ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002

ABSTRAK
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR
TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN
MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002
Oleh
Esha Enanda

Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya menurut Surat Keputusan
Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002 pada dasarnya merupakan perubahan
lampiran

I nomor

urut 108 Keputusan

Menteri Perdagangan

Nomor

230/MPP/kep/7/1997. Sebelumnya terdapat ketentuan bahwa pakaian bekas
dilarang untuk diimport hanyalah barang yang tergolong limbah, namun dengan

peraturan baru pakaian bekas import termasuk pada barang yang dilarang tata
niaga importnya dalam bentuk apapun. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan
pertimbangan bahwa pakaian bekas import dianggap merendahkan harkat
martabat bangsa Indonesia, melindungi kepentingan ekonomi nasional dari
pengaruh negatif pasar global, serta upaya untuk mencegah penularan penyakit
berbahaya.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses implementasi
kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea
dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan teori model implementasi kebijakan Van Metter dan Van
Horn.

Esha Enanda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan barang yang diatur
tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung
dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung tidak berjalan. Analisis
implementasi pada penelitian ini didasarkan pada 6 indikator. Pada indikator
pertama, tujuan dianggap tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat

sehingga menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak berjalan. Pada
indikator kedua, secara umum memiliki kualitas cukup baik namun kompetensi
implementator kebijakan pada dua instansi masih belum sesuai dengan disiplin
ilmu yang diperlukan sehingga menyebabkan implementasi kebijakan tidak
berjalan. Pada indikator ketiga, implementator kebijakan belum sepenuhnya
mampu mencerminkan karakteristik radikal, keras, dan tegas pada sanksi hukum
sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.
Pada indikator keempat, kebijakan dinilai tidak menyentuh kebutuhan, keinginan,
atau permasalahan yang dihadapi Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan Dinas
perdagangan Kota Bandar Lampung sehingga mempengaruhi sikap/kecendrungan
pelaksana kebijakan di lapangan yang mengakibatkan implementasi kebijakan
tidak berjalan. Pada indikator kelima, koordinasi yang dibangun tidak efektif
dikarenakan tidak adanya komitmen yang kuat sehingga mengakibatkan
implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator keenam, lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik dinilai belum kondusif sehingga mengakibatkan
implementasi kebijakan tidak berjalan.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Barang Yang Diatur Tata Niaga
Importnya

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR

TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN
MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002

Oleh
Esha Enanda

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

MOTTO
“Maka sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan.

Sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan”
(QS Al-Insyiraah : 5-6)

“Berhentilah mengutuk kegelapan, mulailah menjadi lilin ”
(Anies Baswedan)

“Bentuk terindah dari rencana adalah Tindakan”
(Mario Teguh)

“Terbentur, Terbentur, Terbentur, Terbentuk”
(Tan Malaka)

“Jatuh tujuh kali, Berdiri delapan kali”
(Esha Enanda)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil`alaamiin...
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

“Analisis Implementasi Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya
Menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002” yang
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Skipsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Universitas
Lampung dan juga selaku Pembimbing I penelitian skripsi penulis. Terima
kasih atas kesediaanya yang dengan sabar memberikan bimbingan, saran,
kritik serta motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan telah membantu penulis dalam proses perkuliahan dan selalu
memberikan motivasi serta arahan bagi penulis untuk berjuang
menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Sigit Krisbiantoro.,M.Ip. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Pemerintahan yang telah memberikan arahan pada penulis dengan
pembawaan yang santai dan bersahabat sehingga memudahkan penulis
untuk mencerna arahan tersebut.

4. Bapak Budiharjo S.Sos.,M,Ip. selaku Pembimbing Akademik yang selama
proses perkuliahan dan skripsi telah banyak sekali memberikan motivasi,
arahan serta bimbingan agar tetap kuat dan semangat untuk menggapai
gelar sarjana Ilmu Pemerintahan.
5. Bapak Maulana Mukhlis, S.Sos.,M.Ip. selaku Pembimbing II penelitian
skripsi ini. Terima kasih untuk kesediaan dan kesabarannya dalam
membimbing penulis. Bapak merupakan salah satu dosen yang sangat saya
suka cara mengajarnya karena pembawaan bapak yang elegan dan mudah
dipahami saat menyampaikan materi.
6. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku Pembahas Dosen pada penelitian skripsi
ini. Terima kasih untuk kesabaran dan kesediaan waktu ibu. Saya secara
pribadi besryukur mendapatkan pembahas dosen seperti ibu yang sangat
baik dan sabar.
7. Seluruh jajaran Dosen, Staf, dan Karyawan FISIP Unila Jurusan Ilmu
Pemerintahan : Pak Yana Ekana, Pak Robi Cahyadi, Pak Amantoto, Bu
Ari Darmastuti, Bu Tabah Maryanah, Pak Pitoyo, Bang Darmawan Purba,
Bang Arizka Warganegara, Bang Andri Marta, Pak Piping, Pak Suwondo,
Bu Dwi, Pak Budi Kurniawan, Pak Sihabbudin, Pak Himawan, Bu Rianti,
Pakde Jum, Kiyay Napoleon, Kiyay Samsuri. Terima kasih untuk segala
ilmu yang bermanfaat dan wawasan serta warna-warni kehidupan yang


