IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA RHODAMIN B DALAM JAJANAN YANG DIPASARKAN DI PASAR PASIR GINTUNG DAN PASAR WAY HALIM KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

Oleh

Anggun Permatasari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF THE RHODAMINE B SUBSTANCE DYE IN SNACKS IN PASIR GINTUNG MARKET AND WAY HALIMMARKET

BANDAR LAMPUNG CITY by

Anggun Permatasari

Rhodamine B is a substance dye addition that the use of it in food product is banned. Rhodamine B is carcinogenic so that in the long-term use can cause liver damage, kidney inflammation, and even can cause cancer. Because of these dangers, then the prevention of using Rhodamine B dye in food is pursued.

This study aims to find out presence or absence of Rhodamine B in sample that will be tested using chromatography paper test and to determine the its content in the sample the spectrophotometry light test is used. This study is a laboratory descriptive research, conducted on December 2013 - January 2014 with 30 total sample that randomly simple drawn, 15 samples of Pasir Gintung Market and 15 other sample is taken in Way Halim Market in Bandar Lampung. From the research, there is 50% positive sample containing Rhodamine B, four of it has high enough levels are 2.1843-3.8972μ g/gand 2.6959-3.0006 μ g/g were found in Pasir Gintung market, and 1.6075-1.3843μ g/gand 1.4207-1.2295μ g/g were found in the Way Halim Market.

Rhodamine B dye substance were found in the studied snacks.


(3)

KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

Anggun Permatasari

Rhodamin B merupakan zat p e warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati, pembengkakan ginjal, dan bahkan dapat menyebabkan kanker. Karena bahaya tersebut, maka diupayakan pencegahan penggunaan zat pewarna Rhodamin B dalam makanan.

Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya Rhodamin B dalam sampel yang akan diuji dengan menggunakan uji kromatografi kertas dan untuk mengetahui kadarnya dalam sampel digunakan uji spektrofotometri cahaya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif laboratorik, dilakukan pada bulan Desember 2013 – Januari 2014 dengan total 30 sampel yang diambil secara acak sederhana, 15 sampel dari pasar Pasir Gintung dan 15 sampel lainnya diambil dari pasar Way Halim Kota Bandar Lampung. Dari hasil penelitian terdapat 50% sampel yang positif mengandung Rhodamin B, empat diantaranya memiliki kadar yang cukup tinggi yaitu 2.1843 – 3.8972 μ g/g dan 2.6959 – 3.0006 μ g/g yang ditemukan di pasar Pasir Gintung, serta 1.6075 – 1.3843 μ g/g dan 1.4207 – 1.2295 μ g/g yang ditemukan di pasar Way Halim.

Ditemukannya zat pewarna Rhodamin B dalam jajanan yang diteliti. Kata kunci: Jajanan, kromatografi, rhodamin B, spektrofotometri


(4)

r00 r E0l,86tnznaL96r drN tos.ru,(1ng'.rg

ueret{ope) sslp1eg

us{eo'z

r00 z ,a9002

8I0I086t

dIN peuolg'htr'qgs8uppuusns

{n,rrlI'rp

Eurqrurqtusd rsrtnoy'l

ITlfNIflAIWI^I

Ir?JOHope)

reploc u?)lrpryued OI I I IOSIOI

rJ€sB}€trrJed

unE8uv

CNNdIATY'I UYONYf,

YIOX

IAIITYH AYTI UYSYd NYO CNNINIC UISYd t[YS'Yd IC I\IY)IUYSYdIO CNYA NYNYfYf Y(IVd g NII,{YOOHU YNUYA&fld LYZ

ISYXIIIINflOI

r00 z ztt00(, 0zt09L6r drN oS.HI .,{lemugurirpt loU .rn

/t

,NL

u

'/)

s'ulln{B.f rprug ure$ol4 u/v\slseq"I{I

{o{od'oN

s^A,srsBqBIAI BrrrBN


(5)

cS

'tr{I'[1u,rqu.rnx

I^U

'rp

:

,- r,:.'::.: : '' :

' ':' ,:..', 1:.,

i :. , i,r :::::

aIV)Hysu$NI[,]tt.

, , -tt


(6)

-xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

1. Tujuan Umum ... 3

2. Tujuan Khusus... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Bagi Penulis... 4

2. Bagi Masyarakat... 4

3. Bagi Penelitian Lainnya ... 4

E. Kerangka Pemikiran... 5

1. Kerangka Teori... 5

2. Kerangka Konsep ... 6


(7)

A. Keamanan Pangan... 7

1. Definisi Keamanan Pangan ... 7

2. Penyebab Ketidakamanan Pangan ... 8

B. Bahan Tambahan Pangan... 8

1. Definisi Bahan Tambahan Pangan ... 8

2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 9

3. Sumber-Sumber Bahan Tambahan Pangan... 10

4. Pengolahan Bahan Tambahan Pangan ... 11

C. Zat Pewarna ... 15

1. Pengertian Zat Pewarna... 15

2. Pembagian Zat Pewarna ... 16

D. Rhodamin B ... 22

1. Ciri Umum Pewarna Rhodamin B ... 22

2. Struktur Rhodamin B ... 22

3. Nama Lain ... 23

4. Penggunaan Pewarna Rhodamin B ... 23

5. Bahaya Paparan Rhodamin B... 23

E. Kromatografi Kertas ... 25

1. Prinsip Kromatografi Kertas ... 26

2. Metode Kromatografi Kertas ... 26

3. Nilai Rf (Retardation Factor) ... 27

F. Spektrofotometri ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Desain Penelitian ... 32

B. Tempat Penelitian ... 32

1. Tempat Penelitian... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 33


(8)

xvi

2. Sampel Penelitian... 33

D. Variabel Penelitian... 34

E. Definisi Oprasional ... 34

F. Alat Dan Bahan Penelitian... 35

G. Prosedur Penelitian ... 36

H. Pengolahan Data ... 37

I. Etika Penelitian ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Etika Penelitian ... 39

B. Hasil Penelitian ... 39

1. Identifikasi Pewarna ... 39

2. Pemeriksaan Kadar Kualitatif Rhodamin B ... 40

3. Penetapan Kadar ... 43

C. Pembahasan... 46

1. Identifikasi Pewarna ... 46

2. Hasil Uji Analisis Rhodamin B ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... xx


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Contoh bahan pewarna alami ... 17

