Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009.

(1)

ANALISA PENGGUNAAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA SAUS CABE YANG DIPASARKAN DI PASAR SENTRAL DAN PASAR SIMPANG

LIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh :

051000063 HELFA LUBIS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ANALISA PENGGUNAAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA SAUS CABE YANG DIPASARKAN DI PASAR SENTRAL DAN PASAR SIMPANG

LIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 051000063

HELFA LUBIS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

ANALISA PENGGUNAAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA SAUS CABE YANG DIPASARKAN DI PASAR SENTRAL DAN PASAR SIMPANG

LIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2009 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM : 051000063 HELFA LUBIS

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 11 September 2009, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Jumirah, Apt, MKes

NIP. 19580315 198811 2 001 NIP. 19620529 198903 2 001 Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Evawany. Y. Aritonang, MSi

NIP. 132049788 NIP. 19700212 199501 2 001 Ernawati Nasution, SKM, MKes

Medan, September 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 Dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009

Saus cabe merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat populer karena digunakan sebagai pelengkap dalam pengolahan makanan. Umumnya pada proses pembuatan saus cabe ditambahkan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik. Pembuatannya dilakukan oleh pabrik dan ada juga industri rumah tangga sehingga peraturan penggunaan jenis dan kadar zat pewarnanya belum tetap. Tidak semua produk saus cabe yang dipasarkan khusunya di pasar tradisional mencantumkan jenis atau kode zat pewarna yang digunakan sehingga penting dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan apakah memenuhi syarat atau tidak.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan zat pewarna dalam saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh jenis saus cabe yang di pasarkan di dua pasar tradisional tersebut merupakan sampel dalam penelitian ini. Analisis kandungan zat pewarna dilakukan dengan metode kromatografi kertas dan metode gravimetri di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis sementara 4 sampel lainnya terbukti tidak menggunakan zat pewarna sintetis yaitu sampel No 2, 5, 7 dan 10. Adapun jenis pewarna sintetis yang digunakan adalah Sunset Yellow, Tatrazine, Ponceau 4R, dan Red 2G dimana zat pewarna ini masih termasuk ke dalam jenis pewarna yang diizinkan sedangkan kadar pewarna yang terdapat pada sampel seluruhnya juga masih dalam batasan normal dibandingkan dengan standard yang diperbolehkan. Penulis menyarankan agar tetap dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap produk makanan khususnya saus yang beredar di pasar-pasar tradisional untuk mengetahui penggunaan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya.


(5)

ABSTRACT

Analysis The Used of Synthetic Coloring Substance on Chili Sauce That Sold At Sentral Market and Simpang Limun Market Medan In 2009

Chili sauce is one of the most popular food product because it was used as food complement. Generally in processing manufacture chili sauce added coloring substance, so produce colour interesting. It made is done by factory and home industry too, so the rule of use kind and content of coloring substance is not permanent yet. Not all chili sauce product for sale especially in traditional market added label kinds of colour substance that used, so it is important for done the research for know kinds and content of coloring substance that used is it fulfill condition or not.

This research is a descriptive survey to find out the coloring substance used in chili sauce that sold at Sentral market and Simpang Limun market Medan. Sample decide by total sampling which means all the kinds of chili sauce at two of traditional market are sample in this research. Analysis of the coloring substance doing through with chromatography paper method and gravimetry method in Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Kota Medan.

Result of research indicated that from 18 sample that test, there was 14 sample positif used sintetic coloring substance, at the same time 4 others sample in the fact not use synthetic coloring substance, there are sample of number 2, 5, 7, and 10. kinds of synthetic colour used are Sunset Yellow, Tatrazine, Ponceau 4R, and Red 2G. this coloring substance still kinds of colour permitting. Whereas, colour content at sample all of still in normal limited considere with standart of permitting. The author suggest always done care and evaluation by continue with food product especially sauce that sold at traditional markets to know using of synthetic coloring substance in product process.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Helfa Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 April 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Bersaudara : 2 (Dua) orang

Alamat Rumah : Jln. Air Bersih Gg.Rela No.32 Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. TK Aisyiah Bustanul Athfal : 1992 - 1993 2. SD Muhammadiyah 10 : 1993 - 1999 3. SLTP Negeri 3 Medan : 1999 - 2002 4. SMU Negeri 14 Medan : 2002 - 2005 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : 2005 - 2009


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat

Allah SWT atas berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009”.

Penulis menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra. Jumirah Apt, Mkes selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr.Ir.Zulhaida Lubis, Mkes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan sumbangan pikirannya dengan keikhlasan dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu dr.Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, MKes selaku Dosen Penasehat Akademik. 4. Ibu Dra. Norma Sinaga, Apt selaku pembimbing di Laboratorium Kesehatan


(8)

5. Seluruh dosen dan staf FKM- USU khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat.

6. Teristimewa kepada Ayahanda Dumora Lubis dan Ibunda tercinta Lailaini Siregar, serta abangku Dani Helmi Lubis dan nenekku tersayang terima kasih atas cinta, kasih sayang, dan do’a yang tak terputus yang diberikan kepada penulis.

7. Buat Abangda terhormat Syamsul Bahri Harahap, SKM yang selalu mendampingiku untuk memberi motivasi dan mendoakan aku.

8. Buat sahabat-sahabatku Astri, Uswah, Maya, Irma, Rizky Nst, M.Tanjung, A.F.Ritonga, kak Neni dan kak Yuli yang telah menghadirkan keceriaan dalam hari-hari penulis dan banyak membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

9. Buat Genk Ijo (Ika, Vita, Nina, Nery, Wiwik, dan Tini), serta teman-teman PBL ku (Dhani Bukit, kak Yolan, Girik dan Decy).

10.Buat teman-teman di peminatan Gizi khusunya stambuk’05 Ade, Sintya, Wely, Laura, Elisabeth, kak Esra, kak Nina dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan do’anya.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, September 2009 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pangan ... 6

2.1.1. Pengertian Pangan ... 6

2.1.2. Jenis Pangan ... 6

2.2. Saus ... 7

2.2.1. Karakteristik Saus ... 7

2.2.2. Saus Cabe ... 7

2.2.3. Pembuatan Saus Cabe... 9

2.3. Keamanan Pangan ... 11

2.4. Bahan Tambahan Pangan ... 11

2.4.1. Definisi Bahan Tambahan Pangan ... 11

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 12

2.4.3. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 13

2.4.4. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ... 13

2.4.5. Bahan Tambahan Pangan Yang Diijinkan ... 14

2.4.6. Bahan Tambahan Pangan Yang Tidak Diijinkan ... 16

2.4.7. Peraturan Tentang Bahan Tambahan Pangan ... 17

2.5. Zat Pewarna ... 18

2.5.1. Definisi Zat Perwarna ... 18

2.5.2. Bahan Perwarna Makanan ... 19

2.5.3. Macam-macam Zat Perwarna ... 19

2.6. Dampak Penggunaan Zat Pewarna Terhadap Kesehatan ... 25

2.7. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna ... 27


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1. Populasi ... 28

3.3.2. Sampel ... 29

3.4. Cara Pengambilan Sampel ... 29

3.5. Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5.1. Data Primer ... 30

3.5.2. Data Sekunder ... 30

3.7. Defenisi Operasional ... 30

3.8. Teknik Analisa Sampel ... 31

3.8.1. Pemeriksaan Secara Kualitatif ... 30

3.8.2. Pemeriksaan Secara Kuantitatif ... 33

3.9. Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL ... 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

4.1.1. Pasar Sentral ... 35

4.1.2. Pasar Simpang Limun ... 35

4.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 36

4.2.1 Identifikasi jenis Zat Pewarna Yang Terdapat Dalam Saus Cabe ... 36

4.2.2. Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Sintetis Yang Terdapat Dalam Saus Cabe ... 37

BAB V PEMBAHASAN ... 39

5.1. Jenis Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe ... 39

5.2. Kadar Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe ... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Foto-foto Penelitian

