai hal termasuk permainan tradisional, tapi pada kenyataanya saat ini orang tua tidak mengajarkan anaknya permainan tradisional dikarenakan kesibukan pekerjaannya serta banyak orang tua yang sudah lupa dengan cara bermain permainan tradisional Sunda. Sehingga membuat anak-anak memilih bermain permainan yang sedang ramai di mainkan baik di lingkungan tempat tinggalnya ataupun sekolahnya.
c. Kurangnya Media Pembelajaran dan Sumber Daya Manusia yang Bisa dan Mau Mengajarkan Permainan Tradisional Sunda
Kurangnya media pembelajaran dan sumber daya manusia yang bisa dan mau mengajarkan permainan tradisional Sunda di lingkungan anak-anak semakin membuat anak-anak menjauh dari permainan tradisional, anak-anak bukannya tidak mau bermain permainan tradisional tetapi tidak tahu jenis-jenis serta cara bermain permainan tradisional.
d. Kondisi Masyarakat & Lingkungan di Kota Bandung
Bandung merupakan kota terbesar ke-tiga di Indonesia dengan keberagaman masyarakatnya serta mudah nya mengakses informasi dari berbagai media menyebabkan berubahnya gaya hidup dan perubahan sosial budaya dilingkungannya. Secara perlahan masyarakat terpengaruh oleh budaya asing dan meninggalkan budaya lokalnya, seperti yang diungkapkan
(33)
23 oleh Mohammad Zaini Alif, dalam http://kolomkita.detik.com yang diakses pada tanggal (20 Oktober 2012), menyatakan bahwa orang Indonesia itu mengambang. Kaluhur teu sirungan, kahandap teu akaran, yang artinya tidak bisa berakar pada budayanya dan tidak akan berkembang sedikitpun terhadap kemajuannya. Jadi budaya-budaya yang dari luar itu masuk saja (dengan mudahnya) karena kita tidak punya pegangan terhadap ilmu-ilmu tradisi sehingga tidak mencengkram alam ranah budayanya.
Kepadatan jumlah penduduk serta pesatnya pembangunan pemukiman penduduk dan Mall- mall yang ada di kota Bandung membuat semakin menyempitnya lahan terbuka yang menjadi sarana bermain bagi anak-anak. Semakin menjauhkan anak-anak dari kegiatan bermain permainan tradisional.
(Gambar II.6. Gang Pemukiman Warga) (Sumber : dokumen pribadi)
II.6 Penyelesaian Masalah
Bermain merupakan aktifitas anak-anak, dalam bermain anak-anak bisa sambil belajar, banyak pelajaran yang bisa diambil dari bermain, anak-anak bisa mengenal lingkungan sekitar, bersosialisasi,dan berinteraksi hal ini bisa di temukan dalam permainan tradisional. Untuk mengenalkan dan mengajak anak-anak kembali memainkan permainan tradisional perlu dirancang media
(34)
24 pembelajaran yang menarik dan dekat dengan kehidupan anak-anak. Sehingga permainan tradisional tetap terjaga kelestariannya dilingkungan masyarakat serta nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional dapat diserap dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menganalis permasalahan yang terjadi dilingkungan masyarakat serta data yang didapat dari berbagai sumber, maka penyeleseian masalah tersebut menggunakan prinsip 5W+1H :
– What
Membuat sebuah perancangan media yang memeberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat kota Bandung tentang permainan tradisional Sunda melalui sebuah film dokumenter.
– Why
Dalam permainan tradisional Sunda memiliki nilai-nilai sosial, makna dan filosofi hidup untuk itu penting bagi kita untuk tetap memainkan permainan tradisional di lingkungan masyarakat.
– When
Untuk mempermudah pendistribusian, media film dokumenter ini di distribusikan bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus kepada masyarakat
– Where
Media film dokumenter ini dapat ditonton/disaksikan dirumah melalui televisi di stasiun tivi lokal dalam acara “lokal program” yang khusus membahas kearifan lokal termasuk budaya.
– Who
Media film dokumenter ini ditujukan kepada masyarakat para orang tua dan anak-anak di Jawa Barat khusunya Kota Bandung.
– How
Dengan memberikan informasi permainan tradisional melalui film dokumenter diharapkan agar masyarakat dan anak-anak kembali memainkan dan menumbuhkan rasa cinta terhadap permainan tradisional Sunda.