Tabel 2. Kelas-kelas zat pewarna sintetis menurut JECFA... 20

Tabel 3. Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia... 21

Tabel 4. Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia ... 21

Tabel 5. Struktur pewarna Rhodamin B ... 23

Tabel 6. Definisi oprasional ... 34

Tabel 7. Sampel Jajanan Pasar Pasir Gintung (P1) ... 40

Tabel 8. Sampel Jajanan Pasar Way Halim (P2)... 40

Tabel 9. Perhitungan Nilai Rf Baku pada Uji Rhodamin B ... 41

Tabel 10. Nilai Rf dan Kadar Rhodamin B Pada Sampel Pasar Pasir Gintung .. 41

Tabel 11. Nilai Rf dan Kadar Rhodamin B Pada Sampel Pasar Way Halim ... 42

Tabel 12. Kurva Serapan Larutan Rhodamin B ... 43

Tabel 13. Kadar Rhodamin B pada Sampel Pasar Pasir Gintung ... 45


(10)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori ... 5

Gambar 2. Kerangka Konsep... 6

Gambar 3. Struktur Kimia Rhodamin B (EFSA 2005) ... 22

Gambar 4. Diagram Blok Spektrofotometer... 30

Gambar 5. Kurva serapan maksimum larutan Rhodamin B ... 44


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Lampiran 2 :Data Perambatan Rhodamin B Dalam Sampel yang di Uji Secara Kromatografi

Lampiran 3 :Kurva Kalibrasi Larutan Baku Rhodamin B.

Lampiran 4 :Data Kurva Kalibrasi Sampel Pada Panjang Gelombang 554 nm Lampiran 5 :Perhitungan Persamaan Regresi

Lampiran 6 :Contoh Perhitungan Rhodamin B pada Sampel Lampiran 7 :Foto-Foto Penelitian


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Seperti getuk, geplak, kelepon, dan jajanan lain yang ada di pasar saat ini telah dimodifikasi dan dikemas menjadi paket buah tangan dengan warna yang menarik.

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. Pada awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya serta harganya mahal (Azizahwati dkk, 2007).

Zat warna sintetis yang sering ditambahkan adalah Rhodamin B. yaitu zat warna sintetis yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin


(13)

produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker.

Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan intravena (IV). Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus yang diinjeksi subkutan yaitu timbul sarcoma local. Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang ditandai dengan gejala pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ (Merck Index, 2006). Karena bahaya tersebut, maka diupayakan pencegahan penggunaan Rhodamin B dan bahan pewarna sintesis lainnya.

Pengujian yang dilakukan oleh lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K) Semarang terhadap jajanan anak yang diperdagangkan di Kotamadya Semarang, yang meliputi komposisi kimia khususnya untuk mengetahui zat warna. Hasil analisis terhadap jajanan tersebut telah ditemukan pewarna yang dilarang antara lain Rhodamin B (43,10%), Metanil Yellow (12,07%), dan pewarna hijau yang dilarang (1,7%) (Sastrawijaya, 2000). Selain itu, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung juga melakukan penelitian terhadap jajanan anak sekolah pada bulan Juni 2012, dari 156 sampel yang diteliti terdapat 29 sampel yang mengandung Rhodamin B (BBPOM, 2012).


(14)

3

Pasar tradisional merupakan salah satu tempat umum yang banyak menjual berbagai macam produk makanan yang dapat dibeli oleh semua golongan masyarakat. Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang identifikasi zat pewarna Rhodamin B dalam jajanan yang dipasarkan di Pasar Pasir Gintung dan Pasar Way Halim Kota Bandar Lampung

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah terdapat zat pewarna Rhodamin B pada jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung

2. Berapakah kadar Rhodamin B yang terdapat dalam jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ada tidaknya zat pewarna Rhodamin B pada jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung.

2. Mengetahui kadar Rhodamin B pada jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung.


(15)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam mengidentifikasi zat pewarna Rhodamin B dalam penggunaanya sebagai pewarna makanan, khususnya digunakan dalam jajanan.

2. Bagi Masyrakat

a. Konsumen : Menambah pengetahuan dan lebih waspada terhadap jajanan dengan bahan pewarna berbahaya.

b. Pedagang : Memahami bahaya dan larangan yang telah ditetapkan pemerintah tentang penggunaan bahan pewarna berbahaya.

3. Bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan pentingnya memberikan pengertian tentang bahan tambahan pangan sintesis kepada pedagang jajanan.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan agar Badan Pengawas Obat dan Makanan lebih mengetatkan pengawasan terhadap penggunaan bahan pewarna sintetis.

4. Bagi Peneliti Lainnya


(16)

5

E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teori

Peluang terjadinya penggunaan Rhodamin B dalam jajanan dapat terjadi pada setiap produsen jajanan. Harga menjadi salah satu alasan oleh produsen untuk menggunakan zat pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan dan minuman, dimana zat pewarna tekstil ini relatif lebih murah dan biasanya warnanya lebih menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makanan. Pemberian zat pewarna berbahaya dalam bahan makanan dan minuman juga disebabkan karena ketidaktahuan tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui bahwa pewarna tekstil yang digunakan dalam makanan bersifat karsinogenik yaitu dapat menimbulkan gangguan kesehatan, penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2009).

