32
C. Kerangka Pikir
Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian:
Gambar 5. Kerangka pikir
Permasalahan
Adanya cagar budaya di Yogyakarta yang mengalami kerusakan dan kemusnahan
Pengetahuan masyarakat akan cagar budaya masih rendah Keterbatasan informasi cagar budaya membuat siswa kesulitan
dalam mengakses informasi dan mencari lokasi cagar budaya tersebut.
Belum terdapat media informasi yang efektif untuk penyebaran informasi cagar budaya kepada masyarakat.
Solusi :
Aplikasi Historia sebagai media informasi dan pemetaan cagar budaya di
Yogyakarta
Pengembangan :
Analisis - Desain - Implementasi - Pengujian
Pengujian :
Functionality Usability
Effectivity Reliability
Maintainability Portability
Kesimpulan
33 Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi cagar budaya sebanyak 365
buah yang tersebar di 78 kecamatan. Banyaknya jumlah cagar budaya tersebut
tidak diimbangi dengan perlindungan terhadap cagar budaya di Yogyakarta, sehingga tidak sedikit cagar budaya yang mengalami kerusakan dan
kemusnahan. Undang-undang tentang cagar budaya sudah ada, namun
implementasi peraturan tersebut masih jauh dari harapan, hal ini dikarenakan
pengetahuan masyarakat akan cagar budaya masih rendah. Dalam kaitannya
dengan pendidikan, cagar budaya dipelajari pada mata pelajaran sejarah. Pentingnya belajar sejarah bagi siswa adalah untuk mengetahui warisan sejarah
melalui produk hasil sejarah, hal ini dikarenakan sejarah mampu mengembangkan sifat dan karakteristik generasi muda bangsa. Salah satu cara
untuk mempelajari sejarah adalah dengan mengunjungi lokasi cagar budaya, namun keterbatasan informasi cagar budaya membuat siswa kesulitan dalam
mengakses informasi dan mencari lokasi cagar budaya tersebut. Sampai saat ini belum terdapat media informasi yang efektif untuk penyebaran informasi cagar
budaya kepada masyarakat Hal ini tidak sebanding dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 88,1 juta pengguna dengan tingkat
penetrasi sebesar 34,9, namun ketersediaan informasi masih kurang. Aplikasi
Historia berbasis website digunakan sebagai penyebaran informasi cagar budaya kepada masyarakat dan pemetaan cagar budaya di Yogyakarta.
Aplikasi ini memberikan informasi cagar budaya meliputi lokasi, deksripsi, alamat, memilih berdasarkan kategori dan panduan jalur menuju lokasi. Aplikasi ini
diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mempelajari cagar budaya yang
34 interaktif, menarik, dan menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat akan cagar budaya. Pengembangan aplikasi
Historia dilakukan dengan model waterfall. Tahapan pengembangan aplikasi dimulai dari analisis kebutuhan, desain sistem,
pengodean hingga pengujian. Selanjutnya agar kualitas perangkat lunak yang dihasilkan berkualitas tinggi maka dibutuhkan serangkaian pengujian untuk
meminimalisasi kesalahan baik secara teknis maupun kesalahan non teknis sebelum digunakan oleh pengguna. Aplikasi
Historia diuji dengan menggunakan standar ISO 9126. ISO 9126 memiliki 6 aspek pengujian, yakni
functionality, reliability, usability, efficiency, maintainability, dan portability. Hasil pengujian
tersebut kemudian dijadikan dalam pengambilan kesimpulan terhadap kualitas aplikasi
Historia yang telah dikembangkan.
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dari pengembangan aplikasi Historia sebagai media
informasi dan pemetaan cagar budaya di Yogyakarta sebagai berikut : 1. Apakah aplikasi Historia sebagai media informasi dan pemetaan cagar
budaya di Yogyakarta memenuhi aspek functionality?
2. Apakah aplikasi Historia sebagai media informasi dan pemetaan cagar budaya di Yogyakarta memenuhi aspek
efficiency? 3. Apakah aplikasi Historia sebagai media informasi dan pemetaan cagar
budaya di Yogyakarta memenuhi aspek usability?
4. Apakah aplikasi Historia sebagai media informasi dan pemetaan cagar budaya di Yogyakarta memenuhi aspek
reliability?