EFEK FORTIFIKASI MINYAK IKAN TERHADAP KADAR OMEGA 3 DAN SIFAT SENSORI ROTI TAWAR SELAMA PENYIMPANAN

(1)

EFEK FORTIFIKASI MINYAK IKAN TERHADAP KADAR OMEGA 3 DAN SIFAT SENSORI ROTI TAWAR SELAMA PENYIMPANAN

Oleh

NEVY RIKAFILANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEK FORTIFIKASI MINYAK IKAN TERHADAP KADAR OMEGA 3 DAN SIFAT SENSORI ROTI TAWAR SELAMA PENYIMPANAN

Oleh

Nevy Rikafilanti

Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang tidak banyak mengandung gula dan merupakan jenis roti yang banyak dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Roti tawar memiliki kadar karbohidrat yang tinggi namun hanya mengandung sedikit kadar asam lemak omega 3. Untuk meningkatkan kadar asam lemak omega 3 yang penting bagi tubuh pada roti tawar diperlukan adanya fortifikasi. Sumber utama asam lemak omega 3 adalah minyak ikan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar agar dihasilkan roti tawar dengan kadar omega 3 yang tinggi dan sifat sensori yang baik. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah minyak ikan yang ditambahkan 0%, 1%, dan 2% dan faktor kedua adalah lama penyimpanan roti tawar 0 hari, 1 hari, 2 hari, dan 3 hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Bartlett untuk menguji homogenitas. Uji Tuckey digunakan untuk menganalisis additivitas, Data kemudian dianalisis dengan menggunakan


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa roti tawar yang diperoleh dari perlakuan penambahan minyak ikan 1% dengan lama penyimpanan 0 hari sebagai perlakuan terbaik dengan kadar asam lemak omega 3 sebesar 1,266%, aroma 4,43 (agak amis), tekstur 4,233 (lembut), rasa 4,02 (agak terasa minyak ikan), dan penilaian keseluruhan sebesar 3,95 (suka).


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Roti dan Komposisi Roti ... 7

2.2. Bahan Baku Roti ... 8

2.2.1. Tepung Terigu ... 8

2.2.2. Garam Dapur ... 9

2.2.3. Gula ... 9

2.2.4. Ragi Roti ... 10

2.2.5. Shortening ... 11

2.2.6. Susu ... 11

2.3. Proses Pembuatan Roti ... 12

2.4. Minyak Ikan ... 14

2.5. Asam Lemak Omega 3 ... 15

2.6. Oksidasi Asam Lemak ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 18

3.2. Alat dan Bahan ... 18

3.3. Metode Penelitian ... 19

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 19


(7)

3.5.2. Uji Organoleptik ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Aroma ... 26

4.2. Tekstur ... 29

4.3. Rasa ... 32

4.4. Penilaian Keseluruhan ... 34

4.5. Kadar Omega 3 ... 36

4.6. Penentuan Nilai Terbaik ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Roti merupakan produk pangan hasil fermentasi tepung dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang kemudian dipanggang untuk mematangkannya Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang tidak banyak ditambah gula dan merupakan jenis roti yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Roti tawar yang tersedia di pasaran ada yang terbuat dari tepung terigu (roti tawar putih) dan dari tepung gandum utuh (roti tawar gandum). Kedua jenis roti tawar di atas memberikan asupan energi yang cukup tinggi bagi tubuh karena banyaknya karbohidrat yang tersedia di dalamnya. Gaman dan Sherington (1992) menyatakan bahwa karbohidrat yang ada pada roti tawar yaitu sekitar 50 gram dari 100 gram berat bahan. Namun sejauh ini roti tawar putih hanya

digunakan sebagai sumber karbohidrat saja, sedangkan zat gizi lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, misalnya kadar lemak yang jumlahnya hanya sekitar 1,5 gram dari 100 gram berat bahan. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya fortifikasi pada roti tawar agar nilai gizi lain pada roti tawar meningkat, seperti asam lemak omega 3 yang bisa didapatkan dari minyak ikan.


(9)

Minyak ikan sampai saat ini merupakan salah satu sumber utama asam lemak omega 3 terutama EPA dan DHA yang penting bagi kesehatan. Asam lemak jenis ini merupakan asam lemak yang penting bagi otak, retina, dan kemampuan

kognitif. Asam lemak jenis ini juga dapat memperbaiki toleransi terhadap glukosa dan menurunkan resistensi insulin. Sebagian besar penggunaan omega 3 pada produk pangan digunakan dalam bentuk mikrokapsul. Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan walaupun tidak dihasilkan oleh ikan. Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan. Asam lemak omega 3 dapat dihasilkan dari minyak ikan dan dari tanaman/biji-bijian, terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat. Penambahan asam lemak omega 3 pada roti tawar diharapkan dapat meningkatkan sifat fungsional roti tawar yang dapat menjadikan roti tawar memiliki nilai tambah dalam hal peningkatan pemenuhan kebutuhan nutrisi, khususnya peningkatan asam lemak bagi konsumen roti tawar tersebut.

Namun masalahnya adalah asam lemak omega 3 memiliki sifat yang sensitif terhadap oksigen yang dapat menyebabkan oksidasi asam lemak (ketengikan). Oksidasi asam lemak dapat menyebabkan perubahan organoleptik pada roti, terutama pada aromanya. Asam lemak yang teroksidasi biasanya akan

menyebabkan penyimpangan aroma pada suatu produk pangan yaitu terbentuknya aroma tengik pada bahan pangan. Penyimpangan sensori produk pangan yang ditambahkan minyak ikan yang mengandung asam lemak juga akan

mempengaruhi masa simpan dari produk tersebut. Penambahan sejumlah minyak ikan ke dalam produk roti tawar juga akan menyebabkan adanya bau amis pada


(10)

3

produk tersebut. Akan tetapi penelitian efek penambahan minyak ikan yang mengadung asam lemak omega 3 terhadap mutu dan lama penyimpanan roti tawar belum dilakukan. Oleh sebab itu perlu adanya penelitian yang membahas tentang efek penambahan minyak ikan terhadap kadar omega 3 selama penyimpanan dan sifat sensori roti tawar yang difortifikasi dengan minyak ikan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jumlah minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar yang tepat agar dihasilkan roti tawar dengan kadar omega 3 yang tinggi dan sifat sensori yang baik.