(35)
25 BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM
DOKUMENTER PERMAINAN TRADISIONAL SUNDA
III.1 Strategi Perancangan III.1.1 Pendekatan Komunikasi
Dalam menyampaikan pesan agar dapat diterima dengan baik dan dimengerti oleh target audience, maka harus menggunakan media yang tepat. Komunikasi melalui media film dokumenter agar target audience melihat keberadaan permainan tradisional Sunda yang saat ini sudah jarang dimainkan di lingkungan masyarakat dan anak-anak di Kota Bandung, mengetahui bahwa dalam permainan tradisional Sunda mengandung nilai-nilai dan makna dalam kehidupan sehari-hari serta akan mendapat informasi tentang cara bermain permainan tradisional Sunda.
a. Tujuan Komunikasi
Dalam perancangan film dokumenter permainan tradisional “Kaulinan urang lembur” bertujuan untuk:
– Memberikan informasi, nilai, makna, dan filosofi hidup yang terkandung dalam permainan tradisional.
– Agar permainan tradisional Sunda tetap dimainkan dilingkungan anak-anak dan masyarakat kota Bandung, Jawa Barat.
b. Pendekatan Visual
Tampilan visual yang diperlihatkan dalam film dokumenter “Kaulinan urang lembur” mengacu pada permainan tradisional sunda yang dekat dengan alam dan lingkungan sekitar serta filosofi-filosofi yang terkandung didalamnya. Untuk memperkuat visual setting tempat diarahkan ke sebuah pemukiman warga di kota Bandung berdasarkan kenyataan yang ada dan di pakarangan ulin dago pakar utara (komunitas Hong). Penambahan efek-efek pada visual serta menggunakan tekhnik dan sudut pandang pengambilan gambar membuat tampilan
(36)
26 visual lebih menarik dilihat, menggugah perasaan, dan mendukung kesan serta maksud dari setiap adegan.
c. Pendekatan Verbal
Penyampaian komunikasi dalan film dokumenter “Kaulinan urang lembur” menggunakan bahasa Indonesia pada penjelasan tentang permainan dan cara bermainnya oleh narasumber dan bahasa lokal (Sunda) yang digunakan oleh para pemain. Materi pesan dari film dokumenter ini menitik beratkan pada cara bermain, nilai-nilai dan filosofi yang terkandung dalam permainan tradisional Sunda.
III.1.2 Segmentasi Demografis
Target Primer : Anak-anak Target Sekunder : Orang Tua
Usia : 6 - 12 tahun
Pendapatan Orang Tua : 1.5 juta / bulan Status Sosial : Menengah ke bawah
Alasan memilih anak-anak usia 6-12 tahun menjadi target primer karena pada usia tersebut anak-anak sebagai pelaku utama permainan.
Geografis
Dari segi geografis target audience-nya adalah daerah pemukiman padat penduduk seperti Kiaracondong, Kota Bandung. Dan mencakup seluruh daerah di Jawa Barat.
Psikografis
Dari segi psikografis target audience yang memiliki minat bermain dan belajar bebagai hal khususnya permainan tradisional Sunda.
Consumer insight
Memiliki keinginan untuk tetap membudayakan bermain permainan tradisional Sunda di lingkungannya.
(37)
27 Consumer journey
Tabel II: Consumer journey
Tempat Bermain Permainan yang Dimainkan Lingkungan Sekolah Sepak bola, Ngadu kaleci,
Lingkungan Rumah Jongbal (Tendang bola), Layang-layang, Sosorodotan, Play Station
III.1.3 Strategi Kreatif
Dalam film dokumenter “ Kaulinan urang lembur ” memberikan informasi kepada orang tua dan anak-anak melalui komunitas Hong sebagai narasumber yang kompeten dan fokus terhadap permainan tradisional khususnya yang ada di daerah Jawa Barat. Dalam film ini berisi kegiatan anak-anak yang sedang bermain di pemukiman padat, dan komunitas Hong sebagai narasumber memberikan tata cara bermain permainan tradisional yang ada di Jawa Barat, antara lain Hong-hongan, Parempet jengkol, Oray-orayan, Oray bungka dan Sondah dan menjelaskan makna dan nilai yang terkandung didalamnya. Penayangan film dokumenter kaulinan urang lembur di tayangkan pada acara khusus di STV Bandung dalam acara “lokal Program” yang menayangkan acara tentang kearifan budaya lokal.