Permohonan Izin Penelitian FKM USU Surat Selesai Penelitian


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Syarat MutuSaus Cabe ... 8

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Cabe Merah Segar Per 100 Gram ... 9

Tabel 2.3. Contoh-Contoh Bahan Pewarna Alami ... 21

Tabel 2.4. Kelas-kelas Zat Pewarna Sintetis Menurut JECFA ... 23

Tabel 2.2. Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan Di Indonesia ... 24

Tabel 2.3. Bahan Pewarna Buatan Yang Dilarang Di Indonesia ... 24

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Secara Kromatografi Kertas .... 36


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram Prinsip Pembuatan Saus Cabe ... 10 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ……… 27


(13)

ABSTRAK

Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009

Saus cabe merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat populer karena digunakan sebagai pelengkap dalam pengolahan makanan. Umumnya pada proses pembuatan saus cabe ditambahkan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik. Pembuatannya dilakukan oleh pabrik dan ada juga industri rumah tangga sehingga peraturan penggunaan jenis dan kadar zat pewarnanya belum tetap. Tidak semua produk saus cabe yang dipasarkan khusunya di pasar tradisional mencantumkan jenis atau kode zat pewarna yang digunakan sehingga penting dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan apakah memenuhi syarat atau tidak.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan zat pewarna dalam saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh jenis saus cabe yang di pasarkan di dua pasar tradisional tersebut merupakan sampel dalam penelitian ini. Analisis kandungan zat pewarna dilakukan dengan metode kromatografi kertas dan metode gravimetri di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis sementara 4 sampel lainnya terbukti tidak menggunakan zat pewarna sintetis yaitu sampel No 2, 5, 7 dan 10. Adapun jenis pewarna sintetis yang digunakan adalah Sunset Yellow, Tatrazine, Ponceau 4R, dan Red 2G dimana zat pewarna ini masih termasuk ke dalam jenis pewarna yang diizinkan sedangkan kadar pewarna yang terdapat pada sampel seluruhnya juga masih dalam batasan normal dibandingkan dengan standard yang diperbolehkan. Penulis menyarankan agar tetap dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap produk makanan khususnya saus yang beredar di pasar-pasar tradisional untuk mengetahui penggunaan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya.


(14)

ABSTRACT

Analysis The Used of Synthetic Coloring Substance on Chili Sauce That Sold At Sentral Market and Simpang Limun Market Medan In 2009

Chili sauce is one of the most popular food product because it was used as food complement. Generally in processing manufacture chili sauce added coloring substance, so produce colour interesting. It made is done by factory and home industry too, so the rule of use kind and content of coloring substance is not permanent yet. Not all chili sauce product for sale especially in traditional market added label kinds of colour substance that used, so it is important for done the research for know kinds and content of coloring substance that used is it fulfill condition or not.

This research is a descriptive survey to find out the coloring substance used in chili sauce that sold at Sentral market and Simpang Limun market Medan. Sample decide by total sampling which means all the kinds of chili sauce at two of traditional market are sample in this research. Analysis of the coloring substance doing through with chromatography paper method and gravimetry method in Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Kota Medan.

Result of research indicated that from 18 sample that test, there was 14 sample positif used sintetic coloring substance, at the same time 4 others sample in the fact not use synthetic coloring substance, there are sample of number 2, 5, 7, and 10. kinds of synthetic colour used are Sunset Yellow, Tatrazine, Ponceau 4R, and Red 2G. this coloring substance still kinds of colour permitting. Whereas, colour content at sample all of still in normal limited considere with standart of permitting. The author suggest always done care and evaluation by continue with food product especially sauce that sold at traditional markets to know using of synthetic coloring substance in product process.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang–undang kesehatan RI No. 23 pasal 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satu diantaranya adalah pengawasan terhadap penyehatan makanan dan minuman agar mendukung derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 1992).

Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. Cara produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan tanggung jawab pemerintah, industri pangan, dan konsumen, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing (Cahyadi, 2006).

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan dan keamanan makanan harus diperhatikan.

Keamanan makanan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehar-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan


(16)

boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan makanan yang berbahaya (Syah, 2005).

Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, mulai dari pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna (Saparianto dan Hidayati, 2006). Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri besar. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu juga harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007).

Dalam hal ini, zat pewarna seperti halnya citarasa merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan, minuman, serta bumbu masak. Penambahan zat pewarna dalam makanan, minuman, dan bumbu masak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen (Djarismawati, 2004).

Penambahan zat pewarna pada makanan jika tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat menimbulkan akibat yang buruk terhadap konsumen. Seperti pengujian yang dilakukan oleh lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K) Semarang terhadap jajanan anak yang diperdagangkan di Kotamadya


(17)

Semarang, yang meliputi komposisi kimia khususnya untuk mengetahui pengawet yang digunakan, pemanis buatan, penyedap dan zat warna. Hasil analisis terhadap jajanan tersebut telah ditemukan pewarna yang dilarang antara lain Rhodamin B (43,10 %), Metanil Yellow (12,07%) dan pewarna hijau yang dilarang (1,7%). Menurut LP2K, zat pewarna yang ditambahkan secara tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak menjadi malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).

Salah satu jenis produk makanan yang biasanya menggunakan bahan tambahan makanan berupa zat pewarna adalah saus. Saus merupakan cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik yang mempunyai aroma dan rasa yang merangsang/pedas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk saus yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel saus yang diperiksa (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5 sampel saus yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang..

Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga pernah melakukan penelitian terhadap jajanan anak sekolah yang diantaranya adalah saus pada bulan November 2005, dimana hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa 2 dari sampel saus jajanan tersebut positif mengandung zat pewarna yang dilarang yaitu rhodamin B (Yuliarti, 2007).

Saus biasanya ditambahkan dalam makanan sebagai pelengkap untuk menambah cita rasa makanan. Saus yang sering dikonsumsi adalah saus cabe yang


(18)

banyak dijumpai di pasaran sehingga dengan mudah dapat dibeli oleh konsumen (Anonimus, 2008).

Pasar tradisional merupakan salah satu tempat umum yang banyak menjual berbagai macam produk makanan termasuk saus yang dapat dibeli oleh semua golongan masyarakat. Dari hasil survei pendahuluan peneliti di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun Kota Medan disinyalir masih terdapat produk saus yang dipasarkan tidak mencantumkan jenis zat pewarna yang digunakan pada saus tersebut dan dijual dalam bentuk kemasan plastik dengan harga yang sangat murah sehingga dikhawatirkan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan zat pewarna sebagai bahan tambahan makanan pada saus tersebut.

Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang analisa penggunan zat pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan tahun 2009.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah penggunaan zat pewarna pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan merupakan pewarna yang memenuhi syarat kesehatan atau tidak.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan zat pewarna sintetis pada saus cabe yang yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan tahun 2009.


(19)

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna sintetis yang digunakan pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan.

2. Untuk mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang digunakan pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan. 3. Untuk mengetahui kadar zat pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan

di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada instansi terkait yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan kota Medan dalam hal pengawasan terhadap makanan yang beredar di pasaran.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat selaku konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk makanan khususnya saus yang beredar di pasar-pasar tradisional.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan

2.1.1. Pengertian Pangan

Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

2.1.2. Jenis Pangan

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Pangan segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan.

2. Pangan olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh : nasi. Pangan olahan dibedakan menjadi dua, yaitu : pangan olahan siap saji dan pangan olahan tidak siap saji.


(21)

3. Pangan olahan tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh : susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak (Saparinto, 2006).

2.2. Saus

2.2.1. Karakteristik Saus

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah masak-memasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau dihidangkan bersama-sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan kelihatan bagus. Saus juga dapat diartikan sebagai cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang/dengan atau tanpa rasa pedas.

Saus merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat populer. Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goreng, mie goreng dan aneka makanan fast food (Anonimus, 2008).