1.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004), roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain yang kemudian dipanggang. Wahyudi (2003) menyatakan bahwa roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang adonannya mengunakan sedikit/tanpa gula, susu dan lemak. Lebih lanjut Mukhibin (2012) menjelaskan bahwa roti

merupakan produk pangan yang mudah rusak, disebabkan oleh adanya kapang yang mampu tumbuh pada keadaan Aw rendah. Umur simpan roti rata-rata adalah berkisar antara 2-3 hari (tanpa pengawet). Gaman dan Sherington (1992) menyatakan bahwa roti tawar mengandung 8 g protein, 50 g karbohidrat, 39 g air, 1,5 g vitamin dan mineral, serta lemak yang juga hanya berkisar 1,5 g dari 100 g bahan.


(11)

Penambahan minyak ikan akan dapat meningkatan kadar asam lemak omega 3 pada produk pangan. Kolanowsky (2005) menyatakan bahwa pengayaan produk pangan dengan menambahkan minyak ikan ke dalamnya dapat meningkatkan total omega 3 pada produk tersebut. Elisabeth (2008) menjelaskan bahwa jumlah omega 3 yang ditambahkan umumnya adalah 2%, yang merupakan total jumlah ALA, EPA, dan DHA. Minyak ikan memiliki aroma yang amis sehingga apabila ditambahkan sebagai fortifikan ke dalam suatu makanan akan dapat menyebabkan aroma makanan tersebut menjadi lebih amis.

Penelitian tentang penambahan omega 3 sudah dilakukan pada beberapa produk pangan berupa cookies, keju dan yoghurt. Hasil penelitian Lukito dan Arges (2009) menunjukkan bahwa penerimaan cookies yang difortifikasi dengan 10 gram minyak ikan menghasilkan cookies yang paling baik secara sensori dibandingkan perlakuan lainnya yaitu perlakuan penambahan minyak ikan

sebanyak 20 gram dan 30 gram. Ye dan Cui (2009) melaporkan keju olahan yang difortifikasi dengan asam lemak omega 3 menghasilkan keju yang lebih baik kandungan gizinya tetapi aromanya mengalami penyimpangan, yaitu memiliki bau yang amis sedangkan pada teksturnya tidak ada perubahan selama

penyimpanan. Penelitian tentang keju olahan yang difortifikasi dengan asam lemak omega 3 yang dilakukan oleh Ye dan Cui (2009) menunjukkan bahwa penambahan minyak ikan dalam jumlah yang tidak tepat akan mempengaruhi sifat sensori, sedangkan Lukito dan Arges (2009) melaporkan bahwa cookies yang ditambahkan 10 gram asam lemak omega 3 menghasilkan cookies yang berbeda nyata dengan cookies control (tanpa penambahan asam lemak omega 3).


(12)

5

Penambahan asam lemak omega 3 ke dalam roti tawar memungkinkan adanya penyimpangan sifat organoleptik roti tawar selama penyimpanan. Menurut Kusuma (2008), pada roti manis yang ditambahkan mentega bila disimpan terlalu lama akan dapat menimbulkan penyimpangan aroma, yaitu bau tengik.

Sedangkan Dunford (2005) menemukan bahwa penambahan sejumlah lemak ataupun minyak pada produk roti dapat menyebabkan rentannya produk tersebut terhadap oksidasi yang memperburuk sifat sensori, meningkatkan risiko

ketengikan, dan mengurangi masa simpan produk roti tersebut. Ketengikan terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat oksidasi menjadi hidrokarbon, aldehid, dan keton. Selanjutnya produk-produk ini akan

menyebabkan aroma yang kurang sedap (menjadi tengik). Asam lemak omega 3 merupakan asam lemak tak jenuh ganda yang dapat dengan mudah teroksidasi selama penyimpanan pada suhu ruang. Oksidasi ini selain dapat mempengaruhi sifat sensori suatu produk juga dapat mempengaruhi kadar asam lemak omega 3 pada suatu produk (Swastawati, 2004).

Penambahan asam lemak omega 3 kemungkinan dapat menyebabkan adanya perubahan aroma pada makanan, misalnya bau amis. Penambahan asam lemak omega 3 juga memungkinkan adanya oksidasi pada makanan tersebut yang menghasilkan perubahan bau pada makanan tersebut selama penyimpanan. Sehingga perlu adanya penelitian tentang jumlah penambahan asam lemak omega 3 yang tepat sehingga dihasilkan roti tawar yang memiliki nilai gizi lebih baik dan sifat sensori yang baik.


(13)

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Jumlah minyak ikan yang ditambahkan pada roti tawar berpengaruh terhadap kadar asam lemak omega 3 dan sifat sensori roti tawar.

2. Lama penyimpanan roti tawar berpengaruh terhadap kadar asam lemak omega 3 dan sifat sensori roti tawar.

3. Terdapat interaksi antara jumlah penambahan minyak ikan dan lama

penyimpanan roti tawar yang berpengaruh terhadap kadar omega 3 dan sifat sensori roti tawar.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Roti dan Komposisi Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengadonan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven. Dilihat dari cara pengolahan akhirnya, roti dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao adalah contoh roti yang dikukus. Donat merupakan contoh roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, dan baquette adalah roti yang dipanggang. Bahan-bahan pembuat roti antara lain tepung terigu, air, garam dapur, gula, ragi roti, mentega, susu dan telur. Bahan- bahan pembuat roti

tersebut memenuhi nutrisi pangan yang dibutuhkan oleh tubuh kita (Sufi, 1999). Komposisi roti tawar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia roti tawar dalam 100 gram bahan.