pernah penulis rasakan selama menjadi mahasiswa, mohon maaf bila
banyak sekali hal yang kurang berkenan selama ini
8. Bapak Helmi Suryo, MM, Ibu Ferynia, Sp., Mp, dan semua informan pada
Dinas Perdagangan dan Bea Cukai wilayah Lampung yang telah
memberikan bantuan dan informasi kepada penulis dalam menyusun
penelitian skripsi ini.
9. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku. Ibu dan Ayah
yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayang, doa,
serta semangat kepadaku. Semua jasa kalian berdua tidak mungkin dapat
kubalas, mohon doa restu dari Ayah dan Ibu, doakan Esha berhasil agar
dapat membahagiakan Ibu dan Ayah, aamiin.
10. Terima kasih kepada Ibu Vien dan Bunda Lidya yang telah banyak
membantu baik secara moril maupun materiil. Semoga ibu dan bunda
selalu diberikan kesehatan, umur yang berkah, dan diberikan rezeki yang
berlimpah, aamiin. Mohon doa nya agar Esha bisa berhasil seperti yang
ibu dan bunda harapkan, kebaikan ibu dan bunda tidak akan pernah Esha
lupakan.
11. Terima kasih kepada Kak Cek Derie untuk nasehat dan motivasi yang
terus diberikan, Kak Cek adalah sosok kakak sepupu terbaik sekaligus

idola saya. Mohon doanya agar kedepannya segala urusan Esha
dilancarkan, aamiin. Thank You, Brother!
12. Terima kasih kepada Adik perempuanku satu-satunya, Elsa Ramadhana.
Terima kasih untuk bantuan, doa dan dukungannya dek, doain Kak Cik
bisa cepat dapat kerja biar bisa membantu Ayah dan Ibu. Aamiin

13. Terima kasih Kepada Nenda (Alm. Bertilia Alamsyah). Nen, akhirnya
sebentar lagi Esha wisuda nen. Esha minta doa restu dari nenda agar
semua dilancarkan, nenda sosok nenek terhebat yang pernah Esha punya.
Kami semua sayang Nenda!
14. Terima kasih kepada Atu Fauziah. makasih ya Tu buat semua doa serta
dukungan atu buat Esha, berkat doa atu akhirnya Esha bisa wisuda. Atu
sosok nenek terbaik yang pernah Esha punya. Kami semua sayang Atu!
15. Terima kasih kepada Om Ji’in, Wanda Mutaqqin, Puan Gelli, Wak
Kiss,Tante Firda(Alm) dan seluruh keluarga besar saya yang selama ini
telah memberikan dukungan, doa, motivasi serta nasehat kepada saya.
Mohon doa restu dari kalian semua.
16. Terima kasih kepada teman terbaikku Nissa Nurul Fathia. Terima kasih ya
Saa buat semua dukungan dan motivasinya, Doakan saya agar bisa
berhasil kedepannya. Semoga kamu cepat menyusul wisuda juga, aamiin.

17. Terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2009
untuk segala cerita dan proses yang pernah terukir selama di kampus:
Tommy Prawira Subing S,IP (kontraktor muda), Lian Ifandri S,IP (mantap
Ian, sekarang sudah di BAPPENAS!), Arnadi, Ramadhan Nawawi, Doni
Parulian, Oki Vanzelen, Syam Yoga Orlando, Yul Surastyawan (ayoo
kawan, kita selesaikan apa yang seharusnya kita selesaikan, pasti bisa!!),
Dhestoni S.IP (calon bupati belitong 2028), Mandala Prabu S,IP (makasih
lung pinjeman almamaternya), Riyan Stevi S.IP, Gustyari S.IP, Dini
Afridayanti S.IP (Bendum Cendekia paling baik), Meutia Aulia S,IP (bu
Sekkum yang udah jadi PNS Pesisir Barat), Reza Dwi S.IP, Iman Prihadi

S.IP, Yusiana S.IP (Kanjeng Mami-nya 09), lek Randi Subangun S.IP,
Wira Kurniawan S.IP (boyband 09), Jefri Nuansa S.IP, Hodlan Jamami
S,IP (orang yang pertama kali dikenal waktu propti), Virda Altaria S.IP,
Fajar Djumantara S.IP, Fei, Bambang, Dinand, Boy Sinaga, Reza Sopyan,
Okta, Mulia Agisni, Sherly, Ibe, Bangun, Ridhal, Hadi,Sri, Alm. Hari
Yuhanda, Altri, Tata, Hadi, Engki, Tetra, Harisun, Fauzi DLL. Terima
kasih kawan kawan semoga kita semua bisa sukses dunia wal
akhirat,aamiin. Viva Governacia 09!!!
18. Terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2007

dan 2008 untuk segala ilmu pengetahuan dan pengalaman yang sudah
diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. PEM07; Mas Didik
(panglima PEM07 yang kocak bin eksentrik), Bang Asep (ahli stratak
PEM07), Mbak Pipit, Mbak Aya, Bang Memet dan Bang Ijal. PEM08;
Bang Andri Marta (Dosen muda yang tetap membumi), Bang Bukit
(Ketum HMJ paling ramah), Bang Ikhsan, Bang Tommy, Bang Hendra,
Mbak Stela, Mbak Seli,Bang Jona, Bang Dendri dan Bang Ido.
19. Terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2010,
2011, 2012, dan 2013 untuk semua proses yang pernah dirasakan bersama
selama dikampus. PEM010; Ekky (cepet lulus ki, Salam Peradaban!!), Iin
(Ketum HMJ PEM 010), Okta (Ketua angkatan 010), Radit, Roby,Tano,
Rendra,Obi, Adit Bocor, Piol, Ricky Adrian, Alam, Rangga, Siska, Yoan,
Etha, Dimas, Kevin, dan Mijo. PEM011; Hazi, Yandi (cepet balik ke
kampus ndi, kamu pasti bisa!!), Merari, Anbeja, Chaca-nya Iman dan Aan.
PEM012; Nugraha, Juanda, Darji, Nico, Vico, Hezby, Kirun, Winda, Nisa,