2.2.2. Saus Cabe

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2891-1992), saus cabe didefinisikan sebagai saus yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabe


(22)

(Capsicum sp) yang telah matang dan bermutu baik, dengan atau tanpa penambahan

bahan makanan lain, serta digunakan sebagai penyedap makanan. Tabel 2.1. Syarat Mutu Saus Cabe

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. Keadaan : 1.1 Bau 1.2. Rasa

Jumlah padatan, %

Abu tidak larut dalam asam % Mikroskopis

Bahan tambahan makanan

Cemaran logam : 6.1. Timbal (pb), mg/kg 6.2. Tembaga (cu), mg/kg 6.3. Seng (Zn), mg/kg 6.4. Timah (Sn), mg/kg 6.5. Raksa (hg), mg/kg Arsen, mg/kg

Cemaran mikroba : 8.1. Angka lempeng total 8.2. Bakteri coliform 8.3. E.coli 8.4. Aureus 8.5. Salmonella Koloni/g APM/g APM/g APM/g Normal Normal cabe 20-40 Maks.1 Cabe positip Sesuai SNI. 0222- M dan

Peraturan Men.kes. No.722/Menkes/Per/IX/88 Maks. 2,0 Maks. 5,0 Maks.40,0 Maks.40,0/250,0 (*)

Maks. 0,03 Maks. 1,0

Maks. 1x 10 Maks. 1x10 5 Negatip 2 Maks.10 Negatip/25 g

Sumber : Balai Pengawasan obat dan Makanan


(23)

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Cabe Merah Segar per 100 gram

No Kandungan Gizi Satuan

1 Air 90,9%

2 Kalori 31,0 kal

3 Protein 1,0 g

4 Lemak 0,3 g

5 Karbohidrat 7,3 g

6 Kalsium 29,0 mg

7 Fosfor 24,0 mg

8 Besi 0,5 mg

9 Vit A 470 (SI)

10 Vit C 18,0 mg

11 Vit B1 0,05 mg

12 Vit B2 0,03 mg

13 Niasin 0,230 mg

14 Capsaicin 0,1-1,5 %

15 Pektin 2,33 %

16 Pentosan 8,57 %

17 Pati 0,8-1,4 %

18 Berat yang dapat dimakan 85 %

Sumber: Wiryanta, 2002

2.2.3. Pembuatan Saus Cabe

1. Bahan dan Alat yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah cabe merah, gula pasir, bawang merah, bawang putih, larutan asam cuka, dan garam dapur, dan bahan tambahan makanan seperti penyedap, pengawet dan pewarna. Sedangkan alat yang diperlukan untuk pembuatan saus cabe adalah : panci stainless steel, sendok pengaduk, pisau, blender, botol yang sudah disterilkan untuk tempat saus.

2. Cara Pembuatan

Proses pembuatan saus cabe meliputi :

1. Pencucian, pemotongan tangkai, dan pembuangan biji cabe. Cabe tanpa biji selanjutnya dikukus pada suhu 100°C selama 1 menit, untuk mematikan sejumlah besar mikroba pembusuk dan perusak.


(24)

2. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan sampai halus atau hingga menjadi bubur lalu ditambahkan bahan utama yaitu bawang merah, bawang putih yang telah dihaluskan. setelah itu dididihkan, bubur cabe tetap dimasak selam 30-60 menit. Kemudian tambahkan bahan tambahannya seperti zat pewarna, garam, bahan pengawet, gula, asam cuka 25 persen, dan penyedap rasa.

3. Proses selanjutnya adalah pengadukan bahan, pemasakan hingga mendidih dan mengental. Dalam keadaan panas saus dimasukkan ke dalam botol steril, kemudian dilakukan proses exhausting (pengeluaran sejumlah udara) dan penutupan botol.

4. Setelah proses pendinginan, dilakukan penempelan label (etiket) pada kemasannya. Selain botol kaca, kemasan yang sering digunakan adalah botol plastik dan sachet.

Gambar 2.1. Diagram Prinsip Pembuatan Saus Cabe Pengukusan

Penggilingan Pencucian, pemotongan tangkai, dan pembuangan biji

Pemasakan hingga mendidih dan mengental

Tambahkan :

- bawang merah, bawang putih - garam

- natrium benzoat - cuka

- zat pewarna jika di perlukan - gula

- penyedap rasa


(25)

2.3. Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Salah satu aspek yang harus dipehatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan bahan tambahan makanan (Syah, 2005).

2.4. Bahan Tambahan Makanan

2.4.1. Defenisi Bahan Tambahan Makanan

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab I menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan.

Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini


(26)

berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa dan teksur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan ingredient utama. Codex mengatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Budiyanto, 2004).

2.4.2. Tujuan Penggunaan bahan tambahan pangan

Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan adalah sebagai berikut (Sudarmadji, 1989).

1. Untuk mempertahankan atau memperbaikai nilai gizi makanan. Contohnya : tambahan vitamin, iodin, besi, asam amino.

2. Mempertahankan kesegaran bahan, terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme (jamur, bakteri dan khamir). Bahan pengawet juga bertujuan untuk mempertahankan kesegaran warna maupun aroma. Contohnya natrium nitrit (mematikan bakteri, mempertahankan warna daging), anti oksidan


(27)

(mencegah ketengikan dengan vitamin C, Butylated Hydroxy Anisol/ BHA atau Butylated Hydroxy Toluen/BHT).

3. Membantu mempermudah pengolahan dan persiapan. Contohnya : bahan pengemulsi (kuning telur, lecithin), penstabil, pengental, pengembang (ragi, bubuk roti), pencegah lengket (anti caking untuk garam halus supaya tidak lengket).

4. Membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Contohnya : pewarna makanan (alamiah maupun buatan) dan aroma.

2.4.3. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Dalam proses produksi pangan, sering kali pengusaha menggunakan bahan tambahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 pasal 9, yakni setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang, dan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib diperiksa keamanannya terlebih dahulu, dan dapat digunakan dalam kegiatan atau proses produksi makanan untuk diedarkan, setelah memperoleh persetujuan dari BPOM (Saparinto dan Hidayati, 2006).

2.4.4. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: a. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan


(28)

mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya.

b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.

Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia.

2.4.5. Bahan Tambahan Makanan yang Diijinkan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang diijinkan digunakan pada makanan berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah :

1. Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang terdiri dari golongan :

a) Antioksidan, adalah BTM yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya : asam askorbat, asam eritorbat, butil hidroksi toluen.

b) Antikempal, yaitu BTM yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. Contohnya : aluminium silikat, magnesium karbonat, miristat.


(29)

c) Pengatur keasaman (pengasam, penetral, pendapar), yaitu BTM yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman. Contohnya : asam klorida, asam fumarat, asam fosfat.

d) Pemanis buatan, yaitu BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin, siklamat, sorbitol.

e) Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTM yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya : natrium karbonat, natrium sitrat, natrium malat. f) Pengemulsi, pemantap, pengental, yaitu BTM yang dapat membantu

terbentuknya dan memantapkan sistem diversi yang homogen pada makanan. Contohnya : agar, ammonium alginat, gelatin.

g) Pengawet, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya : natrium benzoat, asam sorbat, natrium bisulfit.

h) Pengeras, yaitu BTM yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya : aluminium sulfat, kalsium glukonat, kalsium laktat. i) Pewarna, yaitu BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan. Contohnya : karamel, kantasatin, betakaroten.

j) Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTM yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : asam butirat, etil


(30)

k) Sekuestran, yaitu BTM yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur. Contohnya : asam fosfat, asam sitrat, natrium pirofosfat.

2. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu makanan antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

3. Batas penggunaan “secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan makanan tersebut.

2.4.6. Bahan Tambahan Makanan yang tidak Diijinkan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan karena bersifat karsinogenik berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Permenkes No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan adalah :

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC) 4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)


(31)

9. Formalin (Formaldehyde)

10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)

2.4.7. Peraturan Tentang Bahan Tambahan Makanan

Aturan tambahan mengenai zat-zat tambahan makanan dari undang-undang obat dan kemurnian makanan yang telah di sahkan pada tahun 1985 di Amerika Serikat, menganjurkan agar industri atau pabrik melakukan test yang ektensif sebelum bahan tambahana makanan yang baru dipasarkan dalam menanggapi aturan tambahan bahan makanan ini, Food Additive Amandement membuat suatu daftar dari zat-zat yang diperkirakan aman. Beberapa zat-zat tambahan tersebut umum digunakan karena tidak ada keluhan tentang penyakit sebagai akibat dari pemakaiannya setelah bertahun-tahun. Bahan-bahan kimia tersebut dikenal dengan nama : Generally Recognized as Safe (GRAS). Sekali suatu zat tercantum sebagai GRAS maka ia tidak terikat pada peraturan-peraturan yang khusus.

Indonesia saat ini belum memiliki undang-undang yang jelas tentang bahan tambahan makanan terutama undang-undang penggunaan zat pewarna yang hingga saat aturan penggunaan zat warna sintetik diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No.11332/A/SK/73. Karena itu terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan makanan. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut di sebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan atau disebabkan tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna untuk industri relatif lebih murah


(32)

2.5. Zat Pewarna

2.5.1. Defenisi Zat pewarna

Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Noviana, 2005).

Beberapa alasan utama penambahan zat pewarna pada makanan, yaitu (Syah, 2005) :

1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat poses pengolahan dan penyimpanan.

2. Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang ”salah warna” akan di asosiasikan denagn kualitas rendah. Jeruk yang matang di pohon misalnya, sering disemprot pewarna Citrus Red No 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau atau oranye kecoklatan. Tujuan penambahan warna untuk menutupi kualitas yang buruk sebetulnya tidak bisa diterima apalagi menggunakan pewarna yang berbahaya.

3. Membuat identitas produk pangan. Seperti : identitas es krim strawberi adalah merah.

4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk di simpan.


(33)

Secara sistematis, bahan pewarna makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok : bahan kondensat batubara (coal-tar), bahan tumbuhan dan bahan mineral. a. Bahan Kondensat Batubara

Bahan pewarna ini didapat dari hasil kondensasi proses distalasi batubara. hasil kondensat batubara ini umumnya terdiri dari bahan hidrokarbon, fenol, bahan dasar lain (piridin) dan karbon bebas. bahan pewarna yang diperoleh dari bahan batubara ini dapat termasuk yang larut dalam air (bersifat asam atau basa) atau dapat larut dalam minyak. contoh warna kondensat batubara yang larut dalam air.

1. Merah : Ponceau 4R, Carmoisine, Fast Red E, Amarant, Erythrosine BS 2. Kuning : Sunset Yellow FCF, Tatrazine

3. Biru : Indigo Carmine b. Bahan Pewarna Tumbuhan

Bahan pewarna yang didapat dari akar, buah atau batang tanaman, termasuk annato (warna kuning coklat yang diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil (hijau), cochineal, saffaron, turmeric dan masih banyak lagi yang lain.

2.5.3. Macam – Macam Zat Pewarna

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan yaitu :

1. Pewarna Alami

Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan alami, baik nabati, hewani ataupun mineral. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang


(34)

yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.

Beberapa pewarna alami yang telah banyak dikenal masyarakat misalnya adalah daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk warna merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan daripada zat pewarna sintetis. Pewarna alami yang sering digunakan sebagai pewarna makanan adalah sebagai berikut :

a. Antosianin, pewarna ini memberikan pengaruh warna oranye, merah dan biru. Warna ini secara alami tedapat pada buah anggur, strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan Betaxantin, termasuk pewarna nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae, diantaranya bit dan bougenvil yang memberikan tampilan warna kuning dan merah.

b. Karotenoid, dapat memberi warna kuning, merah dan oranye.

c. Klorofil, zat warna hijau yang terdapat dalam daun, permukaan batang tanaman, dan kulit buah-buahan.

d. Karamel, adalah cairan atau serbuk berwarna coklat gelap yang diperoleh dari pemanasan karbohidrat secara terkontrol yaitu dektrosa, laktosa, sirup malt. e. Kurkumin, merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit.


(35)

Tabel 2.3. Contoh bahan pewarna alami

Kelompok Warna Sumber

Karamel Anthosianin Flavonoid Leucoantho sianin Tannin Batalin Quinon Xanthon Karotenoid Klorofil Heme Coklat Jingga Merah Biru Tampak kuning Tidak berwarna Tidak berwarna Kuning, merah Kuning – hitam

Kuning

Tanpa kuning – merah Hijau, coklat Merah, coklat Gula dipanaskan Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman / hewan

Tanaman Hewan

Sumber : Tranggono dkk, 1989

2. Pewarna Buatan (Sintetis)

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Pewarna sintetis merupakan sumber utama pewarna komersial untuk hampir seluruh industri makanan utama. Karena sifat pewarna sintetis mendasari sifat kelarutannya dalam air, maka sangatlah mutlak diperlukan untuk mewarnai makanan yang mengandung air. Jika kelarutannya dalam air kurang sempurna, tentu saja warna yang diinginkan tidak akan tercapai dengan baik dan menarik. Secara lebih khusus lagi, pewarna sintetik masih dibagi menjadi dua macam yaitu Dyes dan Lakes.


(36)

Perbedaan keduanya berdasarkan bilangan-bilangan rumus kimianya, yaitu kelompok

azo, triarilmetana, quinolin dan lain–lain.

Dyes adalah zat warna yang larut dalam air sehingga larutannya menjadi

berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Biasanya diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan, campuran warna dan pasta. Dyes umumnya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, dan kue-kue produk susu, pembungkus sosis dan lain-lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan pangan. Dalam bentuk kering tidak memperlihatkan adanya kerusakan.

Sedangkan Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye biasanya menggunakan lakes, misalnya untuk pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehinga harga lakes umumnya lebih mahal daripada harga dyes.

Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai

permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus

menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007).


(37)

Menurut Joint (FAO/WHO) Expert Committee on Food Additives (JECFA), zat pewarna sintetis dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Kelas – Kelas Zat Pewarna Sintetis Menurut JECFA

No Nama Warna

1. 2. 3. 4. 5. Azo :

1. Tatrazine

2. Sunset Yellow FCF 3. Allura Red AC 4. Ponceau 4R 5. Red 2G 6. Azorubine 7. Fast Red E 8. Amaranth

9. Brilliant Balck BN 10. Brown FK

11. Brown HT Triarilmetana :

1. Brilliant Blue FCF 2. Patent Blue V 3. Green S

4. Fast Green FCF Quinolin :

1. Quinoline Yellow Xanten : 1. Erythrosine Indigoid : 1. Indigotine Kuning Oranye Merah (kekuningan) Merah Merah Merah Merah Merah (kebiruan) Ungu Kuning cokelat Cokelat Biru Biru Biru kehijauan Hijau Kuning kehijauan Merah Biru kemerahan Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88


(38)

Tabel 2.5. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Pewarna Nomor Indeks

warna (C.I.No.) Batas maksimum penggunaan Amaran Biru berlian Erritrosin Hijau FCF Hijau S. Indigotin Ponceau 4R Kuning Kuinelin Kuning FCF Ribiflavina Tatrazine

Amaranth: CI Food Red 9

Brilliant Blue FCF : CI

Food red 2 Erthrosin : CI Food red 14 Fast green FCF : CI Food green 3 Green S : CI. Food Green 4

Indigotin : CI. Food Blue I

Ponceau 4R: CI Food Red 7 Quineline yellow CI. Food yellow 13 Sunset yellow FCF CI. Food yellow 3 Riboflavina Tatrazine 16185 42090 45430 42053 44090 73015 16255 74005 15980 - 19140 Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Tabel 2.6. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Index Warna

(C.I.No.) Citrus red No. 2

Ponceau 3 R Ponceau SX Rhodamine B Guinea Green B Magenta Chrysoidine Butter Yellow Sudan I Methanil Yellow Auramine

Oil Oranges SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB

(Red G)

(Food Red No. 1) (Food Red No. 5) (Acid Green No. 3) (Basic Violet No. 14) (Basic Orange no. 2) (Solveent Yellow No. 2) (Food yellow No.2) (food Yellow No. 14) (Ext. D & C yellow No.1) (Basic Yellow No. 2) (Solveent Oranges No. 7) (Solveent Oranges No. 5) (Solveent Oranges No. 6)

12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390 Sumber : Peraturan Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88


(39)

2.6. Dampak penggunaan zat pewarna terhadap kesehatan

Penggunaan zat pewarna dalam makanan akan berdampak positif dan negatif. Dampak positif yang bisa dirasakan oleh produsen dan konsumen diantaranya adalah mengendalikan warna asli suatu produk makanan yang rusak atau pudar akibat proses pengolahan, memperbaiki warna yang kurang menarik, memberi warna yang seragam pada produk yang diolah pada waktu yang berlainan serta untuk menarik perhatian konsumen.