Komposisi Jumlah

Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Air (g)

Vitamin dan mineral (g)

8,0 50,0 1,5 39,0 1,5 Sumber : Gaman dan Sherington (1992)


(15)

Persyaratan mutu roti tawar berdasarkan pada SNI No. 01-3840-1995 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu roti tawar.

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Kenampakan - Normal, tidak berjamur

Bau - Normal

Rasa - Normal

Kadar Air % b/b Maksimal 40

Kadar Abu % b/b Maksimal 1

Kadar NaCl % b/b Maksimal 2,5

Serangga - Tidak boleh ada

Sumber : SNI (1995)

2.2 Bahan Baku Roti

2.2.1 Tepung Terigu

Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan havermouth. Pada tepung terigu terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999). Widyaningsih dan Murtini (2006) menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung glutein 8 – 12%. Glutein adalah protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur roti yang dihasilkan. Komposisi lemak dalam 100 gram tepung terigu adalah sebesar 1,3 gram (Departemen Kesehatan RI, 1996).


(16)

9

2.2.2 Garam Dapur

Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam NaCl atau gula pada konsentrasi tinggi, dapat mencegah kerusakan bahan pangan. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2 - 5% yang dikombinasikan pada suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik. Pada pembuatan roti, garam memiliki fungsi penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, serta pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi. Lebih lanjut Yayath (2009) menjelaskan bahwa garam juga memiliki astringent effect, yakni memperkecil pori-pori roti. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian garam lebih rendah dari 1,5% akan memberi rasa hambar, sedangkan pemakaian lebih dari 2% akan menghambat laju fermentasi.

2.2.3 Gula

Gula adalah salah satu produk hasil perkebunan dari tebu yang banyak dikembangkan. Mudjajanto dan Yulianti (2004) menjelaskan bahwa fungsi penambahan gula dalam suatu produk pangan antara lain yaitu untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan untuk memperoleh tekstur tertentu. Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti. Akan tetapi gula lebih banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Buckle et al., 1987). Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti,


(17)

menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Yayath (2009) menjelaskan bahwa gula dalam pembuatan roti berfungsi sebagai sumber energi bagi ragi. Residu gula yang tidak habis dalam proses fermentasi akan memberikan rasa manis dan warna kecoklatan (golden brown) pada roti. Gula juga berperan pada proses pewarnaan kulit (karamelisasi gula) pada pembakaran di oven. Pemakaian gula lebih dari 8% pada roti tawar akan memberikan sifat empuk yang berlebihan sehingga bentuk roti tidak tegar, sedangkan pada roti manis sifat empuk terjadi pada kadar gula 15% ke atas. Peningkatan jumlah gula dalam adonan harus diimbangi dengan penambahan jumlah ragi agar proses fermentasi tidak terganggu.

2.2.4 Ragi Roti

Dalam pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang. Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi diantaranya adalah adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air, oksigen cukup tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).


(18)

11

2.2.5 Shortening

Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Bahan ini diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenase. Shortening memiliki kadar lemak mencapai 99%. Mentega putih ini banyak digunakan dalam bahan pangan terutama dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa, tekstur, keempukan, dan memperbesar volume roti atau kue (Winarno, 1997). Shortening berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti, memperbaiki sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat mencegah air masuk ke dalam bahan sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2.2.6 Susu

Susu dalam pembuatan roti berfungsi untuk meningkatkan kualitas dalam adonan. Susu juga memberikan kontribusi terhadap nilai gizi, membantu pengembangan adonan, membantu proses pembentukan krim dan memperbaiki tekstur roti. Selain itu juga susu memperbaiki warna kulit dan rasa roti serta memperkuat gluten karena keberadaan kandungan kalsium pada susu. Susu yang umum digunakan dalam pembuatan roti adalah susu bubuk karena tahan lama dan lebih mudah penyimpanannya. Susu bubuk yang digunakan dapat berupa susu skim


(19)

bubuk (perlu diingat susu ini mengandung lemak susu sekitar 1%) dan susu full krim bubuk (mengandung lemak susu sekitar 29%) (Winarno,1993).

2.3 Proses Pembuatan Roti

Pembuatan roti dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan proses. Tahapan- tahapan proses pembuatan roti yaitu pencampuran, peragian, pengadonan,

pencetakan dan pemanggangan. Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut : 1) Pencampuran (Mixing)

Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus

berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari glutein dan

penyerapan airnya. Mixing yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin lambat (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Proses mixing tergantung pada alat yang digunakan,

kecepatan pencampuran, penyerapan air dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 2) Peragian

Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume. Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35 0C dan kelembaban udara 75%

merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim ß-amilase secara normal terdapat


(20)

13

dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol

(Winarno, 1995). 3) Pengadonan

Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah

diistirahatkan kemudian digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang

dinginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk. Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang elastis (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

4) Pencetakan

Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang diinginkan, adonan perlu ditimbang. Adonan dibagi dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap berjalan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

5) Pemanggangan

Roti dipanggang atau dibakar dalam oven pada suhu kira-kira 200 – 230 0C. Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan ke dalam oven dan dibakar sampai kulit atas dari roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh


(21)

suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein mempertahankan volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan empuk merata (Sediaoetama, 1993). Proses pemanggangan roti merupakan langkah terakhir dan sangat penting dalam memproduksi roti. Melalui suatu penghantar panas, suatu massa adonan akan diubah menjadi produk yang mudah dicerna. Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh pemanggangan disertai dengan hancurnya mikrobia dan enzim yang ada (Desrosier, 1988).