Berikut adalah kerangka teori secara lengkap :


(17)

2. Kerangka Konsep

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85 Pewarna Rhodamin B dinyatakan berbahaya jika terdapat dalam makanan.

Variable bebas penelitin ini adalah jajanan dan varibel terikat adalah Rhodamin B. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1. Terdapat zat pewarna Rhodamin B pada jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan Pasar Way Halim Kota Bandar Lampung. 2. Terdapat kadar Rhodamin B yang cukup tinggi dalam jajanan yang

dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keamanan Pangan

1. Definisi Keamanan Pangan

Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut

foodborne disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau organisme patogen.


(19)

2. Penyebab Ketidakamanan Pangan

Penyebab ketidakamanan pangan adalah (Baliwati, dkk, 2004):

a. Segi gizi, jika kandungan gizinya berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, diabetes.

b. Segi kontaminasi, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-bahan kimia.

Penyebab pangan tersebut berbahaya karena, makanan tersebut dicemari zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karenan di dalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan (Azwar, 1995).

B. Bahan Tambahan Pagan

1. Definisi Bahan Tambahan Pangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. Penggunaan bahan


(20)

9

tambahan pangan bertujuan agar dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2009).

Menurut FAO dan WHO dalam kongres di Roma pada tahun 1956 menyatakan bahwa bahan tambah pangan adalah bahan-bahan yang ditambahakan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit yaitu untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur, atau memperpanjang daya simpan, dan bukan merupakan bahan(ingredient)

utama. Sedangkan menurut Suprianto (2006). Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak.

2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dak kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan serta mempermudah pereparasi bahan pangan.


(21)

Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila (Puspitasari, 2001):

a. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.

b. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu tidak memenuhi syarat.

c. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

d. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

3. Sumber-Sumber Bahan Tambahan Pangan

Menurut Cahyadi (2009) bahan tambahan makanan bisa berasal dari makanan yang dapat disintesa secara kimia atau diproses dengan proses biologi.

a. Bahan tambahan sintetik diproses dari proses pengolahan bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat metabolismenya.

b. Bahan tambahan biologi baik dari hewan maupun dari tumbuhan seperti lesitin dan asam sitrat. Bahan makanan yang bersumber langsung dari makanan.

Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua kelompok besar (Cahyadi, 2009):


(22)

11

dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan memantau pengolahannya, contohnya : pengawet, pewarna, dan pengeras.

b. Bahan tambahan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan proses pengemasan bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminasi dari bahan yang disengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contohnya residu pestisida.

4. Pengolahan Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 722/Menkes/PerXI/88 terhadap Bahan tambahan Pangan, bahan tambahan pangan terdiri dari dua golongan, yaitu bahan tambahan pangan yang diizinkan dan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan.


(23)

1. Bahan tambahan pangan yang diizinkan yaitu:

Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang diijinkan digunakan pada makanan berdasarkan Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 adalah :

a. Antioksidan, adalah BTM yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya : asam askorbat, asam eritorbat, butil hidroksi toluen.

b. Antikempal, yaitu BTM yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. Contohnya : aluminium silikat, magnesium karbonat, miristat.

c. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, pendapar), yaitu BTM yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman. Contohnya : asam klorida, asam fumarat, asam fosfat.

d. Pemanis buatan, yaitu BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin, siklamat, sorbitol. e. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTM yang dapat

mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.


(24)

13

f. Pengemulsi, pemantap, pengental, yaitu BTM yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem diversi yang homogen pada makanan. Contohnya : agar, ammonium alginat, gelatin.

g. Pengawet, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya : natrium benzoat, asam sorbat, natrium bisulfit. h. Pengeras, yaitu BTM yang dapat memperkeras atau mencegah

melunaknya makanan. Contohnya : aluminium sulfat, kalsium glukonat, kalsium laktat.

i. Pewarna, yaitu BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel, kantasatin, betakaroten.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTM yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : asam butirat, etil vanillin, benzaldehida.

k. Sekuestran, yaitu BTM yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur. Contohnya : asam fosfat, asam sitrat, natrium pirofosfat.


(25)

2. Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan, yaitu:

Bahan Tambahan Makanan (BTM) tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan karena bersifat karsinogenik berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Permenkes No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan adalah:

a. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

b. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) c. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC) d. Dulsin (Dulcin)

e. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) f. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

g. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) h. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

i. Formalin (Formaldehyde)

j. Kalium Bromat (Potassium Bromate) k. Rhodamin B


(26)

15

C. Zat Pewarna

1. Pengertian Zat Pewarna

Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Noviana, 2005).

Menurut Permenkes RI no.722/Menkes/Per/XI/1988. Zat pewarna adalah bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Di Indonesia, karena Undang-Undang penggunaan zat warna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan


(27)

harga zat pewarna untuk makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan. Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya (Winarno, 2007).

2. Pembagian Zat Warna

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan yaitu : a. Pewarna Alami

Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan alami, baik nabati, hewani ataupun mineral. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.

Beberapa pewarna alami yang telah banyak dikenal masyarakat misalnya adalah daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk warna merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan


(28)

17

daripada zat pewarna sintetis. Pewarna alami yang sering digunakan sebagai pewarna makanan adalah sebagai berikut : 1. Antosianin, pewarna ini memberikan pengaruh warna oranye,

merah dan biru. Warna ini secara alami tedapat pada buah anggur, strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan Betaxantin, termasuk pewarna nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae, diantaranya bit dan bougenvil yang memberikan tampilan warna kuning dan merah.