III.1.4 Strategi Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan, Agar pesan tersampaikan dengan baik dan jelas serta mudah dimengerti maka pemilihan media berdasarkan penilitian lapangan, target audience dan consumer journey. Media tersebut adalah media utama dan media pendukung.
a. Media Utama Film Dokumenter
Mengisahkan tentang permainan tradisional Sunda yang jarang dimainkan dilingkungan anak-anak, karena berbagai faktor diantaranya ketidaktahuan anak-anak akan jenis-jenis permainan tradisional sunda dan cara bermainnya, lahan yang sempit. Komunitas Hong hadir
(38)
ditengah-28 tengah masyarakat untuk memberikan sosialisasi, pengetahuan tentang jenis-jenis dan cara bermain permainan tradisional Sunda.
b. Media Pendukung
Media pendukung berfungsi sebagai sarana mempromosikan media utama, bersifat sebagai penunjang, melengkapi serta mempermudah menyampaikan informasi kepada target audience / khalayak ramai. Media pendukung dalam film dokumenter “ kaulinan urang lembur ” ini adalah:
– Poster – Baliho – Stiker – Kalender
III.1.5 Strategi Distribusi
Media informasi film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini dapat didistribusikan langsung ke setiap warga yang berada di daerah Kiaracondong dan Sekolah Dasar yang ada di Kota Bandung setelah sebelumnya telah dipromosikan memalui poster-poster dan stiker yang telah disebar luaskan dan oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat atas dasar pelestarian permainan tradisional, untuk pendistribusian yang lebih luas. Dengan memanfaatkan moment hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus, untuk media promosi baliho, poster dan stiker didistribusikan /disebarluaskan 2 bulan sebelum penayangan film yaitu minggu ke-2 dan ke-4 pada bulan Juni, Juli dan minngu pertama pada bulan Agustus.
III.1.5.1 Jalur Distribusi
Atas dasar pelestarian kebudayaan lokal permainan tradisional Sunda, maka jalur distribusi dilakukan dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan budaya Kota Bandung, Dinas Pendidikan Jawa Barat dan di bagikan langsung kepada masyarakat.
(39)
29 III.2 Konsep Visual
Secara keseluruhan konsep visual pada film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini, menampilkan kehidupan anak-anak diperkotaan yang pemukiman nya padat, namun anak-anak masih bermain permainan tradisional dengan memanfaatkan lahan yang ada, tentunya permainan tradisional tersebut adalah permainan yang bisa dimainkan di lahan yang tidak terlalu luas. Agar visual nya menarik untuk di lihat dalam film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini pun menggunakan beberapa teknik pengambilan gambar seperti long shot, bird eye view, high angle, low angle, dan eye level , serta beberapa sudut pandang seperti sudut pandang objektif, sudut pandang subjektif, sudut pandang subjektif-intrepretatif dan sudut pandang subjektif tidak langsung serta menggunakan elemen-elemen fotografi. Elemen visual pada media pendukung baliho, poster dan stiker menggunakan rol film untuk mempertegas bahwa media tersebut mempromosikan sebuah film dan untuk mempermudah target audience mengerti.
III.2.1 Format Desain
Format desain pada film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini menggunakan layar Lanscape dengan rasio 1920 x1080i, 16:9 HD (High Devinision), menggunakan teknik pengambilan gambar seperti long shot, bird eye view, high angle, low angle, dan eye level , serta beberapa sudut pandang seperti sudut pandang objektif, sudut pandang subjektif, sudut pandang subjektif-intrepretatif dan sudut pandang subjektif tidak langsung.
Gambar III.1 Format Desain (sumber : Data Pribadi)
(40)
30 III.2.2 Tata Letak/ Layout
Dalam film dokumenter “ kaulinan urang lembur ” didominasi oleh warna orange muda agar menghasilkan kesan ketenangan, kesederhanaan dan kegembiraan pada visual videografinya, menggunakan effect cros dissolve untuk menghasilkan perpindahan gambar yang halus disetiap adegan-adegannya. Setting di pemukiman penduduk untuk memperlihatkan kondisi keberadaan permainan tradisional Sunda saat ini yang sudah jarang dimainkan, dan di Pakarangan ulin dago pakar yang suasana lingkungannya memberi kesan kampung Sunda lama, agar target audience yang melihat merasakan nuansa Sunda.