2.4 Minyak Ikan

Minyak ikan merupakan fraksi lemak yang diperoleh dari ekstraksi ikan atau sebagai salah satu hasil samping dari industri pengalengan ikan yang dihasilkan karena pemanasan dan sterilisasi selama proses, sehingga minyak dari ikan terekstrak dan terbuang bersamaan dengan panas. Minyak ikan dianjurkan untuk diet kesehatan karena banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dengan banyak ikatan rangkap (PUFA) omega-3, yaitu asam eikosapentanoat (EPA) dan dokosaheksanoat (DHA) yang bermanfaat bagi tubuh (Aidos et al., 2002). Minyak ikan umumnya terdiri dari berbagai jenis triasilgliserol berupa suatu molekul yang tersusun dari gliserol dan asam lemak. Rantai asam lemak yang terdapat dalam minyak ikan mempunyai jumlah lebih dari delapan belas atom karbon dan memiliki lima atau enam ikatan rangkap. Minyak ikan mengandung omega-3 lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati (Rodriguez et al. 2010).

Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan dengan omega-3 tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam tinggi. Minyak ikan


(22)

15

merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3. Menurut Wanasundara dan Shahidi (1998), kandungan asam lemak tidak jenuh (PUFA) yang tinggi pada minyak ikan menyebabkan mudah mengalami kerusakan oksidatif dan

menghasilkan bau yang tidak sedap. Beberapa asam lemak tidak jenuh omega-3 dalam minyak ikan adalah α-linolenat, EPA dan DHA (Pak, 2005).

Minyak ikan mempunyai beberapa sifat kimia dan sifat fisik. Sifat kimia minyak ikan tersebut yaitu mudah teroksidasi. Sifat fisik minyak ikan adalah mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari berat jenis air, mempunyai derajat kekentalan yang spesifik dan bersifat tidak larut dalam pelarut kimia seperti eter, benzene dan proteleum eter. Selain itu, minyak ikan mempunyai warna kuning muda sampai kuning emas (Aidos et al., 2002).

2.5 Asam Lemak Omega 3

Asam lemak tidak jenuh ganda (poly unsaturated fatty acid, PUFA) omega-3 adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, dengan ikatan rangkap terletak pada atom karbon ketiga dari ujung metil rantai asam lemak. Asam alfa linolenik (ALA, 18:3), asam eikosapentaenoik (EPA, 20:5), dan asam dokosaheksaenoik (DHA, 22:6) adalah asam lemak omega-3 yang paling umum . Asam lemak omega 3 merupakan sejenis lemak yang tidak diproduksi oleh tubuh, oleh karena itu kita harus memenuhinya dari makanan yang kita makan. Omega 3 dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan membran sel sehat, meliputi otak kita dan sel sistem syaraf. Ketiga jenis omega 3 ini sangat diperlukan oleh tubuh kita. EPA dan DHA bisa anda dapat dari ikan, seperti ikan


(23)

makarel, sarden, tuna, dan salmon. Masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda dalam tubuh, DHA berfungsi sebagai jaringan pembungkus saraf yang berperan dalam melancarkan perintah saraf dan mengantarkan rangsangan saraf ke otak, sedangkan EPA berfungsi dalam membantu pembentukan sel-sel darah dan jantung, menyehatkan sistem peredaran darah dengan melancarkan sirkulasi darah. Dua asam lemak omega 3 pada ikan adalah asam

eikosapentaenoat (EPA, 20:5 ω-3) dan dokosaheksaenoat (DHA, 22:6 ω-3) (Alonso dan Maroto, 2000). Struktur umum DHA dan EPA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Umum ALA, EPA, dan DHA

Gambar 1. Struktur umum DHA dan EPA

Sumber : Ramli (2011)

2.6 Oksidasi Asam Lemak

Oksidasi lemak disebabkan oleh adanya oksigen dan akan menimbulkan bau yang tidak diinginkan, menyebabkan polimerisasi pada minyak yang mengandung PUFA dan komponen lainnya. Perubahan ini terjadi dengan atau tanpa bantuan


(24)

17

enzim (Gunstone, 1996). Oksidasi non-enzimatis terutama disebabkan oleh karena adanya reaksi radikal bebas yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap inisisasi (belum diketahui secara jelas), propagasi (menghasilkan radikal bebas dari alkena RH dan oksigen) dan terminasi (terjadi pemecahan hidroperoksida menjadi senyawa sederhana seperti aldehid dan keton atau asam-asam dengan karakteristik bau dan citarasa tengik). Tahapan proses oksidasi non-enzimatis adalah sebagai berikut:

Tahapan inisiasi : produksi radikal bebas (R atau RO2) Tahapan propagasi : R* + O2 ROO*

ROO* +RH ROOH + R*

Tahapan terminasi : interaksi antara radikal-radikal menghasilkan senyawa non-inisiasi dan non propagasi.


(25)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung,

Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Bogor, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2013.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mixer, loyang, baskom, oven, timbangan, pemipih, plastik, soxhlet, Gas Chromatography (GC) merek Hitachi 263-50, alat uji organoleptik, dan alat-alat penunjang analisis.

Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung terigu merek Cakra Kembar, gula pasir, air, ragi roti merek Saf-Instant, garam, susu merek Dancow, shortening, pengembang merek Baker Bonus, minyak ikan curah, serta bahan-bahan untuk analisis.


(26)

19

3.3 Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jumlah minyak ikan yang ditambahkan dan faktor kedua adalah lama penyimpanan produk roti tawar dengan tiga

ulangan. Rancangan perlakuan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Faktor pertama (jumlah minyak ikan yang ditambahkan).

Kode Minyak Ikan

M1 0%

M2 1%

M3 2%

Tabel 4. Faktor kedua (lama penyimpanan roti tawar).

Kode Lama Penyimpanan

L1 0 hari

L2 1 hari

L3 2 hari

L4 3 hari

Data kadar omega 3 yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sedangkan data uji organoleptik diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk

mendapatkan penduga ragam galat kemudian diuji lanjut dengan uji BNT pada taraf 5% untuk menentukan perlakuan terbaik.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Roti dibuat dengan melakukan beberapa tahapan yang dimulai dengan tahapan pencampuran bahan-bahan, yaitu 1000 gram tepung terigu, 80 gram gula pasir, 11


(27)

gram ragi roti, 15 gram garam, 5 gram garam, 5 gram pengembang dan ditambahkan 550 ml air dingin dicampur dan dihomogenkan dengan mixer, kemudian 80 gram susu dan 40 gram shortening ditambahkan ke dalam adonan. Selanjutnya minyak ikan ditambahkan sesuai dengan perlakuan yang diberikan (0%,1%, dan 2% dari berat tepung terigu). Kemudian 50 ml air dingin

ditambahkan pada adonan, adonan dihomogenkan dengan mixer dengan kecepatan maksimum selama ± 15 menit, hingga kalis. Adonan yang telah kalis didiamkan selama ± 10 menit, kemudian adonan dipipihkan hingga ketebalan ± 2cm.

Adonan yang telah dipipihkan, digulung dan dimasukkan ke dalam loyang sambil ditekan (dipadatkan) dan tutup loyang dibiarkan setengah terbuka selama 15 menit selanjutnya difermentasi selama ± 60 menit pada suhu ruang dengan kondisi loyang tertutup rapat. Selanjutnya pemanggangan dilakukan pada suhu 200 0C selama 30 menit. Setelah melewati beberapa tahapan tersebut akan dihasilkan roti tawar yang telah difortifikasi dengan minyak ikan. Diagram alir proses

pembuatan roti yang difortifikasi dengan minyak ikan digambarkan pada Gambar 2.


(28)

21

Gambar 2. Diagram alir pembuatan roti tawar yang difortifikasi dengan minyak ikan

Sumber : Prakasa (2011) yang telah dimodifikasi

Ditambahkan 50 ml air dingin dan dihomogenkan dengan mixer dengan kecepatan maksimum selama ± 15 menit, hingga kalis

1000 g tepung terigu, 80 g gula pasir, 11 g ragi roti, 15 g garam, 5 g pengembang, , 550 ml air dingin dihomogenkan

dengan mixer

Roti Tawar

Penambahan minyak ikan (0%, 1%, dan 2%) dari

berat tepung terigu

Didiamkan pada suhu ruang selama ± 10 menit

Pemanggangan dengan suhu 200 0C selama 30 menit Peletakkan pada loyang sambil ditekan (dipadatkan) dan tutup

loyang dibiarkan setengah terbuka selama 15 menit Pemipihan hingga ketebalan ± 2 cm dan penggulungan

Fermentasi selama ± 60 menit pada suhu ruang kondisi tertutup rapat

80 gram susu dan 40 gram shortening


(29)

3.5Pengamatan

3.5.1 Kadar Omega 3

3.5.1.1 Persiapan Sampel Lemak

Persiapan sampel lemak (ekstraksi lemak) dilakukan dengan metode soxhlet (AOAC, 1995). Ekstraksi sampel roti diawali dengan penimbangan cawan, kemudian penimbangan 50 gram roti tawar yang kemudian ditempatkan dalam Thimble (selongsong tempat sampel), kemudian selongsong dimasukkan ke dalam soxhlet. Cawan disambungkan dengan soxhlet lalu pelarut heksan dituang

dituang ke dalam soxhlet sebanyak 150 ml, selanjutnya dilakukan refluks selama 5 jam. Kemudian cawan lemak dikeringkan di oven pada suhu 70 0C. Rumus perhitungan kadar lemak:

Kadar lemak (%) = (berat cawan + lemak) – berat cawan x 100% berat sampel (roti)

3.5.1.2 Pengukuran Kadar Omega 3

Analisis omega 3 dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi gas (GC) (BBPP, 2013). Pelaksanaannya dilakukan dengan cara berikut, sample minyak diambil 0,2 g ditempatkan dalam tabung tertutup dan ditambahkan 5 mL NaOH 0,5 N dalam methanol dan dipanaskan pada waterbath suhu 80 0C selama 20 menit lalu didinginkan. Kemudian ditambahkan 5 ml BF3 20% dipanaskan lagi dengan suhu 80 0C selama 20 menit. Setelah dingin ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 5 mL heksan kemudian divorteks. Selanjutnya akan terjadi dua lapisan dengan heksan dibagian atas. Kemudian fraksi heksan (bagian atas) diinjeksikan


(30)

23

sebanyak 2µl pada alat kromatografi gas. Turunan metil ester dari asam lemak dipisahkan menggunakan kromatografi gas dengan fase diam yang digunakan adalah kolom DEGS suhu 250 0C panjang 4 meter, diameter 0,3175 cm, suhu kolom terprogram 150-180 0C (suhu terprogram) dengan peningkatan suhu 5 0

C/menit, suhu injector 200 0C, gas carrier N2 dan H2. Detektor yang digunakan adalah detector FID (Flame Ionization Detector) dengan suhu 250 0C. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan pola pemisahan dengan senyawa standar dengan membandingkan waktu retensi. Rumus perhitungan kadar linolenat, EPA, dan DHA lemak roti tawar:

Kadar asam lemak = luas area sampel x konsentrasi standar x volume akhir luas area standar berat sampel Kadar linolenat (%) = luas area sampel x 0,5 % x 5 ml

luas area standar 0,2 gr Kadar EPA (%) = luas area sampel x 0,05 % x 5 ml

luas area standar 0,2 gr Kadar DHA (%) = luas area sampel x 0,05 % x 5 ml

luas area standar 0,2 gr

Total Asam Lemak Omega 3 (%) = Kadar linolenat + Kadar EPA + Kadar DHA Keterangan :

Asumsi 1ml = 1 gram

Konsentrasi standar linolenat = 0,5 %

Konsentrasi standar EPA = 50 mg/100 ml = 0,05 g/100 ml (0,05%) (b/v) Konsentrasi standar DHA = 50 mg/100 ml = 0,05 g/100 ml (0,05%) (b/v) Volume akhir = 5 ml


(31)

3.5.2 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Penilaian aroma, tekstur, rasa, dan penilaian

keseluruhan dilakukan menggunakan uji scoring. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis. Skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skala penilaian organoleptik roti tawar.

Parameter mutu Kriteria Skor

Aroma Normal 5

Agak amis 4

Amis 3

Sangat amis 2

Menyimpang 1

Tekstur Sangat lembut 5

Lembut 4

Agak lembut 3

Keras 2

Sangat keras 1

Rasa Normal 5

Agak terasa minyak ikan 4 Terasa minyak ikan 3 Sangat terasa minyak ikan 2

Menyimpang 1

Penilaian keseluruhan Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1 Sumber : Hilma, 2011 dengan modifikasi


(32)

25

Format kuesioner penilaian panelis dibuat sebagai berikut : Nama :

Tanggal :

Telah disajikan 3 sampel roti tawar. Anda diminta untuk memberikan nilai terhadap rasa, dan aroma berupa skor 1 sampai 5. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :

Penilaian

Kode

228 442 128 Catatan

Aroma Tekstur Rasa

Penilaian Keseluruhan

Keterangan untuk penilaian:

Aroma Tekstur

Normal : 5 Sangat lembut : 5

Agak amis : 4 Lembut : 4 Amis : 3 Agak lembut : 3

Sangat amis : 2 Keras : 2 Menyimpang : 1 Sangat keras : 1

Rasa Penilaian Keseluruhan

Normal : 5 Sangat suka : 5 Agak terasa minyak ikan : 4 Suka : 4 Terasa minyak ikan : 3 Agak suka : 3 Sangat terasa minyak ikan : 2 Tidak suka : 2 Menyimpang : 1 Sangat tidak suka : 1


(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar (interaksi kedua faktor) berpengaruh nyata terhadap, aroma, rasa, dan penilaian keseluruhan, namun tekstur roti tawar hanya dipengaruhi oleh faktor lama penyimpanan. Penambahan minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar juga

mempengaruhi kadar asam lemak omega 3.

2. Hasil terbaik diperoleh dari perlakuan dengan penambahan jumlah minyak ikan sebanyak 1% dan lama penyimpanan selama 0 hari (M1L0) dengan total kadar asam lemak omega 3 sebesar 1,266%, aroma 4,43 (agak amis), tekstur 4,233 (lembut), rasa 4,02 (agak terasa minyak ikan), dan penilaian keseluruhan sebesar 3,95 (suka).

5.2Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penambahan bahan tambahan pangan (food additive) roti tawar yang diperkaya dengan asam lemak omega 3 yang berasal dari minyak ikan agar bau amis dan rasa minyak ikan pada roti tawar bisa


(34)

45

tersamarkan sehingga konsumen lebih menerima roti tawar tersebut serta bahan tambahan pangan (food additive) yang juga berfungsi untuk memperpanjang masa simpan roti tawar.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Aidos I, C. Jacobsen, B. Jensen, J.B. Luten, A. Padt, R.M. Boom. 2002. Volatile Oxidation Products Formed in Crude Herring Oil Under Accelerated Oxidation Conditions. Journal Lipid Science Technology. 4: 148-161. Alonso D. and F. Maroto. 2000. Plants as ‘Chemical Factories’ for the Production

of Polyunsaturated Fatty Acids. Journal Biotechnol. 18: 481-497.

AOAC. 1995. Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Analitycal Chemist, Inc. Astuti, T. Y dan T. Setyawardani. 2006. Penggunaan Susu Skim dan Asam

Lemak Esensial sebagai Alternatif Cara Memperbaiki Kualitas Nutrisi Yogurt. Jurnal Teknologi Pangan. 1: 16–21.

BBPP. 2013. Prosedur Kerja Kromatografi Gas. Balai Besar Penanganan dan Pengembangan Pasca Panen. Bogor.

Borneo, R. 2007. Stability and Consumer Acceptance of Long Chain Omega-3 Fatty Acids (Eicosapentaenoiec Acid, 20:5, n-3 and Docosahexaenoic Acid, 22:6, n-3) in Cream-Filled Sandwich Cookies. Journal of Food Science. 72: 49-54.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara

Karya Aksara. Jakarta.

Doyle, E. 2007. Microbial Food Spoilage — Losses and Control Strategies. University of Wisconsin, Madison.

Dunford, N. 2005. Foods, Health, and Omega-3 Oils. Oklahoma State University, Oklahoma.


(36)

47

Elisabeth, J. 2008. Pengembangan Produk Lemak Untuk Industri Bakery. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=56041 . Diakses pada tanggal 23 Desember 2012

Gunstone, F.D. 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Chapman and Hall, Great Britain.

Gaman, P.M. dan K.B, Sherington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Harman, A. 2005. Fish Oil Makes Goat Cheese Healthier.

http://www.dairygoatjournal.com/90-3/fish_oil_makes_goat_cheese_healthier/. Diakses tanggal 12 Juli 2013. Hilma, D. 2011. Kajian kandungan fenol dan kapasitas antioksidan tepung pisang

batu (Musa balbisiana Colla) dan aplikasinya dalam pembuatan brownies cokelat fungsional. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Kolanowski, W. 2005. Bioavailability of Omega 3 PUFA from Foods Enriched

with Fish Oil - A Mini Review. Journal of Food and Nutrition Sciences. 14: 335-340.

Kusuma, R.W.R. 2008. Pengaruh penggunaan cengkeh (Syzygium aromaticum) dan kayu manis (Cinnamomum sp.) sebagai pengawet alami terhadap daya simpan roti manis. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lukito, V. and A. Arges. 2009. The Effects of Adding Omega 3 Fatty Acid on The Texture and Taste of Chocolate Chip Cookies.

http://www.cfs.purdue.edu/fn/fn453/Project_Archive/Fall_2009/Fish_oil_i n_chocolate_chip_cookies.pdf. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013. Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya.

Jakarta.

Mukhibin, M. 2012. Pengaruh Suhu Pengemasan Terhadap Umur Simpan Roti. http://rubika-rubika.blogspot.com/2012/04/pengaruh-suhu-pengemasan-terhadap-umur.html. Diakses tanggal 9 Desember 2012.

Norman, W.D. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Nusawanti, T.A. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha roti pada bagas bakery, kabupaten Kendal. (Skripsi). IPB. Bogor.

Pak, C.S. 2005. Stability and Quality of Fish oil During Typical Domestic Application. The United Nations University. Kangwon.


(37)

Panagan, A.T., H. Yohandini., J.U. Gultom. 2011. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam lemak Tak Jenuh Omega 3 dari Minyak Ikan Patin dengan metoda Kromatografi gas. Jurnal Penelitian Sains. 14: 38-42. Prakasa, R. 2012. Mempelajari Proses Produksi dan Proses Pengemasan Roti

Manis. (Laporan Praktik Umum). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Purnama, A. 2011. Pengaruh penambahan minyak ikan dan minyak biji bunga

matahari pada pembuatan yogurt dari susu skim terhadap level kolesterol hewan coba mencit (Mus musculus). (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.

Ramli, M. 2011. EPA dan DHA. http://mohammadramli.blogspot.com/ 2011/02/epa-dan-dha.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.

Rodriguez, N.R., Beltran, S., Jaime, I., Sara, M., Sanz, M.T., dan Carballido J.R. 2010. Production of omega-3 polyunsaturated fatty acid concentrates. Journal of Innovation Food Science and Emerging Technologies. 11: 1-12. Sediaoetama, A. 1993. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

SNI. 1995. Standar Nasional Indonesia untuk roti (SNI 01-3840-1995). Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sufi, S. Y., 1999. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Swastawati F. 2004. The effect of smoking duration on the quality and DHA composition of milkfish Chanos chanos F. Journal of Coastal

Developmen. 3: 137-142.

Syamsir, E. 2011. Bread Staling. http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/bread-staling/. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Syarief et al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Taylor. 1989. Fish Oil in Bakery Food. America Institute of Baking, Manhattan.

Torres, I. 2011. Development of a Cookie with Added Omega 3 Fatty Acids Source Functional Food. Universidad nacional de Colombia Sede Medellin, Colombia.

Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen


(38)

49

Wanasundara, N. dan Shahidi, F. 1998. Omega-3 Fatty Acid Concentrates: Nutrional Aspects and Production Technologies. Journal of Food Science and Technology. 9: 230-240.

Wang YJ, Miller LA, Perren M, dan Addis PB. 1990. Omega-3 Fatty Acids in Lake Superior Fish. Journal of Food Science. 2: 71-76.

Wibowo, P.H. 2008. Penentuan Bilangan Peroksida Asam Miristat dari Unit Fraksinasi di PT. Soci Medan. (Tugas Akhir). Universitas Sumatera Utara. Medan

Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. 2006. Alternatif pengganti Formalin pada Produk Pangan. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yayath. 2009. Fungsi Bahan-bahan dalam Pembuatan Roti.

http://yayath-silahkanmampir.blogspot.com/2009/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.

Ye, A and Cui, J. 2009. Evaluation of Processed Cheese Fortified with Fish Oil Emulsion. Journal Food Research. 8: 1093-1098.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar (interaksi kedua faktor) berpengaruh nyata terhadap, aroma, rasa, dan penilaian keseluruhan, namun tekstur roti tawar hanya dipengaruhi oleh faktor lama penyimpanan. Penambahan minyak ikan dan lama penyimpanan roti tawar juga

mempengaruhi kadar asam lemak omega 3.

2. Hasil terbaik diperoleh dari perlakuan dengan penambahan jumlah minyak ikan sebanyak 1% dan lama penyimpanan selama 0 hari (M1L0) dengan total kadar asam lemak omega 3 sebesar 1,266%, aroma 4,43 (agak amis), tekstur 4,233 (lembut), rasa 4,02 (agak terasa minyak ikan), dan penilaian keseluruhan sebesar 3,95 (suka).

5.2Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penambahan bahan tambahan pangan (food additive) roti tawar yang diperkaya dengan asam lemak omega 3 yang berasal dari minyak ikan agar bau amis dan rasa minyak ikan pada roti tawar bisa


(2)

45

tersamarkan sehingga konsumen lebih menerima roti tawar tersebut serta bahan tambahan pangan (food additive) yang juga berfungsi untuk memperpanjang masa simpan roti tawar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aidos I, C. Jacobsen, B. Jensen, J.B. Luten, A. Padt, R.M. Boom. 2002. Volatile Oxidation Products Formed in Crude Herring Oil Under Accelerated Oxidation Conditions. Journal Lipid Science Technology.4: 148-161. Alonso D. and F. Maroto. 2000. Plants as ‘Chemical Factories’ for the Production

of Polyunsaturated Fatty Acids. Journal Biotechnol. 18: 481-497.