2. Karotenoid, dapat memberi warna kuning, merah dan oranye. 3. Klorofil, zat warna hijau yang terdapat dalam daun,

permukaan batang tanaman, dan kulit buah-buahan.

4. Karamel, adalah cairan atau serbuk berwarna coklat gelap yang diperoleh dari pemanasan karbohidrat secara terkontrol yaitudektrosa, laktosa,sirup malt.

5. Kurkumin, merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit.

Tabel 1. Contoh bahan pewarna alami


(29)

1. Karamel Coklat Gula dipanaskan

2. Anthosianin Jingga Tanaman

Merah Biru

3. Flavonoid Tampak Kuning Tanaman

4. Leucoantho Tidak berwarna Tanaman

5. Sianin Tidak berwarna Tanaman

6. Tannin Kuning merah Tanaman

7. Batalin Kuning–hitam Tanaman

8. Quinon Kuning Tanaman/hewan

9. Xanthon Tanpa kuning–merah Tanaman

10. Karotenoid Hijau, coklat

11. Klorofil heme Merah, coklat Hewan

Sumber : Tranggono dkk, 1989 dalam Winarno, 2007 b. Pewarna Buatan (Sintetis)

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga perunit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Pewarna sintetis merupakan sumber utama pewarna komersial untuk hampir seluruh industri makanan utama. Karena sifat pewarna sintetis mendasari sifat kelarutannya dalam air, maka sangatlah mutlak diperlukan untuk mewarnai makanan yang mengandung air. Jika kelarutannya dalam air kurang sempurna, tentu saja warna yang diinginkan tidak akan tercapai dengan baik dan menarik. Secara lebih khusus lagi, pewarna sintetik masih dibagi menjadi dua macam yaitu Dyes dan Lakes. Perbedaan


(30)

19

keduanya berdasarkan bilangan-bilangan rumus kimianya, yaitu kelompokazo, triarilmetana, quinolindan lain–lain.

Dyes adalah zat warna yang larut dalam air sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Biasanya diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan, campuran warna dan pasta. Dyes umumnya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, dan kue-kue produk susu, pembungkus sosis dan lain-lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan pangan. Dalam bentuk kering tidak memperlihatkan adanya kerusakan.

Sedangkan Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye

biasanya menggunakan lakes, misalnya untuk pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Dibandingkan dengan dyes,

maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehinga harga lakes umumnya lebih mahal daripada hargadyes.

Menurut Joint (FAO/WHO) Expert Committee on Food Additives (JECFA), zat pewarna sintetis dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo,


(31)

triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:


(32)

21

1. Brilliant Blue FCF Biru

2. Patent Blue V Biru

3. Green S Biru kehijauan

4. Fast Green FCF Hijau

Tabel 2.Kelas-kelas zat pewarna sintetis menurut JECFA

No Nama Warna

1. Azo :

1. Tatrazine Kuning

2. Sunset Yellow FCF Oranye

3. Allura Red AC Merah (kekuningan)

4. Ponceau 4R Merah

5. Red 2G Merah

6. Azorubine Merah

7. Fast Red E Merah

8. Amaranth Merah (kebiruan)

9. Brilliant Balck BN Ungu 10. Brown FK

11. Brown HT 2. Triarilmetana :

3. Quinolin :

1. Quinoline Yellow 4. Xanten :

1. Erythrosine 5. Indigoid :

1. Indigotine Kuning cokelat Cokelat Kuning kehijauan Merah Biru kemerahan

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007).


(33)

Tabel 3.Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia

Pewarna Nomor Indeks Batas

Amaran Biru berlian Erritrosin Hijau FCF Hijau S. Indigotin Ponceau 4R Kuinelin Kuning Kuning FCF Ribiflavina Tatrazine

Amaranth: CI Food Red 9

Brilliant Blue FCF : CI Food red 2 Erthrosin : CI

Food red 14 Fast green FCF : CI Food green 3

Green S: CI. Food Green 4 Indigotin : CI. Food Blue I Ponceau 4R: CI

Food Red 7 Quineline yellow CI. Food yellow 13 Sunset yellow FCF CI. Food yellow 3 Riboflavina Tatrazine warna (C.I.No.) 16185 42090 45430 42053 44090 73015 16255 74005 15980 -19140 maksimum Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Tabel 4.Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Index Warna

(C.I.No.)

Citrus red No. 2 Ponceau 3 R Ponceau SX Rhodamin B Guinea Green B Magenta Chrysoidine Butter Yellow Sudan I Methanil Yellow Auramine Oil Oranges SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB

(Red G)

(Food Red No. 1) (Food Red No. 5) (Acid Green No. 3) (Basic Violet No. 14) (Basic Orange no. 2) (Solveent Yellow No. 2) (Food yellow No.2) (Food Yellow No. 14) (Ext. D & C yellow No.1) (Basic Yellow No. 2) (Solveent Oranges No. 7) (Solveent Oranges No. 5) (Solveent Oranges No. 6)

12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390


(34)

23

D. Rhodamin B

1. Ciri Umum pewarna Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau dan berwarna merah terang berfluorensi dalam larutan. Rhodamin B memiliki nama kimia [9(2carboxyphenyl)6diethylamino3xanthenylidene] -diethylammoniumchloride dengan berat molekul 479.02 g/mol. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B juga digunakan secara luas pada aplikasi bioteknologi seperti fluorescence microscopy, flow cytometry, fluorescence correlation spectroscopy dan ELISA. Menurut Inchem (2006) nilai LD50Rhodamin B adalah 89.5 mg/kg berat badan.