Selain memberikan dampak positif, penggunaan zat pewarna juga dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan konsumen. Seperti penelitian yang dilakukan oleh peneliti Rusia, M.M. Andrianova, menemukan bahwa pewarna merah No 2 (FD & C Merah No.2) menyebabkan timbulnya kanker pada tikus.

Zat warna kuning No. 5 juga dianggap dapat menggangu kesehatan, dengan menjadi penyebab resiko alergi terutama orang-orang yang peka terhadap aspirin.

Di Amerika Serikat juga pernah dilaporkan kasus keracunan akibat penggunaan zat pewarna FD & C Orange No.1 dan FD % C Red No. 32 pada kembang gula dan popcorn dengan dosis yang terlalu tinggi. Akibat yang timbul adalah diare pada anak-anak dan efek keracunan kronik pada ternak.

Sedangkan menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K), penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas, sering pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).


(40)

jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna non pangan, seperti Metanil Yellow, Auramin dan Rhodamin B ternyata banyak digunakn oleh masyarakat. Padahal hasil penelitian pada hewan percobaan dipastikan bahwa ketiga pewarna diatas dapat menimbulkan efek toksik karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.

Hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi bila: (1) pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang, (2) bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jangka waktu yang lama, (3) kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik, (4) berbagai masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan, (5) penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

Adapun senyawa-senyawa daripada zat pewarna dibawa ke dalam darah melalui berbagai bentuk antara lain : (1) sebagai molekul yang tersebar bebas dan melarut di dalam plasma, (2) sebagai molekul-molekul yang tersebar terikat dengan protein dalam serum, (3) sebaagi molekul bebas dan terikat dengan eritrosit dan unsur-unsur pembentuk darah.

Absorbsi zat pewarna di dalam tubuh diawali dari dalam saluran pencernaan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikro organisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung kehati melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena superior. Di hati senyawa dimetabolisme dan atau dikonjugasi,


(41)

kemudian di transportasikan ke ginjal untuk diekskresikan atau dikeluarkan bersama urine (Noviana, 2005).

2.7. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna

Mengingat penggunaan zat pewarna sudah begitu meluas dimasyarakat dan seringnya terjadi ketidaktahuan masyarakat akan dosis penggunaan zat pewarna yang dapat menyebabkan efek toksik, maka pemakaian atau penggunaan zat pewarna telah diatur di Indonesia.

Peraturan tentang zat pewarna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya di Indonesia adalah peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 235/Menkes/Per/V/1985. Sedangkan peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah tentang bahan tambahan makanan dan batas maksimum dari zat warna yang diizinkan.

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 1. Uji Kualitatif

2. Uji Kuantitatif (kadar zat pewarna) Saus

cabe

Ada (Jenis pewarna)


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan zat pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di pasar Sentral dan pasar Simpang Limun Kota Medan tahun 2009. Kandungan zat pewarna sintetis pada saus cabe dianalisis dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun kota Medan. Pasar tradisional ini dipilih dari seluruh pasar yang ada di Kota Medan secara

purposive sampling. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat

penelitian adalah karena kedua pasar tersebut banyak menjual berbagai merek saus cabe yang berbeda-beda, dan lokasi pasar tersebut juga strategis, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai daerah di kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2009.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jenis (merek) saus cabe yang dipasarkan di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun Kota Medan.


(43)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling, dimana terdapat 8 sampel di Pasar Sentral dan 10 sampel di Pasar Simpang Limun. Sampel yang dipasarkan terdiri dari beberapa bentuk kemasan, yaitu : kemasan plastik bening, kemasan botol, dan kemasan sachet kecil.

Tebel 3.1 Sampel Penelitian

3.4. Cara Pengambilan Sampel

Sebelum dibawa ke laboratorium, khusus untuk sampel yang berkemasan plastik bening ukuran 500 gr dan kemasan botol di ambil masing-masing sebanyak 50 gr. Kemudian dimasukkan kedalam plastik bening lain dan diberi tanda merek masing-masing sampel, namun untuk saus yang berkemasan sachet kecil langsung saja dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

3.5. Tempat Pelaksanaan Penelitian

Tempat pelaksanaan pemeriksaan zat pewarna sintetis pada saus cabe adalah Balai Laboratorium Kesehatan Medan bagian Toksikologi. Alasan pemilihan tempat pelaksanaan penelitian ini adalah:

No Merek Saus

di Pasar Sentral

Merek Saus di Pasar Simpang Limun

1 Spesial Captain

2 Ave Makhkota

3 Nasional Ratu

4 ABC Bali

5 Indofood Naga

6 Sasa Mie Sop

7 Bola Dunia 88

8 Piring Lombok Aroma

9 - 2 Ikan


(44)

1. Balai Laboratorium Kesehatan Medan mempunyai peralatan yang lengkap seperti bejana chamber, kertas kromatografi, timbangan analitik dan water bath (penangas air).

2. Petugas laboratorium yang telah berpengalaman dalam pemeriksaan bahan tambahan makanan seperti zat pewarna sintetis pada saus cabe.

3.6. Metode Pengumpulan Data 3.6.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap zat pewarna sintetis yang terkandung dalam produk saus cabe secara kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu dengan laboran.

3.6.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan, literatur-literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulis dan studi kepustakaan.

3.7. Definisi Operasional

1. Saus cabe adalah cairan kental yang terbuat dari bubur cabe dan bumbu-bumbu lain serta diberi zat pewarna sintetis.

2. Zat pewarna sintetis adalah zat pewarna merah, kuning dan orange yang digunakan untuk saus cabe.

3. Uji laboratorium adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna sintetis yang digunakan pada sampel.


(45)

4. Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna sintetis sekaligus mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang terkandung dalam sampel melalui metode kromatografi.

5. Uji kuantitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan kadar zat pewarna sintetis yang terkandung dalam sampel melalui metode gravimetri. 6. Kadar zat pewarna sintetis (mg) adalah jumlah kandungan zat pewarna sintetis

yang terdapat dalam sampel. 3.8. Teknik Analisa Sampel

3.8.1. Pemeriksaan Secara Kualitatif

Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan metode kromatografi kertas. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi jenis zat pewarna yang terdapat di dalam sampel. Prosedur Kerja Metode Kromatografi Kertas

1. Timbang 20-30 gr sampel, kemudian masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml. 2. Tambahkan 10 ml asam asetat 10 % kemudian masukkan bulu domba,

dididihkan selama 30 menit sambil diaduk.

3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dengan bulu domba dan ditambahkan ammonia 10 % di atas penangas air hingga sempurna.

5. bulu domba dicuci lagi dengan air hingga bebas dari ammonia.

6. Larutan yang didapat, diteteskan di atas kertas kromatografi dengan menggunakan pipet kapiler dan biarkan mengering.


(46)

7. Setelah itu kertas kromatografi dimasukkan ke dalam bejana (Chamber) yang sudah mengandung larutan eluen (pilih salah satu eluen yang cocok). Kemudian bejana ditutup kemudian biarkan dua sampai tiga jam.