Gambar III.2 Contoh Layout (sumber : Data Pribadi)
III.2.3 Tipografi
Dalam film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini menggunakan beberapa tipografi yang diaplikasikan pada media utama dan pendukung, pemilihan tipografi berdasarkan tema, Tipografi sangkuriang Cursive di aplikasikan pada judul film untuk memperkuat kesan Sundanya dan mengacu pada tingkat keterbacaan agar mudah dibaca oleh target audience, serta Helvetica Neue LT 23 yang memiliki kesan feminim dan tegas digunakan pada subtitle, credit title dan keterangan lainnya.
(41)
31
Helvetica Neue LT 23
Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo
Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz
0123456789
;“,!@#$%&()/?><
III.2.4 Ilustrasi
Dalam film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini menggambarkan apa yang dijelaskan oleh narasumber sehingga memperkuat penjelasan tersebut. Memperlihatkan keberadaan permainan tradisional Sunda saat ini yang jarang dimainkan oleh anak-anak di lingkungan masyarakat Kiaracondong karena berbagai kendala, suasana di komunitas Hong dengan berbagai macam sarana dan prasarana bermain permainan tradisional Sunda serta menggambarkan tentang cara bermain permainan tradisional Sunda.
(42)
32 Gambar III.3 Ilustrasi
(sumber : Data Pribadi) III.2.5 Musik
Musik merupakan elemen penting dalam memperkuat kesan, nuansa dan suasana dalam sebuah film. Dalam sebuah film musik dikelompokan menjadi 2 yaitu ilustrasi musik yang mengiringi pada adegan-adegan tertentu dan Theme Song atau Sound track sebagai identitas. Untuk mendapatkan kesan, nuansa dan suasana Sunda, dalam film ini menggunakan ilustrasi musik dan Theme Song yang berasal dari tatar sunda, musik yang digunakan berjudul “Cahya Sumirat” dari Sanggar kacapi pralagam.
III.2.6 Warna
Warna pada film dokumenter permainan tradisional “kaulinan urang lembur” didominasi oleh warna orange muda, warna ini memberi kesan ketenangan, kesederhanaan dan kegembiraan pada visual gambar yang ditampilkan. Agar memberi kesan bahwa dengan bermain permainan tradisional akan muncul kebahagiaan, kehangatan dan keceriaan. sedangkan warna hitam dan putih digunakan pada elemen pendukung, seperti subtitle dan credit title agar terlihat kontras.
Gambar III.4 Warna (sumber : Data Pribadi)
(43)
33 III.2.7 Sinopsis
Permainan tradisional merupakan salah satu budaya lokal, yang memiliki banyak makna dan nilai yang terkandung didalamnya . Namun, saat ini permainan tradisional sudah jarang dimainkan dilingkungan anak. Kehidupan anak-anak di Kota Bandung yang tetap berusaha memainkan permainan tradisional ditengah-tengah pemukiman yang padat, banyak kendala saat mereka bermain. faktor lingkungan dan keidaktahuan anak-anak akan beragamnya permainan tradisional Sunda karena tidak adanya narasumber yang memberikan sosialisasi dan tidak diajarkan oleh orang tuanya, semakin membuat permainan tradisional terlupakan dilingkungan anak-anak dan masyarakat.
Ditengah tenggelamnya permainan tradisional dilingkungan anak-anak Kota Bandung, Komunitas Hong hadir sebagai sarana dan tempat bermain permainan tradisional Jawa Barat, keberadaan Komunitas Hong memberikan angin segar akan keberlangsungan permainan tradisional Jawa Barat, karena memberikan informasi cara bermain dan nilai-nilai dan makna yang terkandung didalamnya.
III.2.8 Storyboard Tabel III: Storyboard
Scane Sequence Board Durasi Naskah
1 1
2
00.00.20
00.00.05
Pakarangan ulin dago pakar utara
Memperlihatkan suasana di pakarangan ulin dago pakar (komunitas hong) serta fasilitas-fasilitas bermain yang ada, pohon dan lumbung padi.