Dita, Arum dan Bakti. PEM013; Danang, Taufiq, Tyas, Yogi, Irwansyah,
dan Putra.
20. Terima kasih kepada sahabat sahabatku yang telah menjadi bagian hidup
baik senang ataupun susah: Sadam, Dedita, Deni Kechot, Yaser, Deni

Mool, Angga, Angot, Supri, Febri, Bili, Tian dan Gulu. Hidup Tim Ilusi!!!

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
dengan segala kerendahan hati semoga skripsi yang sederhana ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi ilmu pengetahuan. Aamiin.

Bandar Lampung, 17 Desember 2015
Penulis,

Esha Enanda

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .........................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ii

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
D. Kegunaaan Penelitian ........................................................................
1. Secara Teoritis ...........................................................................
2. Secara Praktis .............................................................................

1
9
10
10
10
10

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Implementasi Kebijakan ...................................................................
B. Model Implementasi Kebijakan ........................................................
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan .........
D. Penilaian Kinerja Implementasi Kebijakan Publik ...........................
1. Kerangka Pengukuran Kinerja .....................................................
2. Indikator Pengukuran Kinerja ......................................................
3. Indikator keluaran Kebijakan .......................................................
4. Indikator Hasil Kebijakan ............................................................
E. Tinjauan Umum Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ..........
1. Manfaat Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ................
2. Tujuan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ..................
F. Kerangka Pikir ..................................................................................

11
13
16
20
20
21
22
24
25
27
28
28

III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ..................................................................................
B. Fokus Penelitian ................................................................................
C. Lokasi Penelitian ...............................................................................
D. Jenis Data ..........................................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................
F. Teknik Pengelolaan Data ..................................................................
G. Informan ............................................................................................
H. Teknik Analisis Data .........................................................................
I. Teknik Pengambilan Kesimpulan .....................................................

34
35
36
36
37
38
39
41
42

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung ............................................
B. Kondisi Geografis Kota Bandar Lampung .......................................
1. Geografis ....................................................................................
2. Topografi ...................................................................................
C. Kondisi Ekonomi Kota Bandar Lampung .........................................
D. Sejarah Singkat Direktorat Jendral Bea dan Cukai ...........................
E. Sejarah Singkat Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan Kota Bandar Lampung ................................................

44
46
46
48
50
51
53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan ......................................................................
1. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ....................
2. Karakteristik Informan Beradasarkan Tingkat Pendidikan ..........
B. Hasil dan Pembahasan ......................................................................
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan .....................................................
2. Sumberdaya ..................................................................................
3. Karakteristik Agen Pelaksana .....................................................
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana ...................
5. Komunikasi Antar Organisasi ......................................................
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ....................................
C. Kinerja Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya
Pada Kota Bandar Lampung .............................................................

100

VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...........................................................................................
B. Saran .................................................................................................

102
105

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

55
58
58
59
65
71
79
84
85
89

DAFTAR TABEL

Tabel
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Stakeholder Utama Penelitian. .................................................................
Stakeholder Pendukung Penelitian ..........................................................
Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin .................................
Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......................
Lokasi Perdagangan Pakaian Bekas di Bandar Lampung.........................

56
57
58
59
62

ABSTRAK
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR
TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN
MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002
Oleh
Esha Enanda

Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya menurut Surat Keputusan
Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002 pada dasarnya merupakan perubahan
lampiran

I nomor

urut 108 Keputusan

Menteri Perdagangan

Nomor

230/MPP/kep/7/1997. Sebelumnya terdapat ketentuan bahwa pakaian bekas
dilarang untuk diimport hanyalah barang yang tergolong limbah, namun dengan
peraturan baru pakaian bekas import termasuk pada barang yang dilarang tata
niaga importnya dalam bentuk apapun. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan
pertimbangan bahwa pakaian bekas import dianggap merendahkan harkat
martabat bangsa Indonesia, melindungi kepentingan ekonomi nasional dari
pengaruh negatif pasar global, serta upaya untuk mencegah penularan penyakit
berbahaya.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses implementasi
kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea
dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan teori model implementasi kebijakan Van Metter dan Van
Horn.