8. Kertas kromatografi dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan di udara. 9. Amati bercak-bercak yang timbul.

10.Perhitungan penentuan zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak gerak zat pelarut (Cahyadi, 2005).

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : Alat :

- Beaker Glass 100 ml

- Gelas Ukur 50 ml - Neraca Analitik

- Water Bath (Penangas air)

- Pipet kapiler

Bahan :

- Aquadest - Bulu domba

- Kertas Kromatografi - NH4OH 10 %

Jarak gerak zat terlarut Jarak gerak zat pelarut Rf =


(47)

- KHSO4

- Sampel (Saus cabe) 10 %

3.8.2. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat kadar zat pewarna yang terdapat pada sampel. Kadar zat pewarna yang digunakan dapat diketahui melalui metode gravimetri dengan melakukan penimbangan terhadap benang wool sebelum dan sesudah perlakuan.

Prosedur Kerja Metode Gravimetri

1. Benang wool dicuci dengan n-Hexana lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (berat a).

2. 20-30 gr sampel ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer. Jika sampel

padatan terlebih dahulu dicampurkan 25 gr sampel dengan air kemudian dihomogenkan, lalu diambil 20-30 gr dan ditambahkan dengan larutan KHSO4

3. Masukkan benang wool yang sudah ditimbang tersebut ke dalam larutan lalu dididihkan selama 30 menit.

encer.

4. Benang wool diangkat dan dicuci dengan air panas.

5. Benang wool dikeringkan dan ditimbang kembali (berat b) dan dihitung selisih berat benang wool sebelum dan sesudah (Sudarmadji, 1989).

6. Perhitungan kadar zat pewarna yang digunakan adalah sebagai berikut : b - a

Berat Sampel Kadar Zat Warna =


(48)

Keterangan :

a = Berat benang wool sebelum perlakuan

b = Berat benang wool setelah penyerapan zat pewarna

Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : Alat :

- Beaker Glass 250 ml

- Botol Aquadest - Desikator

- Gelas Ukur 50 ml - Oven

- Neraca Analitik Bahan :

- Aquadest - Benang wool - KHSO4

- Sampel (Saus cabe)

3.9. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan

kuantitatif diolah secara manual dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/ 1988 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai

bahan berbahaya. Data yang telah diolah ditampilkan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Terletak di antara kabupaten Deli Serdang dan terletak 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Adapun luasnya adalah ±300.288 km2

Kota Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki 56 unit pasar tradisional yang secara langsung maupun tidak langsung dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan (PDPKM).

(BPS Kota Medan, 2004).

4.1.1. Pasar Sentral

Pasar Sentral berdiri sejak tahun 1918. Pasar ini mengalami perubahan bangunan sebanyak dua kali akibat terjadi kebakaran pada tahun 1978 dan tahun 1984. Luas wilayah ± 20.000 m2, dengan luas bangunan 9000 m2

Lokasi berada di kelurahan Pusat Pasar kecamatan Medan Kota, Medan. Pusat Pasar merupakan pasar yang pertama berdiri di kota Medan. Saat ini terdapat 2048 kios, 4 toko dan 496 stan/meja pedagang yang terdaftar dan jumlah pedagang saus sebanyak 32 pedagang.

.

4.1.2. Pasar Simpang Limun

Pasar Simpng Limun disahkan berdiri pada tahun 1992 dengan luas wilayah ± 1.030 m2 dan ditinjau dari sudut geografi, pasar tersebut terletak diantara kelurahan Sudirejo Kecamatan Medan kota. Jumlah pedagang saus di pasar ini sebanyak 21


(50)

Batas- batas wilayah pasar tersebut antara lain :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan jalan M. Nawi Harahap Medan 2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan jalan Kemiri I Medan

3. Sebelah Timur : Berbatasan dengan jalan Sisingamangaraja Medan 4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan jalan Tanjung bunga Medan

4.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

4.2.1. Identifikasi Jenis Zat Pewarna Yang Terdapat dalam saus cabe

Identifikasi jenis zat pewarna terhadap sampel secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kertas dengan prinsip uji menghitung nilai Rf yang terdapat pada kertas kromatografi dan membandingkannya kepada standar zat warna dengan menggunakan eluen yang G sebagai pelarutnya.

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Secara Kromatografi Kertas

Kode Sampel

Nama Sampel Uji

Kromatografi

Jenis Pewarna Hasil *

1 88 + Sunset Yellow dan Red 2G Diizinkan

2 Sasa - - -

3 Spesial + Sunset Yellow Diizinkan 4 Nasional + Sunset Yellow dan Red 2G Diizinkan

5 Indofood - - -

6 Bali + Sunset Yellow dan Ponceau 4R Diizinkan

7 Ave - - -

8 Bola Dunia + Sunset Yellow dan Ponceau 4R Diizinkan 9 Aroma + Sunset Yellow dan Red 2G Diizinkan

10 Piring Lombok - - -

11 Ratu + Sunset Yellow,Ponceau 4R,&Tatrazine

Diizinkan 12 Payung + Sunset Yellow dan Ponceau 4R Diizinkan 13 Dua ikan + Sunset Yelow dan Red 2 G Diizinkan 14 ABC + Sunset Yellow dan Ponceau 4R Diizinkan 15 Makhkota + Sunset Yellow dan Red 2G Diizinkan 16 Miesop + Sunset Yellow dan Red 2G Diizinkan 17 Captain + Sunset Yellow dan Ponceau 4R Diizinkan 18 Naga + Sunset Yellow danPonceau 4R Diizinkan


(51)

* Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 Keterangan : (+) = Menggunakan Zat pewarna sintetis

(-) = Tidak menggunakan Zat pewarna sintetis

Pada tabel 4.2. terlihat bahwadari 18 sampel saus cabe yang diteliti terdapat 14 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis. Salah satu diantaranya menggunakan 3 jenis zat pewarna didalam 1 bahan yaitu : sampel no 11 yang menggunakan pewarna Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tatrazine. Selain itu terdapat pula 1 sampel yang menggunakan hanya 1 jenis zat pewarna dalam 1 bahan yaitu sampel no 3 yang menggunakan pewarna Sunset Yellow. Sedangkan 12 sampel lainnya masing-masing menggunakan 2 jenis zat pewarna didalam 1 bahan. Dan seluruh sampel yang teridentifikasi jenis zat pewarnanya ternyata masih menggunakan pewarna yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.

4.2.1. Pemeriksan Kadar Zat Pewarna Sintetis Yang terdapat dalam saus cabe Pemeriksaan kadar zat pewarna dilakukan melalui metode gravimetri dengan prinsip uji penimbangan benang wool sebelum dan setelah perlakuan dibagi dengan berat sampel. Hasil pemeriksaan kuantitatif dari laboratorium dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:


(52)

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Secara Gravimetri Kode

sampel Nama sampel Jenis Pewarna

Kadar Pewarna

(mg/kg)

1 88 Sunset Yellow dan Red 2G 0,69

3 Spesial Sunset Yellow 0,67

4 Nasional Sunset Yellow dan Red 2G 2,02 6 Bali Sunset Yellow dan Ponceau 4R 2,11 8 Bola Dunia Sunset Yellow dan Ponceau 4R 0,77

9 Aroma Sunset Yellow dan Red 2G 1,27

11 Ratu Sunset Yellow, Ponceau 4R, dan Tatrazine

0,08 12 Payung Sunset Yellow dan Ponceau 4R 0,37 13 Dua ikan Sunset Yelow dan Red 2 G 0,57 14 ABC Sunset Yellow dan Ponceau 4R 0,15 15 Makhkota Sunset Yellow dan Red 2G 0,15 16 Miesop Sunset Yellow dan Red 2G 1,01 17 Captain Sunset Yellow dan Ponceau 4R 0,06 18 Naga Sunset Yellow danPonceau 4R 1,48

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa seluruh jenis zat pewarna yang teridentifikasi masih menggunakan kadar yang memenuhi syarat kesehatan dengan melihat kadar tertinggi terdapat pada sampel no 6 dan kadar terendah terdapat pada sampel no 17 dimana kedua sampel tersebut menggunakan jenis pewarna yang sama yaitu Ponceau 4R (batas maksimum 300 mg/kg bahan) dan Sunset Yellow (Batas maksimum 200 mg/kg bahan).