2. Struktur Rhodamin B


(35)

Tabel 5.Struktur pewarna Rhodamin B

No Keterangan Penjelasan

1. Berat molekul 479,02

2. Rumus molekul C28H31ClN2O3

3. Nomor CAS 81-88-9

4. Nomor IMIS 0848

5. Titik lebur 1650C

Sumber: Wirasto, 2008

3. Nama Lain

a. Acid brilliant pink B b. Basic Violet 10 c. Calcozine red bx d. C.I. Basic Violet 10

e. CI number (no. indeks warna) : 45170

f. diethyl-m-amino-phenolphthalein-hydr (OHS20113,1997).

4. Pengguna Pewarna Rhodamin B

a. Sebagai pewarna untuk kertas, tekstil, (sutra, wol, kapas, plastik). b. Sebagai regenerasi untuk analisa antimon, bismuth, kobal, niobium,

emas, mangan, air raksa, molybdenum, tantalum, talium, dan tungstem.

c. Sebagai pewarna biologi (Wirasto, 2008).

5. Bahaya Paparan Rhodamin B 1. Jika Terhirup

Debunya iritatif terhadap saluran pernapasan. Gejala: batuk, sakit tenggorokan, sulit bernapas, dan nyeri dada. Serbuk Rhodamin B


(36)

25

yang terhirup akan larut dalam lendir yang melapisi permukaan saluran saluran pernapasan sehingga menimbulkan iritasi.

2. Jika Kontak Dengan Kulit

Debu, serbuk atau larutanya akan menyebabkan iritasi terhadap kulit, akan timbul kemerahan dan rasa sakit (Wirasto, 2008).

3. Jika Kontak Dengan Mata

Telah dilaporkan berdasarkan penelitian Wijaya (2009) dapat menyebabkan luka pada mata kelinci, seperti udema konjungtiva, hiperemia, pengeluaran nanah, hingga terjadi keburaman total dan bahkan kerusakan jaringan serta pengelupasan stroma kornea

(cornela stoma).

4. Jika Tertelan

Efek kumulatifnya dapat menimbulkan iritasi pada saluran cerna dan air seni akan berwarna merah atau merah muda. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga dalam waktu lama jumlahnya akan terus bertambah. Yang pada akhirnya akan menyebabkan kanker hati (Wijaya, 2009).

Enurut Budiarso dan Winarno (2007) dalam studi yang dilakukan oleh universitas Hokoriku, Kanazawa, Jepang tentang uji Toksisitas Zat Warna Rhodamin B terhadap mencit dengan pemberian dosis Rhodamin B 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dan organisasi sel dalam jaringan hati


(37)

dari normal yaitu terjadi perubahan sel hati menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik pewarna yang lebih kuat dari normal dari nucleus. Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak tertur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat kerusakan hati yang ditimbulkan.

E. Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas merupakan bagian khusus dari kromatografi cairan-cairan dimana cairan-cairan stasionernya merupakan lapisan pelarut yang teradsorpsi pada kertas. Kromatografi kertas digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.

Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, dimana pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya bidang datar) yaitu bentuk kertas. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam dan fase gerak. Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.


(38)

27

1. Prinsip Kromatografi Kertas

Prinsip dari kromatografi kertas adalah pemisahan senyawa berdasarkan distribusi senyawa antara dua fasa, fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam dalam kromatografi berupa air yang terikat pada selulosa kertas sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik non polar (pelarut yang sesuai).

Suatu zat yang terdapat dalam campuran akan terpisah disebabkan adanya proses migrasi yang dinamis dalam suatu sistem yang terdiri dari 2 fase, dimana suatu fase bergerak terus menerus dengan arah tertentu dan masing-masing substansi menjalankan kecepatan yang disebabkan oleh perbedaan partisi, kelenturan, tekanan, uap dan ukuran molekul.

Selain itu Pemisahan pada kromatografi kertas terjadi kerena perbedaan kelarutan zat-zat dalam pelarut serta perbedaan penyerapan (adsorbsi) kertas terhadap zat-zat yang akan dipisahkan. Zat yang lebih larut dalam pelarut dan kurang teradsorbsi pada kertas akan bergerak lebih cepat. Sedangkan zat yang kurang larut dalam pelarut dan lebih teradsorbsi pada kertas akan tertinggal atau bergerak lebih lama.

2. Metode Kromatografi Kertas

Pada kromatografi kertas elusidasi atau pengembangan kromatogram dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:


(39)

gerak bergerak ke atas karena efek kapiler.

b. Teknik menurun (descending), pada teknik menurun ini rembesan fasa bergerak ke bawah yang dikarenakan efek kapiler yang juga dibantu oleh efek gravitasi sehingga rembesan berjalan lebih cepat.

3. Nilai Rf (Retardation Factor)

Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut, beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak relatif pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan noda relatif terhadap permukaan pelarut yang dinyatakan dengan nilai Rf (Retardation Factor). Nilai Rf di defenisikan oleh hubungan:

Nilai Rf akan menunjukkan identitas seuatu senyawa karena nilai ini karakteristik untuk suatu senyawa pada pelarut tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah:

1. Elusi, perubahan yang sangat kecil dari komposisi larutan elusi akan menyebabkan harga Rf berubah.

2. Suhu perubahan, suhu menyebabkan perubahan koefisien partisi dan kecepatan alir.

3. Ukuran bejana, volume bejana mempengaruhi homogenitas atmosfer sehingga mempengaruhi kecepatan penguapan pelarut


(40)

29

dari kertas.

4. Kertas, jenis kertas akan mempengaruhi kecepatan alir dan kesetimbangan partsisi.

5. Sifat dari campuran.

F. Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbansi energi cahaya oleh suatu system kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 2002).