Esha Enanda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan barang yang diatur
tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung
dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung tidak berjalan. Analisis
implementasi pada penelitian ini didasarkan pada 6 indikator. Pada indikator
pertama, tujuan dianggap tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
sehingga menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak berjalan. Pada
indikator kedua, secara umum memiliki kualitas cukup baik namun kompetensi
implementator kebijakan pada dua instansi masih belum sesuai dengan disiplin
ilmu yang diperlukan sehingga menyebabkan implementasi kebijakan tidak
berjalan. Pada indikator ketiga, implementator kebijakan belum sepenuhnya
mampu mencerminkan karakteristik radikal, keras, dan tegas pada sanksi hukum
sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.
Pada indikator keempat, kebijakan dinilai tidak menyentuh kebutuhan, keinginan,
atau permasalahan yang dihadapi Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan Dinas
perdagangan Kota Bandar Lampung sehingga mempengaruhi sikap/kecendrungan
pelaksana kebijakan di lapangan yang mengakibatkan implementasi kebijakan
tidak berjalan. Pada indikator kelima, koordinasi yang dibangun tidak efektif
dikarenakan tidak adanya komitmen yang kuat sehingga mengakibatkan
implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator keenam, lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik dinilai belum kondusif sehingga mengakibatkan
implementasi kebijakan tidak berjalan.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Barang Yang Diatur Tata Niaga
Importnya

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki wilayah daratan yang
dipisahkan oleh lautan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang terdiri atas lima pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic
state). Sebagai sebuah negara yang memiliki wilayah kedaulatan yang luas,
Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar
bagi setiap warga negaranya dalam usaha mengembangkan diri seperti yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat 1 yang
berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan mendasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Salah satu makna yang terkandung pada Pasal 28C Ayat 1 dalam UndangUUD 1945 menjelaskan pentingnya memenuhi kebutuhan mendasar bagi
warga negara yang secara konstitusional merupakan amanat dari undangundang untuk dilaksanakan dan dikelola sebagai bagian dari tugas pemerintah
dalam rangka mensejahterakan rakyat. Berbagai macam kebutuhan mendasar

2

manusia dalam kajian ilmu ekonomi tersusun secara sistematis berdasarkan
tingkat intensitas dalam pemenuhannya. macam-macam kebutuhan tersebut
diklasifikasikan atas kebutuhan yang bersifat primer, sekunder dan tersier.

Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat primer (pokok) terdiri dari kebutuhan
pangan, sandang dan papan. Kebutuhan pangan mencakup kebutuhan
manusia akan makanan dan minuman yang sehat, kebutuhan sandang
mencakup kebutuhan manusia akan pakaian yang bersih dan layak,
sedangkan kebutuhan papan merupakan kebutuhan manusia akan perumahan
atau tempat tinggal untuk bernaung dan berlindung. kebutuhan-kebutuhan itu
merupakan kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi dan dikelola dengan baik
oleh pemerintah dalam usaha menjamin kelangsungan hidup warga negara
(Skooci.blogspot.com/2013/kebutuhandasar).
Kemampuan pemerintah dalam upaya mencukupi kebutuhan warga negara
terutama kebutuhan dasar/pokok mengalami berbagai kendala dan hambatan
karena beberapa faktor,yaitu: ketidakmampuan untuk mengolah barang
mentah menjadi barang jadi atau barang yang siap dikonsumsi atau
digunakan, meningkatnya jumlah penduduk, keterbatasan sumber daya,
monopoli pasar, dan perbedaan pendapatan (Soemitro,2007:106). Indonesia
memiliki populasi penduduk yang relatif cukup besar sehingga memiliki
kecenderungan menghadapi kendala dan hambatan dalam memenuhi
kebutuhan rakyat. Berdasarkan hasil sensus BKKBN 2014, jumlah penduduk
indonesia mencapai 250 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk
1,49% per tahun. negara ini juga mengalami kesulitan dalam mengelola

3

barang mentah menjadi barang jadi atau siap pakai, hal ini dibuktikan dengan
maraknya aktivitas ekspor-import bahan mentah seperti emas, minyak
mentah, tekstil, dan batubara untuk diolah menjadi barang jadi yang memiliki
nilai ekonomis (Liputan6.com,2011).

Jika mengacu pada data dan fakta seperti disebut di atas sesungguhnya
menggambarkan

ketidakmampuan

pemerintah

dalam

hal

memenuhi

kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. ketidakmampuan ini
merupakan permasalahan yang membutuhkan pemecahan agar kebutuhan
nasional rakyat Indonesia dapat terpenuhi dengan baik. fenomena
ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan yang
merupakan

penjamin

kelangsungan

hidup

manusia

pada

dasarnya

mencerminkan bahwa pemenuhan kebutuhan sandang seperti pakaian dan
kebutuhan papan seperti perumahan juga mengalami situasi dan kondisi yang
serupa.

Berfokus pada kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pakaian
pada dasarnya sangat bergantung pada selera dan gaya hidup masing-masing
individu. Pakaian yang layak saja dianggap tidaklah cukup sebab kualitas
pakaian merupakan bagian dari selera dan gaya hidup manusia modern.
Pakaian berkualitas dengan brand atau merk terkenal tentu dibandrol dengan
harga yang cukup tinggi sedangkan pakaian dengan harga yang terjangkau
tentu memiliki kualitas dibawah pakaian merk terkenal.

4

Ketidakmampuan pemerintah dalam hal pengadaan pakaian berkualitas
dengan harga yang terjangkau pada waktunya dimanfaatkan oleh para
importir untuk memasarkan pakaian bekas dari luar negeri ke wilayah
Indonesia. Oleh karena proses perdagangan pakaian bekas import yang terus
mengalami perkembangan maka Kementerian Perdagangan mengeluarkan
Keputusan Menteri Perdagangan No. 290 Tahun 1997 tentang Barang yang
Diatur Tata Niaga Importnya. keputusan menteri ini pada dasarnya
dikeluarkan dengan tujuan mengatur tata niaga import yang terdiri dari
berbagai macam komoditi seperti, minyak, beras, cengkeh, pakaian dan lainlain. khusus untuk pakaian bekas dinyatakan sebagai limbah dan masih
diperkenakankan aktivitas tata niaga importnya dalam jumlah terbatas dan
dengan syarat ketentuan yang berlaku.

Pada perkembangnya setelah dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan
No. 290 Tahun 1997 usaha para importir dalam memenuhi kebutuhan
sandang dalam negeri dengan cara memasok pakaian bekas import dari
negara-negara lain tanpa disadari menyisakan berbagai macam permasalahan
baru. Permasalahan-permasalahan tersebut berpotensi mematikan industri
tekstil dan garmen dalam negeri karena merusak harga pasar, kurang baik dari
segi kesehatan sebab dikhawatirkan mampu menjadi pintu masuk penyebaran
penyakit dari negara lain ke wilayah Indonesia, dan dianggap merendahkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia dikarenakan mengimport pakaian bekas
bangsa lain. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Pertekstilan
Indonesia, peredaran produk tekstil pada tahun 2014 untuk pasar domestik
menyentuh angka 62 persen dari pasokan produsen lokal, 31 persen dari

5

import resmi, dan 7 persen diduga berasal dari import illegal. Jika
dikalkulasikan maka nilai pakaian bekas import illegal mencapai US$ 5,62
miliar atau sekitar Rp 71,6 triliun, hal ini mengindikasikan terganggunya
industri tekstil dan garmen dalam negeri sebagai akibat dari import pakaian
bekas. kemudian jika ditinjau dari segi kesehatan berdasarkan hasil uji
laboratorium yang dilakukan oleh Dirjen Standarisasi dan Perlindungan
Konsumen pada 25 sampel pakaian bekas diketahui bahwa pakaian bekas
mengandung 216 Ribu koloni bakteri mikroba yang dapat mengakibatkan
penyakit kulit, diare dan penyakit saluran kelamin

Berpijak pada permasalahan-permasalahan yang muncul akibat aktivitas
perdagangan pakaian bekas import maka pemerintah dalam hal ini
Kementrian Perdagangan pada akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan
Menteri Perdagangan No. 642 Tahun 2002. Dalam surat keputusan tersebut
berisi tentang barang yang diatur tata niaga importnya, pada pasal 1
menyatakan bahwa: Pengubahan lampiran I nomor urut 108 Keputusan
Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997 yang semula memiliki
ketentuan bahwa gombal/pakaian bekas yang diimport tergolong limbah,
dinyatakan tidak berlaku lagi dan setelah ditetapkan keputusan ini, maka
gombal/pakaian bekas yang diimport termasuk pada barang yang dilarang tata
niaga importnya.

Langkah tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan
perdagangan

barang

import

global

seperti

pakaian

import

yang

didistribusikan oleh importir di dalam negeri telah banyak dilakukan secara

6

menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga
menimbulkan berbagai kerugian dan menganggu terhadap industri tertentu
lainnya. Untuk itu dalam rangka keterlindungan kepentingan pembangunan
ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, peningkatan taraf hidup
petani-produsen, sekaligus guna mendorong terciptanya kondisi perdagangan
dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif, perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan penataan tertib impor dengan
menyempurnakan kembali ketentuan-ketentuan di bidang impor agar menjadi
lebih transparan, efektif dan efisien serta berkesinambungan.

Namun setelah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 642
Tahun 2002 aktivitas perdagangan pakaian bekas import khususnya pada kota
Bandar Lampung tetap saja masih marak ditemukan hingga saat ini.
Fenomena ini tentu menggambarkan bahwa instansi atau lembaga terkait
seperti Direktorat Jendral Bea dan Cukai wilayah Bandar Lampung dan Dinas
Perdagangan Kota Bandar Lampung perlu untuk dilakukan pengamatan
terkait proses implementasi barang yang diatur tata niaga importnya.
Berdasarkan hasil riset yang peneliti lakukan pada aktivitas perdagangan
pakaian bekas import di Kota Bandar Lampung, maka peneliti berhasil
mendapatkan data harga pakaian bekas import yang ditawarkan pada
masyarakat/konsumen sangat terjangkau bahkan berada pada kisaran
Rp.20.000 s/d 40.000 untuk pakaian berbentuk baju, kaos, atau pun kemeja
dan Rp.40.000 s/d 80.000 untuk pakaian berbentuk celana seperti jeans,
ataupun celana dengan bahan cotton. sedangkan untuk lokasi penjualan
pakaian bekas yang tersebar pada sejumlah titik di pusat Kota Bandar

7

Lampung, antara lain : pada bilangan Jalan Kayu Manis, Way Halim, terdapat
11 tempat yang menjual pakaian bekas import bahkan kawasan ini dapat
dikategorikan sebagai sentra penjualan pakaian bekas jika dilihat dari
kuantitas dalam aktivitas perdagangannya. pada bilangan Jalan Ratu Dibalau,
Way Kandis, terdapat 2 tempat yang menjual pakaian bekas. kemudian pada
bilangan Jalan Pulau Damar, Sukarame, terdapat 1 tempat yang melakukan
penjualan pakaian bekas dengan nama Black Label. selanjutnya pada bilangan
Jalan Imam Bonjol, Tanjung Karang Barat, dan pada Jalan Urip Sumoharjo,
Gunung Sulah, terdapat masing-masing 3 tempat dan 2 tempat yang juga
melakukan aktivitas penjualan pakaian bekas import seperti pada lokasilokasi lainnya di seputaran Kota Bandar Lampung.

Sejalan dengan itu semua fenomena ini tentu menggambarkan bahwa instansi
atau lembaga terkait seperti Direktorat Jendral Bea dan Cukai wilayah Bandar
Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung perlu untuk
dilakukan pengamatan terkait proses implementasi barang yang diatur tata
niaga importnya sebab hingga saat ini perdagangan pakaian bekas import
masih marak. Implementasi kebijakan diperlukan guna memastikan bahwa
lembaga atau instansi terkait telah menjalankan tugas pokok dan fungsi
sebagai implementator kebijakan dengan sesuai. sebab secara keilmuan
Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat, dalam hal ini hanya
pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan
tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh

8

pemerintah yang merupakan bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada
masyarakat.

Dalam mengamati proses implementasi suatu kebijakan digunakan aspek
implementasi kebijakan untuk menganalisisnya, dalam penelitian ini yang
akan dianalisis adalah kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya,
yaitu pakaian bekas import. Aspek implementasi kebijakan tersebut
menitikberatkan pada analisis yang berusaha mencari atau menemukan
jawaban tentang bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, apa faktorfaktor yang mempengaruhinya dan bagaimana kinerja dari kebijakan tersebut.
Aspek ini merupakan proses lanjutan dari tahap formulasi kebijakan. Pada
tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan-tujuan kebijakan sedangkan
pada tahap implementasi kebijakan, tindakan (action) diselenggarakan dalam
mencapai tujuan. Menurut Bressman dan Wildansky dalam Leo Agustino
(2008: 189) implementasi adalah suatu proses interaksi antara suatu
perangkat tujuan dan tindakan yang mampu mencapai tujuan. Dalam
mengkaji implementasi kebijakan, para ahli kebijakan publik banyak
menggunakan model implementasi yang salah satunya adalah model Van
Metter dan Van Horn. Model tersebut menyajikan enam komponen kelayakan
yaitu: tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana,
sikap/kecenderungan pelaksana, komunikasi antar organisasi aktivitas
pelaksana dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang dilibatkan.

Model ini menggambarkan semua variabel yang berpengaruh dalam
pencapaian tujuan dan hasil kebijakan. mengingat pentingnya implementasi

9

atau pelaksanaan suatu kebijakan, maka tahap implementasi terhadap suatu
kebijakan dalam pemerintahan menjadi faktor penentu dalam menilai sukses
atau gagalnya kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh
pemerintah. Oleh karena itu akan diamati oleh peneliti dari aspek
implementasi atau pelaksanaan suatu kebijakan.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka peneliti memandang perlu
mengkaji lebih lanjut berbagai masalah dalam kebijakan barang yang diatur
tata niaga importnya pada Kota Bandar Lampung dalam tahap pelaksanaaan
atau implementasinya sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
pada lembaga dan instansi terkait seperti pada Direktorat Jendral Bea Dan
Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung
mengenai “Analisis Implementasi Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga
Importnya Menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 642 Tahun
2002”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses implementasi kebijakan
barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan
Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung?

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah untuk mengetahui proses implementasi kebijakan barang yang diatur
tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah
Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaaan Penelitian

1.

Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
informasi, dan menjadi bahan referensi dalam ilmu pemerintahan serta
menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang kajian
kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat
Jendral Bea Dan Cukai Wilayah Lampung dan pada Dinas Perdagangan
Kota Bandar Lampung dalam proses implementasi kebijakan tersebut.

2.

Secara Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
Direktorat Jendral Bea Dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas
Perdagangan Kota Bandar Lampung agar ke depannya dapat lebih baik
dalam mengimplementasikan kebijakan dan lebih memperhatikan arus
keluar-masuk tata niaga import di Indonesia khususnya wilayah
Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan

Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan
bahwa:
Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik
oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang
seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau
dirumuskan.

Pemahaman

tersebut

mencakup

usaha

untuk

mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat
atau kejadian-kejadian.

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2008: 196) menjelaskan
bahwa:
Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau
keputusan
badan
peradilan.
Lazimnya,
keputusan
tersebut
mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

12

Berdasarkan rumusan implementasi kebijakan sebagaimana dikemukakan
diatas, maka implementasi kebijakan dapat dimaknai sebagai pelaksanaan
kegiatan/aktifitas mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan
sehingga dari kegiatan/aktifitas yang telah dilaksanakan tersebut dapat
memberikan dampak/akibat bagi masyarakat dan dapat memberikan
kontribusi dalam menanggulangi masalah yang menjadi sasaran program.

Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2008: 196) mengatakan bahwa:
Implementasi kebijakan sebagai tahap penyelenggaraan kebijakan segera
setelah ditetapkan menjadi undang-undang. Dalam pandangan luas
implementasi kebijakan diartikan sebagai pengadministrasian undangundang kedalam berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik-teknik
yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dan dampak
yang ingin diupayakan oleh kebijakan tersebut.

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
keseluruhan strukur kebijakan karena melalui prosedur ini proses kebijakan
secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya
pencapaian tujuan.

Menurut Bressman dan Wildansky dalam Agustino (2008: 198) menyatakan
bahwa:
Implementas kebijakan adalah suatu proses interaksi antara suatu
perangkat tujuan dan tindakan yang mampu mencapai tujuan.
Implementasi kebijakan merupakan proses lanjutan dari tahap formulasi
kebijakan. Pada tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan-tujuan
kebijakan sedangkan pada tahap implementasi kebijakan, tindakan (action)
diselenggarakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

13

B. Model Implementasi Kebijakan

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan
tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan,
yaitu: pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan top down misalnya
dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan
studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari terdapat perbedaanperbedaan sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya
dua pendekatan ini bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam
mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Inti dari
kedua pendekatan ini adalah sejauhmana tindakan para pelaksana
(administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah
digariskan oleh para pembuat kebijakan.
1.

Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn
Model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Metter dan
Van Horn menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan merupakan
sebuah abstraksi atau performansi yang pada dasarnya secara sengaja
dilakukan untuk meraih kinerja implementasi dan dipengaruhi oleh enam
variabel, yaitu: ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik
agen pelaksana, sikap dan kecenderungan para pelaksana, komunikasi
antarorganisasi dan lingkungan sosial, ekonomi juga politik.

2.

Model Implementasi Kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul
Sabatier
Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Mazmanian dan
Sabatier disebut dengan A Framework for Policy Implementation

14

Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi
kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan
variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal
pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:
a.

Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukarankesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan
ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

b.

Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat

c.

Faktor-faktor

di

luar

undang-undang

yang

mempengaruhi

implementasi

3.

Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Model implementasi kebijakan dengan menggunakan pendekatan top
down, dalam menganalisa implementasi kebijakan model ini berfokus
pada empat variabel yang dianggap menentukan proses implementasi
kebijakan, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi,dan struktur
birokrasi.

4.

Model Implementasi Kebijakan Eguene Bardach
Model implementasi kebijakan yang dikemukakan Eguene Bardach
dalam melakukan analisa lebih menekankan pada tawar menawar,
persuasi, dan manuver oleh kelompok-kelompok kepentingan guna
memaksimalkan
implementasi.

pengaruh

mereka

dalam

hal

pelaksanaan

atau

15

5.

Model Implementasi Kebijakan Christopher Hood
Model impelementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Christopher Hood
dalam bukunya Limit To Administration menjelaskan bahwa sekurangkurangnya terdapat lima syarat agar implementasi kebijakan dapat
berlangsung sempurna, yaitu: implementasi adalah produk dari organisasi
yang padu seperti militer dengan garis komando yang jelas, norma-norma
ditegakkan dan tujuan ditentukan dengan jelas, orang-orangnya
dipastikan dapat melaksanakan apa yang diminta, harus ada komunikasi
yang sempurna di dalam dan antar organisasi, tidak ada tekanan waktu.

6.

Model Implementasi Kebijakan Brian W. Hogwood dan Lewis A.
Gunn
Model implementasi ini sangat menekankan pentingnya pendekatan TopDown dalam proses implementasi, bagi mereka pendekatan Bottom-Up
cenderung mendekati permasalahan kasus per kasus dianggap tidak
menarik apalagi para pembuat kebijakan adalah orang-orang yang telah
dipilih secara demokratis. Model implementasi kebijakan ini memberikan
proposisi-proposisi untuk mencapai implementasi yang sempurna,
sebagai berikut: situasi diluar badan/organisasi tidak menimbulkan
kendala besar bagi proses implementasi, tersedia cukup waktu dan cukup
sumberdaya untuk melaksanakan program, tidak ada kendala dalam
menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan termasuk sumberdaya yang
dibutuhkan dalam setiap tahapan implementasi, kebijakan yang
diimplementasikan didasarkan pada teori sebab akibat yang valid,
hubungan sebab akibat tersebut setidaknya ada hubungan antara

16

(intervening links), diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak
tergantung pada lembaga lainnya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 142) menyatakan
bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
1.

Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya
jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis
dengan budaya sosial yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika
ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan
pada level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik pada
level yang dikatakan berhasil.

2.

Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi.

3.

Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam implementasi kebijakan
publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan
akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya. Selain itu cakupan atau luas wilayah

17

implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan manakala hendak
menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi
kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4.

Sikap/ Kecendrungan (disposition) para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi

keberhasilan

atau

tidaknya

kinerja

implementasi

kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
5.

Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula
sebaliknya.

6.

Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang juga perlu diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Karena
itu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif juga perlu
diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan.

18

Standar dan
Tujuan

Kebijakan
Publik

Aktivitas
implementasi
dan komunikasi
angat organisasi

Karakteristik
dari agen
palaksana
implentor

Sumber
Daya

Kecenderungan
(disposition) dari
pelaksana
implementor

Kinerja
Kebijakan
Publik

Kondisi
ekonimi, sosial
dan politik

Gambar 1. Model Pendekatan Van Metter Dan Van Horn

Menurut

Grindle

dalam

Agustino

(2008:192)

menyatakan

bahwa

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel besar yaitu:
1. Isi Kebijakan (content of policy)
Variabel isi kebijakan mencakup sejauh mana kepentingan kelompok
sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, Jenis manfaat
yang diterima oleh target group, Sejauh mana perubahan yang diinginkan
dari suatu kebijakan, Apakah letak dari sebuah program sudah tepat,
Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan impelmentatornya dengan
rinci dan Apakah sebuah program di dukung oleh sumber daya manusia.
2. Lingkungan Implementasi (conteks of policy)
Variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan,
kepentingan, strategi yang dimiliki para aktor yang terlibat dalam
implementasi kebijakan, Karakteristik institusi dan rejim yang sedang
berkuasa dan Tingkat kepatuhan dan responsivitas sasaran.

19

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sebastier dalam Agustino, (2008: 196)
terdapat tiga kelompok variabel yang berpengaruh terhadap implementasi
suatu kebijakan yaitu:
1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problem)
Kelompok variabel karakteristik masalah mencakup: a) Tingkat kesulitan
teknis dari masalah yang bersangkutan; b) Tingkat kemajemukan dari
kelompok sasaran; c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi;
dan d).Cakupan perubahan perilaku yang diinginkan.
2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure
implementation)
Kelompok variabel karakteristik kebijakan/ undang-undang mencakup:
a) Kejelasan isi kebijakan; b) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki
dukungan teoritis; c) Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap
kebijakan tersebut; d) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan
antar berbagai institusi pelasana; e) Kejelasan dan konsistensi aturan yang
ada pada badan pelaksana; f) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan
kebijakan; dan g) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk
berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup a) Kondisi sosial
ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi; b) Dukungan publik
terhadap sebuah kebijakan; c) Sikap dari kelompok pemilih; dan
d) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementator.

20

D. Penilaian Kinerja Implementasi Kebijakan Publik

1. Kerangka Pengukuran Kinerja
Oxford

english

dictionary

mendefinisikan

kinerja

sebagai:

“The

accomplishment, execution, carrying out, working out of anything ardered
or undertaken”, dari definisi tersebut kinerja dapat diartikan sebagai
keberhasilan suatu tindakan, tugas atau operasi yang dilakukan oleh orang,
kelompok orang atau organisasi (Purwanto,2012: 99). Kinerja dengan
demikian dapat merujuk keluaran (output), hasil (outcome) atau
pencapaian (accomplishment). Jika dikaitkan dengan kebijakan, kinerja
suatu kebijakan dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat
pencapaian implementasi dalam mewujudkan sasaran dan tujuan suatu
kebijakan. Baik itu berupa keluaran kebijakan (policy output), maupun
hasil kebijakan (policy outcome).
Dalam menentukan tinggi-rendahnya kinerja implementasi suatu kebijakan
maka penilaian terhadap kinerja (performance measurement) merupakan
suatu yang penting. Penilaian terhadap kinerja adalah penerapan metode
yang dipakai oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan pokok dalam studi
implementasi, yaitu: (1) apa isi dan tujuan dari suatu kebijakan: (2) apa
tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan teresbut: dan
(3) apakah setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan implementasi yang
dijalankan tadi mampu mewujudkan tujuan kebijakan atau tidak.

21

2. Indikator Pengukuran Kinerja
Untuk dapat membuat justifikasi apakah suatu kebijakan gagal atau
berhasil maka seorang peneliti perlu melakukan penilaian terhadap kinerja
kebijakan tersebut. Alat bantu yang dapat dipakai oleh seorang peneliti
untuk dapat menilai baik atau buruknya kinerja implementasi suatu
kebijakan disebut sebagai indikator.

Dalam kebijakan publik, indikator merupakan instrumen penting untuk
mengevaluasi kinerja suatu kebijakan. Dengan adanya indikator maka
peneliti dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu
kebijakan, program atau proyek. Sebagai alat ukur, indikator dapat bersifat
kualitatif (naratif) maupun kuantitatif (angka). Angka atau deskripsi
tersebut sangat berguna dalam menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Indikator yang baik
akan membantu peneliti mengenali kondisi yang akan muncul ketika
tujuan suatu kebijakan dapat diwujudkan.

Ciri-ciri indikator yang baik dalam teori kebijakan publik sebagaimana
dijelaskan Purwanto (2012: 104) antara lain:
a. Memiliki relevansi dengan kebijakan atau program yang akan
dievaluasi.

Hal

ini

sangat

jelas,

indikator

yang baik

mesti

mencerminkan realitas kebijakan dan program.
b. Memadai, dalam arti jumlah indikator yang digunakan memiliki
kemampuan menggambarkan secara lengkap kondisi tercapainya tujuan
suatu kebijakan.

22

c. Data yang diperlukan mudah diperoleh dilapangan sehingga tidak akan
menyulitkan evaluator.
d. Indikator yang disusun idealnya bersifat general dan representatif serta
dapat dibandingkan dengan kebijakan yang sama ditempat lain.

3. Indikator keluaran Kebijakan
Sebagaimana telah disebutkan dalam kerangka logis pengukuran kinerja
implementasi suatu kebijakan didepan, indikator utama untuk mengukur
kinerja dibedakan menjadi dua,yaitu: indikator output dan indikator
outcome. Indikator output digunakan untuk mengetahui konsekuensi
langsung yang dirasakan oleh kelompok sasaran sebagai akibat