AOAC. 1995. Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Analitycal Chemist, Inc. Astuti, T. Y dan T. Setyawardani. 2006. Penggunaan Susu Skim dan Asam

Lemak Esensial sebagai Alternatif Cara Memperbaiki Kualitas Nutrisi Yogurt. Jurnal Teknologi Pangan. 1: 16–21.

BBPP. 2013. Prosedur Kerja Kromatografi Gas. Balai Besar Penanganan dan Pengembangan Pasca Panen. Bogor.

Borneo, R. 2007. Stability and Consumer Acceptance of Long Chain Omega-3 Fatty Acids (Eicosapentaenoiec Acid, 20:5, n-3 and Docosahexaenoic Acid, 22:6, n-3) in Cream-Filled Sandwich Cookies. Journal of Food Science. 72: 49-54.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara

Karya Aksara. Jakarta.

Doyle, E. 2007. Microbial Food Spoilage — Losses and Control Strategies. University of Wisconsin, Madison.

Dunford, N. 2005. Foods, Health, and Omega-3 Oils. Oklahoma State University, Oklahoma.


(4)

47

Elisabeth, J. 2008. Pengembangan Produk Lemak Untuk Industri Bakery. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=56041 . Diakses pada tanggal 23 Desember 2012

Gunstone, F.D. 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Chapman and Hall, Great Britain.

Gaman, P.M. dan K.B, Sherington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Harman, A. 2005. Fish Oil Makes Goat Cheese Healthier.

http://www.dairygoatjournal.com/90-3/fish_oil_makes_goat_cheese_healthier/. Diakses tanggal 12 Juli 2013. Hilma, D. 2011. Kajian kandungan fenol dan kapasitas antioksidan tepung pisang

batu (Musa balbisiana Colla) dan aplikasinya dalam pembuatan brownies cokelat fungsional. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Kolanowski, W. 2005. Bioavailability of Omega 3 PUFA from Foods Enriched

with Fish Oil - A Mini Review. Journal of Food and Nutrition Sciences. 14: 335-340.

Kusuma, R.W.R. 2008. Pengaruh penggunaan cengkeh (Syzygium aromaticum) dan kayu manis (Cinnamomum sp.) sebagai pengawet alami terhadap daya simpan roti manis. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lukito, V. and A. Arges. 2009. The Effects of Adding Omega 3 Fatty Acid on The Texture and Taste of Chocolate Chip Cookies.

http://www.cfs.purdue.edu/fn/fn453/Project_Archive/Fall_2009/Fish_oil_i n_chocolate_chip_cookies.pdf. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013. Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya.

Jakarta.

Mukhibin, M. 2012. Pengaruh Suhu Pengemasan Terhadap Umur Simpan Roti. http://rubika-rubika.blogspot.com/2012/04/pengaruh-suhu-pengemasan-terhadap-umur.html. Diakses tanggal 9 Desember 2012.

Norman, W.D. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Nusawanti, T.A. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha roti pada bagas bakery, kabupaten Kendal. (Skripsi). IPB. Bogor.

Pak, C.S. 2005. Stability and Quality of Fish oil During Typical Domestic Application. The United Nations University. Kangwon.


(5)

Panagan, A.T., H. Yohandini., J.U. Gultom. 2011. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam lemak Tak Jenuh Omega 3 dari Minyak Ikan Patin dengan metoda Kromatografi gas. Jurnal Penelitian Sains. 14: 38-42. Prakasa, R. 2012. Mempelajari Proses Produksi dan Proses Pengemasan Roti

Manis. (Laporan Praktik Umum). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Purnama, A. 2011. Pengaruh penambahan minyak ikan dan minyak biji bunga

matahari pada pembuatan yogurt dari susu skim terhadap level kolesterol hewan coba mencit (Mus musculus). (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.

Ramli, M. 2011. EPA dan DHA. http://mohammadramli.blogspot.com/ 2011/02/epa-dan-dha.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.

Rodriguez, N.R., Beltran, S., Jaime, I., Sara, M., Sanz, M.T., dan Carballido J.R. 2010. Production of omega-3 polyunsaturated fatty acid concentrates. Journal of Innovation Food Science and Emerging Technologies. 11: 1-12. Sediaoetama, A. 1993. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

SNI. 1995. Standar Nasional Indonesia untuk roti (SNI 01-3840-1995). Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sufi, S. Y., 1999. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Swastawati F. 2004. The effect of smoking duration on the quality and DHA composition of milkfish Chanos chanos F. Journal of Coastal

Developmen. 3: 137-142.

Syamsir, E. 2011. Bread Staling. http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/bread-staling/. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Syarief et al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Taylor. 1989. Fish Oil in Bakery Food. America Institute of Baking, Manhattan.

Torres, I. 2011. Development of a Cookie with Added Omega 3 Fatty Acids Source Functional Food. Universidad nacional de Colombia Sede Medellin, Colombia.

Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen


(6)

49

Wanasundara, N. dan Shahidi, F. 1998. Omega-3 Fatty Acid Concentrates: Nutrional Aspects and Production Technologies. Journal of Food Science and Technology. 9: 230-240.

Wang YJ, Miller LA, Perren M, dan Addis PB. 1990. Omega-3 Fatty Acids in Lake Superior Fish. Journal of Food Science. 2: 71-76.

Wibowo, P.H. 2008. Penentuan Bilangan Peroksida Asam Miristat dari Unit Fraksinasi di PT. Soci Medan. (Tugas Akhir). Universitas Sumatera Utara. Medan

Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. 2006. Alternatif pengganti Formalin pada Produk Pangan. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yayath. 2009. Fungsi Bahan-bahan dalam Pembuatan Roti.

http://yayath-silahkanmampir.blogspot.com/2009/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013.

Ye, A and Cui, J. 2009. Evaluation of Processed Cheese Fortified with Fish Oil Emulsion. Journal Food Research. 8: 1093-1098.