(44)
34 2
3
3
4
5
6
1
1
00.00.05
00.00.05
00.00.06
00.00.05
00.00.05
00.00.05
Anak-anak yang sedang memulai permainan.
Suasana di kelurahan Cibangkong Lor dan aktivitas anak-anak yang sedang bermain.
(45)
35 4
5
2
3
4
5
1
1
00.00.05
00.00.05
00.00.05
00.00.14
00.00.05
00.00.05
Anak-anak yang sedang bermain.
Penjelasan dari narasumber tentang keberadaan permainan tradisional saat ini.
Anak-anak yang akan memulai permainan “Jongbal”.
(46)
36 6 7 2 3 4 1 1 2 00.00.05 00.00.05 00.00.05 00.00.15 00.00.20 00.00.05
Anak-anak yang sedang bermain “Jongbal”.
Anak-anak yang sedang bermain Sondah.
Anak-anak yang sedang bermain Sondah.
Penjelasan dari narasumber tentang nilai dari permainan tradisional.
Penjelasan dari narasumber cara
bermain “ Hong-hongan ” dan anak-anak yang sedang bermain hong-hongan.
Suasana anak-anak bermain Hong.
(47)
37 8 9 10 3 1 2 1 2 1 00.00.05 00.00.15 00.00.06 00.00.20 00.00.06 00.00.20 Penjelasan dari narasumber cara bermain “ Parempet Jengkol ” dan suasana anak-anak yang sedang bermain parempet jengkol.
Suasana anak-anak bermain parempet jengkol.
Penjelasan dari narasumber cara bermain “Oray - orayan” dan suasana anak-anak yang sedang bermain Oray - orayan.
Suasana anak-anak bermain Oray - orayan.
Penjelasan dari narasumber cara bermain “Oray bungka” dan suasana anak-anak yang sedang bermain Oray bungka.
(48)
38 11
12
2
1
2
3
1
00.00.05
00.00.20
00.00.05
00.00.07
00.00.08
Suasana anak-anak bermain Oray bungka.
Penjelasan dari narasumber cara bermain “ Sondah ” dan suasana anak-anak yang sedang bermain
Sondah.
Suasana anak-anak bermain Sondah.
Anak-anak yang sedang berjalan di kebun menuju tempat bermain.
(49)
39 III.2.9 Storyline
Take 1
Pohon besar (low angle) kamera bergerak ke kanan bawah ke pohon bambu yang ada di sekitarnya. permainan tradisional sunda yang terbuat dari daun kelapa yang sudah mengering. lumbung padi dan pohon bambu.
Take 2
Suasana sore hari di pemukiman warga di cibangkong lor dan sekitarnya.lingkungan gang-gang pemukiman warga.kegiatan anak-anak yang sedang bermain.
Take 3
Penjelasan tentang pengertian permainan tradisional oleh narasumber. kegiatan anak-anak yang bermain permainan sondah dan jongbal. Penjelasan tentang inti dari permainan tradisional oleh narasumber.
Take 4
Penjelasan tentang cara bermain permainan tradisional hong serta nilai dan makna nya oleh narasumber dan kegiatan anak-anak yang sedang bermain hong-hongan.
Take 5
Penjelasan tentang cara bermain permainan tradisional parempet jengkol serta nilai dan makna nya oleh narasumber dan kegiatan anak-anak yang sedang bermain parempet jengkol
Take 6
Penjelasan tentang cara bermain permainan tradisional oray-orayan serta nilai dan makna nya oleh narasumber dan kegiatan anak-anak yang sedang bermain oray-orayan.
(50)
40 Take 7
Penjelasan tentang cara bermain permainan tradisional oray bungka serta nilai dan makna nya oleh narasumber dan kegiatan anak-anak yang sedang bermain oray bungka.
Take 8
Penjelasan tentang cara bermain permainan tradisional sondah serta nilai dan makna nya oleh narasumber dan kegiatan anak-anak yang sedang bermain sondah. Take 9
(51)
41 BAB IV
TEKNIS PRODUKSI MEDIA
IV 1. Media Utama
Media utama film dokumenter “kaulinan urang lembur” berdurasi lima belas menit mengangkat tema keberadaan permainan tradisional Sunda yang saat ini sudah jarang dimainkan oleh anak-anak di Kota Bandung, karena tidak tahu jenis-jenis permainan tradisional Sunda yang beragam serta cara bermainnya, dalam film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini memberikan informasi kepada target audience / penonton cara bermain, nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam permainan tradisional Jawa Barat oleh narasumber Komunitas Hong sebagai komunitas yang fokus pada permainan tradisional khususnya permainan tradisional Sunda.