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200 – 400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 – 750 nm (Rohman, 2007).

Menurut Rohman (2007) dan Day (2002), hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan serta berbanding terbalik dengan transmitan.

Menurut Day (2002). Hukum tersebut dituliskan dengan : A = abc = log 1/T

Keterangan :

A = absorbans


(41)

b = tabel sel (cm) c = konsentrasi analit

Pada spektrofotometri sinar tampak pengamatan mata terhadap warna timbul dan penyerapan selektif panjang gelombang tertentu dari sinar masuk oleh objek yang berwarna (Vogel, 1994).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu :

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar UV-Vis.

2. Waktu kerja (operating time)

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelomnag yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.

4. Pembuatan kurva baku

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi setiap konsentrasi diukur lalu kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.


(42)

31

5. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca spektrofotometri hendaknya terletak antara 0,2 –0,6.

Instrumen untuk Spektrofotometri (Day, 2002 : Khopkar, 1990)

Gambar 4. Diagram Blok Spektrofotometer

1. Sumber cahaya

Sumber energi radiasi yang biasa untuk daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak adalah sebuah lampuwolfram ataupun lampu tabung discas hydrogen (atau deuterium).

2. Monokromator

Monokromator berfungsi mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau kris difraksi.

3. Sel

Sel yang digunakan untuk daerah tampak terbuat dari kaca sedang untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silica. Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm. namun tersedia juga sel dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter


(43)

sampai 10 cm, bahkan lebih. 4. Detaktor

Peranan detaktor adalam memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detaktor yang paling sederhana digunakan ialah tabung foto.

5. Recorder

Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran.


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian ini merupakan deskriptif laboratorium yaitu dengan melakukan observasi pada jajanan yang dicurigai mengandung Rhodamin B dan dilanjutkan dengan melakukan analisis sampel di laboratorium.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakuan di dua tempat yaitu, pada saat pengambilan sampel dan pengujian senyawa Rhodamin B.

a. Tempat pengambilan sampel

1. Pasar Pasir Gintung Bandar Lampung 2. Pasar Way Halim Bandar Lampung b. Tempat pengujian senyawa Rhodamin B

Pengujian dilakukan di Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

2. Waktu Penelitian


(45)

1. Populasi

Populasi penelitian adalah jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim kota Bandar Lampung.

2. Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan caraSimple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana) dimana sampel dipilih secara acak dari jumlah yang telah ditentukan.

Dalam penentuan jumlah sampel penulis penulis menggunakan rumus

Perhitungan Slovin. Digunakan rumus ini karena populasi yang

didapatkan kurang dari 500 (Kariyantono. 2006), dihitung dengan

rumus:

Keterangan :

= Besarnya sampel.

N = Jumlah sampel

e = Batas toleransi kesalahan 10% (0,1)

Perhitungan jumlah sampel yaitu :


(46)

35

Kriteria Inklusi :

a. Jajanan berwarna merah muda sampai keunguan

b. Jajanan berupa kerupuk, agar-agar, kue, dan kembang gula. c. Jajanan tidak memiliki lisensi dari BPOM

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat (dependent variable) yaitu jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim kota Bandar Lampung

2. Variabel Bebas(independent variable)yaitu zat pewarna Rhodamin B

E. Definisi Oprasional

Tabel 6. Definisi Oprasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil ukur

Zat pewarna Rhodamin B

Rhodamin B adalah zat pewarna merah terang komersial, sering ditemukan di pangan dan

- Kromatografi kertas - Hasil pemeriksaan Rhodamin B: (+) ditemukan ( - ) tidak

kosmetik dan bersifat racun serta karsinogenik (Badan POM, 2004)

- Spektrofotometri UV-Vis

- Kadar Rhodamin B dalam sampel


(47)

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Erlenmeyer 250 ml, 500 ml, dan 1000 ml

2. Gelas beker 100 ml dan 1000 ml 3. Corong gelas

4. Pipet

5. Batang pengaduk 6. Mortir stamper 7. Gelas ukur

8. Timbagan analitik 9. Hot plate

10. Benang wol bebas lemak 11. Kertas saring whatman 12. Spektrofotometri UV-Vis

Bahan/pereksi yang digunakan: 1. Asam asetat

2. Ammonia 3. Etanol 70%

4. Larutan baku zat warna makanan (Rhodamin B) 5. Air aquades


(48)

37

G. Prosedur Penelitian

Pembuatan larutan baku Rhodamin B dilakukan dengan membuat larutan baku dengan konsentrasi 20 ppm. Selanjutnya dibuat larutan baku dengan konsentrasi masing-masing 0.5; 1; 1,5; 2; 3; 5; 6; 7,5 ppm. Pelarut yang digunakan adalah larutan HCl 0,1 N (Putri, 2009).

1. Kromatografi

a. Gerus sampel dengan menggunakan mortir hingga halus

b. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam gelas beker 100 ml, kemudian direndam dalam 20 ml larutan ammonia 2% (yang dilarutkan menggunakan etanol 70%) selama semalam.

c. Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring

d. Larutan dipindahkan ke dalam gelas beker kemudian dipanaskan di

hot plate

e. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung asam (larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml air aqudes dan 5 ml asam asetat 10%)

f. Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan kedalam larutan asam dan dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol, kemudian benang wol diangkat dan dicuci dengan air hingga bersih.

g. Kemudian benang wol dimasukkan ke dalam larutan basa yaitu 10 ml ammonia 10% (yang dilarutkan dengan etanol 70%) dan dididihkan.

h. Benang wol akan melepaskan warna, pewarna akan masuk dalam larutan basa.