(53)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Jenis Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe

Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan masalahnya yaitu penggunaan bahan tambahan pada bahan makanan untuk berbagai keperluan. Diantara beberapa bahan tambahan makanan yang sangat sering digunakan salah satunya adalah pewarna makanan.

Penelitian mengenai jenis dan kadar zat pewarna sintetis pada saus cabe ini dilakukan karena mengingat seringnya penggunaan zat pewarna yang digunakan oleh pengusaha makanan dan tidak semua zat pewarna yang digunakan tersebut diizinkan penggunaanya menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan.

Berdasarkan penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap jajanan anak sekolah yang diantaranya adalah saus pada bulan November 2005, dimana hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa 2 dari sampel saus jajanan tersebut positif mengandung zat pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin B (Yuliarti, 2007).

Selain itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga pernah melakukan pengujian terhadap beberapa produk makanan seperti sirup, saus cabe, saus tomat dan tahu pada tahun 1990, ternyata ditemukan dari 19 saus cabe yang bermerek terdapat 3 sampel saus cabe yang mengandung pewarna yang tidak diizinkan.


(54)

Pada penelitian ini, digunakan metode kromatografi kertas untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna di dalam sampel sekaligus untuk mengetahui jenis zat pewarna yang terdapat didalamnya, pemeriksaan sampel dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Dari 14 sampel yang mengandung zat pewarna sintetis, terdapat 1 sampel (7,2%) yang menggunakan 3 jenis zat pewarna dalam 1 bahan sekaligus yaitu Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tarazine. Biasanya tujuan dari kombinasi zat pewarna jingga, kuning dan merah ini adalah untuk memperoleh tampilan yang lebih stabil dan menarik dari bahan aslinya karena bahan asli selalu memudar warnanya akibat pemanasan atau selama penyimpanan.

Sunset yellow merupakan jenis pewarna jingga sintetik yang sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan yang biasa digunakan pada produk fermentasi yang telah mengalami proses pemanasan. Pewarna ini biasa digunakan pada pembuatan sirup (orange squash), jelly orange, saus, apricot jam, marmalade citrus, dan pada bahan-bahan pangan lain yang mengandung warna kuning, oranye dan kemerahan.

Tartrazin merupakan pewarna kuning lemon yang umum digunakan sebagai pewarna makanan di Afrika, Swedia, dan Indonesia. Adanya tembaga (Cu) akan mengubah warna kuning menjadi kemerah-merahan. Zat pewarna lain adalah Ponceau 4R, pewarna ini merupakan pewarna sintetis yang berwarna merah dengan kode warna CI (1975) No.16255 dan sangat umum digunakan untuk produk makanan yang telah dipanaskan setelah fermentasi dan produk makanan kalengan seperti buah pir, prem dan udang kalengan. Pewarna ini juga termasuk pewarna yang stabil dan


(55)

hampir seluruh produk makanan yang memiliki penampilan warna merah menggunakan pewarna ponceau 4R ini sebagai campurannya.

Pada hasil penelitian juga ditemukan 1 sampel (7,2%) hanya menggunakan 1 jenis zat pewarna dalam 1 bahan yaitu Sunset Yellow sementara 12 sampel lainnya (85,6%) menggunakan 2 jenis zat pewarna dalam 1 bahan sekaligus yaitu Ponceau 4R dan Sunset Yellow (42,85%), serta kombinasi dari Sunset Yellow dan Red 2G (42,85%).

Red 2G dikenal dengan Food Red 2 dan CI 18050 dan termasuk salah satu zat pewarna sintetis yang paling stabil. Biasanya digunakan pada yogurt dan beberapa produk daging (terutama sosis). Red 2G juga dapat digunakan sebagai pewarna pada buah dan sayur yang dikalengkan (Hughes, 1987).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan European Union diketahui bahwa Red 2G dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga pada Juli 2007 dikeluarkan larangan penggunaanya secara resmi karena diduga dapat memicu kepada penyakit kanker tetapi sampai saat ini di Indonesia zat pewarna ini masih dizinkan penggunaannya (Anonimus, 2007).

Dilihat dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa produk saus cabe hampir seluruhnya menggunakan zat pewarna didalam proses produksinya, dan hal ini diperjelas lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Duana (2005) terhadap saus yang beredar di Yogyakarta yang menyatakan bahwa hampir seluruh sampel mengandung zat pewarna sintetis dengan tambahan pewarna lebih dari 1 jenis yaitu tatrazine dan ponceau 4R ataupun Sunset yellow dan ponceau 4R.


(56)

5.2. Kadar Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe.

Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibtkan gangguan pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-menerus. Oleh sebab itu kadang suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan dipakai, tetapi dikemudian hari tidak diperbolehkan (Hidayat, 2006).

Jumlah kebutuhan zat aditif yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Jika penggunaan bahan-bahan tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu (Irianto, 2007).

Berdasarkan pemeriksaan secara kuantitatif ditemukan kadar pewarna yang berbeda-beda pada sampel saus cabe. Untuk saus cabe dengan kadar pewarna tertinggi terdapat pada sampel no 6 yaitu merek Bali sebesar 2,11 mg/kg sedangkan kadar pewarna yang terendah terdapat pada sampel No.17 yaitu merek Captain sebesar 0,06 mg/kg, dimana masing-masing sampel menggunakan jenis pewarna yang sama yaitu Sunset Yellow dan Ponceau 4R.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri, dengan penimbangan berat benang wool sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan dibagi dengan berat sampel. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut bahwa kadar ataupun jumlah kandungan pewarna pada masing-masing sampel masih memenuhi syarat


(57)

kesehatan (kadar maksimal untuk ponceau 4R 300 mg/kg dan Sunset Yellow (200 mg/kg) (Anonimus, 2009).

Walaupun kadar zat pewarna yang diizinkan penggunaanya pada sampel tersebut masih dalam batasan normal, tetapi sebaiknya penggunaan zat pewarna dapat lebih diminimalkan, karena walaupun dalam jumlah sedikit apabila zat pewarna tersebut dikonsumsi secara berulang-ulang dan terus menerus akan dapat terakumulasi di dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Timbulnya gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi zat pewarna sintetis sangat dipengaruhi oleh kadar zat pewarna yang dikonsumsi, lamanya waktu konsumsi, dan dari daya tahan tubuh seseorang yang tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, gizi makanan sehari dan keadaan fisik.

Umumnya zat pewarna makanan ditambahkan pada tingkatan 20-100 mg/kg. Jumlah ini telah dihitung di Inggris dimana rata-rata konsumsi 0,5 kg makanan yang mengandung pewarna setiap hari setara dengan konsumsi harian berbagai macam pewarna yang seluruhnya <10 % dari ADI (Acceptable Daily Intake) yang telah ditetapkan oleh para ahli toksikologi (Coltate, 1984).

Selama periode 1963-1970, dari hasil penelitian oleh FAO/WHO telah ditetapkan batas konsumsi perhari dari beberapa zat pewarna yang sering disebut dengan ADI. Hanya ada beberapa jenis pewarna yang sudah ditetapkan batas ADI yang dapat diserap oleh tubuh yaitu : Sunset Yellow sebesar 5,0 mg/kg, eritrosin sebesar1,25 mg/kg, amarant 1,5 mg/kg, indigotine sebesar 2,5 mg/kg, fast green sebesar 12,5 mg/kg dan tatrazine sebesar 7,5 mg/kg. Namun dari hasil penelitian ini,


(58)

yang termasuk dalam batas ADI yang dapat diserap oleh tubuh adalah tatrazine dan sunset yellow.

Pewarna sunset yellow, jika diasumsikan dengan BB rata-rata 70 kg, maka batas maksimum ADI yang dapat dikonsumsi adalah 350 mg/kg BB (jumlah ADI dikali BB) sehingga dapat diperkirakan jumlah maksimum yang dapat diserap tubuh untuk pewarna jenis sunset yellow sebesar 15,5 mg/hari (Winarno,1997). Dari pembahasan tersebut dapat diilustrasikan pada kelompok anak-anak dengan BB rata-rata 20 kg, maka batas ADI yang dapat dikonsumsi sebesar 100 mg/kg BB sehingga diperkirakan jumlah maksimum yang dapat diserap oleh tubuh adalah sebesar 4,4 mg/hari. Sedangkan jika pada kelompok remaja dengan BB rata-rata 40 kg maka ADI yang dapat dikonsumsi sebesar 200 mg/kg BB sehingga dapat diperkirakan jumlah maksimum yang dapat diserap oleh tubuh adalah sebesar 8,8 mg/hari.

Pada pewarna tatrazine diketahui batas maksimum ADI sebesar 7,5 mg/kg, jika diasumsikan dengan BB rata-rata 70 kg maka batas maksimum ADI yang dapat dikonsumsi adalah 525 mg/kg BB sehingga perkiraan jumlah maksimum yang diserap oleh tubuh untuk pewarna jenis tatrazine adalah sebesar 16,3 mg/hari (Winarno, 1997). Dapat juga diilustrasikan untuk kelompok anak-anak dengan BB rata-rata 20 kg maka jumlah ADI yang dapat dikonsumsi sebesar 150 mg/kg BB sehingga perkiraan jumlah maksimum yang dapat diserap oleh tubuh adalah sebesar 4,6 mg/hari. Sedangkan pada kelompok remaja dengan BB rata-rata 40 kg maka batas ADI sebesar 300 mg/kg BB dan perkiraan jumlah maksimum yang dapat diserap oleh tubuh adalah sebesar 9,3 mg/hari.


(59)

Penggunaan tatrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam asetilsiklik dan asam benzoat, menyebabkan asma dan dapat juga mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.

Sunset yellow juga jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan reaksi alergi seperti radang selaput lendir pada hidung., sakit pinggang, muntah-muntah, ganguan pencernaan, dan dapat juga mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak serta kerusakan pada kromosom. Sedangkan jika mengkonsumsi Ponceau 4R secara berlebihan dapat menyebabkan anemia dan kepekatan pada hemoglobin.

Idealnya pengujian toksikologi suatu food additive terus menerus dilakukan sampai tuntas, artiya apakah terbukti aman untuk digunakan atau tidak. Dan ini sebaiknya dilakukan oleh beberapa lembaga seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat, agar hasil yang diperoleh benar-benar meyakinkan. Karena dana pemerintah untuk melakukan hal tersebut masih terbatas sehingga kita hanya menunggu hasil penelitian yang dilakukan oleh negara-negara maju. Walaupun demikian, sebaiknya informasi dapat dihimpun dari berbagai sumber (negara), sehingga tindakan apa yang akan dilakukan lebih dapat dipertanggungjawabkan (Anonimus, 2005).


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai jenis dan kadar zat warna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di Pasar Sentral dan Pasar Simpang Limun kota Medan tahun 2009, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat 14 sampel saus cabe yang dipasarkan di Pasar Sental dan Pasar Simpang Limun kota Medan menggunakan zat pewarna sintetis dan 4 sampel saus cabe lainnya positif tidak menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya yaitu sampel merek Piring Lombok, Sasa, Indofood dan Ave.

2. Terdapat 1 sampel yang menggunakan 3 jenis zat pewarna dalam 1 bahan yaitu sampel merek Ratu yang menggunakan pewarna Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tatrazine. Sedangkan sampel yang hanya menggunakan 1 jenis zat pewarna dalam 1 bahan yaitu sampel merek Spesial yang menggunakan pewarna Sunset Yellow sementara yang lainnya masing-masing menggunakan 2 jenis zat pewarna dalam 1 bahan.

3. Seluruh jenis dan kadar zat pewarna sintetis yang teridentifikasi pada sampel ternyata masih aman atau masih memenuhi syarat kesehatan.


(61)

6.2. Saran

1. Masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih makanan khususnya saus cabe untuk dikonsumsi, lebih baik menggunakan saus cabe yang terbukti tidak menggunakan zat pewarna sintetis.

2. Diharapkan kepada instansi terkait khusunya BPOM Kota Medan untuk tetap mengadakan pembinaan, pengawasan, serta evaluasi secara berkala terhadap makanan dan minuman yang beredar di pasar-pasar tradisional untuk mengetahui penggunaan zat pewarna pada makanan tersebut terutama saus, baik saus cabe ataupun tomat.

3. Peningkatan edukasi dan pemahaman bagi masyarakat baik sebagai konsumen maupun produsen tentang makanan yang sehat dan aman yang dapat dilakukan oleh instansi terkait seperti dinas kesehatan bagian promosi kesehatan.

4. Perlu adanya Pencantuman label yang lengkap dan jelas mengenai pemakaian tanggal produksi, jenis atau kode zat pewarna sintetis yang digunakan pada kemasan saus cabe.

5. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan saus cabe hingga saus cabe tersebut perlu penambahan zat pewarna sintetis.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2005. Amaran, Simerah Yang Menghebohkan.

, . Diakses 25 Maret 2009.

Anonimus, 2007b. Imeediate Ban On Red 2G Food Coloring. Diakses 21 juli2009

Anonimus, 2008a. Saus.

Anonimus, 2008b. Tartrazine, Erythrosine, Sunset Yellow, Biru Brilliant. Diakses 01 Agustus 2009

Anonimus, 2009. Sekilas Tentang Bahan Makanan Tambahan. Disakses 01 Agustus 2009

Astawan, Made, 2007a. Jangan Asal Nyocol Saus Cabai.

Diakses 25 Maret 2009.

Budiyanto, M.A.K, 2004. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Edisi Revisi. Cetakan III. Malang: UMM Pres.

Cahyadi, W, 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Cetakan I. Bumi Aksara.

Coultate, T. P. 1984. Food The Chemistry of Its Component. London : The Royal Society of Chemistry.

Depkes R.I, 1992. Undang-undang RI No. 23 tahun 1992. Tentang Kesehatan. Jakarta.

Djarismawati, dkk, 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling Dalam Penggunaan Rhodamin B Di Pasar Tradisional DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan No.1. Vol.3.

Hardinsyah, Atmojo S. M, 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta: Pergizi Pangan.

Hidayat, Nur dan Anis Saati, 2006. Membuat Pewarna Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.


(63)

Irianto, Kus dan Kusno Wluyo, 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: CV Yrama Widya.

Moertjipto, 1994. Makanan : Wujud, Variasi dan Fungsinya. Jakarta: Penerbit Depdikbud.

Nova, R., 2004. Pemeriksaan Boraks, Formalin pada Bakso Ayam dan Rhodamin B pada Saos Tomat Jajanan Anak – anak di lingkungan Sekolah Kelurahan Cinta Damai Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2004. Skripsi. FKM. USU, Medan.

Noviana, 2005. Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005. Skripsi FKM USU, Medan.

Saparinto, C., Hidayati D, 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius Yogyakarta.

Sastrawijaya. A. Tresna, 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta.

Sudarmadji, S., dkk, 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Cetakan I. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Syah, D., dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Winarno, F.G, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wiryanta, Bernardinus T. Wahyu, 2002. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Jakarta: Agomedia Pustaka.

Yuliarti, N, 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Yuwielueninet, 2008. Formalin, Boraks dan Rhodamin B.


(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat Dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005

3 44 68

Identifikasi Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Naga Dengan Metode Kromatografi Kertas

66 435 42

Analisa Penggunaan Zat Pewarna Buatan Pada Sirup Yang Dijual Di Pasar Tradisional Aksara Kota Medan Tahun 2010

0 56 72

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

20 109 117

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 1

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 1 23

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 1 4

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 25