IV 1.1 Teknis Pembuatan Film
Dalam pembuatan film dokumenter “ kaulinan urang lembur ” dilakukan secara bertahap mulai dari pembuatan sinopsis, storyline dan storyboard. Pemilihan lokasi, crew, pemilihan kostum dan kamera yang digunakan dalam pembuatan film dolumenter ini. Adapun rincian proses pembuatan film dokumenter ini sebagai berikut:
IV 1.1.1 Pembuatan Sinopsis
Pembuatan sinopsis berdasarkan data dan fakta yang ditemukan dilapangan selama penelitian dilakukan, kemudian disusun berurutan agar menjadi suatu cerita yang utuh berdasarkan alur film agar menjadi tontonan yang menarik.
IV 1.1.2 Pembuatan Storyline
Pembuatan storyline berdasarkan sinopsis yang telah dibuat menentukan alur cerita dan visualisasi yang akan dibuat, berisikan adegan-adegan yang ada pada film dokumeter kaulinan urang lembur.
(52)
42 IV 1.1.3 Pembuatan Storyboard
Storyboard adalah bentuk visualisasi atau gambaran yang dibuat bedasarkan storyline, storyboard menjadi patokan untuk mengambil gambar yang difilmkan dan untuk membantu sutradara sehingga akan mempermudah dalam proses syuting .
IV 1.1.4 Pemilihan lokasi syuting
Pemilihan lokasi syuting, lokasi syuting yang dipakai dalam film documenter kaulinan urang lembur ini adalah tempat pemukiman warga yang cukup padat didaerah Kiaracondong sebagai lokasi penelitian berlangsung dan di pakarangan ulin dago pakar utara (komunitas hong).
Lokasi Pertama
Gambar IV.1. Pemukinan warga
(53)
43 Lokasi kedua
Gambar IV.2. Dago pakar utara
(Sumber : Dokumen pribadi)
IV 1.1.5 Pemilihan Crew
Crew yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter “kaulinan urang lembur” ini adalah orang-orang yang ahli dibidangnya masing-masing yang memiliki kredibilitas tinggi. Crew yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter “ kaulinan urang lembur ” ini meliputi perizinan, kameraman, dokumentasi, editor dan konsumsi, adapun nama-namanya sebagai berikut :
a. Perizinan : Adi Susanto & Dwinda
b. Kameraman : Dani hernawan & Adi Susanto c. Dokumentasi : Syahrul rusdi
d. Editor : Adi Susanto e. Konsumsi : Widya Zulisnawati
IV 1.1.6 Pemilihan Kostum
Pemilihan kostum pada film dokumenter kaulinan urang lembur ini menggunankan baju tradisional sunda dengan warna yang cerah serta baju pangsi
(54)
44 yang digunakan oleh anak laki-laki. Dengan kostum ini dapat mewakili daerah asal permainan tradisional yang ada dalam film ini.
Gambar IV.3. Kostum Tradisional
(Sumber : Dokumen pribadi)
IV 1.1.7 Pemilihan Kamera
Kamera yang digunakan dalam pembuatan film dokumenter kaulinan urang lembur ini adalah Canon Dslr 60 D, 500D dan 1000D yang sudah memiliki fasilitas video recording atau perekam video dengan lensa standar 18-55mm. Sedangkan 1000D digunakan untuk kepentingan dokumentasi.
Gambar IV.4. Kamera Dslr 500 D, 60 D, 1000 D
(55)
45 IV 1.2 Teknis Editing
Setelah seluruh proses syuting selasai berdasarkan storyline dan story board langkah selanjutnya adalah proses editing, editing video menggunakan software Adobe premiere pro CS5, langkah pertama dalam editing adalah membuat setting frame, import frame, pemotongan frame, penambahan efek warna, video transition, penambahan teks judul, penambahan ilustrasi musik dan terakhir adalah proses rendering. Adapun langkah-langkah proses editing secara lengkap sebagai berikut :
IV 1.2.1 Setting Frame
Setting frame pada film dokumenter kaulinan urang lembur ini adalah 1920 x 1080i 25fps, sesuai dengan setting-an video pada saat syuting. Hal ini dilakukan agar menghasilkan gambar video yang maksimal yaitu high devinision video ( HDV ).