(49)

cuplikan sampel pada analisis kromatografi dan Spektofotometri UV-Vis.

j. Totolkan pekatan pada kertas saring (2 cm dari tepi bawah kertas) k. Masukan kertas tersebut kedalam bejana yang telah diberi larutan

elusi.

l. Perhitungan/ penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.

m. Jika Rf = 1 berarti zat warna tersebut adalah Rhodamin B.

2. Spektrofotometri UV-Vis

a. Dari masing masing larutan basa yang telah siap (pada poin i) dimasukkan kedalam kuvet

b. Kemudian diukur secara spektrofotometri cahaya tampak pada panjang gelombang 500 nm–600 nm.

c. Untuk menghitung kadar Rhodamin B dalam sampel dapat digunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y= bx ± a.

H. Pengolahan Data

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan jajanan yang dipasarkan di pasar Pasir Gintung dan pasar Way Halim Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui kandungn zat pewarna Rhodamin B. Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.


(50)

39

I. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan 30 jajanan yang diambil dari Pasar Pasir Gintung dan Pasar Way Halim Kota Bandar Lampung. Pengambilan sampel diambil setelah dilakukan informed consen dan mendapat persetujuan dari pedagang. selanjutnya sampel yang telah terkumpul di ekstraksi dalam suasana asam dengan menggunakan asam asetat 10% serta pada suasana basa menggunakan ammonia 10%, dengan isolasi dan absorpsi oleh benang wol. Setelah itu dilakukan uji kromatografi kertas dan dilanjutkan pembacaan kadar Rhodamin B menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Penelitian ini telah diajukan ethical clearance ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(51)

A. Kesimpulan

1. Terdapat 50% sampel yang positif mengandung Rhodamin B yaitu 15 dari 30 sampel yang di uji, 8 sampel berasal dari pasar Pasir Gintung dan 7 sampel berasal dari pasar Way Halim.

2. Jajanan yang kandungan Rhodamin paling tinggi pada Pasar Pasir Gintung adalah jajanan dengan kode sampel D3 P1 yaitu kerupuk 3 yang berwarna merah dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 2.1843 – 3.8972 μg/g dan E2 P1 yaitu kue 2 berwarna merah muda menyala dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 2.6959 – 3.0006 μg/g. Jajanan yang kandungan Rhodamin B paling tinggi pada Pasar Way Halim adalah jajanan dengan kode sampel A1 P2 yaitu agar-agar 1 yang berwarna merah muda dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 1.6075– 1.3843μg/g dan E2 P2 yaitu Permen 2 yang berwarna merah muda dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 1.4207–1.2295μg/g.


(52)

54

B. Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih makan khususnya jajanan yang akan dikonsumsi.

2. Bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk dapat memperketat pengawasan terhadap jajanan di pasar-pasar tradisional dan memberikan edukasi kepada para pedagang jajanan agar lebih memahami tentang pewarna sintesis dan bahayanya terhadap kesehatan 3. Untuk penulis lain diharapkan dapat melakukan penelitian serupa

dengan metode lain agar dapat dijadikan referensi dipenelitian yang serupa.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Akbari, I. 2012. Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat Yang Mengandung Rhodamin B Dan Methanil Yellow Tahun 2012.

Skripsi. Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok. Asmarani, Y.P. 2009. Studi Rhodamin B pada Makanan Jajanan Anak di Sekitar

Sekolah Dasar Negeri Margorejo 1/403 Surabaya Serta Efeknya Terhadap Kesehatan.Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, H. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang

Untuk Makanan Yang Berada di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, IV, (1), 7-8, Departeman Farmasi FMIPA-Universitas Indonesia Depok. Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Laporan Tahunan Balai Besar POM Bandar Lampung Tahun 2012. Lampung: BBPOM.

Baliwati. 2004.Pengatar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Cahyadi, W. 2009.Bahan Tambahan Panagan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Dalimunthe I. 2010. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Ratu Selatan.Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Depkes RI, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. 20 September 1988. Jakarta.


(54)

✁✁

Djarismawati. 2004. Pengetahuan dan Prilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta.

Jurnal Ekologi KesehatanVol 3 (1)

Glitter, Roy J, Jemes M, Robbit. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Bandung : Penerbit ITB.

IPCS INCHEM. Nicotine. http//www. Inchem.org/documents/pims/ chemical/ nicotine.htm#PartTitle:7%20toxicology.Jurnal Online. 8 Oktober 2013. Kelner. 1985. Rhodamine B Ingestion as A Cause of Fluorescebt Red Urine The

Western.Journal of Medicine.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. Lingga, M.D. 2011. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak-anak Sekolah Dasar

di Kecamatan Tiga Lingga Kabupaten Dairi. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara.

Lyon. 1978. Monographs on the Evaluation of the carcinogenic Risk of Chemical to Man.International Agency for Research on Chancer. Vol 16 (221-231) Merck Index. 2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed 14Th, 1410, 1411, Merck & Co., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA.

Nestman et al. 1979. Mutagenic Activity of Rhodamine Dyes and Their Impuritis as Detected By Mutation Induction in Salmonella and DNA Damage in Chinese Hamster Ovary Cells.Journal of Cancer Research

Noviana. 2005. Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat Dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Putri, W. K. A. 2009. Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik yang Beredar Di Pusat Kota Meda. Skripsi. Fakultas Universitas Sumatera Utara, Medan.


(55)

dan Makanan). Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Sastrawijaya, A. T., 2000.Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sonia, G. 2008. Identifikasi Rhodamin B Dalam Makanan Dan Minuman Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kota Padang. Tesis. Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Sudjana. 2002.Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito. Hal 168, 371

Sumarlin. L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintesis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.JurnalVol 1 (6)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Pangan. 16 November 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360. Jakarta.

