Konsep diri a. Pengertian dan jenis konsep diri

diri, selalu berusaha sesuai dengan kemampuan. Sedangkan individu yang memandang dirinya negatif atau tidak realistis, cenderung memperlihatkan tingkah laku dan sikap seperti: angkuh, sombong, merasa dirinya paling pintar, merasa serba bisa, merasa paling tampan. Semua sikap dan tingkah laku tersebut merupakan manifestasi kemampuan dan ketidakmampuan individu dalam memahami dirinya. Konsep diri menurut penjelasan diatas dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif, kemudian konsep diri positif dan negatif tersebut dapat ditandai oleh beberapa aspek seperti yang telah dipaparkan diatas. Dalam penelitian ini untuk penyusunan instrumen penelitian akan berdasar dan mengacu pada aspek- aspek tersebut.

b. Perkembangan konsep diri

Konsep diri seseorang mula – mula terbentuk dari perasaan apakah ia diterima dan diinginkan kehadirannya oleh keluarganya, melalui perlakuan yang berulang-ulang dan setelah menghadapi sikap-sikap tertentu dari anggota keluarganya ataupun dari orang lain di lingkup kehidupannya, maka akan berkembanglah konsep diri seseorang. Konsep diri yang pada mulanya berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai maka menjadi landasan dari pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang keseluruhannya disebut konsep diri. Djaali, 2012:130 Dalam teori Psikoanalisis, proses perkembangan konsep diri disebut proses pembentukan ego the process of ego formation. Menurut aliran ini, ego yang sehat adalah ego yang dapat mengontrol dan mengarahkan kebutuhan primitif dorongan libido supaya setara dengan dorongan dari super ego serta tuntutan lingkungan. Dalam kaitan ini, konsep diri menurut Erikson dalam Djaali 2012:131 dapat berkembang melalui lima tahap, yaitu: 1 Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia 1,5 tahun, melalui hubungan dengan orang tuanya anak akan mendapat kesan dasar apakah orang tuanya merupakan pihak yang dapat dipercaya atau tidak. Apabila ia yakin dan merasa orang tuanya dapat memberi perlindungan dan rasa aman bagi dirinya, maka pada diri anak akan timbul rasa percaya terhadap orang dewasa, yang nantinya akan berkembang menjadi berbagai perasaan yang sifatnya positif. 2 Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt, pada anak usia 2-4 tahun, yang terutama berkembang pesat pada usia ini adalah kemampuan motorik dan berbahasa, yang keduanya memungkinkan anak menjadi lebih mandiri autonomy. Apabila anak diberi kesempatan untuk melakukan segala sesuatu menurut kemampuannya, sekalipun kemampuannya terbatas, tanpa terlalu banyak ditolong apalagi dicela, maka kemandirianpun akan terbentuk. Sebaliknya jika ia sering merasa malu dan ragu-ragu bila tidak memperoleh kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. 3 Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt, pada anak usia 4-7 tahun. Anak usia 4-7 tahun selalu menunjukan perasaan ingin tahu, begitu juga sikap ingin menjelajah, mencoba-coba. Apabila anak terlalu sering mendapat hukuman karena perbuatan tertentu yang didorong oleh perasaan ingin tahu dan menjelajah tadi, keberaniannya untuk mengambil inisiatif akan berkurang, yang nantinya berkembang justru adalah perasaan takut dan perasaan bersalah. 4 Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, Pada usia 7-11 atau 12 tahun. Inilah masa anak ingin membuktikan keberhasilan dari usahanya. Mereka berkompetensi dan berusaha untuk bisa menunjukan prestasi, kegagalan yang berulang-ulang dapat mematahkan semangat dan menimbulkan perasaan rendah diri. 5 Perkembangan dari sense of identity diffusion, pada remaja. Remaja biasanya sangat besar minatnya terhadap diri sendiri, biasanya mereka ingin memperoleh jawaban tentang siapa dan bagaimana dia. Dalam menemukan jawabannya mereka akan mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan konsep dirinya pada masa lalu. Apabila informasi kenyataan, perasaan, dan pengalaman yang dimiliki mengenai diri sendiri tidak dapat diintegrasi hingga membentuk suatu konsep diri yang utuh, remaja akan terus menerus bimbang dan tidak mengerti tentang dirinya sendiri.

c. Pembentukan konsep diri

Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan melainkan melalui proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan dengan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya. Menurut calhoun Acocella yang dikutip oleh Fasti Rola 2006 menyatakan bahwa: “Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan-darapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri. Namun seiring dengan berjalannya waktu individu mulai bisa membedakan antara dirinya, orang lain dan benda-benda disekitarnya dan pada akhirnya individu mulai mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri ” Menurut Jalaluddin Rakhmat 2008:100 faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah orang lain dan kelompok rujukan reference grup. Dalam perkembangan konsep diri, yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Yang dimaksud dengan orang lain tersebut adalah orang tua, kawan sebaya dan masyarakat. Selanjutnya menurut G.H Mead dalam Slameto, 2010:182 bahwasanya: “Konsep diri sebagai suatu produk sosial dibentuk melalui proses internalisasi dan pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologi ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya sendiri yang diterima dari orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya” Konsep diri terbentuk seiring dengan pertumbuhan manusia melalui proses belajar dan pengalamannya. Sumber informasi dalam perkembangan konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain,

Dokumen yang terkait

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS X PROGRAM STUDI TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

1 1 17

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 0 87

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA KOMPETENSI SISTEM LISTRIK OTOMOTIF KELAS XI PADA JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 1 191

HUBUNGAN ANTARA PRESTASI BELAJAR DAN PRESTASI PRAKTIK INDUSTRI DENGAN MINAT BERWIRASWASTA SISWA KELAS III BIDANG KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 0 118

PENGARUH PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP MINAT MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI BAGI SISWA KELAS XII TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 2 109

GAYA BELAJAR SMK PIRI 1 YOGYAKARTA (Studi pada Kelas X Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan.

0 1 155

PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRESTASI PRAKTEK SEPEDA MOTOR PADA SISWA KELAS X TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 1 162

PENGARUH MINAT SISWA DALAM MEMILIH PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK PIRI 1 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 1 148

PENGARUH PENGETAHUAN KEWIRAUSAHAAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP MINAT WIRAUSAHA SISWA TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK NEGERI 1 SEYEGAN.

2 3 121

PENGARUH PEMBERIAN REWARD DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 0 254