Gambar IV.5. Setting Video
(Sumber : Dokumen pribadi)
IV 1.2.2 Import Frame
Setelah melakukan setting video langkah selanjutnya adalah mengImport video berdasarkan storyline dan storyboard hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengeditan.
(56)
46 Gambar IV.6. Import Frame
(Sumber : Dokumen pribadi)
IV 1.2.3 Pemotongan Frame
Pemotongan frame dilakukan untuk memotong beberapa gambar yang tidak terpakai, pemotongan frame menggunakan razor tool.
Gambar IV.7. Pemotongan Frame
(57)
47 IV 1.2.4 Penambahan Efek Warna
Penambahan efek warna pada setiap frame bertujuan untuk menghasilkan warna sesuai dengan tema, menggunakan warna orange muda yang menghasilkan warna yang lembut.
Gambar IV.8. Penambahan Efek Warna
(Sumber : Dokumen Pribadi)
IV 1.2.5 Penambahan Efek Video Transition
Penambahan efek video transition cross dissolve bertujuan untuk memperhalus perpindahan dari satu frame ke frame berikutnya. Perpindahan adegan satu dengan yang lainnya tidak terlihat kasar.
(58)
48 Gambar IV.9. Penambahan Efek Video Transition
(Sumber : Dokumen Pribadi)
IV 1.2.6 Penambahan Teks judul Film
Penambahan teks judul, teks judul film kaulinan urang lembur sebelumnya dibuat pada software adobe photosop cs5 dengan format PNG agar menghasilkan reolosi yang tinggi dan tidak terlihat pecah.
(59)
49 Gambar IV.10. Penambahan Teks Judul Film
(Sumber : Dokumen Pribadi)
IV 1.2.7 Penambahan Ilustrasi musik
Ilustrasi musik yang digunakan dalam film dokumenter kaulinan urang lembur ini adalah instrumen seruling bambu yang berjudul “ cahya sumirat ” yang berasal dari jawa barat sesuai dengan tema film.
Gambar IV.11. Penambahan Ilustrasi Musik
(Sumber : Dokumen Pribadi)
IV 1.2.8 Proses Rendering
Pada tahap terakhir ini adalah proses rendering yaitu menjadikan sebuah video yang utuh dengan setting format output H.264 blu-ray HDTV 1080i 25 fps PAL ratio 1920 x 1080i 16:9 stereo 4800 Hz.
(60)
50
Gambar IV.12. Proses Rendering
(Sumber : Dokumen Pribadi)
IV 1.3 Media Pendukung
Media pendukung dibuat untuk mempromosikan media utama film dokumenter, media pendukung tersebut adalah baliho, poster, kalender, stiker dan cover dvd.
IV 1.3.1 Baliho
Media promosi baliho ini dibuat bertujuan untuk memberikan informasi kepada target audience perihal pemutaran film dokumenter dan tanggal tayangnya. agar film dokumenter kaulinan urang lembur ini dapat diketahui oleh masyarakat luas di kota Bandung. Media baliho ini ditempatkan di pinggir jalan / tempat umum di daerah Kota Bandung.
(61)
51
Gambar IV.13. Aplikasi baliho
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : 4 meter x 2 meter Material : Vinyl PVC Teknis Produksi : Digital Printing
IV 1.3.2 Poster
Sama halnya dengan baliho, poster juga berfungsi sebagai media promosi film dokumenter kaulinan urang lembur, media ini di desain menggunakan fotografi seorang anak yang sedang bermain permainan tradisional Jawa Barat Sondah, serta kegiatan anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional lainnya di komunitas hong yang termasuk cuplikan dalam film dokumenter kaulinan urang lembur. Poster ini di tempatkan di tempat-tempat umun, dan sekolah dasar yang ada di daerah Kota Bandung. dengan media promosi poster ini diharapkan target audience merasa penasaran dan ingin menonton film dokumenter kaulinan urang lembur ini.
(62)
52
Gambar IV.14. Aplikasi Poster
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : A3 (29.7 cm x 42 cm ) Material : Art paper 210gr
Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset )
IV 1.3.3 Kalender
Media pendukung kalender berfungsi sebagai pengingat bagi target audience dan media pembelajaran permainan tradisional karena dalam kalender tersebut terdapat cara bermain beberapa permainan tradisional yang ada di Jawa Barat, seperti Hong-hongan, Parempet jengkol, Oray-orayan, Oray bungka dan Sondah yang saat ini mulai terlupakan .
(63)
53 Gambar IV.15. Cover Kalender
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Gambar IV.16. Isi Kalender
(64)
54
Ukuran : A5 (14.8 cm x 21 cm ) Material : Art paper 210gr
Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset )
IV 1.3.4 Stiker
Stiker sebagi media promosi yang di temple di tempat-tempat umum dan di perumahan warga di Kota Bandung, stiker ini disebarkan dua minggu sebelum penayangan perdana film dokumenter kaulinan urang lembur.
Gambar IV.17. Stiker
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : 8 cm x 16 cm Material : Stiker Cromo Teknis Produksi : Digital Printing
IV 1.3.5 Cover DVD
Cover dvd di desain menggunakan gambar anak-anak yang sedang memainkan permainan tradisional, untuk melengkapi media pendukung, memperindah tampilan dvd dan menarik perhatian.
(65)
55
Gambar IV.18. Cover DVD
(Sumber : Dokumen Pribadi )
Gambar IV.19. Cover Dalam DVD
(66)
56
Ukuran : Cover Depan 26 cm x 18.5 cm Cover Dalam 11.7 cm x 11.7 cm Material : Art paper 150gr & label cd
(1)
51
Gambar IV.13. Aplikasi baliho (Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : 4 meter x 2 meter Material : Vinyl PVC Teknis Produksi : Digital Printing
IV 1.3.2 Poster
Sama halnya dengan baliho, poster juga berfungsi sebagai media promosi film dokumenter kaulinan urang lembur, media ini di desain menggunakan fotografi seorang anak yang sedang bermain permainan tradisional Jawa Barat Sondah, serta kegiatan anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional lainnya di komunitas hong yang termasuk cuplikan dalam film dokumenter kaulinan urang lembur. Poster ini di tempatkan di tempat-tempat umun, dan sekolah dasar yang ada di daerah Kota Bandung. dengan media promosi poster ini diharapkan target audience merasa penasaran dan ingin menonton film dokumenter kaulinan urang lembur ini.
(2)
52
Gambar IV.14. Aplikasi Poster (Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : A3 (29.7 cm x 42 cm ) Material : Art paper 210gr
Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset )
IV 1.3.3 Kalender
Media pendukung kalender berfungsi sebagai pengingat bagi target
audience dan media pembelajaran permainan tradisional karena dalam kalender
tersebut terdapat cara bermain beberapa permainan tradisional yang ada di Jawa Barat, seperti Hong-hongan, Parempet jengkol, Oray-orayan, Oray bungka dan Sondah yang saat ini mulai terlupakan .
(3)
53 Gambar IV.15. Cover Kalender
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Gambar IV.16. Isi Kalender (Sumber : Dokumen Pribadi)
(4)
54 Ukuran : A5 (14.8 cm x 21 cm )
Material : Art paper 210gr
Teknis Produksi : Cetak Separasi (Offset )
IV 1.3.4 Stiker
Stiker sebagi media promosi yang di temple di tempat-tempat umum dan di perumahan warga di Kota Bandung, stiker ini disebarkan dua minggu sebelum penayangan perdana film dokumenter kaulinan urang lembur.
Gambar IV.17. Stiker (Sumber : Dokumen Pribadi)
Ukuran : 8 cm x 16 cm Material : Stiker Cromo Teknis Produksi : Digital Printing
IV 1.3.5 Cover DVD
Cover dvd di desain menggunakan gambar anak-anak yang sedang
memainkan permainan tradisional, untuk melengkapi media pendukung, memperindah tampilan dvd dan menarik perhatian.
(5)
55
Gambar IV.18. Cover DVD (Sumber : Dokumen Pribadi )
Gambar IV.19. Cover Dalam DVD (Sumber : Dokumen Pribadi)
(6)
56 Ukuran : Cover Depan 26 cm x 18.5 cm Cover Dalam 11.7 cm x 11.7 cm Material : Art paper 150gr & label cd