Utami, W, dan Suhandi. A. 2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains dan TeknologiVol 10 (2) : 148–155

Webb, J.M. 1961. Biochemical and Toxiclogi Studies of Rhodamin B and 2,6-Diminofluoran. Journal of Toxicology and Applied Pharmacology Vol 3 (6)

Wijaya, H. C dan N. Mulyono. 2009.Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Bogor: IPB Press.

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B Dan Metanil Yellow Dalam Minuman Anak SD Di Kecamatan Laweyan Kotamdya Surakarta Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Yamlean, P. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah SainsVol. 11(2); 295


(56)

✄✄ii

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat 50% sampel yang positif mengandung Rhodamin B yaitu 15 dari 30 sampel yang di uji, 8 sampel berasal dari pasar Pasir Gintung dan 7 sampel berasal dari pasar Way Halim.

2. Jajanan yang kandungan Rhodamin paling tinggi pada Pasar Pasir Gintung adalah jajanan dengan kode sampel D3 P1 yaitu kerupuk 3 yang berwarna merah dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 2.1843 – 3.8972 μg/g dan E2 P1 yaitu kue 2 berwarna merah muda menyala dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 2.6959 – 3.0006 μg/g. Jajanan yang kandungan Rhodamin B paling tinggi pada Pasar Way Halim adalah jajanan dengan kode sampel A1 P2 yaitu agar-agar 1 yang berwarna merah muda dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 1.6075– 1.3843μg/g dan E2 P2 yaitu Permen 2 yang berwarna merah muda dengan kadandungan Rhodamin B berkisar 1.4207–1.2295μg/g.


(2)

54

B. Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih makan khususnya jajanan yang akan dikonsumsi.

2. Bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk dapat memperketat pengawasan terhadap jajanan di pasar-pasar tradisional dan memberikan edukasi kepada para pedagang jajanan agar lebih memahami tentang pewarna sintesis dan bahayanya terhadap kesehatan 3. Untuk penulis lain diharapkan dapat melakukan penelitian serupa

dengan metode lain agar dapat dijadikan referensi dipenelitian yang serupa.


(3)

i

DAFTAR PUSTAKA

Akbari, I. 2012. Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat Yang Mengandung Rhodamin B Dan Methanil Yellow Tahun 2012.

Skripsi. Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok. Asmarani, Y.P. 2009. Studi Rhodamin B pada Makanan Jajanan Anak di Sekitar

Sekolah Dasar Negeri Margorejo 1/403 Surabaya Serta Efeknya Terhadap Kesehatan.Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, H. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang

Untuk Makanan Yang Berada di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, IV, (1), 7-8, Departeman Farmasi FMIPA-Universitas Indonesia Depok. Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Laporan Tahunan Balai Besar POM Bandar Lampung Tahun 2012. Lampung: BBPOM.

Baliwati. 2004.Pengatar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Cahyadi, W. 2009.Bahan Tambahan Panagan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Dalimunthe I. 2010. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Ratu Selatan.Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Depkes RI, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. 20 September 1988. Jakarta.


(4)

✁✁

Djarismawati. 2004. Pengetahuan dan Prilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta.

Jurnal Ekologi KesehatanVol 3 (1)

Glitter, Roy J, Jemes M, Robbit. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Bandung : Penerbit ITB.

IPCS INCHEM. Nicotine. http//www. Inchem.org/documents/pims/ chemical/ nicotine.htm#PartTitle:7%20toxicology.Jurnal Online. 8 Oktober 2013. Kelner. 1985. Rhodamine B Ingestion as A Cause of Fluorescebt Red Urine The

Western.Journal of Medicine.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. Lingga, M.D. 2011. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak-anak Sekolah Dasar

di Kecamatan Tiga Lingga Kabupaten Dairi. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara.

Lyon. 1978. Monographs on the Evaluation of the carcinogenic Risk of Chemical to Man.International Agency for Research on Chancer. Vol 16 (221-231) Merck Index. 2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed 14Th, 1410, 1411, Merck & Co., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA.

Nestman et al. 1979. Mutagenic Activity of Rhodamine Dyes and Their Impuritis as Detected By Mutation Induction in Salmonella and DNA Damage in Chinese Hamster Ovary Cells.Journal of Cancer Research

Noviana. 2005. Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat Dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Putri, W. K. A. 2009. Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik yang Beredar Di Pusat Kota Meda. Skripsi. Fakultas Universitas Sumatera Utara, Medan.


(5)

✂✂i

Sardjimah, A. 1996. Analisis Zat Warna (Buku Kuliah Analisis Obat, Kosmetik, dan Makanan). Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Sastrawijaya, A. T., 2000.Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sonia, G. 2008. Identifikasi Rhodamin B Dalam Makanan Dan Minuman Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kota Padang. Tesis. Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Sudjana. 2002.Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito. Hal 168, 371

Sumarlin. L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintesis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.JurnalVol 1 (6)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Pangan. 16 November 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360. Jakarta.

Utami, W, dan Suhandi. A. 2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains dan TeknologiVol 10 (2) : 148–155

Webb, J.M. 1961. Biochemical and Toxiclogi Studies of Rhodamin B and 2,6-Diminofluoran. Journal of Toxicology and Applied Pharmacology Vol 3 (6)

Wijaya, H. C dan N. Mulyono. 2009.Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Bogor: IPB Press.

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B Dan Metanil Yellow Dalam Minuman Anak SD Di Kecamatan Laweyan Kotamdya Surakarta Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Yamlean, P. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah SainsVol. 11(2); 295


(6)

✄✄ii

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi.